Disusun oleh :
P1337420220076
3B
KEJANG DEMAM
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak
satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya
mengalami kejang demam seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5
Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun begitu,
walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat mencemaskan,
menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang
sebenarnya.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga,
campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa
oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa
jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat
penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari
kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti
resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
1. Faktor-faktor prenatal
3. Faktor genetika
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak akan terlihat
aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki kaku, tersentaksentak atau
kelojotan, dan mata berputar-putar sehingga hanya putih mata yang terlihat. Anak tidak
responsive untuk beberapa waktu, napas akan terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap
dari biasanya. Namun, tidak seberapa lama kemudian, anak akan segera normal kembali
(Sudarmoko, 2017).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15
%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
F. Komplikasi
Menurut Taslim, (2013) kejang demam yang di perkirakan setiap tahun nya terjadi pada
anak sebagian besar mengalami komplikasi epilepsi. Di Indonesia tersendiri komplikasi yang terjadi
karena kejang demam berupa kejang demam berulang, epilepsi, dan hemiparese. Saat anak terjadi
kejang demam tidak ditangani dengan baik oleh orang tua, maka resiko terjadi kejang demam
berulang sangat besar. Oleh karena itu orang tua perlu diberikan pemahaman tentang tatalaksana
G. Pathway
Resiko Infeksi
Proses demam
ATP ASE
Pengobatan perawatan
Dan diit
15 menit
perubahan suplay
gejala sisa
Neuron otak
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk
pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
c. Elektrolit : K, Na
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
b. Sirkulasi
2) Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
1) Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
2) Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan
dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma
f. Kenyamanan
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi
mulus
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
b. Integritas Ego
c. Eleminasi
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas
2) Kejang umum
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit
f. Kenyamanan
g. Keamanan
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Kolaborasi
Monitor MAP
Monior CVP
Terapeutik
tenang
serebral berkurang
Cegah terjadinya kejang
dengan tindakan
D. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan serta menilai apakah masakah yang terjadi sudah diatasi
seluruhnya,hanya sebagian,atau belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses
yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan
memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuain tindakan
keperawatan,perbaikan tindakan keperawatan,kebutuhan klien saat ini,perlunya
dirujuk pada tempat kesehatan lain dan perlu menyusun ulang prioritas diagnosa
supaya kebutuhan klienbisa terpenuhui atau teratasi (Ode Debora, 2013). Evaluasi
dinilai berdasarkan respon pasien terhadap implementasi yang telah dilakukan,
sehingga kriteria hasil yang diharapkan :
a. Menggigil menurun.
b. Suhu tubuh membaik menjadi 36,5⁰ c – 37,5⁰ c
c. Kejang menurun.
d. Suhu kulit membaik.
e. Takikardia menurun.
f. Takipnea menurun.
g. Kulit merah menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta
Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.