Anda di halaman 1dari 60

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN

DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


NEGLASARI KOTA BANDUNG
TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai


Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

RISSA NUROKTAVIANI
NPM: BK.1.15.017

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2019
i
ii
iii
ABSTRAK

Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi, terutama pada usia balita. Pengetahuan dan sikap ibu berperan penting
dalam penurunan angka kematian dan pencegahan kejadian diare pada anak balitanya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu balita
dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Neglasari Kota Bandung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi kasus adalah ibu
yang mempunyai balita di wilayah kelurahan neglasari yang berjumlah 437 ibu
balita.Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah simple random
sampling. Sampel penelitian yaitu sebanyak 81 ibu yang mempunyai balita di
kelurahan Neglasari.
Hasil dari uji chi square penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kejadian diare pada balita dengan hasil pengetahuan ibu (p=
0,393) dan sikap ibu (p= 1,000). Simpulan tidak ada hubungan antara pengetahuan dan
sikap ibu balita dengan kejadian diare di Kelurahan Neglasari wilayah kerja Puskesmas
Neglasari. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi
kepada ibu dan keluarga terdekat tentang kejadian diare pada balita sehingga ibu dan
keluarga terdekat dapat melakukan pencegahan berupa pentingnya sarana air bersih,
ketersediaan jamban sehat, sarana pembuangan air limbah dan sarana pengelolaan
sampah, yang bisa menjadi faktor terjadinya diare pada balita.

Kata Kunci : Balita, Diare, Pengetahuan, Sikap.


Daftar Pustaka : 4 jurnal , 30 buku , 13 profil Pemerintah (2004 – 2018)

iv
ABSTRACT

Diarrhea is a public health problem with high morbidity and mortality rates, especially
at the age of five. Mother’s knowledge and attitudes about diarrhea an important role
in reducing mortality and preventing the incidence of diarrhea in children. The purpose
of this study was to determine the relationship between knowledge and attitudes of
toddlers’ mothers with the occurrence of diarrhea in the working area of the Neglasari
Puskesmas (Community Health Center) in Bandung.
This research used a cross sectional approach. The case population was mothers who
have children under five years old in Neglasari village, which were 437 toddlers’
mothers. The sampling technique was consecutive sampling. The research samples
were 81 mothers who have children under five years old in Neglasari village.
The results of the chi square test of this study found no significant relationship between
knowledge and the incidence of diarrhea in toddlers with the results of maternal
knowledge (p = 0.393) and maternal attitudes (p = 1,000). In conclusion, there was no
relationship between the knowledge and attitudes of toddlers’ mothers with the
occurrence of diarrhea in Neglasari village, the work area of Neglasari Puskesmas
(Community Health Center). It is expected that the results of this study can be a
reference and information to mothers and immediate family about the incidence of
diarrhea in toddlers so that mothers and immediate family can do the prevention such
as the importance of clean water facilities, availability of healthy latrines, waste water
disposal facilities and waste management facilities, which can be a factor of diarrhea
in toddlers.

Keywords: Toddler, Diarrhea, Knowledge, Attitude.


References: 4 jurnal, 30 books, 13 government profile (2004 - 2018)

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat illahi rabbi, Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga saya sebagai penyusun dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa saya panjatkan shalawat serta salam

bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Dalam kesempatan ini saya sebagai penulis berbahagia karena telah dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN

SIKAP IBU BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS NEGLASARI KOTA BANDUNG TAHUN 2019”. Skripsi

penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat.

Penyusunan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan dorongan semangat dari

berbagai pihak, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

tepat waktu. Oleh karenaitu, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya

kepada :

1. H. Mulyana SH.,MPd selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana.

2. Dr. Entis Sutrisno, MH.Kes.,Apt selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana.

3. Dr. Ratna Dian K,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan sekaligus

pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahannya selama proses

bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

vi
4. Nova Oktavia, SKM.,MPH selaku Ketua Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat

Universitas Bhakti Kencana.

5. Dr.Henny Rahayu N.,MKM sebagai pembimbing utama yang telah memberikan

pengarahan selama proses bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. drg. Laksmi Dewi selaku Kepala UPT Puskesmas Babakansari yang telah

memberikan izin selama penyusunan skripsi penelitian ini.

7. Seluruh rekan-rekan S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2015 yang sedang sama-

sama berjuang dan saling memberikan dukungan untuk kelancaran dalam

penyusunan skripsi ini.

Serta terimakasih yang paling utama kepada kedua orang tua dan suami yang

senantiasa memberikan dukungan dan do’a nya untuk kelancaran penyusunan

skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan

kesempurnaan skripsi ini.

Bandung, 19 Agustus 2019

Rissa Nuroktaviani

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................... iv

ABSTRACT ................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN....................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................... 5

1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 5

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

1.4.1. Manfaat Praktis ............................................................................. 6

1.4.2. Manfaat Teoritis ............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

viii
2.1. Diare .................................................................................................... 8

2.1.1 Pengertian Diare ............................................................................ 8

2.1.2 Cara Penularan dan Faktor Risiko Diare ........................................ 8

2.1.3 Klasifikasi Diare ........................................................................... 13

2.1.4 Tanda dan Gejala Diare ................................................................. 16

2.1.5 Epidemiologi ................................................................................. 16

2.1.6 Pencegahan Diare .......................................................................... 17

2.1.7 Penatalaksanaan ............................................................................ 19

2.1.8 Dehidrasi....................................................................................... 23

2.1.9 Komplikasi Diare .......................................................................... 25

2.1.10 Pemeriksaan Laboratorium Diare ................................................. 26

2.2. Balita ................................................................................................... 27

2.3. Faktor Yang Berhubungan dengan Penyakit Diare .............................. 28

2.4. Lingkungan ......................................................................................... 28

2.4.1. Sarana Air Bersih ......................................................................... 28

2.4.2. Ketersediaan Jamban ................................................................... 31

2.4.3. Sarana Buang Air Limbah ........................................................... 33

2.4.4. Sarana Pembuangan Sampah ....................................................... 34

2.5. Perilaku ................................................................................................ 35

2.5.1. Pengetahuan .................................................................................. 37

2.5.2. Sikap ............................................................................................. 42

2.5.3. Tindakan ...................................................................................... 44

ix
2.6. Pelayanan Kesehatan............................................................................ 45

2.7. Keturunan (Genetik) ............................................................................ 46

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ........................................................................... 47

3.2. Paradigma Penelitian............................................................................ 47

3.3. Hipotesa Penelitian .............................................................................. 50

3.4. Variabel Penelitian ............................................................................... 50

3.4.1. Variabel Independen ..................................................................... 50

3.4.2. Variabel Dependen ........................................................................ 51

3.5. Definisi Konseptual dan Definisi Oprasional ........................................ 51

3.5.1. Definisi Konseptual....................................................................... 51

3.5.2. Definisi Oprasional ....................................................................... 51

3.6. Populasi dan Sampel ............................................................................ 52

3.6.1. Populasi Penelitian ........................................................................ 52

3.6.2. Sampel Penelitian .......................................................................... 53

3.7. Pengumpulan Data ............................................................................... 55

3.7.1. Jenis Data...................................................................................... 55

3.7.2. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 56

3.7.3. Instrumen Penelitian ...................................................................... 56

3.7.4. Uji Validitas dan Reabilitas ........................................................... 57

3.8. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 60

3.8 1. Teknik Pengolahan Data................................................................ 60

x
3.8 2. Teknik Analisa Data ...................................................................... 61

3.9. Etika Penelitian .................................................................................... 64

3.10. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian .................................................................................... 67

4.1.1. Karakteristik Responden .............................................................. 67

4.1.2. Gambaran Frekuensi Kejadian Diare Balita ................................... 68

4.1.3. Gambaran Pengetahuan Ibu ........................................................... 68

4.1.4. Gambaran Sikap Ibu ...................................................................... 69

4.1.5. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare ...................... 69

4.1.6. Hubungan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare ................................. 70

4.2. Pembahasan ......................................................................................... 71

4.2.1. Gambaran Karakteristik Responden .............................................. 71

4.2.2. Gambaran Pengetahuan Ibu ........................................................... 72

4.2.3. Gambaran Sikap Ibu ...................................................................... 73

4.2.4. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare ...................... 73

4.2.5. Hubungan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare ................................. 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 77

5.2. Saran.................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penilaian Dehidrasi ............................................................................ 25

Tabel 3.1 Definisi Operasional .......................................................................... 52

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden ................................................... 67

Tabel 4.2 Gambaran Frekuensi Kejadian Diare Balita ......................................... 68

Tabel 4.3 Gambaran Pengetahuan Ibu ................................................................ 68

Tabel 4.4 Gambaran Sikap Ibu ........................................................................... 69

Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita ......... 69

Tabel 4.6 Hubungan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare ....................................... 70

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 49

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Lembar Kuesioner

Lampiran 4 Tabulasi Data

Lampiran 5 Analisis Data Univariat dan Bivariat

Lampiran 6 Surat Permohonan Izin Penelitian Puskesmas

Lampiran 7 Surat Balasan Kesbangpol Kota Bandung

Lampiran 8 Surat Balasan Penelitian Dinas Kesehatan Kota Bandung

Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 10 Lembar Bimbingan

Lampiran 11 Dokumentasi

Lampiran 12 Riwayat Hidup

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDGs) program pembangunan dunia yang

bertujuan untuk kesejahteraan manusia dibumi diterbitkan pada tanggal 21

Oktober 2015. Sustainable Development Goals (SDGs) menggantikan program

sebelumnya yaitu Milenium Development Goals (MDGs) sebagai tujuan

pembangunan bersama sampai tahun 2030 yang di sepakati oleh berbagai negara

dalam forum resolusi Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) dimana salah satu

tujuannya nomor 3 yaitu menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong

kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur. Salah satu langkah

dalam pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3 yaitu

Target Sistem Kesehatan Nasional, dengan upaya mengakhiri kematian bayi dan

balita yang dapat dicegah (Kemenkes RI, 2015).

Masa balita merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan

masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa balita disebut

juga sebagai “masa keemasan” (golden period), “jendela kesempatan” (window

of opportunity) dan “masa kritis” (critical period) (Depkes RI, 2011). Anak balita

merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Anak

balita harus mendapat perlindungan untuk mencegah terjadinya penyakit

1
2

yang dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi terganggu

atau bahkan dapat mengakibatkan kematian. Salah satu penyebab kematian

tertinggi pada anak usia balita adalah penyakit diare (WHO, 2010).

Episode diare terjadi pada anak usia dibawah lima tahun, terutama pada

anak di bawah dua tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi pada kelompok

usia 6-11 bulan, yaitu pada saat bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI.

Pada fase oral, perilaku anak yang mulai selalu memasukkan benda apa saja yang

di pegang ke dalam mulutnya, maka akan ada resiko terkontaminasi bakteri dan

kuman penyebab diare (Soebagyo, 2008).

Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya dibandingkan pada orang

dewasa dikarenakan balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi

lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian. Peran orang tua

sangat berperan terhadap kejadian diare pada balita, salah satunya adalah peran

ibu. Peran dalam hal masalah kesehatan yaitu bagaimana ibu mencegah,

menangani anak yang terkena penyakit diare. Peran ibu dalam masalah kesehatan

sangat penting, karena di dalam merawat anak, ibu sebagai pelaksana dan

membuat keputusan berupa pengasuhan anak yaitu dalam memberi makan,

memberi perawatan kesehatan dan memberi stimulus mental sehingga ibu-ibu

dalam pelaksanaannya diharapkan dapat memberikan pencegahan dan

pertolongan pertama penyakit diare (Apriliandi, 2017).

Menurut konsep perilaku HL.Bloom salah satu yang berpengaruh terhadap

kesehatan adalah pengetahuan dan sikap seseorang. Pengetahuan tentunya


3

berperan penting, karena memiliki pengetahuan yang baik dapat memutuskan

sikap apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan, salah satunya

penyakit diare pada balitanya (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala

klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada

balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan pencegahan

kejadian diare pada anak. Pada penelitian sebelumnya oleh (Setia, 2012) di

Kadungora Kabupaten Garut didapati adanya hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dan sikap ibu dengan kejadian diare pada balita.

Diare merupakan penyebab kematian pertama dan selalu berada pada

daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya. Menurut riset kesehatan dasar

(Riskesdas) tahun 2018 prevalensi diare pada katagori semua umur sebesar 6,8%

sedangkan prevalensi jumlah usia balita di Indonesia 11% dari 34 provinsi di

Indonesia, provinsi terbesar adalah Sumatra Utara dengan angka prevalensi diare

balita sebesar 14,2 %, Papua 13,9% dan Aceh sebesar 13,8%. Sedangkan untuk

provinsi Jawa barat berada di urutan ke-8 dengan prevalensi 12,8 %(Riskesdas,

2018).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bandung kejadian kasus diare

balita pada tahun 2017 terdapat 21.413 kasus diare pada balita atau 50,84%

(Dinkes Kota Bandung, 2017). Sedangkan pada tahun 2018 penderita diare pada

balita di kota Bandung sebesar 50,25% (Dinkes Kota Bandung, 2018).


4

Berdasarkan studi pendahuluan di 3 (Tiga) Puskesmas Kota Bandung

secara acak, yaitu UPT Puskesmas Cigadung, UPT Puskesmas Cikutra Lama dan

UPT Puskesmas Neglasari, ditemukan sebesar 319 penemuan penderita diare di

Upt Puskesmas cigadung, 116 penemuan penderita diare di UPT Puskesmas

Cikutra Lama dan sebanyak 394 penemuan penderita diare di UPT Puskesmas

Neglasari. Puskesmas Neglasari menjadi puskesmas yang mempunyai kejadian

kasus diare terbesar dari tiga puskesmas yang dilakukan studi pendahuluan, maka

dari itu Puskesmas Neglasari dijadikan tempat untuk penelitian terhadap kejadian

diare balita pada penelitian ini.

Kejadian kasus diare balita di Puskesmas Neglasari mengalami kenaikan

setiap tahunnya, pada tahun 2016 ditemukan sebesar 259 kasus diare bada balita,

pada tahun 2017 terjadi kenaikan sebesar 371 kasus diare balita, dan pada tahun

2018 sebesar 394 kasus diare balita. Wilayah kerja Puskesmas Neglasari terdiri

dari 3 kelurahan yaitu kelurahan Neglasari, Kelurahan Sukaluyu, dan Kelurahan

Cihaurgeulis yang dimana kelurahan Neglasari terdapat penemuan penderita

diare balita terbesar diantara ke 3 kelurahan tersebut yaitu sebesar 172 penemuan

penderita diare balita.

Upaya dalam mengatasi kasus diare di puskesmas Neglasari telah banyak

dilakukan, mulai dari pencegahan dan pengobatan yaitu kunjungan rumah,

sosialisasi dan penyuluhan dalam dan luar gedung, Pembentukan kader diare,

tatalaksana kasus dan sistem rujukan. Namun kasus diare masih terbilang cukup

tinggi karena masih banyaknya ibu yang mengganggap diare adalah penyakit
5

yang lumrah dan tidak berbahaya jika di derita oleh balitanya dan masih banyak

ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang pencegahan diare . Dan diare

selalu menjadi lima besar penyakit yang ada di wilayah puskesmas Neglasari,

yaitu Ispa, Nasofaringitis, Gastroduodenitis, myalgia, dan Diare.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan kejadian Diare di

wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari Kota Bandung

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian

yaitu Adakah Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan Kejadian

Diare di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari Kota Bandung.

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan

kejadian diare di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari Kota Bandung

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada balita di wilayah kerja

UPT Puskesmas Neglasari

2. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu terhadap kejadian diare

balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari

3. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu terhadap kejadian diare balita di

wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari


6

4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare

balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari

5. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan kejadian diare balita di

wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai pemberkaya ilmu di bidang promosi kesehatan khususnya

mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan kejadian

diare di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari Kota Bandung

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Masyarakat Wilayah Kerja UPT Puskesmas Neglasari

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat dalam melakukan pencegahan terhadap penyakit diare

khususnya ibu balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari Kota

Bandung.

2. Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Bhakti Kencana

Bandung.

Untuk dijadikan pembuktian dalam rangka meningkatkan pengetahuan

oleh mahasiswa/mahasiswi program studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Bhakti Kencana Bandung mengenai Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan kejadian diare di wilayah

kerja UPT Puskesmas Neglasari Kota Bandung


7

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai penambahan wawasan ilmu dan

sarana pembelajaran terkait Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu

Balita dengan kejadian diare di wilayah kerja UPT Puskesmas Neglasari

Kota Bandung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Pengertian diare

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal

atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan

volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2008).

Penyakit diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dibawah

lima tahun (balita) dengan disertai muntah dan buang air besar encer,

penyakit diare pada anak apabila tidak ditangani dengan pertolongan yang

cepat dan tepat dapat mengakibatkan dehidrasi (Depkes RI, 2004). Diare

sendiri adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih

dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi

cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).

2.1.2 Cara Penularan Dan Faktor Risiko diare

Cara penularan diare melalui cara Faecal-oral yaitu melalui makanan

atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung dengan penderita

melalui sentuhan tangan atau secara tidak langsung melalui lalat (melalui 5F

= faeces, flies, food, fluid, finger) (Kemenkes RI, 2011). Faktor terjadinya

diare yaitu :

8
9

1. Faktor infeksi

Jenis-jenis bakteri dan virus yang umumnya menyerang dan

mengakibatkan infeksi adalah bakteri E.coli, Salmonela, Vibrio cholerae

(kolera) Shigella, Yersinia enterocolitica, virus Enterovirus echovirus,

human Retrovirua seperti Agent, Rotavirus, dan parasit oleh cacing

(Askaris), Giardia calmbia, Crytosporidium, jamur (Candidiasis).

2. Faktor makanan

Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar,

basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan kurang matang.

perilaku ibu masih banyak yang merugikan kesehatan salah satunya kurang

memperhatikan kebersihan makanan seperti pengelolaan makanan

terhadap pencucian, penyimpanan makanan, penyimpanan bahan mentah

dan perlindungan bahan makanan terhadap debu.

3. Faktor lingkungan

Diare dapat disebabkan dari faktor lingkungan diantaranya adalah

kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular,

penggunaan sarana air yang sudah tercemar, pembuangan tinja dan tidak

mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar, kondisi lingkungan

sekitar yang kotor dan tidak terjaga kebersihannya.

4. Faktor perilaku

Faktor perilaku yang dapat menyebabkan diare antara lain:


10

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu eksklusif, memberikan makanan

pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak

terhadap kuman.

b. Menggunakan botol susu dapat meningkatkan risiko tekena penyakit

diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum

memberiASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah

membersihkan BAB anak.

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis. (Marzuki, 2008).

5. Faktor umur

Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.

Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat

diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi

efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,

pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan

kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai

merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian

kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu

menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan

pada orang dewasa.


11

6. Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi

asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan

imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung

beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau

kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan

penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka

tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-

pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Escheria coli dapat

menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik pada neonatus. Meskipun

Escheria coli sering ditemukan pada lingkungan ibu danbayi, belum pernah

dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria coli (Alan &

Mulya, 2013).

7. Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.

Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim

panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi

pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang

disebabkan oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan

peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri

cenderung meningkat pada musim hujan.


12

Disamping faktor resiko diatas ada beberapa faktor dari penderita yang

dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang

gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi dan

penderita campak, selain faktor penderita peranan orang tua dalam

pencegahan dan perawatan anak dengan diare sangat penting. Faktor yang

mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan, dan kurangnya

pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan

diare yang bisa menyebabkan anak terlambat untuk ditangani dan terlambat

untuk mendapatkan petolongan sehingga dapat beresiko mengalami

dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

Gambar 2.1. Proses Penularan Diare


13

2.1.3 Klasifikasi Diare

Klasifikasi Menurut Suraatmaja (2007), diare dapat diklasifikasikan

berdasarkan :

1. Lama waktu diare

a. Diare akut.Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.

Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global

Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pase tinja yang

cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,

berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri,

lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang

spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).

Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:

1) Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang

menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.

2) Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau

prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan

muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan

asidosismetabolik bertambah berat, peredaran otak dapat terjadi,

kesadaran menurun (sopokorokomatosa) dan bila tidak cepat

diobati, dapat menyebabkan kematian.

3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan

karena diare dan muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan


14

pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare

pada anak atau bila makanan tetap diberikan tetapi dalam bentuk

diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang

sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal

bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia 13 dapat

terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma.

b. Diare kronik

Diare Kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (Failure to

thrive) selama masa diare tersebut (Suraatmaja, 2007).

Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan

bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang berlangsung

berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus menerus

atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu

penyakit berat. Tanda-tanda diare kronik seperti: demam, berat

badan menurun, malnutrisi, anemia, dan meningginya laju endap

darah. Demam disertai defense otot perut menunjukan adanya

proses radang pada perut. Diare kronik seperti yang dialami

seseorang yang menderita penyakit crohn yang mula-mula dapat

berjalan seperti serangan akut dan sembuh sendiri.

Sebaliknya suatu serangan akut seperti diare karena infeksi

dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapat


15

diarahkan untuk memebedakan antara diare akut dengan diare

kronik.

2. Mekanisme patofisiologik

a. Diare sekretorik (secretory diarrhea)

Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus

yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh villus saluran

cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat.

Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai

tinja cair. Diare sekretorik ditemukan pada diare yang disebabkan

oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin,

misalnya toksin E. Coli atau V. Cholera (Kemenkes RI, 2011)

b. Diare Osmotik (osmotic diarrhea)

Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui oleh

air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan

osmotik antara lumen-lumen usus dan cairan ekstrasel. Oleh karena

itu, bila di lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan

sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah

larutan isotonik, air atau bahan yang larut maka akan melewati

mukosa usus halus tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare

(Kemenkes RI, 2011).

2.1.4 Tanda dan gejala diare


16

Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng,

gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan menurun, kemudian timbul

diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Apabila

penderita telah banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka

terjadilah gejala dehidrasi (Sodikin, 2011).

Bila anak telah banyak kehilanagn air dan elektrolit maka terjadilah

gejala dehidrasi. Gejala dehidrasi ditandai dengan berat badan menurun,

mulut dan kulit tampak kering, keelastisitan kulit berkurang, dan terjadi

keram abdomen (Suraatmaja, 2009).

2.1.5 Epidemiologi

Penyebab diare ditinjau dari Host, Agent dan Environment :

a. Host

Host yaitu balita, diare lebih banyak terjadi pada balita. Karena daya

tahan tubuh yang lemah/menurun sehingga menimbulkan berbagai

macam penyakit termasuk diare (Widjaja, 2004).

b. Agent

Agent merupakan penyebab terjadinya diare, yang disebabkan oleh

faktor infeksi karena kuman, malabsorbsi dan faktor makanan. yang

paling banyak terjadi pada diare balita adalah infeksi kuman e.colli,

salmonella, vibrio chorela (kolera) dan patogenik (Widjaja, 2004).

c. Environment
17

Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara

penjamu (host) dengan faktor agent lingkungan di bagi menjadi dua

bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora, fauna) yang bersifat

biotik seperti mikroorganisme penyebab penyakit, tumbuhan dan

binatang pembawa penyakit. Dan juga lingkungan fisik yang bersifat

abiotik yaitu udara, keadaan tanah, air, geografi dan zat kimia. Keadaan

lingkungan yang sehat dapat di tunjang dengan sanitasi lingkungan yang

memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk berprilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terutama pada ibu yang mengurus anak

balitanya. Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi

perkembangan agent yang berdampak pada host atau penjamu sehingga

mudah untuk menimbulkan penyakit, termasuk diare (Widjaja, 2004).

2.1.6 Pencegahan Diare

1. Pemberian ASIASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik

dengan adanya antibiotik dan za-zat yang dikandung lainnya. ASI turut

memberikan perlindungan terhadap pencegahan diare pada bayi baru

lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih

besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu

formula (Depkes RI, 2006).

2. Pemberian Makanan Pendamping ASIPemberian makanan pendamping

ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan

orang dewasa. Pada masa tersebut. Cara pemberian makanan


18

pendamping ASI yang tidak tepat dapat menyebabkan meningkatnya

resiko terjadinya diare ataupun penyakit lainnya yang menyebabkan

kematian (Depkes RI, 2006).

3. Menggunakan Air Bersih yang cukupSebagian besar kuman infeksius

penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral yang di masukan ke

dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air

minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam wadah yang

dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006). Yang harus diperhatikan

oleh keluarga adalah :

a. Air harus diambil dari sumber yang bersih

b. Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dengan hewan,

membuat lokasi kakus lebih dari 10 meter jauh dari sumber yang

digunakan.

c. Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih.

d. Air untuk memasak dan minum harus di didihkan terlebih dahulu

(Depkes RI, 2006).

4. Mencuci tanganKebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan yang penting adalah mencuci tangan. Mencuci tangan

dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang

tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan

dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.


19

5. Penggunaan JambanPenggunaan jamban mempunyai dampak dalam

resiko terjadinya diare, keluarga harus mempunyai jamban yang

berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

6. Membuang Tinja Bayi yang benarBanyak orang beranggapan bahwa

tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Tinja bayi harus dibuang dengan

bersih dan benar dengan cara membungkus sisa tinja secara tertutup

rapat dan segera di buang dan segera bersihkan anak setelah anak buang

air besar dan cuci tangannya (Depkes RI, 2006).

2.1.7 Penatalaksaaan

Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah Lima Langkah Tuntaskan

Diare (LINTAS DIARE). Rehidrasi bukan satu- satunya cara untuk

mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekuragan gizi

akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program

LINTAS DIARE yaitu :

1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium

klorida (NaCl), Kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta

glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dalam tubuh

yang terbuang saat terserang diare. Air minum biasa tidak dapat

mencegah dehidrasi karena tidak mengandung garam elektrolit yang

diperlukan oleh tubuh sehingga harus diutamakan memberikan oralit.


20

Oralit dapat diperoleh di apotek, toko obat, posyandu, polindes,

puskesmas, rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari

rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila

tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,

air matang. Oralit merupakan cairan terbaik bagi penderita diare untuk

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus

segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pertolongan

cairan melalui infus, pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi

(Kemenkes RI, 2011) :

a. Diare tanpa dehidrasi

Umur <1 tahun : ¼- ½ gelas setiap kali anak mencret

Umur 1-4 tahun : ½ -1 gelas setiap kali anak mencret

Umur diatas 5 tahun : 1- 1 ½ gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dengan dehidrasi ringan sedangDosis oralit yang diberikan

dalam 3 jam pertama 75 ml/kg berat badan dan selanjutnya

diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c. Diare dengan dehidrasi beratPenderita diare yang tidak dapat

minum harus segera dirujuk ke puskesmas untuk di beri cairan infus

(Kemenkes RI, 2011).


21

2. Zinc

Zinc adalah salah satu zat mikro yang penting untuk kesehatan dan

pertumbuhan anak yang merupakan mineral penting bagi tubuh. Zinc

yang ada dalam tubuh akan menurun saat anak mengalami diare dengan

jumlah besar. Untuk menggantikan zinc yang hilang saat anak

mengalami diare, anak diberikan zinc yang akan membantu

penyembuhan diare serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh

sehingga dapat mencegah resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan

setelah anak sembuh dari diare.diberikan selama 10 hari berturut-turut

(Kemenkes RI, 2011).

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,

mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada 3

bulan berikutnya.

Dosis pemberian zinc pada balita :

a. Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

b. Umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet Zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air

matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI,

2011).
22

3. Teruskan pemberian ASI dan makanan

Pemberian makan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta

mencegah berkurangnya berat badan. Balita yang terkena diare jika

tidak diberi asupan makanan yang sesuai umur dan bergizi akan

menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi resiko terkena

diare kembali akan menjadi lebih besar (Kemenkes R1, 2011). Oleh

karena itu perlu diperhatikan:

a. Bagi ibu yang menyusui bayinya harus lebih sering memberikan ASI

selama diare dan selama masa penyembuhan (bayi 0-24 bulan atau

lebih).

b. Tingkatkan pemberian makanan pada anak berusia 6 bulan ke atas,

yaitu makanan pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6-

24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan

makanan keluarga secara bertahap.

c. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama

2 minggu untuk pemulihan berat badan anak.

4. Antibiotik selektif

Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin, karena sebagian besar

menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal

seperti gangguan ginjal dan hati (Kemenkes RI, 2011).


23

5. Nasihat kepada orang tua

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi

nasihat tentang:

a. Cara memberikan cairan dan obat dirumah

b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan

(Kemenkes RI, 2011).

Tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan

jika anak buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, makan

atau minum sedikit, demam, tinja berdarah, dan tidak membaik dalam 3

hari.

2.1.8 Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak dari pada jumlah

yang masuk, dan kehilangan cairan ini disertai dengan hilangnya elektrolit.

Dehidrasi pada diare mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan

anak, pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar 2,5

sampai 5%, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat badan 5 sampai

10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi penurunan berat badan > 10%

(Suraatmaja, 2009).

Tanda dan gejala dehidrasi dapat dilihat dari penurunan berat badan,

ubun-ubun dan mata cekung, tonus otot berkurang, turgor atau elistisitas

kulit berkurang dan membran mukosa kering.


24

Tabel 2.1. Penilaian Dehidrasi

GEJALA/DERAJAT DIARE DIARE DIARE


DEHIDRASI TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI
DEHIDRASI RINGAN/SEDANG BERAT
Bila terdapat 2 Bila terdapat 2 Bila terdapat 2
tanda/ lebih : tanda/ lebih : tanda/ lebih :

Keadaan Umum Baik, Sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai/


tidak sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung

Keinginan untuk Normal, tidak Rasa ingin minum Malas minum


minum ada rasa haus terus menerus

Turgor Kembali segera Kembali lambat Krmbali sangat


lambat

2.1.9 Komplikasi Diare

Akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit yang mendadak pada saat

diare, dapat terjadi komplikasi seperti :

a. Dehidrasi

Dehidrasi adalah penurunan cairan pada tubuh saat mengalami

diare. Dehidrasi meliputi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Dehidrasi

ringan terdapat tanda mata terlihat normal, rasa haus normal, turgor kulit

kembali cepat. Dehidrasi sedang keadaan umumnya terlihat gelisah dan

rewel, mata terlihat cekung, haus dan turgor kulit kembali lambat.

Sedangkan dehidrasi berat pada umumnya terlihat lesu, lunglai, atau

tidak sadar, mata terlihat cekung, dan turgor kulit kembali sangat lambat

>2 detik (Depkes RI, 2008).


25

b. Hypokalemia

Hypokalemia terjadi karena kurangnya kalium selama rehidrasi

yang menyebabkan terjadinya hypokalemia. Hypokalemia ditandai

dengan kelemahan otot, gangguan fungsi ginjal dan aritmia (Ngastiyah,

2005).

c. Malnutrisi energi protein dan gangguan gizi

Malnutrisi energi protein adalah kondisi dimana tubuh kekurangan

asupan energi dan protein akibat diare. Tanpa protein dan sumber energi

lainnya maka fungsi organ tubuh akan terganggu

d. Kejang, terutama pada dehidrasi berat

2.1.10 Pemeriksaan Laboratorium Diare

Pemeriksaan laboratorium pada penyakit diare ialah antara lain

meliputi: pemeriksaan tinja, makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar

gula dalam tinja dengan kertas laksmus dan tablet clinlinitest bila diduga

intoleransi gula, bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi,

pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah dengan

menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat dengan pemeriksaan

analisa gas darah, pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk

mengetahui faal ginjal, pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium,

kalium, kalsium, dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare

yang disertai kejang. Evaluasi laboratorium pasien diare infeksi dimulai

dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran/tinja biasanya tidak


26

mengandung leukosit, jika ada, dianggap sebagai inflamasi kolon baik

infeksi maupun non infeksi . Sampel harus diperiksa sesegera mungkin

karena neutrofil cepat berubah. Sensitivitas leukosit feses (Salmonella,

Shigella, dan Campylocbacter) yang dideteksi dengan kultur feses

bervariasi dari 45%-95% tergantung jenis patogenya. Pasien dengan diare

berat, deman, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia

darah, natrium kalium, klorida ureum, kreatin, analisa gas darah, dan

pemeriksaan darah lengkap (Zein dkk, 2004).

2.2 Balita

Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas 1 tahun atau lebih atau

lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah 5 tahun (Muaris, 2006). Balita

merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian

keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita karena

masa ini yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan

anak seperti berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia

berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya

(Supartini, 2004).

Berdasarkan karakteristik, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua

yaitu, anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan balita yang merupakan

konsumen pasif, sedangkan usia pra sekolah lebih dikenal ssebagai konsumen aktif

pada usia 3-5 tahun. Anak sudah mulai memilih makanan yang disukainya. Pada
27

usia ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak

beraktivitas lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak (Uripi, 2004).

2.3 Faktor Yang Berhubungan dengan Penyakit Diare

Menurut H.L Blum, dikutip (Notoatmodjo, 2011), derajat kesehatan

dipengaruhi 4 (empat) macam faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan dan keturunan (genetik). Faktor-faktor tersebut memiliki peranan yang

sangat besar dalam meningkatkan status kesehatan baik individu maupun

masyarakat.

2.4 Lingkungan

2.4.1 Sarana Air Bersih

Air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila

telah dimasak (Kemenkes, 2010). Sedangkan air minum adalah air yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum langsung. Air

merupakan bagian dari lingkungan hidup yang sangat penting bagi

kelangsungan hidup manusia. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari seperti untuk minum, masak, mandi, mencuci (Notoatmodjo,

2011).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga, sarana air bersih yang memenuhi persyaratan adalah sumber air

bersih yang terlindungi yang mencakup PDAM, sumur pompa, sumur gali,
28

dan mata air terlindungi (Kemenkes, 2016). Sarana air bersih merupakan

sarana yang dapat menghasilkan sumber air bersih seperti sumur gali, sumur

dalam, penampungan air hujan, sistem perpipaan.

Persyaratan kualitas menggambarkan kualitas dari air bersih.

Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, kimia, biologis dan radiologis.

Syarat-syarat tersebut berdasarkan permenkes No.416

/MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih.

1. Syarat Fisik Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau, dan tidak

berasa. Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara

atau kurang lebih 25°c.

a. Bau

Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air. Seperti bau karat,

bau besi, bau limbah yang tidak akan disukai oleh masyarakat.

b. Rasa

Air yang bersih pada umumnya memiliki rasa yang tawar. Air yang

memiliki rasa dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat

membahayakan kesehatan.

c. Warna

Air sebaiknya tidak berwarna dan untuk mencegah keracunan dari

berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna

dapat disebabkan adanya taannin dan asam humat yang terdapat secara

alamiah di air rawa., berwarna kuning muda menyerupai urin, oleh


29

karenanya orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik

ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform

yang beracun. Warna pun dapat berasal dari buangan industri.

d. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi

perlarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat

membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di

dalam saluran/pipa, mikro organisme patogen tidak mudah

berkembang biak dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.

2. Syarat KimiaKandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan

sehari-hari sebaiknya tidak melebihi kadar maksimum yang

diperbolehkan. Penggunaan air yang mengandung bahan kimia

beracun dan zat-zat kimia lainnya yang melebihi nilai ambang batas

berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan

manusia seperti Besi (Fe), pH, Tembaga (Cu), Klorida, Seng (Zn) dan

Mangan (Mn).

3. Syarat MikrobiologisSyarat air yang digunakan untuk keperluan

sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri golongan coli

tidak merupakan bakteri golongan patogen, namun bakteri ini

merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen. Air

minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit dan juga

tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit dan juga tidak boleh


30

mengandung bakteri-bakteri coli yang telah melebihi batas tertentu

yaitu 1 coliper 100ml air. Bakteri golongan ini berasal dari usus besar

dan tanah. Bakteri patogen yang mungkin terdapat didalam air seperti

bakteri Typosium, Vibrio Colerae, Bakteri Dysentriae, Entamoeba

Hystolotica, Bakteri Enteristis (penyakit perut) (Permenkes, 2016).

4. Syarat RadiokativitasApapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah

sama dilihat dari segi parameternya, yakni dapat menimbulkan

kerusakan pada sel-sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa

kematian dan juga perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat

diganti kembali apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat

menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

2.4.2 Ketersediaan Jamban Sehat

Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat

membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang biasanya disebut

dengan kakus atau wc dengan atau tanpa kloset dan dilengkapi dengan

sarana penampungan kotoran/tinja sehingga tidak menjadi penyebab atau

peyebar penyakit dan mengotori lingkungan rumah (Kemenkes, 2016).

Tinja merupakan sumber penyebaran penyakit seperti diare, disentri,

kolera, kecacingan, dan penyakit pencernaan lainnya. Upaya pencegahan

kontaminasi tinja terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan

pengelolaan pembuangan kotoran manusia dengan baik yaitu dengan

menggunakan jamban sehat. Persyaratan jamban sehat sebagai berikut :


31

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah sekitarnya

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan diperlihara

7. Desain sederhana

8. Dapat diterima oleh pemakainya

9. Bangunan jamban tertutup untuk melindungi dari panas dan hujan serta

binatang, terlindungi dari pandangan orang.

Ketersediaan jamban sehat adalah kepemilikan jamban berbentuk

leher angsa oleh sebuah keluarga. Jika dalam satu rumah terdiri dari

beberapa keluarga dan menggunakan jamban leher angsa yang sama, maka

dikatakan seluruh keluarga tersebut dinyatakan memiliki jamban keluarga.

Jamban komunal (Umum) tidak termasuk dalam ketersediaan jamban

keluarga karena biasanya digunakan oleh beberapa keluarga yang tidak

tinggal pada rumah yang sama (Kemenkes, 2016). Jenis jamban yang

digunakan untuk membuang tinja terdapat beberapa jenis antara lain

jamban leher angsa, jamban cemplung, dan jambang empang.


32

2.4.3 Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah merupakan sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang

berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari kegiatan industri dan rumah

tangga (domestik). Air limbah domestik adalah hasil buangan dari

perumahan, bangunan perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya

(Asmadi et al., 2012). Volume limbah cair dari perumahan bervariasi mulai

dari 200 liter sampai 400 liter per orang per hari. Air limbah rumah tangga

terdiri dari 3 macam yaitu tinja, air seni dan grey water. Grey water

merupakan air buangan cucian dapur, air buangan mesin cuci dan air

buangan dari kamar mandi. Campuran tinja dan urin disebut dengan

extreta. Extreta tersebut mengandung mikroba dan pathogen yang dapat

berpotensi menyebarkan penyakit melalui air yang sudah terkontaminasi.

Air limbah domestik harus dilakukan pengelolaan agar tidak mencemari

lingkungan sekitarnya (Asmadi et al, 2012).Pengelolaan air limbah dapat

dilakukan secara alami maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air

secara alami biasanya menggunakan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi

direkomendasikan digunakan pada daerah tropis dan negara berkembang

karena biaya yang diperlukan untuk membuat kolam stabilisasi relatif

murah tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Kolam stabilisasi

yang umum digunakan adalah kolam anaerobic, kolam fakultatif dan kolam

matrasi. Kolam anaerobic biasanya digunakan untuk mengolah air limbah

dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam


33

maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme

patogen dalam air.

2.4.4 Sarana Pembuangan Sampah

Sampah merupakan segala sesuatu yang oleh pemiliknya dianggap

tidak dapat dipergunakan kembali dan harus dibuang (Machfoedz, 2004).

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa sampah merupakan hasil

buangan yang berasal dari manusia, yang sudah tidak digunakan kembali,

dan sudah dianggap tidak berguna lagi dan dibuang. Menurut Environment

Protection Agency (2009) diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan

kembali, tidak terpakai tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang

berasal dari manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Menurut Undang-

undang Nomor 18 tahun 2008 sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari

manusia atau proses alam yang berbentuk padat.. Sampah yang dihasilkan

oleh manusia akan membusuk karena aktifitas mikroorganisme di alam,

sehingga sampah sering menimbulkan bau tidak sedap dan sebarusnya

sampah harus dilakukan pengelolaan yang baik. Pengeolaan sampah

merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan.

Penyelenggaraan pengelolaan sampah yaitu dengan melakukan 3 R

(Reduce, Reuse, Recyle) sedangkan penaganan sampah pemilihan,

pengumpulan sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan

pengangkutan dari TPS ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).


34

Setiap individu diwajibkan mempunyai sarana atau tempat pewadahan

sampah agar tidak menimbulkan bau dan mencemari lingkungan

sekitarnya. Syarat pewadahan individu menurut Dirjen Pekerjaan Umum

Nomor 3 tahun 2013 sebagai berikut :

1. Kedap air dan udara

2. Mudah dibersihkan

3. Ringan dan mudah diangkat

4. Memiliki tutup

5. Volume pewadahan dapat digunakan ulang

Pengelolaan sampah di Indonesia umumnya mengelola sampah

dengan cara dibakar (49,5%) dan hanya 34,9% rumah tangga yang

pengelolaan sampahnya diangkut oleh petugas. Cara lain pengelolaan

sampah rumah tangga dengan cara ditimbun dalam tanah (1,5%), dibuat

kompos (0,4%), dibung ke kali/parit/laut (7,8%) dan dibuang sembarangan

(5,9%) (Riskesdas, 2018).

2.4 Perilaku

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :


35

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu perilaku atau usaha-usaha seseorang

untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bilamana sakit, seperti penggunaan air bersih dan jamban.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,

yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati

sendiri sampai mencari pengobatan sarana fasilitas kesehatan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya,

sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Bagaimana

seseorang mengelola lingkungannya sehungga tidak mengganggu

kesehatannya, keluarganya dan masyarakat sekitarnya. Misalnya bagaimana

mengelola pembuangan tinja, pembuangan limbah rumah tangga, pengolahan

air minum, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Menurut tim ahli WHO (1984), bahwa ada empat alasan pokok yang

menyebabkan seseorang itu berperilaku, yaitu;

1. Pemikiran dan perasaan.

Dibuktikan dalam bentuk kepercayaan, pengetahuan, sikap dan lain-

lain.

2. Tokoh masyarakat sebagai referensi

Tokoh masyarakat adalah seseorang yang sangat dipercaya oleh

masyarakat sekitar. Apapun yang diyakini, dilakukan dan disarankan oleh


36

tokoh masyarakat cenderung akan diterima di masyarakat. Apabila pada suatu

kegiatan tokoh masyarakat. diikut sertakan atau dijadikan referensi, maka

mudah halnya untuk masyarakat pun turut meyakini dan melakukan yang

dilakukan oleh tokoh masyarakat tersebut.

3. Sumber Daya

Sumber daya yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas, misalnya: waktu,

uang, tenaga kerja, keterampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya

terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di

dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut

kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan

dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap

perilaku. Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang

berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat

berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya.

2.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi salah tiganya yaitu umur,

pendidikan dan sosial ekonomi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar


37

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (Over behavior) (Notoadmodjo, 2012).

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).

2.4.1.1 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2012) Tingkat pengetahuan dibagi

menjadi 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan

tanda-tanda penyakit diare pada balita.


38

2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai

suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang

lain.

4. Analisa (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-

komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi, dan masih

ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja.

5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu

kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. Misalnya


39

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,

dapat meyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan diatas.

2.4.1.2 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan bertujuan untuk

mengetahui status pengetahuan seseorang (Notoadmodjo,

2010). Menurut Arikunto (2006) kategori pengetahuan dibagi

menjadi tiga yaitu:

1) Pengetahuan baik nilai : > 75%

2) Pengetahuan cukup nilai : = 60-75%

3) Pengetahuan kurang nilai : < 60%

2.4.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan


40

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) ada 6 faktor yang

mempengaruhi pengetahuan :

1. PendidikanPendididkan adalah sebuah proses perubahan

sikap dan tingkah laku seseoranga atau kelompok melalui

peengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi proses

belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah

orang tersebut untuk menerima informasi. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh wijaya (2012) tingkat

pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu balita

berprilaku dan berupaya secara aktif guna mencegah

terjadinya diare pada balita.

2. InformasiInformasi adalah suatu teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan menyimpan, memanipulasi,

mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan sesuatu

yang dapat diketahui dengan tujuan tertentu.

3. Sosial, Budaya, EkonomiKebiasaan dan tradisi yang

dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan

bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga


41

status sosial ekonomi akan memepengaruhi pengetahuan

seseorang.

4. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun

sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada di dalam

lingkungan tersebut. Hal ini terjadi akibat adanya timbal balik

ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh

individu.

5. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah

dialami oleh seseorang dalam berinteraksi dengan

lingkungannya.

6. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi

perubahan pada aspek psikis dan psikologis. Pertumbuhan

fisik secara garis besar ada empat katagori perubahan, yaitu

perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri

lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat

pematangan fungsi organ. Pada aspek psikis dan mental taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

2.4.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap menggambarkan suka


42

atau tidak suka seseorang terhadap objek. Allport (1954) menjelaskan

bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), konsep terhadap suatu subjek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu subjek

3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh.

Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan berfikir, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting. Contoh seorang ibu telah

mendengarkan penyakit diare (tentang penyebab, akibat, pencegahan dan

lainnya). Pengetahuan tersebut akan membawa si ibu untuk berfikir dan

berusaha anaknya tidak terkena diare. Dalam berfikir komponen emosi dan

keyakinan ikut berkerja sehingga si ibu berniat untuk menjaga kesehatan

anaknya agar tidak terkena diare. Hal ini mencerminkan si ibu mempunyai

sikap tertentu terhadap objek (penyakit diare). Sikap terdiri dari berbagai

tingkatan :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap diare dapat

dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


43

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu bebar atau

salah, adalah berarti bahwa orang itu menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuting)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

menghargai. Misalnya seorang ibu mengajak ibu lain untuk

memeriksakan anaknya sewaktu sakit buang air secara berlebihan.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab adalah atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi.

Misalnya seorang ibu mau memberikan susu formula kepada bayinya

karena kesibukannya, meskipun tahu jika asi ekslusif lebih baik dari

pada susu formula (Notoatmodjo, 2012).

2.4.3 Tindakan

Tindakan adalah seseorang yang mengetahui stimulus atau objek,

kemudian mempunyai penilaian atau pendapat terhadap apa yang

diketahui, proses selanjutnya melaksanakan atau mempraktekan apa yang

diketahui atau disikapinya (dinilai baik) (Notoatmodjo, 2012). Tindakan

terdiri dari empat tingkatan, yaitu:


44

1. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengn tindakan yang

akan diambil merupakan praktek tingkat pertama

2. Respon terpimpin

Dapat dilakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka sudah

mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi

Adopsi adalah tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

2.5 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan

dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan

dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan

kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau

atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan

motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta

program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat yang memerlukan (Anggraini and Lisyaningsih, 2013).


45

2.6 Keturunan (Genetik)

Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang

dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes

melitus dan asma bronehial. Selain itu, faktor keturunan juga dapat dikaji dari

kondisi balita dan ibu hamil. Masa kehamilan dan balita sangat menentukan

perkembangan otak anak. Dalam hal ini perilaku ibu memegang peranan karena

kesehatan balita sangat tergantung oleh ibunya (Anggraini and Lisyaningsih, 2013).

Anda mungkin juga menyukai