Di Susun Oleh:
YUYUN ERVIANA
NIM: A3R21067
Di Susun Oleh:
YUYUN ERVIANA
NIM: A3R21067
2) Stroke Nonhemoragik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
menimbulkan edema sekunder. Kesadaran umumnya baik. Klasifikasi stroke dibedakan
menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
e. Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
D. Patofisiologi
1) Stroke non hemoragik
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombosis, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali
merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis,
atau darah dapat membeku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan Iskemia jaringan otak pada
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, edema dan kongesti di
sekitar area Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Karena trombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan
serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.
2) Stroke hemoragik
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam
cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). Otak dapat berfungsi bila
kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel
saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2
sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma akan turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi
Eritrosit bergumpal,
serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilataasi pembuluh darah otot
E. Tanda Dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala dari stroke atau CVA berupa lemas mendadak di daerah
wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan
seperti ganda atau kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata, bingung
mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau
koordinasi, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price, 2005:1117). Menurut
Kowalak (2011), keluhan dan gejala umum stroke meliputi :
1) Kelemahan ekstrimitas yang unilateral
2) Kesulitan bicara
3) Patirasi pada salah satu sisi tubuh
4) Sakit kepala
5) Gangguan penglihatan (diplopia, hemianopsia, ptosis)
6) Rasa pening
7) Kecemasan (ansietas)
8) Perubahan tingkat kesadaran
Menurut Stillwell (2011), Korelasi arteri serebri yang terkena stroke :
1) Arteri Carotis Interna
Parestesia kontralateral (sensasi abnormal) dan hemiparesis (kelemahan) pada lengan,
wajah dan tungkai. pada akhirnya terjadi hemiplegia kontralateral komplit (paralisis) dan
hemianesthesia (kehilangan sensasi). Pandangan kabur atau berubah, hemionopsia
(kehilangan sebagaian lapang pandang), terjadi seranga kebutaan berulang pada mata
ipsi lateral, disfasia pada hemisfer dominan yang terkena.
2) Arteri Cerebri Anterior
Kebingungan, amnesia dan perubahan kepribadian, hemparesis, kontralateral atau
hemiplegia dengan penurunan atau kehilangan fungsi morik yang kebigungan dan sering
terjadi pada tungkai dari pada lengan. Kehilangan fungsi sensorik pada kaki, tungkai dan
kaki, ataksia(Inkoordinasi motorik), gangguan gaya berjalan dan inkontinensia.
timbulnya reflex primitif (menggengam, menghisap) (Cruz,2013).
3) Arteri Cerebri Medial
Tingat kesadararan bervariasi dari kebingungan sampai koma, Hemiparesis, kontralateral
atau hemiplegia dengan penurunan atau kehilangan fungsi motorik yang lebih sering
terjadi pada wajah dan lengan dari pada tungkai. Ganguan sensorik pada area yang sama
dengan hemplegia. Afasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan atau
mengintepretasikan perkataan), atau disfasia (gangguan bicara) pada hemisfer dominan
yang terkena.Hemianopsia homoning (kehilangan penglihatan pada sisi yang sama
dikedua lapang pandang), ketidakmampuan melirikkan mata ke sisi yang paralisis.
4) Arteri Cerebri Posterior
Hemiplegia, kontralateral dengan kehilangan fungsi sensorik, kebingungan,
mempengaruhi memori, defisit kemampuan bicara reseptif pada hemisfer dominan yang
terkena, hemianopsia homonim. Pertanda dari stroke pada sirkulasi posterior ialah defisit
saraf kranial ipsilateral, bertolak belakang dengan stroke anterior yang unilateral (Cruz,
2013).
5) Arteri Vertebrobasilaris
Pusing, vertigo, mual, ataksia dan sincope, gangguan penglihatan, nistagmus, diplopia,
defisit lapang pandang dan kebutaan. kebas dan paresis (wajah, lidah, mulut, satu atau
lebih ektrimitas), disfagia (ketidakmampuan untuk menelan), dan disartria (kesulitan
dalam artikulasi).
6) Lakunar Stroke
Stroke lakunar diakibatkan dari oklusi dari arteri kecil yang perforasi pada area
subcortikal yang dalam. Diameter infark biasanya 2-20 mm, biasanya yang termasuk
sindrom lakunar ialah murni motor, murni sensory, dan stroke ataxic hemiparetic, infark
lakunar tidak menyebabkan kerusakan kognitif, memori, bicara atau tingkat kesadaran
(Cruz,2013).
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Menurut George Dewanto dkk (2009: 26)
pemeriksaan diagnosis untuk stroke meliputi: Skor stroke: skor stroke Siriraj, skor
Gadjah Mada (untuk membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik).
Skor Stroke Siriraj
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik)
– (3 x penanda ateroma) – 12
Dimana:
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = spoor/koma Muntah 0 = tidak
ada; 1 = ada Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu
atau lebih (diabetes, angina, penyakit pembuluh darah)
Hasil: Skor > 1: perdarahan supratentorial Skor < -1: infark serebri
Skor Stroke Gadjah Mada
Penurunan kesadaran
Nyeri Kepala Babinski Jenis Stroke
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik
2) Laboratorium :
analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL, Laju enda darah (LED), faal
hemostasis (APTT, PTT), panel metabolic dasar (Natrium, kalium, klorida, bikarbonat,
glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin) (Price, 2005:1123)
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat
menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan
hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi
adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis.
Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium yang dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Pada hipoglikemia dan hiponatremia gejala
yang muncul dapat berupa mimik stroke. APTT dan PTT dapat menunjukkan terjadinya
koagulopati sehingga bisa menjadi pedoman dalam penggunaan trombolitik atau
antikoagulan terapi (Cruz, 2013).
3) Pemeriksaan sinar X toraks:
dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang
berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Price, 2005:1123)
4) Ultrasonografi (USG) karaois:
evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan
memmperbaiki kausa stroke (Price, 2005:1123).
5) Angiografi serebrum :
membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif,
stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Price, 2005:1123).
6) Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme
glukosa serta luas cedera (Price, 2005:1123)
7) Ekokardiogram transesofagus (TEE):
mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Price, 2005:1124).
8) CT scan :
CT Scan berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan, yang berguna
untuk menentukan tata laksana awal (Ginsberg2007:91)
9) MRI : menunjukkan daerah infak, perdarahan, malformasiarteriovena (MAR)
(Baticaca, 2008:61).
10) Skrining toksikologi :
skrining toksikologi mungkin berguna pada pasien tertentu dalam rangka untuk
membantu mengidentifikasikan pasien yang yang intoksikasi dengan gejala atau
perilaku dengan mimik stroke (Cruz,2013)
G. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin, 2008
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha untuk menstabilkan TTV dengan (Muttaqin,
2008:141):
(1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
(2) Kontrol tekanan darah
(3) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2 Terapi Konservatif
(1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
(2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
(3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisi atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
(4) Bila terjadi peningkatan TIK, (dengan gejala: bradikardi, ketidak teraturan
pernapasan, peningkatan tekanan darah, muntah proyektil
(Smeltzer,2001:2143) ), TIK normal ≤ 15 mmHg (Price, 2002:2112), hal
yang dilakukan:
- Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
- Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
- Posisi kepala head up (15-30⁰)
- Menghindari mengejan pada BAB
- Hindari batuk
- Meminimalkan lingkungan yang panas
7 Pemeriksaan fisik
1) Sistem Pernapasan: ditemukan suara nafas tambahan (Ronchi), peningkatan produksi
sputum, pasien sering sesak napas, RR meningkat, pernapasan Cheyne Stokes, terdapat
batuk, penggunaan otot bantu napas, pada palpasi didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri, gargling (Muttaqin,2008:135).
2) Sistem Kardiovaskuler: peningkatan tekanan darah atau hipertensi massif (tekanan
darah >200 mmHg), bradikardi, (Muttaqin, 2008:135) disritmia, seperti atrial fibrilasi
(Cruz, 2013) peningkatan tekanan vena jugularis (Doengoes, 1999) adanya mur-mur
dan gallop, saat auskultasi jantung, carotid bruits saat auskultasi pada arteri karotis
(Cruz, 2013).
3) Sistem persarafan :
(1) Sakit kepala, rasa pening, dizziness, peningkatan suhu tubuh (Kowalak, 2011)
(2) Pemeriksaan tengkorak dan tulang belakang, tanda-tanda meningitis
(3) Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor, semikomatosa (Muttaqin,
2008:135).
(4) Pengkajian fungsi serebral (Muttaqin, 2008:135-136).:
- Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. pada klien stroke tahap lanjut terjadi perubahan dalam status
mental klien.
- Fungsi intelektual : penurunan ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka
panjang, penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan
yang tidak begitu nyata.
- Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan berbahasa tergantung dari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebral. Bila lesi pada girus temporalis (area wernikce)
superior akan didapatkan disfasia repressif ,yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan atau bahasa tertulis. Bila lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area broca) akan didapatkan disfasia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar
- Lobus Frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang pandang
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan
klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
- Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
Masalah Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan oklusi serebral (Carpenito, Lynda
Juall. 2006).
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan energi, keletihan,
penurunan batuk dan reflek muntah, paralisis otot (Wilkinson, 2002:606).
3) PK : Peningkatan TIK (Wilkinson, 2002:605)
4) PK : Infeksi Pernapasan (Wilkinson, 2002:605)
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular (kelemahan,
parastesia, paralisis lemah, paralisis spastik) akibat kerusakansaraf motorik atas,
gangguan persepsi, gangguan kognitif (Wilkinson,2002:607).
6) Konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, pengobatan, kelemahan otot
abdomen(Wilkinson, 2002:606).
7) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat
stroke (Wilkinson, 2002:608).
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi kebutuhan pengobatan.
9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
mengunyah, gangguan menelan, ketidak mampuan untuk menyiapkan makanan akibat
defisit pergerakan (Wilkinson, 2002:607).
10) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan persepsi/sensori (Wilkinson, 2002:607).
11) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, intoleransi aktivitas, penurunan rentang pergerakan, kelemahan
akibat penyakit dan imobilitas (Wilkinson, 2002:607).
12) gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia, disartia, ketidak mampuan
untuk bicara, dan ketidak mampuan untuk bicara secara jelas.
INTERVENSI
1. Gangguan komunikasi verbal
SLKI :
Kemampuan berbicara : Meningkat
Kemampuan mendengar : Meningkat
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh : Meningkat
Pelo : Menurun
SIKI
Promosi Komunikasi: Devisit Bicara (I.13492)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
SIKI :
Dukungan Ambulasi (1.06171)
1. Observasi
o Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
o Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
o Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
o Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
o Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
o Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
o Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
o Anjurkan melakukan ambulasi dini
o Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
o berjalan sesuai toleransi)
2. Terapeutik
o Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
o Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
o Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3. Edukasi
o Anjurkan posisi duduk, jika mampu
o Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA