DEMAM
OLEH :
i
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
a. Latar Belakang....................................................................................1
b. Tujuan .................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
a. Konsep Penyakit.................................................................................3
b. Konsep Keperawatan.........................................................................7
BAB PENUTUP.............................................................................................20
a. Kesimpulan..........................................................................................20
b. Saran ...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak. Kejang merupakan
gangguan saraf yang sering di jumpai pada anak (Deliana & Melda,
2012)
Peran perawat pada kasus kejang demam sangatlah
berpengaruh untuk mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang,
mempertahan kan jalan napas, melindungi pasien dari trauma,
memberikan informasi ke pada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganan nya, serta perawat ber
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat (anti konvulsan)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan Pasien Pada
Kasus Kejang Demam
2. Tujuan Khusus
Memberikan gambaran Asuhan Keperawatan Kejang Demam pada
Anak yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi keperawatan, mengevaluasi tindakan
keperawatan, dan dokumentasi keperawatan
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Penyakit
1. Pengertian
Kejang demam atau fibrile convulsion adalah bangkitan kejang
yang terajadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Lestari, 2016).
Menurut consensus statement fibrile seizures, kejang demam
adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi
antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebap
lain. (Deliana,Melda, 2012) Kejang demam di klasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah Kejang berlangsung singkat,
Berhenti dalam waktu <10 menit, Tidak berlangsung dalam
waktu 24 jam
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang berlangsung lama >15 menit, Kejang fokal atau
parsia,l Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
(Kusuma, 2013)
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonnia, gastroententis, dan infeksi saluran kemih. Kejang juga
dapat terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu setelah
vaksnasi contohnya vaksinasi campak, akan tetapi sangat jarang
(Lestari, 2016).
3. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang
3
terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran yang sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium [K+] dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium [Na+] dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida [Cl+]. Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.
4
Pathway
Infeksi bakteri rangsang mekanik dan biokimia
Proses
demam Ketidakseimbangan kelainan neorologis
Dan diit
dan perawatan
perubaha
m suplay kurang pengetahuan/ tidak menibulkan darah ke
otak inefektif gejala sisa
penatalaksaa
n kejang
cemas
perfusi
jaringan
apnea
Sumber : dimodifikasi Lestari
cereb
(2016), Suparjo (2010)
ral
Gambab 1 Patofiologi Kejang Demam
tidak
efekti
f
ke
but
ua
ha
5
n
oks
ige
n
4. Manifestasi Klinis
6
meliputi:
1) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena
gejala meningitis sering tidak jelas
2) Bayi antara 12 bulan atau kurang dari satu tahun di
anjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti
bukan meningitis
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada pasien kejang
demam yang tidak khas
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak di
anjurkan pada anak pada kelainan neurologis karena hampir
semuanya menunjukan gambaran normal.(Kusuma, 2013)
6. Penatalaksanaan
a. Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh sudah
melewati angka 37,5
b. Kompres dengan lap hangat (yang suhu nya kurang lebih
sama dengan suhu badan) jangan kompres dengan air dingin,
karena dapat menyebapkan korsleting/benturan kuat di otak
antar suhu panas dengan kompres dingin tadi
c. Agar anak tidak cidera, pindahkan benda-benda keras atau
tajam yang berada di dekat anak.Tak perlu menahan agar
tetap terbuka dengan mengganal atau menggigitkan sesuatau
di antara giginya. Cukup miringkan tubuh anak agar
penderita tidak menelan cairan muntahannya sendiri yang
bisa menggangu pernafasannya.
d. Jangan berikan minuman/makanan segera setelah berhenti
kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak
tersendak. (Oktami, 2017)
7. Komplikasi kejang demam
Komplikasi yang berkaitan dengan demam meliputi status
epileptikus, defisit koordinasi motorik, ketidak mampuan
intelektual, dan masalah prilaku.(Terri Kyle, 2012)
7
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan
perawatan pasien tersebut, sukarmin (2011). Maka dilakukan
anamnesa untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, yaitu
1) Identitas Pasien
Dalam mengkaji identitas pasien kejang demam yang perlu
menjadi perhatian adalah nama lengkap pasien, jenis kelamin,
dan usia dari pasien. Pada beberapa kasus kejang demam
sering ditemukan pada anak dengan usia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh
>38,0⁰C, pasien mengalami kejang dan bahkan pada
pasien dengan kejang demam kompleks biasanya
mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua pasien akan mengatakan badan
anaknya terasa panas, nafsu makan munurun, lama terjadi
kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang
dialami anak.
c) Riwayat kesehatan lalu
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada
pasien dengan kejang demam kompleks
mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak disertai
mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat
imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
8
infeksi atau virus seperti virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi
9
dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan
pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi : gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
b) Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan sama
c) Auskultasi: biasanya ditemukan bunyi napas
tambahan seperti ronchi.
d) Perkusi : perkusi pada jantung ditemukan pekak
2) Jantung
Pada umumnya akan terjadi penurunan atau peningkatan
denyut jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : Ictus cordis di SIC V teraba
c) Perkusi : batas kiri jantung : SIC II kiri di linea
parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak
ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di
ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
d) Auskultasi : bunyi jantung terdengar tunggal
k. Abdomen
a) Inspeksi : abdomen simetris, umbilikus memusat
b) Auskultasi :bising usus dalam batas normal
c) Perkusi :thympani
d) Palpasi : perut teraba supel
10
l. Genetalia dan anus
Pada umumnya tidak ditemukan ganggun pada area genetalia
m. Ekstermitas
1) Atas : lengan kaku, tonus otot mengalami kelemahan,
CRT > 2 detik.
2) Bawah : tungkai kaku, tonus otot mengalami kelemahan,
CRT > 2 detik.
n. Intergumen
Kulit pucat dan membiru akral sering teraba dingin.
3. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu)
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
4. Penilaian kekuatan otot
11
otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit <45º, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(sumber: Wijaya & Yessi,2013)
5. Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan
walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang
berarti.
(2) Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi :
• Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena
gejala meningitis sering tidak jelas.
• Bayi antara 12 bulan-1 tahun dianjurkan untuk
melakukan lumbal fungsi kecuali pasti bukan
meningitis
12
mencari lesi organil di otak. (Nurarif, 2015)
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan peningktan laju metabolisme
b. Resiko ketidakefektifan jaringan otak berhubungan dengan
peningkatan sirkulasi otak
c. Pola napas tidak efektif
d. Resiko cidera berhubungan dengan proses kejang
e. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
f. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
kejang yang berulang
13
3. Intervensi
No.DX DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI
1 2 3 4
1 Pola Napas Tidak Efektif Pola napas membaik Manajemen jalan napas
berhubungan dengan neorologis Dengan kriteri hasil : Observasi
gangguan kejang di tandai Tidak ada dispnea Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
DS Tidak ada penggunaan otot Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
dispnea bantu napas wheezing, ronkhi kering)
Frekuensi napas normal Teraupetik
DO Kedalaman napas membaik Posisikan semiflower atau flower
penggunanan otot bantu Berikan minuman hangat
napas, Lakukan fisioterapi dada jika perlu
takipnea. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik,
jika perlu
14
2 Hipertermia beruhubungan Termoregulasi membaik Manajemen hipertermia
dengan penyakit di tandai dengan Dengan kriteria hasil : Observasi
Menggigil identifikasi penyebab hipertermi (mis. Dehidrasi, terpapar
DS : - Suhu tubuh normal (36,5-37,5 lingkungan panas, penggunaan inkubator)
o
c) monitor suhu tubuh
DO : Suhu kulit normal monitor kadar elektrolit
Suhu tubuh diatas nilai Tidak ada kejang monitor komplikasi akibat hipertermi
normal (36,5-37-5) Takikardi Terapuetik
Kulit merah takipnea sediakan lingkungan yang dingin
Kejang longgarkan atau leapaskan pakain
Takipnea basahi dan kipasi permukaan tubuh
Kulit terasa hangat beriakan cairan oral
berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
anjurkan tirah baring
kolaborasi
kolaborasi pemberian cairan
Regulasi Temprature
Observasi
monitor suhu anak tiap dua jam sekali, jika perlu
monitor tekanan darah, frekuansi fernapasan dan nadi
monitor warna dan suhu kulit
monitor dan catat tanda/gejala hipertermia
Teraupetik
pasang alat pemantau suhu kutinu, jika perlu
tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
sesuaikan suhu ingkungan dengan kebutuahan pasien
Edukasi
jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara
dingin
Kolaborasi
15
kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
3 Resiko perfusi serebral tidak Perfusi serebral meningkat Manajemen peningkatan tekanan
efektif di buktikan dengan dengan kriteri hasil :
intrakaranial Observasi
Masa tromboplastin parsial Tingkat kesadaran membaik
abnormal, Tidak ada sakit kepala Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
Masa protrombin abnormal, Tidak ada gelisah gangguan metabolisme, edema serebral)
Segmen ventrikel kiri Tidak ada peningkatan Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
akinetik, tekanan intra kranial darah meningkat, bradikardi, pola napas ireguler, kesadaran
Aterosklerosis aortik, menurun)
Fibrilasi atrium, Monitor status pernapasan monitor MAP (mean arterial
Miksoma atrium, pressure)
Tumor otak. Monitor CVP (central venuos pressure), JIKA PERLU
Monitor PAWP, jika perlu
Monitor PAP, jika perlu
Monitor ICP (intra cranial pressure)
Monitor glombang icp
Terapeutik
16
4 Resiko cidera di buktikan dengan Tingkat cidera menurun Manajemen keselamatan lingkungan
Terdapat Dengan kriteria hasil : Observasi
ketidakamanna Tidak ada kejadian cidera Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi fisik,
transportasi Luka/lecet fungsi kognitif, dan riwayat prilaku)
Perubahan orientasi afektif Monitor status keselamatan lingkungan
Tidak terjadi fraktur
Perubahan sensasi Teraupetik
Klien kejang Tekanan darah dalam batas
Hilangkan bayaha keselamatan lingkungan (mis. Fisik,
normal
biologi, dan kimia) jika memungkinkan
Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
resiko
Edukasi
Anjurkan individu, kluarga dan kelompok resiko tinggi
bahaya lingkungan
17
4. Implementasi
Setelah menyusun rencana asuhan keperawatan, langkah
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan aktif dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan
terhadap masalah dan menilai sejauh mana masalah dapat diatasi.
Disamping itu perawat, juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat
dimodifikasi (Mityani, 2009)
18
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kejang demam atau febrile convulsion merupakan bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 ) yang disebabkan
oleh proses ektrakranium Asuhan keperawatan pada anak yang menderita
kejang demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih Kejang demam
yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea (henti nafas),
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot, metabolisme otak meningkat dan dapat berpengaruh pada
tumbuh kembang anak.
B. SARAN
1. Rumah Sakit
pelayanan kesehatan.
19
2. Institusi Pendidikan
Menambah literatur/referensi tentang asuhan keperawatan pada klien
pneumonia.
20
DAFTAR PUSTAKA
21