Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA BERAT

OLEH:
EKAYUNIARTI
2235009

Dosen pembimbing
Ns. Dheni Koerniawan, M.Kep

STASE KEGAWATDARURATAN DAN KRITIS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmatnya penulis diberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan lapran asuhan

keperawatan ini dengan judul “ tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ns. Dheni Koerniawan, M.Kep sebagai pembimbing akademi yang telah memberikan
arahan dan bimbingan nya untuk menyelesaikan penugasan mata kuliah kegawatdarurat
dan kritis
2. Serta berterimakasih juga kepada Pembimbing-pembimbing klinik yang telah memberi

arahan dan membimbing kami pada saat praktek dilapangan dan membimbing dalam

proses pembuatan asuhan keperawatan.


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan, dan juga
merupakan salah satu masalah Kesehatan dan sosial di berbagai negara di dunia. Cedera
kepala didefinisikan sebagai penyakit non degeneratif dan non kongenital yang disebabkan
oleh massa mekanik dari luar tubuh, cedera ini akan mengakibatkan gangguan fungsi
kognitif dan psikososial, yang dapat terjadi sementara atau permanen, yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran. Kasus cedera otak traumatik ditemukan dalam
berbagai tingkat kedaruratan. 1,2 Terdapat 3 penyebab utama dari cedera kepala, yaitu
kecelakaan lalu lintas, benturan akibat terjatuh, dan tindakan kekerasan. Kecelakaan lalu
lintas merupakan penyebab eksternal pada cedera kepala terbanyak di antara kedua
penyebab lainnya, dan dua kali lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita.3,4
Cedera kepala memiliki dampak yang serius pada kesehatan negara, sekitar 1,4 juta orang
di Inggris mengalami cedera kepala setiap tahun dan mengakibatkan hampir 150.000
penderita terdaftar di rumah sakit per tahunnya. Dari jumlah tersebut, kira-kira 3.500 pasien
memerlukan perawatan Intensive Care Unit. Dari keseluruhannya, mortalitas cedera kepala
berat yaitu cedera kepala dengan Glasgow Coma Score (GCS) 8 adalah 23%.5 Sebuah studi
epidemiologi cedera kepala di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang pada usia 15–
24 tahun berada pada risiko tertinggi mengalami cedera kepala (Rawis et al., 2016).
Di Indonesia data epidemiologi tentang cedera kepala hingga saat ini belum
tersedia, namun salah satu data rumah sakit di Indonesia menjelaskan bahwa kasus cedera
kepala dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data cedera kepala di Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Makassar pada tahun 2005 berjumlah 861 kasus, tahun 2006
berjumlah 817 kasus, dan tahun 2007 berjumlah 1.078 kasus. Banyaknya kasus cedera
kepala di berbagai negara termasuk di Indonesia di mana kasus ini masih menjadi masalah
kesehatan hingga saat ini (Rawis et al., 2016).
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan
lebih dari 700.000 mengalai cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah
sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 sampai 90.000 orang setiap tahun mengalami
penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju
kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah
laki-laki lebih banyak dari wanita (Takatelide et al., 2017).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, jumlah data
yang dianalisis seluruhnya 1.027.758 orang untuk semua umur. Adapun responden yang
pernah mengalami cedera 84.774 orang dan tidak cedera 942.984 orang. Prevalensi cedera
secara nasional adalah 8,2% dan prevalensi angka cedera kepala di Sulawesi utara sebesar
8,3%. Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden yaitu pada
kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), dan pada laki-laki (10,1%), (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013) (Takatelide
et al., 2017).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala Berat
(CKB) .
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala
Berat (CKB).
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala
Berat (CKB).
c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala
Berat (CKB).
d. Mampu melakukan implementasipada pasien dengan Cedera Kepala Berat (CKB).
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan berdasarkan implementasi
yang telah dibuat pada pasien dengan Cedera Kepala Berat (CKB).
C. Manfaat Penulisan
a. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan tentang pengertian, penyebab, dan cara penanganan pasien
dengan Cedera Kepala Berat (CKB).
b. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pengembangan keilmuan
dan teknologi keperawatan khususnya bagi asuhan keperawatan pada pasien dengan
Cedera Kepala Berat (CKB).
c. Bagi Rumah Sakit
Agar dapat dijadikan masukanpengembangan pelayanan di masa yang akan datang
pada pasien dengan Cedera Kepala Berat (CKB).
d. Bagi Penulis
Menambah wawasan serta memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset
keperawatan, khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah kesehatan gangguan perfusi jaringan serebral pada pasien
Cedera Kepala Berat (CKB).

D. Ruang Lingkup
Asuhan keperawata ini termasuk ruang lingkup keperawatan kegawat darurat dan kritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP MEDIS
a. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau
benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
(Wijaya & Putri,2013). Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologic yang serius di
antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Takatelide et al., 2017).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah
trauma. Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24
jam (Haddad, 2012). Cedera kepala berat adalah keadaan dimana penderita
tidak mampu melakukan perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun .
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan cedera kepala berat adalah
proses terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang
mnyebabkan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
perdarahan interstitial dimana mengalami penurunan kesadaran (Takatelide et
al., 2017).
b. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala
yang muncul setelah cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam
berbagi aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu
berdasarkan:
1) Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil/motor,
jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan
apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2) Beratnya cedera
Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera kepala.
 Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan)
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde.
 Cedera kepala sedang (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograde lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
 Cedera kepala berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang akan terjadi akibat Cedera kepaa berat (CKB) yaitu
peningkatan tekanan intrkranial, fraktur tulang tengkorak, pendarahan, edema
jaringan otak, dan hipoksia (Siahaya et al., 2020).
d. ETIOLOGI
Kekerasan, benda tumpul (kecelakaan, pembunuhan, dan bunuh diri), benda
tajam (batang besi, kayu runcing atau pecahan kaca), tembakan peluru, dan
gerakan mendadak (Siahaya et al., 2020).
e. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral seperti kesulitan dalam berbicara,nyeri di
kepakla dan bola mata, tampak berkeringat, bisa muntah, dan terjadi
kerusakan fungsi motorik. Dari sini dapat muncul masalah keperawatan
gangguan perfusi jaringan serebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral bood flow (CBF) adalah 50-60
ml/menit/100 gr jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac
output. Trauma kepala menyebakan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem
paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan
parasimpatik pada pembuuh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar. (Bunner dan Suddart 2003 dalam Savitri N. C., 2012).

f. KOMPLIKASI
1) Gejala sisa cedera kepala berat .
Bahkan setelah cedera kepala berat, kebanyakan pasien dapat kembali
mandiri. Akan tetapi, beberapa pasien dapat mengalami ketidakmampuan
baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf kranial) dan mental
(gangguan kognitif, perubahan kepribadian).
2) Kebocoan cairan serebrospinal
Hal ini dapat terjadi mulai dari saat cedera, tetapi jika hubungan antara
rongga subaraknoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur
basis hanya kecil dan tertutup jaringan otak, maka hal ini tidak akan
terjadi dan pasien akan mnegalami meningitis dikemudian hari
3) Eplilepsi pascatrauma
Terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal (dalam minggu
pertama setelah cedera), amnesia pasca trauma yang lama (lebih dari 24
jam), fraktur depresi cranium, atau hematoma intracranial.
4) Sindrom pascakonkui
Nyeri kepala, vertigo, depresi, dan gangguan konsentrasi dapat menetap
bahkan setelah cedera kepala ringan.
5) Hematoma subdural kronik
Komplikasi lanjut cedera kepala ini (dapat terjadi pada cedera kepala
ringan) (Hansen, 2020)
g. PENATALAKSANAAN
Menurut Sezanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare (2013), penatalaksanaan
cedera kepala adalah :
1) Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) Pemberian analgetik.
4) Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
5) Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6) Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
7) Pembedahan.
Penatalaksanaan pada cedera kepala memiliki prinsip penanganan untuk
memonitor tekanan intrakranial pasien. Terapi medika mentosa digunakan
untuk menurunkan oedem otak bila terdapat oedem pada gambaran profil
Computed Temografik Scan (CT-Scan) pada pasien .Penurunan aktifitas
otak juga dibutuhkan dalam prinsip penatalaksanaan pada cedera kepala
agar dapat menurunkan hantaran oksigen dengan induksi koma.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan mengkaji data diri, pengkajian primer,
pengkajian sekunder dan pemeriksaan penunjang.. Data diri yang dikaji berisi
identitas pasien, penanggung jawab dan keluhan. Pengkajian ini berfungsi sebagai
data penting pasien sebagai catatan dan acuan dalam melakukan proses
keperawatan.

Primary Survey mengkaji sesuai panduan ABCDE.


A= Airway : Dilakukan dengan cara Look (melihat obstruksi atau sumbatan
pada jalan nafas), Listen (mendengarkan suara jalan nafas misalnya
jernih atau ada suara tambahan), Feel (merasakan hembusan nafas dari
hidung atau mulut). Pada cedera kepala berat terdapat sumbatan jalan
nafas berupa darah dan lendir, ataupun lidah jatuh kebelakang.
B= Breathing : Dilakukan dengan cara Look (melihat pergerakan dada,
seperti terlihat sesak, luka, jejas atau retraksi dada dan melihat cuping
hidung), Listen (mendengarkan suara nafas dan dinilai sesuai dengan
bunyi, misalnya vesikuler seperti hembusan angin, ronchi seperti suara
berkumur atau bercampur dengan cairan, dan lainnya), Feel (merasakan
dengan meraba adanya nyeri tekan, krepitasi atau deviasi trakea). Pada
cedera kepala berat adanya pengembangan dinding dada, terdengar suara
tambahan seperti ngorok dan gurgling ataupun snoring, takipneu dengan
RR > 20x/menit, nafas ireguler, cepat dan dangkal, tampak pernapasan
cuping hidung.
C= Circulation : Dikaji adanya nadi, frekuensi dan iramanya. Dinilai
perdarahan, perfusi, sianosis dan lainnya yang berhubungan dengan
sirkulasi klien. Pada cedera kepala berat akral dingin, kulit terlihat pucat,
frekuensi nadi meningkat dari batas normal, CTR > 2 detik.
D= Disability : Dinilai tingkat kesadaran melalui tes respon, GCS (Glasgow
Coma Scale), pupil dan lainnya berkaitan dengan kesadaran klien. Pada
cedera kepala terjadi penurunan tingkat kesadaran Delirium dengan GCS
3-8 (M : 4 V : 2 E : 2). Pasien kehilangan kesadaran akibat kontusio
serebral, laserasi ataupun hematoma intrakranial, pupil anikor
mengindikasi adanya peningkatan TIK.
E= Exposure: Dinilai kondisi klien secara keseluruhan, paparan penyakit
atau alasan terjadi cedera kecelakaan atau kondisi tubuh klien dan
lainnya yang berkaitan dengan kondisi tubuh klien maupun lingkungan
tempat kejadian. Pada cedera kepala berat adanya hematoma dan robekan
pada daerah kepala, deformitas ataupun fraktur pada anggota tubuh.
Ditemukan edema/ lebam pada daerah mata/ racoon eyes, battle sign,
otorhe, rhinore akibat trauma.

Secondary survey
a. Aktivitas dan istirahat
b. Kelemahan saat melakukan aktivitas fisik, penurunan kekuatan otot : 2
c. Sirkulasi
Hipotensi dan takikardi akibat perdarahan aktif. Nadi teraba kuat, irama
nadi tidak teratur, akral dingin, kulit pucat, CTR > 2 detik dan mukosa bibir
kering.
d. Neuro sensori :
Penurunan kesadaran dengan nilai GCS 3-8 serta pupil anisokor. Penurunan
tingkat kesadaran Delirium - Koma dengan total penilaian GCS (3-8)
e. Pernapasan
Napas ireguler, cepat dan dangkal, takipnue. Adanya produksi darah pada
jalan napas Snoring dan gurgling saat bernapas
f. Keamanan
Pergerakan terbatas, resiko jatuh pada pasienakibat penurunan kesadaran.
g. Interaksi social
Tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
h. Tertiery survey
mencakup berbagai pemeriksaan penunjang seperti Pemeriksaan
Laboratorium, Rontgen, EKG, CT Scan, dan pemeriksaan darah

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Berdasarkan PPNI (2016) Diagnosa yang sering muncul pada penyakit Cedera Kepala
yaitu :
- Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001) berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
- Gangguan mobilitas fisik (D. 0054) berhubungan dengan fraktur
- Resiko perfusi serebral tidak efektif (D. 0017) berhubungan dengan cedera kepala
- Risiko infeksi (D. 0142) berhubungan dengan proses penyakit

c. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen Manajemen
tidak efektif (D. tindakan Jalan Nafas (I. Jalan Nafas (I.
0001) berhubungan keperawatan 01011) : 01011) :
dengan sekresi yang selama 1x24 jam, - Monitor pola - Agar
tertahan diharapkan nafas mengetahui
bersihan jalan nafas - Monitor bunyi pola nafas
efektif dengan tambahan normal
kriteria hasil - Pertahankan - Mengetahui
(L.01001) : kepatenan jalan jika ada bunyi
- Tingkat nafas suara tambahan
kesadaran - Posisikan semi - Mempermudah
meningkat flower jalan nafas
(Composmentis : - Edukasi tentang - Agar klien
GCS 14-15) bersihan jalan merasa nyaman
- Suhu dalam batas nafas - Agar keluarga
normal : 36.5- - Kolaborasi dan klien
37,50C pemberian mengetahui
- RR normal : 16- bronkodilator, tentang
20x/menit ekspektoran, bersihan jalan
- HR normal : 60- mukolitik, jika nafas
100x/menit perlu - Memudahkan
- Tekanan darah untuk
normal : (90/60 mencegah
mmHg – 120/80 terjadinya
mmHg) penyakit
komplikasi
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Dukungan
fisik (D. 0054) tindakan Mobilisasi (I. Mobilisasi (I.
berhubungan fraktur keperawatan 05173) : 05173) :
selama 1x24 jam, - Identifikasi - Mengidentifika
diharapkan toleransi fisik si
gangguan mobilitas melakukan kekuatan/kelem
fisik dapat teratasi pergerakan ahan
dengan kriteria - Monitor kondisi - Menentukan
hasil (L. 05042 ) : umum selama aktivitas
- Pergerakan melakukan selanjutnya
ekstremitas mobilisasi
meningkat
- Kekuatan otot - Fasilitas - Memudahkan
meningkat melakukan dalam proses
- Gerakan terbatas pergerakan, jika pemulihan
meningkat perlu - Membantu
- Libatkan klien dalam
keluarga untuk support system
membantu - Mengetahui
pasien dalam mobilisasi yang
meningkatkan dapat dilakukan
pergerakan - Mengetahui
- Ajurkan tindakan
melakukan keperawatan
mobilisasi dini selanjutnya
- Kolaborasikan
dengan dokter
jika gangguan
mobilitas fisik
belum teratasi

3 Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Manajemen


serebral tidak efektif tindakan Peningkatan Peningkatan
(D. 0017) keperawatan Tekanan Tekanan
berhubungan dengan selama 1x24 jam Intrakranial(I. Intrakranial(I.
cedera kepala diharapkan resiko 06194) : 06194) :
perfusi serebral - Identifikasi - Identifikasi
teratasi dengan penyebab sangat
kriteria hasil (L. peningkatan diperlukan
02014) : TIK (mis. lesi, untuk
- Tingkat gangguan mengetahui
kesadaran penyebab
meningkat : metabolisme, peningkatan
(Composmentis : edema serebral) TIK
GCS 14-15) - Monitor - Tanda dan
- Tekanan darah tanda/gejala gejala untuk
menurun (120/80 peningkatan mengetahui
mmHg) TIK (mis. faktor yang
- Pola napas tekanan darah berhubungan
reguler meningkat, dengan
tekanan nadi meningkatnya
melebar, TIK
bradikardia, - Lingkungan
pola napas nyaman dapat
ireguler, membantu klien
kesadaran agar rileks
menurun) - Mengurangi
- Minimalkan tingkat
stimulus dengan keparahan
menyediakan cedera kepala
lingkungan yang terutama bagian
tenang otak
- Berikan posisi - Mencegah
semi fowler terjadinya
- Kolaborasi kejang atau
pemberian komplikasi
sedasi dan anti penyakit lainnya
konvulsan, jika
perlu
4. Risiko infeksi (D. Setelah dilakukan Pencegahan Pencegahan
0142) berhubungan tindakan Infeksi (I. 14539) Infeksi (I. 14539)
dengan proses keperawatan : :
penyakit selama 1x24 jam, - Monitor tanda - Mengetahui
diharapkan resiko dan gejala tanda infeksi
infeksi dapat infeksi lokal dan - Agar klien
teratasi dengan sistemik dapat
kriteria hasil (L. - Batasi jumlah beristirahat dan
14137) : pengunjung mengurangi
- Kemerahan - Jelaskan tanda kebisingan
menurun dan gejala - Menambah
- Gangguan infeksi pengetahuan
kognitif membaik - Ajarkan cara klien
memeriksa - Mengetahui
kondisi luka adanya proses
atau luka penyebaran
operasi infeksi lainnya
- Kolaborasi - Meningkatkan
pemberian daya tahan
imunisasi, jika tubuh klien
perlu
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An W,D
Umur : 8 thn
Agama : Hindu
Pekerjaan : pelajar
Alamat : oku timur
No register :
Diagnose medik : CKB
Tanggal masuk : 22 feb
Tanggal pengkajian : 23 feb

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny K
Alamat : oku timur
Hubungan dengan klien : ibu
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Pasien tampak penurunan kesadaran
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu
pasien mengalami tabrak lari oleh pengendara motor dan dibawa ke RSUD
Martapura karena kondisi pasien membutuhkan penanganan yang ekstra dan harus
melaukan pemeriksaan Kesehatan yang lengkap pasien dirujuk ke RS Charitas
Hospital Palembang pada tanggal 22 febuari untuk mendapatkan penanganan
lanjutan
c. Rowayat penyakit dahulu : Tidak pernah menderita atau mengalami penyakit
berat
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak memiliki Riwayat penyakit keluarga
4. Pengkajian Primer

Airway : tampak sumbatan jalan nafas, terdengar suara nafas tambahan guggling,
tampak sumbatan jalan nafas berupa lendir.
Breathing : tampak saat bernafas ada otot bantu pernafasan, suara nafas terdengar
sepeeti berkumur (ngorok) atau guggling. Tampak adanya pengembangan dinding
dada, terdengar suara tambahan seperti ngorok dan gurgling, takipneu dengan RR >
20x/menit, nafas ireguler, cepat dan dangkal, tampak pernapasan cuping hidung.
Circulation : Nadi: 117, Td: 115/60, spo2 : 100%, Suhu: 36,8 , akral dingin, kulit
terlihat pucat, frekuensi nadi meningkat dari batas normal.
Disability : GCS (Glasgow Coma Scale), GCS (E2 V1 M4). Pupil aniskor R3 L8
Exposure: adanya hematoma dan robekan pada daerah kepala. Ditemukan edema/
lebam pada daerah mata akibat trauma.
5. Primary secondary
Secondary survey
a. Aktivitas dan istirahat
Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien tampak penurunan kesadaran
b. Kelemahan saat melakukan aktivitas fisik, penurunan kekuatan otot : 4
c. Sirkulasi
Tekanan nadi meningkat N 117, Nadi teraba kuat, irama nadi tidak teratur, akral
dingin, kulit pucat, mukosa bibir kering.
d. Neuro sensori :
Penurunan kesadaran dengan nilai GCS E1 V1 M4 , serta pupil anisokor. Ukuran
pupil kanan 3 kiri 8, Penurunan tingkat kesadaran somnolen - Koma dengan total
penilaian GCS (7)
e. Pernapasan
Napas ireguler, RR 30 x/m. Terdengar suara nafas tambahan gurgling saat bernapas
f. Keamanan
Pergerakan terbatas, resiko jatuh pada pasien akibat penurunan kesadaran.
g. Interaksi social
Tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
h. Tertiery survey
 Pemeriksan penunjang
= CT-SCAN KEPALA: didapatkan tampak sefal hematoma pada scalf
parietal sinistra, tampak fraktur impresif komunikatif calvarra parietal
sinistra , kesan : sefal hematoma pada scalf parietal sinistra tampak fraktur
impresif komunitif calvara parietal sinistra SAH pada sulci parietal sinistra
 Pemeriksaan laboratorium
lab abnormal normal
Ph 7,475 7,350-7450
Pco2 23,4 35-45
Po2 195,7 83-108
Hco3 17,4 22-29
nat 135 136-146
ci 109 98-106
nt 4.1 3,5-5.1
hemoglobin 10,3 10,8-15,0
leukosit 19,4 5,0-14,5
hematokrit 32 33-45
neutrofil 84 50-70
limfosit 8 25-40
Laju endap darah 11 0-10
gds 136 60-108
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pada proses pengkajian yang didapatkan pada studi kasus An. M D di ruangan Icu
RS Charitas Hospital Palembang pasien dengan diagnosa medis Cedera kepala Berat
(CKB) dan mengalami penurunan kesadaran yaitu kesadaran somnolen dengan GCS=
E1V1M4, Tekanan darah 115/ 60, nadi 117, spo2 100%, suhu 36,6 C, terpasang selang
ngt ukuran 12, terpasang dawer kateter ukuran10, pupil anisokor kanan 3 kiri 8,
Data objektif lain didapatkan yaitu nilai PH 7,47, PCO2 23,4, PO2 195,7. Hasil CT-
SCAN Kepala didapatkan sefal hematoma pada scalf parietal sinistra tampak fraktur
impresif komunitif calvara parietal sinistra SAH pada sulci parietal sinistra
B. Diagnose
Berdasarkan PPNI (2016) Diagnosa yang sering muncul pada penyakit Cedera
Kepala yaitu, Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001) berhubungan dengan sekresi
yang tertahan, gangguan mobiltas fisik (D. 0054) berhubungan dengan fraktur,risiko
perfusi serebral tidak efektif (D. 0017) berhubungan dengan cedera kepala, Risiko
infeksi (D. 0142) berhubungan dengan proses penyakit.
Pada kasus pasien ini saya mengambil 3 diagnosa yaitu diagnose pertama bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas, yang kedua
risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala, yang ketida
risiko deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi nutrient.
dimana diagnosis ini diangkat karena terdapat data-data yang mendukung untuk
menegakan diagnosis.
C. Luaran
Pada kasus ini hal yang diharapkan yaitu untuk diagnose pertama bersihan jalan
nafas tidak efektif kriteria hasil didapatkan pola nafas membaik 3-5, sputum berkurang
3-5, digagnosa kedua risiko perfusi serebral tidak efektif, kriteria hasilnya belum
tercapai pasien masih menglami penurunn kesadaran, diagnose ke 3 risiko deficit
nutrisi, pasien mengalami penurunan kesadaran yang membuat pasien masih belum
bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya secara mandiri
D. Intervensi
Pada kasus, intervensi yang disusun untuk diagnose ini adalah 3 tiga
intervensi untuk diagnosis ketidakefektifan bersihan jalan napas, intervensinya saya
mengambil penghisapan jalan nafas dikarenakan pada saat pengkajian pasien tampak
penumpukan secret dan pada saat auskultasi mendengar suara nafas terdengar suara
nafas tambahan yaitu guggling, dan dilakukan suction (penghisapan jalan nafas) agar
mengurangi lendir (secret pasien ), pada diagnose kedua risiko perfusi serebral tidak
efetik dan intervensinya saya mengambil manajemen peningkatan intracranial hal ini
dikarenakan pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu, pupil an
isokor ukuran pupil kanan 3 kiri 8, pola napas ireguler, kesadaran menurun), pada
diagnosa ketiga risiko defisit nutrisi intervensinya mengidentifikasi nutrisi saya
mengambil intervensi ini dikarenakan pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 3
hari yang lalu, sehingga pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrsi secara mandiri,
paisen terpasang selang ngt dan untuk pemenuhan nutrisi pasien diberikan susu.

E. Implementasi
Pada kasus ini untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu bersihan jalan nafas
tidak efektif yang dilakukan yaitu sesuai dengan intervensi yaitu penghisapan jalan
nafas , mengidentifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan dikarenakan terdengar suara
nafas tambahan guggling, dan tampak penumpukan secret, warna secret putih
konsistensi kental, dan dilakukan penghisapan jalan nafas (suction) suara nafas
guggling tidak terdengar lagi, dan penumpukan secret berkurang lalu untuk diagnose
kedua risiko gangguan perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
implementasinya adalah mengukur tanda-tanda vital pasien, mengevaluasi nilai GCS
klien, mengevaluasi keadaan pupil (reaksi terhadap cahaya), memberikan injeksi iv
Phenytoin untuk mencegah kejang memonitor suara nafas yaitu terdengar suara nafas
tambahan guggling,pada diagnose ketiga risiko defisif nutrisi intervensinya manjemen
nutrisi, implementasi nya mengidentifikasi nutrisi yaitu pasien terpasang selang ngt
dikarenakan pasienh mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu, sehingga
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri pasien di berikan susu
pediasure.
F. Evaluasi
Pada kasus ini evaluasi yang didapatkan
S : keluarga mengatakan pasien masih belum sadar
O : - pasien masih mengalami penurunan kesadaran,
- paisen masih terbaring lemah di Kasur,
- pasien masih tampak menggunakan otot bantu pernafasan, suara nafas
guggling perlahan berkurang
A : masalah belum teratasi karena data subjektif dan data objektif yang
didapatkan belum mencapai kriteria hasil yang diharapakan
P : intervensi dilanjutkan dengan mengevaluasi kembali keadaan umum,
GCS, tingkat kesadaran, pantau tanda-tanda vital, dan kolaborasi pemberian
obat dengan tenaga medis
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan pada asuhan keperawatan pada pasien dengan
cedera kebala berat (CKB) pada pengkajian didapatkan data subjektif bahwa
keluarga mengatakan pasien masih belum sadarkan diri, keadaan umum lemah,
kesadaran somnolen, nilai GCS : E1V1M4, Capillary Refill time< 3 detik,
inspeksi pupil anisokor. Inspeksi kulit ada lecet di muka akibat terjatuh pada
saat ditabrak lari, pasien semua dibantu oleh perawat (mandi, berpakaian,
toileting, makan dan minum

B. SARAN
a. Bagi institusi Pendidikan
Diharapakan dapat memberi kemudahan dalam pemakaian sarana
dan prasaranayang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan keterampilannya dalam melalui praktek klinik dan
pembuatan laporan ilmiah.
b. Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal
mungkin untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Diharapkan pada
penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan, keterampilan dan
waktu seefektif mungkin sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
secara optimal
c. Bagi penulis
Diharapkan pada penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan
pengetahuan, keterampilan dan waktu seefektif mungkin sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara optimal
.
DAFTAR PUSTAKA

Hansen, E. (2020). Neurolgi. erlangga.


Rawis, M. L., Lalenoh, D. C., & Kumaat, L. T. (2016). Profil pasien cedera kepala sedang dan
berat yang dirawat di ICU dan HCU. Volume 4,.

Siahaya, N., Huwae, L. B. S., Angkejaya, O. W., Bension, J. B., & Tuamelly, J. (2020).
PREVALENSI KASUS CEDERA KEPALA BERDASARKAN KLASIFIKASI DERAJAT
KEPARAHANNYA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. M. HAULUSSY AMBON
PADA TAHUN 2018. Volume 12,.
Takatelide, F. W., Kumaat, L. T., & Malara, R. T. (2017). PENGARUH TERAPI OKSIGENASI
NASAL PRONG TERHADAP PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PASIEN CEDERA
KEPALA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO. Volume 5 N.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2016. Standar Intervensi Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Jakarta :
DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai