Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

DI RUANG ICU RSU WIRADADI HUSADA

Disusun oleh :

Didha Dya Puguh Rancoko

P1337420220076

3B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMETRIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

TAHUN AJARAN 2022/2023


KONSEP DASAR PENYAKIT

KEJANG DEMAM

A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus

keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak

satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya

mengalami kejang demam seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.

Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5

Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun begitu,

walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat mencemaskan,

menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang

sebenarnya.

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan

Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam

komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang

demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam

komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali

kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000)

Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga,

campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan

oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa

jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat
penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari

kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti

resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang

yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.

B. Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 oC.

Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun

ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai

dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).

C. Etiologi Kejang Demam

1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.


D. Tanda dan Gejala

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak akan terlihat

aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki kaku, tersentaksentak atau

kelojotan, dan mata berputar-putar sehingga hanya putih mata yang terlihat. Anak tidak

responsive untuk beberapa waktu, napas akan terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap

dari biasanya. Namun, tidak seberapa lama kemudian, anak akan segera normal kembali

(Sudarmoko, 2017).

E. Patofisiologi Kejang Demam

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi

otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15

%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga

dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi

otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu

tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan

metabolisme otak meningkat.

F. Komplikasi

Menurut Taslim, (2013) kejang demam yang di perkirakan setiap tahun nya terjadi pada

anak sebagian besar mengalami komplikasi epilepsi. Di Indonesia tersendiri komplikasi yang terjadi

karena kejang demam berupa kejang demam berulang, epilepsi, dan hemiparese. Saat anak terjadi

kejang demam tidak ditangani dengan baik oleh orang tua, maka resiko terjadi kejang demam
berulang sangat besar. Oleh karena itu orang tua perlu diberikan pemahaman tentang tatalaksana

penanganan demam seperti kompres hangat.

G. Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral


H. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam

yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk

pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama

pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala

meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur

kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3. Darah

a.  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro

toksik akibat dari pemberian obat.

c.  Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

5.  Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka

(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan

1.  Anamnesa

a. Aktivitas atau Istirahat

1) Keletihan, kelemahan umum

2) Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain

b. Sirkulasi

1) Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis

2) Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan

pernafasan

c. Intergritas Ego

1) Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau

penanganan

2) Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan

dalam berhubungan

d. Eliminasi

1) Inkontinensia epirodik

2) Makanan atau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan

aktivitas kejang

e. Neurosensori

1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma

kepala, anoreksia, dan infeksi serebal


2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis

f. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)

2) Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal

g. Pernafasan

1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi

mulus

2) Fase posektal : Apnea

h. Keamanan

1) Riwayat terjatuh

2) Adanya alergi

i. Interaksi Sosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

2. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

1) Pelebaran rentang respon emosional

c. Eleminasi

1) Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter

2) Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia

d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)


2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristik kejang)

1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas

yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.

2) Kejang umum

Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan,

pupil dilatasi, inkontineusia urine

3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau

mental dan anesia

4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

5) Kejang parsial

Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit

tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif

f. Kenyamanan

1) Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

2) Perubahan pada tonus otot

3) Tingkah laku distraksi atau gelisah 

g. Keamanan

1) Trauma pada jaringan lunak

2) Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia b.d. proses penyakit (D.0130).


2. Risiko perfusi serebral tidak efketif b.d. kerusakan sel neuron otak (D.0017)

C. Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermia (I.15506)

berhubungan keperawatan selama Observasi

dengan proses 1x24 jam diharapkan  Identifikasi penyebab hiportermia

infeksi tidak terjadi hipertermi  Monitor suhu tubuh

atau peningkatan suhu  Monitor kadar elektrolit


tubuh dengan kriteria
 Monitor haluaran urine
hasil:
 Monitor komplikasi akibat
a. Suhu tubuh dalam
hipertermia
rentan normal (36,5-
Terapeutik
37,5oC)
 Sediakan lingkungan yang dingin
b. Nadi dalam rentan
 Longgarkan dan lepaskan pakaian
normal 80-120x/menit
 Lakukan pendinginan eksternal
c. RR dalam rentan
 Hindari pemberian antipiretik atau
normal 18-24x/menit
aspirin
d. Tidak ada perubahan
 Berikan oksigen, jika perlu
warna kulit dan tidak
Edukasi
ada pusing.
 Anjurkan tirah banting

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan dan

elektrolit intravena, jika perlu

2. Risiko perfusi Setelah di lakukan Manajemen peningkatan tekanan

serebral tidak tindakan keperawatan intrakranial (I.09325)

efektif b.d. selama 1x24 jam risiko Observasi

kerusakan sel kerusakan perfusi  Identifikasi penyebab peningkatan


TIK

 Monitor MAP

 Monior CVP

 Monitot gelombang ICP

 Monitor status pernafasan

Terapeutik

 Minimalkan stimulus dengan

menyediakan lingkungan yang

tenang
serebral berkurang
 Cegah terjadinya kejang
dengan tindakan

perawatan selama kejang.  Atur ventilator agar PaCO2

kriteria hasil : optimal

a. TD sistole dan  Pertahankan suhu tubuh normal

diastole dalam Edukasi

batas normal  Kolaborasi pemberian sedasi dan

b. RR normal anti konvulsan, jika perlu

c. Nadi normal  Kolaborasi pemberian diuretik

d. Suhu normal osmosis, jika perlu

36,5-37,5ºC  Kolaborasi pemberian pelunak

neuron otak. e. GCS 15 tinja, jika perlu

D. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan serta menilai apakah masakah yang terjadi sudah diatasi
seluruhnya,hanya sebagian,atau belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses
yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan
memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuain tindakan
keperawatan,perbaikan tindakan keperawatan,kebutuhan klien saat ini,perlunya
dirujuk pada tempat kesehatan lain dan perlu menyusun ulang prioritas diagnosa
supaya kebutuhan klienbisa terpenuhui atau teratasi (Ode Debora, 2013). Evaluasi
dinilai berdasarkan respon pasien terhadap implementasi yang telah dilakukan,
sehingga kriteria hasil yang diharapkan :
a. Menggigil menurun.
b. Suhu tubuh membaik menjadi 36,5⁰ c – 37,5⁰ c
c. Kejang menurun.
d. Suhu kulit membaik.
e. Takikardia menurun.
f. Takipnea menurun.
g. Kulit merah menurun.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica
Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:


Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO,


Edisi :10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018. https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-


Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.


Edisi: 3. Jakarta: ECG

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:


Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.


Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, 
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai