Oleh:
Nama : Istiyani Lotinia Lilit
Nim : 2017.C.09a.0892
Pembimbing Akademik
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
yangberjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan
Diagnosa Medis Stroke Hemoragik Diruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi
kasus ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep.,Ners Selaku Koordinator PPK III.
4. Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
asuhan keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada keluarga Tn.A yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai
kelolaan dalam asuhan keperawatan.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURATiv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit 4
1.1.1 Definisi 4
1.1.2 Anatomi dan Fisiologi 4
1.1.3 Etiologi 6
1.1.4 Klasifikasi 6
1.1.5 Patofisiologi 7
1.1.6 Manifestasi Klinis 10
1.1.7 Komplikasi 10
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang 10
1.1.9 Manifestasi Klinis 11
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 13
1.2.1 Pengkajian 13
1.2.2 Diagnosa Keperawatan 14
1.2.3 Intervensi 16
1.2.4 Implementasi 18
1.2.5 Evaluasi 18
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Anamnesa19
2.2 Pemeriksaan Fisik 20
2.3 Analisa Data 24
2.4 Prioritas Masalah 26
2.5 Rencana Keperawatan 27
2.6 Implentasi dan Evaluasi 29
DAFTAR PUSTAKA
iii
KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Dignosa Keperawan :
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan peningkatan tekanan
intracranial (SDKI D.0000)
2. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk ,menelan, dan imobilisasi (SDKI D.0001)
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan RR meningkat hiperpneu (SDKI
D.0005)
4. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial (SDKI D.0017)
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
(SDKI D.0054)
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral (SDKI D.0119)
iv
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1
2
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum
terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi
lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan
gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus
berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom
perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1 ) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
6) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
7) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di
dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik
wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
4
8) Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
9) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus asesorius
araf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12) Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
1.1.2.3 Sirkulasi darah otak
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi Arteri karotis interna dan eksterna
bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-
bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah
di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus,
melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
1.1.3 Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intracranial
dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan
180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan
pernafasan mengorok.
1.1.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1) Stroke Iskemik.
a. Trancient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2) Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarahnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :
7
1.1.5 Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-
kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
8
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri
di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan
sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan
mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami
nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga
8
terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan
diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi.
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat
lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya
perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam
waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau
mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital.
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.
Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah
dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang9
9
pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu
aneurisma.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit
pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau
robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah,
gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan
ruptur vaskular dalam jaringan otak
WOC STROKE HEMORAGIK
10
Hipertensi
Pengurangan jaringan
sitemik
Aneurisma
Stroke Hemoragik
Penekanan saluran Suplai darah ke Penurunan spasme Konfusi kerusakan Gangguan aliran penurunan
pernafasan jaringan inadekuat arteri cerebral kontrol saraf motorik darah dan oksigen kesadaran
menurun
Reflek menelan Perfusi jaringan Peningkatan TIK Penurunan otot-otot Defisit motorik
serebral inadekuat sfingter alvi Fungsi otak menurun
Penumpukan inadekuat Iskemik Hemisfer serebral
sekret Kontrol sfingter alvi Reflek menelan terganggu
Peningkatan TIK menghilang menurun
MK : Penurunan
MK : Bersihan jalan Kapasitas Adaptif Paraparese
nafas tidak efektif Otak herniasi : MK : Gangguan Anoreksia
Intrakranial
Kompensasi eliminasi Urin
MK :
MK : Defisit
Suplai darah dan Nutrisi - Gangguan integritas kulit
O2 Jaringan
- Gangguan mobilitas fisik
Metabolisme anaerob ( laktat + Edema MK : Risiko perfusi - Defisit perawatan diri
(ATP (2) + CO2 + Air Cerebri serebral tidak efektif
11
1.1.7 Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan :
1) Infark Serebri
2) Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3) Fistula caroticocavernosum
4) Epistaksis
5) Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
4. Disability
a) GCS klien 5 (E1M3V1), tingkat kesadaran koma.
b) Pupil anisokor 5 mm/3 mm.
5. Exposure
a) Suhu tubuh klien 36,7oC
b) Terdapat jejas pada kepala bagian oksipital sinistra dengan diameter 3
cm.
c) Terdapat luka VE pada jari-jari kaki kanan.
6. Foley catheter
a) Tidak terdapat perdarahan pada OUE, tidak terdapat hematom pada
daerah genetalia, vesika urinaria teraba penuh.
7. Gastric tube
a) Abdomen terlihat cekung, tidak terdapat distensi abdomen, bising usus
7 x/menit.
8. Heart monitoring/monitor EKG
Terdapat gambaran EKG 3 lead: sinus takikardi dengan HR 112 x/menit.
8. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda –
tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi
pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
17
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
18
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x 7 Dukungan Ambulasi I.06171 hal.22
dengan kerusakan neuromuscular jam diharapkan mobilisasi klien Observasi
(SDKI D.0054) mengalami peningkatan. 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
Kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
SLKI L.05042 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
1. Pergerakan ekstermitas : (5) 4. Monitor kondisi umum selama melakukkan ambulasi
2. Kekuatan otot : (5) Terapeutik
3. Rentang gerak ROM : (5) 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
4. Kecemasan : (1) 2. Fasilitasi melakukkan mobilisasi fisik, jika perlu
23
5. Kaku sendi : (1) 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
6. Gerakan terbatas : (1) Edukasi
7. Kelemahan fisik : (1) 3. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
4. Anjurkan melakukkan ambulasi dini
5. Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukkan (mis.berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi
Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawatan Diri: BAK/BAB I.11349 hal.37
(incontinensia urin) yang berhubungan selama 1x7 jam Klien mampu mengontrol Observasi
dengan penurunan sensasi, disfungsi eliminasi urinnya. 1. Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
kognitif, ketidakmampuan untuk Kriteria hasil : 2. Monitor integritas kulit pasien
berkomunikasi (SDKI D.0040) SLKI L.04034 L.04034 Terapeutik
1. Sensasi berkemih : (5) 1. Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
2. Desakan berkemih : (1) 2. Dukungan penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
3. Frekuensi BAK : (5) 3. Jaga privasi selama eliminasi
4. Karakter urine : (1) 4. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi jika perlu
5. Bersikan alat bantu BAK/BAB setelah digunakan
6. Latih Bak/BAB sesuai jadwal, jika perlu
7. Sediakan alat bantu
Edukasi
1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Integritas Kulit I.02075 hal.316
berhubungan dengan tirah baring lama selama 1x7 jam Klien mampu Observasi
(SDKI D.0129) mempertahankan keutuhan kulit 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : Terapeutik
SLKI L.14125 1. Ubah posisi tiap 2 jam jka tirah baring
1. Elastisitas : (5) 2. Lakukkan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
2. Perfusi jaringan : (5) 3. Bersihkan parineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
3. Kerusakan jaringan : (1) 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
24
4. Kerusakan lapisan kulit : (1) 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
5. Nyeri : (1) 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
6. Kemerahan : (1) Edukasi
7. Jaringan parut : (1) 1. Anjurkan menggunakan pelembab
8. Nekrosis : (1) 2. Anjurkan minum air yang cukup
9. Suhu kulit : (1) 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
10. Pertumbuhan rambut : (5) 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
Gangguan persepsi sensori : perabaan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen halusinasi I.09288 hal.178
yang berhubungan dengan penekanan selama 1x7 jam diharapkan Meningkatnya Observasi
pada saraf sensori (SDKI D.0085) persepsi sensorik secara optimal. 1. Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
Kriteria hasil : 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulus lingkungan
SLKI L.09083 3. Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan atau membehayakan diri)
1. Verbalisasi mendengar bisikan : (1) Terapeutik
2. Vebalisasi melihat bayangan : (1) 1. Pertahankan lingkungan yang aman
3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 2. Lakukkan tindakan keselamatanketika tidak dapat mengontrol perilaku
indra perabaan : (1) 3. Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 4. Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
indra penciuman : (1) Edukasi
5. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 1. Anjurkan monitor sendiri situasi terjadinya halusinansi
indra perabaan : (1) 2. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan
6. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui umpan balik korektif terhadap halusinasi
indra pengecapan : (1) 3. Anjurkan melakukkan distraksi
7. Perilaku halusinasi : (1) 4. Anjurkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
8. Orientasi : (5) Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
25
Difisit nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi I.03119 hal.200
tubuh berhubungan dengan selama 1x7 jam tidak terjadi gangguan Observasi
ketidakmampuan menelan (SDKI nutrisi. 1. Identifikasi status nutrisi
D.0019) Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
SLKI L.03030 3. Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makanan yang dihabiskan : (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis makanan
2. Kekuatan otot pengunyah : (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
3. Kekuatan otot menelan : (5) 6. Monitor asupan makanan
4. Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor BB
meningkatkan nutrisi : (5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Pengetahuan tentang pilihan makanan Terpeutik
yang sehat : (5) 1. lakukkan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
6. Pengetahuan tentang pilihan minuman 2. fasilitasi memerlukan pedoman diet
yang sehat : (5) 3. sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
7. Nafsu makan : (5) 4. berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
8. Frekuensi makan : (5) 5. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
9. Bising usus : (5) 6. berikan suplemen makanan, jika perlu
7. hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menuntukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
26
Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawatan Diri I.11348 hal.36
dengan hemiparese/hemiplegi (SDKI selama 1x7 jam Kebutuhan perawatan diri Observasi
D.0109) klien terpenuhi. 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
SLKI L.11103 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
1. Kemampuan mandi : (5) makan
2. Kemampuan mengenakan pakaian (5) Terapeutik
3. Kemampuan makan : (5) 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
4. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) : (5) 2. Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
5. Verbalisasi keinginan melakukkan 3. Dampingi dalam melakkukan perawatan diri sampai mandiri
perawatan diri : (5) 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
6. Minat melakukkan perawatan diri : (5) 5. Fasilittasi kemandirian, bantu jika mampu melakukkan perawatan diri
7. Mempertahankan kebersihan diri : (5) 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
8. Mempertahankan kebersihan mulut : (5) Edukasi
1. Anjurkan melakukkan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
Gangguan komunikasi verbal Setelah diberikan asuhan keperawatan Promosi Komunikasi: Defisit Bicara I.13492 hal.373
berhubungan dengan kehilangan selama 1x 7 jam diharapkan kerusakan Observasi
kontrol otot facial atau oral (SDKI komunikasi verbal klien dapat teratasi.
D.0119) Kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara.
SLKI L.13118 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan
1. Kemampuan berbicara : (5). fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis. Memori, pendengaran, dan
2. Kemampuan mendengar : (5) bahasa)
3. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh : (5) 3. Monitor frustasi, marah, depresi ata hal
4. Kontak mata : (5) lain yang mengganggu bicara.
5. Respons perilaku : (5) 4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
6. Pemahaman komunikasi : (5) sebagai bentuk komunikasi.
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis. Menulis, mata berkedip,
papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
27
komputer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis. Berdiri didepan
pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan,
24
gunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk
memahami ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan.
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien.
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Anjurkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
28
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berrdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 16 Desember 2020 dan jam pengkajian
23.15 WIB didapatkan hasil :
29
30
pucat , pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . CRT < 2 detik, kesadaran
klien supor GCS 5 (E1M3V1) klien juga belum sadar.
Masalah Keperawatan : Risiko perfusi serebral tidak efektif
3.1.4.4 Disability
Klien datang dengan penurunan kesadaran, kesadaran supor GCS : E 1, M3, V1
Hasil 5 , akral hangat, dan CRT < 2 detik.
Masalah Keperawatan : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
3.1.4.5 Ekpose
Tidak terdapat hematoma,Pergerakan terbatas. 1 1
1 1
3.1.5.6 B6 (Bone)
Pergerakan pasien terbatas
Ektremitas atas 1 1
Ektremitas bawah 1 1
Bentuk tulang belakang normal, terpasang infuse RL pada tangan kiri 30 tpm.
3.1.6 Riwayat Penyakit
3.1.6.1 Riwayat Penyakit sekarang
Pada tanggal 15 Desember 2020 Tn.A demam, kemudian dibawa berobat ke
dokter umum dan dikatakan ISK.Pada tanggal 16 September 2020 pukul 22.00
WIB Tn.A tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi
ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak
ada kejang sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke ke IGD RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya 23.15 WIB dalam keadaan tidak sadar dengan GCS
E1M3V1. Didapatkan Hasil TTV : RR 38x/menit. Vital Sign : TD 160/90
mmHg, Nadi 160x/menit, Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi pupil
keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret di mulut, tidak
terpasang mayo dan lidah tidak turun. Terdengar ronkhi basah di basal paru
kanan, terpsang ETT atau Tracheostomy ,Terpasang NGT CRT < 3 detik. Di
IGD klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam, Ranitidin /
12 jam, dan infuse RL 20 tpm.Tentukan Asuhan Keperawatan pada Tn.A
Dengan Diagnosa Medis Stroke Haemoragik.
3.1.6.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan sebelumnya klien tidak pernah masuk rumah sakit
dank lien baru pertama kali masuk rumah sakit.
3.1.6.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti diabetes, asma, dll.
32
5) Hasil CT-Scan
3.1.8 Terapi Medis
kuning efektif
Edema Cerebri
Paraparese 1 1
- Kekuatan Otot 1 1
- Diagnosa medis stroke
Gangguan Mobilitas Fisik
hemoragik
DS : Keluarga mengatakan pasien Penyumbatan pembuluh Gangguan komunikasi
belum dapat berbicara darah otak oleh bekuan verbal.
DO : darah, lemak, dan udara
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah Emboli serebral, suplai
- GCS 3 dimana E: 1 (Tidak ada darah dan oksigen ke otak
respon), V: ET (menggunakan ETT
atau Tracheostomy), M: 2 Oklusi yang menyebabkan
(mengikuti perintah). Kesadaran sumbatan aliran darah otak
soporkoma.
- Pupil miosis, reflek pupil +/-. Hipoksia sel otak
- Saraf kranial V (Trigeminus):
penurunan kemampuan koordinasi Iskemik lobus otak
gerakan mengunyah.
- Saraf kranial VII ( (Fasialis) : Defisit neurologi
Presepsi pengecapan tidak normal,
wajah asimetris, dan otot wajah Disfungsi bahasa dan
tertarik kebagian sisi yang sehat, komunikasi
mulut kering.
- Saraf kranial VIII
(Vestibulokokhlearis):pendengaran Disfasia/afasia
pasien kurang.
- Saraf kranial IX (Glosofaringeus) : Gangguan komunikasi
kemampuan menelan kurang baik. verbal.
31
8. Petahankan suhu tubuh normal 8. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan,
9. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, 9. Pelunak feses meningkatkan efisiensi
jika perlu pembasahan air usus, yang melunakan
massa feses dan membantu eliminasi
Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1 Mengetahui kemampuan batuk pasien
yang berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam Jalan
menurunnya refleks batuk dan nafas tetap efektif. 2. Monitor adanya retensi sputum 2 Membantu pasien memulai napas normal
menelan, imobilisasi ditandai 3. Monitor tanda dan gejala infeksi 3 Membantu klien menyadari/menerima
dengan Suara dasar vesikuler, Kriteria hasil : saluran napas perlunya mematuhi program pengobatan
terdengar suara tambahan ronkhi SLKI L.01001 untuk mencegah pengaktifan
basah di basal paru kanan, terdapat 1. Batuk efektif : (5) berulang/komplikasi.
secret berwarna kuning, pasie 2. Produksi sputum : (1)
tampak gelisah, diagnosa medis 3. Gelisah : (1) 4. Monitor input dan output cairan 4 Mengetahui balance caira pasien
stroke hemoragik. 4. Frekuensi napas : (5)
5. Pola napas : (5) 5. Atur posisi semi fowler atau fowler 5 Memberikan posisi yang nyaman untuk
dan membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen pada
diafragma.
6. Buang secret pada tempat sputum 6 Perilaku ini diperlukan untuk mencegah
penyebaran
infeksi.
7. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk 7 Memberi informasi kepada pasien dan
efektif keluarga agar mempraktekkan batak
efektif
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal 1. Mengetahui tanda dan gejala dari infeksi
berhubungan dengan kerusakan keperawatan selama 3x 24 jam dan sistemik untuk melakukkan tindakan selanjutnya
neuromuscular ditandai dengan diharapkan tidak terjadi infeksi
Pasien tampak gelisah, pada klien dengan 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Rangsangan aktivitas yang meningkat
Kemampuan pergerakan terbatas, kriteria hasil : dapat meningkatkan kenaikan TIK.
kekuatan Otot ekstermitas atas SLKI L.14137 Istirahat total dan ketenangan mingkin
1ektermitas bawah 1, diagnosa 1. Kebersihan tangan: (5) diperlukan untuk pencegahan terhadap
medis stroke hemoragik. 2. Kebersihan badan : (5) perdarahan dalam kasus stroke
3. Kemerahan : (1) hemoragik / perdarahan lainnya.
4. Nyeri : (1) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 3. Menghindari dari kaman atau bakter yang
5. Bengkak ; (1) kontak dengan pasien dan lingkungan menepel di tangan
psien
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 4. Agar pasien dan keluarga mengetahui
tanda dan gejala dari infeksi tersebut
Gangguan komunikasi verbal Setelah diberikan asuhan 1. Monitor kecepatan, 1. Memahami apa yang disampaikan pasien
berhubungan dengan kehilangan keperawatan selama 1x 7 jam tekanan,kuantitas, volume, dan diksi
kontrol otot facial atau oral diharapkan kerusakan komunikasi bicara
ditandai dengan Keluarga verbal klien dapat teratasi. 2. Monitor proses kognitif, anatomis, 2. Melatih pasien dalam proses berbicara
mengatakan pasien belum dapat Kriteria hasil : dan fisiologis yang berkaitan dengan
berbicara, pasien tampak meringis, SLKI L.13118 bicara.
pasien tampak gelisah, GCS 3 1. Kemampuan berbicara : (5). 3. Monitor frustasi, marah, depresi 3. Mengenali tingkat emosional pasien
dimana E: 1 (Tidak ada respon), 2. Kemampuan mendengar : (5) atau hal lain yang mengganggu
V: ET (menggunakan ETT atau 3. Kesesuaian ekspresi bicara 4. Mengenali tingkat emosional pasien
Tracheostomy), M: 2 (mengikuti wajah/tubuh : (5) 4. Identifikasi perilaku emosional dan
perintah). Kesadaran soporkoma, 4. Kontak mata : (5) fisik sebagai bentuk komunikasi
pupil miosis, reflek pupil +/-, Saraf 5. Respons perilaku : (5) 5. Gunakan metode komunikasi 5. Mempermudah komunikasi 2 arah
38
kranial V (Trigeminus): penurunan 6. Pemahaman komunikasi : (5) alternatif (mis. Menulis, mata
kemampuan koordinasi gerakan berkedif, papan komunikasi dengan
mengunyah, Saraf kranial VII gambar dan huruf, isyarat tangan,
( (Fasialis) : Presepsi pengecapan dan komputer)
tidak normal, wajah asimetris, dan 6. Sesuaikan gaya komunikasi dengan 6. Mengetahui ekspresi yang diungkapkan
otot wajah tertarik kebagian sisi kebutuhan (mis. berdiri didepan oleh pasien.
yang sehat, mulut kering, Saraf pasien, dengarkan dengan seksama,
kranial VIII tunjukan satu gagasan atau
(Vestibulokokhlearis):pendengara pemikiran sekaligus, bicaralah
n pasien kurang, Saraf kranial IX dengan perlahan sambil
(Glosofaringeus) : kemampuan menghindari teriakan, gunakan
menelan kurang baik, Saraf kranial komunikasi tertulis, atau meminta
X (Vagus) : sulit untuk bantuan keluarga untuk memahami
dinalai,Diagnosa medis stroke ucapan pasien.
hemoragik. 7. Modifikasi lingkungan untuk 7. Bertujuan memberikan stimulus
meminimalkan bantuan komunikasi
8. Ulangi apa yang disampaikan pasien 8. Memperjelas apa yang disampaikan
pasien
9. Berikan dukungan psikilogis 9. Membantu pasien untuk lebih semangat
10. Gunakan juru bicara, jika perlu 10. Membantu pasien dalam mengungkapkan
apa yang diinginkan
11. Anjurkan berbicara perlahan 11. Melatih pasien berbicara dimulai dengan
kata-kata yang mudah
Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Gangguan komunikasi verbal S : Keluarga mengatakan pasien belum
2020 berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral dapat berbicara
O:
22.00 WIB 1. Memonitor kecepatan, tekanan,kuantitas, volume, dan - Keadaan umum masih lemah
diksi bicara. - Kesadaran pasien masih soporocoma
22.05 WIB 2. Mengidentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai - Pasien tampak gelisah
bentuk komunikasi - Pasien masih belum bisa merespon
22.20 WIB 3. Menggunakan metode komunikasi alternatif (mis. - GCS E1M3V1
Menulis, mata berkedif, papan komunikasi dengan - Pupil miosis, reflek pupil +/-. Istiyani Lotina Lilit
gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer) A : Masalah Gangguan komunikasi verbal
44
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI Cetakan I 2016 Cetakan II 2017, Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. 2005. Medical Surgical Nursing;
clinical management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis :
Elsevier. Inc
Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. FK-UI. Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-
UI
46
Oleh:
Nama : Istiyani Lotinia Lilit
Nim : 2017.C.09a.0892
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan klien dan
keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang
Stroke Hemoragik
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Stroke Hemoragik
Mampu memahami Penyebab Stroke Hemoragik
Mampu memahami tanda dan gejala Stroke
Hemoragik
Mampu memahami akibat Stroke Hemoragik
Mampu memahami pecegahan Stroke Hemoragik
D. Materi : Penyakit Stroke Hemoragik
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
2. Pukul : 10-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Stroke Hemoragik
2. Penyebab Stroke Hemoragik
3. Tanda dan gejala Stroke
Hemoragik
4. Akibat Stroke Hemoragik
48
5. Pencegahan Stroke
Hemoragik
3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah
1. Mengevaluasai kembali
materi yang sudah dijelaskan
dengan bertanya kepada
peserta penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet
H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Istiyani Lotina Lilit
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2) Leader : Istiyani Lotina Lilit
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
3) Dokumentasi : Eltra
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
49
I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :
Keterangan:
: Peserta
: Dokumentasi
50
A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien dan keluarga stroke hemoragik
2. Penyuluhan : Di RS Doris Sylvanus Palangka Raya
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan klien dapat mengetahui dan
memahami tentang Mobilisasi
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Mobilisasi
Mampu memahami jenis Mobilisasi
Mampu memahami tirah baring lama
Mampu memahami manfaat latihan gerak
D. Materi : Latihan Gerak
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
2. Pukul : 10-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Mobilisasi
2. Jenis Mobilisasi
3. Tirah baring lama
4. Manfaat latihan gerak
H. Tugas Pengorganisasian
I. Moderator : Istiyani Lotina Lilit
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
J. Leader : Istiyani Lotina Lilit
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
K. Dokumentasi : Eltra
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :
Keterangan:
: Peserta
: Dokumentasi
52
H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Istiyani Lotina Lilit
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2) Leader : Istiyani Lotina Lilit
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
3) Dokumentasi : Eltra
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
I. TEMPAT
Setting Tempat
54
1. Setting Tempat :
Keterangan:
: Peserta
: Dokumentasi
55
A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien dan keluarga stroke hemoragik
2. Penyuluhan : Di RS Doris Sylvanus Palangka Raya
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di diharapkan keluarga mampu melakukan
tindakan suction dengan cara yang baik dan benar.
2. Tujuan Khusus :
- Menyebutkan tujuan suction
- Menyebutkan peralatan yang dibutuhkan untuk
suction
- Menyebutkan langkah-langkah suction dengan benar
- Mempertahankan prinsip steril pada saat dilakukan
suctio
D. Materi : Tindakan suction
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
4. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
5. Pukul : 10-00 WIB - selesai
6. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
- Menyebutkan tujuan suction
- Menyebutkan peralatan yang
dibutuhkan untuk suction
56
- Menyebutkan langkah-langkah
suction dengan benar
- Mempertahankan prinsip steril
pada saat dilakukan suctio
H. Tugas Pengorganisasian
I. Moderator : Istiyani Lotina Lilit
6. Membuka acara penyuluhan
7. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
8. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
9. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
10. Mengatur jalannya diskusi
J. Leader : Istiyani Lotina Lilit
3. Menyampaikan materi penyuluhan
4. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
K. Dokumentasi : Eltra
3. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
4. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
I. TEMPAT
57
Setting Tempat :
Keterangan:
: Peserta
: Dokumentasi
58
59
60
61
62
63
GAMBARAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN STROKE
HEMORAGIK DENGAN DIABETES MELITUS DAN NON DIABETES
MELITUS DI BAGIAN SARAF RUMKITAL DR.RAMELAN
SURABAYA
ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
Tekanan darah
dan diabetes melitus merupakan faktor penyebab terjadinya stroke yang dapat diubah.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode studi
prevalensi, dengan menggunakan data sekunder yang didapat melalui rekam medis
pada bulan Januari-November
2015. Hasil: Pada pasien stroke hemoragik dengan diabetes melitus yang tekanan
darahnya normal sejumlah 7.14%, prehipertensi sejumlah 7.14%, hipertensi stage 1
sejumlah 21.43%, dan stage 2 sejumlah 64.29%. Sedangkan pada non diabet, tekanan
darah normal sejumlah 4.54%, prehipertensi sejumlah 9.09%, hipertensi stage 1
sejumlah 13.64%, dan stage 2 sejumlah 72.73%. Kesimpulan: Penelitian ini
menyimpulkan bahwa pada pasien stroke hemoragik dengan diabetes mellitus dan non
diabetes mellitus di ruang rawat inap Rumkital Dr.Ramelan yang memiliki tekanan darah
paling banyak adalah pada kelompok hipertensi stage 2.
Kata kunci : stroke hemoragik, tekanan darah,
diabetes melitus.
ABSTRACT
Background: Stroke is the most cause of death in Indonesia. Blood pressure and
diabetes mellitus
were suggested as the modifiable risk factor of hemorrhagic stroke. Method: It is used
the descriptive design with prevalence studies method by using secondary data those
were taken from the medical record since January until November 2015. Result: On
hemorrhagic stroke patients with diabetes mellitus who have normal blood pressure were
7.14%, prehypertension were 7.14%, hypertension stage 1 were 21.43%, and stage 2
were 64.29%. Meanwhile on the patients without diabetes mellitus, who have normal
blood pressure were 4.54%, prehypertension were 9.09%, hypertension stage 1 were
13.64%, and stage 2 were 72.73%. Conclusion: This study shows that hemorrhagic
stroke patients with diabetes mellitus or without diabetes mellitus at Neurology
wards Dr.Ramelan Navy Hospital Surabaya who have the hypertension stage 2 are the
most.
Keywords: hemorrhagic stroke, blood pressure,
diabetes mellitus
6
4
PENDAHULU darah ke otak dapat tersumbat atau
AN
Stroke adalah suatu penyakit disebut dengan stroke iskemik, dan
yang juga dapat menyebabkan pecahnya
sebagian besar gejala klinisnya pembuluh darah di otak atau disebut
berkembang dengan cepat dan (1,2)
dengan stroke hemoragik.
mengganggu fungsi otak, Intracerebral hemorrhage
berlangsung lebih dari 24 jam dan (ICH)
dapat menyebabkan kematian adalah subtipe stroke kedua yang
(Merritt’s,2010). Stroke paling sering terjadi dan biasanya
menyebabakan gangguan suplai menyebabkan cacat berat atau
darah ke otak secara mendadak kematian.
sehingga menyebabkan suplai
6
5
ICH lebih sering terjadi pada orang yang menganalisis basis data registri
Asia, usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, stroke prospektif regional antara 2007
dan negara-negara berpenghasilan dan 2009, 34% dari 3.448 pasien dengan
rendah dan menengah. Tingkat kematian ICH berusia 80 tahun atau lebih.
(8)
kasus ICH tinggi (40% pada 1 bulan dan Hipertensi atau tekanan darah
54% pada 1 tahun), dan hanya 12% tinggi merupakan faktor resiko yang
hingga 39% yang selamat dapat kuat yang dapat menyebabkan stroke.
mencapai kemandirian fungsional Baik tekanan sistolik maupun diastolik
jangka panjang. Faktor risiko ICH yang tinggi merupakan faktor resiko
adalah hipertensi, merokok konsumsi untuk stroke. Diabetes melitus
alkohol berlebihan, hipokolesterolemia, merupakan faktor resiko untuk stroke
dan obat-obatan. Usia tua, jenis kelamin namun tidak sekuat hipertensi. Dimana
laki-laki, etnis Asia, penyakit ginjal diabetes melitus ini meningkatkan
kronis, angiopati amyloid serebral probabilitas penderita hipertensi untuk
(CAA), dan microbleeds serebral (CMB) menderita stroke. Dan frekuensi diabetes
meningkatkan risiko ICH. Presentasi (9)
cukup tinggi pada penderita stroke.
klinis bervariasi sesuai dengan ukuran
Hipertensi merupakan faktor risiko yang
dan lokasi hematoma, dan ekstensi
paling penting untuk ICH spontan, dan
(3)(4)(5)
perdarahan intraventricular kontribusi hipertensi lebih besar untuk
Insiden ICH meningkat dengan ICH dalam daripada untuk ICH
lobar.
bertambahnya usia. Sebuah studi (10,11)
pada bulan Januari - November 2018, melitus. Sedangkan jumlah yang tidak
melitus pada pasien stroke hemoragik ini Dari hasil penelitian ini dapat
dapat disebabkan karena tingkat dilihat gambaran tekanan darah pasien
keparahan nekrosis fibrinoid pada stroke hemoragik terhadap status diabet
pembuluh darah kecil lebih sering pada pasien yaitu pasien stroke hemoragik
pasien dengan hipertensi saja yang tekanan darahnya normal dan
dibandingkan pada pasien dengan diabet menderita diabetes melitus ada 1
(14)
dan hipertensi. (7.14%) pasien. Sedangkan pasien yang
Dari hasil rekam medis yang tekanan darahnya tergolong
diambil oleh penetili juga didapatkan prehipertensi ada 1 (7.14%) pasien.
gambaran tekanan darah pada pasien Sementara itu pasien stroke hemoragik
stroke hemoragik, tanpa melihat status yang tekanan darahnya tergolong stage 1
diabet pasien. pada pasien stroke ada 3 (21.43%) pasien. Dan pasien
hemoragik yang memiliki tekanan darah stroke hemoragik yang tekanan
yang normal ada 2 (5.56%) pasien dari darahnya tergolong stage 2 ada 9
seluruh populasi. Dan yang tekanan (64.29%) pasien.
darahnya tergolong prehipertensi ada 3 Sedangkan tekanan darah pasien
(8.33%) pasien. Sedangkan yang yang normal pada pasien stroke yang
tekanan darahnya tergolong stage 1 ada tidak menderita diabetes mellitus ada 1
6 (16.67%) pasien. Dan yang tergolong (4.54%) pasien. Dan terdapat 2 (9.09%)
hipertensi stage 2 ada 25 (69.44%) pasien yang memiliki tekanan darah
pasien. Hal ini sesuai dengan Merrits tergolong prehipertensi. Sedangkan
pada tahun 2010, bahwa faktor resiko pasien yang tekanan darahnya tergolong
stroke meningkat sebanding dengan stage 1 ada 3 (13.64%) pasien. Dan yang
peningkatan tekanan darah. Hal ini tergolong stage 2 ada 16 (72.73%)
disebabkan karena tingginya tekanan pasien. Hipertensi merupakan faktor
darah dalam waktu yang lama akan kuat untuk terjadinya stroke hemoragik
merusak dinding arteri, membuat (Merrit’s, 2010). Hipertensi cenderung
dinding arteri menjadi lebih mudah terjadi pada pasien dengan diabetes
melebar, atau menyempit, atau bahkan mellitus tipe 2, dua faktor ini
meningkatkan resiko angka kejadian dan tanpa diabetes mellitus lebih banyak
angka kematian stroke hemoragik. dibanding pasien dengan diabetes
Diabetes melitus tipe 2 meningkatkan mellitus. Penyakit diabetes mellitus
angka kejadian stroke hemoragik lebih berisiko terjadinya stroke
sebanyak 17% (Gang,2005). Pasien iskemik
dengan diabetes memiliki resiko lebih
besar menderita stroke (Barry,2002). SARAN
Pasien diabetes mellitus yang memiliki Dapat dilakukan penelitian lanjutan
tekanan darah sistolik >160mmHg dengan menambahkan variable yang
memiliki resiko dua kali lebih tinggi diteliti, serta dapat mengulas mengenai
mederita stroke dibandingkan dengan hubungan tekanan darah dan status
pasien yang memiliki tekanan darah diabet terhadap angka kejadian stroke
<160mmHg (Lewis,2000). Menurut hemoragik dengan menambahkan
Merrit’s pada tahun 2010, peningkatan jumlah sampel dan waktu penelitian
tekanan darah ini dapat menyebabkan sehingga bisa mewakili keseluruhan
meningkatnya resiko terkena populasi.
atherosklerosis dan gangguan pada
pembuluh darah kecil dan dapat DAFTAR PUSTAKA
menyebabkan terjadinya stroke iskemik 1. Yang Q, Tong X, Schieb L, Vaughan
(17)(18) A, Gillespie C, Wiltz JL, et al. Vital
maupun stroke hemoragik. Signs: Recent Trends in Stroke Death
Rates — United States, 2000–2015.
KESIMPULAN MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
2017;
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa: 2. Sacco S, Marini C, Toni D, Olivieri
L, Carolei A. Incidence and 10-year
1. Pasien yang menderita stroke survival of intracerebral hemorrhage
perdarahan paling banyak tekanan in a population-based registry.
Stroke. 2009;
darahnya mencapai hipertensi stage
3. Feigin VL, Lawes CM, Bennett DA,
2. Hal ini sesuai dengan teori dimana Barker-Collo SL, Parag V.
semakin tinggi tekanan darah maka Worldwide stroke incidence and
early case fatality reported in 56
semakin tinggi resiko terjadinya population-based studies: a
stroke perdarahan. Dari hasil systematic review. The Lancet
Neurology. 2009.
penelitian
4. Mohammad Y, Qureshi A. Blood
2. Tidak terdapat hubungan antara Pressure Management in
diabetes mellitus dengan stroke Intracerebral Hemorrhage. Semin
Neurol. 2016;
perdarahan. Karena dari total
populasi (n=36) didapatkan pasien 5. Shah QA, Ezzeddine MA, Qureshi
6. AI. Acute hypertension in
intracerebral hemorrhage: prognosis in patients with diabetes
Pathophysiology and treatment. J mellitus. Neurology. 2004;
Neurol Sci. 2007; 17. Chauhan G, Debette S. Genetic
7. Broderick JP, Brott T, Tomsick T, Risk Factors for Ischemic and
Miller R, Huster G. Intracerebral Hemorrhagic Stroke. Current
hemorrhage more than twice as Cardiology Reports. 2016.
common as subarachnoid 18. Carter BL. Implementing the
hemorrhage. J Neurosurg. 1993; New Guidelines for Hypertension. J
8. Jolink WMT, Klijn CJM, Manag Care Pharm. 2004;
Brouwers PJAM, Kappelle LJ, 19. Kuller LH. Epidemic
Vaartjes I. Time trends in incidence, hypertension in sub-Saharan Africa.
case fatality, and mortality of Hypertension
intracerebral hemorrhage.
Neurology. 2015;
9. Stein M, Misselwitz B, Hamann
GF, Scharbrodt W, Schummer DI,
Oertel MF. Intracerebral hemorrhage
in the very old: Future demographic
trends of an aging population.
Stroke. 2012;
10. Warlow C, Gijn J Van, Dennis
M. Stroke: Practical Management.
N Engl J Med. 2008;
11. Zia E, Hedblad B, Pessah-
Rasmussen H, Berglund G, Janzon
L, Engström G. Blood pressure in
relation to the incidence of cerebral
infarction and intracerebral
hemorrhage - Hypertensive
hemorrhage: Debated nomenclature
is still relevant. Stroke. 2007;
12. Martini SR, Flaherty ML,
Brown WM, Haverbusch M,
Comeau ME, Sauerbeck LR, et
al. Risk factors for intracerebral
hemorrhage differ according to
hemorrhage location. Neurology.
2012;
13. Misbach J, Ali W. Stroke in
Indonesia: A first large prospective
hospital-based study of acute
stroke in 28 hospitals in indonesia. J
Clin Neurosci. 2001;
14. Putaala J, Liebkind R, Gordin D,
Thorn LM, Haapaniemi E, Forsblom
C, et al. Diabetes mellitus and
ischemic stroke in the young:
Clinical features and long-term
prognosis. Neurology. 2011;
15. Zafar A, Shahid SK, Siddiqui M,
Khan FS. Pattern of Stroke in
Type 2 Diabetic Subjects
versus Non-diabetic Subjects. J
Ayub Med Coll Abbottabad. 2007;
16. Karapanayiotides T,
Piechowski-Jozwiak B, Van Melle
G, Bogousslavsky J, Devuyst G.
Stroke patterns, etiology, and