Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MAKAN REMAJA DENGAN BODY IMAGE DAN


STATUS GIZI DI KELAS 11 IPA DAN IPS SMA PGRI 1
TULUNGAGUNG TAHUN 2021

Oleh:

PRILA TINA RAHAYU


NIM. A2R17026

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH SARJANA ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun

perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja

merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada

usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa ini, remaja

mengalami pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik yang

drastis. Salah satu aspek psikologis dari perubahan tubuh dan perubahan fisik

di masa pubertas adalah remaja menjadi amat memperhatikan tubuh (body

image) mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh

mereka tampaknya dan hal ini dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar mereka

(Weni, 2019).

Status gizi remaja dipengaruhi oleh gaya hidup (life style). Gaya hidup

remaja saat ini dapat dilihat dari kebiasaan makan, persepsi body image dan

aktivitas fisik yang akan mempengaruhi jumlah asupan konsumsi makanan

dan zat gizi yang nantinya akan berdampak terhadap status gizi dan

berdampak terhadap kesehatan (Siregar, 2020). Salah satu faktor yang

mempengaruhi status gizi remaja adalah body image, yaitu gambaran

seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi

oleh bentuk dan ukuran tubuh serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh

yang diinginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh

aktual maka akan menimbulkan body image negatif (Anggraeni, 2015). Body

1
2

image negatif akan mendorong seseorang untuk melakukan pembatasan

makan dan memuntahkan dengan sengaja (Serly, 2015).

Secara nasional, prevalensi gemuk pada remaja di Indonesia sebesar

10,8%, terdiri dari 7,3% gemuk, 3,5% sangat gemuk (obesitas) dan prevalensi

kurus 11,1% terdiri dari 3,3% sangat kurus dan 7,8% kurus. Perubahan data

Riset Kesehatan Dasar tahun 2010) ke 2013 pada prevalensi remaja gemuk

yaitu pada tahun 2010 remaja gemuk 1,4% dan pada tahun 2013 remaja

gemuk 7,3%. Data ini menunjukkan bahwa setiap tahun semakin banyak

remaja yang tidak seimbang dalam mengatur pola makan (Riset Kesehatan

Dasar, 2013). Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang

mengalami masalah gizi diatas prevalensi nasional, yaitu masalah kegemukan

untuk kelompok umur 13-15 tahun dan masalah kegemukan pada kelompok

umur 16-18 tahun (Riskesdas, 2013).

Mayoritas remaja tidak sadar jika kebiasaan makan yang mereka

lakukan saat ini dapat berpengaruh besar terhadap status kesehatan di masa

depan (Razak, 2009). Banyak remaja mengharapkan berat badan yang turun

dengan cepat melalui diet yang ketat namun tidak disesuaikan

dengan gizi yang dibutuhkan. Terlebih lagi terjadi gangguan pola makan pada

sebagian remaja (Arisman, 2010). Hal tersebut sangat dimungkinkan karena

gambaran negatif seorang remaja atas citra diri (body image). Artinya, remaja

tidak puas pada bentuk tubuh yang mereka miliki (Sulistyoningsih, 2012).

Dampak selanjutnya akan meningkatkan gangguan makan yang termasuk

pengendalian makan, binge-eating dan efek negatif lainnya. Gangguan makan

merupakan masalah remaja dengan perubahan perilaku makan menjadi kurang


3

baik, persepsi negatif terhadap bentuk tubuh dan pengontrolan berat badan

yang kurang tepat (Kurniawan, dkk, 2015).

Salah satu solusi untuk menjaga status gizi dan body image pada remaja

adalah dengan melakukan pola makan seimbang. Pola makan merupakan

gambaran informasi tentang konsumsi berbagai macam jumlah bahan dan

jenis makanan dalam setiap hari dan merupakan ciri khas dari kelompok

masyarakat tertentu. Pemilihan bahan makanan yang tepat dan seimbang serta

kebiasaan makan sangat erat hubunganya dengan pola makan yang terbentuk

agar terpenuhi segala kebutuhan gizinya (Supariasa, 2011). Selain itu

pemberian informasi tentang gizi seimbang kepada remaja juga sangat

diperlukan. Tenaga kesehatan dapat melakukan health education tentang gizi

seimbang pada remaja. Hal ini dikarenakan status gizi remaja yang optimal

terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh

(Soekirman, 2011).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang hubungan pola makan remaja dengan body image dan status gizi di

Kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan pola makan remaja dengan body image dan status

gizi di Kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021?
4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan

remaja dengan body image dan status gizi di Kelas 11 IPA dan IPS SMA

PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi pola makan remaja di Kelas 11 IPA dan IPS SMA

PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

b. Mengidentifikasi body image remaja di Kelas 11 IPA dan IPS SMA

PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

c. Mengidentifikasi status gizi remaja di Kelas 11 IPA dan IPS SMA

PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

d. Menganalisa hubungan pola makan remaja dengan body image dan

status gizi di Kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung tahun

2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

bagi institusi pendidikan untuk mengetahui tentang hubungan pola

makan remaja dengan body image dan status gizi.


5

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah

Dapat memberikan masukan kepada kepala sekolah tentang

hubungan pola makan dengan body image dan status gizi remaja

sehingga dapat memberikan solusi kepada siswa yang mengalami

masalah status gizi dan body image serta siswa dapat mengembangkan

kebiasaan pola makan yang sehat sehingga dapat menjadikan generasi

yang unggul dan berprestasi.

b. Bagi Remaja

Memberikan masukan kepada remaja tentang memandang body

image secara positif sehingga dapat menerapkan pola makan yang baik

dan sehat serta dapat menggambarkan body image yang ideal bagi

remaja.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat memberikan informasi dan pengetahuan serta dapat

digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya dalam

melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan tema yang

sudah ada.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pola Makan

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku

manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang

meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan menurut

Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok

orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap

pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.

Dan menurut seorang ahlimengatakan bahwa pola makan di

definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang berulang kali makan

individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan.

(Sulistyoningsih, 2011).

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri

dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.

a. Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap

hari terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani, Lauk nabati, Sayuran,

1
2

dan Buah yang dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber

makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang

atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu,

umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih, 2011).

b. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari

meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan

(Depkes, 2013). sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan

merupakan berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali makan

pagi, makan siang, dan makan malam.

c. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam

setiap orang atau setiap individu dalam kelompok (Willy, 2011).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makanyang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan

seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola

makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan

lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

a. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk

daya beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan

menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas

masyarakat. Pendapatan yang tinggidapat mencakup kurangnya daya

beli denganh kurangnya pola makan masysrakat sehingga pemilihan


3

suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam pertimbangan selera

dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi

makanan impor (Sulistyoningsih, 2011).

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat

daerah yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan di suatu

masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara

sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola

makan seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan

penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan

diawali berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan

tangan kanan (Depkes RI, 2008).

d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan

penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap

pembentuk perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui

adanya promosi, media elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih,

2011).
4

f. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi

dan jenis makanan yang dimakan. (Depkes,2009). Menurut Willy

(2011) mengatakan bahwa suatu penduduk mempunyai kebiasaan

makan dalam tiga kali sehari adalah kebiasaan makan dalam setiap

waktu.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi

Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka

kecukupan gizi yang di anjurkan (AKG). Yang berdasarkan umur,

pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi tempat tinggal seperti yang

disebutkan. (Sulistyoningsih, 2011).

a. Umur

Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan

kebutuhan gizi pada usia balita karena pada masa balita terjadi

pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Semakin bertambah

umur kebutuhan zat gizi seseorang lebih rendah untuk tiap kilogram

berat badan orang dewasa.

b. Aktifitas

Aktifitas dalam angka kecukupan gizi ialah suatu kegiatan

seseorang yang beraktifitas dalam menjalankan pekerjaan setiap hari.

c. Jenis Kelamin
5

Dalam angka kecukupan gizi pada jenis kalamin ialah untuk

mengetahui identitas seorang individu maupun sekelompok

masyarakat.

d. Daerah Tempat

Tinggal Suatu penduduk yang bertinggal perkotaan atau

pendesaan membutuhkan pengetahuan tentang pola makan dengan

cara yang benar dan baik dalam tempat waktu makan teratur.

4. Pola Makan Seimbang

Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan jenis

makan dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat

gizi yang terdiri dari enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

mineral, dan air. dan keaneka ragam makanan. Konsumsi pola makan

seimbang merupakan susunan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat ialah:

zat pembagun dan zat pengatur.

Makan seimbang ialah makanan yang memiliki banyak kandungan

gizi dan asupan gizi yang terdapat pada makanan pokok, lauk hewani dan

lauk nabati, sayur, dan buah. Jumlah dan jenis makanan sehari-hari ialah

cara makan seseorang individu atau sekelompok orang dengan

mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein,

sayuran,dan buah frekuensi tiga kali sehari dengan makan selingan pagi

dan siang. Dengan mencapai gizi tubuh yang cukup dan pola makan yang

berlebihan dapat mengakibatkan kegemukan atau obesitas pada tubuh.


6

Menu seimbang adalah makanan yang beraneka ragam yang

memenuhi kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang

(PUGS). (Depkes RI, 2006). Dalam bentuk penyajian makanan dan

bentuk hidangan makanan yang disajikan seprti hidangan pagi, hidangan

siang, dan hidangan malam dan menganung zat pembangun dan pengatur.

Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan

nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani

adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat

pembangun berperan untuk perkembangan kualitas tingkat kecerdasan

seseorang. Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur dan

buah banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan untuk

melancarkan fungsi organ tubuh.

5. Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan adalah susunan makanan yang merupakan suatu

kebiasaan yang dimakan seseorang dalam jenis dan jumlah bahan

makanan setiap orang dalam hari yang dikonsumsi atau dimakan dengan

jangka waktu tertentu (Harap, VY. 2012). Pengukuran Konsumsi

Makanan Survey konsumsi makanan merupakan metode yang dapat

digunakan untuk menentukan status gizi perorangan atau kelompok.

Tujuan survey konsumsi makanan adalah untuk pengukuran jumlah

makanan yang dikonsumsi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan

perorangan, sehingga diketahui kebiasaan makan dan dapat dinilai

kecukupan makanan yang dikonsumsi seseorang.


7

a. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah seseorang atau suatu kebiasaan individu

dalam keluarga maupun dimasyarakat yang mempunyai cara makan

dalam bentuk jenis makan, jumlah nakan dan frekuensi makan

meliputu: karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur,dan buah yang

dikonsumsi setiap hari. Menurut Sudirman (2010). Kebiasaan sarapan

pagi merupakan salah satu dasar dalam Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS). Bahwa kebiasaan sarapan pagi suatu cara makan

seseorang individu atau sekelompok masyarakat yang baik karena

sarapan pagi dapat menambah energi yang cukup dan beraktifitas

untuk meningkatkan produktifitas (Depkes RI, 2008).

b. Makanan Sehat

Makanan sehat adalah suatu makanan yang seimbang dengan

beraneka ragamdengan mengandung zat gizi yang diperlukan oleh

tubuh dalam jumlahyang cukup energi makan sehat dapat

mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang berbagai jenis

makanan yang mengandung banyak jumlah kalori. Hubungan

makanan dan kesehatan ialah salah satu jenis makanan yang banyak

mengandung zat yang dibutuhkan olehtubuh makanan merupakan

suatu kebutuhan yang utama di indonesia yang dikonsumsi sebagai

makanan pokok mengandung zat gizi diantara lain; lemak. Protein.

mineral.vitamin.dan air.

Pola konsumsi pangan merupakan susunan makananjenis dan

jumlah makanan setiap satu orang atau per hari yang dikonsumsikan
8

dalam waktu tertentu yang dikelompokkan meliputi padi-padian

(beras, jangung, dan terigu) (Ariani, 2008).

B. Konsep Body Image

1. Pengertian Body Image

Body image adalah istilah luas yang mengacu pada persepsi, pikiran,

dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya (Cash & Grogan dalam

Ricciardelli & Yager, 2016). Selain itu body image adalah pengalaman

individual tentang tubuhnya, suatu gambaran mental seseorang yang

mencakup pikiran, persepsi, perasaan, emosi, imajinasi, penilaian, sensasi

fisik, kesadaran, dan perilaku mengenai penampilan dan bentuk tubuhnya

yang dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di masyarakat, dan hal

ini terbentuk dari interaksi sosial seseorang sepanjang waktu dalam

lingkungannya yang berubah sepanjang rentang kehidupan dalam

responnya terhadap umpan balik (Rice dalam Melliana, 2006).

Menurut Honigam & Castle (dalam Ridha, 2012) body image

merupakan gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran

tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian

atas apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk

tubuhnya, dan atas penilaian orang lain terhadap dirinya. Selain itu

menurut Smolak & Thompson (2009) memaknai body image yaitu

gambaran yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya dalam bentuk

kepuasan dan ketidakpuasan yang merupakan hasil dari pengalaman

subjektif individu. Papalia & Feldman (2012) menyatakan bahwa


9

body image merupakan deskripsi dan keyakinan evaluatif tentang

penampilan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa body image

adalah istilah yang mengacu pada suatu gambaran mental yang mencakup

persepsi, pikiran, perasaan, penilaian, kesadaran, perilaku, serta deskripsi

& keyakinan evaluatif mengenai penampilan bentuk tubuhnya yang

dipengaruhi oleh pengalaman individual, masyarakat serta terbentuk dari

interaksi sosial sepanjang rentang kehidupannya.

2. Aspek Body Image

Menurut Brown, Cash, & Mikulka (Cash & Smolak, 2011)

mengungkapkan bahwa terdapat lima aspek pada body image, yaitu:

a. Evaluasi penampilan (Appearance evaluation)

Aspek ini merupakan kemampuan individu dalam mengukur

kepuasan-ketidakpuasan relatif individu dengan penampilan

keseluruhan serta menilai perasaan keseluruhan dan evaluasi

penampilan, misalnya “Saya suka penampilan tubuh saya” / “Tubuh

saya menarik secara seksual” (Cash, 2012).

b. Orientasi penampilan (Appearance orientation)

Yang dimaksud aspek orientasi penampilan adalah bagaimana

individu menilai seberapa penting penampilannya terhadap orang lain,

perhatiannya terhadap penampilan, dan usaha untuk memperbaiki serta

meningkatkan penampilannya. Orientasi penampilan juga disebut

sebagai investasi perilaku-kognitif individu dalam penampilan. Usaha

yang biasa diinvestasikan melalui pakaian, rambut, diet, dan praktik


10

perawatan sehari-hari serta meningkatnya popularitas bedah plastik

(Cash 2012).

c. Kepuasan terhadap bagian tubuh (Body areas satisfaction)

Aspek ini menggambarkan individu menilai kepuasan terhadap

berat badan dan mengukur kepuasan terhadap aspek-aspek tertentu

atau area spesifik dari tubuhnya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah

wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki),

tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, tinggi, dan

penampilan secara keseluruhan (Cash 2012).

d. Kecemasan untuk menjadi gemuk (Overweight preoccupation)

Menggambarkan kecemasan dan kekhawatiran individu terhadap

kegemukan atau menjadi gemuk. Hal ini membuat individu waspada

akan berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan

berat badan dan membatasi pola makannya (Cash 2012).

e. Pengkategorian tubuh (Self classified weight)

Menggambarkan bagaimana individu mempersepsi dan menilai

berat badannya dengan rentang penilaian berat badan yang sangat

kurus sampai dengan yang sangat gemuk (Cash 2011).

Selain itu, menurut Thompson (2009) mengemukakan terdapat tiga

aspek body image, yaitu:

a. Persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara

keseluruhan

Bentuk tubuh merupakan suatu simbol dari diri seorang individu,

karena dalam hal tersebut individu dinilai oleh orang lain dan dinilai
11

oleh dirinya sendiri. Selanjutnya bentuk tubuh serta penampilan baik

dan buruk dapat mendatangkan perasaan senang atau tidak senang

terhadap bentuk tubuhnya sendiri.

b. Perbandingan dengan orang lain

Adanya penilaian yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lain,

sehingga menimbulkan suatu prasangka bagi dirinya ke orang lain,

halhal yang menjadi perbandingan individu ialah ketika harus menilai

penampilan dirinya dengan penampilan fisik.

c. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain)

Seseorang dapat menilai reaksi terhadap orang lain apabila

dinilai orang itu menarik secara fisik, maka gambaran orang itu akan

menuju hal-hal yang baik untuk menilai dirinya.

Uraian diatas menyatakan bahwa aspek-aspek body image meliputi

sebuah evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap

bagian tubuh, kecemasan untuk menjadi gemuk, dan pengkategorian

tubuh; selain itu adalah persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan

penampilan secara keseluruhan, perbandingan dengan orang lain, aspek

sosial budaya. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memilih ciri atau

aspek body image dari Brown, Cash, & Mikulka (Cash & Smolak, 2011)

untuk menjelaskan body image pada remaja, karena ciri atau aspek

tersebut lebih detail untuk mengukur body image pada remaja.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Body Image

Menurut Levine & Smolak (dalam Diana, 2007) body image

memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:


12

a. Teman sebaya

Penampilan dan daya tarik fisik adalah topik penting yang

khusus dibahas dan diperhatikan bagi setiap kaum wanita. Burhemster

(dalam Feldman, 2008) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya

merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, panduan moral,

tempat bereksperimen, dan setting untuk mendapatkan otonomi serta

independensi dari orangtua. Teman sebaya bagi remaja memiliki enam

fungsi positif (Kelly & Hansen dalam Desmita, 2015), yaitu a)

mengendalikan impuls agresif; b) mendapatkan dukungan sosial dan

dukungan emosional serta kemandirian; c) meningkatkan

keterampilan sosial, kemampuan bernalar, dan mengekspresikan

perasaan secara matang; d) mengembangkan sikap terhadap

seksualitas dan perilaku sesuai jenis; e) memperkuat nilai-nilai dan

keputusan moral; f) memperkuat harga diri (self esteem). House

mendefinisikan sebagai aliran perhatian emosional, bantual

instrumental, dan/atau penilaian antar sesama (dalam Lian, 2008).

b. Orang tua

Orang tua dapat mempengaruhi perkembangan body image anak

antara lain dengan cara: memilih dan mengkomentari pakaian dan

peampilan anak, atau menganjurkan anak untuk berpenampilan

dengan cara tertentu dan menghindari makanan tertentu.

c. Media massa

Media massa berperan sangat besar dalam menyebarkan

informasi mengenai standar tubuh yang ideal. Media tidak hanya


13

memberikan informasi mengenai bentuk tubuh ideal tapi juga

memberitahukan cara mencapainya melalui artikel mengenai diet dan

olahraga.

d. Tahap perkembangan

Perubahan fisik yang terjadi pada massa dewasa awal yang

diakibatkan belum tentu membuat kaum wanita menjadi puas dengan

bentuk tubuhnya.

e. Pola makan

Menurut Handajani dalam Sulistyoningsih (2012) pola makan

adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan dalam setiap hari

oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok

masyarakat tertentu. Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya

dengan kebiasaan makan seseorang, pola makan yang seimbang dan

pemilihan bahan makanan yang tepat merupakan hal yang harus

dilakukan. Gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat,

remaja menginginkan penurunan berat badan secara drastis dengan

melakukan diet ketat bahkan sampai gangguan pola makan (Arisman,

2010). Hal ini dikarenakan remaja memiliki body image (citra diri)

negatif yang mengacu pada idola remaja yang biasanya adalah para

artis, peragawati, selebriti yang cenderung memiliki tubuh kurus,

tinggi, dan semampai (Sulistyoningsih, 2012)

Selain itu, menurut Thompson (dalam Ridha, 2012) faktor-faktor

yang mempengaruhi body image pada diri individu, yaitu:


14

a. Pengaruh berat badan dan persepsi gemuk atau kurus

Keinginan-keinginan untuk menjadikan berat badan tetap

optimal dengan menjaga pola makan yang teratur, sehingga persepsi

terhadap body image yang baik akan sesuai dengan diinginkannya.

b. Budaya

Adanya pengaruh disekitar lingkungan individu dan bagaimana

cara budaya mengkomunikasikan norma-norma tentang penampilan

fisik dan ukuran tubuh yang menarik.

c. Siklus hidup

Pada dasarnya individu menginginkan untuk kembali memiliki

bentuk tubuh seperti masa lalu.

d. Masa kehamilan

Proses dimana individu menjaga masa tumbuh kembang anak

dalam kandungan tanpa ada peristiwa-peristiwa pada masa kehamilan.

e. Sosialisasi

Adanya pengaruh dari teman sebaya yang menjadikan individu

ikut terpengaruh didalamnya.

f. Konsep diri

Gambaran individu terhadap dirinya, yang meliputi penilaian

diri dan penilaian sosial didalamnya.

g. Peran gender

Dalam hal ini peran orang tua sangat penting bagi body image

individu, sehingga menjadikan individu lebih cepat terpengaruh.


15

h. Pengaruh distorsi body image pada diri individu

Perasaan dan persepsi individu yang bersifat negatif terhadap

tubuhnya yang dapat diikuti oleh sikap yang buruk.

Uraian diatas menyatakan faktor yang mempengaruhi body image

pada remaja adalah lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, media

massa, dan tahap perkembangan. Selain itu, menurut Thompson

faktorfaktor lain yang mempengaruhi body image adalah pengaruh berat

badan dan persepsi gemuk atau kurus, budaya, siklus hidup, dan masa

kehamilan.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih faktor teman sebaya dari

Levine & Smolak (dalam Diana, 2007) yang digunakan sebagai variabel

bebas karena teman sebaya merupakan aspek penting dalam

perkembangan remaja. Menurut Burhemster (dalam Feldman, 2008)

menyatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi,

simpati, pemahaman, panduan moral, tempat bereksperimen, dan setting

untuk mendapatkan otonomi serta independensi dari orangtua. Salah satu

peran dari teman sebaya yaitu berupa pemberian dukungan sosial.

Dukungan sosial dari teman sebaya yaitu dukungan yang diterima dari

teman sebaya berupa bantuan baik secara verbal maupun non verbal.

Dukungan teman sebaya yaitu adanya dukungan emosional (kepedulian),

dukungan penghargaan (motivasi), dukungan instrumental (bantuan), dan

dukungan informasi (umpan balik atau nasihat) (House dalam Smet,

2008). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Emilia
16

Resty Fatmala (2015) yang menunjukkan bahwa remaja yang memiliki

dukungan teman sebaya memiliki tingkat body image positif.

C. Konsep Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi

dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang

memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan

kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin, jika

dalam keadaan sebaliknya maka akan terjadi masalah gizi (almatsier,

2009).

Status gizi adalah ekpresi dari keseimbangan dalam bentuk variable-

variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan

antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi

tersebut atau keadaan fisikologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam

seluruh tubuh (Supariasa I. D., 2016).

2. Penilaian Status Gizi

Teknik yang digunakan untuk menilai status gizi ada 2 yaitu

penilaian status gizi secara tidak langsung dan langsung (Supariasa I. D.,

2016):

a. Penilaian status gizi secara tidak langsung

1) Survey konsumsi makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
17

yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat

memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada

masyarakat.

2) Statistik vital

Pengukuran ststus gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lain yang berhubungan dengan gizi.

3) Faktor ekologi

Faktor malnutrisi merupakan maslah ekologi sebagai hasil

dari interaksi beberpa faktor fisik, biologisdan lingkungan budaya.

Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

b. Penilaian status gizi secara langsung

1) Antropmetri

Antropometri berasal dari kata Anthropos (tubuh) dan

metros (ukuran). Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh

manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

adalah hubungan dengan berbagi macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagi tingkatan umur dan

tingkatan gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk

melihat ketidak seimbangan asupan protein daan energi. Ketidak

seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi


18

jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh

(Supariasa I. D., 2016).

Menurut Sandjaya, 2009 dalam kamus gizi menyatakan

bahwa antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai

ukuran tubuh manusia. dalam bidang ilmu gizi, antropometri

digunakan untuk menilai status gizi. Parameter yang sering

digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U),

tinggi badan menurut umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA),

rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP), indeks masa tubuh (IMT).

a) Berat badan (BB)

Berat badan merupakan salah satu parameter yang

memberikan gambaran masah tubuh. Indeks berat badan

menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran

status gizi yang mengambarkan status gizi seseorang saat ini

(current nutritional status). Berat badan yang dianjurkan

sebagai patokan yang dibandingkan menurut umur. Tinggi

badan memberikan gambaran pertumbuhan tulang yang

sejalan dengan pertumbuhan umur. Tinggi badan tidak banyak

berpengaruh dengan perubahan mendadak, karena tinggi badan

merupakan hasil pertumbuhan secara akumulatif semenjak

lahir, dan karena itu memberikan gambaran status gizi masa

lalu (Merryana, 2012).


19

b) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan mempunyai hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan

akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan

kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang

baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks

BB/TB merupakan indeks independen terhadap umur.

c) Lingkar lengan atas (LILA)

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan

jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit. Lingkar lengan

atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar

lengan atas merupakan parameter yang labil, dapat berubah-

uabah dengan cepat. Oleh karea itu lingkar lengan atas

merupakan indeks status gizi saat ini (Supariasa I. D., 2016).

d) Rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP)

Rasio lingkar pinggang panggul berkaitan dengan sindrom

metabolik (sekumpulan gejala yang secara bersama atau

sendiri meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung

coroner, diabetes, dan penyakit lainya). Pengukuran lingkar

pinggang dan lingkar panggul harus tepat, karena perbedaan

posisi pengukuran memberikan hasil pengukuran yang

berbeda.
20

e) Indeks masa tubuh (IMT)

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada seorang

merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko

penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi

produktifitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan

tersebut perlu dilakukan secara kesinambungan. Salah satu

cara adalah mempertahankan berat badan yang ideal dan

normal.

IMT merupakan salah satu pengukuran yang sederhana untuk

memantau status gizi orang khususnya berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk status gizi

remaja pengukuran yang digunakan adalah IMT/U setelah

diketahui IMT kemudian hitung nilai z-score. Rumus

perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

Berat badan( Kg)


IMT =
Tinggibadan 2(m)

Nis – Median
=
Median(+ 1 SD – 1 SD)

Tabel 1 Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT/U)


Kategori IMT/U Indeks Masa Tubuh (IMT/U)
Sangat kurus IMT/U < -3SD
Kurus IMT/U -3SD s/d < -2SD
Normal IMT/U -2SD s/d 1SD
Gemuk IMT /U >1SD s/d 2 SD
Obesitas IMT /U >2SD

2) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah adalah metode yang sangat

penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini di dasari


21

atas perubahan –perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidak cukupan zat gizi.

3) Biokimia

Penilaian status gizi dengan menggunakan biokimia adalah

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

4) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

perubahan struktur dari jaringan.

3. Faktor faktor yang mempengaruhi Status gizi

Menurut Azrul Azwar dalam Widyakarya Nasional Pangan dan

Gizi (WNPG) VIII tahun 2004, Status gizi seseorang dipengaruhi oleh 2

faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu

pola konsumsi dan penyakit infeksi. Konsumsi makanan adalah makanan

dan minuman yang masuk ke dalam tubuh untuk pemenuhan kebutuhan

zat gizi sehari individu. Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang

disebabkan oleh sebuah agen biologis seperti virus, bakteri atau parasit,

bukan disebabkan oleh faktor fisik seperti luka bakar atau keracunan.

Status gizi seseorang selain dipengaruhi oleh jumlah asupan makan yang

dikonsumsi juga tekait dengan penyakit infeksi. Seorang yang baik dalam

mengonsumsi makanan apabila sering mengalami diare atau demam maka

rentan terkena gizi kurang.


22

Sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi pola

konsumsi konsumsi adalah zat gizi dalam makanan, ada tidaknya program

pemberian makan diluar keluarga, kebiasaan makan, dan faktor tidak

langsung yang mempengaruhi penyakit infeksi adalah penyakit infeksi

adalah daya beli keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan kesehatan,

lingkungan fisik dan sosial.

Status gizi juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini

(Zuhdy, 2015: 9) :

a. Jenis kelamin

Kejadian obesitas lebih banyak ditemui pada perempuan

terutama saat remaja. Hal ini disebabkan oleh faktor endokrin dan

perubahan hormonal pada remaja.

b. Umur

Obesitas yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan

umumnya diikuti oleh perkembangan rangka yang cepat. Anak-anak

yang ketika masih kecil mengalami obesitas maka ketika remaja juga

akan mengalami obesitas, terus sampai ke masa lansia. Terdapat

empat periode kritis terjadinya obesitas pada seseorang yaitu masa

prenatal, masa bayi, masa adiposity rebound dan masa remaja.

Obesitas yang terjadi ketika masa remaja akan menjadi obesitas

persisten ketika dewasa dan akan sulit ditanggulangi dengan caracara

konvensional seperti dengan diet dan olahraga.

c. Tingkat sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi mampu mempengaruhi status gizi

karena berkaitan dengan pemilihan jenis makanan dan jumlah


23

makanan yang dikonsumsi. Kemakmuran masyarakat yang semakin

meningkat dan pendidikan masyarakat yang juga semakin tinggi

mampu merubah gaya hidup dan pola makanan masyarakat, mulai

dari pola makanan tradisional ke pola makan yang praktis dan siap

saji, dimana makanan tersebut umumnya jauh dari gizi yang

seimbang. Makanan yang siap saji apabila dikonsumsi secara terus

menerus dan tidak terukur akan dapat mengakibatkan kelebihan kalori

di dalam tubuh yang pada akhirnya dapat menyebabkan obesitas.

d. Lingkungan

Masa remaja merupakan masa dimana remaja belum seutuhnya

matang dan umumnya mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitar

mereka. Banyaknya kegiatan yang mereka lakukan menyebabkan

remaja sering menkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Kebiasan ini

dipengaruhi oleh keluarga, teman dan iklan-iklan di televisi. Faktor

yang paling berpengaruh adalah teman sebaya, apabila tidak

mengikuti teman-teman sebayanya mereka takut akan dikucilkan dan

akan merusak kepercayaan dirinya, terutama mengenai pilihan jenis

makanan.

e. Genetik

Faktor genetik mempunyai pengaruh besar terhadap berat dan

komposisi tubuh seseorang. Apabila kedua orang tua mengalami

obesitas, maka 75-80% amak-anak juga akan mengalami obesitas.

Jika salah satu orang tua mengalami obesitas, maka 40% anak-anak

akan mengalami obesitas. Namun, apabila kedua orang tua tidak


24

mengalami obesitas, maka peluang anak untuk mengalami obesitas

relative sangat kecil yaitu kurang dari 10%.

f. Metabolisme basal

Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilaksanakan oleh

organ-organ tubuh ketika tubuh sedang istirahat total (tidur). Setiap

orang mengalami kecepatan metabolisme basal yang tidak sama.

Orang yang mempunyai kecepatan metabolisme basal rendah,

cenderung akan mengalami kegemukan, daripada orang yang

mempunyai kecepatan metabolisme tinggi.

g. Enzim tubuh dan hormon

Enzim adipose tissue lipoprotein mempunyai peran yang sangat

penting dalam meningkatkan berat badan. Fungsi enzim ini adalah

untuk mengontrol kecepatan pemecahan triglisida dalam darah

menjadi asam-asam lemak dan menyalurkannya ke dalam sel-sel di

dalam tubuh untuk disimpan. Ketika seseorang memerlukan bahan

bakar untuk melakukan oksidasi, dibutuhkan beberapa energi dan

tubuh akan memilih glikogen atau lemak sebagai sumber energinya.

Penggunaan glikogen ini mampu menurunkan glukosa dalam darah

sehingga menyebabkan orang merasa lapar. Selain enzim di atas,

insulin juga dapat menyebabkan obesitas. Orang yang mengalami

kenaikan insulin dapat menimbulkan peningkatan lemak. Gangguan

hormon hipotiroidisme dan hipopituitorism juga dapat menyebabkan

obesitas. Orang-orang yang mengalami gangguan hormon ini,

biasanya sudah mengalami kegemukan sejak kecil.


25

h. Status tinggal

Status tinggal berkaitan dengan status dengan siapa remaja

tinggal, apakah bersama orang tua atau tidak. Apabila remaja tinggal

bersama orang tua, ibu mempunyai peran penting dalam menyediakan

asupan makanan bagi keluarga, sehingga mempunyai pengaruh

terhadap status gizi anak.

i. Aktivitas fisik

Seyogyanya, asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh pada

remaja ataupun orang dewasa digunakan untuk melakukan aktivitas

fisik. Orang yang jarang atau kurang melakukan aktivitas fisik

cenderung akan menjadi gemuk, karena energi tersimpan menjadi

lemak. Jadi, tingkat aktivitas fisik yang dilakukan seseorang

mempunyai kontribusi terhadap kegemukan terutama pada aktivitas

duduk terus menerus, menonton televisi, penggunaan komputer dan

alat-alat teknologi lainnya.

j. Pola makan

Pola makan merupakan faktor dominan yang mendorong

terjadinya obesitas. Seseorang yang mempunyai kebiasaan banyak

makan cenderung akan mengalami kegemukan. Selain itu, kebiasaan

mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat dapat

menunjang terjadinya kegemukan.


26

D. Konsep Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari

bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kematangan (Ali, 2009). Remaja adalah anak usia 10-21 tahun yang

merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai

titik awal proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini

(Romauli, 2009). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh

adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Batasan usia remaja menurut

WHO adalah 12 sampai 21 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10

sampai 19 tahun dan belum kawin.

WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat

konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu

biologis, psikologis dan sosio ekonomi.

Remaja adalah suatu masa ketika (Sarwono, 2011):

a. Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual;

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa;

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif mandiri

2. Klasifikasi Remaja

Menurut Soetjiningsih (2008) klasifikasi remaja adalah sebagai

berikut:
27

a. Remaja Awal (Early Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar

11-13 tahun, dimana pada masa adalah masa yang paling penting

untuk mengetahui pendidikan seks, karena masa ini remaja cepat

tertarik dengan lawan jenis dan mudah teransang secara erotis. Oleh

karena itu, anak remaja penting untuk mengetahui pendidikan seks

sejak dini.

b. Remaja Madya (Middle Adolescence) yaitu remaja yang berusia

berkisar 14-16 tahun, masa ini adalah masa mengenal diri sendiri,

menjauhkan diri dari keluarga dan lebih senang bergaul dengan

teman-temannya. Remaja mungkin tidak mau berbagi perasaan

mereka dengan orangtuanya, jika tidak ditangani secara serius dapat

menimbulkan kesenjangan dalam komunikasi dan hilangnya rasa

percaya terhadap orang lain. Pada masa ini remaja memerlukan

informasi tentang penularan penyakit menular seksual.

c. Remaja Akhir (Late Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar

17-20 tahun. Masa yang sudah lebih terkontrol oleh karena masa ini

merupakan masa menuju periode dewasa. Pada masa ini remaja

mengenal dirinya sendiri, tahu apa yang menjadi minatnya, mau

bersosialisasi dengan orang lain, tidak terlalu egois terhadap

keinginannya sendiri, dan dapat membedakan antara hal yang pribadi

dengan hal yang umum.


28

3. Karakteristik Remaja

Poltekkes Depkes Jakarta (2010), karakteristik perkembangan yang

normal terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya

mencapai identitas diri, maka seorang remaja akan:

a. Menilai rasa identitas pribadi,

b. Meningkatkan minat pada lawan jenis,

c. Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh,

d. Memulai perumusan tujuan okupasional, dan

e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga.

Masa remaja sering sekali dikenal dengan masa mencari jati diri,

terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara kehidupan anak-

anak dan masa kehidupan orang dewasa. Oleh karena itu, sikap yang

sering ditunjukkan oleh remaja yaitu (Ali, 2010):

1) Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai

banyak idealis angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan

di masa depan. Namun sesungguhnya remaja belum memiliki

kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Tarik-

menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang

masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan

gelisah.

2) Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada

pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan

perasaan masih belum mampu untuk mandiri.


29

3) Mengkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya

tersalurkan tetapi kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat

konstruktif.

4) Aktivitas berkelompok

Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya

setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan

kegiatan bersama sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-

sama.

5) Keinginan mencoba segala sesuatu

Pada remaja umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

(high curiosity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi,

remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan

mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya.

4. Perubahan Psikologi pada Remaja

Tertarik pada lawan jenis, cemas, mudah sedih, lebih perasa,

menarik diri, pemalu dan pemarah. Sensitif atau peka misalnya mudah

menangis, cemas, frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang

jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum

menstruasi (Romauli, 2009).

5. Tugas Perkembangan remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk

mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun


30

tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Ali, 2008)

adalah:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya;

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis;

d. Mencapai kemandirian emosional;

e. Mencapai kemandirian ekonomi;

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua;

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan

untuk memasuki dunia dewasa;

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.
31

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep terhadap konsep yang lainnya pdan masalah yang ingin diteliti

(Notoadmodjo, 2013:43).

Input Proses Output

Faktor yang mempengaruhi pola Faktor yang


makan: mempengaruhi body
1. Ekonomi image:
2. Sosial Budaya 1) Teman sebaya
3. Agama 2) Orang tua
4. Pendidikan 3) Media massa
5. Lingkungan 4) Perkembangan
6. Kebiasaan makan 5) Pola Makan

Body Image

Remaja Pola Makan Remaja

Status Gizi

Faktor yang mempengaruhi


status gizi:
a) Pola makan
b) Jenis kelamin
c) Umur
d) Sosial ekonomi
e) Lingkungan
f) Genetik
g) Metabolisme basal
h) Enzim dan hormon
tubuh
i) Aktifitas fisik

Keterangan : Diteliti Tidak diteliti

Bagan 2.2 Kerangka konsep


32

Keterangan:

Pola makan remaja dipengaruhi oleh: Ekonomi, Sosial Budaya, Agama,

Pendidikan, Lingkungan, Kebiasaan makan. Pola makan ini dapat

mempengaruhi body image dan status gizi pada remaja. Selain dipengaruhi

pola makan, status gizi juga dipengaruhi oleh: Jenis kelamin, Umur, Sosial

ekonomi, Lingkungan, Genetik, Metabolisme basal, Enzim dan hormon tubuh

dan Aktifitas fisik. Sedangkan body image dipengaruhi oleh: Teman sebaya,

Orang tua, Media massa dan Perkembangan.

F. Hipotesa

Berdasarkan latar belakang masalah maka diajukan hipotesis kerja

sebagai pedoman penganalisaan, yaitu:

H0 : Tidak ada hubungan pola makan remaja dengan body image dan status

gizi di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021

H1 : Ada hubungan pola makan remaja dengan body image dan status gizi

di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang paling penting dalam penelitian,

yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2014). Desain penelitian

analitik korelasional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel

pada situasi atau sekelompok subyek. Hal ini dilakukan untuk melihat

hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2015).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

korelasional dengan pendekatan cross sectional dimana tiap subyek penelitian

hanya diobservasikan sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel

subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek

penelitian diamati pada waktu yang sama (Arikunto, 2014).

39
40

B. Kerangka Kerja

Kerangka kerja (Frame Work) adalah Sesuatu yang abstrak, logikal

secara harfiah dan akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

perencanaan dengan body of knowledge (Nursalam, 2014).

Populasi
Semua siswa kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021
sejumlah 67 orang

Total sampling

Sampel
Seluruh siswa kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021 sejumlah
67 orang

Pengumpulan Data:
Kuesioner

Variabel Independen: Variabel Dependen


Pola makan remaja Body image dan status gizi

Pengolahan data:
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Interpretasi Data

Analisa Data : Uji Spearman rho


Jika p value < α maka H0 ditolak dan H1 diterima ,artinya ada hubungan pola makan remaja
dengan body image dan status gizi di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021
Jika p value > α maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan pola makan
remaja dengan body image dan status gizi di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021

Kesimpulan

Bagan 3.1 Kerangka Kerja hubungan pola makan remaja dengan body image
dan status gizi di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.
41

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 11 IPA dan

IPS SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021 sejumlah 67 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010).

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 11 IPA dan IPS

SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021 sejumlah 67 orang.

3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2013). Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan metode total sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Sugiyono, 2013). Yang bersifat probability sampling yaitu teknik

pengambilan sampel yang memberi peluang sama bagi setiap anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2013).


42

D. Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Dalam

penelitian ini mempunyai 2 variabel yaitu:

1. Variabel Bebas

Variabel independent sering disebut sebagai variabel stimulus,

prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai

variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(terikat) (Arikunto, 2013).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independent adalah pola

makan remaja.

2. Variabel Terikat

Variabel dependent adalah variabel yang tergantung variabel lain.

(Arikunto, 2013). Variabel ini disebut sebagai variabel output, kriteria,

konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Arikunto, 2013).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah body

image dan status gizi remaja.


43

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada variabel

dengan memberikan arti yang jelas dan spesifik (Sugiyono, 2013).

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan pola makan remaja dengan body
image dan status gizi di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

Defi
Mac
nisi
am
Oper Parameter Alat Ukur Skala Skor
Vari
asion
abel
al
1 Variabel Usaha atau 1) Jenis makanan Food record Ordina 1) Jarang (<4x/
Independen cara remaja 2) Frekuensi l mgg)
Pola makan dalam makan 2) Sering (>
remaja mengatur 3) Jumlah makan 4x/mgg)
jenis
makanan
yang
dikonsumsi
nya setiap
hari terkait
dengan
kebiasaan
makan
pokok,
sarapan,
makan
siang,
makan
malam dan
kebiasaan
makan lain
2 Variabel Persepsi, Gambaran body Kuseioner Ordina 1) Negatif (>
Dependen pikiran, dan image remaja Body Shape l 110)
Body image perasaan berdasarkan body Questionare 2) Positif (<
remaja shape questionare (BSQ) 110)
terhadap
tubuhnya
Status gizi Keadaan 1) Berat badan Timbangan Ordina 1) Sangat kurus
tubuh 2) Tinggi badan injak dan l 2) Kurus
sebagai mikrotoa 3) Normal
akibat (alat 4) Gemuk
pengukur
konsumsi 5) Obesitas
makanan tinggi badan
dan
penggunaa
n zat-zat
44

gizi pada
remaja

F. Pengumpulan dan Analisis Data

1. Bahan dan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2013).

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yaitu daftar pertanyaan

yang sudah disusun dengan baik sudah matang dimana responden tinggal

memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah “kuesioner

tertutup”. Bentuk kuesioner yang digunakan bersifat tertutup artinya

dimana kuesioner tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden

hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada

(Hidayat, 2010). Kuesioner tertutup untuk mengidentifikasi variabel

independent yaitu pola makan remaja yang berupa kuesioner food record

dan kuesioner tertutup tentang body image remaja. Adapun status gizi

remaja diukur dengan indek antopometri berdasarkan IMT.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah merupakan langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data (Sugiyono, 2013).

Peneliti meminta surat ijin dari Ketua STIKes Hutama Abdi Husada

Tulungagung. Setelah mendapatkan surat ijin, kemudian meminta


45

persetujuan penelitian kepada Kepala Sekolah SMA PGRI 1 Tulungagung.

Setelah mendapatkan surat ijin peneliti memulai penelitian dengan tahap

sebagai berikut:

a. Menentukan populasi yang menjadi subyek penelitian yaitu semua

siswa kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung.

b. Menentukan sampel yang menjadi subyek penelitian yaitu semua siswa

kelas 11 IPA dan IPS SMA PGRI 1 Tulungagung.

c. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur tentang penelitian

yang akan dilaksanakan.

d. Meminta responden untuk menandatangani lembar pesetujuan.

e. Menyebarkan kuesioner kepada responden untuk diisi

f. Mengumpulkan kuesioner sampai semua responden terpenuhi

g. Melakukan pengolahan data

h. Menganalisa data

i. Penyajian data

3. Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2010).

1) Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisian, mengecek

kelengkapan data, apabila ternyata ada kekurangan isi atau

halaman maka perlu dikembalikan atau diulang pada responden.


46

2) Mengecek macam-macam isian data, jika di dalam sebuah data

atau beberapa item yang diisi “tidak tahu” atau isian lain tidak

dikehendaki peneliti padahal isian yang diharapkan tersebut

merupakan variable pokok maka item tersebut perlu di drop

(Arikunto, 2013).

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2010).

1) Data umum

a) Jenis Kelamin

(1) Laki-laki : Kode 1

(2) Perempuan : Kode 2

b) Umur

(1) 17 tahun : Kode 1

(2) 18 tahun : Kode 2

c) Informasi tentang pola makan

(1) Pernah : Kode 1

(2) Belum pernah : Kode 2

d) Sumber Informasi

(1) Tenaga kesehatan : Kode 1

(2) Teman, saudara : Kode 2

(3) Media massa : Kode 3

(4) Media elektronik : Kode 4

2) Data khusus

a) Pola makan memiliki 2 kategori yaitu :


47

(1) Sering : kode 1

(2) Jarang : kode 2

b) Body image memiliki 2 kategori yaitu :

(1) Negatif : kode 1

(2) Positif : kode 2

c) Status gizi memiliki 5 kategori yaitu:

(1) Sangat kurus : kode 1

(2) Kurus : kode 2

(3) Normal : kode 3

(4) Gemuk : kode 4

(5) Obesitas : kode 5

c. Scoring

Scoring adalah pemberian skor atau nilai pada masing-masing jawaban

responden.

1) Pemberian skor untuk pola makan

a) Bila jawab ya : skor 1

b) Bila jawaban tidak: skor 0

2) Pemberian skor untuk body image

a) Bila jawab ya : skor 1

b) Bila jawaban tidak: skor 0

3) Pemberian skor status gizi

Skor 1 : Sangat kurus (IMT/U < -3SD)

Skor 2 : Kurus (IMT/U < -3SD s/d -2 SD)

Skor 3 : Normal (IMT/U -2SD s/d 1 SD)

Skor 4 : Gemuk (IMT/U > 1 SD s/d 2 SD)

Skor 5 : Obesitas (IMT/U > 2 SD)

d. Tabulating
48

Tabulating adalah data dikumpulkan dan dikelompokkan dalam

bentuk tabel. Termasuk dalam kegiatan ini adalah memberikan skor

terhadap item-item yang perlu diberi skor dan memberi kode terhadap

item-item yang diberi skor (Arikunto, 2013).

Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang masuk

(data mentah) kedalam tabel-tabel yang telah dipisahkan meliputi :

1) Mempersiapkan tabel dengan kolom dan barisnya yang disusun

dengan cermat sesuai kebutuhan

2) Menghitung banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban.

Menyusun distribusi frekuensi dengan tujuan supaya data yang

sudah distribusi atau mudah untuk dibaca dan dianalisa (Hidayat,

2010).

4. Analisis Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pokok penelitian yaitu, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian

yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2014).

a. Univariat

1) Analisa pola makan

Analisa data deskritif menggunakan kuesioner kebiasaan

makan atau food record. Jawaban ya skor 1 jawaban tidak skor 0,

kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:

Jarang : < 4x/mgg

Sering : > 4x/mgg


49

Kemudian diklasifikasikan berdasarkan skala kuantitatif

menurut Sugiono (2103) sebagai berikut:

100% : seluruhnya dari responden

76%-99% : hampir seluruhnya dari responden

51%-75% : sebagian besar dari responden

50% : setengahnya dari responden

26%-49% : hampir setengahnya dari responden

1%-25% : sebagian kecil dari responden

0% : tidak satupun dari responden

2) Analisa body image

Tahap analisis data dimulai dengan mengumpulkan kuesioner

body shape questionare (BSQ) yang telah diisi responden

kemudian diperiksa kelengkapannya. Setelah itu dilakukan

perhitungan hasil kuesioner dan diklasifikasikan sebagai berikut:

Negatif : > 110

Positif : < 110

3) Analisis Status Gizi

Status gizi remaja pengukuran yang digunakan adalah IMT/U

setelah diketahui IMT kemudian hitung nilai z-score. Rumus

perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

Berat badan( Kg)


IMT =
Tinggibadan 2(m)

Nis – Median
=
Median(+ 1 SD – 1 SD)

Tabel 1 Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT/U)


50

Kategori IMT/U Indeks Masa Tubuh (IMT/U)


Sangat kurus IMT/U < -3SD
Kurus IMT/U -3SD s/d < -2SD
Normal IMT/U -2SD s/d 1SD
Gemuk IMT /U >1SD s/d 2 SD
Obesitas IMT /U >2SD

b. Bivariat

Teknik uji statistik yang dipilih berdasarkan tujuan uji yaitu

hubungan (korelasi/asosiasi) dan skala data pola makan adalah ordinal,

sedangkan body image dan status gizi adalah nominal.

Berdasarkan acuan tersebut maka digunakan tehnik korelasi tata

jenjang (Spearman Rho) dan perhitungannya menggunakan program

SPSS.

Dalam analisa ini akan diambil kesimpulan jika p (rho) yang kita

peroleh dalam perhitungan lebih besar atau p yang tercantum dalam

tabel maka hipotesis alternatif disetujui, sebaliknya hipotesis alternatif

ditolak.

Arah korelasi dinyatakan dalam tanda positif (+) dan negatif (-)

menunjukkan berlawanan arah.

Korelasi (+) “ makin tinggi nilai x, makin tinggi nilai y “, atau

kenaikan nilai x diikuti kenaikan nilai y.

Korelasi (-) “ makin tinggi nilai x, maka makin rendah nilai y”, atau

kenaikan nilai x diikuti penurunan nilai y.

Ada tidaknya korelasi dinyatakan dalam angka indeks berapapun

kecilnya indeks korelasi jika bukan 0,000 dapat diartikan bahwa antara

kedua variabel yang korelasi terlambat adanya korelasi.


51

Penarikan hipotesanya adalah sebagai berikut bila P value < α

maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan pola makan remaja dengan

body image dan status gizi di SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021,

sebaliknya bila P value > α maka H0 diterima yang berarti tidak ada

hubungan pola makan remaja dengan body image dan status gizi di

SMA PGRI 1 Tulungagung tahun 2021.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA PGRI 1 Tulungagung.

2. Waktu penelitian

Penelitian rencananya akan dilaksanakan pada nulan Maret 2021.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi dari

Ketua Prodi SI Keperawatan STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung dan

permintaan izin kepada Kepala Sekolah SMA PGRI 1 Tulungagung. Setelah

mendapatkan persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika yang meliputi :

1. Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)

Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden pada Informed Consent

(Nursalam, 2014).

2. Anonimity (Tanpa nama)


52

Anonimity adalah kerahasiaan identitas atau biodata dari responden

dan peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar

pengumpulan data (Nursalam, 2014).

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality adalah kerahasiaan informasi kelompok data

tertentu sebagai riset. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari

subyek dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2014).


DAFTAR PUSTAKA

53

Anda mungkin juga menyukai