Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE


HEMORAGIK DI IGD RSUD dr. DORIS
SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh:
Nama : Istiyani Lotinia Lilit
Nim : 2017.C.09a.0892

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMUKESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TA 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Istiyani Lotina Lilit
NIM : 2017.C.09a.0892
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn.A Dengan Diagnosa Medis Stroke Hemoragik Di Igd Rsud Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep.,Ners

KATA PENGANTAR
i
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
yangberjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan
Diagnosa Medis Stroke Hemoragik Diruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi
kasus ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep.,Ners Selaku Koordinator PPK III.
4. Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
asuhan keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada keluarga Tn.A yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai
kelolaan dalam asuhan keperawatan.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI
ii

KATA PENGANTAR i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURATiv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit 4
1.1.1 Definisi 4
1.1.2 Anatomi dan Fisiologi 4
1.1.3 Etiologi 6
1.1.4 Klasifikasi 6
1.1.5 Patofisiologi 7
1.1.6 Manifestasi Klinis 10
1.1.7 Komplikasi 10
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang 10
1.1.9 Manifestasi Klinis 11
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 13
1.2.1 Pengkajian 13
1.2.2 Diagnosa Keperawatan 14
1.2.3 Intervensi 16
1.2.4 Implementasi 18
1.2.5 Evaluasi 18
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Anamnesa19
2.2 Pemeriksaan Fisik 20
2.3 Analisa Data 24
2.4 Prioritas Masalah 26
2.5 Rencana Keperawatan 27
2.6 Implentasi dan Evaluasi 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Pada tanggal 15 Desember 2020 Tn.A demam, kemudian dibawa berobat ke


dokter umum dan dikatakan ISK.Pada tanggal 16 September 2020 pukul 22.00
WIB Tn.A tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi
ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak
ada kejang sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke ke IGD RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya 23.15 WIB dalam keadaan tidak sadar dengan GCS
E1M3V1. Didapatkan Hasil TTV : RR 38x/menit. Vital Sign : TD 160/90 mmHg,
Nadi 160x/menit, Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi pupil keduanya
miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret di mulut, tidak terpasang mayo
dan lidah tidak turun. Terdengar ronkhi basah di basal paru kanan, suara napas
stidor terpsang ETT atau Tracheostomy ,Terpasang NGT CRT < 3 detik. Tidak
terdapat hematoma,Pergerakan terbatas Ektermitas atas 1/1 Ektermitas Bawah 1/1.
Hasil EKG Kesan :Ada gambaran ST depresi inferior. Hasil Rontgen Kesan :
Hasil Rontgen tanggal 16 Desember 2020 : Cor dan pulmo dalam batas normal,
pulmo tidak menunjukkan adanya infiltrate,Pemeriksaan fundoskopi.
Di IGD klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam,
Ranitidin /12 jam, dan infuse RL 20 tpm.Tentukan Asuhan Keperawatan pada
Tn.A Dengan Diagnosa Medis Stroke Haemoragik.

Dignosa Keperawan :
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan peningkatan tekanan
intracranial (SDKI D.0000)
2. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk ,menelan, dan imobilisasi (SDKI D.0001)
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan RR meningkat hiperpneu (SDKI
D.0005)
4. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial (SDKI D.0017)
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
(SDKI D.0054)
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral (SDKI D.0119)

iv
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2019).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Jadi stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya.

1.1.2 Anatomi dan Fisiologi


1.1.2.1 Otak

Gambar 1. Anatomi otak


Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon.

1
2

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum
terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi
lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan
gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus
berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom
perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.

1.1.2.2 Nervus Cranialis


1) Nervus olvaktorius
3

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1 ) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
6) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
7) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di
dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik
wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
4

8) Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
9) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus asesorius
araf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12) Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
1.1.2.3 Sirkulasi darah otak

Gambar 2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi


oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
5

oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi Arteri karotis interna dan eksterna
bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-
bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah
di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus,
melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

1.1.3 Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intracranial
dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan
180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan
pernafasan mengorok.

Penyebab stroke hemoragik, yaitu :


1) Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
6

2) Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.


3) Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari: Hemoragi serebral
(pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak
atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke
otak . Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
1) Hemoragi obstrudural
2) Hemoragi subdural
3) Hemoragi subakhranoid
4) Hemoragi intraserebral
Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung
iskemik :
1) Usia
2) Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita
post monophous sama resiko dengan pria
3) Hipertensi
4) DM
5) Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
6) Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
7) Keturunan
8) Hipovolemia dan syook

1.1.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1) Stroke Iskemik.
a. Trancient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2) Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarahnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :
7

a. Transcient Ischemic Attack (TIA)


b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution atau progressing stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basilar
4. Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak,
Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe :
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
c. Posterior Circulation Infarct (POCI)
d. Lacunar Infarct (LACI)

1.1.5 Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-
kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
8
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri
di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan
sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan
mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami
nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga
8

terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan
diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi.
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat
lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya
perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam
waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau
mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital.
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.
Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah
dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang9
9
pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu
aneurisma.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit
pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau
robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah,
gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan
ruptur vaskular dalam jaringan otak
WOC STROKE HEMORAGIK
10
Hipertensi

Pengurangan jaringan
sitemik

Aneurisma

Stroke Hemoragik

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Penekanan saluran Suplai darah ke Penurunan spasme Konfusi kerusakan Gangguan aliran penurunan
pernafasan jaringan inadekuat arteri cerebral kontrol saraf motorik darah dan oksigen kesadaran
menurun
Reflek menelan Perfusi jaringan Peningkatan TIK Penurunan otot-otot Defisit motorik
serebral inadekuat sfingter alvi Fungsi otak menurun
Penumpukan inadekuat Iskemik Hemisfer serebral
sekret Kontrol sfingter alvi Reflek menelan terganggu
Peningkatan TIK menghilang menurun
MK : Penurunan
MK : Bersihan jalan Kapasitas Adaptif Paraparese
nafas tidak efektif Otak herniasi : MK : Gangguan Anoreksia
Intrakranial
Kompensasi eliminasi Urin
MK :
MK : Defisit
Suplai darah dan Nutrisi - Gangguan integritas kulit
O2 Jaringan
- Gangguan mobilitas fisik
Metabolisme anaerob ( laktat + Edema MK : Risiko perfusi - Defisit perawatan diri
(ATP (2) + CO2 + Air Cerebri serebral tidak efektif
11

1.1.6 Manifestasi Klinis


1) Kehilangan motorik
a. Hemiplegis, hemiparesis.
b. Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda
(gambaran lklinis awal ).
2) Kehilangan komunikasi
a. Disartria
b. Difagia
c. Afagia
d. Afraksia
3) Gangguan konseptual
a. Hamonimus hemia hopia (kehilanhan sitengah dari lapang pandang)
b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada
pasien hemiplagia kiri)
c. Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk dengan
piosepsi, kesulitan dalam mengatur stimulus visual, taktil dan auditori.
4) Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis :
a. Kerusakan lobus frontal : kapasitas belajar memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan
disfungsi tersebut. Mungkin tercermin dalam rentang perhatian terbatas,
kesulitan dalam komperhensi, cepat lupa dan kurang komperhensi.
b. Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional,
bermusuhan, frurtasi, menarik diri, dan kurang kerja sama.
5) Disfungsi kandung kemih :
a. Inkontinansia urinarius transia
b. Inkontinensia urinarius persisten / retensi urin (mungkin simtomatik dari
kerusakan otak bilateral)
c. Inkontinensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat menunjukkan
Kerusakan neurologisekstensif)
12

1.1.7 Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan :
1) Infark Serebri
2) Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3) Fistula caroticocavernosum
4) Epistaksis
5) Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
( masalah sistem arteri karotis ).
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1) Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
13

2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila


perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3) Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4) Bed rest.
5) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10) Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
11) Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, psikal assesment.
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
14

3. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif,
dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat
antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu. 15
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
7. Pengkajian Primer
1. Airway
Look : klien tidak berbicara, tidak sadarkan diri, tidak terdapat
tanda-tanda cedera servikal.
Listen : jalan napas klien terdengar bunyi gurgling dan snoring.
Feel : napas klien masih dapat dirasakan.
2. Breathing
Inspeksi : RR 19 kali/menit, regular, I:E=1:2, tidak terdapat ada
retraksi dinding dada saat klien bernapas, pengembangan
dada normal, simetris antara dada kanan dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus tidak dapat dikaji karena penurunan
kesadaran.
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : terdengar bunyi napas ronkhi basah dan halus pada kedua
apeks paru dan vesikuler pada lapang paru bagian basal.
3. Circulation
Frekuensi nadi klien 90 kali/menit, regular dan kuat, capillary refill < 2
detik pada ekstremitas atas dan 3 detik pada ekstremitas bawah, akral
teraba hangat, SpO2 99% (dengan bantuan O2 nasal kanul 4 lpm), tidak
ada sianosis, tidak terdapat diaphoresis, tekanan darah klien 230/100
mmHg.
16

4. Disability
a) GCS klien 5 (E1M3V1), tingkat kesadaran koma.
b) Pupil anisokor  5 mm/3 mm.

5. Exposure
a) Suhu tubuh klien 36,7oC
b) Terdapat jejas pada kepala bagian oksipital sinistra dengan diameter 3
cm.
c) Terdapat luka VE pada jari-jari kaki kanan.
6. Foley catheter
a) Tidak terdapat perdarahan pada OUE, tidak terdapat hematom pada
daerah genetalia, vesika urinaria teraba penuh.
7. Gastric tube
a) Abdomen terlihat cekung, tidak terdapat distensi abdomen, bising usus
7 x/menit.
8. Heart monitoring/monitor EKG
Terdapat gambaran EKG 3 lead: sinus takikardi dengan HR 112 x/menit.
8. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda –
tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi
pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
17

terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
18

Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

4) Pengkajian saraf kranial


Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan
refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan peningkatan
tekanan intracranial. (SDKI D.0066)
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial (SDKI
D.0017)
3) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi (SDKI D.0001)
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular (SDKI D.0054)
5) Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi (SDKI D.0040)
6) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tirah baring
lama (SDKI D.0129)
19

7) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan


penekanan pada saraf sensori (SDKI D.0085)
8) Difisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan (SDKI D.0019)
9) Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
(SDKI D.0109)
10) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral (SDKI D.0119)
20

1.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Penurunan kapasitas adaptif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen peningkatan tekanan intrakarnial I.06194 hal.205
intrakarnial berhubungan peningkatan selama 1x 7 jam, diharapkan Penurunan Observasi
tekanan intracranial. (SDKI D.0066) kapasitas adaptif intrakarnial stabil. 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi,gangguan
Kriteria Hasil : metabolisme,edema serebral)
SLKI L.0649 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah miningkat,
1. Fungsi kognitif : (5) tekanan nadi melabar,bradikardia,pola napas ireguler,kesadaran menurun)
2. Gelisah : (1) 3. Monitor MAP (mean Arterial Pressure)
3. Tekanan nadi : (5) 4. Monitor CVP ( Sentral Venous Pressure), jika perlu
4. Pola napas : (5) 5. Monitor PAWP, jika perlu
5. Respon pupil : (5) 6. Monitor PAP, jika perlu
6. Tekanan intrakranial : (5) 7. Monitor ICP (Intra Carnial Pressure), jika tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis.warna,konsistensi)
Terapeutik
1. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsa, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
21

Kolaborasi pemberian pelunan tinja, jika perlu


Risiko perfusi serebral tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial I.06194 hal.205
berhubungan dengan gangguan aliran selama 1x 7 jam, diharapkan Perfusi Observasi
darah sekunder akibat peningkatan jaringan otak dapat tercapai secara optimal. 1. Idintifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme,
tekanan intracranial (SDKI D.0017) Kriteria hasil : edema serebral).
SLKI L.0201 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat,
1. Kognitif : (5) tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
2. Gelisah : (1) menurun)
3. Kecemasan : (1) 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Demam : (1) 4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
5. Kesadaran : (5) 5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Nilai rata-rata tekanan darah : (5) 6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis.warna,konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Petahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
22

3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu


Bersihan jalan napas tidak efektif yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Latihan Batuk Efektif I.01006 hal.142
berhubungan dengan menurunnya selama 1x7 jam Jalan nafas tetap efektif. Observasi
refleks batuk dan menelan, imobilisasi Kriteria hasil : 1. Identifikasi kemampuan batuk
(SDKI D.0001) SLKI L.01001 2. Monitor adanya retensi sputum
1. Batuk efektif : (5) 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
2. Produksi sputum : (1) 4. Monitor input dan output cairan
3. Gelisah : (1) Terapeutik
4. Frekuensi napas : (5) 1. Atur posisi semi fowler atau fowler
5. Pola napas : (5) 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
3. Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,di tahan selama
2 detik,kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

Gangguan mobilitas fisik berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x 7 Dukungan Ambulasi I.06171 hal.22
dengan kerusakan neuromuscular jam diharapkan mobilisasi klien Observasi
(SDKI D.0054) mengalami peningkatan. 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
Kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
SLKI L.05042 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
1. Pergerakan ekstermitas : (5) 4. Monitor kondisi umum selama melakukkan ambulasi
2. Kekuatan otot : (5) Terapeutik
3. Rentang gerak ROM : (5) 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
4. Kecemasan : (1) 2. Fasilitasi melakukkan mobilisasi fisik, jika perlu
23

5. Kaku sendi : (1) 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
6. Gerakan terbatas : (1) Edukasi
7. Kelemahan fisik : (1) 3. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
4. Anjurkan melakukkan ambulasi dini
5. Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukkan (mis.berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi
Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawatan Diri: BAK/BAB I.11349 hal.37
(incontinensia urin) yang berhubungan selama 1x7 jam Klien mampu mengontrol Observasi
dengan penurunan sensasi, disfungsi eliminasi urinnya. 1. Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
kognitif, ketidakmampuan untuk Kriteria hasil : 2. Monitor integritas kulit pasien
berkomunikasi (SDKI D.0040) SLKI L.04034 L.04034 Terapeutik
1. Sensasi berkemih : (5) 1. Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
2. Desakan berkemih : (1) 2. Dukungan penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
3. Frekuensi BAK : (5) 3. Jaga privasi selama eliminasi
4. Karakter urine : (1) 4. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi jika perlu
5. Bersikan alat bantu BAK/BAB setelah digunakan
6. Latih Bak/BAB sesuai jadwal, jika perlu
7. Sediakan alat bantu
Edukasi
1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Integritas Kulit I.02075 hal.316
berhubungan dengan tirah baring lama selama 1x7 jam Klien mampu Observasi
(SDKI D.0129) mempertahankan keutuhan kulit 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : Terapeutik
SLKI L.14125 1. Ubah posisi tiap 2 jam jka tirah baring
1. Elastisitas : (5) 2. Lakukkan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
2. Perfusi jaringan : (5) 3. Bersihkan parineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
3. Kerusakan jaringan : (1) 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
24

4. Kerusakan lapisan kulit : (1) 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
5. Nyeri : (1) 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
6. Kemerahan : (1) Edukasi
7. Jaringan parut : (1) 1. Anjurkan menggunakan pelembab
8. Nekrosis : (1) 2. Anjurkan minum air yang cukup
9. Suhu kulit : (1) 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
10. Pertumbuhan rambut : (5) 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

Gangguan persepsi sensori : perabaan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen halusinasi I.09288 hal.178
yang berhubungan dengan penekanan selama 1x7 jam diharapkan Meningkatnya Observasi
pada saraf sensori (SDKI D.0085) persepsi sensorik secara optimal. 1. Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
Kriteria hasil : 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulus lingkungan
SLKI L.09083 3. Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan atau membehayakan diri)
1. Verbalisasi mendengar bisikan : (1) Terapeutik
2. Vebalisasi melihat bayangan : (1) 1. Pertahankan lingkungan yang aman
3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 2. Lakukkan tindakan keselamatanketika tidak dapat mengontrol perilaku
indra perabaan : (1) 3. Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 4. Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
indra penciuman : (1) Edukasi
5. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 1. Anjurkan monitor sendiri situasi terjadinya halusinansi
indra perabaan : (1) 2. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan
6. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui umpan balik korektif terhadap halusinasi
indra pengecapan : (1) 3. Anjurkan melakukkan distraksi
7. Perilaku halusinasi : (1) 4. Anjurkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
8. Orientasi : (5) Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
25

Difisit nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi I.03119 hal.200
tubuh berhubungan dengan selama 1x7 jam tidak terjadi gangguan Observasi
ketidakmampuan menelan (SDKI nutrisi. 1. Identifikasi status nutrisi
D.0019) Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
SLKI L.03030 3. Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makanan yang dihabiskan : (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis makanan
2. Kekuatan otot pengunyah : (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
3. Kekuatan otot menelan : (5) 6. Monitor asupan makanan
4. Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor BB
meningkatkan nutrisi : (5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Pengetahuan tentang pilihan makanan Terpeutik
yang sehat : (5) 1. lakukkan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
6. Pengetahuan tentang pilihan minuman 2. fasilitasi memerlukan pedoman diet
yang sehat : (5) 3. sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
7. Nafsu makan : (5) 4. berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
8. Frekuensi makan : (5) 5. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
9. Bising usus : (5) 6. berikan suplemen makanan, jika perlu
7. hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menuntukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
26

Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawatan Diri I.11348 hal.36
dengan hemiparese/hemiplegi (SDKI selama 1x7 jam Kebutuhan perawatan diri Observasi
D.0109) klien terpenuhi. 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
SLKI L.11103 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
1. Kemampuan mandi : (5) makan
2. Kemampuan mengenakan pakaian (5) Terapeutik
3. Kemampuan makan : (5) 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
4. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) : (5) 2. Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
5. Verbalisasi keinginan melakukkan 3. Dampingi dalam melakkukan perawatan diri sampai mandiri
perawatan diri : (5) 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
6. Minat melakukkan perawatan diri : (5) 5. Fasilittasi kemandirian, bantu jika mampu melakukkan perawatan diri
7. Mempertahankan kebersihan diri : (5) 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
8. Mempertahankan kebersihan mulut : (5) Edukasi
1. Anjurkan melakukkan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

Gangguan komunikasi verbal Setelah diberikan asuhan keperawatan Promosi Komunikasi: Defisit Bicara I.13492 hal.373
berhubungan dengan kehilangan selama 1x 7 jam diharapkan kerusakan Observasi
kontrol otot facial atau oral (SDKI komunikasi verbal klien dapat teratasi.
D.0119) Kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara.
SLKI L.13118 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan
1. Kemampuan berbicara : (5). fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis. Memori, pendengaran, dan
2. Kemampuan mendengar : (5) bahasa)
3. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh : (5) 3. Monitor frustasi, marah, depresi ata hal
4. Kontak mata : (5) lain yang mengganggu bicara.
5. Respons perilaku : (5) 4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
6. Pemahaman komunikasi : (5) sebagai bentuk komunikasi.
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis. Menulis, mata berkedip,
papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
27
komputer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis. Berdiri didepan
pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan,
24
gunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk
memahami ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan.
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien.
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Anjurkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
28

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan
yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent, interdependent. Pada
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai
atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi
dan analisa masalah selanjutnya.
29

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Berrdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 16 Desember 2020 dan jam pengkajian
23.15 WIB didapatkan hasil :

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal pada tanggal 16 Desember 2020 dan
jam pengkajian 23.15 WIB pada Tn.A , jenis kelamin Laki-laki, berusia 53 Tahun, suku
Dayak/Indonesia, beragama Islam, pekerjaan swasta, pendidikan SD, status kawin,
alamat Tumbang talaken. Masuk Rumah Sakit dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tanggal 21 September 2020 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
3.1.2 Prioritas triase : Prioritas triase Merah
Keluhan Utama : Pasien dalam keadaan tidak sadar dengan GCS
E1M3V1
3.1.3 Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik
3.1.4 Data Primer
3.1.4.1 Airway
Ada akumulasi secret di mulut, tidak terpasang mayo dan lidah tidak turun.
Terdengar ronkhi basah di basal paru kanan,terpasang ETT atau Tracheostomy
dan terpasang NGT
Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
3.1.4.2 Breathing
Klien tampak sesak napas RR 38x/menit, pernapasan dada atau perut, klien
bernapas menggunakan otot tambahan, takipnea, ,suara napas tambahan
stidor,terpasang ETT atau Tracheostomy dan terpasang NGT
Masalah Keperawatan : Pola Napas Tidak Efektif
3.1.4.3 Circulation
TTV : Nadi 160 x/menit, TD 160/90 mmHg, SpO2 : 100 %, Suhu 38,50C, RR
38x/menit denyut teraba kuat, kulit pucat, akral hangat, konjungtiva anemis atau

29
30

pucat , pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . CRT < 2 detik, kesadaran
klien supor GCS 5 (E1M3V1) klien juga belum sadar.
Masalah Keperawatan : Risiko perfusi serebral tidak efektif
3.1.4.4 Disability
Klien datang dengan penurunan kesadaran, kesadaran supor GCS : E 1, M3, V1
Hasil 5 , akral hangat, dan CRT < 2 detik.
Masalah Keperawatan : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
3.1.4.5 Ekpose
Tidak terdapat hematoma,Pergerakan terbatas. 1 1
1 1

Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik


3.1.5 Data Sekunder
3.1.5.1 B1 (Breath)
Klien tampak sesak napas, respirasi rate 38 kali permenit, menggunakan
pernapasan dada dan perut.
3.1.5.2 B2 (Blood)
Nadi 160 x permenit dengan tekanan darah 160/90 mmHg, SpO2 : 100 %, Suhu
38,50C irama jantung teratur, denyut kuat, akral teraba hangat, konjungtiva
anemis atau pucat , CRT < 2 detik.
3.1.5.3 B3 (Brain)
Kesadaran Supor dengan GCS 5, pupil keduanya miosis, reflek cahaya positif.
3.1.5.4 B4 (Blader)
Kandung kencing tidak tegang. Pasien terpasang kateter,produksi urin 200
ml/hari,warna kuning.
3.1.5.5 B5 (Bowel)
Bibir pucat dan kotor, gigi tidak lengkap ada karies, gusi tidak bengkak tidak
ada lesi dan peradangan, lidah tidak ada lesi dan peradangan, mukosa lembab,
tonsil tidak ada lesi dan peradangan, terpsang ETT atau Tracheostomy.pasien
belum ada BAB.
31

3.1.5.6 B6 (Bone)
Pergerakan pasien terbatas
Ektremitas atas 1 1
Ektremitas bawah 1 1
Bentuk tulang belakang normal, terpasang infuse RL pada tangan kiri 30 tpm.
3.1.6 Riwayat Penyakit
3.1.6.1 Riwayat Penyakit sekarang
Pada tanggal 15 Desember 2020 Tn.A demam, kemudian dibawa berobat ke
dokter umum dan dikatakan ISK.Pada tanggal 16 September 2020 pukul 22.00
WIB Tn.A tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi
ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak
ada kejang sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke ke IGD RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya 23.15 WIB dalam keadaan tidak sadar dengan GCS
E1M3V1. Didapatkan Hasil TTV : RR 38x/menit. Vital Sign : TD 160/90
mmHg, Nadi 160x/menit, Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi pupil
keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret di mulut, tidak
terpasang mayo dan lidah tidak turun. Terdengar ronkhi basah di basal paru
kanan, terpsang ETT atau Tracheostomy ,Terpasang NGT CRT < 3 detik. Di
IGD klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam, Ranitidin /
12 jam, dan infuse RL 20 tpm.Tentukan Asuhan Keperawatan pada Tn.A
Dengan Diagnosa Medis Stroke Haemoragik.
3.1.6.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan sebelumnya klien tidak pernah masuk rumah sakit
dank lien baru pertama kali masuk rumah sakit.
3.1.6.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti diabetes, asma, dll.
32

3.1.7 Data Penunjang


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Nama : Tn.A
Tanggal Pemeriksaan : 16 Desember 2020
Pemeriksaan Nilai Satuan 16/12/20
Nilai
Hb 13 - 16 % 13.8
Ht 40 - 54 % 44
Eritrosit 45 - 65 jt/µl 5.04
Leukosit 5.0 – 10.0 103/ µl 9.4
Trombosit 150 - 400 103/ µl 84
Creatinin 0.6 - 1.3 mg/ dL 1.5
Albumin 3.4 - 5 mg/ dL 3.6
Gula Sewaktu 80 - 120 mg/ dL 118
Ureum 15 - 39 mg/ dL 28
Na 136 - 145 mmol/ L 139
K 3.5 - 5.1 mmol/ L 3.6
Cl 98 - 107 mmol/ L
Cholesterol 50 - 200 mg/ dL
Trigliserid 30 - 150 mg/ dL
Waktu protrombin 10 - 15 dtk
PPT kontrol 12.8
Waktu 23.4 - dtk
tromboplastin 36.8
APPT kontrol 27.5
pH 7,35–3,45 7.334
pCO2 35 - 45 mmHg 27
pO2 83 - 103 mmHg 236.9
HCO3 18 - 23 Mmol/L 16.3
AADO2 <100
Laktat 0,4 - 2
Base Excess -10.2
FiO2 70 %
2)        Hasil EKG
Kesan :
Ada gambaran ST depresi inferior
3)        Hasil Rontgen
Kesan :
-       Hasil Rontgen tanggal 16 Desember 2020 : Cor dan pulmo dalam batas normal,
pulmo tidak menunjukkan adanya infiltrate
4)        Pemeriksaan fundoskopi
Kesan :
Tidak ada
33

5)        Hasil CT-Scan

 
3.1.8 Terapi Medis

No Nama Obat Dosis Rute Indikasi


1 Nacl 0,9 % dan RL/ 20 tpm IV Pengganti cairan tubuh
24 jam
2 Cefriaxon 2 gr/24 jam IV Antibiotik sefalosporin yang
digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri seperti kencing nanah
(gonore) dan infeksi bakteri
lainnya. Obat ini juga digunakan
sebelum operasi untuk mencegah
infeksi. Ceftriaxone bekerja dengan
cara membunuh bakteri dan
mencegah pertumbuhannya.
3 Ranitidin 1 amp/12 jam IV Tukak lambung dan tukak
duodenum, refluks esofagitis,
dispepsia episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak duodenum karena
H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana pengurangan
asam lambung akan bermanfaat.
4 Nexium 40 mg/12 jam IV untuk pengobatan penyakit refluks
gastroesophageal (GERD), sindrom
Zollinger-Ellison, dan
dikombinasikan dengan antibiotik
untuk pengobatan pasien tukak
lambung yang disebabkan infeksi H.
5pylori. Nexium termasuk obat keras
34

sehingga membutuhkan resep dokter


untuk menggunakannya.
5 Alinamin F 1 amp/12 jam IV suplemen makanan yang
diformulasikan khusus untuk
memenuhi kebutuhan vitamin B1 dan
B2. Suplemen digunakan ketika
kebutuhan akan nutrisi tersebut
meningkat, seperti pada saat
kehamilan dan menyusui,
memerlukan banyak energi,
terjadinya gangguan penyerapan
seperti pada diare dan gangguan
pencernaan.
6 Brainact 1 amp/12 jam IV suplemen untuk kondisi kehilangan
kesadaran karena kerusakan otak,
cedera kepala, atau bedah otak dan
kurangnya pasokan oksigen ke otak,
mempercepat penyembuhan pada
kelumpuhan tangan dan kaki,
mengatasi penurunan fungsi
intelektual pada lansia.
7 Dexamethason 1 amp/8 jam IV sebagai antiinflamasi atau
imunosupresan, misalnya pada
penyakit sendi inflamatori,
meningitis bakterial, ataupun
eksaserbasi akut multiple sklerosis.
8 Ecotrixon 2 gr/24 jam IV digunakan untuk mengobati infeksi
saluran pernafasan, infeksi saluran
kemih (ISK), infeksi tulang, infeksi
kulit dan sendi, infeksi intra-
abdomen, gonore tanpa komplikasi,
septikemia, profilaksis bedah,
meningitis, dan berbagai infeksi lain.
9 SNMC 1 amp/8 jam IV Memperbaiki fungsi hati yang
(drip dalam abnormal pada penyakit hati kronis.
100 cc NaCl)
10 Aminovel 24 jam 20 tpm IV sebagai nutrisi parenteral pada
kondisi dibawah ini : Sebagai nutrisi
tambahan pada gangguan saluran
cerna seperti short bowel syndrome,
anoreksia dan kelainan saluran cerna
yang berat.
11 Asering 24 jam 20 tpm IV untuk terapi pengganti cairan selama
dehidrasi (kehilangan cairan) secara
akut.
12 Comafusin hepar 24 jam 20 tpm IV sebagai nutrisi parenteral pada pasien
35

gangguan hati berat dengan koma


atau pre-koma hepatikum (seperti
pada sirosis hati, pasca operasi shunt)
yang bertujuan untuk mengembalikan
kesadaran.
13 Lasik 20 mg/jam IV  Rabun jauh (miopia). Ini
merupakan kondisi ketika bola
mata terlalu panjang atau kornea
mata terlalu cembung. Kondisi
tersebut menyebabkan bayangan
benda terfokus di depan retina,
sehingga objek yang terletak jauh
tidak akan jelas terlihat. Penyebab
seseorang mengalami miopia
belum diketahui secara jelas,
namun kemungkinan terkait
faktor genetik atau faktor
lingkungan. Pada penderita
miopia, operasi LASIK akan
memipihkan kornea mata yang
terlalu tebal sehingga fokus
cahaya dapat jatuh tepat pada
retina.
 Rabun dekat (hipermetropi). Ini
merupakan kondisi ketika bola
mata terlalu pendek atau
lengkungan kornea terlalu datar.
Kondisi tersebut menyebabkan
bayangan suatu benda yang
seharusnya terfokus pada retina,
terfokus di belakang retina
sehingga benda-benda yang
terletak di dekat mata tidak dapat
terlihat jelas. Rabun dekat
umumnya terdeteksi sejak dini
dan dapat diturunkan secara
genetis. Pada penderita
hipermetropia, operasi LASIK
dilakukan untuk membuat korena
mata lebih cembung sehingga
fokus cahaya jatuh tepat pada
retina.
 Astigmatisme. Ini merupakan
kondisi mata yang terjadi akibat
lengkungan kornea dan/atau lensa
mata tidak simetris, sehingga
36

bayangan benda yang tertangkap


mata tidak dapat terfokus dengan
baik. Astigmatisme dapat muncul
pada seseorang sejak lahir atau
pasca mengalami kecelakaan,
pembedahan, atau karena suatu
penyakit. Kelainan ini bukan
diakibatkan membaca di tempat
redup atau menonton televisi
terlalu dekat. Operasi LASIK
pada penderita astigmatisme akan
mengatur bentuk kornea yang
tidak simetris menjadi lebih
normal dan simetris.

14 Manitoln 20% 2g/kgBB IV Manitol adalah obat diuretik yang


digunakan untuk mengurangi tekanan
dalam kepala (intrakranial) akibat
pembengkakan otak serta
menurunkan tekanan bola mata
akibat glaukoma.
15 Nebulizer 8 jam Masker atau Asma Bronkialis, Penyakit Paru
pipa Obstruksi Kronik ,Sindroma
mouthpiece Obstruksi Post TB, Mengeluarkan
ke mulut dahak

Palangka Raya, 16 Desember 2020


Mahasiswa

Istiyani Lotina Lilit


28

2.2 Analisa Data


Data subjektif dan data objektif Kemungkinan Penyebab Masalah
DS : Keluarga mengatakan pasien Penurunan spasme arteri Penurunan kapasitas
adaptif intrakarnial
belum sadar.
Perfusi jaringan serebral
DO :
inadekuat inadekuat
- Kesadaran supor
- GCS E1M3V1 Peningkatan TIK
- pupil miosis (2mm)
Iskemik
- reaksi pupil +/-.
- Tekanan Darah: 160/90mmHg,
Penurunan kapasitas
- Nadi : 126x/mnt dan teraba
adaptif intrakarnial
kuat
- Suhu 38,5oC
- Diagnosa medis stroke
hemoragik

DS : - Penekanan saluran Bersihan jalan napas tidak


pernafasan
DO : efektif
- Suara dasar vesikuler
Reflek menelan menurun
- Terdengar suara tambahan
ronkhi basah di basal paru Penumpukan sekret
kanan
- Terdapat secret berwarna Bersihan jalan napas tidak

kuning efektif

- Pasie tampak gelisah


- Diagnosa medis stroke
hemoragik

DS : - Penekanan saraf system Pola Napas Tidak Efektif


penapasan
DO :
29

- Klien tampak sesak napas


- RR 38x/menit Perubahan pola napas
- Pernapasan dada atau perut,
klien bernapas menggunakan RR meningkat hiperpneu,
hiperventilasi
otot tambahan
- Takipnea
Pola Napas Tidak Efektif
- Suara napas tambahan stidor
- Terpasang ETT atau
Tracheostomy
- Terpasang NGT
DS :- Suplai darah ke jaringan Risiko perfusi serebral
inadekuat tidak efektif
DO :
- Kesadaran supor
Perfusi jaringan serebral
- GCS E1M3V1
inadekuat
- pupil miosis (2mm)
- reaksi pupil +/-.
Peningkatan TIK
- Tekanan Darah: 160/90mmHg,
- Nadi : 126x/mnt dan teraba
Otak herniasi :
kuat Kompensasi
- Suhu 38,5oC
- Akral teraba hangat Suplai darah dan O2
- Diagnosa medis stroke
hemoragik Metabolisme aneorob
(laktat + (ATP (2) + air

Edema Cerebri

Risiko perfusi serebral


tidak efektif
DS : - Penurunan kesadaran Gangguan Mobilitas Fisik
DO :
Defisit motorik
30

- Pasien tampak gelisah


- Kemampuan pergerakan Hemisfer serebral
terganggu
Terbatas

Paraparese 1 1
- Kekuatan Otot 1 1
- Diagnosa medis stroke
Gangguan Mobilitas Fisik
hemoragik
DS : Keluarga mengatakan pasien Penyumbatan pembuluh Gangguan komunikasi
belum dapat berbicara darah otak oleh bekuan verbal.
DO : darah, lemak, dan udara
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah Emboli serebral, suplai
- GCS 3 dimana E: 1 (Tidak ada darah dan oksigen ke otak
respon), V: ET (menggunakan ETT
atau Tracheostomy), M: 2 Oklusi yang menyebabkan
(mengikuti perintah). Kesadaran sumbatan aliran darah otak
soporkoma.
- Pupil miosis, reflek pupil +/-. Hipoksia sel otak
- Saraf kranial V (Trigeminus):
penurunan kemampuan koordinasi Iskemik lobus otak
gerakan mengunyah.
- Saraf kranial VII ( (Fasialis) : Defisit neurologi
Presepsi pengecapan tidak normal,
wajah asimetris, dan otot wajah Disfungsi bahasa dan
tertarik kebagian sisi yang sehat, komunikasi
mulut kering.
- Saraf kranial VIII
(Vestibulokokhlearis):pendengaran Disfasia/afasia
pasien kurang.
- Saraf kranial IX (Glosofaringeus) : Gangguan komunikasi
kemampuan menelan kurang baik. verbal.
31

- Saraf kranial X (Vagus) : sulit


untuk dinalai.
- Diagnosa medis stroke hemoragik

2.3 Prioritas Masalah


1. Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan peningkatan tekanan
32

intracranial ditandai dengan Kesadaran soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis


(2mm), reaksi pupil +/-, Tekanan Darah: 140/95mmHg, Nadi : 126x/mnt dan
teraba kuat, Suhu 38,5oC, Diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya refleks
batuk dan menelan, imobilisasi ditandai dengan Suara dasar vesikuler, terdengar
suara tambahan ronkhi basah di basal paru kanan, terdapat secret berwarna kuning,
pasie tampak gelisah, diagnosa medis stroke hemoragik.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan RR meningkat hiperpneu ditandai
dengan Klien tampak sesak napas,RR 38x/menit, Pernapasan dada atau perut, klien
bernapas menggunakan otot tambahan,Takipnea, Terdengar ronkhi basah di basal
paru kanan, Suara napas tambahan stidor,Terpasang ETT atau Tracheostomy dan
Terpasang NGT.
4. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan Kesadaran
supor,GCS E1M3V1,pupil miosis (2mm),reaksi pupil +/-., Tekanan Darah:
160/90mmHg,Nadi : 126x/mnt dan teraba kuat,Suhu 38,5oC,Akral teraba
hangat,Diagnosa medis stroke hemoragik
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai
dengan Pasien tampak gelisah, Kemampuan pergerakan terbatas, kekuatan Otot
ekstermitas atas 1ektermitas bawah 1, diagnosa medis stroke hemoragik.
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial
atau oral ditandai dengan Keluarga mengatakan pasien belum dapat berbicara,
pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, GCS 3 dimana E: 1 (Tidak ada
respon), V: ET (menggunakan ETT atau Tracheostomy), M: 2 (mengikuti
perintah). Kesadaran soporkoma, pupil miosis, reflek pupil +/-, Saraf kranial V
(Trigeminus): penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, Saraf
kranial VII ( (Fasialis) : Presepsi pengecapan tidak normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat, mulut kering, Saraf kranial VIII
(Vestibulokokhlearis):pendengaran pasien kurang, Saraf kranial IX
(Glosofaringeus) : kemampuan menelan kurang baik, Saraf kranial X (Vagus) :
33

sulit untuk dinalai,Diagnosa medis stroke hemoragik.


34

2.4 Rencana Keperawatan


Nama Pasien : Tn.A
Ruang Rawat : IGD
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Penurunan kapasitas adaptif Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab peningkatan 1. Membantu proses penyembuhan
intrakarnial berhubungan keperawatan selama 1x 7 jam, TIK (mis. Lesi, gangguan
peningkatan tekanan intracranial. diharapkan Penurunan kapasitas metabolisme, edema serebral).
(SDKI D.0066) ditandai dengan adaptif intrakarnial stabil. 2. Monitor input dan output cairan 2. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
Kesadaran soporokoma, GCS Kriteria Hasil :
E1M2VET, pupil miosis (2mm), SLKI L.0649 3. Monitor tanda/gejala peningkatan 3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi
reaksi pupil +/-, Tekanan Darah: 1. Fungsi kognitif : (5) TIK (mis. Tekanan darah meningkat, pada klien secara dini dan untuk
140/95mmHg, Nadi : 126x/mnt 2. Gelisah : (1) tekanan nadi melebar, bradikardia, penetapan tindakan yang tepat
dan teraba kuat, Suhu 38,5oC, 3. Tekanan nadi : (5) pola napas ireguler, kesadaran
Diagnosa medis stroke hemoragik 4. Pola napas : (5) menurun)
5. Respon pupil : (5) 4. Monitor MAP (Mean Arterial 4. Mengetahui tekanan yang terbentuk dalam
6. Tekanan intrakranial : (5) Pressure) pembuluh darah arteri besar sepanjang
waktu

5. Monitor status pernapasan 5. Mengetahui perubahan napas secara dini

6. Minimalkan stimulus dengan 6. Istirahat total dan ketenangan mingkin


menyediakan lingkungan yang diperlukan untuk pencegahan terhadap
tenang perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
7. Berikan posisi semi fowler 7. Memberikan posisi yang nyaman untuk
dan membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen pada
diafragma.
35

8. Petahankan suhu tubuh normal 8. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan,
9. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, 9. Pelunak feses meningkatkan efisiensi
jika perlu pembasahan air usus, yang melunakan
massa feses dan membantu eliminasi
Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1 Mengetahui kemampuan batuk pasien
yang berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam Jalan
menurunnya refleks batuk dan nafas tetap efektif. 2. Monitor adanya retensi sputum 2 Membantu pasien memulai napas normal
menelan, imobilisasi ditandai 3. Monitor tanda dan gejala infeksi 3 Membantu klien menyadari/menerima
dengan Suara dasar vesikuler, Kriteria hasil : saluran napas perlunya mematuhi program pengobatan
terdengar suara tambahan ronkhi SLKI L.01001 untuk mencegah pengaktifan
basah di basal paru kanan, terdapat 1. Batuk efektif : (5) berulang/komplikasi.
secret berwarna kuning, pasie 2. Produksi sputum : (1)
tampak gelisah, diagnosa medis 3. Gelisah : (1) 4. Monitor input dan output cairan 4 Mengetahui balance caira pasien
stroke hemoragik. 4. Frekuensi napas : (5)
5. Pola napas : (5) 5. Atur posisi semi fowler atau fowler 5 Memberikan posisi yang nyaman untuk
dan membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen pada
diafragma.
6. Buang secret pada tempat sputum 6 Perilaku ini diperlukan untuk mencegah
penyebaran
infeksi.
7. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk 7 Memberi informasi kepada pasien dan
efektif keluarga agar mempraktekkan batak
efektif

8. Kolaborasi pemberian mukolitik atau 8 Merangsang pengeluaran dahak dari


ekspektoran, jika perlu saluran pernafasan dan merangsang
36

selaput lendir lambung dan selanjutnya


secara refleks memicu pengeluaran
lendir saluran nafas sehingga
menurunkan tingkat kekentalan dan
mempermudah pengeluaran dahak.
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum pasien
berhubungan dengan RR keperawatan selama 1x2 jam pola 2. Identifikasi dan mengelola ketepatan 2. Kecepatan biasanya mencapai kedalaman
meningkat hiperpneu ditandai napas kembali efektif dengan jalan nafas pernapasan bervariasi tergantung derajat
dengan Klien tampak tidak sesak kriteria hasil : gagal napas.
napas,RR 38x/menit, Pernapasan SLKI L.01004 3. Posisiskan semi-fowler 3. Memudahkan dalam ekspansi paru dan
dada atau perut, klien bernapas 1. Kapasitas vital : (5) pernapasan
menggunakan otot 2. Tekanan inspirasi : (5) 4. Monitor pola nafas 4. Mengetahui pola napas klien
tambahan,Takipnea, Terdengar 3. Penggunaaan otot bantu 5. Monitor bunyi nafas tambahan 5. Ronchi dan mengi menyertai obstruksi
ronkhi basah di basal paru kanan, napas : (5) jalan napas.
Suara napas tambahan 4. Frekuensi napas : (5) 6. Berikan air hangat 6. Mengurangi secret
stidor,Terpasang ETT atau 5. Kedalaman napas : (5) 7. Ajarkan teknik batuk efektif 7. Dapat mengeluarkan secret
Tracheostomy dan Terpasang 6. Ekskursi dada : (5)
NGT.
Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab TIK 1. Untuk mengetahui penyebab terjadi nya
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 2 jam peningkatan kranial
gangguan aliran darah sekunder diharapkan masalah gangguan 2. Monitor status pernapasan 2. Untuk mengetahui status pernapasan klien
akibat peningkatan tekanan dan melakukkan intervensi selanjutnya.
perfusi jaringan serebral tidak
intracranial ditandai dengan 3. Minimalkan stimulus dengan 3. Agar pasien merasa lebih nyaman dan
Kesadaran supor,GCS efektif teratasi dengan kriteria menyediakan lingkungan yang tidak terganggu dengan lingkungan sekitar
E1M3V1,pupil miosis hasil : tenang
(2mm),reaksi pupil +/-., Tekanan SLKI L.0201 4. Berikan posisi semi fowler 4. Memberikan posisi yang nyaman untuk
Darah: 160/90mmHg,Nadi : 1. Kognitif : (5) dan membantu pengembangan paru dan
126x/mnt dan teraba kuat,Suhu 2. Gelisah : (1) mengurangi tekanan dari abdomen pada
38,5oC,Akral teraba 3. Kecemasan : (1) 5. Kolaborasi pemberian obat diuretic diafragma.
hangat,Diagnosa medis stroke
4. Demam : (1)
37

hemoragik 5. Kesadaran : (5)


6. Nilai rata-rata tekanan darah : 5. Agar mengurangi rasa sakit yang pasien
(5) rasakan

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal 1. Mengetahui tanda dan gejala dari infeksi
berhubungan dengan kerusakan keperawatan selama 3x 24 jam dan sistemik untuk melakukkan tindakan selanjutnya
neuromuscular ditandai dengan diharapkan tidak terjadi infeksi
Pasien tampak gelisah, pada klien dengan 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Rangsangan aktivitas yang meningkat
Kemampuan pergerakan terbatas, kriteria hasil : dapat meningkatkan kenaikan TIK.
kekuatan Otot ekstermitas atas SLKI L.14137 Istirahat total dan ketenangan mingkin
1ektermitas bawah 1, diagnosa 1. Kebersihan tangan: (5) diperlukan untuk pencegahan terhadap
medis stroke hemoragik. 2. Kebersihan badan : (5) perdarahan dalam kasus stroke
3. Kemerahan : (1) hemoragik / perdarahan lainnya.
4. Nyeri : (1) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 3. Menghindari dari kaman atau bakter yang
5. Bengkak ; (1) kontak dengan pasien dan lingkungan menepel di tangan
psien
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 4. Agar pasien dan keluarga mengetahui
tanda dan gejala dari infeksi tersebut
Gangguan komunikasi verbal Setelah diberikan asuhan 1. Monitor kecepatan, 1. Memahami apa yang disampaikan pasien
berhubungan dengan kehilangan keperawatan selama 1x 7 jam tekanan,kuantitas, volume, dan diksi
kontrol otot facial atau oral diharapkan kerusakan komunikasi bicara
ditandai dengan Keluarga verbal klien dapat teratasi. 2. Monitor proses kognitif, anatomis, 2. Melatih pasien dalam proses berbicara
mengatakan pasien belum dapat Kriteria hasil : dan fisiologis yang berkaitan dengan
berbicara, pasien tampak meringis, SLKI L.13118 bicara.
pasien tampak gelisah, GCS 3 1. Kemampuan berbicara : (5). 3. Monitor frustasi, marah, depresi 3. Mengenali tingkat emosional pasien
dimana E: 1 (Tidak ada respon), 2. Kemampuan mendengar : (5) atau hal lain yang mengganggu
V: ET (menggunakan ETT atau 3. Kesesuaian ekspresi bicara 4. Mengenali tingkat emosional pasien
Tracheostomy), M: 2 (mengikuti wajah/tubuh : (5) 4. Identifikasi perilaku emosional dan
perintah). Kesadaran soporkoma, 4. Kontak mata : (5) fisik sebagai bentuk komunikasi
pupil miosis, reflek pupil +/-, Saraf 5. Respons perilaku : (5) 5. Gunakan metode komunikasi 5. Mempermudah komunikasi 2 arah
38

kranial V (Trigeminus): penurunan 6. Pemahaman komunikasi : (5) alternatif (mis. Menulis, mata
kemampuan koordinasi gerakan berkedif, papan komunikasi dengan
mengunyah, Saraf kranial VII gambar dan huruf, isyarat tangan,
( (Fasialis) : Presepsi pengecapan dan komputer)
tidak normal, wajah asimetris, dan 6. Sesuaikan gaya komunikasi dengan 6. Mengetahui ekspresi yang diungkapkan
otot wajah tertarik kebagian sisi kebutuhan (mis. berdiri didepan oleh pasien.
yang sehat, mulut kering, Saraf pasien, dengarkan dengan seksama,
kranial VIII tunjukan satu gagasan atau
(Vestibulokokhlearis):pendengara pemikiran sekaligus, bicaralah
n pasien kurang, Saraf kranial IX dengan perlahan sambil
(Glosofaringeus) : kemampuan menghindari teriakan, gunakan
menelan kurang baik, Saraf kranial komunikasi tertulis, atau meminta
X (Vagus) : sulit untuk bantuan keluarga untuk memahami
dinalai,Diagnosa medis stroke ucapan pasien.
hemoragik. 7. Modifikasi lingkungan untuk 7. Bertujuan memberikan stimulus
meminimalkan bantuan komunikasi
8. Ulangi apa yang disampaikan pasien 8. Memperjelas apa yang disampaikan
pasien
9. Berikan dukungan psikilogis 9. Membantu pasien untuk lebih semangat
10. Gunakan juru bicara, jika perlu 10. Membantu pasien dalam mengungkapkan
apa yang diinginkan

11. Anjurkan berbicara perlahan 11. Melatih pasien berbicara dimulai dengan
kata-kata yang mudah

12. Ajarkan pasien dan keluarga proses


kognitif, anatomis, dan fisiologis 12. Melatih pasien dalam proses berbicara
yang berhubungan dengan kempuan
berbicara
39

2.5 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Penurunan kapasitas adaptif S : -
40

2020 intrakarnial berhubungan peningkatan tekanan intracranial


O:
22.00 WIB 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, - Keadaan umum masih lemah
gangguan metabolisme, edema serebral). - Kesadaran masih supor dengan vital
22.05 WIB 2. Memonitor input dan output cairan sign : TD 140/88, Nadi 126x/menit,
22.20 WIB 3. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C
darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, - GCS : E1M3V1, pupil miosis 2mm, Istiyani Lotina Lilit
pola napas ireguler, kesadaran menurun) reflek pupil terhadap cahaya +/-
4. Memonitor status pernapasan -  Terpasang NGT
22.30 WIB 5. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan - Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan
22.35 WIB lingkungan yang tenang TIK
22.40 WIB 6. Memberikan posisi semi fowler A: Masalah Penurunan kapasitas adaptif
7. Mempertetahankan suhu tubuh normal intrakarnial berhubungan peningkatan
22.45 WIB 8. Berkolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu tekanan intracranial belum teratasi
P : Lanjukan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
dan .
Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif S : -
2020 yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan O :
menelan, imobilisasi - Suara dasar vesikuler
- Masih terdengar suara tambahan
22.00 WIB 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk ronkhi basah di basal paru kanan
22.05 WIB 2. Memonitor adanya retensi sputum - Masih terdapat secret berwarna
22.20 WIB 3. Memonitor tanda dan gejala infeksi saluran napas kuning
22.30 WIB 4. Memonitor input dan output cairan - Sekret di mulut dan ET berkurang Istiyani Lotina Lilit
22.35 WIB 5. Mengatur posisi semi fowler atau fowler - Masih terdapat retraksi otot
22.40 WIB 6. Buang secret pada tempat sputum intercosta, RR 34x/menit
22.45 WIB 7. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif - Masih ada suara ronkhi basah di
22.50 WIB 8. Berkolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, basal paru kana
jika perlu - Pasie tampak gelisah
41

- Diagnosa medis stroke hemoragik


A : Masalah Bersihan jalan napas teratasi
sebagian
P : Lanjukan Intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
dan 8.
42

Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Pola napas tidak efektif berhubungan S : -


2020 dengan RR meningkat hiperpneu O:
- Klien tampak sesak napas
22.00 WIB 1. Mengobservasi tanda-tanda vital - RR 38x/menit
22.05 WIB 2. Mengidentifikasi dan mengelola ketepatan jalan nafas - Pernapasan dada atau perut, klien
22.20 WIB 3. Memposisiskan semi-fowler bernapas menggunakan otot
22.35 WIB 4. Memonitor pola nafas tambahan Istiyani Lotina Lilit
22.40 WIB 5. Memonitor bunyi nafas tambahan - Takipnea
22.45 WIB 6. Memberikan air hangat - Suara napas tambahan stidor
22.50 WIB 7. Mengajarkan teknik batuk efektif - Terpasang ETT atau Tracheostomy
A: Masalah Pola Napas Tidak Efektif belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6 dan 7
Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Risiko perfusi serebral tidak efektif S : -
2020 berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial O:
- Keadaan umum masih lemah
22.00 WIB 1. Identifikasi penyebab TIK - Pasien tampak gelisah
22.05 WIB 2. Monitor status pernapasan - Kesadaran masih supor dengan vital
22.20 WIB 3. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan sign : TD 140/88, Nadi 126x/menit, Istiyani Lotina Lilit
yang tenang SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C
22.35 WIB 4. Berikan posisi semi fowler - GCS : E1M3V1, pupil miosis 2mm,
22.40 WIB 5. Kolaborasi pemberian obat diuretic reflek pupil terhadap cahaya +/-
-  Terpasang NGT
- Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan
TIK
A: Masalah Risiko perfusi serebral tidak
efektif belum teratasi
P : Lanjukan intervensi 1, 2, 3, 4, 5.
43

Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Gangguan mobilitas fisik S:-


2020 berhubungan dengan kerusakan neuromuscular O:
- Keadaan umum masih Supor
22.00 WIB 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya - Pasien tampak gelisah
22.05 WIB 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi - Kemampuan pergerakan Terbatas
22.20 WIB 3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah - Kekuatan Otot 1 1
sebelum memulai ambulasi 1 1
22.30 WIB 4. Memonitor kondisi umum selama melakukkan ambulasi - Diagnosa medis stroke hemoragik Istiyani Lotina Lilit
22.35 WIB 5. Memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
22.40 WIB 6. Memfasilitasi melakukkan mobilisasi fisik, jika perlu
22.45 WIB 7. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam A : Masalah Gangguan mobilitas fisik
meningkatkan ambulasi P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8, dan
22.55 WIB 8. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi 9.
23.00 WIB 9. Menganjurkan melakukkan ambulasi dini

Rabu,16 Desember Diagnosa Keperawatan Gangguan komunikasi verbal S : Keluarga mengatakan pasien belum
2020 berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral dapat berbicara
O:
22.00 WIB 1. Memonitor kecepatan, tekanan,kuantitas, volume, dan - Keadaan umum masih lemah
diksi bicara. - Kesadaran pasien masih soporocoma
22.05 WIB 2. Mengidentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai - Pasien tampak gelisah
bentuk komunikasi - Pasien masih belum bisa merespon
22.20 WIB 3. Menggunakan metode komunikasi alternatif (mis. - GCS E1M3V1
Menulis, mata berkedif, papan komunikasi dengan - Pupil miosis, reflek pupil +/-. Istiyani Lotina Lilit
gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer) A : Masalah Gangguan komunikasi verbal
44

22.30 WIB 4. Menyesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan belum teratasi


(mis. berdiri didepan pasien, dengarkan dengan P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,dan 6
seksama, tunjukan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis, atau
meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan
pasien.
22.35 WIB 5. Mengulangi apa yang disampaikan pasien
22.40 WIB 6. Menganjurkan berbicara perlahan
45

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI Cetakan I 2016 Cetakan II 2017, Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLLKI DPP PPNI Cetakan II 2019. Standar Luaran


Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI Cetakan II 2019.Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi,


Jantung dan Stroke. Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. 2005. Medical Surgical Nursing;
clinical management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis :
Elsevier. Inc

Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta:


EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, S. C et.al. 2005. Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical


Surgical Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott

Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia.

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. FK-UI. Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-
UI
46

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT STROKE,PERSONAL


HYGIENE,MOBILISASI,DAN TINDAKAN SUCTION

Oleh:
Nama : Istiyani Lotinia Lilit
Nim : 2017.C.09a.0892

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMUKESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TA 2020/2021
47

SATUAN ACARA PENYULUHAN


A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien Stroke Hemoragik
2. Penyuluhan : Di RS Doris Sylvanus Palangka Raya

C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan klien dan
keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang
Stroke Hemoragik
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Stroke Hemoragik
Mampu memahami Penyebab Stroke Hemoragik
Mampu memahami tanda dan gejala Stroke
Hemoragik
Mampu memahami akibat Stroke Hemoragik
Mampu memahami pecegahan Stroke Hemoragik
D. Materi : Penyakit Stroke Hemoragik
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
2. Pukul : 10-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Stroke Hemoragik
2. Penyebab Stroke Hemoragik
3. Tanda dan gejala Stroke
Hemoragik
4. Akibat Stroke Hemoragik
48

5. Pencegahan Stroke
Hemoragik
3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah
1. Mengevaluasai kembali
materi yang sudah dijelaskan
dengan bertanya kepada
peserta penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Istiyani Lotina Lilit
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2) Leader : Istiyani Lotina Lilit
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
3) Dokumentasi : Eltra
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
49

I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan Leader

: Peserta

: Dokumentasi
50

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien dan keluarga stroke hemoragik
2. Penyuluhan : Di RS Doris Sylvanus Palangka Raya
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan klien dapat mengetahui dan
memahami tentang Mobilisasi
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Mobilisasi
Mampu memahami jenis Mobilisasi
Mampu memahami tirah baring lama
Mampu memahami manfaat latihan gerak
D. Materi : Latihan Gerak
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
2. Pukul : 10-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Mobilisasi
2. Jenis Mobilisasi
3. Tirah baring lama
4. Manfaat latihan gerak

3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah


1. Mengevaluasai kembali
materi yang sudah dijelaskan
51

dengan bertanya kepada


peserta penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas Pengorganisasian
I. Moderator : Istiyani Lotina Lilit
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
J. Leader : Istiyani Lotina Lilit
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
K. Dokumentasi : Eltra
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan Leader

: Peserta

: Dokumentasi
52

SATUAN ACARA PENYULUHAN


A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Keluarga dan pasien stroke hemoragik
2. Penyuluhan : Di RS Doris Sylvanus Palangka Raya
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan klien dan keluarga dapat
mengetahui dan memahami tentang Personal Hygiene
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Personal Hygiene
Mampu memahami Tujuan Personal Hygiene
Mampu memahami cara melakukkan Personal
Hygiene
D. Materi : Personal Hygiene
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
2. Pukul : 10-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi

2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah


Menjelaskan tentang :
53

1. Pengertian Personal Hygien


2. Tujuan Personal Hygiene
3. Cara melakukkan Personal
Hygiene

3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah


1. Mengevaluasai kembali
materi yang sudah dijelaskan
dengan bertanya kepada
peserta penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Istiyani Lotina Lilit
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2) Leader : Istiyani Lotina Lilit
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
3) Dokumentasi : Eltra
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
I. TEMPAT
Setting Tempat
54

1. Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan Leader

: Peserta

: Dokumentasi
55

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien dan keluarga stroke hemoragik
2. Penyuluhan : Di RS Doris Sylvanus Palangka Raya

C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di diharapkan keluarga mampu melakukan
tindakan suction dengan cara yang baik dan benar.
2. Tujuan Khusus :
- Menyebutkan tujuan suction
- Menyebutkan peralatan yang dibutuhkan untuk
suction
- Menyebutkan langkah-langkah suction dengan benar
- Mempertahankan prinsip steril pada saat dilakukan
suctio
D. Materi : Tindakan suction
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
4. Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Desember 2020
5. Pukul : 10-00 WIB - selesai
6. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
- Menyebutkan tujuan suction
- Menyebutkan peralatan yang
dibutuhkan untuk suction
56

- Menyebutkan langkah-langkah
suction dengan benar
- Mempertahankan prinsip steril
pada saat dilakukan suctio

3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah


1. Mengevaluasai kembali materi
yang sudah dijelaskan dengan
bertanya kepada peserta
penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas Pengorganisasian
I. Moderator : Istiyani Lotina Lilit
6. Membuka acara penyuluhan
7. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
8. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
9. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
10. Mengatur jalannya diskusi
J. Leader : Istiyani Lotina Lilit
3. Menyampaikan materi penyuluhan
4. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
K. Dokumentasi : Eltra
3. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
4. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto

I. TEMPAT
57

Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan Leader

: Peserta

: Dokumentasi
58
59
60
61
62
63
GAMBARAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN STROKE
HEMORAGIK DENGAN DIABETES MELITUS DAN NON DIABETES
MELITUS DI BAGIAN SARAF RUMKITAL DR.RAMELAN
SURABAYA

BLOOD PRESSURE DESCRIPTION ON HEMORRHAGIC STROKE


PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS AND WITHOUT DIABETES
MELLITUS AT NEUROLOGY DEPARTMENT OF DR. RAMELAN
NAVAL HOSPITAL SURABAYA
Eric Hartono*, Meilinda Puspitasari*, Olivia
Adam**

*) Dokter Umum Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan


Surabaya
**) Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya

ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
Tekanan darah
dan diabetes melitus merupakan faktor penyebab terjadinya stroke yang dapat diubah.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode studi
prevalensi, dengan menggunakan data sekunder yang didapat melalui rekam medis
pada bulan Januari-November
2015. Hasil: Pada pasien stroke hemoragik dengan diabetes melitus yang tekanan
darahnya normal sejumlah 7.14%, prehipertensi sejumlah 7.14%, hipertensi stage 1
sejumlah 21.43%, dan stage 2 sejumlah 64.29%. Sedangkan pada non diabet, tekanan
darah normal sejumlah 4.54%, prehipertensi sejumlah 9.09%, hipertensi stage 1
sejumlah 13.64%, dan stage 2 sejumlah 72.73%. Kesimpulan: Penelitian ini
menyimpulkan bahwa pada pasien stroke hemoragik dengan diabetes mellitus dan non
diabetes mellitus di ruang rawat inap Rumkital Dr.Ramelan yang memiliki tekanan darah
paling banyak adalah pada kelompok hipertensi stage 2.
Kata kunci : stroke hemoragik, tekanan darah,
diabetes melitus.

ABSTRACT
Background: Stroke is the most cause of death in Indonesia. Blood pressure and
diabetes mellitus
were suggested as the modifiable risk factor of hemorrhagic stroke. Method: It is used
the descriptive design with prevalence studies method by using secondary data those
were taken from the medical record since January until November 2015. Result: On
hemorrhagic stroke patients with diabetes mellitus who have normal blood pressure were
7.14%, prehypertension were 7.14%, hypertension stage 1 were 21.43%, and stage 2
were 64.29%. Meanwhile on the patients without diabetes mellitus, who have normal
blood pressure were 4.54%, prehypertension were 9.09%, hypertension stage 1 were
13.64%, and stage 2 were 72.73%. Conclusion: This study shows that hemorrhagic
stroke patients with diabetes mellitus or without diabetes mellitus at Neurology
wards Dr.Ramelan Navy Hospital Surabaya who have the hypertension stage 2 are the
most.
Keywords: hemorrhagic stroke, blood pressure,
diabetes mellitus

6
4
PENDAHULU darah ke otak dapat tersumbat atau
AN
Stroke adalah suatu penyakit disebut dengan stroke iskemik, dan
yang juga dapat menyebabkan pecahnya
sebagian besar gejala klinisnya pembuluh darah di otak atau disebut
berkembang dengan cepat dan (1,2)
dengan stroke hemoragik.
mengganggu fungsi otak, Intracerebral hemorrhage
berlangsung lebih dari 24 jam dan (ICH)
dapat menyebabkan kematian adalah subtipe stroke kedua yang
(Merritt’s,2010). Stroke paling sering terjadi dan biasanya
menyebabakan gangguan suplai menyebabkan cacat berat atau
darah ke otak secara mendadak kematian.
sehingga menyebabkan suplai

6
5
ICH lebih sering terjadi pada orang yang menganalisis basis data registri
Asia, usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, stroke prospektif regional antara 2007
dan negara-negara berpenghasilan dan 2009, 34% dari 3.448 pasien dengan
rendah dan menengah. Tingkat kematian ICH berusia 80 tahun atau lebih.
(8)

kasus ICH tinggi (40% pada 1 bulan dan Hipertensi atau tekanan darah
54% pada 1 tahun), dan hanya 12% tinggi merupakan faktor resiko yang
hingga 39% yang selamat dapat kuat yang dapat menyebabkan stroke.
mencapai kemandirian fungsional Baik tekanan sistolik maupun diastolik
jangka panjang. Faktor risiko ICH yang tinggi merupakan faktor resiko
adalah hipertensi, merokok konsumsi untuk stroke. Diabetes melitus
alkohol berlebihan, hipokolesterolemia, merupakan faktor resiko untuk stroke
dan obat-obatan. Usia tua, jenis kelamin namun tidak sekuat hipertensi. Dimana
laki-laki, etnis Asia, penyakit ginjal diabetes melitus ini meningkatkan
kronis, angiopati amyloid serebral probabilitas penderita hipertensi untuk
(CAA), dan microbleeds serebral (CMB) menderita stroke. Dan frekuensi diabetes
meningkatkan risiko ICH. Presentasi (9)
cukup tinggi pada penderita stroke.
klinis bervariasi sesuai dengan ukuran
Hipertensi merupakan faktor risiko yang
dan lokasi hematoma, dan ekstensi
paling penting untuk ICH spontan, dan
(3)(4)(5)
perdarahan intraventricular kontribusi hipertensi lebih besar untuk
Insiden ICH meningkat dengan ICH dalam daripada untuk ICH
lobar.
bertambahnya usia. Sebuah studi (10,11)

database rawat inap baru-baru ini dari Stroke merupakan penyebab


Belanda berdasarkan penelitian kohort meningkatnya morbiditas dan mortalitas
retrospektif melaporkan bahwa kejadian di Indonesia. Data tentang pola klinis
ICH per 100.000 adalah 5,9 dalam 35-54 pasien stroke Indonesia yang dirawat di
tahun, 37,2 dalam 55-74 tahun, dan rumah sakit masih belum tersedia.
176,3 pada 75-94 tahun pada tahun Penelitian ini merupakan bagian dari
(6)
2010. Untuk semua usia, tingkat Stroke ASNA (ASEAN Neurological
kejadian tahunan per 100.000 orang Association) Stroke Epidemiological
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada Study yang bertujuan untuk menyelidiki
wanita; 5,9 vs 5,1 pada orang berusia profil klinis stroke di tujuh negara
35-54 tahun, 37,2 vs 26,4 pada mereka ASEAN dengan protokol yang sama.
yang berusia 55-74 tahun, dan 176,3 vs Dari 2065 pasien stroke akut yang
140,1 pada mereka yang berusia 75-94 dirawat di 28 rumah sakit di seluruh
(7)
tahun. Dalam sebuah studi Jerman Indonesia, usia rata-rata adalah 58,8
tahun (kisaran: 18-95 tahun). 12,9% Berdasarkan uraian di atas
lebih muda dari 45 tahun, dan 35,8% peneliti ingin mengetahui gambaran
lebih tua dari 65 tahun. Ada lebih tekanan darah pada pasien stroke yang
banyak pria daripada wanita. Sebagian mengalami diabetes dan yang tidak.
besar dari mereka tiba di rumah sakit Sehingga didapatkan data dan dapat
lebih dari 6 jam sejak onset stroke. mengontrol faktor resiko tersebut agar
Alasan mengapa datang terlambat ke dapat mencegah terjadinya stroke dan
rumah sakit adalah ketidaksadaran diharapkan dapat menurunkan jumlah
gejala stroke dan transportasi jarak jauh. kematian yang disebabkan karena
(12)
stroke.
Diperkirakan 285 juta orang di
seluruh dunia menderita diabetes selama TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk
2010, dan jumlahnya diprediksi
mengetahui gambaran tekanan darah
meningkat menjadi 439 juta di seluruh
pada pasien stroke hemoragik dengan
dunia pada tahun 2030. Peningkatan ini
diabetes melitus dan non diabetes
termasuk peningkatan 69% pada orang
melitus di ruang rawat inap bagian saraf
dewasa dengan diabetes di negara
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Selain
berkembang dan peningkatan 20% di
itu juga dapat untuk mengetahui angka
negara maju. Peningkatan dramatis
prevalensi diabetes tipe II kemungkinan kejadian stroke hemoragik, diabetes

disebabkan oleh peningkatan prevalensi mellitus dan gambaran tekanan darah

obesitas. Sindrom metabolik diyakini pasien stroke hemoragik di Rumkital Dr.

mempengaruhi setidaknya 1 dari 5 orang Ramelan Surabaya

dewasa, dan membawa risiko tinggi


METODOLOGI PENELITIAN
diabetes tipe II dan CVD. Diabetes dapat
Disain penelitian yang akan digunakan
menyebabkan berbagai komplikasi
peneliti adalah penelitian deskriptif
serius jika tidak ditangani dengan benar.
dengan metodologi penelitian studi
Hal ini termasuk retinopathy, penyakit
prevalensi. Populasi yang diteliti adalah
ginjal kronis, amputasi anggota tubuh,
semua data yang diperoleh dari rekam
penyakit jantung dan stroke. Studi
medik ruang rawat inap bagian saraf
epidemiologi telah menunjukkan bahwa
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode
diabetes adalah faktor risiko independen
Januari - November 2018 yang
yang dapat dimodifikasi untuk stroke,
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
baik stroke iskemik maupun dari sample.
hemoragik.
(13)(14)(15)
Adapun kriteria inklusi adalah stroke hemoragik yang memenuhi
pasien terdiagnosis menderita penyakit kriteria inklusi dan eksklusi di Rumkital
stroke hemoragik. data rekam medis Dr. Ramelan Surabaya periode Januari –
yang mencantumkan hasil CT scan November 2018, didapatkan jumlah
kepala yang hiperdens. pengukuran sampel kasus sebanyak 36 orang dengan
tekanan darah saat pertama kali berada pengambilan sampel menggunakan total
di ruang rawat inap, pengukuran populasi.
pertama gula darah puasa dan gula darah Tabel 1 Distribusi sampel
2 jam setelah makan yaitu pada saat hari berdasarkan jenis kelamin
kedua atau ketiga berada di ruang rawat Jumlah Pasien
Jenis
inap. Sedangkan untuk kriteria eksklusi Kelamin Frekuensi Presentase
(n) (%)
adalah data rekam medis pasien yang Laki-laki 19 52.78
tidak mencantumkan variable yang ingin Perempuan 17 47.22
diteliti meliputi usia, jenis kelamin, Total 36 100
kadar gula darah, tekanan darah, hasil
Tabel 2 Distribusi sampel
CT scan kepala. Variabel yang diukur
berdasarkan usia
oleh peneliti meliputi tekanan darah, dan
gula darah pasien yang terdiagnosa Klasifikasi Usia Jumlah Pasien
(th) Frekuensi Presentase
stroke hemoragik. (n) (%)
Alat yang digunakan adalah <55 17 47.22
55-64 11 30.56
perhitungan dengan turus untuk
 65 8 22.22
menghitung jumlah data yang ada dan 36 100.00
kemudian akan dimasukkan kedalam
komputer untuk disusun menggunakan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Sampel
Microsoft word dan Microsoft excel. Berdasarkan Status Diabet Pasien
Data yang telah terkumpul akan dihitung Jumlah Pasien
menggunakan turun, dicatat di selembar Frekuensi Presentase
(n) (%)
kertas. Kemudian data akan diolah Diabetes Melitus 14 38.89
dengan computer menggunakan Non Diabetes
Melitus 22 61.11
Microsoft word dan Microsoft excel dan Total 36 100
kemudian akan disajikan dalam tabel
dan grafik.
HASIL
Berdasarkan hasil penelitian dari
data rekam medis pasien terdiagnosa
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Sampel yang didapat oleh peneliti adalah 20
Berdasarkan Tekanan Darah Pasien (55.56%) pasien laki-laki dan 16
Jumlah Pasien (44.44%) pasien perempuan. Hal ini
Frekuensi Presentase sesuai dengan Merrit’s pada tahun 2010,
(n) (%)
Normal 2 5.56 bahwa angka kejadian stroke hemoragik
Prehipertens lebih banyak pada laki-laki daripada
i 3 8.33
Stage 1 6 16.67
perempuan.
Stage 2 25 69.44 Didapatkan pula distribusi
Total 36 100 berdasarkan usia, terdapat 17 (47.22%)
pasien yang menderita stroke hemoragik
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tekanan
pada usia dibawah 55 tahun, 11
Darah Berdasarkan Status Diabet
(30.56%) pasien pada kelompok usia 55
Pasien.
hingga 64 tahun, dan 8 (22.22%) pasien
Tekanan Darah (mmHg) pada kelompok usia 65 tahun keatas.
Prehipert Stage 1 Stage 2
Normal
ensi Dari hasil penelitian ini didapatkan
Frekuen Frekuen
Frekuensi Frekuensi
si si Total penderita stroke hemoragik terbanyak
Diabetes
1 1 3 9 14 pada kelompok usia dibawah 55 tahun.
Melitus
Non
Diabetes 1 2 3 16 22 Pergeseran usia ini dapat disebabkan
Melitus
karena gaya hidup pada masa sekarang
yang kurang baik, misalnya kurangnya
Tabel 6 Distribusi Presentase
aktivitas fisik, olahraga dan pola makan
Tekanan Darah Berdasarkan Status
yang tidak baik (Hans,2012). Menurut
Diabet Pasien
Debette pada tahun 2015, terjadi
Tekanan Darah (mmHg) peningkatan angka kejadian stroke
Prehipe Stage 1 Stage 2
Normal
rtensi hemoragik pada usia muda dan pada
% % % % Total (16)
usia dibawah 55 tahun (20-54 tahun).
Diabetes
7.14 7.14 21.43 64.29 100
Melitus Dari hasil penelitian ini dapat
Non
Diabetes 4.54 9.09 13.64 72.73 100 dilihat gambaran status diabet pasien
Melitus
dari seluruh data yang didapatkan. Dari

PEMBAHASAN 36 data yang didapatkan oleh peneliti,

Dari 36 data yang didapat peneliti terdapat 14 (38.89%) pasien stroke

berdasarkan rekam medis yang diambil hemoragik yang disertai diabetes

pada bulan Januari - November 2018, melitus. Sedangkan jumlah yang tidak

dapat diketahui distribusi frekuensi menderita diabetes melitus ada 22

berdasarkan jenis kelamin, dimana hasil (61.11%) pasien. Tingginya jumlah


pasien tanpa diabetes melitus ini dapat pecah. Bahkan peningkatan darah
disebabkan karena peneliti tidak melihat derajat sedang dapat meningkatkan
riwayat penyakit diabetes pada pasien resiko terjadinya stroke Barry,2002).
yang hasil pengukuran gula darahnya Pernyataan ini sesuai dengan hasil
tidak lengkap. Menurut Zafar tahun penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
2007, rendahnya penderita diabetes (17)

melitus pada pasien stroke hemoragik ini Dari hasil penelitian ini dapat
dapat disebabkan karena tingkat dilihat gambaran tekanan darah pasien
keparahan nekrosis fibrinoid pada stroke hemoragik terhadap status diabet
pembuluh darah kecil lebih sering pada pasien yaitu pasien stroke hemoragik
pasien dengan hipertensi saja yang tekanan darahnya normal dan
dibandingkan pada pasien dengan diabet menderita diabetes melitus ada 1
(14)
dan hipertensi. (7.14%) pasien. Sedangkan pasien yang
Dari hasil rekam medis yang tekanan darahnya tergolong
diambil oleh penetili juga didapatkan prehipertensi ada 1 (7.14%) pasien.
gambaran tekanan darah pada pasien Sementara itu pasien stroke hemoragik
stroke hemoragik, tanpa melihat status yang tekanan darahnya tergolong stage 1
diabet pasien. pada pasien stroke ada 3 (21.43%) pasien. Dan pasien
hemoragik yang memiliki tekanan darah stroke hemoragik yang tekanan
yang normal ada 2 (5.56%) pasien dari darahnya tergolong stage 2 ada 9
seluruh populasi. Dan yang tekanan (64.29%) pasien.
darahnya tergolong prehipertensi ada 3 Sedangkan tekanan darah pasien
(8.33%) pasien. Sedangkan yang yang normal pada pasien stroke yang
tekanan darahnya tergolong stage 1 ada tidak menderita diabetes mellitus ada 1
6 (16.67%) pasien. Dan yang tergolong (4.54%) pasien. Dan terdapat 2 (9.09%)
hipertensi stage 2 ada 25 (69.44%) pasien yang memiliki tekanan darah
pasien. Hal ini sesuai dengan Merrits tergolong prehipertensi. Sedangkan
pada tahun 2010, bahwa faktor resiko pasien yang tekanan darahnya tergolong
stroke meningkat sebanding dengan stage 1 ada 3 (13.64%) pasien. Dan yang
peningkatan tekanan darah. Hal ini tergolong stage 2 ada 16 (72.73%)
disebabkan karena tingginya tekanan pasien. Hipertensi merupakan faktor
darah dalam waktu yang lama akan kuat untuk terjadinya stroke hemoragik
merusak dinding arteri, membuat (Merrit’s, 2010). Hipertensi cenderung
dinding arteri menjadi lebih mudah terjadi pada pasien dengan diabetes
melebar, atau menyempit, atau bahkan mellitus tipe 2, dua faktor ini
meningkatkan resiko angka kejadian dan tanpa diabetes mellitus lebih banyak
angka kematian stroke hemoragik. dibanding pasien dengan diabetes
Diabetes melitus tipe 2 meningkatkan mellitus. Penyakit diabetes mellitus
angka kejadian stroke hemoragik lebih berisiko terjadinya stroke
sebanyak 17% (Gang,2005). Pasien iskemik
dengan diabetes memiliki resiko lebih
besar menderita stroke (Barry,2002). SARAN
Pasien diabetes mellitus yang memiliki Dapat dilakukan penelitian lanjutan
tekanan darah sistolik >160mmHg dengan menambahkan variable yang
memiliki resiko dua kali lebih tinggi diteliti, serta dapat mengulas mengenai
mederita stroke dibandingkan dengan hubungan tekanan darah dan status
pasien yang memiliki tekanan darah diabet terhadap angka kejadian stroke
<160mmHg (Lewis,2000). Menurut hemoragik dengan menambahkan
Merrit’s pada tahun 2010, peningkatan jumlah sampel dan waktu penelitian
tekanan darah ini dapat menyebabkan sehingga bisa mewakili keseluruhan
meningkatnya resiko terkena populasi.
atherosklerosis dan gangguan pada
pembuluh darah kecil dan dapat DAFTAR PUSTAKA
menyebabkan terjadinya stroke iskemik 1. Yang Q, Tong X, Schieb L, Vaughan
(17)(18) A, Gillespie C, Wiltz JL, et al. Vital
maupun stroke hemoragik. Signs: Recent Trends in Stroke Death
Rates — United States, 2000–2015.
KESIMPULAN MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
2017;
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa: 2. Sacco S, Marini C, Toni D, Olivieri
L, Carolei A. Incidence and 10-year
1. Pasien yang menderita stroke survival of intracerebral hemorrhage
perdarahan paling banyak tekanan in a population-based registry.
Stroke. 2009;
darahnya mencapai hipertensi stage
3. Feigin VL, Lawes CM, Bennett DA,
2. Hal ini sesuai dengan teori dimana Barker-Collo SL, Parag V.
semakin tinggi tekanan darah maka Worldwide stroke incidence and
early case fatality reported in 56
semakin tinggi resiko terjadinya population-based studies: a
stroke perdarahan. Dari hasil systematic review. The Lancet
Neurology. 2009.
penelitian
4. Mohammad Y, Qureshi A. Blood
2. Tidak terdapat hubungan antara Pressure Management in
diabetes mellitus dengan stroke Intracerebral Hemorrhage. Semin
Neurol. 2016;
perdarahan. Karena dari total
populasi (n=36) didapatkan pasien 5. Shah QA, Ezzeddine MA, Qureshi
6. AI. Acute hypertension in
intracerebral hemorrhage: prognosis in patients with diabetes
Pathophysiology and treatment. J mellitus. Neurology. 2004;
Neurol Sci. 2007; 17. Chauhan G, Debette S. Genetic
7. Broderick JP, Brott T, Tomsick T, Risk Factors for Ischemic and
Miller R, Huster G. Intracerebral Hemorrhagic Stroke. Current
hemorrhage more than twice as Cardiology Reports. 2016.
common as subarachnoid 18. Carter BL. Implementing the
hemorrhage. J Neurosurg. 1993; New Guidelines for Hypertension. J
8. Jolink WMT, Klijn CJM, Manag Care Pharm. 2004;
Brouwers PJAM, Kappelle LJ, 19. Kuller LH. Epidemic
Vaartjes I. Time trends in incidence, hypertension in sub-Saharan Africa.
case fatality, and mortality of Hypertension
intracerebral hemorrhage.
Neurology. 2015;
9. Stein M, Misselwitz B, Hamann
GF, Scharbrodt W, Schummer DI,
Oertel MF. Intracerebral hemorrhage
in the very old: Future demographic
trends of an aging population.
Stroke. 2012;
10. Warlow C, Gijn J Van, Dennis
M. Stroke: Practical Management.
N Engl J Med. 2008;
11. Zia E, Hedblad B, Pessah-
Rasmussen H, Berglund G, Janzon
L, Engström G. Blood pressure in
relation to the incidence of cerebral
infarction and intracerebral
hemorrhage - Hypertensive
hemorrhage: Debated nomenclature
is still relevant. Stroke. 2007;
12. Martini SR, Flaherty ML,
Brown WM, Haverbusch M,
Comeau ME, Sauerbeck LR, et
al. Risk factors for intracerebral
hemorrhage differ according to
hemorrhage location. Neurology.
2012;
13. Misbach J, Ali W. Stroke in
Indonesia: A first large prospective
hospital-based study of acute
stroke in 28 hospitals in indonesia. J
Clin Neurosci. 2001;
14. Putaala J, Liebkind R, Gordin D,
Thorn LM, Haapaniemi E, Forsblom
C, et al. Diabetes mellitus and
ischemic stroke in the young:
Clinical features and long-term
prognosis. Neurology. 2011;
15. Zafar A, Shahid SK, Siddiqui M,
Khan FS. Pattern of Stroke in
Type 2 Diabetic Subjects
versus Non-diabetic Subjects. J
Ayub Med Coll Abbottabad. 2007;
16. Karapanayiotides T,
Piechowski-Jozwiak B, Van Melle
G, Bogousslavsky J, Devuyst G.
Stroke patterns, etiology, and

Anda mungkin juga menyukai