Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG

DEMAM

OLEH :

Novi Andari 2011012017


Arie Nuraini 2011012020
Irfanudin Arigayo 2011012011

DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK


PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021

i
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
a. Latar Belakang....................................................................................1
b. Tujuan .................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
a. Konsep Penyakit.................................................................................3
b. Konsep Keperawatan.........................................................................7
BAB PENUTUP.............................................................................................20
a. Kesimpulan..........................................................................................20
b. Saran ...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam atau febrile convulsion merupakan bangkitan


kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 )
yang disebabkan oleh proses ektrakranium (Lestari, 2016).
Kejang demam juga sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi
saluran kemih Kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya disertai apnea (henti nafas), meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot, metabolisme otak meningkat dan dapat berpengaruh
pada tumbuh kembang anak. (Lestari, 2016).
Kejang demam biasanya menyerang anak di bawah 5 tahun,
dengan inseden puncak yang terjadi pada usia antara 14 sampai 18
bulan.Kejang demam jarang teradi pada anak di bawah 6 bulan dan di
atas 5 tahun. Kejang demam berkaitan dengan demam, biasanya
terkait penyakit virus. Komplikasi yang berkaitan dengan demam
meliputi status epileptikus, defisit koordinasi motorik, ketidak
mampuan intelektual,dan masalah prilaku.(Terri Kyle, 2012) Di
Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada
anak kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian demam dilapor
kantinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah
kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam
adalah sebesar 9-10%. Di Indonesia sendiri, kejadian kejang demam
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2-5% (Iva, 2010).

Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya


mengalami kejang, karena setiap kejang kemungkin dapat

1
menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak. Kejang merupakan
gangguan saraf yang sering di jumpai pada anak (Deliana & Melda,
2012)
Peran perawat pada kasus kejang demam sangatlah
berpengaruh untuk mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang,
mempertahan kan jalan napas, melindungi pasien dari trauma,
memberikan informasi ke pada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganan nya, serta perawat ber
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat (anti konvulsan)
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan Pasien Pada
Kasus Kejang Demam
2. Tujuan Khusus
Memberikan gambaran Asuhan Keperawatan Kejang Demam pada
Anak yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi keperawatan, mengevaluasi tindakan
keperawatan, dan dokumentasi keperawatan

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Penyakit

1. Pengertian
Kejang demam atau fibrile convulsion adalah bangkitan kejang
yang terajadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Lestari, 2016).
Menurut consensus statement fibrile seizures, kejang demam
adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi
antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebap
lain. (Deliana,Melda, 2012) Kejang demam di klasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah Kejang berlangsung singkat,
Berhenti dalam waktu <10 menit, Tidak berlangsung dalam
waktu 24 jam
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang berlangsung lama >15 menit, Kejang fokal atau
parsia,l Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
(Kusuma, 2013)
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonnia, gastroententis, dan infeksi saluran kemih. Kejang juga
dapat terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu setelah
vaksnasi contohnya vaksinasi campak, akan tetapi sangat jarang
(Lestari, 2016).

3. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang

3
terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran yang sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium [K+] dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium [Na+] dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida [Cl+]. Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan


kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhuan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnoe, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat (Lestari, 2016).Mekanisme terjadinya
Kejang Demam dapat dilihat pada gambar Patofisiologi dihalaman
berikutnya.

4
Pathway
Infeksi bakteri rangsang mekanik dan biokimia

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan &elektrolit

Reaksi inflasi perubahan


konsentrasi ion
Diruang
ekstraseluler

Proses
demam Ketidakseimbangan kelainan neorologis

potensial membran perinatal/prenatal

Hipertermi ATP ASE

Resiko kejang berulang difusi

Na+ dan K+ Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cidera

Dan diit

Kurang informasi,kondisi kurang dari lebih dari


15 menit Prognosis pengobatan 15 menit

dan perawatan
perubaha
m suplay kurang pengetahuan/ tidak menibulkan darah ke
otak inefektif gejala sisa

penatalaksaa
n kejang
cemas

perfusi
jaringan
apnea
Sumber : dimodifikasi Lestari
cereb
(2016), Suparjo (2010)
ral
Gambab 1 Patofiologi Kejang Demam
tidak
efekti
f

ke
but
ua
ha

5
n
oks
ige
n

pola napas tidak efektif

4. Manifestasi Klinis

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral,


serangan klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejangakan berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun menangis dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf.Adapula kejang berlangsung lama dan mungkin terjadi
kerusakan sel saraf yang menetap. (Lestari, 2016).
Gejala dari kejang demam ini tidak berbeda dengan
kejadian kejang pada umumya. Namun, biasanya orangtua akan
panik bila anak tiba-tiba kejang atau seluruh tubuhnya menjadi
kaku. Berikut ini tanda dan gejala yang muncul : terjadi
peningkatan suhu tubuh lebih dari 38oC, mucul kekakuan tiba-tiba
pada tangan dan kaki anak, telapak tangan tampak menggenggam
kuat dan menekuk ke dalam, telapak kaki tampak menekuk ke
dalam, mata melotot, namun tidak bereaksi, bibir dan gigi saling
mengatup kuat, kejang emumnya diawali kejang tonik kemudian
klonik, nadi teraba lemah, penurunan curah jantung
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapa dilakukan
walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang berarti.
b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk
menegakan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis,
indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan kejang demam

6
meliputi:
1) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena
gejala meningitis sering tidak jelas
2) Bayi antara 12 bulan atau kurang dari satu tahun di
anjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti
bukan meningitis
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada pasien kejang
demam yang tidak khas
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak di
anjurkan pada anak pada kelainan neurologis karena hampir
semuanya menunjukan gambaran normal.(Kusuma, 2013)
6. Penatalaksanaan
a. Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh sudah
melewati angka 37,5
b. Kompres dengan lap hangat (yang suhu nya kurang lebih
sama dengan suhu badan) jangan kompres dengan air dingin,
karena dapat menyebapkan korsleting/benturan kuat di otak
antar suhu panas dengan kompres dingin tadi
c. Agar anak tidak cidera, pindahkan benda-benda keras atau
tajam yang berada di dekat anak.Tak perlu menahan agar
tetap terbuka dengan mengganal atau menggigitkan sesuatau
di antara giginya. Cukup miringkan tubuh anak agar
penderita tidak menelan cairan muntahannya sendiri yang
bisa menggangu pernafasannya.
d. Jangan berikan minuman/makanan segera setelah berhenti
kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak
tersendak. (Oktami, 2017)
7. Komplikasi kejang demam
Komplikasi yang berkaitan dengan demam meliputi status
epileptikus, defisit koordinasi motorik, ketidak mampuan
intelektual, dan masalah prilaku.(Terri Kyle, 2012)

7
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan
perawatan pasien tersebut, sukarmin (2011). Maka dilakukan
anamnesa untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, yaitu

1) Identitas Pasien
Dalam mengkaji identitas pasien kejang demam yang perlu
menjadi perhatian adalah nama lengkap pasien, jenis kelamin,
dan usia dari pasien. Pada beberapa kasus kejang demam
sering ditemukan pada anak dengan usia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh
>38,0⁰C, pasien mengalami kejang dan bahkan pada
pasien dengan kejang demam kompleks biasanya
mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua pasien akan mengatakan badan
anaknya terasa panas, nafsu makan munurun, lama terjadi
kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang
dialami anak.
c) Riwayat kesehatan lalu
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada
pasien dengan kejang demam kompleks
mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak disertai
mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat
imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit

8
infeksi atau virus seperti virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi

Pada saat anak sakit, biasanya akan mengalami


penurunan nafsu makan karena mual ataupun
muntah.
(4) Riwayat ante anatal, post natal dan natal juga harus
diperhatikan terutrama untuk anak usia 0-5 tahun.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pada anak kejang demam yang sering
dijumpai ialah anak sering terlihat rewel hingga mengalami
penurunan kesadaran
b. TTV
Suhu : >38.0ºC
Respirasi : pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49
kali/menit. Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40
kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/menit
c. Berat badan
Pada anak kejang demam biasanya tidak mengalami
penurunan berat badan yang signifikan
d. Kepala
Kepala tampak simetri, dan tidak ada kelainan yang tampak
pada kepala
e. Mata
Mata mendelik, skelera tidak ikterik, konjungtifa sering
ditemukan anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak
kotor
g. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar

9
dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan
pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi : gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
b) Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan sama
c) Auskultasi: biasanya ditemukan bunyi napas
tambahan seperti ronchi.
d) Perkusi : perkusi pada jantung ditemukan pekak
2) Jantung
Pada umumnya akan terjadi penurunan atau peningkatan
denyut jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : Ictus cordis di SIC V teraba
c) Perkusi : batas kiri jantung : SIC II kiri di linea
parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak
ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di
ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
d) Auskultasi : bunyi jantung terdengar tunggal
k. Abdomen
a) Inspeksi : abdomen simetris, umbilikus memusat
b) Auskultasi :bising usus dalam batas normal
c) Perkusi :thympani
d) Palpasi : perut teraba supel

10
l. Genetalia dan anus
Pada umumnya tidak ditemukan ganggun pada area genetalia
m. Ekstermitas
1) Atas : lengan kaku, tonus otot mengalami kelemahan,
CRT > 2 detik.
2) Bawah : tungkai kaku, tonus otot mengalami kelemahan,
CRT > 2 detik.
n. Intergumen
Kulit pucat dan membiru akral sering teraba dingin.
3. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu)
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
4. Penilaian kekuatan otot

Tabel 2.2 Penilaian kekuatan

11
otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit <45º, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(sumber: Wijaya & Yessi,2013)

5. Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan
walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang
berarti.
(2) Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi :
• Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena
gejala meningitis sering tidak jelas.
• Bayi antara 12 bulan-1 tahun dianjurkan untuk
melakukan lumbal fungsi kecuali pasti bukan
meningitis

(3) Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam


yang tidak khas.
Pemeriksaan foto kepala, CT-scan/ MRI tidak dianjurkan pada
pasien anak tanpa kelainan nuerologist karena hampir
semuanya menunjukkan gambaran normal. CT-scan / MRI
direkomendasikan untuk kasus kejang demam fokal untuk

12
mencari lesi organil di otak. (Nurarif, 2015)

2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan peningktan laju metabolisme
b. Resiko ketidakefektifan jaringan otak berhubungan dengan
peningkatan sirkulasi otak
c. Pola napas tidak efektif
d. Resiko cidera berhubungan dengan proses kejang
e. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
f. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
kejang yang berulang

13
3. Intervensi
No.DX DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI

1 2 3 4

1 Pola Napas Tidak Efektif Pola napas membaik Manajemen jalan napas
berhubungan dengan neorologis Dengan kriteri hasil : Observasi
gangguan kejang di tandai  Tidak ada dispnea  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
DS  Tidak ada penggunaan otot  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
 dispnea bantu napas wheezing, ronkhi kering)
 Frekuensi napas normal Teraupetik
DO  Kedalaman napas membaik  Posisikan semiflower atau flower
 penggunanan otot bantu  Berikan minuman hangat
napas,  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 takipnea.  Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik,
jika perlu

14
2 Hipertermia beruhubungan Termoregulasi membaik Manajemen hipertermia
dengan penyakit di tandai dengan Dengan kriteria hasil : Observasi
 Menggigil  identifikasi penyebab hipertermi (mis. Dehidrasi, terpapar
DS : -  Suhu tubuh normal (36,5-37,5 lingkungan panas, penggunaan inkubator)
o
c)  monitor suhu tubuh
DO :  Suhu kulit normal  monitor kadar elektrolit
 Suhu tubuh diatas nilai  Tidak ada kejang  monitor komplikasi akibat hipertermi
normal (36,5-37-5)  Takikardi Terapuetik
 Kulit merah  takipnea  sediakan lingkungan yang dingin
 Kejang  longgarkan atau leapaskan pakain
 Takipnea  basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Kulit terasa hangat  beriakan cairan oral
 berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 anjurkan tirah baring
kolaborasi
 kolaborasi pemberian cairan
Regulasi Temprature
Observasi
 monitor suhu anak tiap dua jam sekali, jika perlu
 monitor tekanan darah, frekuansi fernapasan dan nadi
 monitor warna dan suhu kulit
 monitor dan catat tanda/gejala hipertermia
Teraupetik
 pasang alat pemantau suhu kutinu, jika perlu
 tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
 sesuaikan suhu ingkungan dengan kebutuahan pasien
Edukasi
jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara
dingin
Kolaborasi

15
 kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
3 Resiko perfusi serebral tidak Perfusi serebral meningkat Manajemen peningkatan tekanan
efektif di buktikan dengan dengan kriteri hasil :
intrakaranial Observasi
 Masa tromboplastin parsial  Tingkat kesadaran membaik
abnormal,  Tidak ada sakit kepala  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
 Masa protrombin abnormal,  Tidak ada gelisah gangguan metabolisme, edema serebral)
 Segmen ventrikel kiri  Tidak ada peningkatan  Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
akinetik, tekanan intra kranial darah meningkat, bradikardi, pola napas ireguler, kesadaran
 Aterosklerosis aortik, menurun)
 Fibrilasi atrium,  Monitor status pernapasan monitor MAP (mean arterial
 Miksoma atrium, pressure)
 Tumor otak.  Monitor CVP (central venuos pressure), JIKA PERLU
 Monitor PAWP, jika perlu
 Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (intra cranial pressure)
 Monitor glombang icp
Terapeutik

 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang


tenang
 Berikan posisi semiflower
 Egah terjadinya kejang
 Pertahankan suhu tubh normal
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulvan , jika perlu


 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,jika
perlu Kolaborasi pemberian pelunak tinja

16
4 Resiko cidera di buktikan dengan Tingkat cidera menurun Manajemen keselamatan lingkungan
 Terdapat Dengan kriteria hasil : Observasi
ketidakamanna  Tidak ada kejadian cidera  Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi fisik,
transportasi  Luka/lecet fungsi kognitif, dan riwayat prilaku)
 Perubahan orientasi afektif  Monitor status keselamatan lingkungan
 Tidak terjadi fraktur
 Perubahan sensasi Teraupetik
 Klien kejang  Tekanan darah dalam batas
 Hilangkan bayaha keselamatan lingkungan (mis. Fisik,
normal
biologi, dan kimia) jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
resiko
Edukasi
 Anjurkan individu, kluarga dan kelompok resiko tinggi
bahaya lingkungan

17
4. Implementasi
Setelah menyusun rencana asuhan keperawatan, langkah

selanjutnya diterapkan tindakan yang nyata untuk mencapai hasil

berupa berkurang atau hilangnya masalah. Pada tahap implementasi

ini terdiri atas beberapa kegiatan yang merupakan validasi rencana

keperawatan, menuliskan atau mendokumentasikan rencana serta

melanjutkan pengumpulan data (Mityani, 2009).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan aktif dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan
terhadap masalah dan menilai sejauh mana masalah dapat diatasi.
Disamping itu perawat, juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat
dimodifikasi (Mityani, 2009)

18
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kejang demam atau febrile convulsion merupakan bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 ) yang disebabkan
oleh proses ektrakranium Asuhan keperawatan pada anak yang menderita
kejang demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih Kejang demam
yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea (henti nafas),
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot, metabolisme otak meningkat dan dapat berpengaruh pada
tumbuh kembang anak.
B. SARAN

Berdasarkan dari kesimpulan diatas maka penulis dapat memberikan

saran sebagai berikut:

1. Rumah Sakit

a. Selalu bekerja sama dengan tim kesehatan atau pihak

terkait lainnya guna memberikan mutu pelayanan

kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar

pelayanan kesehatan.

b. Melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan

untuk menunjang pelayanan kesehatan, khususnya

pada klien dengan pneumonia.

19
2. Institusi Pendidikan
Menambah literatur/referensi tentang asuhan keperawatan pada klien
pneumonia.

3. Studi Kasus Selanjutnya


Meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang masalah
pneumonia dan dapat menerapkan dalam asuhan keperawatan.
Memberikan asuhan keperawatan pada pneumonia secara
komprehensif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Apriani, L. S. (2017). Metodologi Keperawatan . Yogyakarta: Pustaka


panasea .
Carman, T. K. (2012). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Chayatin, W. I. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori &
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Kedokteran EGC.
Deliana, M. (2012). Asuhan Keperawatan Kejang Demam. Jurnal
Keperawatan Bina Husada, 106.
Iva, y. d. (2010). Asuhan Keperawatan Kejang Demam. Jurnal
Keperawatan Bina Husada, 106-111.
Kusuma, A. H. (2013). Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action
Publishing .
lestari, T. (2016). Asuhan keperawatan anak . Yogyakarta: Nuha medika.
Nurjannah, I. (2005). Aplikasi Proses Keperawatan . Yogyakarta:
MocoMedika. Oktami, R. S. (2017). MTBS (Manajemen Terpadu
Balita Sakit). Yogyakarta : Nuha Medika.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):


Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:
DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.).
Jakarta: DPP PPNI.
Suparjo (2010). patofisiologi kejang demam.Dipetik Mei 20, 2019, dari
Web site jurnal perawat tegal :
https://www.scribd.com/doc/23761569/Pathway- Anak-Kejang-
Demam

Tarwoto, W. &. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salamba Medika

21

Anda mungkin juga menyukai