Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA


MEDIK SINDROM HEPATORENAL DAN CKD ON HD

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. HELVIANI SAMBO KARAENG (P2003014)


2. INDANG NURROHMAH (P2003015)
3. INSAN KRISTIYANINGSIH (P2003016)
4. JESSICA DEBI CHRISTIANI (P200301)
5. DODI SAPUTRA (P2003008)
6. EKA ADISTIANA (P2003037)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI

KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA

SAMARINDA

2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIK MEDIK
SINDROM HEPATORENAL DAN CKD ON HD

Disusun Oleh :

1. HELVIANI SAMBO KARAENG (P2003014)


2. INDANG NURROHMAH (P2003015)
3. INSAN KRISTIYANINGSIH (P2003016)
4. JESSICA DEBI CHRISTIANI (P200301
5. DODI SAPUTRA (P2003008)
6. EKA ADISTIANA (P2003037)

Telah disetujui oleh dosen pembimbing dan preceptor klinik

Pada tanggal 07 September 2021

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Keperawatan Medical Bedah Keperawatan Medical Bedah

Ns. Kiki Hardiansyah, M.Kep., Sp. KMB Ns. Natalia, S. kep


NIDN. 1128058801 NRP 13811
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara
spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi,
2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak (GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis
berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma,
ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, 2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari
dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima,
yaitu :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada
48 jam setelah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematocrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
:
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan
subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. PATOFISIOLOGI
Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya
suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis
sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa 31 jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal. jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan
keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons .
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011)
antara lain :
1. Hipertensi
2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3. Gangguan sensorik
4. Gangguan visual
5. Gangguan keseimbangan
6. Nyeri kepala (migran, vertigo)
7. Muntah
8. Disatria (kesulitan berbicara)
9. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium,
suppor, koma)
E. PHATWAY
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)

Factor pencetus hipertensi, DM, Penyakit jantung


Merokok stress, gaya hidup yang tidak baik
Factor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah 

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi

 Infilterasi limfosit (trombbus) Penyempitan


pembuluh darah

Pembulu darah menjadi kaku


 Aliran darah lambat
Pembuluh darah menjadi pecah

 Turbulensi
 Stroke Kompresi
hemoragik jaringan otak
Eritrosit bergumpal

Endotel rusak

Cairanplasma hilang

Edema cerebral

Nyeri

Arteri
cerebri
Arteri cerebri Arteri cerebri Arteri cerebri
media
media media media

Disfungs
Disfungsi N XI Disfungsi N XI Disfungsi N XI i N XI

Kegagalan
Kegagalan Kegagalan Kegagalan menggerak
menggerakan menggerakan menggerakan an anggota
anggota tubuh anggota tubuh anggota tubuh tubuh

Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
mobilitas
mobilitas fisik mobilitas fisik mobilitas fisik
fisik

Defisit Defisit Defisit Defisit


perawatan diri perawatan diri perawatan diri perawatan
diri
F. KOMPLIKASI
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring
lama dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:
1. Bekuan darah (Trombosis) Mudah terbentuk pada kaki yang
lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan
(edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang
mengalirkan darah ke paru.
2. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah 34
pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak
dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan
infeksi.
3. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru
dan selanjutnya menimbulkan pneumoni.
4. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur) Hal ini disebabkan karena
kurang gerak dan immobilisasi.
5. Depresi dan kecemasan Gangguan perasaan sering terjadi pada
stroke dan menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak
diinginkan karena terjadi perubahan dan kehilangan fungsi
tubuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
1) Gula darah sewaktu
2) Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL
serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
1) Waktu protrombin
2) APTT
3) Kadar fibrinogen
4) D-dimer
5) INR
6) Viskositas plasma
d. Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta
mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
e. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
f. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada
subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
g. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
h. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
i. USG Dopple
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
j. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) sebagai berikut :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid ; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin
dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah
trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi,
wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga
pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30o ,
kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2
jam, mobilisasi dimulai bertahap bila hemodnamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2
liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyeba harus dikoreksibnya jika
kandung keih penuh dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai
kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberin nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik, jika didapatkan gangguan menelan aau
kesadarana menurun dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah > 60 mg% atau > 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah
diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan
darah tidak perlu segera diturunkan kecuali bila tekanan
sistolik >220 mmHg, diastol > 120 mmHg. Mean arterial Blood
Pressure (MAP) > 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan : natrium nitroprusid, penyekat reseptor
alfabeta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi
Hipotensi yaitu tekanan sistol < 90 mmHg diastol < 70 mmHg
diberi Nacl 0,9 % 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml
selama 4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi yaitu tekanan darah sistol
masih < 90 mmHg dapat diberikan dopamin 2-20ug/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik > 110 mmHg. Jika kejang diberi
diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg perhari dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin karbamaxepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan anikonvulsan peroral jangka panjang. Jika
didapatkan tekanan ntrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intavena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk
dilanjutkan 0,25g/kg BB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (< 320 mmol)
sebagai alternatif dapat diberikan larutan hipertonik (NaCL
3%) atau furosemid.
Terapi Khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan
pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan atau
yang dianjurkan dengan trombolitik rtPA (recombinant tissue
Plasminogen Actiatoe). Dapat juga diberikan agen
neuroproteksi yait sitikolin atau piracetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Non Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di
ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV
0,625-1.25 mg/6 jam; kaptopril 3 x 6,25-25 mg per oral. Jika
didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 300 , posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum
sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali
yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan
usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3
cm3 , hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).
c. Stadium Sub akut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi
fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di
rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti,
memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder. Terapi fase subakut : Melanjutkan terapi sesuai
kondisi akut sebelumnya, penatalaksanaan komplikasi,
restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu
fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan 39 terapi okupasi,
prevensi sekunder, edukasi keluarga dan Discharge Planning.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

J. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhankeluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi 44 toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
11. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11. 1)
12. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Risiko perfusi cerebral tidak efektif
3. Risiko aspirasi
4. Risiko luka tekan
5. Defisit perawatan diri
6.
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO SDKI SLKI SIKI
1 Gangguan mobilitas fisik (D. 0054) Mobilitas Fisik meningkat Dukungan Ambulasi (1.06171)
berhubungan dengan gangguan (L.05042)
neuromuskular Tindakan :

Definisi : Observasi

Keterbatasan dalam gerak fisik dari satu 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
atau lebih ekstremitas secara mandiri. lainnya

Penyebab : 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan


ambulasi
gangguan neuromuskular
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi

Gejala dan tanda mayor : 4. Monitor kondisi umum selama melakukan


ambulasi
Subjektif
Teraupetik
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
Objektif bantu (mis. tongkat, kruk)

1. Kekuatan otot menurun 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika


perlu
2. Rentang gerak (ROM) menurun
7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Gejala dan tanda minor : Edukasi :

Subjektif 8. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

1. Nyeri saat bergerak 9. Anjurkan melakukan ambulasi dini

2. Enggan melakukan pergerakan 10. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus


dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
3. Merasa cemas saat bergerak kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
Objektif

1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

Kondisi klinis terkait :

1. Stroke

2 Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Perfusi serebral meningkat Menejemen peningkatan tekanan intrakranial
(D.0017) (L.02014) (I. 06198)

Definisi : Definisi : Tindakan :

Berisiko mengalami penurunan sirkulasi Keadekuatan aliran darah Observasi


darah ke otak serebral untuk menunjang
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
Factor resiko fungsi otak. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)

Embolisme 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.


Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
Kondisi klinis terkait melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
1. Stroke
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)

4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika


perlu

5. Monitor PAWP, jika perlu

6. Monitor PAP, jika perlu

7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika


tersedia

8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)

9. Monitor gelombang ICP

10. Monitor status pernapasan

11. Monitor intake dan output cairan

12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,


konsistensi)

Terapeutik
13. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang

14. Berikan posisi semi fowler

15. Hindari maneuver Valsava

16. Cegah terjadinya kejang

17. Hindari penggunaan PEEP

18. Hindari pemberian cairan IV hipotonik

19. Atur ventilator agar PaCO2 optimal

20. Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

21. Kolaborasi pemberian sedasi dan


antikonvulsan, jika perlu

22. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika


perlu

23. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika


perlu

3 Risiko aspirasi (D. 0006) Tingkat Aspirasi (L.01006) Pencegahan Aspirasi (I.01018)
Menurun
Definisi : Tindakan :
Definisi :
erisiko mengalami masuknya sekresi
gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair Kondisi masuknya partikel cair Observasi
atau padat ke dalam saluran atau padat ke dalam paru-paru
trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme 1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah
protektif saluran napas. Kriteria hasil : dan kemampuan menelan

Faktor resiko : 1. Tingkat kesadaran 2. Monitor status pernafasan


meningkat
1. Penurunan tingkat kesadaran 3. Monitor bunyi nafas, terutama setelah
2. Kemampuan menelan makan/ minum
2. Penurunan refleks muntah dan/atau meningkat
batuk 4. Periksa residu gaster sebelum memberi
3. Kebersihan mulut asupan oral
3. Gangguan menelan meningkat
5. Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum
4. Disfagia 4. Dipsnea menurun memberi asupan oral

5. Kerusakan mobilitas fisik 5. Kelemahan otot Terapeutik


menurungelisa menurun
6. Ketidakmatangan koordinasi 6. Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit
menghisap, menelan dan bernapas 6. Batuk menurun sebelum memberi asupan oral

Kondisi klinis terkait : 7. Sianosis menurun 7. Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat)
pada pasien tidak sadar
1. Sroke 8. Frekuensi nafas membaik
8. Pertahanakan kepatenan jalan nafas (mis.
Tehnik head tilt chin lift, jaw trust, in line)

9. Pertahankan pengembangan balon ETT

10. Lakukan penghisapan jalan nafas, jika


produksi secret meningkat
11. Sediakan suction di ruangan

12. Hindari memberi makan melalui selang


gastrointestinal jika residu banyak

13. Berikan obat oral dalam bentuk cair

Edukasi

14. Anjurkan makan secara perlahan

15. Ajarkan strategi mencegah aspirasi

16. Ajarkan teknik mengunyah atau


menelan, jika perlu
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn “B” Suku : Jawa
Umur : 38 tahun Pendidikan : SMP
Jenis kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam Lama bekerja : -
Status : Menikah Tanggal masuk
perkawinan RS : 31/8/2021
Alamat : Jl. Biawan Gg. Tanggal
13B No.31 RT pengkajian : 07/9/2021
Sumber
009
informasi : Istri
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan utama masuk Rumah Sakit
Riwayat kejang 2x dirumah + 1 jam sebelum masuk IGD, tidak merespon pertanyaan, kesadaran menurun
GCS 7 (E3M3V1).
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga mengatakan pasien mengalami demam, keadaan lemas, pasien ingin menarik selang makan.
K.U : Buruk, TD : 80/50mmHg, N : 130x/menit, T : 37℃, BB : 65kg, TB : 175cm, RR : 22x/menit, Bising
usus : 13x/menit, CRT : <2 detik, Konjungtiva : Tidak Anemis, Sklera : Ikterik, Tampak Jaundice.
Kekuatan Otot :
2 2
1 1
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat hipotensi dari umur remaja hingga sekarang, paling tinggi
TD sekitar (Sistole : 70-90 dan Diastole : 50-70). Pernah mengalami kecelakaan bermotor awal tahun baru
2010, kepala terbentur (pake helm), luka lecet pada tubuh, dirawat 5 hari di RS AWS.
Genogram
   

       

Keterangan :
  Laki-laki

  Perempuan

Tinggal serumah

Meninggal

  Pasien

Bapak dari pasien meninggal dunia. Pasien 5 bersaudara. Pasien mempunyai 4 orang anak, anak pertama
laki-laki, anak kedua hingga keempat perempuan.
4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah dilakukan.
a. Diagnosa medic: sindrom hepatorenal dan ckd on hd
b. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium

Hasil
Jenis pemeriksaan Nilai normal Keterangan
31/08/21 03/09/21 04/09/21 05/09/21 07/09/21
Hemoglobin 13,2 – 17,3 12,9 13,4 9,7 Penurunan HB dapat
disebabkan karena
perdarahan lambung
yang dibuktikan
dengan produksi residu
melalui selang NGT
selama 6 hari dengan
jumlah produksi per
hari ± 250 cc warna
hijau kehitaman
Hematokrit 40,0 – 52,0 36,3 37,6 29 Penurunan hematokrit
terjadi karena
hemoglobin mengalami
penurunan
Leukosit 4,5 – 11,0 28,8 44,3 23,7 Terjadi peningkatan
leukosit disebabkan
karena terjadi inflamasi
pada hati/liver yang
dibuktikan dengan nilai
SGOT dan SGPT yang
meningkat. Pasien
mendapatkan terapi
antibiotik jenis
meropenem yang
diberikan dari hari
pertama rawat inap
sehingga di hari
selanjutnya terjadi
penurunan nilai
leukosit.
Trombosit 150 – 350 176 166 360 Trombosit dalam batas
normal
Ureum darah 10,0 – 50,0 380,1 546,2 454,2 370,4 Terjadi peningkatan
ureum menandakan
gangguan pada fungsi
ginjal. Pasien telah
menjalani terapi
hemodialisis sebanyak
2 kali pada tanggal 04
dan 06/09/21 sehingga
terjadi penurunan nilai
ureum di tanggal
07/09/21
Kreatinin darah 0,6 – 1,2 7,2 7,0 6,2 5 Terjadi peningkatan
kreatinin menandakan
gangguan pada fungsi
ginjal. Pasien telah
menjalani terapi
hemodialisis sebanyak
2 kali pada tanggal 04
dan 06/09/21 sehingga
terjadi penurunan nilai
kreatinin di tanggal
07/09/21
Glukosa sewaksu < 100 bukan 150
DM
100-199 belum
pasti DM
≥ 200
kemungkinan
DM
Natrium 135,00-147,00 118,14 151,66 Penurunan nilai
natrium disebabkan
karena
Kalium 3,50-5,00 4,58 6,49
Chlorida 95,00-105,00 89,68 107,80
Malaria tidak Dalam batas normal
ditemukan
Alkali fosfatase 30 – 120 191 Terjadi peningkatan
karena adanya
kerusakan pada fungsi
hati
Typhi-O Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – AO Negatif 1/80 Terjadi peningkatan
tetapi tidak signifikan
Paratyphi – BO Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – CO Negatif Negatif Dalam batas normal
Typhi – H Negatif 1/80 Terjadi peningkatan
tetapi tidak signifikan
Paratyphi – AH Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – BH Negatif Negatif Dalam batas normal
Paratyphi – CH Negatif Negatif Dalam batas normal
HBsAg (Rapid) Non reaktif Non Non Dalam batas normal
reaktif reaktif
Rapid antigen Negatif Negatif Dalam batas normal
SGOT 5 – 31 70 17 Terjadi perningkatan
yang menandakan
adanya gangguan pada
fungsi hati.
SGPT 5 – 31 62 29 Terjadi perningkatan
yang menandakan
adanya gangguan pada
fungsi hati.
HIV Non reaktif Non Dalam batas normal
reaktif
HCV Non Dalam batas normal
reaktif
Bilirubin total 0,3 – 1,2 37,8 Terjadi peningkatan
yang menandakan
adanya kerusakan
pada hati yang
disebabkan oleh gaya
hidup alkoholisme dan
perokok berat
Bilirubin direk 0,0 – 0,3 29,5 Terjadi peningkatan
yang menandakan
adanya kerusakan
pada hati yang ditandai
dengan jaundice
Bilirubin indirek 0,0 – 0,7 8,3 Terjadi peningkatan
yang menandakan
adanya kerusakan
pada hati yang ditandai
dengan jaundice

2) USG abdomen tanggal 02/09/2021 :


Pankreas ada pembesaran caput, corpus dan caudanya, ukuran lebih dari 3 cm, echostruktur
hypoechoic. Liver, gall bladder, spleen, kedua kidney, foley catheter dan caecum tidak tampak
kelainan. Tidak ada asites intra abdomen et pelvis. Kesan pankreatitis akut
3) CT-Scan kepala tanggal 30/08/2021
4) Ro Thorax tanggal 30/08/2021
c. Tindakan yang telah dilakukan
1) Dilakukan pemasangan infus dengan Ringger lactat 20 tts/menit
2) Diberikan terapi omeprazole inj 1 amp, ondancentron 4 mg inj, dan santagesik inj 1 amp.
C. PENGKAJIAN SAAT INI
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit dan pemeliharaan :
Tidak dapat dikaji karena kesadaran pasien Apatis
(E4M4V1).
2. Pola nutrisi/metabolic
a. Program diit RS
Makanan cair
b. Intake makanan
Makanan cair melalui NGT, 6x 100-150cc/hari.
c. Intake cairan
Air mineral + 300cc/hari.
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Pasien menggunakan diapers, BAB 1x tadi pagi, warna
kuning kecoklatan dan lunak.
b. Buang air kecil
Menggunakan cateter urine, warna kuning pekat, volume
400ml dari pukul 12.00 sampai 17.00 WITA.
4. Pola aktifitas dan latihan

Kmampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berindah √
Ambulasi/ROM √
0: Mandiri, 1: Alat Bantu, 2: Dibantu Orang lain 3: dibantu
orang lain dan alat, 4: tergantung total

Oksigenasi:
Pasien tidak ada keluhan sesak nafas.
5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur,
perawatan saat bangun tidur)
Semalam gelisah susah tidur, tadi pagi hingga sekarang
sering tidur + 6 jam.
6. Pola perseptual (penglihatan, pendengaran, pengecap,
sensasi)
Penglihatan baik, tidak menggunakan kacamata,
pendengaran baik, tapi merespon ketika dipanggil beberapa
kali karena kesadaran yang menurun, pengecap baik, tapi
belum mampu makan melalui mulut karena menggunakan
NGT, sensasi belum bisa dikaji karena kesadaran pasien
yang menurun.
7. Pola persepsi diri
Tidak dapat dikaji karena kesadaran pasien Apatis
(E4M4V1).
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien sebagai suami dan masih hidup bersama istri
memiliki 4 orang anak.
9. Pola peran hubungan
Komunikasi kemampuan verbal menurun pasien, tidak
merespon. Hubungan dengan orang lain baik dengan
keluarga dan orang sekitar. Kemampuan keuangan jualan
tempe dilanjutkan atau dikelola oleh adik pasien.
10. Pola management koping-stress
Saat ada masalah pasien lebih cenderung diam dan
tertutup.
11. System nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang
agama, kegiatan keagamaan, dll)
Beragama Islam, sebelum sakit pasien rajin sholat 5 waktu
di langgar dekat rumah. Tapi saat sakit belum bisa
menjalankan ibadah dengan sempurna.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda vital
a. TD : 80/50mmHg
b. Nadi : 130x/menit
c. Suhu : 37°C
d. RR : 22x/menit
e. TB/BB : 175cm/65kg
2. Kepala
Ekspresi datar, rambut sedikit botak bagian depan. Tidak
ada benjolan dan nyeri tekan dikepala.
a. Penglihatan
Penglihatan baik, pergerakan bola mata simetris, sclera
ikterik, reaksi pupil +/+ (kiri/kanan), konjungtiva tidak
anemis, kornea jernih, tidak menggunakan alat bantu.
b. Pendengaran
Pendengaran selama ini tidak ada keluhan, hanya saja
dipanggil beberapa kali baru merespon karena pengaruh
kesadaran menurun.
c. Hidung
Terdapat nares, bentuk simetris, warna serupa dengan
wajah, terdapat secret, septum nasal merah muda, tes
AST >10cm.
d. Mulut/Gigi/Lidah
Bibir kering dan sedikit biru, tidak menggunakan gigi
palsu, terdapat sedikit karang gigi karena merokok, lidah
tidak kotor.
e. Leher
Tidak ada pembekakan pada leher dan dagu. Tidak ada
nyeri tekan.
3. Respiratori
Bentuk dada normal, tidak ada retraksi dan penggunaan
otot bantu nafas, tipe pernafasan perut, batuk tidak ada,
jalan nafas tidak ada sumbatan, frekuensi nafas 22x/menit,
keluhan sesak tidak ada, bunyi nafas vesikuler, bunyi nafas
tambahan tidak ada, saturasi oksigen 98 % tanpa bantuan
oksigen, sianosis tidak ada.
4. Kardiovaskular
Keluhan nyeri dada dan jantung berdebar-debar tidak ada,
pasien sudah menderita hipotensi semenjak remaja hingga
saat ini, hanya mengkonsumsi obat penambah darah
(sangobion) dan makan sate kambing. Frekuensi nadi
130x/menit, TD : 80/50mmHg, irama nadi regular,
kekuatan nadi kuat, sianosis ferifer tidak ada, CRT <2 detik,
pembengkakan pada kaki tidak ada.
5. Neurologis
Kondisi umum saat ini buruk, kesadaran Apatis, GCS:
E4M4V1, pupil isokor kiri dan kanan ukuran 2 mm, reflex
cahaya ada dengan respon lambat, enggan menjawab
pertanyaan, pasien masih tampak kebingungan. Koordinasi
anggota gerak tubuh susah digerakkan.
6. Integumen
Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi pada permukaan
kulit, kulit teraba lembab, turgor kulit elastis, hasil CRT < 2
detik, sianosie ferifer tidak ada, tampak jaundice.
7. Abdomen
Bising usus 13x/menit, terlihat buncit, teraba lunak.
8. Musculoskeletal
Saat ini tidak ada keluhan, anggota gerak tubuh susah
digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas (kanan/kiri) 2 /
2 ekstremitas bawah (kanan/kiri) 1 / 1 bengkak pada
persendian tidak ada, jejas dan fraktur tidak ada. Saat ini
semua aktifitas dilakukan diatas tempat tidur.
9. Seksualitas
Pasien seorang laki-laki dan memiliki 4 anak.
E. PEROGRAM TERAPI
IVFD NS 0,9 % 20 tetes/menit
Ranitidine 2 x 50 mg/iv
Meropenem 3 x 1 gr/iv
Omeprazole 2 x 40 mg/iv
Heparmin 3 x 1 kapsul/po
Sucralfat 3 x 2 cth/po
Ursodeoxycholic 3 x 250 mg/po
Diazepam 5 mg di injeksi dalam 2 menit diberikan jika kejang
(maksimal 25 mg/hari)

F. ANALISA DATA

No. Data Fokus Etiologi Problem


1. Data subjektif: Sumbatan pada Perfusi
 Pasien mengeluh nyeri pembuluh darah Serebral
kepala Tidak
Iskemik jaringan Efektif
otak (D.0017)
Data objektif:
 TD 186/104 mmHg Kerusakan jaringan

 Kelemahan anggota otak

gerak kanan.
 Nadi 105 x/menit
 Hasil CT scan Iskemik
jaringan otak.
2 Data subjektif: Penurunan suplai Gangguan
 Anak mengatakan ibu O2 ke otak mobilitas
susah menggerakkan fisik
kaki dan tangan Gangguan atau (D.0054)
sebelah kanan kerusakan pada
saraf
Data objektif:
 Kekuatan otot Kelemahan anggota
menurun gerak
 Terlihat lemas
 Enggan untuk
bergerak
3. Data subjektif: Peningkatan tekanan Nausea
 Anak mengatakan ibu intracranial (D. 0076)
tidak mau makan
 Anak mengatakan ibu
muntah setelah diberi
makan.
Data objektif:
 Pasien makan hanya 3
sendok makan
 Pasien terlihat mual
G. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan SLKI


1 Perfusi Serebral Tidak Perfusi serebral (L08063): Tindakan :
Efektif (D.0017)) Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam 1.1. Identifik
emboli pada pembulu diharapkan perfusi cerebral TIK (
darah otak Ditandai meningkat dengan kriteria hasil: metabol
dengan:  Koognitif meningkat 1.2. Monitor
Data Subjektif:  Nyeri kepala menurun TIK (
 Pasien mengeluh nyeri  Gelisah menurun
kepala meningk
 Nilai rata-rata tekanan darah membaik bradika
Data objektif:
 TD 186/104 mmHg kesadar
 Kelemahan anggota 1.3. Monitor
gerak kanan. Pressur
 Nadi 105 x/menit 1.4. Monitor
 Hasil CT scan Iskemik 1.5. Monitor
jaringan otak.
Terapeutik
1.6. Minima
menyed
tenang
1.7. Berikan
1.8. Hindari
1.9. Cegah t

Kolaborasi
1.10.Kolabor
osmosis

1.11.Kolabor
tinja, jik
2 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik meningkat (L.09079) Tindakan :
(D.0054) berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kelemahan keperawatan selama 3 x 24 jam 2.1. Identifik
anggota gerak Dibuktikan diharapkan mobilitas fisik keluhan
dengan: meningkat dengan kriteria hasil: 2.2. Identifik
Data subjektif:  Pergerakan ekstremitas meningkat melakuk
 Anak mengatakan ibu  Kekuatan otot meningkat 2.3. Monitor
susah menggerakkan  Kelemahan fisik menurun tekanan
kaki dan tangan sebelah ambula
kanan 2.4. Monitor
Data objektif: melakuk
 Kekuatan otot menurun Teraupetik
 Terlihat lemas 2.5. Fasilitas
 Enggan untuk bergerak dengan
kruk)
2.6. Fasilitas
fisik, jik
2.7. Libatkan
memban
meningk
Edukasi :
2.8. Jelaska
ambula
2.9. Anjurka
dini
2.10. Ajark
yang ha
berjalan
roda, be
kamar m
tolerans
3 Nausea (D. 0076) Tingkat nausea (L. 01006) Observasi
berhubungan 3.1. Identifik
dengan Setelah dilakukan tindakan 3.2. Periksa
3.3. Identifik
peningkatan keperawatan 2 x 2 jam diharapkan
muntah
tekanan tingkat Nausea menurun dengan 3.4. Monitor
intracranial kriteria hasil: elektrol
Dibuktikan dengan:  Nafsu makan meningkat Terapeutik
Data subjektif:  Keluhan mual menurun 3.5. Control
 Anak mengatakan ibu  Perasaan ingin muntah menurun penyeba
tidak mau makan 3.6. Kurang
 Anak mengatakan ibu muntah
muntah setelah diberi 3.7. Atur po
makan. aspiras
Data objektif: 3.8. Pertaha
 Pasien makan hanya 3 nafas
sendok makan 3.9. Bersihk
 Pasien terlihat mual 3.10. Berikan
muntah
3.11. Berikan
muntah
Edukasi
3.12. Anjurka
plastic
muntah
3.13. Anjurka
istiraha
3.14. Ajarkan
untuk m
Kolaborasi
3.15. Kolabor
H. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Jam No IMPLEMENTASI No. DX Jam


14.00 1.10 Berikan teknik nonfarmakologis untuk Dx 1 16.15 Subjektif
mengurangi rasa nyeri dengan  Nyeri sedik
menganjurkan relaksasi nafas dalam. Objektif
EP: pasien mampu mempraktekkan  Pasien leb
teknik relaksasi. pasien sedikit lebih  Skala nyer
tenang, dan keluhan nyeri sedikit  Pasien m
berkurang relaksasi
Assesment
1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
 Masalah te
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Planning
EP: nyeri pada luka berlansung terus
 Interfensi
menerus, nyeri teras berdenyut.
1.2 Identifikasi skala nyeri
EP: skala nyeri 3 Dx 2 19.30
Subjektif
16. 25 2.1 Identifikasi area lingkungan yang
 -
berpotensi menyebabkan cedera
EP: pagar tempat tidur tidak terpasang Objektif
2.2 Gunakan pengaman tempat tidur  Mengguna
EP: pagar tempat tidur dinaikkan meningkat
2.3 Gunakan alat bantu mobilitas yang  Kemampu
sesuai resiko men
EP: pasien dipindahkan menggunakan
berangkar dan pagar tempat tidur tetap Assesment
terpasang selama transport.  Masalah te
2.5 Anjurkan untuk berpindah atau berganti Planning
posisi secara perlahan  Intervensi
EP: mampu berpindah secara perlahan Dx 3 19.30 Subjektif
tampa timbul adanya cedera ataupun  Pasien su
berkomun
terjatuh

Objektif
17.45 3.5 Pertahanakan kepatenan jalan nafas
 Pasien sud
(mis. Tehnik head tilt chin lift, jaw trust,
 Sudah ma
in line)
 Rr 18 x/m
EP: pasien masih menggunakan  Saturasi 9
orofaringeal tube  Tidak ada
3.3 Monitor bunyi nafas
EP: tidak ada bunyi nafas tambahan Assesment
ataupun snoring Masalah terata

19.00 3.1 Monitor tingkat kesadaran, batuk, Planning


muntah dan kemampuan menelan Intervensi 3.1,
EP: pasien sudah mulai sadar,
orofaringeal dilepas, frekuensi nafas 18
x/menit, aspirasi tidak ada, pasien
mampu menelan ban sudah bisa batuk
3.2 Monitor status pernafasan
EP: RR 18x/menit, saturasi 98%, O2
nasal dilepas
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeh.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9


Alih bahasa Tim Penerbit PSIK UNPAD.Jakarta: EGC.
Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosa & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Misbach,J. 2008. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam :
Rasyid,A.; dan Soertidewi,L.; (Ed). Unit Stroke. Manajemen Stroke
Secara Komprehensif. Hal 1-9.Jakarta: Balai Penerbit Universitas
Indonesia.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan
Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan
kedua puluh Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006. p. 141-142.
Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit
Nuha Medika.
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai