Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. B DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKB DI IGD


RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Lafa Nolla
2017.C.09a.0896

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TA 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Lafa Nolla
NIM : 2017.C.09a.0896
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. B
Dengan Diagnosa Medis CKB Di IGD RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Akademik

Yelstria Ulina T, S.Kep., Ners.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Diagnosa CKB di IGD RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi kasus
ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria S.Kep.,Ners. Selaku Koordinator PPK III.
4. Ibu Yelstria Ulina, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan
keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada keluarga Tn. B yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai kelolaan
dalam asuhan keperawatan.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan penulisan studi kasus
ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan studi kasus ini
bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
1.3.1 Tujuan Umum 1
1.3.2 Tujuan Khusus 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit CKB1
2.1.1 Defenisi 1
2.1.2 Anatomi Fisiologi 2
2.1.3 Etiologi 9
2.1.4 Klasifikasi 9
2.1.5 Patofisiologi 10
2.1.6 Woc CKB 13
2.1.7 Manisfestasi Klinis 14
2.1.8 Komplikasi 14
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang 14
2.1.10 Penatalaksanaa 15
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 16
2.2.1 Pengkajian 16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 18
2.2.3 Rencana  Asuhan Keperawatan 19
2.2.4 Implementasi 26
2.2.5 Evaluasi 26
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Anamnesa19
3.2 Pemeriksaan Fisik 20
3.3 Analisa Data 24
3.4 Prioritas Masalah 26
3.5 Rencana Keperawatan 27
3.6 Implentasi dan Evaluasi 29
DAFTAR PUSTAKA
SAP
LEAFLET
JURNAL TERKAIT

KASUS CKB
Pada tanggal 10 november 2020 pada jam 20.30 Tn. B umur 35 tahun datang ke IGD
RSUD dr Doris sylvanus Palangka Raya dengan diantar keluarga pasien tabrakan
dengan kendaraan bermotor dengan penurunan kesadaran, terdapat hematoma di
kepala dan krepitasi pada paha bagian kanan sepertiga medial dextra dan wajah
hematoma, keluar darah dari mulut, telingan dan hidung, pasien juga sesak, pada saat
dilakukan pengkajian oleh perawat terdapat sumbatan jalan napas berupa darah dan
lendir pernapasan dada dan perut suara napas gurgling dan stidor , akral dingin, kulit
pucat, terdapat pendarahan di telinga, hidung, mulut, CRT <2 kesadaran sopor
jumlah GCS 6 (E2, M2, V2) langsung masuk ke ruangan perawat prioritas 1 (triage
Merah ) TTV TD : 100/60 mmhg, N :102x/ menit, RR : 32 x/menit suhu : 37.8 C,
Spo2 93 %. Lalu pasien diberikan tindakan keperawatan mendapat pemasangan infus
RL di tangan sebelah kana 30 Tpm, terpasang oksigen nasal kanul 4 lpm, dan
terpasang monitor EKG, mendapat terapi injeksi Paracetamol 3x1 gr, injeksi
ceftriaxone 2x1 gr dan injeksi dobutamin 150 gr
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih
dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah
sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak
dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala
mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare,
2012 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan,
cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala
atau askep cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera
kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan
gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran.
Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi
otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan
pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak.
Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi
unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat
pasien tiba di rumah sakit. (Sjahrir, 2014).
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera
kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000
orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan
kecacatan akibat cedera kepala (Moore & Argur, 2016). Penyebab cedera kepala yang
terbanyak adalah kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga
(10%). Angka kejadian cedera kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia
merupakan penyebab kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan
urutan kelima (2,18%) pada 10 penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia (Depkes RI, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa medis CKB di
ruang ICCU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3 Tujuan Penulisan
13.1 Tujuan Umum
Tujuan umun dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau
memperoleh kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus,
dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menulis latar belakang studi kasus.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menulis konsep dasar penyakit dan manajemen
keperawatanterkait kaus yang dikelola.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menulis pemberian asuhan keperawatan berdasarkan
asuhan keperawatan
1.3.2.4 Mahasiswa mampu membahas kasus berdasarkan teori.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat pembahasan dan saran yang mengacu pada
laporan studi kasus.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi penderita
Dengan penelitian ini penderita dapat menambah pengetahuannya tentang
CKB dalam kehidupan sehari- hari dan dapat meningkatkan motivasi untuk
memeriksakan diri dalam berobat.
2. Bagi keluarga
Memberikan informasi dan saran bagi keluarga mengenai pentingnya
pengetahuan CKB motivasi untuk memeriksakan diri berobat.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat bahwa
pengetahuan tentang CKB sangat dibutuhkan.
4. Bagi peneliti
Memberi pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapat di bangku
kuliah ke dalam bentuk penelitian ilmiah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Cidera Kepala
2.1.1 Definisi
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robekannya subtansia
alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma
benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit,
tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Kepala
2.1.2.1 Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan
kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat
membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak (intracranial) trauma
dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.
2.1.2.2 Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh
trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak
masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak)
dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna)
yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion.
Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam
ruang epidural.
2.1.2.3 Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada
dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural yang merupakan
ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar dengan bebas. Dan
hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang
melewati subdural mempunya sedikit jaringan penyokong sehingga mudah
cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus,
masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang
lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial
homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau
vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada
setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid,
ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan
sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
2.1.2.4 Otak
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai
pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur
cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung /
telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan
otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan
peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra
cranial).
2.1.2.5 Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume
darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.
Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg.
Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan
cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan
dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah
1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa
adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan
turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
2.1.3 Etiologi
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas,
perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan
oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
2.1.3.1 Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit       :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang     :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup
& terbuka).
3) Otak        :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi.
2.1.3.2 Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi:
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan
oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah
suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul. Glascow coma scale
( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai
secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
2.1.4.1 Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30
menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusio cerebral maupun hematoma
2.1.4.2 Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
2.1.4.3 Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini
hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :
Membuka mata :  Spontan   :4
Dengan perintah :3
Dengan Nyeri :2
Tidak berespon :1
Motorik :    Dengan Perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi :2
Tidak berespon :1
Verbal :    Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti : 2
Tidak ada respons :1

2.1.5 Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi
pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit
kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak
maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup
terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre
coup dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang
kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi
pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak
menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang
secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan
tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan
tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya
gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena
terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh
tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala
ke depan.
Kecelakaan, terjatuh, trauma persalinan, penyalahgunaan obat/alkohol
WOC CKB

Trauma kepala

Tulang kranial

Ekstra kranial atau kulit kepala, Intra Kranial atau Jaringan otak

B1 Breath B2 Blood B3 Brain B4 Bowel B5 Bladder B6 Bone

Pendarahan Penumpukan Penurunan Pendarahan Gg. saraf


Pendarahan, motorik
darah di otak keadaran dan
hematoma,
peningkatan
kerusakan jaringan
P kesadaran Kompensasi TIK Penurunan
tubuh yaitu : Gangguan
Penurunan sirkulasi volume
vasodilatasi dan koordinasi
Penekanan saraf kesadaran darah ke ginjal
bradikardi Penurunan gerak
system pernapasan Bed rest lama sensori
nafsu makan ekstremitas
mual, muntah
Perubahan pola Aliran darah ke Kemampuan disfagia
napas P kemampuan batuk mengenali Penurunan
otk menurun Hemiparase
stimulus produksi urine
atau hemiplegi
Penurunan
RR meningkat intake makanan
Akumulasi mukus Hipoksia dan cairan
hiperpneu, Keselahan Oliguria
jaringan Gangguan
hiperventilasi interpretasi
mobilitas fisik
Batuk tidak efektif,
Pola napas tidak ronchi RR Risiko penfusi Gangguan
meningkat Penuruna Risiko defisit
efektif serebral tidak eliminasi urine
kapasitas nutrisi Fraktur tulang tengkorak
efektif
adaptif
Bersihan jalan intrakranial
napas tidak Terputusnya kontinuitas
Anemia efektif
Risiko ketidakseimbangan tulang
cairan
hipoksia
Nyeri akut

G. Pertukaran gas
2.1.6 Manifestasi Klinis
1) Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2) Kebingungan
3) Iritabel
4) Pucat
5) Mual dan muntah
6) Pusing kepala
7) Terdapat hematoma
8) Kecemasan
9) Sukar untuk dibangunkan
10) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
11) Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.
2.1.7 Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72
jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan
trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas
darah.
2) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3) MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4) Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5) X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6) CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7) ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti
hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak. (Tunner, 2000)
Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala
(Turner, 2000)
Penatalaksanaan umum adalah:
1) Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2) Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3) Berikan oksigenasi
4) Awasi tekanan darah
5) Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6) Atasi shock
7) Awasi kemungkinan munculnya kejang.
      Penatalaksanaan lainnya :
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3) Pemberian analgetika
4) Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari),
tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose
untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp).
Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
a) Pemantauan TIK dengan ketat
b) Oksigenisasi adekuat
c) Pemberian manitol
d) Penggunaan steroid
e) Peningkatan kepala tempat tidur
f) Bedah neuro.
       Tindakan pendukung lain yaitu:
a) Dukungan ventilasi
b) Pencegahan kejang
c) Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
d) Terapi anti konvulsan
e) Klorpromazin untuk menenangkan klien
f) Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala
2.2.1 Pengkajian
a. Airway  
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut 
b. Breathing  
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen 
c. Circulation  
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill,
sianosis pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output

Khusus
a. Konservatif    :    Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid,
pemberian steroid
b. Operatif    :    Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial    :    yang ditandai dengan sakit kepala
hebat, muntah proyektil dan papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
e. Rehabilitasi, fisioterapi
Prioritas Keperawatan
a. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
b. Mencegah/meminimalkan komplikasi
c. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum
trauma
d. Meningkatkan koping individu dan keluarga
e. Memberikan informasi
Kebutuhan sehari-hari :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma)
ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi,
disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon
dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur
(dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan
posisi tubuh
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan
karena respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang
ulang, disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan peningkatan tekanan
intracranial. (SDKI D.0066)
2) Risiko penfusi serebral tidak berhubungan dengan hipoksia jaringan (SDKI
D.0017)
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan RR meningkat hiperpneu,
hiperventilasi (SDKI D.0005)
4) Bersihan jalan napas tidak efektik berhubungan dengan batuk tidak efektif ronchi
RR meningkat (SDKI D.0001)
5) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia (SDKI D.0003)
6) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang (SDKI D.0077)
7) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan dan cairan
(SDKI D.0032)
8) Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan intake
makanan dan cairan (SDKI D.0036)
9) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan oliguria (SDKI D.0149)
10) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang
(SDKI D.0054)
2.2.3 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Siki)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Dx1 Setelah diberikan asuhan SIKI Manajemen peningkatan tekanan intrakarnial I.06194
keperawatan selama 1x 7 jam, hal.205
Penurunan kapasitas adaptif
diharapkan Penurunan kapasitas Observasi
intrakarnial berhubungan
adaptif intrakarnial stabil. - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi,gangguan
peningkatan tekanan
Kriteria Hasil : metabolisme,edema serebral)
intracranial. (SDKI D.0066)
SLKI L.0649 - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
1. Fungsi kognitif : (5) darah miningkat, tekanan nadi melabar,bradikardia,pola
2. Gelisah : (1) napas ireguler,kesadaran menurun)
3. Tekanan nadi : (5) - Monitor MAP (mean Arterial Pressure)
4. Pola napas : (5) - Monitor CVP ( Sentral Venous Pressure), jika perlu
5. Respon pupil : (5) - Monitor PAWP, jika perlu
6. Tekanan intrakranial : (5) - Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Carnial Pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis (mis.warna,konsistensi)
Terapeutik
- Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsa, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunan tinja, jika perlu

2 Dx2 Setelah dilakukan tindakan SIKI Manajemen peningkatan tekanan intracranial I.06294
Risiko penfusi serebral keperawatan selama 3x7 risiko halaman 205
tidak efektif berhubunganpenfusi serebral tidak efektif Obsevasi
dengan hipoksia jaringan.meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi penyebab TIK
(SDKI D.0017) SLKI L.02014 - Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
1. Tingkat kesadaran (5) - Monitor MAP
2. Sakit kepala (5) - Monitor CVP
3. Gelisah (5) - Monitor PAP
4. Nilai rata-rata tekanan darah - Monitor ICP (cerebral perfusion pressure)
(5) - Monitor status pernapasan
5. Kesadaran (5) - Monitor intake ouput
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Atur ventilator PaCO2 optimal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemebrian sedasi dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
3 Dx 3 Setelah dilakukan tindakan SIKI Manajemen jalan napas I.01011 halaman 186
Pola napas tidak efektif keperawatan selama 3x7 jam pola Observasi
berhubungan dengan RR napas kembali efektif dengan - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
meningkat hiperpneu, kriteria hasil : - Monitor bunyi napa tambahan (gurling, mengi, wheezing,
hiperventilasi. (SDKI SLKI L.01004 ronkhi kering)
D.0005) 1. Kapasitas vital : (5) - Monitor sputum
2. Tekanan inspirasi : (5) Terapeutik
3. Penggunaaan otot bantu napas : - Pertahankan kepatenan jalan napas
(5) - Posisikan semi-fowler
4. Frekuensi napas : (5) - Berikan minum hangat
5. Kedalaman napas : (5) - Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6. Ekskursi dada : (5) Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukoilik

4 Dx 4 Setelah dilakukan tindakan SIKI Latihan batuk efektif I.01006 halaman 142
Bersihan jalan napas tidak keperawatan selama 3 x 7 jam Observasi
efektik berhubungan dengan Jalan nafas tetap efektif. - Identifikasi kemampuan batuk
batuk tidak efektif ronchi Kriteria hasil : - Monitor adanya retensi sputum
RR meningkat. (SDKI SLKI L.01001 - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
D.0001) Batuk efektif : (5) - Monitor input dan ouput cairan
. Produksi sputum : (1) Terapeutik
Gelisah : (1) - Atur posisi semi-Fowler
Frekuensi napas : (5) - Buang secret pada tempat sputum
Pola napas : (5) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran
5 Dx 5 Setelah dilakukan tindakan SIKI Pemantauan repirasi I.01014 halaman 247
Gangguan pertukaran gas keperawatan selama 3x7 jam jalan Obsevasi
berhubungan dengan tidak terjadi gangguan pertukaran - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
hipoksia. (SDKI D.0003) gas dengan kriteria hasil : - Monitor pola napas
SLKI L. 01003 - Monitor kemampuan batuk efektif
1. Tingkat kesadaran - Monitor adanya produksi sputum
meningkatat : (5) - Monitor adanya sumbatan jalan napas
2. Dispnea menurun : (5) - Auskultasi bunyi napas
3. Bunyi napas tambahan : (5) - Monitot saturasi oksigen
4. Po2 : (5) - Monitor AGD
5. Takikardi : (5) Terapeutik
- Atur interval pemantauan, aspirasi sesuai, kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan prosedur dan pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
6 Dx 6 Setelah dilakukan tindakan SIKI Manajemen nyeri I.08238 halaman 201
Nyeri akut berhubungan keperawatan selama 3x7 jam Obsevasi
dengan terputusnya nyeri hilang atau berkurang - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kontinuitas tulang. (SDKI dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri
D.0077) SLKI L. 08066 - Indentifikasi skala nyeri
1. Kemampuan menuntaskan - Indentifikasi respons nyeri non verbal
aktivitas : (5) - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
2. Keluhan nyeri : (5) - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
3. Meringis (5) diberikan
4. Gelisah : (5) - Monitor efek samping penggunaan analgetik
5. Kesulitan tidur : (5) Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmokologi
- Kontrol lingkungan yang memberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

7 Dx7 Setelah dilakukan tindakanSIKI manajemen gangguan makanan I.03111 halaman 177
Resiko defisit nutrisi keperawatan selama 2x7 jam Obsevasi
berhubungan dengan resiko defisit nutrisi membaik - Monitor asupan makanan dan keluarnya makanan dan
penurunan intake makanan dengan kriteria hasil : caran serta kebutuhan kalori
dan cairan. (SDKI D.0032) SLKI L.03030 Terapeutik
1. Porsi makanan yang- Timbang berat badan secara rutin
dihabiskan : (5) - Diskusi perilakukan makan dan jumlah aktifitas fisik
2. Berat Badan (5) - Lakukan kontrak prilaku misalnya target berat badan
3. Indeks massa tubuh IMT : (5) - Damping perilaku ke kamar mandi untuk pengamatan
4. Frekuensi makan : (5) memuntahkan kembali makanan
5. Nafsu Makan : (5) Edukasi
- Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran maknan
- Ajarkan pengaturan diet yang tepat
- Ajarkan keterampiral koping untuk penyelesaian masalah
perilaku maknan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan
8 Dx8 Setelah dilakukan tindakan SIKI Manajemen cairan I.03098 halaman 159
Risiko ketidakseimbangan keperawatan selama 2x7 jam Obsevasi
cairan berhubungan dengan risiko ketidakseimbangan cairan - Monitor status hidrasi mis frekuensi nadi
penurunan intake makanan meningkat dengan kriteria hasil : - Monitor berat badan harian
dan cairan. (SDKI D.0036) SLKI L.03020 - Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
1. Asupan cairan : (5) - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Haluaran urin : (5) - Monitor status hemodinamik
3. Kelembaban membrane Terapeutik
mukosa : (5) - Catat intake-ouput dan hitung balans cairan
4. Tekanan darah : (5) - Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan tubuh
5. Turgor kulit : (5) - Berikan cairan intravena
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
9 Dx9 Setelah dilakukan tindakan SIKI Dukungan perawatan diri BAB/BAK I.11349 halaman
Gangguan eliminasi urin keperawatan selama 3x7 jam 37
berhubungan dengan gangguam eliminasi urin Obsevasi
imaturitas. (SDKI D.0149) membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
SLKI L.04034 - Monitor integritas kulit pasien
1. Sensasi berkemih : (5) Terapeutik
2. Desakan berkemih : (5) - Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan
3. Frekuensi BAK : (5) eliminasi
4. Karakteritis urine : (5) - Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
- Latih BAL/BAB
- Sediakan alat bantu
Edukasi
- Anjurkan BAK/BAN secara utin
- Anjurkan ke kamar mandi/toilet
10 Dx10 Setelah diberikan asuhan SIKI Dukungan ambulasi 1.06171 halaman 22
keperawatan 1x 7 jam diharapkan Obsevasi
Gangguan mobilitas fisik
mobilisasi klien mengalami - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
berhubungan dengan
peningkatan. - Indentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
terputusnya kontinuitas
Kriteria hasil: - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
tulang. (SDKI D.0054)
SLKI L.05042 memulai ambulasi
1. Pergerakan ekstermitas : (5) - Monitor kondisi selama melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot : (5) Terapeutik
3. Rentang gerak ROM : (5) - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
4. Kecemasan : (1) - Fasilitasi melakukan ambulasi fisik
5. Kaku sendi : (1) - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
6. Gerakan terbatas : (1) meningkatkan ambulasi
7. Kelemahan fisik : (1) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang haru dilakukan
misalnya berjalan dari tempat tidur ke kursi roda
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan atau
melaksanakan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Nursalam, 2001).
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk melaksanakan intervensi
keperawatan dan aktivitas-aktivitas keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana
keperawatan pasien. Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah
peletakan suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup :
1) Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
2) Pelaksanaan intervensi keperawatan
3) Pendokumentasian tindakan keperawatan
4) Pemberian laporan/mengkomunikasikan status kesehatan pasien dan respon
pasien terhadap intervensi keperawatan
Pada kegiatan implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap
penguasaan teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori-teori keperawatan kedalam praktek.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Nursalam, 2001).
Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif yang dapat
digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai, yaitu :
1) Tujuan tercapai.
2) Tujuan sebagian tercapai.
3) Tujuan tidak tercapai.
Evaluasi dibagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu :
a. Evaluasi Proses (Formatif)
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat terhadap
respon klien segera stelah tindakan. Evaluasi formatif dilakukan secara terus
menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi Hasil (sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisis status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
Evaluasi sumatif bertujuan menjelaskan perkembangan kondisi klien dengan
menilai dan memonitor apakah tujuan telah tercapai.
Evaluasi pencapaian tujuan memberikan umpan balik yang penting bagi perawat
untuk mendokumentasikan kemajuan pencapaian tujuan atau evaluasi dapat
menggunakan kartu/format bagan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis dan
Perencanaan).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Berrdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 November 2020 dan jam pengkajian
21.00 WIB didapatkan hasil :

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal pengkajian /jam : 10 November 2020
No. RM :-
3.1.2 Prioritas triase : Prioritas triase Merah
Keluhan Utama : Pasien Mengatakan Sesak Napas
3.1.3 Diagnosa Medis : CKB (Cidera Kepala Berat)
3.1.4 Data Primer
3.1.4.1 Airway
Ada sumbatan darah dan lendir, suara napas tambahan gurgling dan stidor
Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
3.1.4.2 Breathing
Klien sesak napas, sesak napas tanpa aktivitas, RR 32x/menit, pernapasan dada
atau perut, klien bernapas menggunakan otot tambahan, takipnea, suara napas
tambahan gurgling dan stidor, terpasang O2 Nasalkanul 4 lpm.
Masalah Keperawatan : Pola Napas Tidak Efektif
3.1.4.3 Circulation
TTV : Nadi 102 x/menit, TD 100/60 mmHg, SpO2 : 93 %, Suhu 37,80C, RR
32x/menit denyut teraba kuat, kulit pucat, akral dingin, konjungtiva anemis atau
pucat , CRT < 2 detik, terdapat hematoma di kepala dan wajah, terdapat
pendarahan di telingan, hidung, mulut, kesadaran klien supor GCS 6 (E2 M2
V2) klien juga belum sadar.
Masalah Keperawatan : Gangguan perfusi serebral tidak efektif
3.1.4.4 Disability
Klien datang dengan penurunan kesadaran, kesadaran supor GCS : E 2, M2, V2
Hasil 6 , akral dingin, dan CRT < 2 detik.
Masalah Keperawatan : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
3.1.4.5 Ekpose
Terdapat hematoma di bagian kepala dan wajah dan krepitasi pada paha bagian
kanan sepertiga paha medial dextra.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.5 Data Sekunder
3.1.5.1 B1 (Breath)
Klien sesak napas, respirasi rate 32 kali permenit, menggunakan pernapasan
dada dan perut.
3.1.5.2 B2 (Blood)
Nadi 102 x permenit dengan tekanan darah 100/60 mmHg, SpO2 : 93 %, Suhu
37,80C irama jantung teratur, denyut kuat, akral teraba dingin, konjungtiva
anemis atau pucat , CRT < 2 detik, ada pembengkakan pada kepala dan wajah.
3.1.5.3 B3 (Brain)
Kesadaran Supor dengan GCS 6, pupil isokor, reflek cahaya positif.
3.1.5.4 B4 (Blader)
BAK susah dan keluar sedikit-sedikit.
3.1.5.5 B5 (Bowel)
Mulut bersih, mukosa lembab, BAB lancar, makan lancar.
3.1.5.6 B6 (Bone)
Klien mengatakan kaki bengkak, badan lemah, ukuran otot simetris, kekuatan
otot
Ektremitas atas 5 5
Ektremitas bawah 5 2
Bentuk tulang belakang normal, terpasang infuse RL pada tangan kiri 30 tpm.
3.1.6 Riwayat Penyakit
3.1.6.1 Riwayat Penyakit sekarang
Pada tanggal 10 november 2020 pada jam 20.30 klien datang ke IGD RSUD dr
Doris sylvanus Pa langka Raya dengan diantar keluarga pasien tabrakan dengan
kendaraan bermotor dengan penurunan kesadaran, terdapat hematoma di kepala
dan krepitasi pada paha bagian kanan sepertiga medial dextra dan wajah
hematoma, keluar darah dari mulut, telingan dan hidung, pasien juga sesak, pada
saat dilakukan pengkajian oleh perawat terdapat sumbatan jalan napas berupa
darah dan lendir pernapasan dada dan perut suara napas gurgling dan stidor ,
akral dingin, kulit pucat, terdapat pendarahan di telinga, hidung, mulut, CRT <2
kesadaran sopor jumlah GCS 6 (E2, M2, V2) TTV TD : 100/60 mmhg, N :
102x/ menit, RR : 32 x/menit suhu : 37.8 C, Spo2 93 %. Lalu pasien diberikan
tindakan keperawatan mendapat pemasangan infus RL di tangan sebelah kana
30 Tpm dan di pasang oksigen nasal kanul 4 lpm, mendapat terapi injeksi
Paracetamol 3x1 gr, injeksi ceftriaxone 2x1 gr dan injeksi dobutamin 150 gr
3.1.6.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan sebelumnya klien tidak pernah masuk rumah sakit
dank lien baru pertama kali masuk rumah sakit.
3.1.6.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti diabetes, asma, dll.
3.1.7 Data Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 10 November 2020
No Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
1 Glukosa – Sewaktu 150 mg∕dL < 200
2 WBC 14,59 uL 4.00-10.00
3 RBC 3,99 uL 3.50-5.50
4 HGB 10,3 g/dL 11.00-16.00
5 PLT 250 uL 150-400
6 Ureum 32 mg∕dL 21-53
7 Creatinin 1,00 mg∕dL 0.7-1.5

3.1.8 Terapi Medis


Nama
No Dosis Rute Indikasi
Obat
1 Infuse Ringer 30 tpm IV Untuk mengembalikan keseimbangan
Laktat elektrolit dan dehidrasi.
2 Paracetamol 3x1 gr IV Untuk penurun demam dan pereda
nyeri.
3 Ceftriaxone 2x1 gr IV Digunakan untuk mengatasi berbagai
infeksi bakteri. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri atau membunuh
bakteri dalam tubuh.
4 Omeprazole 1x40 IV Digunakan untuk mengatasi gangguan
ml lambung atau menurunkan produksi
asam lambung.
5 Dobutamin 150 gr IV Untuk merangsang otot jantung
sehingga jantung memompa lebih baik
dan meningkatkan aliran darah.

Palangka Raya, 10 November 2020


Mahasiswa,

(Lafa Nolla)
NIM.2017.C.09a.0896

3.2 Analisa Data

No Data subjektif data Data Objektif Etiologi Masalah


1 Ds : Pendarahan Gangguan
Keluarga klien mengatakan klien perfusi serebral
belum sadar kompensasi tubuh tidak efektif
vasodilatasi
Do :
1. klien tampak belum sadar
2. terdapat hematoma di kepala dan aliran darah ke otak
wajah menurun
3. terdapat pendarahan di telingan,
hidung, mulut
4. kesadaran klien supor GCS 6 (E2 Hipoksia Jaringan
M2 V2)
5. denyut nadi teraba kuat, kulit
pucat, akral dingin, konjungtiva
anemis atau pucat , CRT < 2
detik
6. TTV : Nadi 102 x/menit, TD
100/60 mmHg, SpO2 : 93 %,
Suhu 37,80C, RR 32x/menit
2 Ds : Penurunan kesadaran Bersihan Jalan
Napas Tidak
Do : Efektif
1. Ada sumbatan darah dan lendir Tersumbat darah dan
2. suara napas tambahan gurgling lender
dan stidor
3. TTV : Nadi 102 x/menit, TD
100/60 mmHg, SpO2 : 93 %, Penurunan
Suhu 37,80C, RR 32x/menit kemampuan batuk

Akumulasi mucus

Batuk tidak efektif,


RR meningkat
3 Ds : Pendarahan Pola Napas
Keluarga Klien mengataka klien hematoma, kerusakan Tidak Efektif
sesak napas jaringan
Do :
1. Klien tampak sesak napas
2. sesak napas tanpa aktivitas Penekanan saraf
3. pernapasan dada atau perut, system penapasan
4. klien bernapas menggunakan
otot tambahan
5. takipnea Perubahan pola napas
6. Ada suara napas tambahan
gugling dan stidor,
7. terpasang O2 Nasalkanul 4 lpm. RR meningkat
8. TTV : Nadi 102 x/menit, TD hiperpneu,
100/60 mmHg, SpO2 : 93 %, hiperventilasi
Suhu 37,80C, RR 32x/menit

4 Ds : Penumpukan darah di Penurunan


Keluarga mengatakan klien belum otak Kapasitas
sadar Adaptif
Do : Intrakranial
1. Kesadaran sopor Penurunan kesadaran
2. GCS E2 M2 V2 sensori
3. pupil miosis (2mm)
4. reaksi pupil +/-.
5. Tekanan Darah 100/60mmHg, Kemampuan
6. Nadi : 102/mnt dan teraba kuat mengenali stimulus
7. Suhu 37,8oC

Keselahan interpretasi
5 Ds : Gangguan sarag Gangguan
motorik Mobilitas Fisik
Do :
1. Klien tampak terbaring di tempat
tidur Gangguan koordinasi
2. Terdapat hematoma di bagian gerak ekstremitas
kepala dan wajah
3. krepitasi pada paha bagian kanan
sepertiga paha medial dextra Hemiparase atau
4. Kekuatan otot ekstremitas atas hemiplegi
dan bawah

5 5

5 3
3.3 Prioritas Masalah

1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan penurunan kesadaran


di tandai dengan klien tampak belum sadar terdapat hematoma di kepala dan wajah
terdapat pendarahan di telingan, hidung, mulut kesadaran klien supor GCS 6 (E2
M2 V2) denyut nadi teraba kuat, kulit pucat, akral dingin, konjungtiva anemis atau
pucat , CRT < 2 detik TTV : Nadi 102 x/menit, TD 100/60 mmHg, SpO2 : 93 %,
Suhu 37,80C, RR 32x/menit.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan RR meningkat hiperneu di tandai
dengan Klien tampak sesak napas sesak napas tanpa aktivitas pernapasan dada atau
perut, klien bernapas menggunakan otot tambahan takipnea ada suara napas
tambahan gugling dan stidor terpasang O2 Nasalkanul 4 lpm TTV : Nadi 102
x/menit, TD 100/60 mmHg, SpO2 : 93 %, Suhu 37,80C, RR 32x/menit.
3. Bersihan jalan napas tidak efektik berhubungan dengan adanya sumbatan darah dan
lendir di tandai dengan Ada sumbatan darah dan lender suara napas tambahan
gurgling dan stidor TTV : Nadi 102 x/menit, TD 100/60 mmHg, SpO2 : 93 %,
Suhu 37,80C, RR 32x/menit
4. Gangguan perfusi jaringan serebral tidak efektif hipoksia jaringan ditandai dengan
klien tampak belum sadar terdapat hematoma di kepala dan wajah terdapat
pendarahan di telingan, hidung, mulut kesadaran klien supor GCS 6 (E2 M2 V2)
denyut nadi teraba kuat, kulit pucat, akral dingin, konjungtiva anemis atau pucat ,
CRT < 2 detik TTV : Nadi 102 x/menit, TD 100/60 mmHg, SpO2 : 93 %, Suhu
37,80C, RR 32x/menit
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase ditandai dengan Klien
tampak terbaring di tempat tidur Terdapat hematoma di bagian kepala dan wajah
krepitasi pada paha bagian kanan sepertiga paha medial dextra kekuatan otot
ekstremitas atas dan bawah

5 5

5 3
3.4 Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria


No Rencana Keperawatan / Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
1 Penurunan Setelah diberikan 1. Identifikasi penyebab peningkatan 1. Membantu proses penyembuhan
kapasitas asuhan keperawatan TIK (mis. Lesi, gangguan 2. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
adaptif selama 1x 7 jam, metabolisme, edema serebral). 3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi
intracranial diharapkan Penurunan 2. Monitor input dan output cairan pada klien secara dini dan untuk penetapan
berhubungan kapasitas adaptif 3. Monitor tanda/gejala peningkatan tindakan yang tepat
dengan intrakarnial stabil. TIK (mis. Tekanan darah 4. Mengetahui tekanan yang terbentuk dalam
penurunan Kriteria Hasil : meningkat, tekanan nadi melebar, pembuluh darah arteri besar sepanjang
kesadaran 1. Tingkat kesadaran bradikardia, pola napas ireguler, waktu
meninkat kesadaran menurun) 5. Mengetahui perubahan napas secara dini
2. Fungsi kognitif 4. Monitor MAP (Mean Arterial 6. Istirahat total dan ketenangan mingkin
meningkat Pressure) diperlukan untuk pencegahan terhadap
3. Gelisah menurun 5. Monitor status pernapasan perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
4. Tekanan nadi 6. Minimalkan stimulus dengan perdarahan lainnya
membaik menyediakan lingkungan yang 7. Memberikan posisi yang nyaman untuk dan
5. Pola napas membaik tenang membantu pengembangan paru dan
6. Respon pupil 7. Berikan posisi semi fowler mengurangi tekanan dari abdomen pada
membaik 8. Petahankan suhu tubuh normal diafragma.
7. Tekanan intrakranial 9. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, 8. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
membaik jika perlu aktivitas, suhu lingkungan,
9. Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pembasahan air usus, yang melunakan
massa feses dan membantu eliminasi
2 Pola napas Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum pasien
tidak efektif tindakan keperawatan 2. Identifikasi dan mengelola ketepatan 2. Kecepatan biasanya mencapai kedalaman
berhubungan selama 1x7 jam pola jalan nafas pernapasan bervariasi tergantung derajat
dengan RR napas kembali efektif 3. Posisiskan semi-fowler gagal napas.
meningkat dengan kriteria hasil : 4. Monitor pola nafas 3. Memudahkan dalam ekspansi paru dan
hiperneu 1. Kapasitas vital 5. Monitor bunyi nafas tambahan pernapasan
meningkat 6. Berikan air hangat 4. Mengetahui pola napas klien
2. Tekanan inspirasi 7. Ajarkan teknik batuk efektif 5. Ronchi dan mengi menyertai obstruksi
meningkat jalan napas.
3. Penggunaaan otot 6. Mengurangi secret
bantu napas 7. Dapat mengeluarkan secret
menurun
4. Frekuensi napas
membaik
5. Kedalaman napas
membaik
6. Ekskursi dada
membaik
3 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Mengetahui kemampuan batuk pasien
napas tidak tindakan keperawatan 2. Monitor adanya retensi sputum 2. Membantu pasien memulai napas normal
efektik selama 1x7 jam Jalan 3. Monitor tanda dan gejala infeksi 3. Membantu klien menyadari/menerima
berhubungan nafas tetap efektif. saluran napas perlunya mematuhi program pengobatan
dengan Kriteria hasil : 4. Monitor input dan output cairan untuk mencegah pengaktifan
sumbatan 1. Batuk efektif 5. Atur posisi semi fowler atau fowler berulang/komplikasi.
darah dan meningkat 6. Buang secret pada tempat sputum 4. Mengetahui balance caira pasien
lendir 2. Produksi sputum 7. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk 5. Memberikan posisi yang nyaman untuk dan
menurun efektif membantu pengembangan paru dan
3. Gelisah menurun 8. Kolaborasi pemberian mukolitik mengurangi tekanan dari abdomen pada
4. Frekuensi napas atau ekspektoran, jika perlu diafragma.
membaik 6. Perilaku ini diperlukan untuk mencegah
5. Pola napas membaik penyebaran
infeksi.
7. Memberi informasi kepada pasien dan
keluarga agar mempraktekkan batuk efektif
8. Merangsang pengeluaran dahak dari
saluran pernafasan dan merangsang selaput
lendir lambung dan selanjutnya secara
refleks memicu pengeluaran lendir saluran
nafas sehingga menurunkan tingkat
kekentalan dan mempermudah pengeluaran
dahak.
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab peningkatan 1. Untuk mengetahui penyebab terjadi nya
perfusi tindakan keperawatan kranial peningkatan kranial
jaringan selama 1 x 7 jam 2. Monitor peningkatan tekanan darah 2. Untuk mengetahui tekanan darah pasien
serebral tidak diharapkan masalah 3. Monitor pelebaran tekanan darah dalam rentang normal atau tidak.
efektif gangguan perfusi nadi (selisih TDS dan TDD) 3. Agar dapat mengetahui pelebaran tekanan
hipoksia jaringan serebral tidak 4. Meminimalkan stimulus dengan darah nadi.
jaringan efektif teratasi dengan mrnyediakan lingkungan yangt 4. Agar pasien merasa lebih nyaman dan tidak
kriteria hasil : nyaman terganggu dengan lingkungan sekitar
1. Tingkat kesadaran 5. Kolaborasi pemberian obat diuretic 5. Agar mengurangi rasa sakit yang pasien
membaik rasakan
2. Sakit kepala
menurun
3. Gelisah menurun
4. Nilai rata-rata
tekanan darah
membai
5. Kesadaran membaik
5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi
mobilitas fisik tindakan keperawatan 2. Identifikasi keluhan fisik lainnya pada klen secara dini dan untuk penetapan
berhubungan selama 1 x 7 jam 3. Ajarkan klien untuk melakukan tindakan yang tepat.
dengan diharapkan gangguan latihan gerak aktif pada ekstremitas 2. Menghindari terjadinya kelelahan dan
hemiparase mobilitas fisik yang sakit/ ROM mengetahui keadaan pasien
1. Pergerakan 4. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan 3. Gerakkan aktif memberikan massa, tonus
ekstermitas alat bantu misalnya tongkat dan kekuatan ototserta memperbaiki fungsi
meningkat 5. Jelaskan tujuan dan prosedur jangtung dan pernapasan
2. Kekuatan otot ambulasi 4. Psoses penyembuhan yang lamabat
meningkat 6. Kalaborasi dengan ahli fisioterapi seringkali menyertai trauma kepala dan
3. Rentang gerak ROM untuk latihan fisik klien pemulihaan secara fisik merupakan bagian
meningkat yang amat penting dari suatu pemulihan
4. Kecemasan tersebut.
menurun 5. Keluargajadi mengetahui untuk apa
5. Kaku sendi menurun ambulasi dilakkukan pada pasien strok
6. Gerakan terbatas 6. Menurunkan risiko terjadinya jaringan
menurun akibat sirkulasi darah yang jelek pada saat
7. Kelemahan fisik daerah yang tertekan
menurun
1.4. Implementasi Keperawatan

Diagnosa
No Jam Implementasi Jam Evaluasi
Keperawatan
1 Penurunan 22. 10 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan 11. 10 S:-
kapasitas adaptif WIB TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, WIB
intracranial edema serebral). O:
berhubungan 2. Memonitor input dan output cairan - Keadaan umum masih lemah
dengan penurunan 3. Memonitor tanda/gejala peningkatan - Kesadaran masih sopor dengan vital sign :
kesadaran TIK (mis. Tekanan darah meningkat, TD 100/65, Nadi 102x/menit, Spo2 94 %.
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola dan Suhu 37.6 ⁰C
napas ireguler, kesadaran menurun) - GCS : E2M2VE
4. Memonitor MAP (Mean Arterial -  Masih terpasang oksigen nasal kanul 4
Pressure) Lpm
5. Memonitor status pernapasan - Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
6. Meminimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang A: Masalah Penurunan kapasitas adaptif
7. Memberikan posisi semi fowler intracranial belum teratasi
8. Mempetahankan suhu tubuh normal
9. Berkolaborasi pemberian pelunak tinja, P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9
jika perlu
2 Pola napas tidak 22. 10 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S : keluarga klien mengatakan klien masih sesak
efektif WIB 2. Mengidentifikasi dan mengelola
berhubungan ketepatan jalan nafas O:
dengan RR 3. Memposisiskan semi-fowler - Keadaan umum masih lemah dan belum
meningkat 4. Memonitor pola nafas sadar
hiperneu 5. Monitor bunyi nafas tambahan - Kesadaran masih sopor dengan vital sign :
6. Memberikan air hangat TD 100/65, Nadi 102x/menit, Spo2 94 %.
7. Mengajarkan teknik batuk efektif dan Suhu 37.6 ⁰C RR 30 x/menit
- Pernapasan dada/perut
- Masih ada suara napas tambahan gurgling
dan stidor

A: Masalah pola napas tidak efektif belum


teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6, dan 7

3 Bersihan jalan 22. 10 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk 11. 10 S:-


napas tidak WIB 2. Memonitor adanya retensi sputum WIB O:
efektik 3. Memonitor tanda dan gejala infeksi - Masih terdengar suara tambahan gurgling
berhubungan saluran napas dan stidor
dengan sumbatan 4. Memonitor input dan output cairan - Masih terdapat sumbatan ada darah dan
darah dan lendir 5. Mengatur posisi semi fowler atau lendir
fowler - Pasie tampak gelisah
6. Membuang secret pada tempat sputum - vital sign : TD 100/65, Nadi 102x/menit,
7. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk Spo2 94 %. dan Suhu 37.6 ⁰C
efektif
8. Berkolaborasi tindakan Section untuk A : Masalah Bersihan jalan napas belum teratasi
mengeluarkan lender dan pemasangan
gudele P : Lanjukan Intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8.

4 Gangguan perfusi 22. 10 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan 11. 10 S : keluarga mengataka klien masih belum sadar
jaringan serebral WIB WIB O:
tidak efektif - Tingkat kesadaran masih supor
kranial
hipoksia jaringan - GCS 6 (E2 V2 M2)
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
- Pasie tampak gelisah
3. Memonitor pelebaran tekanan darah
- vital sign : TD 100/65, Nadi 102x/menit,
nadi (selisih TDS dan TDD)
4. Meminimalkan stimulus dengan Spo2 94 %. dan Suhu 37.6 ⁰C
mrnyediakan lingkungan yangt nyaman
5. Berkolaborasi pemberian obat diuretic A : Masalah gangguan perfusi serebral tidak
efektif belum teratasi

P : Lanjukan Intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8.


5 Gangguan 22. 10 1. Mengobservasi TTV 11. 10 S:-
mobilitas fisik WIB 2. Mengidentifikasi keluhan fisik lainnya WIB O:
berhubungan 3. Mengajarkan klien untuk melakukan - Keadaan umum masih supor
dengan latihan gerak aktif pada ekstremitas - Pasien tampak gelisah
hemiparase yang sakit/ ROM - Kemampuan pergerakan 5 5
4. Memfasilitasi aktivitas ambulasi Terbatas 5 3
dengan alat bantu misalnya tongkat - Kekuatan Otot
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
6. Berkalaborasi dengan ahli fisioterapi A : Masalah Gangguan mobilitas fisik belum
untuk latihan fisik klien teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5, dan 6.


DAFTAR PUSTAKA

Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional Nanda,NIC – NOC 2015


jilid 2 dan jilid 3 .
Nugroho, Critical Care Nursing, 2013
Ikawati Sulies, 2011 . Farmakterapi Sistem Syaraf Pusat Bursa Ilmu Yogyakarta
Marton,Gallow,Hudak, 2012.,Keperawatan Kritis Edisi 8 EGC,Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI Cetakan I 2016 Cetakan II 2017, Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLLKI DPP PPNI Cetakan II 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI Cetakan II 2019.Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Klien dan keluarga
2. Penyuluhan : Di IGD RSUD dr. Doris Sylvanus
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan ibu-ibu /
bapak-bapak dapat mengetahui dan memahami
tentang Mobilisasi pasif dan aktif
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Mobilisasi
Mampu memahami Macam-macam mobilisasi
Mampu memahami Manfaat mobilisasi
Mampu melakukan hal hal yang harus diperhatikan
dalam mobilisasi
Mampu melakukan gerakan mobilisasi
D. Materi : Mobilisasi Pasif Dan Aktif
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Selasa, November 2020
2. Pukul : 10-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan dosen
pembimbing
3. Memperkenalkan anggota
kelompok
4. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
5. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
6. Kontrak waktu
penyampaian materi
2 Pelaksanaan : 3 Ceramah Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Mobilisasi
2. Macam-macam mobilisasi
3. Manfaat mobilisasi
4. Melakukan hal hal yang harus
diperhatikan dalam mobilisasi
5. melakukan gerakan mobilisasi

3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah


Mengevaluasai kembali materi
yang sudah dijelaskan dengan
bertanya kepada peserta
penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Lafa Nolla
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2) Leader : Lafa Nolla
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
3) Fasilitator : Lafa Nolla
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan membagikan absen peserta penyuluhan
4. Membagikan konsumsi
4) Dokumentasi : Lafa Nolla
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
H. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan Leader

: Peserta

: Fasilitator

I. RENCANA EVALUASI
a. Tujuan Evaluasi
 Mengetahui perubahan pengetahuan dan partisipasi yang hadir
b. Cara Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
 Sasaran sudah siap ditempat yang sudah ditentukan
 Media dan alat penyuluhan telah disetujui pembimbing
 Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah poster, leaflet
2) Evaluasi Proses
 Kesiapan penyuluhan sesuai dengan perencanaan
 Ketepatan waktu sesuai yang sudah direncanakan
 Peserta yang aktif dalam kegiatan penyuluhan
 Peserta yang tidak meninggalkan ruangan selama penyuluhan
3) Evaluasi Hasil
 Di adakan tanya jawab pretest dan postest seputar materi lisan,
kemudian di simpulkan bersama-sama
c. Observasi
 Respon/tingkah laku peserta saat diberikan pertanyaan, apakah
diam/menjawab
 Peserta antusias/tidak
 Peserta mengajukan pertanyaan/tidak
d. Instrumen Evaluasi
Instrumen evaluasi berupa pertanyaan ( tanya jawab )
perawata atau  Ja
keluarga ngan lakukan
2. latihan fisik segera
Mobilisasi pasif setelah penderita
adalah latihan yang makan
diberikan pada  Gu
klien yang nakan gerakan
mengalami badan yang benar
kelemahan otot untuk menghindari
lengan maupun otot ketegangan atau
kaki luka pada
penderita
 Gu
nakan kekuatan
dengan pegangan
yang nyaman ketika
Di susun Oleh : melakukan latihan
Lafa Nolla  Ge
2017.C.09a.0896 rakan bagian tubuh
dengan lancar,
pelan dan berirama
 Hi
YAYASAN EKA  M
HARAP PALANGKA ndari gerakan yang
emelihara
RAYA SEKOLAH terlalu sulit
TINGGI ILMU fleksibilitas dari  Ji
KESEHATAN PRODI tulang dan sendi ka kejang pada
SARJANA  M saat latihan,
KEPERAWATAN
TA 2019/2020 enjaga agar tidak hentikan
terjadi
kerapuhan tulang
 M
Mobilisasi adalah eningkatkan
kemampuan seseorang kekuatan otot
untuk bergerak secara
1. Pergerakan bahu
bebas, teratur untuk
Hal – Hal yang
memenuhi kebutuhan Pe
Harus Diperhatikan 
hidup sehat menuju gang
Dalam Mobilisasi
kemandirian pergerakan
 Pe
rhatikan keadaan tangan dan siku
Mobilisasi : umum penderita, penderita, lalu
apakah merasa angkat selebar
1.
kelelahan, pusing bahu, putar ke
Yaitu latihan pada
atau kecapaian luar dan ke
tulang dan sendi
Pastikan pakaian dalam
yang dapat
dalam keadaan  An
dilakukan sendiri
longgar gkat tangan
tanpa bantuan
gerakan ke
atas kepala  Ge menekuknya
dengan di rakan tangan sampai 90 o
bengkokan, lalu sambil menekuk
kembali ke tangan ke
posisi awal bawah
 Ge
rakan tangan
dengan
mendekatkan
lengan kearah
badan, hingga
 Ge
menjangkau
rakan tangan
tangan yang
sambil menekuk
lain
tangan keatas
 An
gkat kaki lalu
dekatkan
kekaki yang
satu kemudian
2. Pergerakan siku gerakan
 Bu 4. Pergerakan jari
menjauh
at sudut 90 0 tangan  Pu
pada siku lalu Pu
 tar kaki ke
gerakan lengan tar jari tangan dalam dan ke
keatas dan ke satu persatu luar
bawah dengan  Pa  La
membuat da ibu jari kukan
gerakan lakukan penekanan pada
setengah pergerakan telapak kaki
lingkaran menjauh dan keluar dan
mendekat dari kedalam
jari telunjuk,  Ja
lalu dekatkan ri kaki di tekuk
 Ge pada jari – jari – tekuk lalu di
rakan lengan yang lain. putar
dengan 5. Pergerakan kaki 6. Pergerakan Leher
menekuk siku  Pe
sampai ke  Pe gang pipi pasien
dekat dagu gang lalu gerakan
3. Pergerakan tangan pergelangan kekiri dan
 Pe kaki dan bawah kekanan
gang tangan lutut kaki lalu  Ge
pasien seperti angkat sampai rakan leher
bersalaman, 30 o lalu putar menekuk kedepan
lalu putar  Ge dan kebelakang
pergelangan rakan lutut
tangan dengan
101 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 4. (2) Agustus 2018 ISSN. 2407-7232

HUBUNGAN MEKANISME CEDERA DAN TRAUMA ORGAN LAIN DENGAN

PROGNOSIS PASIEN CEDERA KEPALA BERAT

RELATIONSHIP BETWEEN INJURY MECHANISM AND OTHER TRAUMA


OF ORGANS WITH PROGNOSIS OF HEAVY HEAD INJURIES IN RSUD
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Nurul Fatwati Fitriana*


*
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Emial: nurulfatwati90@gmail.com

ABSTRAK

Cedera kepala merupakan suatu kondisi terjadinya cedera pada kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak akibat adanya trauma. Cedera kepala berat
mempunyai prognosis yang buruk. Salah satu fakor yang mempengaruhi prognosis
cedera kepala berat adalah mekanisme cedera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruh pronosis cedera kepala di RSUD Margono Soekarjo
Purwokerto. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 80 rekam medis yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah mekanisme cedera
dan variabel dependen adalah prognsis dan ISS untuk menilai trauma pada organ lain.
Analisa data menggunakan koefisien kontingensi dan spearman.Hasil penelitan
menunjukkan hasil yang berhubungan antara trama orn lain (p<0,05). Sedangkan
variabel yang lain yaitu mekanisme cedera tidak menunjukkan hubungan yang bermakna
dengan prognosis pasien cedera kepala (p>0,05). RSUD Margono Soekarjo diharapkan
dapat lebih meningkatkan penatalaksanaan pasien cedera kepala berat.

Kata Kunci : Cedera Kepala Berat, Trauma Organ Lain, Mekanisme Cedera

ABSTRACT

Head injury is a condition of head injury which can cause brain tissue damage
due to trauma. Severe head injury has a poor prognosis. One of the factors that affect
the prognosis of severe head injury is the mechanism of injury. This study aims to
determine the factors that influence the head injury pronosis in RSUD Margono
Soekarjo Purwokerto. The design used in this research is observational analytic. The
number of samples in this study were 80 medical records that met the inclusion and
exclusion criteria. The independent variables in this study are the mechanism of injury
and the dependent variable is program and ISS to assess trauma in other organs. Data
analysis uses contingency coefficient and spearman. While other variables, namely the
mechanism of injury did not show a significant relationship with the prognosis of head
injury patients (p> 0.05). RSUD Margono Soekarjo Purwokerto is expected to further
improve the management of severe head injury patients.

Keywords: Severe Head Injury, Other Organ Trauma, Injury Mechanism


Hal: 101-109 Hubungan Mekanisme Cedera dan Trauma Organ Lain dengan Prognosis Pasien
102

Cedera Kepala Bera

Pendahuluan cedera kepala berat (Nasution, 2014). Kajian


yang dilakukan oleh Djaja et al, pada tahun 2016,
Cedera kepala merupakan suatu kondisi di RS Fatmawati yang bekerja sama dengan
terjadinya cedera pada kepala yang dapat menyebabkan Korps Lalu Lintas
kerusakan jaringan otak akibat adanya trauma (Brun
Hauser, 2003; Price & Wilson, 2005). Cedera kepala (Korlantas) menerangkan bahwa
merupakan penyakit neurologis yang paling sering penyebab kematian langsung terbanyak
terjadi diantara penyakit neurologis lainnya yang biasa pada kecelakaan adalah cedera kepala.
disebabkan oleh kecelakaan (Smeltzer & Brenda, 2002). Cedera kepala mempunyai persentase
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma terbesar jenis cedera akibat kecelakaan
kulit kepala, tengkorak dan otak (Morton, 2012). lalu lintas pada tahun 2010-2014.
Persentase tertinggi (75,4%) ada pada
Cedera karena trauma atau benturan tahun 2011 dan terendah pada tahun 2014
merupakan penyebab kematian utama pada usia di (47,4%).
bawah 44 tahun di Amerika Serikat. World Health
Organization Kejadian cedera kepala semakin
banyak akibat tingginya angka
(WHO) menjelaskan bahwa setiap tahunnya di kecelakaan
seluruh dunia terdapat sekitar 1,2 juta orang meninggal
akibat kecelakaan lalu lintas dan 50 juta lainnya
mengalami luka-luka (WHO, 2015). lalu lintas serta ketidakamanan
lingkungan kerja yang berisiko tinggi,
Badan Pusat Statistik Indonesia menjelaskan misalnya pada pekerjaan buruh bangunan,
bahwa angka kecelakaan di Indonesia pada tahun 2013 pertambangan dan lain-lain. Kelalaian
lebih dari 100.000, sekitar 26.000 warga meninggal dalam mentaati peraturan lalu lintas
dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Selain korban jiwa, ditambah dengan semakin majunya
lebih dari 139.000 warga mengalami luka-luka akibat teknologi kenderaan bermotor
kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2013 (Badan menyebabkan kejadian cedera kepala
Pusat Statistik, 2014). meningkat. Akibatnya terjadilah
perdarahan hebat pada otak atau
Kasus cedera yang disebabkan karena pembengkakan otak.Gejala yang tampak
benturan umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu biasanya sangat jelas, seperti luka di
lintas, diikuti jatuh, luka bakar, dan karena kepala, penurunan kesadaran atau gejala-
kesengajaan (usaha pembunuhan atau kekerasan lain, gejala kelumpuhan lainnya (Andra, 2013).
dan bunuh diri). Trauma menjadi penyebab utama
kematian pasien berusia di bawah 45 tahun, dan Cedera kepala dibagi menjadi 3,
hampir 50% merupakan cedera kepala (Japardi, yaitu cedera kepala ringan, cedera kepala
2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh sedang, dan cedera kepala berat (Baroto,
National Trauma Project di Islamic Republic of Iran 2007). Cedera kepala ringan memiliki
angka kejadian sekitar 80–90% dari
bahwa diantara jenis cedera tertinggi yang dilaporkan seluruh cedera kepala dan memiliki angka
adalah cedera kepala (78,7%) dan kematian paling kematian sekitar 0,1% itu terjadi
banyak juga disebabkan oleh cedera kepala disebabkan oleh perdarahan intra cerebral
(Karbakhshet al., 2009). yang terlewat (Fithrah, 2016). Cedera
kepala sedang memiliki angka kejadian
Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap sekitar 10% (Nasution, 2014). Pasien
tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari cedera kepala sedang rata-rata dirawat di
jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba ruang Intensive Care Unit (ICU) pada
di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah hari pertama masuk rumah sakit (Lund,
sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera kepala 2016). Cedera kepala berat mempunyai
ringan, 10 % termasuk cedera kepala sedang, dan 10 angka kejadian sekitar 10% dari total
% termasuk cedera kepala (Nasution, 2014). Selain
kematian yang disebabkan oleh cedera
kepala berat itu sendiri, pasien cedera
kepala rentan terhadap komplikasi yang
bisa terjadi ketika pasien dirawat di
rumah sakit. Komplikasi yang bisa terjadi
antara lain infeksi, pneumonia, sepsis dan
kegagalan multi organ (Djaja et al., 2016;
Cardoza et al., 2014).
Cedera kepala berat memiliki tingkat
mortalitas tinggi, oleh karena itu mengetahui
prognosis cedera kepala berat menjadi sangat
penting untuk memberikan
informasi mengenai perjalanan penyakit (Hemingway et tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan
al., 2013). Standart perawatan cedera kepala berat yang penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya
perlu dilakukan meliputi pengkajian sistematis secara disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa
dini dan melakukan penanganan benda, olah raga dan korban
kekerasan. Menurut BPS angka
Airway, Breathing, Circulation, Disability, kecelakaan di Indonesia setiap tahun
Exposure. Perawat memiliki peran penting dalam meningkat (BPS, 2014).
mengenali tanda dan gejala dari gangguan yang dialami
oleh pasien dan melakukan penanganan yang sesuai Rumah Sakit Umum Daerah
untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan Margono Soekarjo Purwokerto
prognosis pasien (Purling & King, 2012). merupakan rumah sakit rujukan area
Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan
pasien cedera kepala berat dipengaruhi oleh Banjarnegara. Fasilitas yang memadai
beberapa faktor antara lain usia, frekuensi pernafasan, memungkinkan untuk memberkan
mekanisme cedera, tekanan darah, hipoksia, alkoholism pelayanan yang bagus pada pasien
dan efek obat (Sastrodiningrat, 2006), jenis kelamin cedera kepala.
(Rayvita, 2010), Beberapa faktor yang mempengaruhi
prognosis selanjutnya pada cedera kepala adalah Berdasarkan latar belakang di atas,
penanganan di lokasi kejadian, transportasi di rumah maka peneliti ingin melakukan penelitian
sakit, penilaian dan tindakan di ruang IGD (Tobing, untuk menganalisa hubungan mekanisme
2011). trauma, trauma organ lain mempengaruhi
prognosis pasien cedera kepala berat di
Mekanisme cedera mempunyai pengaruh RSUD Margono Soekarjo Purwokerto.
terhadap prognosis cedera kepala. Pada penelitian
Sastrodiningrat (2006) sebanyak 17% penderita cedera Metodologi Penelitian
kepala berat disebabkan karena kecelakaan
kendaraan bermotor mempunyai hematoma yang harus Penelitian ini menggunakan desain
di operasi, 53% penderita tanpa hematoma sembuh dan analitik observasional dengan pendekatan
35% meninggal. Korban kecelakaan bermotor lebih cross sectional. Responden berjumlah 80
sering mendapatkan kontusio. Japardi (2004) rekam medik dengan metode rule of
mengemukakan bahwa 80% pasien yang datang ke thumb. Penelitian dilaksanakan pada 23
ruang gawat darurat di sebuah rumah sakit di Medan Mei sampai 6 Juni 2017. Instrumen yang
disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar digunakan adalah lembar observasi untuk
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa menilai mekanisme cedera dan ISS untuk
menilai trauma pada organ lain

Analisa bivariat yang digunakan adalah

Hasil Penelitian uji koefisien kontingensi untuk


mengetahui hubungan prognosis dengan
mekanisme cedera dan uji spearman
untuk mengetahui hubungan prognosis
dengan trauma pada organ lain.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pendidikan di RSUD Margono
Soekarjo Purwokerto pada 23 Mei-6 Juni 2017 (n=27).

Kategori N %

Tidak Sekolah 8 10

SD 4 5

SMP 15 18,8

SMA 50 62,5

Perguruan Tinggi 3 3,8

Berdasarkan data pada tabel 1 responden mempunyai tingkat pendidikan


menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
pada tabel menunjukkan sebagian besar
SMA yaitu sebanyak 50 responden
(62,5%).
Hal: 101-109 Hubungan Mekanisme Cedera dan Trauma Organ Lain dengan Prognosis Pasien
104

Cedera Kepala Berat

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pekerjaan di RSUD Margono


Soekarjo Purwokerto pada 23 Mei-6 Juni 2017 (n=27).

Kategori N %

Tidak Bekerja 31 38,8

Petani, Dagang, Buruh 20 25

Swasta 26 32,5

PNS 3 3,8

Berdasarkan data pada tabel 2 tidak bekerja yaitu berjumlah 31

pekerjaan responden pada tabel responden (38,8%).

menunjukkan sebagian besar responden

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto pada


23 Mei-6 Juni 2017 (n=27).

Kategori N %

Jenis kelamin Laki-Laki 52 65

Perempuan 28 35

Prognosis Meninggal 27 33,8

Hidup 53 66,2

Mekanisme Cedera KLL 69 86,2

Non-KLL 11 13,8

Trauma Organ Lain 45 56,25


Trauma Minor

Trauma Mayor
35 43,75

Variabel jenis kelamin pada tabel 5.2 diatas


didapatkan dari total 80 pasien cedera kepala
berat dalam penelitian ini terdapat 52 responden
berjenis kelamin laki-laki (65%) dan 35 responden perawatan dan sebanyak 53 responden (66,2%)
berjenis kelamin perempuan (35%). hidup.
Pada variabel terikat, yaitu prognosis pasien Pada variabel mekanisme cedera,
cedera kepala berat yang dilihat meninggal atau tetap sebanyak 69 responden mengalami cedera
hidup pada 3 hari perawatan pertama didapatkan pada kepala berat karena kecelakaan, dan 11
80 responden, sebanyak 27 responden (33,8%) responden karena non kecelakaan seperti
meninggal dalam 3 hari pertama terjatuh.

Pada variabel trama organ lain, 45


responden (56,25 %) mengalami trauma
minor dan 35 responden (43,75 %)
mengalami trauma mayor.

Tabel 4. Tabulasi silang antara mekanisme cedera terhadap prognosis pasien cedera
kepala berat di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto pada 23 Mei-6 Juni
2017 (n=27).

Mekanisme cedera Prognosis

Buruk Baik Total

N % N %

KLL 24 30 45 53,2 69

Non-KLL 3 3,8 8 10 11

Total 27 33,8 53 66,2 80

Sumber: Data primer


105 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 4. (2) Agustus 2018 ISSN. 2407-7232

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan (30%). Mekanisme cedera kecelakaan lalu

mekanisme cedera kecelakaan lalu lintas lintasmempunyaiprognosisbaik

dan mempunyai prognosis buruk sebanyak 45 rekam medis responden

sebanyak 24 rekam medis responden (53,2%).

Tabel 5. Tabulasi silang antara trauma organ lain terhadap prognosis pasien cedera
kepala berat di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto pada 23 Mei-6 Juni
2017 (n=27).

Trauma organ lain Prognosis

Buruk Baik Total

N % N %

Trauma Minor 6 7,6 39 48,8 35

Trauma Mayor 21 26,2 14 17,4 45

Total 27 33,8 53 66,2 100%

Sumber: Data primer

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan responden (26,2%). Trauma minor dan


trauma mayor dan mempunyai prognosis mempunyai prognosis baik sebanyak 39
buruk sebanyak 21 rekam medis rekam medis responden (48,8 %).

Tabel 6. Hasil uji korelasi variabel mekanisme cedera dan trauma organ lain dengan

prognosis pasien cedera kepala berat pada 23 Mei-6 Juni 2017 (n=27).

Variabel independen Prognosis pasien cedera kepala berat

Koefisien korelasi (r) P value

Jenis kelamin 0,03 0,783

Mekanisme cedera 0,055 0,625

Trauma Organ Lain 0,525 0,000


Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 6, variabel yang


mempunyai hubungan yang signifikan dengan
prognosis pasien cedera kepala berat adalah trauma
organ lain. Sedangkan variabel yang tidak
mempunyai hubungan dengan prognosis pasien
cedera kepala berat adalah mekanisme cedera.

Pembahasan

Hubungan Antara Mekanisme Cedera dengan


Prognosis Pasien Cedera Kepala Berat.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa


mekanisme cedera tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan prognosis pasien cedera kepala berat.
Hal ini ditunjukkan dari nilai p value = 0,62 dan
koefisien korelasi (r) =

0,05 yang berarti bahwa mekanisme cedera tidak


memiliki hubungan terhadap prognosis pasien cedera
kepala berat.

Tidak adanya hubungan antara mekanisme


cedera dengan prognosis pasien cedera kepala bisa
disebabkan karena baik kecelakaan lalu lintas atau

terjatuh dari ketinggian akan mengakibatkan timbulnya


kekuatan yang berlebihan secara tiba-tiba yang
memukul korban cedera. Sebagian besar fraktur
disebabkan oleh benturan, pemukulan,

penghancuran, penekukan, terjatuh dengan posisi


miring, pemuntiran atau

penarikan.Apabila terkena kekuatan langsung, tulang


dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan dapat
rusak atau bahkan robek terkena serpihan tulang (Noor,
2012). Pasien yang mengalami cedera kepala berat
karena kecelakaan

sepeda motor cenderung memiliki hematoma dan


harus menjalani operasi. Selain itu, pasien yang
jatuh atau tertabrak
Hal: 101-109 Hubungan Mekanisme Cedera dan Trauma Organ Lain dengan Prognosis Pasien
106

Cedera Kepala Berat

sepeda motor biasanya mengalami kontusio dan ekstra-


aksial hematoma. Kondisi seperti ini cederung memiliki
prognosis yang buruk.Kecelakaan lalu lintas yang
adalah kecelakaan yang terjadi di jalan raya dan
melibatkan kendaraan bermotor (Faul et al., 2010). Cedera kepala berat karena
kecelakaan lalu lintas selain diakibatkan
Hasil penelitian yang sama disebutkan juga oleh tabrakan, bisa diakibatkan oleh
oleh Tsao dan Moore (2010) bahwa prognosis pasien faktor
cedera kepala berat tidak ditentukan oleh mekanisme
cedera yang dialami oleh pasien, tetapi kondisi luka
ang diakibatkan oleh penyebab cedera itu sendiri, lingkungan seperti keadaan jalan,
baik karena jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Dalam penerangan, ada tidaknya rambu lalu
penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebagian besr lintas. Bentuk jalan memiliki risiko 2,32
pasien cedera kepala mengalami luka dibagian kepala, kali terhadap kejadian cedera kepala
mengalami perdarahan serta hematoma. akibat kecelakaan lalu lintas (Majdzedah,
2008).
Pada penelitian ini, penyebab cedera kepala
berat adalah kecelakaan lalu lintas yaitu sebanyak 69
Kecelakaan lalu lintas lebih
responden (86,3%) dan sisanya dikarenakan non
berkontribusi terhadap multiple cedera
kecelakaan lalu lintas seperti benturan, jatuh dari
pada organ lain daripada terjatuh, luka
ketinggian (13,7%). Sebagian besar pasien
bakar, kecelakaan olahraga (Palmer,
mengalami kecelakaan yang melibatkan sepeda
2007). Berbeda dengan penelitian yang
motor yaitu sebesar 86,2% dan sisanya dikarenakan
kecelakaan yang melibatkan mobil. Hasil penelitian dilakukan oleh Mina et al. (2002)
ini serupa dengan penelitian Ehsaei (2014) yang bahwa jatuh dari ketinggian lebih
menyebutkan bahwa penyebab kematian paling banyak memiliki kontribusi terhadap prognosis
disebakn karena kendaraan bermotor. Penelitian tersebut yang buruk pada pasien cedera kepala
menjlaskan bahwa jumlah kematian yang disebabkan (p<0,05), dalam penelitian tersebut
karena tabrakan keendaraan bermotor (31%), korban dijelaskan bahwa sebanyak 2,2% pasien
tabrakan (21%), tabrakan sepeda motor (17%) dan meninggal (20 pasien dari 911 pasien).
terjatuh (15%). Dari penelitian tersebut, didapatkan
pasien cedera kepala karena jatuh
Dalam penelitian ini beberapa jenis kecelakaan sebanyak 81%, sedangkan sisanya
lalu lintas adalah kecelakaan yang melibatkan
pengemudi dan penumpang sepeda motor sebanyak 46 adalah pasien karena kecelakaan lalu
responden (57,5%), kecelakaan karena tabrakan (contoh lintas.Perbedaan ini bisa disebabkan
: orang menyebrang) sebanyak 13 responden (16,3%), karena jumlah responden yang cedera
kecelakaan tunggal dan terjatuh dari angkutan umum karena jatuh lebih banyak daripada
sebanyak 10 responden (13%). Hal yang sama cedera kepala berat karena kecelakaan
ditunjukkan pada
lalu lintas sehingga berpengaruh
penelitian Subekti (2011) bahwa mayoritas terhadap nilai statistik.Selain itu,
kecelakaan penyebab terjadinya cedera kepala adalah perbedaan faktor geografis di Indonesia
tabrakan baik dengan sepeda motor maupun kendaraan dengan tempat penelitian itu yaitu di
beroda empat (77,7%). Amerika.Di Amerika mayoritas
menggunakan mobil daripada motor,
kepemilikan mobil 700 per 1000
penduduk (Xu et al. 2013).Selain itu
lahan yang kurang luas mengakibatkan

penduduk membuat rumah yang


bertingkat sehingga risiko jatuh dari
ketinggian lebih besar. Sedangkan di
Indonesia, mayoritas penduduk menggunakan
motor kondisi jalan yang banyak rusak dan
bergelombang dan

ketidakpatuhan dalam berkendara (memakai


helm, taat rambu lalu lintas) menjadi salah
penyebab banyaknya cedera kepala mayoritas
disebabkan karena kecelakaan kendaraan
bermotor (Subekti, 2011).
107 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 4. (2) Agustus 2018 ISSN. 2407-7232

Hubungan Antara Trauma pada Organ Lain dengan


Prognosis Pasien Cedera Kepala Berat
dimana responden dalam penelitian itu
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
termasuk dalam kategori trauma mayor.
bahwa adanya trauma pada organ lain memiliki Namun adanya trauma organ lain dalam
hubungan yang signifikan dengan prognosis pasien penelitian ini ini tidak berpengaruh secara
cedera kepala berat. Hal ini ditunjukkan dari nilai p signifikan terhadap prognosis yang buruk
value = 0,00 dan koefisien korelasi (r) = 0,525 yang cedera kepala (nilai p<0,05) (Tan, 2012).
berarti bahwa trauma organ lain memiliki hubungan Hal ini bisa disebabkan karena responden
terhadap prognosis pasien cedera kepala berat dengan mengalami trauma mayor.Kecelakaan di
kekuatan hubungan sedang. Adanya hubungan pada kedua negara itu rata-rata mencederai 2
variabel trauma organ lain dengan prognosis cedera
kepala berat bisa disebabkan karena trauma organ lain
mengenai daerah yang vital pada anatomi manusia. sampai 3 cedera pada anggota
badan.Cedera penyerta paling banyak
Pembagian trauma dalam penelitian ini dibagi pada penelitian ini adalah cedera pada
menjadi 2, yaitu nilai ISS <15 yang disebut dengan muka, dada dan abdomen.
trauma minor dan nilai ISS ≥15 disebut dengan trauma
mayor (Salim, 2015).Jumlah responden yang Keterbatasan
mengalami trauma mayor adalah sebanyak 35
responden.Menurut pengamatan saat pengumpulan data, Peneliti tidak mengukur sendiri
trauma mayor pada pasien selain cedera pada kepala itu
sendiri adalah cedera pada thorax dan fraktur pada
tulang panjang (tulang tibia dan femur). variabel yang diteliti, melainkan
mengambil dari data rekam medis
Pengukuran trauma organ lain menggunakan sehingga confonding factor seperti suhu
instrumen ISS yang melibatkan 6 region pada anggota pasien, suhu ruangan, jumlah perdarahan,
badan yaitu yaitu kepala dan leher, wajah, dada, perut, respon time, perubahan klinis pada pasien
ekstremitas dan kulit (Schlutter, 2011). Mayoritas tidak dapat dikontrol atau diabaikan oleh
peneliti.
penyebab terjadinya cedera pada penelitian ini salah
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.Pola luka pada Kesimpulan
kecelakaan lalu lintas adalah luka benturan utama yang
merupakan luka yang didapat karena tabrakan Tidak terdapat hubungan yang
dengan,kendaraan ketika terjadinya signifikan antara mekanisme cedera
kecelakaan.Luka sekunder terjadi karena tubuh dengan prognosis pasien cedera kepala
membentur ke tanah atau aspal karena korban terbanting berat dan Terdapat hubungan yang
atau terlempar karena benturan utama. signifikan antara trauma organ lain
dengan prognosis pasien cedera kepala
Penelitian lain menunjukkan bahwa trauma berat
mayor meningkatkan prognosis yang buruk pada
pasien cedera kepala. Rata-rata nilai ISS pada pasien Saran
kecelakaan di Jerman (29,8) dan Skotlandia (24,9),
Penelitian selanjutnya perlu
dilakukan dengan sampel yang lebih
banyak, mekanisme cedera yang lebih
spesifik (korban tabrakan, kecelakaan
tunggal, driver/passanger, kecelakaan
pedestrian, jatuh dari tangga, jatuh dari

ketinggian secara langsung), serta


membandingkan faktor lain seperti suhu
badan, suhu ruangan, durasi penanganan
di IG.
Hal: 101-109 Hubungan Mekanisme Cedera dan Trauma Organ Lain dengan Prognosis Pasien
108

Cedera Kepala Berat

Severity Score ( ISS ) for


Survival Prediction in East of
Daftar Pustaka Iran, . Razavi International
Journal Medicine 2
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013).
KMB 1 Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa Teori (1), 1–4.
dan Contoh Askep. Yogyakarta:
Nuha Medika. http://doi.org/10.5812/rijm.1
5189

Baroto, T.B. (2007). Pengaruh


Koagulopati Terhadap Glasgow Faul, M., Xu, L., Wald, M.M.,
Outcome Scale Penderita Cedera Coronado, V.G. (2010).
Kepala Berat dengan Gambaran CT Traumatic Brain Injury in
The United States.
Scan Diffuse Injury. Emergency Department
Tesis. Visits, Hospitalizations and
Universitas Diponegoro
Deaths 2002–2006. Atlanta
(GA): Centers for Disease
Control and Prevention
BPS. (2014). Statistik Transportasi 2013. National Center for Injury
Jakarta: Badan Statistik Indonesia Prevention and Control

Bruns, J., & Hauser, W.A. (2003).The Fithrah, B. A., Oetoro, B. J., Umar,
Epidemiology of traumatic brain N., & Saleh, S. C. (2016).
injury, A Review. Epilepsia, 44 Perdarahan
(Suppl.10): 2-10. New York:
Blackwell Publishing, Inc

Cardozo, L.C.M., Silva, R.R.D. (2014).


Sepsis in intensive care unit
patients with traumatic brain
injury : factors associated with
higher

mortality, 26(3), 148–154.


http://doi.org/10.5935/0103-
507X.20140022

Djaja,S., Widyastuti, R., Tobing, K.,


Lasut, D., & Irianto, J. (2016).
Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas
Di Indonesia , Tahun 2010-2014
Description of Traffic Accident in
Indonesia, Year 2010-2014, 2007,
30–42.

Ehsaei, M. R., Sarreshtedar, A., Ashraf,


H., & Karimiani, E. G. (2014).
Trauma Mortality : Using Injury
Complications of Preinjury
Anticoagulation in Trauma Patients
with Head Injury. The Journal Of

Berulang Pascakraniotomi pada Pasien


Cedera Kepala Ringan Trauma. 668–672.
http://doi.org/10.1097/01.TA.00000
25291.29067.E9
Recurrent Post Craniotomy Hemorrhage
in Patient with Mild Head Injury, 5(3),
173–179. Morton,et al. (2012). Keperawatan kritis
pendekatan asuhan holistik. Vol.1.
Jakarta: kedokteran EGC
Hemingway, H., Croft, P., Hayden, J. A.,
Abrams, K., Timmis, A., Briggs, A.,
Nasution, S. H. (2014). Mild Head
Injury.Medula.Vol.2: 4. Lampung:
… Riley, R. D. (2013). Prognosis Fakultas Kedokteran Universitas
research strategy Lampung.
(PROGRESS) 1:

A, 5595(February), 1–11. Noor,Zairin. (2012). Buku Ajar


http://doi.org/10.1136/bmj.e5595 Gangguan Muskuloskeletal. Edisi
2.Jakarta: Salemba Medika

Japardi, Iskandar. (2004). Cedera Kepala Palmer, C. (2007). Major Trauma and th
Memahami Aspek-Aspek Penting

dalam Pengelolaan Penderita Cedera


Kepala. Medan: PT Bhuana Ilmu Populer
Kelompok Gramedia

Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei. (2009).


Injury Epidiomology in Kermanshah:the
National Trauma Project in Islamic
Republic of Iran.

Eastern Mediterranean Health Journal 15


(1):57-63.

Lund, S. B., Gjeilo, K. H., Moen, K. G.,


Schirmer-mikalsen, K., Skandsen, T., &
Vik, A. (2016). Moderate traumatic brain
injury, acute phase

course and deviations in

physiological variables : an observational


study. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine,
1–8. http://doi.org/10.1186/s13049-016-
0269-5

Mina, A. A., Knipfer, J. F., Park, D. Y., Bair, H.


A., Howells, G. A., & Bendick, P. J.
(2002). Intracranial
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Lafa Nolla


NIM : 2017.C.09a.0896
Angkatan : IX
TahunAjaran/Semester : 2020/ 2021
Pembimbing : Yelstria Ulina T, S.Kep., Ners.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com

No Hari/Tgl/Wak Catatan Pembimbing TTD TTD


tu Pembimbing Mahasiswa
1 Sabtu, 14 Pre Conference
November 1. Kasus CKB
2020 jam : 2. Tambahkan data dikasus
08.00 Wib 3. Diagnosa keperawatan 5
Pagi
Lafa Nolla
ProM 9 ProM 7 is inviting you to a
scheduled Zoom meeting.
Topic: Conference PPK 4 Gadar
Time: Nov 14, 2020 08:00 AM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/99986169259?
pwd=KzV6V0RWMFJmL2tTODV5SD
RoVVo3dz09
Meeting ID: 999 8616 9259
Passcode: 7PNjNw

Anda mungkin juga menyukai