Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

Untuk Menyelesaikan Tugas Keperawatan Gadar Kritis


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Achmad Arifin, S.Kep
11194692010058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
1. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang
secara langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan
gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala merupakan suatu
proses terjadinya cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala
yang dapat menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Nail,
2014).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada
kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya
pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran (Susan Martin, 2010).

2. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS) (Hendri, 2018)
a Berdasarkan keparahan cedera :
1) Cedera Kepala Ringan (CKR)
a) Tidak ada fraktur tengkorak
b) Tidak ada kontusio serebri, hematom
c) GCS 13-15
d) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
2) Cedera Kepala Sedang (CKS)
a) Kehilangan kesadaran
b) Muntah
c) GCS 9-12
d) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
3) Cedera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Hilang kesadaran >24 jam
c) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial

3. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk, yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya.
1) Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2) Akselerasi dan deselerasi.
3) Cup dan kontra cup
a) Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang
terbentur.
b) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada
sisi desakan benturan.
4) Lokasi benturan
5) Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma
regangan dan robekan substansia alba dan batang otak. Depresi
fraktur: kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan
otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar ke hidung, kuman
masuk ke telinga kemudian terkontaminasi CSS lalu terjadi infeksi
dan mengakibatkan kejang.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
a Cedera kepala ringan-sedang
1) Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau
tempat mereka berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal
dirinya sendiri.
2) Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera
otak traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran
atau koma.
3) Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara
bertahap atau mendadak.
4) Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi
perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat
dikontrol sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya
secara paksa melalui mulut.
5) Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara
yang nyaring atau keras.

b. Cedera kepala sedang-berat


1) Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan
diparu-paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya
ditandai dengan gejala sulit bernafas.
2) Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.
3) Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak
bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh
pembengkakan otak akibat cedera kepala, stroke, atau tumor
otak.
4) Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot
wajah sehingga sulit untuk digerakkan.
5) Gangguan akibat saraf kranial

Manifestasi klinis
a. Gangguan otak
1) Comosio cerebri (gegar otak)
a) Tidak sadar <10 menit
b) Muntah-muntah
c) Pusing
d) Tidak ada tanda defisit neurologis
e) Contusio cerebri (memar otak)
f) Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat
berlangsung >2-3 hari setelah cedera
g) Muntah-muntah
h) Amnesia
i) Ada tanda-tanda defisit neurologis

2) Perdarahan epidural (hematoma epidural)


a) Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian
dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan
arteri meningeal
b) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis
dari kacau mental sampai koma
c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan
pernafasan, bradikardi, penurunan TTV
d) Herniasi otak
yang
menimbulkan :
Dilatasi pupil dan
reaksi cahaya
hilang
(1) Isokor dan
anisokor
(2) Ptosis
3) Hematom subdural
a) Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi
segera
b) Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah
cedera
c) Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera

4) Hematom intrakranial
a) Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak
b) Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera
penetrasi peluru, gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba

5) Fraktur tengkorak
a) Fraktur linier (simple)
(1) Melibatkan Os temporal dan parietal
(2) Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus
paranasal (resiko perdarahan)
b) Fraktur basiler
(1) Fraktur pada dasar tengkorak
(2) Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus,
memungkinkan bakteri masuk

5. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau
kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah
cedera otak yang terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat
menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini dapat berlanjut
menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan kerusakan sel
otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai
oksigen ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak.
Peningkatan rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan tahanan
vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan darah. Penurunan tekanan
pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat
menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan
pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012).
Pathway

Trauma peluru Trauma tajam Trauma Kepala Trauma Tumpul Kecelakaan,


terjatuh,
benturan,
trauma
persalinan,
penyalahgunaan
obat/alkohol

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intracranial

Terputusnya Terputusnya
Jaringan otak rusak
inkontunitas jaringan inkontunitas jaringan
Kontatio laserasi
otot/ kulit tulang

Pendarahan & Ggn Resiko Infeksi Perubahan protoregulasi


hematoma Suplai
darah

Kejang
TIK Kompresi
Leukemia
batang
otak

Kesadaran
Hipoksia
Peregangan
duramen dan Nyeri akut
peredaran darah
Bedres Akumulasi cairan
Penurunan total
Kapasitas adaptif
intrakranial

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

Risiko
Gangguan gangguan
mobilitas fisik integritas
kulit
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari cedera kepala (Andra dan Yessie, 2013):
a. Epilepsi pasca cedera
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera. Obat-obat anti kejang misalnya: fenitoin,
karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca
trauma.

b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala
yang mengendalikan fungsi bahasa adala lobus temporalis sebelah kiri
dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian
manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau
infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis
atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang
mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

d. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya
dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak
dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau
benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka
dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut.
Penyebabnya adalah fungsi pada lobus parietalis dan temporalis,
dimana ingatan akan benda-benda penting fungsinya disimpan. Agnosis
seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami
perbaikan secara spontan.

e. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan
(amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam (tergantung pada beratnya cedar) dan akan hilang
dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat
menetap. Mekanisme otak untuk menerima informasi dang
mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus
oksipitalis, parietalis, dan temporalis.

f. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan briit orbita,
dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

g. Diabetes insipidus
Disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia, dan deplesi volume.

h. Kejang pasca trauma


Dapat terjadi (dalam 24 jm pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut, kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat
untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan
antikonvulasan

i. Edema serebral dan herniasi


Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi
setelah 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi,
pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan
TIK. Tekanan terus menerus akan meningkatkan aliran darah otak
menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema
otak.Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan menimbulkan
herniasi. Herniasiakan mendorong hemusfer otak ke bawah/lateral dan
menekan di enchepalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor,
arteri otak posterior, saraf oculomotor. Mekanisme kesadaran, TD, nadi,
respirasi dan pengatur akan gagal.

j. Defisit neurologis dan psikologis


Tanda awal penurunan neurologis: perubahan TIK kesadaran, nyeri
kepala hebat, mual dan muntah proyektil.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2013) :
a. Pemeriksaan diagnostik
1) X ray/CT Scan
a) Hematom serebral
b) Edema serebral
c) Perdarahan intracranial
d) Fraktur tulang tengkorak
2) MRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras
3) Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4) EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang
dapat meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan
dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekanan).
5) Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6) Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.

8. Penatalaksanaan cedera kepala


Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes,
2018):
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan
1) Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
(a) CT scan tidak ada
(b) CT scan abnormal
(c) Semua cedera tembus
(d) Riwayat hilang kesadaran
(e) Kesadaran menurun
(f) Sakit kepala sedang-berat
(g) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
(h) Fraktur tengkorak
(i) Rhinorea/otorea
(j) Tidak ada keluarga dirumah
(k) Amnesia

2) Rawat jalan
Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian kemungkinan
kembali ke RS jika memburuk dan berikan lembar observasi
Lembar observasi : berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga
maupun penderita cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-
gejala dibawah ini maka penderita harus segera dibawa ke RS:
(a) Mengantuk berat atau sulit dibangunkan
(b) Mual dan muntah
(c) Kejang
(d) Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga
(e) Sakit kepala hebat
(f) Kelemahan pada lengan atau tungkai
(g) Bingung atau perubahan tingkah laku
(h) Gangguan penglihatan
(i) Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat
(j) Pernafasan tidak teratur

b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)


Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih
mampu menuruti perintah-perintah.
Pemeriksaan awal:
1) Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan
darah sederhana
2) Pemeriksaan CT scan kepala
3) Dirawat untuk observasi

Perawatan:
1) Pemeriksaan neurologis periodic
2) Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau
bila penderita akan dipulangkan

Bila kondisi membaik (90%)


a) Pulang
b) Kontrol di poli

Bila kondisi memburuk (10%)


Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi segera lakukan
pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protocol
cedera kepala berat.

c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)


Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena
kesadarannya menurun.
1) Airway
a) Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu
menurunkan tekanan intracranial
b) Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari
lender, darah atau kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan
untuk intubasi endotrakeal, berikan oksigenasi 100% yang cukup
untuk menurunkan tekanan intracranial
c) Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera
servikal dapat disingkirkan

2) Sirkulasi
a) Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat), untuk
resusitasi korban. Jangan memberikan cairan berlebih atau yang
mengandung Glukosa karena dapat menyebabkan odema otak.
b) Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk
adanya cedera di tempat lain yang tidak tampak.
c) Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10g/dl.

9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


I. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpuldan dan analisis informasi secara
sistematis dan berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan
data dan menempatkan data ke dalam format yang terorganisir (Roshdahl
dan Kawolski, 2014)
1. Identitas
Mengkaji biodata pasien yang berisi kan nama klien dan nama
penanggung jawab, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat,
golongan darah, pendidikan terakhir, tanggal masuk RS, agama, status
perkawinan, pekerjaan, nomor register,dan diagnosa medis.
a. Umur
Cedera kepala berdasarkan umur biasanya sering terjadi pada umur
15-24 tahun (Riskesdas, 2018).
b. Jenis kelamin
Cedera kepala berdasarkan jenis kelamin sering dialami oleh laki-laki
(Riskesdas, 2018).
c. Pekerjaan
Biasanya pelajar adalah penderita terbanyak pada kasus cedera
kepala karena disebabkan oleh kecelekaan lalu lintas (Riskesdas,
2018).
2. Keluhan utama
Terjadi penurunan kesadaran, letargik, mual dan muntah, nyeri kepala,
wajah tidak simetris, lemah, sulit beristirahat, sulit mencerna dan
menelan makanan (Yessie dan Andra, 2013).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual, muntah, sakit kepala,
wajah tidak simetris, lemah, paralisis, perdarahan, fraktur, hilang
keseimbangan, amnesia seputar kejadian, sulit beristirahat, kesulitan
mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit menelan/mencerna
makanan (Yessie dan Andra, 2013).

4. Riwayat kesehatan dahulu


Pasien pernah mengalami penyakit system persarafan, riwayat cedera
masa lalu, riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler dan
metabolic (Yessie dan Andra, 2013).

5. Riwayat kesehatan keluarga


Adanya riwayat penyakit menular (Yessie dan Andra, 2013).

6. Pola kesehatan sehari-hari


a. Nutrisi
Mual dan muntah, gangguan mencerna/menelan makanan, kaji
bising usus (Yessie dan Andra, 2013).
b. Eliminasi BAK dan BAB
Terjadi inkontinensia, konstipasi (Yessie dan Andra, 2013).
c. Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur, mobilisasi (Yessie dan Andra, 2013).
d. Aktivitas
Lemah, kelelahan (Yessie dan Andra, 2013).

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum (Kartikawati, 2013).
Secara umum keadaan umum klien dapat dilakukan pengkajian
dengan 3 kriteria, yaitu ringan, sedang, berat.
1) Ringan: terdiri dari kesadaran penuh, tanda-tanda vital stabil,
pemenuhan kebutuhan mandiri.
2) Sedang: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan apatis,
tanda-tanda vital stabil, pemenuhan kebutuhan dibantu
sebagian atau sepenuhnya.
3) Berat: terdiri dari kesadaran penuh sampai dengan samnolen,
tanda-tanda vital tidak stabil, memakai alat bantu organ vital,
melakukan tindakan pengobatan yang intensif.
b. Pemeriksaan kepala (Kartikawati, 2013)
Terjadi ketidaksimetrisan, edema pada wajah.
c. Pemeriksaan mulut dan faring (Yessie dan Andra, 2013)
Terjadi ketidaksimetrisan, sulit menelan makanan.
d. Pemeriksaan paru (Yessie dan Andra, 2013)
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, tersedak
Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas.
Ronki, mengi positif.
e. Pemeriksaan abdomen (Yessie dan Andra, 2013)
Konstipasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen.
f. Sistem perkemihan (Yessie dan Andra, 2013)
Meliputi disuria (nyeri saat berkemih).
g. Pemeriksaan anggota gerak (Yessie dan Andra, 2013)
Nyeri berat terjadi tiba-tiba atau bahkan terlokalisasi pada area
jaringan yang dapat mempengaruhi mobilisasi.
h. Pemeriksaan status neurologi (Yessie dan Andra, 2013)
Pemeriksaan pada saraf:
1) Olfaktorius
Pada saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Optikus
Akan menurunkan lapang penglihatan dan menggaung fungsi
nervus optikus.
3) Okulomotoris, toklearis, dan abdusen
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan
cedera yang merusak rongga orbital. Pada cedera kepala akan
dijumpai anisokoria.
4) Trigeminus
Didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah.
5) Fasialis
Terjadi perubahan pada persepsi pengunyahan.
6) Toklearis
Terjadi perubahan fungsi pendengaran pada klien.
7) Glosofaringeus dan vagus
Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut.
8) Aksesorius
Jika tidak melibatkan cedera pada leher, mobilitas klien cukup baik
dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoieus dan trapezius.
9) Hipoglosus
Indra pengecapan terjadi perubahan.
II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah


kesehatan klien yang aktual atau risiko mengidentifikasi dan menentukan
intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah, atau menghilangkan
masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto dan
Wartonah, 2011). Setelah penulis melakukan analisa data didapatkan
diagnosa utama yang muncul menurut SDKI (2018), yaitu risiko perfusi
serebral tidak efektif.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d akumulasi cairan
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
3. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
4. Resiko infeksi
5. Resiko gangguan integritas kulit
6. Gangguan mobilitas fisik

III. Rencana Keperawatan


No. SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
nafas tidak efektif keperawatan I.01014
b/d akumulasi 1x30diharapkan masalah Observasi
cairan teratasi dengan kriteria hasil 1. Monitor frekuensi,
: irama, kedalaman
Bersihan jalan napas dan upaya nafas
L.01001 2. Monitor pola
1. Sura nafas nafas(spt
tambahan (gurgling) bradipnea,
dipertahankan dari 3 takipnea, atau
(sedang) menjadi 5 hiperventilasi)
(menurun) 3. Monitor
2. Sianosis kemampuan
dipertahankan dari 3 batuk efektif
(sedang) menjadi 5 4. Monitor adanya
(menurun) produksi sputum
3. Frekuensi napas 5. Monitor adanya
dipertahankan dari 3 sumbatan pola
(sedang) menjadi 5 nafas
(membaik) 6. Auskultasi bunyi
4. Pola nafas nafas
dipertahankan dari 3 7. Monitor saturasi
(sedang) menjadi 5 O2
(membaik) Terapeutik
1. Atur interval
pematauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan
hasil (jika perlu)

Manajemen jalan nafas


I.01011
Terapeutik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan
headtilt chin lift
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Lakukan
pemasangan
OPA/NPA
4. Lakukan
fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan
penghisapan
lendir
6. Keluarkan
sumbatan dengan
forsep McGill
7. Berikan O2
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan
2000ml/perhari
jika tidak ada
kontraindikasi
kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
2. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan selama 1x30 Observasi:
agen pencedera
menit diharapkan Tingkat nyeri 1. Identifikasi
fisiologis Menurun dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
Tingkat Nyeri (L.08066) durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
(5) 2. Identifikasi
2. Meringis menurun (5) skala nyeri
3. Gelisah menurun (5). 3. Identifikasi
4. Ketegangan otot respon nyeri non verbal
menurun (5) 4. Identifikasi
5. Frekuensi nadi membaik faktor yang
(5) memperberat dan
6. Pola nafas membaik (dari memperingan nyeri
2 (5) 5. Identifikasi
7. TD meningkat (5) pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor
efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan
strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan
teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Penurunan Setelah dilakukan tindakan Manajemen
Kapasitas Adaptif keperawatan selama 1x24 jam peningkatan tekanan
Intrakranial diharapkan Perfusi serebral intracranial (I.06194)
meningkat dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi
1. Ting penyebab peningkatan
kat kesadaran meningkat TIK (mis. Lesi, gangguan
(5) metabolisme, edema
2. Saki serebri)
t kepala menurun (5) 2. Monitor
3. Geli tanda/gejala peningkatan
sah menurun (5) TIK (mis. TD meningkat,
4. Tek tekanan nadi melebar,
anan darah membaik (5) bradikardia, pola nafas
5. Tek ireguler, kesadaran
anan nadi membaik (5) menurun)
6. Pola 3. Monitor MAP
nafas membaik (5) (Mean Arterial Pressure)
7. Res 4. Monitor CVP
pon pupil membaik (5) (Central Venous
Pressure), jika perlu
5. Monitor PAWP, jika
perlu
6. Monitor PAP, jika
perlu
7. Monitor ICP (Intra
Cranial Pressure)
8. Monitor CPP
(Cerebral Perfusion
Pressure)
9. Monitor status
pernafasan
10. Monitor intake dan
output cairan k.
Monitor
Teraupetik
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi
fowler (30 - 40 0 )
3. Hindari maneuver
valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan
antikoavulsan, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu
4. Resiko infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi
Setelah dilakukan tindakan (I.14539)
keperawatan selama 1x24 jam Observasi
diharapkan Tingkat Infeksi Monitor tanda gejala infeksi
Menurun dengan kriteria hasil: lokal
1. Demam menurun(5) Terapeutik
2. Kemerahan menurun(5) 1.
3. Nyeri menurun (5) 2.
disekitar edema
Edukasi
1.
infeksi
2.
asupan nutrisi
3.
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
vaksin, jika diperlukan

5. Resiko ggn Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


integritas kulit keperawatan selama 3x24 jam (I.11353)
diharapkan Integritas Kulit Observasi
Dan Jaringan Meningkat Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil: gangguan integritas kulit
Integritas Kulit dan Jaringan (mis. Perubahan sirkulasi,
(L.141250) perubahan status nutrisi,
1. Kerusakan jaringan menurun peneurunan kelembaban,
(5) suhu lingkungan ekstrem,
2. Kerusakan lapisan kulit penurunan mobilitas)
menurun (5) Terapeutik
3. Kemerahan menurun (5) 1.
4. Perfusi jaringan meningkat jika tirah baring
(5) 2.
area penonjolan tulang,
jika perlu
3.
air hangat, terutama
selama periode diare
4.
petrolium atau minyak
pada kulit kering
5.
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
6.
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1.
pelembab (mis. Lotin,
serum)
2.
cukup
3.
asupan nutrisi
4.
asupan buah dan sayur
5.
terpapar suhu ektrime
6.
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
6. gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan (I.05173)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan Mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya
Meningkat dengan kriteria nyeri atau keluhan fisik
hasil: lainnya
1. Kekuatan otot meningkat 2. Identifikasi toleransi
(5) fisik melakukan
2. Rentang gerak (ROM) pergerakan
meningkat (dari 2 (5) 3. Monitor frekwensi
3. Nyeri menurun (5) jantung dan tekanan
4. Kaku sendi menurun (5) darah sebelum memulai
5. Gerakan terbatas mobilisasi
menurun (5) 4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitas aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
2. Fasilitas melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan mobilisasi
dini
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kartika, S. W. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Trans Info Medika.
Morton G.P. 2012. Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med
Pierce A.G, Neil R.B., 2014. At A Glance Ilmu Bedah Ed.3. Surabaya.
Airlangga University Press.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorp
op_20 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Agustus 2018.
Rosdahl dan Kowalski. 2015. Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10. Vol 5.
William dan Wilkins Lippicott. Alih Bahasa Oleh Setiawan
S.Kp.,MNS.,PhD. Jakarta: EGC
Sjahrir H. 2012. Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta. Pustaka Cendekia
Press.
Susan martin T. 2013. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Wartatmo Hendri. 2018. Modul Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat.Yogyakarta: Tim Pusbankes 118

Anda mungkin juga menyukai