DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
SAMARINDA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara
spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi,
2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak (GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis
berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma,
ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, 2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari
dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
B. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima,
yaitu :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada
48 jam setelah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematocrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
:
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan
subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya
suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis
sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa 31 jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal. jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan
keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons .
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011)
antara lain :
1. Hipertensi
2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3. Gangguan sensorik
4. Gangguan visual
5. Gangguan keseimbangan
6. Nyeri kepala (migran, vertigo)
7. Muntah
8. Disatria (kesulitan berbicara)
9. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium,
suppor, koma)
E. PHATWAY
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
Turbulensi
Stroke Kompresi
hemoragik jaringan otak
Eritrosit bergumpal
Endotel rusak
Cairanplasma hilang
Edema cerebral
Nyeri
Arteri
cerebri
Arteri cerebri Arteri cerebri Arteri cerebri
media
media media media
Disfungs
Disfungsi N XI Disfungsi N XI Disfungsi N XI i N XI
Kegagalan
Kegagalan Kegagalan Kegagalan menggerak
menggerakan menggerakan menggerakan an anggota
anggota tubuh anggota tubuh anggota tubuh tubuh
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
mobilitas
mobilitas fisik mobilitas fisik mobilitas fisik
fisik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
1) Gula darah sewaktu
2) Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL
serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
1) Waktu protrombin
2) APTT
3) Kadar fibrinogen
4) D-dimer
5) INR
6) Viskositas plasma
d. Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta
mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
e. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
f. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada
subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
g. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
h. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
i. USG Dopple
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
j. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) sebagai berikut :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid ; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin
dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah
trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi,
wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga
pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30o ,
kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2
jam, mobilisasi dimulai bertahap bila hemodnamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2
liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyeba harus dikoreksibnya jika
kandung keih penuh dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai
kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberin nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik, jika didapatkan gangguan menelan aau
kesadarana menurun dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah > 60 mg% atau > 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah
diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan
darah tidak perlu segera diturunkan kecuali bila tekanan
sistolik >220 mmHg, diastol > 120 mmHg. Mean arterial Blood
Pressure (MAP) > 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan : natrium nitroprusid, penyekat reseptor
alfabeta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi
Hipotensi yaitu tekanan sistol < 90 mmHg diastol < 70 mmHg
diberi Nacl 0,9 % 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml
selama 4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi yaitu tekanan darah sistol
masih < 90 mmHg dapat diberikan dopamin 2-20ug/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik > 110 mmHg. Jika kejang diberi
diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg perhari dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin karbamaxepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan anikonvulsan peroral jangka panjang. Jika
didapatkan tekanan ntrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intavena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk
dilanjutkan 0,25g/kg BB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (< 320 mmol)
sebagai alternatif dapat diberikan larutan hipertonik (NaCL
3%) atau furosemid.
Terapi Khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan
pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan atau
yang dianjurkan dengan trombolitik rtPA (recombinant tissue
Plasminogen Actiatoe). Dapat juga diberikan agen
neuroproteksi yait sitikolin atau piracetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Non Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di
ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV
0,625-1.25 mg/6 jam; kaptopril 3 x 6,25-25 mg per oral. Jika
didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 300 , posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum
sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali
yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan
usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3
cm3 , hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).
c. Stadium Sub akut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi
fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di
rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti,
memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder. Terapi fase subakut : Melanjutkan terapi sesuai
kondisi akut sebelumnya, penatalaksanaan komplikasi,
restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu
fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan 39 terapi okupasi,
prevensi sekunder, edukasi keluarga dan Discharge Planning.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
J. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhankeluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi 44 toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
11. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11. 1)
12. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Risiko perfusi cerebral tidak efektif
3. Risiko aspirasi
4. Risiko luka tekan
5. Defisit perawatan diri
6.
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO SDKI SLKI SIKI
1 Gangguan mobilitas fisik (D. 0054) Mobilitas Fisik meningkat Dukungan Ambulasi (1.06171)
berhubungan dengan gangguan (L.05042)
neuromuskular Tindakan :
Definisi : Observasi
Keterbatasan dalam gerak fisik dari satu 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
atau lebih ekstremitas secara mandiri. lainnya
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
1. Stroke
2 Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Perfusi serebral meningkat Menejemen peningkatan tekanan intrakranial
(D.0017) (L.02014) (I. 06198)
Terapeutik
13. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Kolaborasi
3 Risiko aspirasi (D. 0006) Tingkat Aspirasi (L.01006) Pencegahan Aspirasi (I.01018)
Menurun
Definisi : Tindakan :
Definisi :
erisiko mengalami masuknya sekresi
gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair Kondisi masuknya partikel cair Observasi
atau padat ke dalam saluran atau padat ke dalam paru-paru
trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme 1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah
protektif saluran napas. Kriteria hasil : dan kemampuan menelan
Kondisi klinis terkait : 7. Sianosis menurun 7. Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat)
pada pasien tidak sadar
1. Sroke 8. Frekuensi nafas membaik
8. Pertahanakan kepatenan jalan nafas (mis.
Tehnik head tilt chin lift, jaw trust, in line)
Edukasi
A. IDENTITAS
Nama : Tn “B” Suku : Jawa
Umur : 38 tahun Pendidikan : SMP
Jenis kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam Lama bekerja : -
Status : Menikah Tanggal masuk
perkawinan RS : 31/8/2021
Alamat : Jl. Biawan Gg. Tanggal
13B No.31 RT pengkajian : 07/9/2021
Sumber
009
informasi : Istri
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan utama masuk Rumah Sakit
Riwayat kejang 2x dirumah + 1 jam sebelum masuk IGD, tidak merespon pertanyaan, kesadaran menurun
GCS 7 (E3M3V1).
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga mengatakan pasien mengalami demam, keadaan lemas, pasien ingin menarik selang makan.
K.U : Buruk, TD : 80/50mmHg, N : 130x/menit, T : 37℃, BB : 65kg, TB : 175cm, RR : 22x/menit, Bising
usus : 13x/menit, CRT : <2 detik, Konjungtiva : Tidak Anemis, Sklera : Ikterik, Tampak Jaundice.
Kekuatan Otot :
2 2
1 1
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat hipotensi dari umur remaja hingga sekarang, paling tinggi
TD sekitar (Sistole : 70-90 dan Diastole : 50-70). Pernah mengalami kecelakaan bermotor awal tahun baru
2010, kepala terbentur (pake helm), luka lecet pada tubuh, dirawat 5 hari di RS AWS.
Genogram
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Tinggal serumah
Meninggal
Pasien
Bapak dari pasien meninggal dunia. Pasien 5 bersaudara. Pasien mempunyai 4 orang anak, anak pertama
laki-laki, anak kedua hingga keempat perempuan.
4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah dilakukan.
a. Diagnosa medic: sindrom hepatorenal dan ckd on hd
b. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
Hasil
Jenis pemeriksaan Nilai normal Keterangan
31/08/21 03/09/21 04/09/21 05/09/21 07/09/21
Hemoglobin 13,2 – 17,3 12,9 13,4 9,7 Penurunan HB dapat
disebabkan karena
perdarahan lambung
yang dibuktikan
dengan produksi residu
melalui selang NGT
selama 6 hari dengan
jumlah produksi per
hari ± 250 cc warna
hijau kehitaman
Hematokrit 40,0 – 52,0 36,3 37,6 29 Penurunan hematokrit
terjadi karena
hemoglobin mengalami
penurunan
Leukosit 4,5 – 11,0 28,8 44,3 23,7 Terjadi peningkatan
leukosit disebabkan
karena terjadi inflamasi
pada hati/liver yang
dibuktikan dengan nilai
SGOT dan SGPT yang
meningkat. Pasien
mendapatkan terapi
antibiotik jenis
meropenem yang
diberikan dari hari
pertama rawat inap
sehingga di hari
selanjutnya terjadi
penurunan nilai
leukosit.
Trombosit 150 – 350 176 166 360 Trombosit dalam batas
normal
Ureum darah 10,0 – 50,0 380,1 546,2 454,2 370,4 Terjadi peningkatan
ureum menandakan
gangguan pada fungsi
ginjal. Pasien telah
menjalani terapi
hemodialisis sebanyak
2 kali pada tanggal 04
dan 06/09/21 sehingga
terjadi penurunan nilai
ureum di tanggal
07/09/21
Kreatinin darah 0,6 – 1,2 7,2 7,0 6,2 5 Terjadi peningkatan
kreatinin menandakan
gangguan pada fungsi
ginjal. Pasien telah
menjalani terapi
hemodialisis sebanyak
2 kali pada tanggal 04
dan 06/09/21 sehingga
terjadi penurunan nilai
kreatinin di tanggal
07/09/21
Glukosa sewaksu < 100 bukan 150
DM
100-199 belum
pasti DM
≥ 200
kemungkinan
DM
Natrium 135,00-147,00 118,14 151,66 Penurunan nilai
natrium disebabkan
karena
Kalium 3,50-5,00 4,58 6,49
Chlorida 95,00-105,00 89,68 107,80
Malaria tidak Dalam batas normal
ditemukan
Alkali fosfatase 30 – 120 191 Terjadi peningkatan
karena adanya
kerusakan pada fungsi
hati
Typhi-O Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – AO Negatif 1/80 Terjadi peningkatan
tetapi tidak signifikan
Paratyphi – BO Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – CO Negatif Negatif Dalam batas normal
Typhi – H Negatif 1/80 Terjadi peningkatan
tetapi tidak signifikan
Paratyphi – AH Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – BH Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – CH Negatif Negatif Dalam batas normal
HBsAg (Rapid) Non reaktif Non Non Dalam batas normal
reaktif reaktif
Rapid antigen Negatif Negatif Dalam batas normal
SGOT 5 – 31 70 17 Terjadi perningkatan
yang menandakan
adanya gangguan pada
fungsi hati.
SGPT 5 – 31 62 29 Terjadi perningkatan
yang menandakan
adanya gangguan pada
fungsi hati.
HIV Non reaktif Non Dalam batas normal
reaktif
HCV Non Dalam batas normal
reaktif
Bilirubin total 0,3 – 1,2 37,8 Terjadi peningkatan
yang menandakan
adanya kerusakan
pada hati yang
disebabkan oleh gaya
hidup alkoholisme dan
perokok berat
Bilirubin direk 0,0 – 0,3 29,5 Terjadi peningkatan
yang menandakan
adanya kerusakan
pada hati yang ditandai
dengan jaundice
Bilirubin indirek 0,0 – 0,7 8,3 Terjadi peningkatan
yang menandakan
adanya kerusakan
pada hati yang ditandai
dengan jaundice
Oksigenasi:
Pasien tidak ada keluhan sesak nafas.
5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur,
perawatan saat bangun tidur)
Semalam gelisah susah tidur, tadi pagi hingga sekarang
sering tidur + 6 jam.
6. Pola perseptual (penglihatan, pendengaran, pengecap,
sensasi)
Penglihatan baik, tidak menggunakan kacamata,
pendengaran baik, tapi merespon ketika dipanggil beberapa
kali karena kesadaran yang menurun, pengecap baik, tapi
belum mampu makan melalui mulut karena menggunakan
NGT, sensasi belum bisa dikaji karena kesadaran pasien
yang menurun.
7. Pola persepsi diri
Tidak dapat dikaji karena kesadaran pasien Apatis
(E4M4V1).
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien sebagai suami dan masih hidup bersama istri
memiliki 4 orang anak.
9. Pola peran hubungan
Komunikasi kemampuan verbal menurun pasien, tidak
merespon. Hubungan dengan orang lain baik dengan
keluarga dan orang sekitar. Kemampuan keuangan jualan
tempe dilanjutkan atau dikelola oleh adik pasien.
10. Pola management koping-stress
Saat ada masalah pasien lebih cenderung diam dan
tertutup.
11. System nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang
agama, kegiatan keagamaan, dll)
Beragama Islam, sebelum sakit pasien rajin sholat 5 waktu
di langgar dekat rumah. Tapi saat sakit belum bisa
menjalankan ibadah dengan sempurna.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda vital
a. TD : 80/50mmHg
b. Nadi : 130x/menit
c. Suhu : 37°C
d. RR : 22x/menit
e. TB/BB : 175cm/65kg
2. Kepala
Ekspresi datar, rambut sedikit botak bagian depan. Tidak
ada benjolan dan nyeri tekan dikepala.
a. Penglihatan
Penglihatan baik, pergerakan bola mata simetris, sclera
ikterik, reaksi pupil +/+ (kiri/kanan), konjungtiva tidak
anemis, kornea jernih, tidak menggunakan alat bantu.
b. Pendengaran
Pendengaran selama ini tidak ada keluhan, hanya saja
dipanggil beberapa kali baru merespon karena pengaruh
kesadaran menurun.
c. Hidung
Terdapat nares, bentuk simetris, warna serupa dengan
wajah, terdapat secret, septum nasal merah muda, tes
AST >10cm.
d. Mulut/Gigi/Lidah
Bibir kering dan sedikit biru, tidak menggunakan gigi
palsu, terdapat sedikit karang gigi karena merokok, lidah
tidak kotor.
e. Leher
Tidak ada pembekakan pada leher dan dagu. Tidak ada
nyeri tekan.
3. Respiratori
Bentuk dada normal, tidak ada retraksi dan penggunaan
otot bantu nafas, tipe pernafasan perut, batuk tidak ada,
jalan nafas tidak ada sumbatan, frekuensi nafas 22x/menit,
keluhan sesak tidak ada, bunyi nafas vesikuler, bunyi nafas
tambahan tidak ada, saturasi oksigen 98 % tanpa bantuan
oksigen, sianosis tidak ada.
4. Kardiovaskular
Keluhan nyeri dada dan jantung berdebar-debar tidak ada,
pasien sudah menderita hipotensi semenjak remaja hingga
saat ini, hanya mengkonsumsi obat penambah darah
(sangobion) dan makan sate kambing. Frekuensi nadi
130x/menit, TD : 80/50mmHg, irama nadi regular,
kekuatan nadi kuat, sianosis ferifer tidak ada, CRT <2 detik,
pembengkakan pada kaki tidak ada.
5. Neurologis
Kondisi umum saat ini buruk, kesadaran Apatis, GCS:
E4M4V1, pupil isokor kiri dan kanan ukuran 2 mm, reflex
cahaya ada dengan respon lambat, enggan menjawab
pertanyaan, pasien masih tampak kebingungan. Koordinasi
anggota gerak tubuh susah digerakkan.
6. Integumen
Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi pada permukaan
kulit, kulit teraba lembab, turgor kulit elastis, hasil CRT < 2
detik, sianosie ferifer tidak ada, tampak jaundice.
7. Abdomen
Bising usus 13x/menit, terlihat buncit, teraba lunak.
8. Musculoskeletal
Saat ini tidak ada keluhan, anggota gerak tubuh susah
digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas (kanan/kiri) 2 /
2 ekstremitas bawah (kanan/kiri) 1 / 1 bengkak pada
persendian tidak ada, jejas dan fraktur tidak ada. Saat ini
semua aktifitas dilakukan diatas tempat tidur.
9. Seksualitas
Pasien seorang laki-laki dan memiliki 4 anak.
E. PEROGRAM TERAPI
IVFD NS 0,9 % 20 tetes/menit
Ranitidine 2 x 50 mg/iv
Meropenem 3 x 1 gr/iv
Omeprazole 2 x 40 mg/iv
Heparmin 3 x 1 kapsul/po
Sucralfat 3 x 2 cth/po
Ursodeoxycholic 3 x 250 mg/po
Diazepam 5 mg di injeksi dalam 2 menit diberikan jika kejang
(maksimal 25 mg/hari)
F. ANALISA DATA
gerak kanan.
Nadi 105 x/menit
Hasil CT scan Iskemik
jaringan otak.
2 Data subjektif: Penurunan suplai Gangguan
Anak mengatakan ibu O2 ke otak mobilitas
susah menggerakkan fisik
kaki dan tangan Gangguan atau (D.0054)
sebelah kanan kerusakan pada
saraf
Data objektif:
Kekuatan otot Kelemahan anggota
menurun gerak
Terlihat lemas
Enggan untuk
bergerak
3. Data subjektif: Peningkatan tekanan Nausea
Anak mengatakan ibu intracranial (D. 0076)
tidak mau makan
Anak mengatakan ibu
muntah setelah diberi
makan.
Data objektif:
Pasien makan hanya 3
sendok makan
Pasien terlihat mual
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi
1.10.Kolabor
osmosis
1.11.Kolabor
tinja, jik
2 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik meningkat (L.09079) Tindakan :
(D.0054) berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kelemahan keperawatan selama 3 x 24 jam 2.1. Identifik
anggota gerak Dibuktikan diharapkan mobilitas fisik keluhan
dengan: meningkat dengan kriteria hasil: 2.2. Identifik
Data subjektif: Pergerakan ekstremitas meningkat melakuk
Anak mengatakan ibu Kekuatan otot meningkat 2.3. Monitor
susah menggerakkan Kelemahan fisik menurun tekanan
kaki dan tangan sebelah ambula
kanan 2.4. Monitor
Data objektif: melakuk
Kekuatan otot menurun Teraupetik
Terlihat lemas 2.5. Fasilitas
Enggan untuk bergerak dengan
kruk)
2.6. Fasilitas
fisik, jik
2.7. Libatkan
memban
meningk
Edukasi :
2.8. Jelaska
ambula
2.9. Anjurka
dini
2.10. Ajark
yang ha
berjalan
roda, be
kamar m
tolerans
3 Nausea (D. 0076) Tingkat nausea (L. 01006) Observasi
berhubungan 3.1. Identifik
dengan Setelah dilakukan tindakan 3.2. Periksa
3.3. Identifik
peningkatan keperawatan 2 x 2 jam diharapkan
muntah
tekanan tingkat Nausea menurun dengan 3.4. Monitor
intracranial kriteria hasil: elektrol
Dibuktikan dengan: Nafsu makan meningkat Terapeutik
Data subjektif: Keluhan mual menurun 3.5. Control
Anak mengatakan ibu Perasaan ingin muntah menurun penyeba
tidak mau makan 3.6. Kurang
Anak mengatakan ibu muntah
muntah setelah diberi 3.7. Atur po
makan. aspiras
Data objektif: 3.8. Pertaha
Pasien makan hanya 3 nafas
sendok makan 3.9. Bersihk
Pasien terlihat mual 3.10. Berikan
muntah
3.11. Berikan
muntah
Edukasi
3.12. Anjurka
plastic
muntah
3.13. Anjurka
istiraha
3.14. Ajarkan
untuk m
Kolaborasi
3.15. Kolabor
H. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Objektif
17.45 3.5 Pertahanakan kepatenan jalan nafas
Pasien sud
(mis. Tehnik head tilt chin lift, jaw trust,
Sudah ma
in line)
Rr 18 x/m
EP: pasien masih menggunakan Saturasi 9
orofaringeal tube Tidak ada
3.3 Monitor bunyi nafas
EP: tidak ada bunyi nafas tambahan Assesment
ataupun snoring Masalah terata