Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR BASIS


CRANI PADA SISTEM MUSKULOKULETAL

Di Susun Oleh :
Nama : Angela Tesya
NIM : (2018.C.10a.0925)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Angela Tesya


NIM : 2018.C.10a.0925
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.J
Dengan Diagnosa Medis Fraktur Basis Crani Pada Sistem
Muskulokuletal

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh

Mengetahui:

Ketua Program Studi Sarjana Pembimbing Akademik


Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Kristinawati, S.Kep., Ners

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan
Pendahuluan Tentang Fraktur Basis Crani Pada Sistem ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Laporan Pendahuluan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) pada Program Studi S-1 Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3) Ibu Kristinawati, S.Kep.Ners Selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian laporan
pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini.
4) Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis
menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis
mengucapkan sekian dan terima kasih.
Palangka Raya, 05 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Cover.........................................................................................................................
Lembar Pengesahan................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................3
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi.....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi.....................................................................................5
2.1.3 Etiologi.....................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi.............................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................10
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................11
2.1.9 Penatalaksaan Medis..............................................................................13
3.1 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................19
BAB 3 Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian.................................................................................................28
3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................40
3.3 Intervensi...................................................................................................41
3.4 Implementasi.............................................................................................44
BAB 4 Penutup
4.1 Kesimpulan...............................................................................................47
4.2 Saran.........................................................................................................48
Daftar Pustaka

iii
i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang. Klasifikasi


fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.Fraktur
tertutup adalah apabila kulit di atasnya masih utuh. Fraktur terbuka adalah
fraktur kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus yang
cenderung akan mengalami kontaminasi dan infeksi (Apley & Solomon,
2013). Fraktur basis cranii merupakan kondisi patah tulang akibat benturan
langsung pada daerah dasar tulang tengkorak. Fraktur cranial yaitu rusaknya
kontinuitas tulang tengkorak yang disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya kerusakan otak. Adanya fraktur tulang tengkorak
(cranium) biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. (Brunner &
Suddarth, 2001)

Di Amerika Serikat, hampir 10% kematian disebabkan karena trauma,


dan setengah dari total kematian akibattrauma berhubungan dengan otak.
Kasus cedera kepala terjadi setiap 7 detik dankematian akibat cedera kepala
terjadi setiap 5 menit. Cedera kepala dapat terjadipada semua kelompok
usia, namun angka kejadian tertinggi adalah pada dewasamuda berusia 15-24
tahun. Angka kejadian pada laki-laki 3 atau 4 kali lebih seringdibandingkan
wanita (Rowlandet al, 2010). Cedera pada susunan saraf pusat masih merrupakan
penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di
seluruh dunia. Pada tahun 1998 sebanyak 148.000 orang di amerika meninggal
akibat berbagai jenis cedera. Trauma kapitis menyebabkan 50.000
kematian.Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah sakit dan tingkat
mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk.Sebanyak 22% pasien trauma
kapitis meninggal akibat cederannya.Sekitar 10.000 – 20.000 kejadian medulla
spinalis setiap tahunnya [ CITATION Kow112 \l 1033 ].

Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa masalah, salah
satunya perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat
mengkaji secara adekuat pasien fraktur basis cranii dan memulai tindakan
3

keperawatannya. Meskipun peran perawat dalam program pencegahan amat


penting, perannya dalam mengenali dan merawat pasien fraktur basis cranii juga
tidak kalah pentingnya [ CITATION Kat08 \l 1033 ].

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun


laporan tentang konsep fraktur basis cranii untuk mengetahui lebih dalam tentang
karakteristik fraktur basis cranii serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan
yang tepat. Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi
lebih lanjut seperti angka kesakitan dan angka kematian akibat fraktur ini dapat
dikurangi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah, yaitu Bagaimana konsep teori dari Fraktur Basis Crani dan bagaimana
konsep Asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosan medis Open Fraktur
Basis Crani, pada sistem Muskulokuletal

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memahami konsep Open Fraktur Basis Crani dan
mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami Fraktur Basis
Cranii serta memberi pemahaman pada penulis agar dapat belajar dengan lebih
baik lagi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun Tujuan Khusus penulisan Laporan Pendahuluan ini yaitu penulis
mampu :

1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit Open Fraktur Basis


Crani

1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada


pasien Open Fraktur Basis Crani

3
4

1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Tn.S dengan


diagnosa medis Open Fraktur Basis Crani

1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada Tn.S dengan diagnosa


medis Open Fraktur Basis Crani

1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada Tn.S dengan diagnosa


medis Open Fraktur Basis Crani

1.3.2.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada Tn.S dengan diagnosa


medis Open Fraktur Basis Crani

1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn.S dengan diagnosa medis
Open Fraktur Basis Crani

1.3.2.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada Tn.S dengan diagnosa


medis Open Fraktur Basis Crani

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan
khususnya pada dengan diagnosa medis Open Fraktur Basis Crani
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya
Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari penyebab
pada penyakit secara benar dan bisa melakukan perawatan dirumah dengan
mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.
1.4.4 Untuk IPTEK

4
5

Dapat digunakan sebagai kunci untuk membangun kekuatan daya saing


yang bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif pada masa
yang akan datang.

5
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Open Fraktur Basis Crani


2.1.1 Definisi

Fraktur Carnial adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tengkorak yang tebal. Fraktur ini sering disertai dengan robekan ada duramater.
Fraktur Carnial sering terjadi ada 2 lokasi anatomi tertentu yaitu region temporal
dan region occipital condylar [ CITATION Kow112 \l 1033 ].
Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa
anteriordan fraktur fossa posterior. Fraktur basis crania merupakan yang saling
serius terjadi karena melibatkan tulang-tulang dasar tengkorak dengan komplikasi
otorrhea cairanserebrosinal ( cerebrospinal fluid ) dan rhinorrhea (Engram, 2007).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Fraktur Carnial
adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak yang biasanya
terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat benturan
langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita)
transmisi energi yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibula.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


2.1.2.1 Os Carnial

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis cranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini
dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga
dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fossa cranii
anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior.

6
7

1) Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di


anterior oleh permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala
minor ossis spenoidalis. Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis
frontale di lateral dan oleh lamina cribiformis os etmoidalis di.
Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius, dan
lubung lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus
olfaktorius. Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os
etmoidalis dapat cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya
meningeal yang menutupi mukoperiostium. Pasien dapat mengalami
epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang merembes ke
dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari
fraktur basis cranii fossa anterior.
2) Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus
os sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan
kanan dan kiri yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior
dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis dan terdapat canalis opticus
yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara bagian posterior
dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat pars
squamous pars os temporal. Fissura orbitalis superior, yang merupakan

7
8

celah antara ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n.


lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius dan n. abducens.

Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini
merupakan tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi
kelemahan ini disebabkan oleh banyak nya foramen dan canalis di
daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis merupakan daerah
yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya darah
dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea).

3) Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu


cerebellum, pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi
oleh pinggi superior pars petrosa os temporal dan di posterior dibatasi
oleh permukaan dalam pars squamosa os occipital. Dasar fossa cranii
posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan squamosa os
occipital dan pars mastoiddeus os temporal. Foramen magnum
menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla
oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens
accessories dan kedua a.vertebralis. Pada fraktur fossa cranii posterior
darah dapat merembes ke tengkuk di bawah otot otot postvertebralis.
Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di otot otot
trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap
nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang
mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera.

2.1.3 Etiologi

Menurut Kowalak (2011), Etologi fraktur basis cranii dapat meliputi :

1. Kecelakaan kendaraan/transportasi
2. kecelakaanTerjatuh
3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga
4. Kejahatan dan tindakan kekerasan
5. Pertengkaran/Tindakan kriminal 

8
9

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur basis crani Menurut Kowalak (2011), fraktur basis
cranii dapat diklasifikaikan sebagai berikut:
1. Fraktur Petrosa as Temporal
Fraktur petrous os temporal ini meluas dari bagian skuamosa tulang
temporalterhadap piramida petrosa dengan sering keterlibatan sendi
temporomandibular.Fraktur oblik ini sering mengakibatkan gangguan
pendengaran konduktif akibat dislokasi incudostapedial. Hematotimpanum
dan otorea juga sering terjadi padafraktur oblik. Keterlibatan saraf fasialis
kurang umum daripada pada frakturtransversal.

2. Fraktur Lungitudinal as Temporal


Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan
bagiansquamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus
externus dantegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu
bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule,
berakhir pada fossa cranii mediadekat foramen spinosum atau pada
mastoid air cells. Fraktur longitudinalmerupakan yang paling umum dari
tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversaldimulai dari foramen magnum
dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa
cranialmedia (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua
fraktur longitudinal dan transversal

9
10

3. Fraktur tranversal os Temporal


Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang
dari piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau
temporoparietal.Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa
posterior. Melalui pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam
fosa kranial tengah. Kapsulotik dan kanalis auditorius internal sering
terlibat juga.

4. Frakur Condylar os Oksipital


Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir segala
arah di bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-akhir ini, juga
terdapat peningkatan tren untuk menggolongkan fraktur tulang temporal
menjadi perenggangan kapsul otik (otic capsule sparing/OCS) dan
kerusakan kapsul otik (otic capsule disrupting/OCD), yang menunjukkan
korelasi lebih baik terhadap sekuel klinis (Ho dan Makishima, 2010).
Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)daripada OCD, dan OCD
berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf fasialis(30-50%), SNHL,
dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih tinggidaripada OCS).

10
11

2.1.4 Patofisiologi

Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada


daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi
energi yang berasal dari benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote”
dai benturan pada kepala (“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik
benturan atau perubahan bentuk tengkorak) (Corwin, 2009)

Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena
area ini mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal
cord lewat. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera
batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya
terjadi seketika kamu cedera batang otak disertai denan avulsi dan laserasi dari
pembuluh darah besar pada dasartengkorak (Corwin, 2009).

Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk


benturan dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban
inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban
inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak
akibat mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian
secara tiba-tiba mengalami percepaatan gerakan namun pada area
medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban inersia
tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi
akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah benturan dari inferior
diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superior
kemudian diteruskan kearah acciput atau mandibular

11
12

12
13

13
14
Kecelakaan kendaraan/transportasi Kecelakaan terjatuh Kecelakaan olahraga Kejahatan/tindak kekerasan

Fraktur Basis Cranii

Fraktur Petrosa os Fraktur Longitudinal os Fraktur Transversal os Fraktur Condylar os


Temporal temporal temporal temporal

Menembus kulit kepala

Tulang tengkorak

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

pendarahan Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen


Perdarahan, hematoma, Aliran
kerusakan jaringan Tersisa Darah
Kompensasi tubuh yaitu: Jumlah urin Otak menurun
vasodilatasi &
Jaringan kranial bradikardi Mendorong otak
Menunjukkan
Turgor kulit
lubang Sianosis
Aliran darah Menghantarkan
Dekat tempat benturan ke otak isi tengkorak Gangguan TIK Otot
Eliminasi Urine
Kusmaul Hipoksia jaringan Edema pupil Mual/muntah Hemiparasea
Sesak
Gg. perfusi Gangguan Persepsi Kekurangan Intoleransi
jaringan serebral Sensori Volume Cairan Aktivitas
Pola Napas Tidak
Efektif
14
15

2.1.6. Manifestasi klinis


2.1.6.1 Fraktur Petrous os Temporal
1) Otorrhea
2) Battle sign (Memar pada mastoids)
3) Rhinorrhea
4) Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)
5) Kehilangan kesadaran dan GCS dapat bervariasi tergantung pada kondisi
patologis intracranial
2.1.6.2 Fraktur longitudinal os temporal
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang
pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang
berangsung lebih dari 6-7 minggu.
Tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 6-7 minggu
disebabkan karena hemotympanum dan oedema mukosa di fossa tmpany. Facial
palsy, nygtagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan
nervus cranialis V, VI, VII.
2.1.6.3 Fraktur tranversal os temporal
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan lairin,
sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran
permanen (permanent neural hearing loss)
2.1.6.4 Fraktur condylar os oksipital
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan
serius.Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama
dengan tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang
serviklis. Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan
hemiplegia atau guadriplegia.

2.1.7 Komplikasi
Menurut Kowalak (2015), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :
2.1.7.1 Meningkatnya Tekanan Intrakranial (TIK)
2.1.7.2 Pendarahan

15
16

2.1.7.3 Kejang
2.1.7.4 Infeksi (trauma terbuka)
2.1.7.5 Depresi pernafasan dan gagal nafas
2.1.7.6 Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran
2.1.7.7 Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis
2.1.7.8 Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang
terkait dengan gangguan nervus IX, X, dan XI
2.1.7.9 Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang banyak berdampak
terhadap nervus IX, X, dan XII

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Kowalak (2015), pemeriksaan penunjang fraktur basis cranii yaitu :
2.1.8.1 Pemeriksaan laboratorium yang dilakuakan yaitu pemeriksaan neurologis
lengkap, pemeriksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid
2.1.8.2 CT Scan menunjukkan perdarahan intrakranial akibat ruptur pembuluh darah
dan pembengkakan. CT Scan juga membantu untuk penilaian fraktur condylar
occipital, tetapi biasanya rekonstruksi tiga dimensi tidak diperlukan.
2.1.8.3 MRI menunjukkan kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. MRI
juga memberikan pencitraan jaringan lunak yang lebih baik.
2.1.8.4 X-ray posisi AP, lateral, Towne’s view dan tangensial terhadap bagian yang
mengalami benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi Sinar x kepala
dan servikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya fraktur.
2.1.8.5 Fungsi lumbal meningitis bila pasien memperlihatkan tanda-tanda iritasi
meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang). Pungsi lumbal merupakan
kontraindikasi jika terdapat lesi yang luas.
2.1.8.6 BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
2.1.8.7 PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

16
17

2.1.8.8 CSF, Lumbal Pungsi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan
serebrospinal.
2.1.8.9 ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

2.1.9 Penatalaksanaan
2.1.9.1 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1.1 ABC
1) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube
atau nasopharyngeal tube.
2) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
3) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-
2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan
norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-
4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui
pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2.1.9.1.2 Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil
benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan
otak lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi.
2.1.9.1.3 Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan
pemasangan servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga
tubuh khusus untuk leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan
tulang servical yang dapat memperparah kerusakan tulang servical yang

17
18

patah maupun pada cedera kepala. Alat ini hanya membatasi pergerakan
minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi
2.1.9.2 Penatalaksanaan Keperawatan
2.1.9.2.1 Pengendalian tekanan IntraCranial
Mannitol efektif untuk mengurangi odema serebral dan TIK. Selain karena
efek osmotic, mannitol juga dapat mengurangi TIK dengan meningkatkan
arus microcirculatory otak dan pengiriman oksigen. Efek pemberian bolus
mannitol tampaknya sama selama rentang 0,25 sampai 1,0 g/kg.
2.1.9.2.2 Mengontrol tekanan perfusi otak
Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg, baik
dengan mengurangi TIK atau dengan meninggikan MAP. Rehidrasi secara
adekuat dan mendukung kardiovaskuler dengan vasopressors dan inotropic
untuk meningkatkan MAP dan mempertahankan tekanan perfusi otak >70
mmHg.
2.1.9.2.3 Mengontrol hematocrit
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematocrit. Viskositas darah meningkat
sebanding dengan semakin meningkatnya hematocrit dan tingkat optimal
sekitar 35%. Aliran darah otak berkurang jika hematocrit meningkat dari
50% dan meningkat dengan tingkat hematocrit di bawah 30.
2.1.9.2.4 Pengaturan suhu
Demam dapat mempercepat deficit neurologis yang ada dan dapat
memperburuk kondisi pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat
sebesar 6-9% maka harus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.
2.1.9.2.5 Kontrol cairan
NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/I, telah menjadi kristaloid pilihan
dalam manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9% saline
membutuhkan 4 kali volume darah yang hilang untuk memulihkan parameter
hemodinamik
2.1.9.2.6 Posisi kepala
Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-30° dapat menurunkan TIK
danmeningkatkan venous return ke jantung.

18
19

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Anamnesis/pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.
2.2.1.2 Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit emfisema
bervariasi, antara lain: sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah
kanan pada saat bernafas. Banyak sekeret keluar ketika batuk, berwarna
kuning kental, merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak nafas ,
batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak
secret keluar ketika batuk, secret berwarna kuning kental , merasa cepat lelah
ketika melakukan aktivitas.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit
lain seperti TB Paru, DM, Asma, Kanker,Pneumonia dan lain-lain. Hal ini
perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor predisposisi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat menyebabkan
penyakit emfisema.

19
20

2.3.2.1 Pemeriksaan fisik


2.3.2.1.1 Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital. (Wijaya & Putri, 2013)
2.3.2.1.2 B1 Breathing
1) Inspeksi: bentuk dada simetris (apabila tidak simetris karena adanya
fraktur) kanan dan kiri pergerakan dada mengikuti pernapasan.
2) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan (apabila ada nyeri tekan berarti adanya
fraktur) dan tidak ada benjolan.
3) Perkusi: terdengar bunyi resonan tidak ada suara tambahan, bunyi
nafas vesikuler. Pada pemeriksaan sistem pernapasan didapatkan
bahwa klien fraktur tidak mengalami kelainan pernapasan.
2.3.2.1.3 B2 Blood (Sistem Kardiovaskuler)
1) Inspeksi: Kulit dan membran mukosa pucat
2) Palpasi: Tidak ada peningkatan frekunsi dan irama denyut nadi, tidak
ada peningkatan JVP, CRT menurun >3detik pada ekstermitas yang
mengalami luka.
3) Perkusi: Bunyi jantung pekak
4) Auskultasi: tekanan darah normal atau hipertensi (kadang terlihat
sebagai respon nyeri), bunyi jantung I dan II terdengar lupdup tidak
ada suara tambahan seperti mur mur atau gallop.
2.3.2.1.4 B3 Brain (Sistem persyarafan)
1) Inspeksi: Tidak ada kejang, tingkat kesadaran (Composmentis, apatis,
samnolen, supor, koma atau gelisah).
2) Palpasi: tidak ada gangguan yaitu normal, simetris dan tidak ada
benjolan dan tidak ada nyeri kepala.
2.3.2.1.5 B4 Bladder (Sistem Urinaria)
1) Inspeksi: Warna orange gelap karena obat. Memakai kateter.
2.3.2.1.6 B5 Bowel (Sistem pencernaan)
1) Inspeksi: Keadaan mulut bersih, mukosa lembab, keadaan abdomen
normal tidak asites.

20
21

2) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan atau massa pada abdomen.


3) Perkusi: Normal suara tympani
4) Auskultasi: Bising usus mengalami penurunan karena efek anestesi
total.
2.3.2.1.7 B6 Bone (Sistem Muskuloskeletal)
1) Inspeksi: Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan dari
sehingga memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan perlu
dibantu baik oleh perawat atau keluarga. Pada area luka beresiko tinggi
terhadap infeksi, sehingga tampak diperban/dibalut. Tidak ada
perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit,
adanya jaringan parut/lesi, adanya perdarahan, adanya pembengkakan,
tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat pada area sekitar luka. Adanya
nyeri, kekuatan otot pada area fraktur mengalami perubahan akibat
kerusakan rangka neuromuscular, mengalami deformitas pada daerah
trauma.

2.3.1 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan cedera sekunder.
(D.0009; Hal.37)
2.3.2.2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (Fraktur basis
cranii). (D.0005; Hal.26)
2.3.2.3 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung.
(D.0008; Hal.34)
2.3.2.4 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyebab multipel. (D.0040;
Hal.96)
2.3.2.5 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan agen cedera fisik.(D.0074;
Hal.166)
2.3.2.6 Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0060; Hal.135)

21
22

2.3.2 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
SDKI SLKI SIKI

Risiko Perfusi Serebral Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan tekanan Intrakranial.
Tidak Efektif selama 1x7 jam diharapkan perfusi Observasi
berhubungan dengan serbral kembali normal dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
cedera sekunder. hasil : 2. Monitor tanda gejala peningkatan TIK
1. Kognitif Meningkat (skor 5) 3. Monitor MAP
2. Tekanan Intra Kranial Menurun 4. Monitor CVP
(skor 5) 5. Monitor PAWP
3. Sakit Kepala Menurun (skor 5) 6. Monitor PAP
4. Nilai Rata-rata Tekanan Darah 7. Monitor ICP
Membaik (skor 5) 8. Monitor CPP
5. Kesadaran Membaik (skor 5) 9. Monitor gelombang ICP
6. Refleks Saraf Membaik (skor 5) 10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis

Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari pengunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik

22
23

7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal


8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, bila
perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,bila perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja bila perlu

Pola Nafas Tidak Efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas.
berhubungan dengan selama 1x7 jam diharapkan pola napas Observasi
gangguan neurologis klien membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas
(mis. Fraktur basis 1. Kapasitas Vital Meningkat (skor 2. Monitor bunyi nafas tambahan
cranii). 5) 3. Monitor sputum
2. Dispnea Menurun (skor 5) Terapeutik
3. Penggunaan Otot bantu Nafas 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
Menurun (skor 5) chin-tilt
4. Pernapasan Cuping Hidung 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
Menurun (skor 5) 3. Berikan minum hangat
5. Frekuensi Nafas Membaik (skor 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenesi sebelum penghisapan
endotraklear
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen,bila perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

23
24

mukolitik, jika perlu

Penurunan curah jantung setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan jantung.


berhubungan dengan selama 1x7 jam diharapkan tidak Observasi
perubahan frekuensi terjadi penurunan curah jantung 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah
jantung. dengan kriteria hasil jantung
1. Kekuatan Nadi Perifer Meningkat 2. Identifikasi tanda gejala seknder penurunan curah jantung
(skor 5) 3. Monior tekanan darah
2. Palpitasi menurun (skor 5) 4. Monitor intake output cairan
3. Bradikardia Menurun (skor 5) 5. Monitor berat badan setiap hari
4. Lelah Menurun (skor 5) 6. Monitor saturasi oksigenmonitor keluhan nyeri dada
5. Distensi Vena Jugularis Menurun 7. Monitor EKG 12 sadapan
(skor 5) 8. Monitor aritmia
6. Tekanan Darah membaik (skor 5) 9. Monitor nilai laboraturium jantung
10. Monitor funhsi alat pacu jantung
11. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelu
pemberian obat
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau possi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai
3. Gunakan stocking elastis atau pneu,atik intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya
hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk engurangi stress, jikaperlu
6. Berikan dukungan emmosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk memperthanankan saturasi oksigen

24
25

Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secra bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasirn dan kleuarga mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan kleuarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Gangguan rasa nyaman setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri.


nyeri berhubungan selama 1x7 jam diharapkan nyeri klien Observasi :
dengan agen cedera fisik. berkurang, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Kemampuan Menuntaskan kualitas, intensitas nyeri
Aktivitas Meningkat (skor 5) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Keluhan Nyeri menurun (skor 5) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Gelisah Menurun (skor 5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
4. Frekuensi Nadi membaik (skor 5) nyeri
5. Pola Nafas Membaik (skor 5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Tekanan Darah membaik (skor 5) 6. Identifikasi pengaruh budaa terhadap respon nyeri
7. Pola Tidur membaik (skor 5) 7. Identifikasi respon nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

25
26

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan


strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Gangguan eliminasi setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Eliminasi Urine.


urine berhubungan selama 1x7 jam diharapkan eliminasi Observasi
dengan penyebab urin kembali normal dengan kriteria 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontenesia urine
multipel. hasil : 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
inkonenesia urine
1. Sensasi Berkemih Meningkat 3. Monitor eliminasiurine
(skor 5) Terapeutik
2. Distensi Kandung kemih 1. Catat waktu dan haluaran berkemih
menurun (skor 5) 2. Batasi asupan nutrisi, jikaperlu
3. Berkemih Tidak Tuntas menurun 3. Ambilsampel urine tengan atau kultur
(skor 5) Edukasi
4. Frekuensi BAK Membaik (skor 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
5) 2. Ajarkan cara mengukur asupan cairan dan haluaran urine
5. Karakteristik Urine Membaik 3. Ajarkan cara mengambil spesimen urine midstream
(skor 5) 4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul

26
27

6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi


7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberan obar supositoria uretra, jika perlu

Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Energi.


berhubungan dengan selama 1x7 jam diharapkan aktivitas Observasi
ketidakseimbangan klien kembali normal dengan kriteria 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
antara suplai dan hasil: kleelahan
kebutuhan oksigen 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Frekuensi nadi Meningkat (skor 3. Monitor pola dan jam tidur
5) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
2. Saturasi Oksigen Meningkat (skor melakukanaktivitas
5) Terapeutik
3. Kemudahan Dalam melakukan 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
aktivitas sehari-hari meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
(skor 5) 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Keluhan lelah menurun (skor 5) 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dpat
5. Perasaan lemah menurun (skor 5) berpindah atau berjalan
6. Tekanan Darah membaik (skor 5) Edukasi
7. Frekuensi nafas membaik (skor 5) 1. Anjurkan tirah baribg
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan mengubungi perawatan jika tanda dan gejala
kelelahan tidk berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan nutrsi

27
28

28
29

2.3.3 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter
& Perry, 2011).

2.3.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
(Meirisa, 2013).

29
30

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :Angela Tesya


NIM :2018. C. 10a.0925
Ruang Praktek :-
Tanggal Praktek : 07 Desember 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 07 Desember 2020

3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal, 07 Desember 2020
bertempat di-RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa
(wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku keperawatan pasien,
di dapat data – data sebagai berikut :
3.1.1 Identitas Pasien
Nama :Tn. S
Umur : 25 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jl. G.Obos X
Tgl MRS : 23 November 2020
Diagnosa Medis : Fraktur Basis Cranii

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


1. Keluhan Utama :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang

30
31

Pada tanggal 04 Desember 2020 Tn.S mengalami kecelakaan lalu lintas dan
tak sadarkan diri. Pasien ditolong oleh polisi dan warga setempat pasien
dibawa ke RSUD Doris Sylvanus pada pukul 15:00 WIB dan masuk UGD
dilakukan pengkajian pemeriksaan fisik secara umum didapatkan hasil TTV
Tekanan darah : 100/70 mmHg Nadi : 75 x/menit Respiratory Rate : 26
x/menit Suhu : 36,5 oC, penanganan berupa terapi Inf. NaCl 20 tpm.
Selanjutnya Pasien dipindahkan ke ruang untuk mendapatkan perawatan
lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak mempunyai riwayat penyakit
sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga.

GENOGRAM KELUARGA :

Ket:

: Laki-laki

: perempuan

: pasien

: sudah meningggal

: tinggal serumah

31
32

3.2 Pemerikasaan Fisik


3.2.1 Keadaan umum klien
Pasien nampak lemah, kesadaran somnolen, terdapat, pada bawah mata
tampak kebiruann, tangan kiri pasien terpasang infus NaCl 20tpm dan terpasang
oksigen nasal canul 4L/m
3.2.2 Status mental
Tingkat kesadaran pasien somnolen, wajah terlihat lemah, bentuk badan
pasien sedang, cara berbaring terlentang, cara berbicara pasien tidak jelas,
suasana hati pasien gelisah karena terbaring sakit, penampilan pasien cukup rapi.
Pasien tidak dapat membedakan pagi, siang dan malam, pasien tidak tau bahwa
pasien berada di rumah sakit, pasien tidak berhalusinasi, proses berfikir pasien
baik, insight pasien baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.2.3 Tanda-tanda vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Tn.M dapat hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital Suhu/T 36,50C Axilla, Nadi/HR 75x/mnt,
Pernapasan/RR 26 x/mnt, Tekanan Darah/BP 100/90 mmHg.
3.2.4 Pernafasan (Breathing)
Bentuk dada klien simetris, tidak ada kebiasaan merokok, terdapat batuk,
tidak ada batuk berdarah, tidak terdapat sputum (dahak). Tidak terdapat sianosis,
tidak ada nyeri dada, tipe pernapsan dada, irama pernapasan dalam, terdapat
suara nafas tambahan wheezing, fremitus paru kiri dan kanan sama. Masalah
Keperawatan: Pola Nafas Tidak Efektif
3.2.5 Cardiovaskular (blood)
Klien tidak ada nyeri dada, tidak ada kram, klien tidak pucat, tidak ada
pusing, tidak clubbing finger, sianosis, tidak ada sakit kepala, tidak ada palpitasi,
. Capillary refill˂ 2 detik, tidak ada edema, tidak ada asites, ictus cordis tidak
terlihat, tidak ada peningkatan vena jugularis, suara jantung normal S1 S2
tunggal. Pasien mengalami penurunan kesadaran.
3.2.6 Persyarafan (Brain)
Berdasarkan pemeriksaaan dan pengkajian nilai GCS klien, mata
nilainya 2 karena klien membuka mata dengan rangsangan nyeri, verbal nilainya

32
33

2 karena pasien hanya mengerang, motorik nilainya 4 karena klien mengihndar


ata menarik tubuh saat diberi rangsangan nyeri, total nilai GCS adalah 8 dengan
kesadaran compos menthis. Pupil klien isokor, dengan reflek cahaya kiri dan
kangan positif. Pasien ada merasakan nyeri pada kepala, tidak mengalami
aphasia, tidak mengalami kesemutan pada kaki dan tangan, tidak ada tremor,
tidak ada kejang, dan tidak bingung.
Pemeriksaan saraf cranial
a. Nervus Kranial I : Klien dapat mencium bau – bauan(Olfaktorius)
b. Nervus Kranial II : Klien dapat melihat ke arah suara (Optikus)
c. Nervus Kranial III : Klien dapat membuka dan menutup kelopak mata
(Okulomotor)
d. Nervus Kranial IV : Klien dapat memutar bola mata ke kiri dan ke kanan
(Troklearis)
e. Nervus Kranial V : Klien dapat mersakan sentuhan yang diberikan
(Trigeminus)
f. Nervus Kranial VI : Klien dapat melihat ke arah perawat (Abdusan)
g. Nervus Kranial VII : Klien dapat tersenyum (Fasialis)
h. Nervus Kranial VIII :Klien dapat mendengar dengan baik
(Vestibulokoklearis)
i. Nervus Kranial IX : Klien dapat membedakan rasa asam dan manis
(Glosofaringeal)
j. Nervus Kranial X : Klien dapat menelan makanan dan minuman (vagus)
k. Nervus Kranial XI : Klien dapat menggerakkan bahunya (Aksesorius)
l. Nervus Kranial XII : Klien dapat menjulurkan lidahnya (Hipoglosus)

Pemeriksaaan Uji koordinasi ektremitas atas dari jari ke jari sebelah kiri
positif, sebelah kanan positif, jari kehidung sebelah kanan positif sebelah kiri
positif, ektremitas bawah, tumit ke jempol kaki positif, dan uji kestabilan positif.
Pemeriksaan tes reflek pada bisep pada tanan kanan positif (+) pada kiri
positif (+) skala kanan 4, skala kiri 4. Pada reflek trisep pada tangan kanan
positif (+) denganskala 4, pada tangan kiri positif (+) dengan skala 4. Pada

33
34

brachioradialis kanan positif (+) dengan skala 4, tangan kiri positif (+) dengan
skala 4. Pada patella pada kaki kanan positif (+) skala 4 dan pada kaki kiri
positif (+) dengan skala 4. Pada aciles pada kaki kanan positif (+) dengan skala
4, dan pada kaki kiri (+) dengan skala 4. Pada babinski pada kanan positif (+),
dan pada kaki kiri positif (+). Masalah keperawatan: Resiko Perfusi serebral
tidak efektif
3.2.6 Eliminasi ( Bladder )
Eliminasi pasien dengan produksi urine 600 ml / 24 jam, dengan warna
kuning dengan bau khas amoniak. Tidak ada oliguri, poliuri, dysuri, tidak
menetes, tidak ada nyeri, panas, tidak ada hematuria.
3.2.7 Eliminasi alvi
Mulut klien terlihat normal, bibir tampak kering, gigi klien normal tidak
ada caries, gusi normal tidak pendarahan dan peradangan, lidah normal,
mukosanya lembab, tonsil normal tidak ada peradangan, BAB lancer, Bising
ususnya normal 20 x/menit, tidak ada benjolan.
3.2.8 Tulang, Otot dan Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas, Parese lokasi tidak ada,
tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri. Ukuran otot pasien
simetris. Kekuatan otot klien ektermitas atas kiri 4, kanan 4, ektremitas bawah
kiri 3, kanan 3. Tidak ada deformasi tulang, tidak ada peradangan, tidak terdapat
luka. Terdapat fraktur basis cranii, tulang belakang klien normal.
3.2.9 Kulit Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, dan kosmetik, suhu
kulit teraba panas, warna kulit normal, turgor kulit baik, teksture halus, tidak
terdapat lesi, teksture rambut halus, distribusi rambut merata, bentuk kuku
simetris.
3.2.10 Sistem Penginderaan
Pengelihatan klien baik, fungsi pengelihatan normal, bola mata bergerak
normal, sclera berwarna putih, konjungtiva normal, kornea berwarna bening,
tidak mengunakan alat bantu kaca mata. Fungsi pendengaran normal, bentuk
hidung simetris tidak ada lesi.

34
35

3.2.11 Leher dan Kelenjar Limfe


Tidak terdapat masa pada leher klien, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba jaringan limfe, tidak ada teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher klien
bebas.
3.2.12 Sistem Reproduksi
Tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, gland penis normal, meatus
uretra normal, tidak ada discharge, tidak ada hernia, tidak terdapat keluhan lain.

3.3 Pola fungsi kesehatan


3.3.1 Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Pasien mengatakan kesehatan itu penting, jadi pasien cukup merasa
terganggu dengan penyakit yang dideritanya.
3.3.2 Nutrisi dan metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 160 cm dengan berat badan 55 kg sebelum
sakit, saat sakit bera badan 53. Pasien menggunakan NGT.
IMT : 53 ÷1,60 x 1,60 = 20.7 (Berat Badan Normal)
Masalah Keperaawatan: Resiko deficit nutrisi

3.3.3 Pola istirahat dan tidur


Sebelum sakit tidur siang pasien 6 jam dan malam 8 jam. Sesudah sakit
pasien tidur 6 jam siang dan 8 jam malam.
3.3.4 Kognitif
Orientasi pasien baik, pasien dapat berbicara dan berkomunikasi dengan
perawat, petugas kesehatan lain, dan keluarga dengan baik.
3.3.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Perasaan pasien tentang penyakit yang dideritanya sangat menganggu,
pasien merasa dirinya menyusahkan keluarga, pasien masih merasa dirinya
berharga dan ideal, pasien yakin dapat sembuh dari penyakitnya sekarang.
3.3.6 Aktivitas sehari-hari
Selama sakit Pasien sesekali duduk ditempat tidur, dan berjalan jalan
beaktivitas seperti mandi, BAK dan BAB dibantu oleh keluarga.

35
36

3.3.7 Koping-Toleransi terhadap stress


Pasien bersifat terbuka terhadap masalahnya pasien selalu bercerita dan
menyampaikan keluhan yang dirasakan pada keluarga, perawat maupun petugas
kesehatan lainnya.
3.3.8 Nilai Pola Keyakinan
Pasien beragama Kristen Protestan pasien beranggapan bahwa penyakit
yang di deritanya adalah cobaan. Tidak ada yang bertentangan dengan
keyakinan pasien.

3.4 Sosial – Spiritual


3.4.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik, dengan keluarga, perawat dan
lingkungan sekitar sesama pasien.
3.4.2 Bahasa Sehari – hari
Klien mengatakan menggunakan bahasa Dayak dan Indonesia dalam
bahasa sehari-harinya.
3.4.3 Hubungan dengan keluarga
Keluarga klien mengatakan hubungan klien dan keluarga baik, tidak ada
masalah.
3.4.4 Hubungan dengan teman/ petugas kesehtan/ orang lain
Hubungan klien dengan teman dan petugas seperti perawat, dokter,serta
orang lain baik.
3.4.5 Orang Terdekat
Orang terdekat bagi klien adalah keluarganya yang meliputi bapak, ibu
dan adik klien.
3.4.6 Kebiasaan Mengunakan waktu luang
Sebelum sakit kebiasaan klien dalam meluangkan waktu berkumpul
bersama keluarganya, saat sakit klien lebih banyak istirahat.
3.4.7 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit klien selalu aktif beribadah, selama sakit klien hanya
berdoa ditempat tidur.

36
37

3.5 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)

N Parameter Hasil Nilai normal


o
1 WBC 11, 7 4.00 – 10.00
2 RBC 5.00 3.5 – 5.50
3 HGb 11,9 11.0 – 16.0
4 PLT 230 150 – 400

3.6 Penatalaksanaan Medis

No Terapi Medis Dosis Rute Indikasi


.
1. Infuse NaCl 20 tpm IV Digunakan untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang.
2. Aspirin 10 mg IV Digunakan untuk mengurangi
nyeri
3. Ceftriaxone 2gr IV Digunakan untuk antibiotic
guna mencegah infeksi bakteri
4. Ibuprofen Gr IV Digunakan untuk meredakan
nyeri dan perdangan

Palangka Raya, 07 Desember 2020

Mahasiswa,

(Angela Tesya )

37
38

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB KEPERWATAN
Ds: Gangguan sirkulasi pada Bersihan jalan nafas tidak
batang otak efektif
-Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien Rekleks menekan menurun
tampak sesak napas oleh
Batuk tidak efektif
sebab itu pasien
Akumulasi sekret
dipasangkan nasal kanul

38
39

Bersihan jalan napas tidak


efektif
Do:
-Pasien nampak lemah
-Pasien nampak terpasang
masker wajah sederhana 6
Lpm
-terdapat pernapasan
cuping hidung
-terdapat suara napas
tambahan ronchi
-Ttv
TD: 100/90 MmHg
N: 75x/m
S: 36,5 °C
RR: 32 x/m
Ds:- Cedera kepala Resiko perfusi serebral
Do: tidak efektif
- Penurunan kesadaran
(Somnolen) Perdarahan
- GCS : 9 (E2,V3,M4)
- Kebiruan sekitar mata
- -Ttv Aliran darah ke otak
TD: 100/90 MmHg
Penurunan sirkulasi darah
N: 75x/m ke otak
S: 36,5 °C
Penurunanan suplai oksigen
RR: 32 x/m ke otak

Hipoksia jaringan

Resiko perfusi serebral


tidak efektif
Ds: Cidera kepala Resiko deficit nutrisi
-Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien Penurunan kesadaran
hanya minum susu
Pasien kesulitan untuk

39
40

menggunakan NGT makan


Do:
Penggunaan NGT
-Pasien nampak lemah
Resiko deficit nutrisi
-terpasang NGT
-pasien mengalami
penurunan berat badan dari
55 ke 53
-Ttv
TD: 100/90 MmHg
N: 75x/m
S: 36,5 °C
RR: 32 x/m

PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
ditandai dengan pasien nampak sesak, terdapat suara napas tamabahan ronchi,
terdapat pernapasan cuping hidung, pasien nampak lemas, terpasang oksigen
masker wajah sederhana 6 lpm, RR; 32
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipoksi jaringan
ditandai dengan Penurunan kesadaran (Somnolen), GCS : 9 (E2,V3,M4),
Kebiruan sekitar mata.
3. Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan penggunaan NGT ditandai dengan
Pasien nampak lemah, terpasang NGT, pasien mengalami penurunan berat
badan dari 55 ke 53.

40
41

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S


Ruang Rawat:
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 1. Memantau pola napas dalam rentang normal
efektif keperawatan selama 3x7 jam kedalaman, usaha nafas)
berhubungan diharapkan pasien dapat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. 2. Mengetahui apakah adanya bunyi napas tambahan
dengan penekanan memperlihatkan ventilasi Gurgling, mengi, wheezing, ronchi)
saraf pernapasan yang adekuat dengan kriteria 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) 3. Mengetahui jika adanya produksi sputum
ditandai dengan hasil: 4. Posisikan semi flower atau fowler 4. Membantu pengembangan paru-paru untuk mengurangi
pasien mengeluh 1. Dyspnea menurun 5 sesak nafas
sesak. Pasien 2. Penggunaan otot bantu 5. Berikan minum hangat 5. Membantu menghangatkan dan mengencerkan jika
nampak lemas, nafas menurun 5 terdapat dahak
terpasang nasal 3. Pernafasan cuping hidung 6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 6. Mengembalikan serta mempertahankan fungsi otot nafas
canul 4L/m. menunrun 5 7. Ajarkan teknik batuk efektif 7. Mengajarkan pasien untuk mengeluarkan dahak yang
4. Frekuensi nafas membaik efektif
5 8. pemberian bronkodilator, eksperogen, 8. Memperlebar bronkus dan membuaat kapasitas serapan
mukolitik, jika perlu. oksigen meningkat
Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK 1. Untuk mengetahui penyebab peningkatan TIK
keperawatan 1x7 jam
serebral tidak 2. Monitor tanda gejala peningkatan TIK 2. Mengantisipasi adanya peningkatan TIK
diharapkan nyeri klien
efektif berkurang dengan kriteri 3. Monitor MAP 3. Mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik pasien
hasil:
berhubungan 4. Monitor gelombang ICP 4. Untuk mengetahui kondisi jaringan otak, cairan otak atau
dengan hipoksi 1. Tingkaat kesadaran 5. Monitor status pernapasan caran serebrospinal dan pembuluh darah otak
meningkat 5
jaringan ditandai 2. Tekanan intracranial 6. Monitor intake dan output cairan 5. Mengantisipasi adanya sesak napas
dengan Penurunan menurun 5 7. Minimalkan stimulus dengan 6. Mengetahui jika adanya resiko deficit cairan
3. Sakit kepala menurun 5
kesadaran 4. Gelisah menurun 5 menyediakan lingkungan yang tenang 7. Memberikan lingkugan yang tenang bagi pasien

41
42

(Somnolen), GCS : 5. Kesadaran membaik 5 8. Berikan posisi semi fowler 8. Posisi semi fowler bisa membantu pasien bernapas
9 (E2,V3,M4), 9. Pertahankan suhu tubuh normal dengan mudah
Kebiruan sekitar 10. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti 9. Mencegah adanya hipertermia atau hipotermia
mata, Terpasang konvulsan, bila perlu. 10. Mencegah danya kecemasan maupun kejang pada pasien.
oksigen 6 lpm

Resiko deficit Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor asupan dan keluarnya 1. Memastikan agar tindakan yang akan diberikan nanti
keperawatan selama 1x7 jam makanan dan cairan serta kebutuhan tepat dengan kebutuhan pasien
nutrisi
diharapkan keadekuatan kalori 2. Memonitor berat badan pasien
berhubungan asupan nutrisi untuk 2. Timbang berat badan secara rutin 3. Agar target yang ingin dicapai jelas
memenuhi kebutuhan 3. Lakukan kontrak perilaku (mis. target 4. Memberi motivasi kepada pasien
dengan
metabolism dengan kriteria berat badan) 5. Memberikan kemungkinan keberhasilan dengan diet yang
penggunaan NGT hasil: 4. Berikan penguatan positif terhadap tepat
1. Perasaan cepat kenyang keberhasilan 6. Membuat rencana tentang target BB, kebutuhan kalori
ditandai dengan
menurun 5 5. Anjurkan pengaturan diet yang tepat agar tepat dengan kebutuhan pasien.
Pasien nampak 2. Nyeri abdomen menurun 6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
5 target berat badan, kebutuhan kalori
lemah, terpasang
3. Sariawan menurun 5 dan pilihan makanan.
NGT, pasien 4. Rambut rontok menurun 5
5. Berat badan membaik 5
mengalami
6. IMT membaik 5
penurunan berat
badan dari 55 ke
53.

42
43

43
44

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Tn. S
Ruang Rawat :
Hari/ Tanggal/ Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan Dan
Nama Perawat
Selasa/12/2020 DX 1: Pola Napas tidak efektif S:
09.00 WIB 1. Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, -pasien mengatakan masih merasakan sesak
usaha nafas) O:
2. Memonitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, -pola nafas masih belum dalam rentang normal
mengi, wheezing, ronchi) -pasien masih terpasang nasal canul
3. Memnitor sputum (jumlah, warna, aroma) -masih terdapat pernapasan cuping hidung ANGELA TESYA
4. Posisikan semi flower atau fowler -TD: 100/90 MmHg
5. Memberikan minum hangat N: 87x/m
6. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu S: 36,8 °C
7. Mengajarkan teknik batuk efektif RR: 26 x/m
8. Memberian bronkodilator, eksperogen, mukolitik, A:
jika perlu. -masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi:
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
wheezing, ronchi)
3. Posisikan semi flower atau fowler
4. Berikan minum hangat
5. Ajarkan teknik batuk efektif
Selasa, 08/12/2020 DX 2: Resiko Perfusi serebral tidak efektif S:
9.0 IB 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK -Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien masih belum
sadar
2. Memonitor tanda gejala peningkatan TIK
O:
3. Memonitor MAP - status kesadaran somnolen
-GCS : 9 (E2,V3,M4) ANGELA TESYA
4. Memonitor gelombang ICP
-Terpasang oksigen 6 lpm
44
45

5. Memonitor status pernapasan A:


-masalah belum teratasi
6. Memonitor intake dan output cairan
P:
7. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan Lanjutkan intervensi
1. Monitor MAP
lingkungan yang tenang
2. Monitor gelombang ICP
8. Memberikan posisi semi fowler 3. Monitor status pernapasan
4. Monitor intake dan output cairan
9. Mempertahankan suhu tubuh normal
5. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
10. Berkolaborasi pemberian sedasi dan anti lingkungan yang tenang
6. Berikan posisi semi fowler
konvulsan, bila perlu.
7. Pertahankan suhu tubuh norml
8. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan,
bila perlu.

Rabu, 25/11/2020 DX 3: Resiko Deficit Nutrisi S: -


09.00 WIB 1. Memonitor asupan dan keluarnya makanan dan O:
cairan serta kebutuhan kalori -pasien masih nampak lemas
2. Menimbang berat badan secara rutin -pasien masih menggunakan NGT
3. Melakukan kontrak perilaku (mis. target berat -belum ada penurunan BB yang signifikan
badan) A: ANGELA TESYA
4. Memberikan penguatan positif terhadap Masalah belum teratasi
keberhasilan P:
5. Menganjurkan pengaturan diet yang tepat Lanjutkan intervensi
6. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan. cairan serta kebutuhan kalori
2. Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan
3. Anjurkan pengaturan diet yang tepat
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan.

45
46

46
47

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur cranial adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput,
mastoid, supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau
mandibular. Penyebab dari fraktur basis cranial yaitu Kecelakaan kendaraan atau
transportasi, Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga,
Kejahatan dan tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang
umum yaitu terjadi penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi
yang dapat terjadi diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan,
Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan paralisis
otot-otot paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv,
adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat
pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.

4.2 Saran
Disarankan untuk pembaca Asuhan keperawatan ini agar tetap membaca
literature-literatur lainnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
penyakit fraktur basis cranii

DAFTAR PUSTAKA

47
48

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Engram, B. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 3.


Jakarta: Salemba Medika.

Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal.


Jakarta: EGC.

Oman, K. S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

48
49

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Fraktur Basis Cranial


Sub Pokok Pembahasan : Fraktur Basis Cranial
Hari/Tanggal : Senin 30 November 2020
Waktu : 07:00 WIB - Selesai
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
Tempat : Kamar Pasien

B. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit tentang penjelasan Fraktur Basis
Cranial pasien dan keluarga dapat memahami

C. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit diharapkan pasien dan keluarga
mampu memahami
1. Mengetahui Pengertian Fraktur Basis Cranial
2. Mengetahui Penyebab Fraktur Basis Cranial
3. Mengetahui Tanda dan gejala Fraktur Basis Cranial
4. Mengetahui Komplikasi Fraktur Basis Cranial

D. Materi Penyuluhan (Terlampir)


1. Mengetahui Pengertian Fraktur Basis Cranial
2. Mengetahui Penyebab Fraktur Basis Cranial
3. Mengetahui Tanda dan gejala Fraktur Basis Cranial
4. Mengetahui Komplikasi Fraktur Basis Cranial

E. Metode Penyuluhan
1. Ceramah.
2. Tanya jawab

F. Media
1. Leaflate

G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran

49
50

Kegiatan
1 Pembukaan 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab
b. Memperkenalkan diri salam
c. Menyebutkan b. Mendengarkan
materi/pokok bahasan dan menyimak
yang akan disampaikan
d. Kontrak waktu
2 Pelaksanaan 20 menit a. Penyampaian materi a. Mendengarkan
b. Menjelaskan Pengertian dan menyimak
Fraktur Basis Cranial b. Bertanya
c. Menjelaskan Penyebab mengenai hal-
Fraktur Basis Cranial hal yang belum
d. Menjelaskan Tanda dan jelas dan
gejala Fraktur Basis dimengerti
Cranial
e. Menjelaskan Komplikasi
Fraktur Basis Cranial

3 Penutup 5 menit a. Melakukan evaluasi a. Sasaran dapat


b. Menyampaikan menjawab
kesimpulan materi tentang
c. Mengakhiri pertemuan pertanyaan
dan mengucap salam yang diajukan
b. Mendengar
memperhatikan
c. Menjawab
salam

H. Evaluasi
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit tentang penyakit Fraktu Basis
Cranial diharapkan peserta:
1. Mengetahui Pengertian Fraktur Basis Cranial
2. Mengetahui Penyebab Fraktur Basis Cranial
3. Mengetahui Tanda dan gejala Fraktur Basis Cranial
4. Mengetahui Komplikasi Fraktur Basis Cranial

50
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Fraktur Carnial adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak
yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat
benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita)
transmisi energi yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibula. Fraktur basis
crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa anteriordan fraktur fossa
posterior. Fraktur basis crania merupakan yang saling serius terjadi karena melibatkan
tulang-tulang dasar tengkorak dengan komplikasi otorrhea cairanserebrosinal
( cerebrospinal fluid ) dan rhinorrhea.

B. Penyebab
1. Kecelakaan kendaraan/transportasi
2. kecelakaanTerjatuh
3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga
4. Kejahatan dan tindakan kekerasan
5. Pertengkaran/Tindakan kriminal 

C. Tanda dan Gejala

1. Otorrhea (telinga berair)


2. Rhinorrhea (keluarnya cairan atau lender yang berlebiha dari hidung dan saluran
pernapasan
3. Raccoon eyes (memar disekitar palpebral)
4. Penurunan kesadaran
5. Tuli sementara

C. Komplikasi
1. Peningkatan Tekanan Intrakranial
2. Pendarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas
6. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran
FRAKTUR BASIS CRANII PENYEBAB FRAKTUR BASIS

APA ITU FRAKTUR BASIS CRANII

CRANII? 1. Kecelakaan kendaraan/transportasi

Nama : Angela Tesya


Nim : 2018.c.10a.0925

2. kecelakaanTerjatuh

YAYASAN EKA HARAP


Fraktur Carnial adalah suatu kondisi dimana suatu
PALANGKARAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN fraktur ada tulang tengkorak yang biasanya terjadi
PRODI S-1 KEPERAWATAN
karena adanya benturan secara langsung pada
TAHUN AJARAN
2019/2020 daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita) transmisi energi yang berasal dari 3. Kecelakaan yang berkaitan dengan
benturan ada wajah atau mandibula. olahraga
4. Kejahatan dan tindakan kekerasan KOMPLIKASI FRAKTUR BASIS
TANDA DAN GEJALA FRAKTUR
CRANII
BASIS CRANII
1. Otorrhea (telinga berair)
2. Rhinorrhea (keluarnya cairan atau 1. Peningkatan Tekanan Intrakranial
lender yang berlebiha dari hidung dan 2. Pendarahan
saluran pernapasan 3. Kejang
3. Raccoon eyes (memar disekitar 4. Infeksi (trauma terbuka)
palpebral) 5. Depresi pernapasan dan gagal
4. Penurunan kesadaran napas
5. Tuli sementara 6. Paralisis otot-otot fasialis dan
5. Pertengkaran/Tindakan kriminal  rantai tulang-tulang pendengaran

Anda mungkin juga menyukai