Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (UMB)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

PEMBIMBING :
Milasari , Ns., M.Kep

Oleh :

Theresia Nurhayati
NPM. 2114901110134

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2002).

1.2 Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008) stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi
dan gejala kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

2. Stroke Non Hemoragik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali
oleh serangan TIA berulang.
1.3 Etiologi
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis
adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
5. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
6. Arteritis (radang pada arteri)
7. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah
ini dapat menimbulkan emboli:
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
b. Myokard infark
c. Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan
kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
8. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
9. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
10. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
2 Faktor Pencetus
1. Faktor tidak dapat diubah
a. Usia
Hal ini berhubungan dengan proses degenerasi (penuuaan) dengan
bertambahnya usia pembuluh darah akan menjadi kaku dan berkurang
keelastisannya, dengan adanya plak akan semikin memperburuk
keadaan pembuluh darah dan beresiko stroke dari pada usia muda.
b. Herediter
Terkain riiwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat stroke pada
keluarga akan memiliki resiko lebih tinggi
2. Faktor dapat diubah
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab terbesar terjadinya stroke, dalam
hipertensi akan terjadi gangguan pembuluh darah yang mengecil,
sehingga aliran darah yang menuju otak akan berkurang, dengan
berkurangnya aliran darah ke otak, pada otak akan terjadi kematian
jaringan otak atau pecahnya pembuluh darah karena tekanan darah
yang cukup tinggi
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung coroner dan infark miocard (kematian otot otak).
Pusat aliran darah adalah jantung, dengan adanya kematian pusat
aliran darah, suplay darah dan oksigen ke otak juga akan terganggu,
sehingga terjadi kematian jaringan otak secara perlahan ataupun cepat
c. Diabetes Milletus
Pembuluh darah pada penderita diabetes akan mengalami kekauan.
Aliran darah yang menuju otak dengan peningkatan atau penurunan
kadar gukosa dalam darah akan memperngruhi kerja otak
d. Hiperkolessterolemia
Kadar hkolesterol tinggi akan menyebabkan terbentuknya plak dalam
pembuluh darah, yang akan menghambat aliran darah ke otak
sehinggaa terjadi kematian jarigan otak.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan kadar kolesterol dan lemak daalam
darah yang tinggi, sehingga terbentuknya plak dalam pembuluh darah
juga semikin tinggi.
f. Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan kadar fibrinogen dalam darah,
sehingga mempermudah terjadinya penebalan pada dinding pembuluh
darah yang akan membuat pembuluh darah menjadi sempit, aliran
darah ke otak akan terganggu, sehingga terjadi kematian jaringan otak.

1.4 Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti disekitar area. Areaedema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

1.4 Manifestasi Klinik


Stroke Hemoragik
Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik
PIS PSA
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Permulaan (onset) Menit/ jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Bisa
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparasis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
Gangguan bicara Sering Jarang Sering

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi


(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
6. Disartria (bicara pelo atau cadel)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
9. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

1.5 Pathway
Faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah
1.6 Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

1.7 Penatalaksanaan Medis


1. Penatalksanaan hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di IGD dan tindakan resusitasi
serebro kardio pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas.
a. Pemberian oksigen dan cairan kristaloid/ koloid, hindari cairan
dektrosa atau salin dalam H2O.
b. Lakukan pemeriksaan CT scan otak, EKG, foto thorak dan
pemeriksaan lain, jika hipoksia lakukan pmeriksaan analisa gas darah
c. Tindakan lain di IGD memberikan dukunngan mental kepada pasien
dan memberikan penjelasan kepada keluarga agar tetap tenang
2. Penalaksanaan akut
Dilakukan penanganan factor-faktor etiologic maupun penyulit, juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara, psikologi dan telaah social
untuk membantu pemulihan pasien. Edukasi kepada keluarga mengenai
dampak stroke dan perawatanya.
a. Stroke iskemik
1) Terapi umum: letakkan posisi pasien 30º, kepala dan dada pada
satu bidang, ubah posisi 2 jam sekali, mobilisasi bertahap bila
hemodinamik stabil. Bbebaskan jalan nafas dengan pemberian
oksigen, jika erlu dilakukan intubasi
2) Apabila demam dilakukan kompres dan pemberian antipiretik, bila
kandung kemih penuh lakukan pemasangan kateter
3) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid
hindari cairan glukosa atau salin isotonic
4) Pemberian nutrisi peroral diberikan jika fungsi meneln baik, bila
mengalami gangguan menelan atau penurunan kesadaran diberikan
melaalui NGT
5) Nyeri, mual diatasi dengan obat-obatan yang sesuai
6) Tekanan darah tidaak perlu segera diturunkan, kecuali tekanan
sistolik ≥220 mmhg distolik ≥120 mmhg, MAP ≥130 mmhg (dalam
2 kali ppengukuran selang waktu 30 menit atau didapatkan infrk
miocard akut, gagal ginjal atau gagal jantung kongesi.Penurunan
tekanan darah maksimal 20 % dan bat direkomendasikan: natrium
nitropuid, penyekat reseptor alfa beta, penyekat ACE, atau
angiotensin natrium
7) Jika hipotensi, sistolik ≤ 90 mmhg, diastolic ≤70 mmhg berikan
NaCl 0,9% 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml jam dan 500
ml sampai hipotensi teratsi. Jika belum terkoreksi berikan
dopamine 2-20µ/kg/ menit sampai tekana darah sistolik ≥110
mmhg
8) Jika kejang berikan diaazepaam 5-29 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg/hari dialnjut pemberian antikonvulsan
peroral
9) Jika terjadi peningkatan TIK berikan manitol bolus intravena 0,25-
1g/kgBB/30 menit, jika kondisi memburuk dilanjut 0,25g/kgBB/30
mnt setiap 6 jam selama 3-5 hari
Terapi khusus: ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan atau antitrombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator) dan diberikna agen
neuroproteksi yaitu citicolin atau piracetam (jika didapat afaksia)
b. Stroke hemoragik
Terapi umum: pasien stroke di rawat di ICU jika volume hematoma
>30 ml, perdarahan intravaskuler dengan hidrosefalus dan kedaan
klinis memburuk Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan
darah premoid atau 15-20% bila tekanan darah sistolik >180 mmhg,
diatolik >120 mmhg dan MAP 130 mmhg dan vol hematoma
bertambah, bila gagal jantung teknan drah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian 10 menit) maksimal 300 mg. enalapril 0,625-1,25 mg/ 6
jam, kaptopril 3x 6,25-25 mg per oral. Bila didapat peningkatakn TIK,
diposisikan 30º, pee,berian manitol dan hiperventilasi (Pco 20-35
mmhg) Penatalksaan umum sama dengan stroke iskemik.
Terapi khusus: Neuroprotektor dapat diberikan kecuali bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan serebelum >3 cm, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intravertikal atau serebelum, dilakukan VP-shuting dan perdarahan
lobar >60 ml dengan peningktan TIK dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid digunakan antagonis kalsium (nimodipin) dan
tindakan bedah (ligase, embolasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya aneurisma atau malformasi arteri-vena
(arteriovenous malformasi, (AVM)
c. Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi wicara, kognitif, perilaku, bladder
training. Dilakukan pemulihan.
Manfaat Pemberian manitol:
Pada gangguan neurologis, diuretic osmotic (Manitol) merupakan jenis
deuretik yang paling sering digunakan untuk terapi oedema otak dan
adanya peningkatan tekanan intracranial (TIK). Manitol adalah suatu
hiperosmotik agent yang digunakan dengan segera untuk
meningkatkan aliran darah ke otak dan menghantarkan oksigen.

1.7 Pengkajian
Format Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Tanggal masuk:
No RM :
2. Diagnosa medik:
3. Keluhan utama/ alasan masuk RS :
Pengkajian primer (primary survey)
Airway:
 Tidak ada tanda-tanda cedera servikal?
 Tidak ada sumbatan jalan nafas (benda asing, darah, sputum)?
Breathing:
 Klien mengalami sesak napas saat beraktivitas?
 Tidak ada nafas cuping hidung ?
 Ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan tambahan?
 Kedalaman:
 Frekuensi: tidak teratur, RR: x/menit
 Tidak ada bunyi nafas tambahan (ronkhi, crackles, wheezing)
 Batuk?
Circulation:
 Nadi: x/menit
 Irama:
 Denyut:
 Tekanan darah:
 Ekstermitas (hangat/ dingin):
 Pengisian kapiler (CRT):
 Nyeri:
Disability:
 Tingkat kesadaran (AVPU):
 Alert/ perhatian :
 Voice respon/ respon terhadap suara:
 Pain respon/ respon terhadap nyeri:
 Unresponsive/ tidak berespon:
 Pupil:
Ukuran/ Reaksi
Pengkajian Sekunder (secondary survey)
 Riwayat kesehatan sekarang:
 Riwayat kesehatan lalu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Anamnesa singkat (AMPLE)
 Alergies:
 Medikasi (riwayat pengobatan):
 Past illness (riwayat penyakit):
 Last meal (terakhir kali makan):
 Event of injury (penyebab injuri):
 Pemeriksaan head to toe
 Kepala:
Rambut :
Mata :
Hidung:
Mulut :
Telinga:
 Thorax:
Paru-paru
Jantung
 Abdomen:
 Ekstermitas/ muskuloskeletal:
Edema tidak
Kekuatan otot :
Kulit/ integumen:
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Terapi medis (indikasi, kontraindikasi, dan efek samping):

1.8 Masalah Keperawatan


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC)  Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.
        Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo
Palangka Raya, 19 Mei 2022

Preseptor Klinik Ners Muda

Milasari, Ns., M,Kep. Theresia Nurhayati, S.Kep.

Anda mungkin juga menyukai