OLEH :
MARIA CLARITA FAUSTINA DHIU
1627010055
OLEH:
MARIA CLARITA FAUSTINA DHIU
1627010055
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Fakor-fakor yang berhubungan dengan Kejadian Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten
Ngada”. Ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Intje Picauly, S.Pi.,M.Si selaku
Dosen Pembimbing I dan Ibu Honey I. Ndoen,SKM.,M.Kes selaku Dosen
Pembimbing II serta bapak Sigit Purnawan SKM.,M.Kes selaku penguji yang
telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan
masukan serta arahan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan.
1. Bapak Dr. Apris A. Adu, S.Pt., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Nusa Cendana.
2. Ibu Dr. Luh Putu Ruliati, SKM.,M.Kes selaku ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana
3. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDANA yang
telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan dukungan demi kelancaran
studi penulis.
4. Kedua orangtua terkasih bapak Lambertus Mame, Mama Emirensiana Suri
serta adik-adik dan keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung penulis,
khususnya dalam penulisan tugas akhir.
5. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, Kecamatan Golewa Barat, dan
Puskesmas Mangulewa yang sudah membantu memberikan data dan ijin
kepada peneliti untuk meleksanakan proses penelitian
6. Rekan-rekan seangkatan FKM 2016, khususnya kelas D dan Peminatan
Epidemiologi dan Biostatistik yang telah memberikan dukungan kepada
penulis
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan skripsi ini.
Penulis
v
ABSTRAK
Usia balita merupakan usia yang cukup penting dimana pertumbuhan dan perkembangan
terjadi sangat pesat sehingga apabila terjadi ketidakseimbangan konsumsi pada balita
akan berdampak pada tinggi badan anak. Stunting pada balita dapat terjadi akibat
kekurangan gizi dalam waktu yang lama yang ditunjukan dengan keadaan tubuh pendek.
Data kasus stunting di puskesmas Mangulewa tahun 2019 berjumlah 178 kasus dan pada
tahun 2020 sebanyak 171 kasus diantaranya 123 balita pendek dan 48 balita sangat
pendek. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor risiko kejadian stunting
di Kecamatan Golewa Barat tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan pendekatan studi case control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita
di wilayah kerja puskesmas Mangulewa, sedangkan sampelnya berjumlah 104 balita
dengan 52 sampel kasus dan 52 sampel kontrol yang diambil secara simple random
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting adalah tingkat pendidkan ibu (p=0,000;OR=14,000; 95% CI:5,445-
35,995), Riwayat ASI Eksklusif (p=0,000;OR=23,100; 95% CI:8,319-64,416), Riwayat
penyakit infeksi (p=0,000;OR=4,659; 95% CI:2,035-10,669), dan pola konsumsi balita
yang terdiri dari 3 kategori yaitu jenis pangan (p=0,000;OR=7,933; 95% CI:3,240 -
19,426), Jumlah makan (p=0,009;OR=3,240; 95% CI:1,412-7,435), dan frekuensi makan
(p=0,004;OR=3,727; 95% CI:1,578-8,802), sedangkan faktor yang tidak ada hubungan
dengan kejadian stunting adalah tingkat pendapatan kepala keluarga(p=0,840) dan jarak
kelahiran (p=0,234).
Kata kunci : Tingkat pendidikan ibu, Riwayat ASI Eksklusif, Riwayat Penyaki
Infeksi, Pola Konsumsi
Daftar pustaka : 42(2001-2020)
vi
ABSTRACT
Toddler age is an important age where growth and development occurs very rapidly so
that if there is an imbalance in consumption in toddlers, it will have an impact on the
child's height. Stunting in toddlers can occur due to malnutrition for a long time which is
indicated by a short body condition. The data on stunting cases at the Mangulewa Health
Center in 2019 amounted to 178 cases and in 2020 there were 171 cases including 123
short toddlers and 48 very short toddlers. This study aims to analyze the risk factors for
stunting in West Golewa District in 2020. This type of research is a quantitative study
with a case control study approach. The population in this study were all children under
five in the working area of the Mangulewa Public Health Center, while the samples were
104 toddlers with 52 case samples and 52 control samples taken by simple random
sampling. The results showed that the factors related to the incidence of stunting were the
level of mother's education (p=0,000;OR=14,000; 95% CI:5,445-35,995), history of
exclusive breastfeeding (p=0,000;OR=23,100; 95% CI:8,319- 64,416), history of
infectious diseases (p=0,000; OR=4,659; 95% CI:2,035-10,669), and consumption
patterns of children under five which consisted of 3 categories, namely types of food
(p=0,000; OR=7,933; 95% CI:3,240 - 19.426), number of meals (p = 0.009; OR = 3.240;
95% CI: 1.412-7.435), and frequency of eating (p = 0.004; OR = 3.727; 95% CI: 1.578-
8.802), while the non-existent factor the relationship with the incidence of stunting is the
level of income of the family head (p = 0.840) and birth spacing (p = 0.234).
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ ............1
viii
1. Pengertian Balita ............................................................................. ..........13
ix
BAB IV HASIL
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
2.1 Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks TB/U ...........8
2.2 Angka Kecukupan Energi dan Protein Menurut Kelompok Umur ...............15
3.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ...................................................23
4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesma
Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada............................32
4.2 Karakteristik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan
Golewa Barat Kabupaten Ngada ..................................................................33
4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada ........34
4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada ...........................34
xi
Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten
Ngada ...........................................................................................................38
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
KK : Kepala Keluarga
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
6
7
Tinggi >2 SD
semua jumlah angka kematian bayi dan anak di sub-Sahara Afrika disebabkan
oleh kekurangan gizi (Wamani dkk., 2005)
4. Penyebab Stunting
Stunting pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab
terjadinya stunting pada anak terbagi menjadi 4 kategori besar yaitu faktor
keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan atau komplementer yang tidak
memenuhi syarat, fator menyusui, dan infeksi (WHO, 2013).
Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan
faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat
prekonsepsi, kehamilan dan menyusui, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi,
kehamilan pada usia remaja, kesehatan mental, pertumbuhan janin yang
terhambat, kelahiran prematur, jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi.
Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktifitas anak yang tidak memadai,
perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak memadai, akses dan
ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang
tidak sesuai, dan edukasi pengasuh yang rendah.
Faktor kedua penyebab stunting adalah makanan komplementer yang tidak
memadai, yang dibagi menjadi tiga yaitu kualitas makanan yang rendah, cara
pemberian yang tidak memadai, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas
makanan yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, makanan
yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan komplementer yang mengandung
energi rendah. Cara pemberian makanan yang tidak memadai berupa frekuensi
pemberian makanan yang rendah, pemberian makanan yang tidak tepat ketika
sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian
makanan kualitas rendah. Keamanan makanan dan minuman dapat berupa
makanan dan minuman terkontaminasi, kebersihan yang rendah, penyimpanan
dan persiapan makanan yang tidak aman.
Faktor ketiga yang dapat menyebabkan stunting adalah pemberian ASI (Air
Susu Ibu) yang salah, karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI eksklusif, dan
penghentian penysuan yang terlalu cepat. Faktor keempat adalah infeksi klinis dan
10
sub klinis seperti infeksi pada usus :diare, infeksi cacing, infeksi pernapasan,
malaria, nafsu makan yang kurang akibat infeksi, dan inflamasi.
5. Dampak Stunting
Stunting dapat memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup
anak. WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi 2
yang terdiri dari dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak
jangka pendek dari stunting yakni dapat mengakibatkan peningkatan mortalitas
dan morbditas, penurunan perkembangan kognitif, motorik, di bidang ekonomi
berupa peningkatan pengeluaran biaya kesehatan.
Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang berupa
perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbiditasnya,
dan penurunan kesehatn reproduksi, penurunan prestasi belajar dan kapasitas
belajar. Menurut penelitian Hoddinott, dkk dalam Amelia Halim et al., 2018
menunjukan bahwa anak yang stunting ketika bayi dan pada usia 2 tahun memiliki
score test lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang tidak stunting.
Stunting pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah
yang lebih rendah, berhenti sekolah, memiliki tinggi badan yang lebih pendek,
dan berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%.
Beberapa riset telah menunjukan keadaan gizi kurang dari awal usia kanak-
kanak, yaitu stunting sedang dan berat, underweight dan wasting merupakan salah
satu gizi utama yang berkaitan dengan perkembangan anak, kemampuan kognitif
dan afektif orang dewasa. Anak-anak yang bertubuh pendek (stunting) terus
menunjukan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi kognisi yang beragam
dan prestasi sekolah jika dibandingkan dengan anak-anak yang bertubuh normal
hingga usia 12 tahun. Mereka juga memiliki masalah perilaku, lebih terhambat
dan kurang perhatian serta lebih menunjukan gangguan tingkah laku
(Henningham & McGregor dalam Dalimunthe, 2015).
11
Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun)
adalah sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut pada
ketidaktahuannya sehingga perlu diberi tahu tentang apa yang terjadi padanya.
Misalnya, pada saat akan diukur suhu tubuhnya, amak akan merasa takut melihat
alat yang ditempelkan pada tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana anak
akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk memegang termometer
sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya (Novi dalam
Mahmud, 2017)
Pada usia ini anak juga mulai bergaul dengan lingkungannya atau
bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam
perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga akan
mengatakan”tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak
cendrung mengalami penurunan, akibat dari aktifitas yang mulai banyak dan
pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak
perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi dibandingkan
dengan anak laki-laki(Uripi, 2004)
3. Kecukupan Energi dan Protein Balita
Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk
memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat badan, dan tinggi badan.
Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga
diperoleh gizi yang baik (Proverawati & Kusumawati, 2011)
Kebutuhan gizi pada masa balita membutuhkan lebih banyak nutrisi karena
masa balita (1-5 tahun) adalah periode emas. Periode kehidupan yang sangat
penting bagi perkembangan fisik dan mental, pada masa ini balita mulai banyak
melakukan dan menemukan hal-hal baru. Dalam hal ini, nutrisi yang baik
memegang peranan penting(Hasdinah HR, 2014)
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya energi
dan protein. Kebutuhan energi sehari anak yang dibutuhkan pada tahun pertama
kurang lebih 100-120 kkal/kg berat badan. Untuk tiap 3 bulan pertumbuhan umur,
kebutuhan energi turun kurang lebih 10 kkal/kg berat badan. Energi dalam tubuh
15
diperoleh terutama dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan protein (Proverawati &
Kusumawati, 2011)
Protein dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan otot dan imunitas tubuh.
Kecukupan protein hanya dapat dipakai dengan syarat kebutuhan energi
terpenuhi. Bila kebutuhan energi tidak terpenuhi, maka sebagian protein yang
dikonsumsi akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan energi. Pertumbuhan
dan rehabilitas membutuhkan tambahan protein. Dalam hal rehabilitasi,
kecukupan protein dan energi lebih tinggi karena akan digunakan untuk sintesis
jaringan baru yang susunanya sebagian besar terdiri dari protein (Adriani &
Wirjatmadi, 2014 dalam Herawati & Rukmini, 2011). Berikut angka kecukupan
energi dan protein pada balita.
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Energi dan Protein Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi Protein
(kg) (cm) (Kkal) (g)
STUNTING
Pencegahan dan
Konsumsi adekuat
penanganan penyakit
infeksi
Jarak Kelahiran
Keterangan
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
3 Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga dengan kejadian
stunting di Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
b. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu balita dengan kejadian
stunting di Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
c. Ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting di
Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
d. Ada hubungan antara riwayat pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian
stunting di Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
e. Ada hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian stunting di
Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
f. Ada hubungan antara pola konsumsi balita dengan kejadian stunting di
Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
BAB III
METEODOLOGI PENELITIAN
3.1
20
21
Q : 1-P
22
(1,96√0,50 + 0,84√0,463)2
𝑛1 =
(0,64 − 0,37)2
(1,372 + 0,571)2
𝑛1 =
(0,27)2
(1,943)2
𝑛1 =
(0,27)2
𝑛 = 51,78 = 52 (dibulatkan)
Jadi, jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 52 sampel kasus dan
52 sampel kontrol.
1) Kriteria Inklusi
a. Ibu balita yang bersedia menjadi responden
b. Ibu yang mempunyai anak lebih dari 1 orang
2) Kriteria Eksklusi
a. Balita yang mengalami cacat fisik yang tidak dapat diukur berat
badan dan tinggi badan
b. Balita dengan penyakit kronis
3. Teknik pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan teknik
simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak dengan
memberikan peluang atau kesempatan yang sama untuk dapat dijadikan
sebagai sampel dalam penelitian (Sudaryono, 2018).
23
Definisi operasional dan kriteria objektif tiap variabel disajikan pada Tabel 3.2
0. Stunting: z-
score < -2 SD
1. Tidak
stunting: z-score
≥ -2 SD
(WHO, 2006)
0. Rendah : < Rp
500.000
1. Tinggi : Rp
600.000 –
1.950.000
1. Tinggi :
SMA, Perguruan
Tinggi
dalam 3 bulan
terakhir
1. Tidak sakit :
jika balita tidak
menderita diare,
ISPA dan
kecacingan
dalam 3 bulan
terakhir
5. Riwayat ASI Pemberian Air Susu Pengambilan Nominal
Eksklusif Ibu (ASI) Eksklusif data dilakukan
adalah ASI yang dengan metode
diberikan kepada wawancara
bayi sejak dilahirkan dengan
sampai usia enam menggunakan
bulan, tanpa kuesioner
menambahkan Kriteria
dan/atau mengganti Objektif:
dengan makanan
0. Tidak ASI
atau minuman lain.
Eksklusif: jika
balita
mendapatkan
makanan dan
minuman selain
ASI selama 6
bulan pertama.
1. ASI
Eksklusif: jika
balita hanya
mendapatkan
26
ASI selama 6
bulan pertama.
0. Dekat : jarak
kelahiran 1-2
tahun
1. Jauh : jarak
kelahiran > 2
tahun
(Mutia, 2016)
makanan yang
dikonsumsi
1. Baik : jika >
3 jenis makanan
yang dikonsumsi
B. Jumlah Nominal
0. Kurang: Jika
asupan makanan
< 80% AKG
1. Baik: Jika
asupan makanan
≥ 80% AKG
C. frekuensi:
Nominal
0. Kurang: Jika
balita makan < 3
kali sehari
1.Baik : Jika
balita makan ≥ 3
kali
2
𝛴(𝑂 − 𝐸)2
𝑥 =[ ]
𝐸
Keterangan:
x 2 = Nilai Chi-Square
berikut:
30
Ismail, 2014).
3. Penyajian data
Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik,
kemudian di interpretasikan kedalam bentuk tekstular yakni berupa narasi atau
kalimat (Sugiyono, 2011).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Geografis
Puskesmas Mangulewa terletak di Desa Rakalaba, Kecamatan Golewa
Barat, Kabupaten Ngada. Luas wilayah Kecamatan Golewa Barat adalah
80,25 Km2.
Wilayah kerja Puskesmas Mangulewa terdiri dari 9 desa dan 1
kelurahan yaitu Desa Sobo, Desa Rakalaba, Desa Dizi Gedha, Desa Rakateda
I, Desa Rakateda II, Desa Sobo I, Desa Waunay, Desa Turekisa dan
Kelurahan Manguewa. Batas Wilayah kerja Puskesmas Mangulewa adalah
sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Faobata, Desa Pape
Kecamatan Bajawa, Desa Tarawali, Desa Tarawaja dan Desa Loa
Kecamatan Soa
31
32
2. Gambaran Demografi
Berdasarkan data Statistik Daerah Kecamatan Golewa Barat tahun
2019 tercatat jumlah proyeksi penduduk Kecamatan Golewa Barat sebanyak
11.880 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan lebih tinggi dibanding
laki-laki.
Distribusi penduduk berdasarkan Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin di Puskesmas
Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada
:
No Kelurahan/ Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Penduduk
. Desa Keluarga Laki- Perempuan ( Jiwa )
Laki ( Jiwa )
( Jiwa )
1 Sobo 261 644 672 1316
2 Rakateda II 191 499 425 874
3 Turekisa 301 835 648 1483
4 Mangulewa 302 726 751 1477
5 Rakalaba 374 808 834 1642
6 Sobo I 93 289 279 563
7 Dizi Ghedha 145 345 342 687
8 Rakateda I 172 395 438 833
9 Watunay 152 377 392 769
10 Beapawe 147 404 423 827
JUMLAH 2138 5267 5204 10471
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah balita paling banyak pada kisaran
umur 36-59 bulan yaitu sebanyak 60 balita (57,70%), dibandingkan dengan
jumlah balita pada kisaran umur 12-24 bulan sebanyak 44 balita (42,30%).
34
Menurut jenis kelamin paling banyak pada balita perempuan yaitu sebanyak 55
balita (52,88%), sedangkan jumlah balita laki-laki sebanyak 49 orang (47,12%).
3. Gambaran Responden berdasarkan Variabel Penelitian
Secara univariat distribusi balita berdasarkan variabel independen dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4 menunjukan bahwa tingkat pendidikan ibu lebih banyak pada
kategori rendah yaitu sebanyak 54 responden (52%) dan tingkat pendidikan ibu
yang tinggi lebih sedikit yaitu sebanyak 50 responden (48%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Infeksi di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten
Ngada
Jumlah Persentase
Riwayat Penyakit Infeksi
(n) (%)
Sakit 49 47,1
Tidak Sakit 55 52,8
Total 104 100
35
Tabel 4.5 menunjukan bahwa riwayat penyakit infeksi pada balita lebih
banyak pada kategori tidak sakit sakit sebanyak 55 balita (52,8%) dan balita sakit
sebanyak 49 (47,1%).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Riwayat ASI Eksklusif di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten
Ngada
Jumlah Persentase
Riwayat ASI Eksklusif
(n) (%)
Tidak ASI Eksklusif 54 51,9
ASI Eksklusif 50 48,1
Total 104 100
Tabel 4.7 menunjukan bahwa jarak kelahiran pada balita lebih banyak
yang jarak jauh yaitu sebanyak 60 (57,7%) dan balita dengan jarak kelahiran
dekat sebanyak 44 (42,3%).
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jenis Pangan di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten
Ngada
Jumlah Persentase
Jenis Pangan
(n) (%)
Kurang 44 42,3
Baik 60 57,7
Total 104 100
Tabel 4.8 menunjukan bahwa untuk jenis pangan balita sebagian besar
berada pada kategori baik yaitu sebanyak 60 balita (57,7%) dan pada kategori
kurang sebanyak 44 balita (42,3%).
36
Tabel 4.9 menunjukan bahwa balita dengan jumlah makan yang kurang
lebih banyak yaitu sebanyak 64 balita (61,5%) sedangkan untuk kategori baik
sebanyak 40 balita (38,5%).
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi untuk Frekuensi Makan di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten
Ngada
Jumlah Persentase
Jumlah Makanan
(n) (%)
Kurang 37 35,6
Baik 67 64,4
Total 104 100
Kejadian Stunting
Tingkat Stunting Tidak Stunting Jumlah
P
Pendapatan KK n % n % n %
Kejadian Stunting
Tingkat OR
Stunting Tidak Stunting Jumlah
Pendidikan P (95%
Ibu n % n % n % CI)
Rendah 42 80,8 12 23,1 54 38,5 14,000
Tinggi 10 19,2 40 76,9 50 61,5 0,000 (5,445-
Jumlah 52 100 52 100 104 100 35,995)
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa 80,8% ibu rumah tangga dengan tingkat
pendidikan rendah mempunyai anak yang mengalami kejadian stunting dibanding
ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi. Hasil analisis menunjukan bahwa
ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting (p Value:
0,000 < 0,05). Anak dari ibu yang mempunyai tingkat pendidikan rendah
memiliki resiko 14 kali menjadi stunting (OR=14,000) dibandingkan anak balita
dengan tingkat pendidikan ibu yang tinggi dengan nilai Confidence Interval (CI
5,445 – 35,995).
Kejadian Stunting
Jumlah OR
Riwayat Stunting Tidak Stunting
P (95%
ASI Eksklusif
n % n % n % CI)
Tidak ASI 44 84,6 10 19,2 49 47,1
23,100
Eksklusif 0,000
(8,319 –
ASI Eksklusif 8 15,4 42 80,8 55 48,1
64,146)
Jumlah 52 100 52 100 104 100
39
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa 84,6% anak balita yang tidak ASI Eksklusif
mengalami kejadian stunting dibanding anak balita yang mempunyai riwayat ASI
Eksklusif. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan antara riwayat ASI
Eksklusif dengan kejadian stunting dengan nilai p value sebesar 0,000 (p < 0,05).
Anak balita yang memiliki riwayat tidak ASI eksklusif berisiko 23,100 kali
menjadi stunting (OR=23,100) dibandingkan anak balita yang memiliki riwayat
ASI eksklusif. Nilai Confidence Interval (CI=8,319-64,146).
Kejadian Stunting
Riwayat Jumlah
Stunting Tidak Stunting OR
Penyakit P
(95% CI)
Infeksi n % n % n %
Sakit 34 65,4 15 28,8 49 47,1 4,659
Tidak Sakit 18 34,6 37 71,2 55 52,8 0,000 (2,035-
Jumlah 52 100 52 100 104 100 10,669)
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa 48,1% balita dengan jarak kelahiran dekat
lebih banyak terdapat pada golongan anak balita stunting dibanding balita tidak
stunting. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jarak
kelahiran dengan kejadian stunting (p value: 0,321 > 0,05).
Kejadian Stunting
Stunting Tidak Jumlah
Jenis OR
Stunting P
Pangan (95% CI)
n % n % n %
Kurang 34 65,4 10 19,2 44 42,3
7,933
Baik 18 34,6 42 80,8 60 57,7 0,000
(3,240 - 19,426)
Jumlah 52 100 52 100 104 100
Kejadian Stunting
Jumlah Stunting Tidak Stunting Jumlah OR
P
Makan (95% CI)
n % n % n %
Kurang 39 75 25 48,1 64 61,5
3,240
Baik 13 25 27 51,9 40 38,5 0,009
(1,412-7,435)
Jumlah 52 100 52 100 104 100
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa 75% balita stunting memiliki jumlah energi
dan protein pada makanan yang kurang dibandingkan dengan anak balita tidak
stunting. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan jumlah makan pada
balita dengan kejadian stunting (p value : 0,009, p<0,05). Anak balita dengan
jumlah makan yang kurang berisiko 3,240 kali menjadi stunting (OR=3,240)
dibandingkan anak balita yang memiliki jumlah makan yang cukup dengan nilai
Confidence Interval (CI=1,412-7,435).
Kejadian Stunting
Frekuen Stunting Tidak Jumlah
OR
si Stunting P
(95% CI)
Makan
n % n % n %
Kurang 26 50 11 21 37 35,6
3,727
Baik 26 50 41 79 67 64,4 0,004
(1,587-8,802)
Jumlah 52 100 52 100 104 100
kejadian stunting (p value :0,004, p < 0,05). Anak balita yang memiliki frekuensi
makan yang kurang berisiko 3,488 kali menjadi stunting (OR=3,727)
dibandingkan anak balita yang memiliki frekuensi makan yang baik dengan nilai
Confidence Interval (CI=1,587-8,802).
4.2 Bahasan
1. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga
Hasil analisis hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga dengan
kejadian stunting menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pendapatan kepala keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian dari (Dakhi, 2018) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga dengan
kejadian stunting pada balita. Hal ini disebabkan karena rata-rata tingkat
pendapatan kepala keluarga baik anak stunting maupun non stunting masuk dalam
kategori tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin status gizi
baik pada balita, karena tingkat pendapatan kepala keluarga belum tentu
sepenuhnya digunakan untuk keperluan makan anak, tetapi untuk pemenuhan
kebutuhan lainnya(Anindita, 2012).
Tingkat pendapatan kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas
Mangulewa rata-rata lebih banyak pada tingkat pendapatan yang tinggi baik
kepala keluarga yang mempunyai balita stunting maupun balita normal. Walaupun
tingkat pendapatan kepala keluarga tinggi tidak menjamin bahwa asupan gizi pada
balita akan baik. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang di terima atau
diperoleh tidak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok tetapi untuk
kebutuhan rumah tangga lainnya. Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi
namun anaknya stunting disebabkan karena adanya riwayat penyakit infeksi yang
menyebabkan asupan energi yang masuk tidak dapat dicerna dengan baik dan
akan memperburuk kondisi anak sehingga membuka peluang besar terjadinya
stunting. Pellokila dkk (2020) menyatakan bahwa pendapatan kepala keluarga
yang rendah dapat berpengaruh pada akses ekonomi dan upaya pemenuhan
kebutuhan pangan ditingkat rumah tangga. Hal ini berarti bahwa ketersediaan
43
dimiliki oleh makanan lain, dan bermanfaat untuk perumbuhan dan perkembangan
bayi, serta sebagai pertahanan dari berbagai penyakit. Hasil analisis hubungan
antara riwayat ASI Eksklusif dengan kejadian stunting menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara riwayat ASI Eksklusif dengan kejadian stunting
pada anak balita. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Sampe, dkk
(2020) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat ASI
Eksklusif dengan kejadian stunting pada balita. Balita yang tidak diberikan ASI
Eksklusif berpeluang 23,100 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita
yang diberi ASI Eksklusif.
Pemberian ASI Eksklusif pada balita dapat memberikan perlindungan pada
infeksi diare dan pernapasan. Namun untuk jangka panjang ASI Eksklusif
memberikan perlindungan terhadap penyakit tidak menular seperti diabetes,
tekanan darah, dan kolestrol serta obesitas. Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan menunjukan bahwa terdapat beberapa alasan sehingga balita tidak
mendapat ASI Eksklusif diantaranya adalah ASI tidak keluar, lebih banyak ibu
balita yang berprofesi sebagai petani sehingga lebih banyak menghabiskan waktu
di kebun dan tidak memberikan ASI Eksklusif sehingga harus diberikan makanan
atau minuman pengganti ASI.
4. Riwayat Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor yang menentukan terjadinya
kejadian stunting pada anak balita. Penyakit infeksi rentan terjadi dan sering
dialami pada balita. Dimana balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi
dan rawan penyakit, dan salah satu masalah yang sering dialami pada balita adalah
diare dan ISPA. Hasil analisis hubungan antara riwayat penyakit dengan kejadian
stunting menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat
penyakit dengan kejadian stunting pada anak balita.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian dari Veronika,dkk (2018) yang
menunjukan bahwa ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian
stunting. Penyakit infeksi merupkan salah satu faktor dominan kejadian stunting
pada balita. Setiap balita yang mengalami penyakit infeksi akan mempengaruhi
45
asupan atau nafsu makan sehingga mempengaruhi status gizi dari balita tersebut.
Malnutrisi dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi pada balita.
Berdasarkan hasil penelitian penyakit infeksi yang paling banyak diderita
balita adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA) yang disebabkan karena
suhu udara yang dingin dan perubahan cuaca yang tiba-tiba hujan dan kemudian
panas dengan selang waktu yang cepat sehungga membuat kondisi tubuh tidak
mampu beradaptasi terutama pada anak-anak. Selain itu semakin sering anak
mengalami penyakit infeksi walaupun asupan gizi anak terpenuhi dengan baik
tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dalam pertumbuhan seorang anak sehingga
membuka peluang besar terjadinya stunting pada anak dan membuat anak tidak
akan lulus dalam program 5 tahun bebas stunting.
5. Jarak Kelahiran
Hasil analisis hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian stunting
menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak kelahiran dengan
kejadian stunting pada anak balita. Hasil penelitian ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yusdarif (2017) yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara jarak kelahiran dengan kejadian stunting pada
balita. Namun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rufaida, dkk (2020)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jarak kelahiran dengan
kejadian stunting.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ditemukan bahwa sudah banyak
masyarakat yang mengikuti program KB (Keluarga Berencana) yang dilaksanakan
oleh pemerintah sehingga jarak kelahiran dapat diatur dengan baik sesuai dengan
keinginan ibu. Jarak kelahiran anak dengan anak sebelumnya dalam penelitian ini
berkisar antara umur 3 tahun sampai dengan 8 tahun baik balita stunting maupun
normal. Jarak kelahiran yang cukup membuat ibu dapat mengurus dan
membesarkan anaknya sehingga dapat fokus memperhatikan pemberian makanan
anak dengan baik. Jarak kelahiran pada anak yang sangat berdekatan biasa
berpengaruh terhadap status gizi anak sebab ibu kesulitan merawat anak-anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian jarak kelahiran di Kecamatan Golewa Barat
rata- rata mempunyai jarak kelahiran yang jauh, oleh karena itu diharapkan bagi
46
para ibu agar tetap mengikuti program keluarga berencana yang dilaksanakan oleh
pemerintah agar jarak anak dengan kelahiran sebelumnya dapat diatur dengan
baik. Jumlah anggota keuarga yang besar juga berpengaruh pada asupan zat gizi
dan pemenuhan kebutuhan anak, dengan jumlah anggoa keluarga yang besar akan
berpengaruh pada disribusi makanan yang konsumsi anak terbatas.
6. Pola konsumsi
Pola konsumsi pada balita sangat berperan penting dalam proses
pertumbuhan pada balita karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Jika
pola makan yang mencakup jenis makanan, jumlah makan, dan frekuensi makan
yang dibutuhkan balita tidak tercapai dengan baik maka pertumbuhan dan
perkembangan akan terganggu. Stunting berkaitan erat dengan pola
perklembangan makan terutama pada 2 tahun pertama kehidupan. Status gizi
balita stunting merupakan akumulasi dari kebiasaaan makan terdahulu, sehingga
pola konsumsi makan pada hari tertentu tidak dapat langsung mempengaruhi
status gizi balita. Kunci keberhasilan dalam pemenuhan gizi anak terletak pada
ibu. Kebiasaan makan yang baik sangat tergantung kepada keterampilan ibu akan
cara menyusun makanan yang memenuhi syarat gizi (Prakhasita, 2018).
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pola konsumsi berdasarkan jenis, jumlah, dan frekunsi makan dengan kejadian
stunting pada balita. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Basri, dkk (2013)
yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola konsumsi
dengan kejadian stunting pada anak balita. Peneliti juga menemukan beberapa
fakta dari responden terkait pola makan pada anak balita yang seharusnya perlu
dilakukan pendampingan gizi dari pertugas kesehatan mengenai pola asuh makan
balita. Pola makan balita yang kurang baik disebabkan karena pengolahan
makanan yang kurang bervariasi dari ibu balita. Beberapa balita terbiasa
mengkonsumsi ada balita yang terbiasa mengkonsumsi nasi dan lombok saja,
serta ada balita yang hanya makan bubur saja sampai umur 2 tahun, ada sebagian
bsar balita yang terbiasa mengkonsumsi nasi dan kuah sayur saja, bahkan ada
balita yang tidak suka makan sayur dan hanya makanan makanan cepat saji seperti
mie.
47
PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian tentang Fakor-faktor Yang Berhubungan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan
Golewa Barat Kabupaten Ngada, yaitu:
1. Tingkat pendapatan kepala keluarga tidak memiliki hubungan dengan
kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan
Golewa Barat Kabupaten Ngada.
2. Tingkat pendidikan ibu memiliki dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada.
3. Riwayat ASI Eksklusif memiliki dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada.
4. Riwayat penyakit infeksi memiliki hubungan dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat
Kabupaten Ngada.
5. Jarak kelahiran tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa Kecamatan Golewa Barat
Kabupaten Ngada
6. Pola konsumsi menurut jenis, frekuensi, dan jumlah memiliki hubungan
dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Mangulewa
Kecamatan Golewa Barat Kabupaten Ngada.
5.2 Saran
1. Masyarakat
Penulis berharap keluarga khususnya ibu balita lebih aktif lagi
dalam mencari informasi tentang gizi seimbang dan lebih kreatif lagi
dalam pemberian makanan. Dukungan keluarga juga dibutuhkan dalam
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Penulis juga berharap ibu lebih
50
51
giat lagi ke posyandu untuk mendapatkan informasi tentang gizi dan juga
untuk memantau keadaan gizi anak balita. Selain itu, ibu juga diharapkan
agar selalu mempraktikkan pola hidup bersih dan sehat dalam keluarga
seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan atau setelah buang air
besar dengan menggunakan sabun.
2. Puskesmas
Penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
tambahan dalam penanganan masalah stunting pada anak balita. Selain itu,
penulis juga berharap agar petugas kesehatan lebih giat lagi memberikan
penyuluhan tentang gizi seimbang untuk mencegah stunting sejak dini di
Posyandu dan konseling gizi pada ibu anak balita sehingga informasi yang
didapat saat penyuluhan dapat diingat dan dipraktikkan dengan baik.
3. Peneliti Lain
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain
yang tidak diteliti oleh peneliti seperti riwayat BBLR, status imunisasi dan
perilaku hidup bersih dan sehat serta faktor sosial dan ekonomi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Allen LH, G. S. (2001). What Works? A Review of the efficacy and effectiveness
of nutrition intervention (Nutrition). ABD.
Amelia Halim, L., Warouw, S. M., & Ch Manoppo, J. I. (2018). Hubungan
Faktor-Faktor Risiko Dengan Stunting Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di
Tk/Paud Kecamatan Tuminting. Jurnal Medik Dan Rehabilitasi (JMR), 1(2),
1–8. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmr/article/view/22302
Anindita, P. (2012). Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
Kecukupan Protein dan Zinc dengan Stunting(Pendek) Pada Balita Usia 6-
35 bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
http://ejournals1.undip.aceh.id/index.php/jkm
Astari. (2008). Faktor-fakor yang berhubungan terhadap kejadian stunting anak
usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor.; Available from:
http://reposiory.ipb.ac.id/handle/123456789/47083
Ayuningtias, Mutia. (2016). Hubungan karakteristik Keluarga dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Baru Sekolah. Skripsi. Semarang, Stikes Ngudi
Waluyo; Available from:
http://reposiory.ipb.ac.id/handle/123456789/47083
Dakhi, A. (2018). Hubungan Pendapatan Keluarga, Pendidikan, dan
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dengan Kejadian Stunting Pada Anak Umur
6-23 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Makmur Dinjai Utara
[Politeknik kesehatan Medan Jurusan Gizi]. http://repo.poltekes-
medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1081/1/SKRIPSI ALWIN
DAKHI20%28P01031214063%29.pdf
Dalimunthe, S. M. (2015). Gambaran Faktor-faktor Kejadian Stunting pada Balita
Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 ( Analisis
Data Sekunder Riskesdas 2010 ). Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2010. https://doi.org/10.1007/s10971-010-2306-6
Depkes, RI. (2007). Pedoman Srategi KIE keluarga Sadar gizi (KADARZI).
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada.(2020). Profil Kesehatan Kabupaten Ngada
2019.
Fatimah, R. (2014). Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Dengan
Kejadian Stunting Pada Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Barombong Kota Makasar Tahun 2014. Fakutas Ilmu Kesehatan UIN
Alauddin.
Fitri, L. (2018). Hubungan BBLR dan ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting di
Puskesmas Lima Puluh Pekan Baru. Endurance, 3(1), 131–
137.http://doi.org/10.22216/jen.v3i1.1767. ; Available from:
http://ejournal.lldikti10.id/index.php/endurance/article/view/1767
Gibson, R. S. (2005). Principles of Nutritional Assessment, 2nd.ed., Oxford
University Press, New York.
Hasdinah, HR. (2014). Pemanfaatan Gizi, Diet, dan Obesitas. Nuha
Medika.Yogyakarta
Herawati, S., & Rukmini, S. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok. Jejak, 2 (september), Jakarta. ECG
Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 301(5),
1163–1178.
Kementerian kesehatan Repubelik Indonesia. (2018). Data dan Informasi profil
Kesehatan Indonesia 2018. https://caiherang.com/wp-
content/uploads/2020/10/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Buku saku pemantauan status gizi. Buku Saku
Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, 7–11.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Standar Antropometri
Penilaian Statu Gizi Anak Balita di Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar,
RISKESDAS. Balitbang Kemenkes RI.
Larasati, N. N. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 25-59 bulan di Posyandu Wilayah Puskesmas
Wonosari II Tahun 2017. Skripsi, 1–104. ; Available from:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1719/1/SKRIPSI%20NADIA.pdf
Manary MJ, S. N. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat, Gizi dan perkembangan
Anak . Jakarta: ECG.
Mustamin, Ramlan, A. & B. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan
Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Media Gizi
Pangan.;25:1.
Notoatmodjo, S. (2010). Meteodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nuryanto, S. (2016). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1-3
Tahun(Studi di Desa Manduran Kecamatan Brati Kabupaten Grobohan).
Jurnal of Nutrition College, 6(4), 314–320.
Pellokila, M. R, Malalek, S, Surayasa, M T. (2020). Analisis Pendapatan Dan
Curahan Tenaga Kerja Wanita Pada Usahatani Sayuran Terung Di
Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Program Study Agribisnis
Pertanian. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Proverawati, K. (2011). Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Puskesmas Mangulewa (2020). profil puskesmas mangulewa
Purwandini, K. (2013). Pengaruh Pemberian Micronutrient Sprinkle Terhadap
Perkembangan Motorik Anak Stunting usia 12-36 Bulan. Journal of
Nutrition College, 20(1), 50–59. https://doi.org/10.14710/jnc.v2i1.2098
Menko Kersa RI. (2013). Pedoman Perencanaan Program. Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan(Gerakan HPK).
Saryono. (2011). Meteodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi
Pemula. Yogyakarta:Mitra Cendikia.
Sastroasmoro, S. S. I. (2014). Dasar-Dasar Penelitian Klinis Edisi ke-5. Jakarta:
Sagung Seo.
Sitti Ratna Sari, Anna H Talahatu ABS. (2019). Hubungan Pengetahuan, Sikap
dan Tingkat Pendidikan dengan Pola Konsumsi Makanan Ibu Nifas Di
Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang. J PAZIH.;8(1):948–60.
Available
from:https://pergizipanganntt.id/ejpazih/index.php/filejurnal/article/downloa
d/50/50/158
SJMJ, S. A., Toban, R., & Madi M.( 2020). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. JIKSH J Ilm Kesehat Sandi
Husada [Internet].;9(1):448–55. Available from:
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.314
Sudaryono. (2018). Meteodologi Penelitian. Depok: Raja Grafi.
Sugiyono. (2011). Meteodologi penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Supariasa, I. D. N. dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Syarfaini. (2013). Seputar Masalah Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makasar:
Alauddin University Press.
Unicef. (2013). Improving Child Nutrition, The Achievable Imperative for Global
Program.
Uripi, V. (2004). Menu Sehat Untuk Balita. Jakara: Puspa Swara.
Veronika Sekunda Yenli Tandang, I Ketut Alit Adianta IKN. (2018). Hubungan
ASI Eksklusif dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Di Wilayah Puskesmas Wae Naken Tahun 2018.; Available from:
http://ojs.itekes-bali.ac.id/index.php/jrkn/article/download/152/84
Welasasih, B. D (2012). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi
Balita Stunting. The Indonesian of Public Health, Vol. 8, No 3. ; Available
from: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
2.%20Beberapa%20Faktor%20yang%20Berhubungan%20dengan.pdf
WHO. (2010). Nutrritional Lanscape Information System(NLIS) Contry Profil
Indicators: Interpretation guide. World Health Organization.
http//www.who.int/nutrition
Yusdarif. (2017.) Determinan Kejadian Stunting pada Balita usia 24-59 Bulan di
Kelurahan Rangkas Kecamatan Banggae Kabupaten Majene Tahun 2017
[Internet]. Universitas Alaudin Makasar; Available from:
http://repositori.uin_alauddin.ac.id/8113/1/YUSDARIF.pdf&ved
JK RIWAYAT RIWAYAT
NAMA PENDAPATAN PENDIDIKAN JENIS JUMLAH FREKUENSI
NO UMUR ASI PENYAKIT
BALITA KK IBU PANGAN MAKAN MAKAN
EKSKLUSIF INFEKSI
1 MAT 2
0 0 0 0 0 0 0 1
2 MAD 3
0 1 1 0 1 0 0 0
1 0 1 0 0 0 0 1
3 WD 4
4 KDK 4
0 0 1 0 0 0 0 1
1 0 0 0 0 0 0 0
5 SPR 2
6 MVM 2
1 0 1 1 1 1 1 1
1 0 0 0 0 0 0 1
7 KM 4
0 0 1 0 0 0 0 0
8 YTD 3
0 0 0 1 0 0 0 0
9 JKJ 2
10 ALT 4
1 0 1 0 1 1 1 1
11 PAW 3
0 1 1 0 0 0 0 0
1 0 0 0 1 1 1 1
12 MAB 4
0 0 1 0 0 0 0 0
13 OEL 2
14 PL 2
0 0 0 0 0 1 1 1
15 ME 3
1 0 1 1 0 1 0 1
1 0 1 1 1 1 0 1
16 MTN 4
0 0 0 1 0 0 0 0
17 AN 3
1 0 0 0 0 0 0 0
18 YB 3
19 ML 4
0 0 1 0 1 0 0 1
1 0 1 0 1 1 1 0
20 YAW 2
1 0 0 0 1 1 1 1
21 MNP 3
22 YKL 1
1 0 0 0 0 1 1 1
23 JOL 2
1 0 0 0 1 0 1 0
1 0 1 0 0 0 0 0
24 PLR 4
0 0 1 0 1 1 0 1
25 MU 4
26 CEM 4
0 0 0 0 0 1 0 1
27 KMU 4
1 0 0 0 0 1 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0
28 PAP 4
29 FL 1
0 0 1 0 0 0 0 1
30 JD 2
1 0 0 0 1 0 0 1
1 0 1 1 0 0 0 0
31 IM 4
0 1 0 0 0 0 0 0
32 LJ 3
0 1 1 0 1 0 0 1
33 PPS 3
34 VYS 3
1 0 0 0 1 0 0 0
1 0 1 0 1 0 0 0
35 ARF 2
1 1 0 1 0 1 1 1
36 PO 4
37 AYR 2
1 1 1 0 0 1 1 1
38 EL 3
1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 0 1 0 0 0
39 MSN 2
1 1 0 0 1 1 1 1
40 KAN 3
41 DST 2
1 0 1 0 0 0 0 0
42 FLM 3
0 1 1 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 1
43 SL 3
44 YRS 1
0 0 0 0 0 0 0 0
45 FD 4
1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 0 1 1 1 1 1
46 LDW 4
0 0 0 0 1 0 1 0
47 MOW 3
1 0 1 0 0 0 0 0
48 RR 1
49 AM 3
1 0 0 0 0 1 0 1
0 0 1 0 0 0 0 0
50 MD 2
1 1 1 0 0 0 0 0
51 AW 2
52 PAD 4
1.0 0 1 0 0 0 0 1
53 YCW 3
0 1 1 1 1 0 0 0
1 1 0 0 0 1 1 1
54 PKW 4
1 1 1 1 0 1 0 1
55 ARN 3
56 YMN 4
0 1 0 0 1 0 0 0
57 AKD 4
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 0 0
58 FGJ 4
59 TBP 1
0 1 0 0 0 1 1 1
60 SAW 2
1 1 1 1 0 0 0 0
1 1 1 1 0 1 1 1
61 ASS 2
0 1 1 0 1 1 1 1
62 YSN 3
1 1 1 1 1 1 1 1
63 NPB 1
64 MDM 4
1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 1 1 1 1 1
65 MAB 4
1 0 1 1 1 1 0 1
66 FDM 1
67 ASS 1
0 1 0 1 1 0 0 1
68 ADR 2
1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 1 1 1
69 FN 1
0 1 1 1 1 1 1 1
70 PL 2
71 PRP 1
1 0 1 1 1 1 1 1
72 BQW 1
1 1 0 1 1 1 0 1
0 1 1 1 0 1 0 0
73 MEB 3
74 FCS 2
1 1 1 0 1 1 0 1
75 KAM 2
0 0 0 1 0 1 1 1
1 0 1 1 1 1 0 1
76 MMM 4
0 1 1 1 0 1 0 1
77 AW 2
0 1 0 1 0 0 0 0
78 ID 4
79 VAB 4
1 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 0 1
80 KAL 3
0 1 0 0 1 1 1 1
81 FW 3
82 KDL 3
0 0 1 1 1 1 1 1
83 AMM 1
1 1 0 1 0 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1
84 GSU 1
0 1 1 1 1 1 1 1
85 MFR 3
86 PAW 4
1 1 0 1 1 1 0 1
87 MAC 3
1 1 1 1 1 1 0 1
0 1 1 1 1 1 1 1
88 ADR 3
89 IAL 2
1 1 1 1 1 1 1 1
90 LD 2
1 0 1 1 0 1 0 1
1 0 0 1 0 1 0 1
91 GN 2
0 1 1 1 1 0 0 1
92 AKF 2
1 0 1 0 1 1 1 1
93 NGI 2
94 YSP 4
0 0 0 0 1 0 0 0
0 1 0 1 1 1 1 1
95 YEB 2
0 0 1 1 0 0 0 0
96 TAF 4
97 BA 1
1 0 0 0 1 1 1 1
98 MYM 4
1 1 1 1 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1
99 KMN 1
0 1 0 0 1 1 1 1
100 RL 2
101 MAJ 2
1 1 1 1 1 1 0 0
102 KMD 4
0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 0 1 0 1
103 AP 4
104 LS 4
1 1 0 1 1 1 1 1
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)
Lampiran 2
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
I. Data Umum
Pewawancara
Hari/Tanggal
Nama Ayah
Ibu
Pekerjaan Ayah
Ibu
Pendapatan/Bulan Rp..........
Nama Balita
[ ] Perempuan
dengan kelahiran
sebelumnya
terakhir?
No. Responden :
Nama balita :
Umur :
BB/TB :
Recall hari ke :
Selingan
2. Makan Siang
Selingan
3. Makan Malam
Selingan
Lampiran 3. Hasil Analisis
Statistics
NVali
104 104 104 104 104 104 104 104 104
d
Mis
sin 0 0 0 0 0 0 0 0 0
g
Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tingkat_Pendapatan_KK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tingkat_pendidikan_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Riwayat_ASI_Eksklusif
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jarak_Kelahiran
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis_Pangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Frekuensi_Makanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
Tingkat_Pendapatan_KK *
104 100.0% 0 .0% 104 100.0%
Stunting
Tingkat_pendidikan_Ibu *
104 100.0% 0 .0% 104 100.0%
Stunting
Riwayat_ASI_Eksklusif *
104 100.0% 0 .0% 104 100.0%
Stunting
Jumlah_Energi_Makanan *
104 100.0% 0 .0% 104 100.0%
Stunting
Frekuensi_Makanan *
104 100.0% 0 .0% 104 100.0%
Stunting
a. Pendapatan & Stunting
Crosstab
Stunting
% within
47.5% 52.5% 100.0%
Tingkat_Pendapatan_KK
Tinggi Count 33 31 64
% within
51.6% 48.4% 100.0%
Tingkat_Pendapatan_KK
% within
50.0% 50.0% 100.0%
Tingkat_Pendapatan_KK
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,00.
Crosstab
Stunting
% within
77.8% 22.2% 100.0%
Tingkat_pendidikan_Ibu
Tinggi Count 10 40 50
% within
20.0% 80.0% 100.0%
Tingkat_pendidikan_Ibu
% within
50.0% 50.0% 100.0%
Tingkat_pendidikan_Ibu
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25,00.
Risk Estimate
Crosstab
Stunting
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24,50.
Risk Estimate
Crosstab
Stunting
% within
81.5% 18.5% 100.0%
Riwayat_ASI_Eksklusif
% within
16.0% 84.0% 100.0%
Riwayat_ASI_Eksklusif
% within
50.0% 50.0% 100.0%
Riwayat_ASI_Eksklusif
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25,00.
Risk Estimate
Crosstab
Stunting
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,00.
Risk Estimate
Crosstab
Stunting
Baik Count 18 42 60
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,00.
2. Jumlah energi
Crosstab
Stunting
% within
60.9% 39.1% 100.0%
Jumlah_Energi_Makanan
Baik Count 13 27 40
% within
32.5% 67.5% 100.0%
Jumlah_Energi_Makanan
% within
50.0% 50.0% 100.0%
Jumlah_Energi_Makanan
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,00.
Risk Estimate
Crosstab
Stunting
% within
70.3% 29.7% 100.0%
Frekuensi_Makanan
Baik Count 26 41 67
% within
38.8% 61.2% 100.0%
Frekuensi_Makanan
% within
50.0% 50.0% 100.0%
Frekuensi_Makanan
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.