Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA AN.

A DENGAN DIAGNOSA
MEDIS KEJANG DEMAM DI RUANGFLAMBOYANT
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

STASE KMB (KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)

Dosen Pembimbing :
Milasari, Ns., M.Kep
Nur Sa’Adah, S.Kep.,Ners

OLEH :
Theresia Nurhayati
NIM : 211464901110130

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi
pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang
terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

1.2 Etiologi Kejang Demam


1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
1.3 Patofisiologi Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh.
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkaT
Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan
neurologis

Hipertermia potensial membran


perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang Resiko Cedera

Dan diit

Defisit Pengetahuan Keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi Jaringan


Cerebral
1.4 Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

1.5 Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam sederhana
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan –
6 tahun
d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
e. Kejang tidak bersifat tonik klonik
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
i. Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha,
2014)
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden,
2002)
1.6 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N <
200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat
c.  Elektrolit : K, Na
d. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f. Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
g. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang
h. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
i. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala.

1.7 Penaktalaksanaan Medis


1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. 
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam
dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis
0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
1. Penanganan sportif
a) Bebaskan jalan napas
b) Beri zat asam
c) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Pertahankan tekanan darah
e. Pencegahan
1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang
disertai demam.
2. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)
2.2 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
4) Kenyamanan
 Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
 Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal
f. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
g. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
h. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
a. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
b. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
c. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
d. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon
efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
3. Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan
keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
4. Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah
kalau mental dan anesia
5. Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
6. Kejang parsial

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron
otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang
berhubungan dengan kurangnya informasi.
2.3 Rencana Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin
berhubungan keperawatan selama 2. Monitor warna kulit
dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi tidak terjadi hipertermi 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
atau peningkatan suhu 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
tubuh dengan kriteria membatasi pengunjung
hasil: 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai
a. Suhu tubuh dalam kebutuhan
rentan normal (36,5- 7. Menganjurkan menggunakan pakaian
37oC) yang tipis dan menyerap keringat
b. Nadi dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang
normal 80-120x/menit kompres hangat dilanjutkan dengan
c. RR dalam rentan kompres dingin saat anak demam
normal 18-24x/menit 9. Kolaborasi dengan dokter dalam
d. Tidak ada perubahan pemberian obat penurun panas
warna kulit dan tidak
ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD
berhubungan 2x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama jantung
dengan kerusakan pasien tampak tidak 4. Monitor tingkat kesadaran
neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 5. Monitor GCS
otak tidak kebiruan dengan
kriteria hasil:
a. TD sistole dan
diastole dalam batas
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
c. Nadi normal 80-90
x/menit
d. Suhu normal 36-37
derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
cedra tindakan keperawatan untuk pasien
berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan
dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien
otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan yang
kriteria hasil: berbahaya
a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur
kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang
b. Tidak terjadi nyaman dan bersih
cedra 6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada
keluarga.
4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung
penurunan 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
imunitas tubuh terkontrol, status imun benar setiap setelah digunakan pasien
adekuat 3.  Cuci tangan sebelum dan sesudah
KRITERIA HASIL : merawat pasien, dan ajari cuci tangan
a. Bebas dari tanda yang benar
dangejala infeksi. 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
b. Keluarga tahu tanda- menjaga kebersihan klien
tanda infeksi. 5.  Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
c. Angka leukosit 6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup
normal (9000– 7. Anjurkan istirahat
12.000/mm3) 8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan  keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan  anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
.
5. Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
keluarga mengerti
maksud dan tujuan
dilakukan tindakan
perawatan selama kejang.
kriteria hasil :
a. Keluarga
mengerti cara
penanganan
kejang dengan
b. Keluarga 1. Informasi keluarga tentang kejadian
tanggap dan kejang dan dampak masalah, serta
dapat beritahukan cara perawatan dan
Kurangnya melaksanakan pengobatan yang benar.
pengetahuan peawatan 2. Informasikan juga tentang bahaya yang
keluarga tentang kejang. dapat terjadi akibat pertolongan yang
penanganan c.  Keluarga salah.
penderita selama mengerti 3. Ajarkan kepada keluarga untuk
kejang penyebab tanda memantau perkembangan yang terjadi
berhubungan yang dapat akibat kejang.
dengan kurangnya menimbulkan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap
informasi. kejang. penanganan kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica
Aesculpalus, FKUI. Jakarta
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC,
Jakarta
Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis,
EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I
Made Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1.
Jakarta: Salemba medika.
Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO,
Edisi :10.EGC ,Jakarta
Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018.
https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-Kejang-Demam
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor:
Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG
Palangka Raya, 31 Mei 2022

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(Milasari,Ns., M. Kep ) (Nur Sa’Adah, S.Kep.,Ners)

Anda mungkin juga menyukai