Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA CIDERA

OTAK SEDANG DAN INTRAVENTRIKULER HEMORRHAGIC DI


RUANG GARDENA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Bedah

Oleh
Riski Dafianto, S.Kep.
NIM 122311101052

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada Cidera Otak Sedang dan
Intraventrikuler Hemorrhagic di ruang Gardena RSD dr. Soebandi Jember telah
disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal :
Tempat: Ruang Gardena RSD dr. Subandi Jember

Jember,

Mahasiswa

Pembimbing Klinik

...............................................
NIP.

November 2016

...............................................
NIM.

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

...............................................
NIP.

A. KONSEP TEORI
CIDERA OTAK SEDANG
1. Definisi COS
Cidera kepala adalah cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cidera kepala adalah gangguan neurologic yang paling sering terjadi
dan gangguan neurologik yang serius di antara gangguan neurologik dan
merupakan proporsi epidemik sebagai akibat kecelakaan di jalan raya (Smeltzer &
Bare 2002). Cidera otak sedang atau COS adalah kerusakan fungsi otak akibat
traumatik dengan beberapa manifestasi klinik seperti kehilangan kesadaran,
kehilangan memori sebelum atau sesudah terjadinya insiden. Menurut WHO
cidera otak sedang adalah kerusakan otak akut akibat dari tidak optimalnya suplai
energi ke otak (AANN dan ARN, 2011).
2. Etiologi COS
Cidera kepala paling sering akibat dari trauma. Mekanisme terjadinya
cidera kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut
Nurarif dan Kusuma (2013) yaitu sebagai berikut:
a. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempari batu.
b. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala
yang terbentur benda padat.
c. Akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kecelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan
yang terbentur dan area yang pertama terbentur
e. Rotasional

Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang


mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak
3. Tanda dan gejala COS
Menurut Mansjoer (2008) tanda dan gejala dan beratnya cidera kepala
dapat diklasifikasikan berdasarkan skor GCS yang dikelompokkan menjadi tiga
yaitu :
a. Cidera kepala ringan dengan nilai GCS = 14-15
Klien sadar, menuruti perintah tetapi disorientasi, tidak kehilangan kesadaran,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri
kepala dan pusing, klien dapat menderita laserasi, dan hematoma kulit kepala.
b. Cidera kepala sedang dengan nilai GCS = 9-13
klien dapat atau bisa juga tidak dapat menuruti perintah, namun tidak
memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang diberikan, amnesia
pasca trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle,
mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal), dan
kejang.
c. Cidera kepala berat dengan nilai GCS 8.
Penurunan kesadaran secara progresif, tanda neurologis fokal, cidera kepala
penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium, kehilangan kesadaran lebih dari
24 jam, disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakrania dan edema
serebral. Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena adanya pecahnya
pembuluh darah pada jaringan otak. Lokasi yang paling sering adalah lobus
frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan
(coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).
4. Patofisiologi COS
Trauma yang terjadi pada pasien mempengaruhi cedera yang akan terjadi
pada pasien. Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera
kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera
otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer
tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera
sekunder. Cidera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang

tidak mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya
proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak
maka cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi edema
serebri, infark serebri, peningkatan tekanan intra kranial.
5. Komplikasi COS
Komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
a. Perluasan hematoma intracranial
b. Edema serebral dan herniasi, edema serebral adalah penyebab paling umum
dari peningkatan tekanan intracranial pada pasien yang mendapat cedera
kepala, puncak pembengkakan yang terjadi pada cedera kepala kurang lebih
72 jam pasaca cedera. Tekanan intrkranial meningkat akibat ketidakmampuan
tengkorak

untuk

membesar

meskipun

peningkatan

volume

oleh

pembengkakan otak akibat trauma. Akibat dari peningkatan TIK dan edema
adalah penyebaran tekanan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang
kaku. Bergantung pada area pembengkakan, perubahan posisi ke bawah atau
lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kakau akan
mengakibatkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel dan kematian.
6. Penatalaksanaan COS
a.
Airway dan Breathing
Perhatian adanya apneu. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100%
sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap
FiO2. Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis
dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah
berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
b.

Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya
perburukan pada cedera otak sedang. Hipotensi merupakan petunjuk adanya
kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi
hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah.

Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara


penyebab hipotensi dicari.
c.

Disability (pemeriksaan neurologis)


Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dinilai sebagai
data akurat, karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon
terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan
darahnya normal. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan
reflek cahaya pupil.

7. Pemeriksaan penunjang COS


a.

CT Scan mengidentifikasi adanya


hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak

b.

Angiografi, menunjukkan kelainan


sirkulasi serebral akibat adanya perdarahan, trauma, ataupun edema
INTRAVENTRIKULER HEMORRHAGIC
1. Definisi IVH
Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum

dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan


perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah
terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau
laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah
intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem
ventrikel (Brust, 2012).
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari

middle communicating artery atau dari posterior communicating artery (Brust,


2012).
2. Etiologi IVH
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi
menurut penelitian didapatkan :
a. Hipertensi, aneurisma
Bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri
parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem
ventrikel.
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke
perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alcohol
d. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomaly
pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma
kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH
pada usia muda. Pada orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran
perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel.
e. Pada trauma dan tumor yang biasanya melibatkan pleksus koroideus.
Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko
kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH. (Annnibal,
2013)
3. Patofisiologi IVH
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan
lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang
menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk
sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat
yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat

menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada


batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang
sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak
tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan
fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masingmasing dalam menjalankan tugasnya seperti : frontalis bekerja untuk mengatur
kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat
berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang
terkena (Annnibal, 2013).
4. Gejala Klinis IVH
Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH yang
merupakan manifestasi dari gangguan pembuluh darah otak (GDPO), berupa :
a.
b.
c.
d.
e.

Sakit kepala mendadak


Kaku kuduk
Muntah
Letargi
Penurunan kesadaran

5. Faktor risiko IVH


Yang dimaksud dengan faktor resiko ialah faktor yang dapat menyebabkan
orang lebih rentan/ mudah mengalami GDPO (baik iskemik maupun
Hemoraghic). Yang paling lazim adalah hipertensi.
a. Hipertensi
Hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor utama untuk terjadinya
aneurisma ini. Tekanan darah yang terus menerus tinggi dan sudah disertai
komplikasi
b.
c.
d.
e.
f.
g.

aneurisma

Charcot-Bouchard

dapat

mengakibatkan

komplikasi stroke hemoragik


Usia tua
Kebiasaan merokok
Alkoholisme
Volume darah intracerebral hemorogik
Lokasi dari intracerebral hemoragik primer
Perdarahan yang dalam , pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intravetrikuler hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-

50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5-12%), caudatus (7%) dan
serebelum

(5%).

Adanya

perdarahan

intraventikel

hemoragik

meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya


volume IVH.
6. Diagnosis IVH
Diagnosis klinis IVH sangat sulit dan jarang di curigai sebelum CT-SCAN
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarrah ke IVH. Namun CTSCAN kepala diperlukan untuk konfirmasi. Menurut luasnya darah pada
gambaran CT scan kepala, IVH diklasifikasikan menuriut Graeb IVH grading
system. Nilai system Graeb menilai jumlah darah pada setiap masing-masing
interventrikularis:
Ventrikel lateralis :
0 = tidak terdapat perdarahan
1 = sedikit terisi darah
2 = kurang dari 50% terisi darah
3 = lebih 50% terisi darah
4 = diisi dan meluas dengan adanya darah
Dan dinilai untuk ventrikel ketiga dan keempat :
0 = tidak terdapat darah
1 = terdapat beberapa darah
2 = diiisi dan meluas dengan adanya darah
(kemungkinan total nilai sebanyak 0-12)
Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk pencitraan pada kasus stroke
adalah:
a. Pencitraan segera dengan CT scan atau MRI direkomendasikan untuk
membedakan stroke iskemik dari stroke hemoragik (I; A).
b. CT
angiografi,
CT
venografi, contrast-enhanced CT, contrastenhanced MRI, magnetic resonance angiography, and magnetic resonance
venography dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang

mendasari, termasuk malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat


kecurigaan klinis atau radiologis.
7. Penatalaksanaan IVH
Penanganan emergency
a. Kontrol tekanan darah
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke
Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila >
180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik 140
mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan
otak. Penapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan darah
yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian
CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang
cukup.
b. Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan.
Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K
oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam.
Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.
Penanganan peningkatan TIK
1) Elevasi kepala 300C
Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher seperti
vena jugularis
2) Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat menyumbat
aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan hidrosefalus.
Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk intraventrikular
adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen activator ). Obat
golongan ini bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin ,
plasmin akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin
degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase yang
diberikan bolus bersama infus.
3) Pemasangan EVD ( Eksternal Ventrikular Drainage)

Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini
digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi
akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score.
Langkah-langkah :
a) General anestesi
b) Pasien dibersihkan dan diberikan local anestesi infiltrasi
c) Dilakukan insisi pada os parietal atau pada titik kochers ( 1 cm anterior
dari sulkus coronarius ).
d) Dilakukan burr holes
e) Dura di insisi lalu digumpalkan bersama dengan piamater
f) Masukkan kateter melalui lubang dan hubungkan dengan eksternal
drain
g) Kemudian tutup insisi
Setelah pemasangan EVD dilakukan dilakukan tindakan pemantauan.
Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran tekanan
intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari perdarahan
serta adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka dilakukan tindakan
pemasangan VP shunt.
Rekomendasi AHA Guideline 2009:
a. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial,
atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk
monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70
mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri.
b. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah
saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt
merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus,
yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.
Pemberian obat anti kejang
Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali
perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut
rekomendasi American Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti kejang

seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien dengan perdarahan di otak , dapat
mencegah terjadinya kejang awal. (Dey Mahua, 2013)
8. Komplikasi IVH
a. Hidrosefalus
Hal ini merupakan komplikasi yang sering terjadi yang seiring dan
kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau
berkurangnya absorbsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50%
pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk. Terapi hidrosefalus pada
pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana
tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal

(VP)

Shunt merupakan

tehnik

operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan
dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Sebuah studi tentang hidrosefalus
menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda klinis pada 50%- 90%
penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana ventriculoperitoneal
shunting.
b. Perdarahan Ulang (rebleeding)
Tindakan medis untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH dari AHA
Guideline 2009 :
1) Tekanan darah sebaiknya dimonitor dan dikontrol untuk mengimbangi risiko
stroke, hipertensi yang berhubungan dengan perdarahan ulang, dan
mempertahankan CPP (cerebral perfusion pressure).
2) Tirah baring saja tidak cukup untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH.
Dapat dipertimbangkan strategi tatalaksana yang lebih luas, bersamaan
dengan pengukuran yang lebih definitif.
3) Meskipun studi yang lalu menunjukkan keseluruhan efek negatif dari
antifibrinolitik, bukti

sekarang menyarankantatalaksana

awal dengan

pemberian antifibrinolitik jangka pendek dilanjutkan dengan penghentian


antifibrinolitik dan profilaksis melawan hipovolemi dan vasospasme.
c. Vasospasme
Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular
hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu:

1) Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme


intrakranial.
2) Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari
sirkulasi cairan serebrospinal. Rekomendasi tatalaksana vasospasme serebri
dari AHA Guideline pada SAH, yaitu: Nimodipin oral diindikasikan untuk
mengurangi keluaran yang buruk yang berhubungan dengan SAH aneurisma.
Nilai dari pemberian antagonis kalsium secara oral atau intravena masih
belum jelas. Dosis oral yang dianjurkan adalah 60 mg setiap 6 jam.

B. PATHWAY
C.

Anomali dan malformasi


PD atau tumor
Hipertensi, aneurisme
Trauma

Kebiasaan merokok

Alkoholisme

Intraventrikuler
Hemoragik

Cedera Otak
Sedang

Trauma intra dan ekstra kranial

Terputusnya jaringan kulit, otot dan PD


Perdarahan intrakranial

Volume ventrikuler meningkat

Kerusakan
integritas kulit

Penurunan kesadaran Peningkatan TIK


Mual dan muntah Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Peningkatan ketergantungan

Penekanan PD otak

Risiko cidera
Nyeri akut

Bed rest yang cukup


lama refleks batuk
Penurunan
Defisit
perawatan diri

Risiko
kerusakan
integritas kulit

Penurunan suplai darah ke otak

Penumpukan sekret

Ketidakefektifa
n bersihan jalan
nafas

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan
Penggunaan pengkajian Gordon, yang meliputi 11 aspek yaitu, persepsi
kesehatan & pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi/metabolik, pola eliminasi,
pola aktivitas & latihan, pola tidur & istirahat, pola kognitif & perceptual,
pola persepsi diri, pola seksualitas & reproduksi, pola peran & hubungan,
pola manajemen & koping stress, sistem nilai dan keyakinan
e. Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum, tanda vital
2)
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Menurut Muttaqin (2008), data pengkajian yang dapat ditemukan pada
klien yang mengalami cidera otak adalah sebagai berikut:
a) Breathing
Jika terjadi kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas
yang dapat menyebabkansuara nahfas ronkhi pada klien..
b) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).

c) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia

seputar

kejadian,

vertigo,

sinkope,

tinitus,

kehilangan

pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan


mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
1. Perubahan

status

mental

(orientasi,

kewaspadaan,

perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan


memori)
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
7. Pemeriksaan GCS
8. Pemriksaan saraf kranial
d) Bladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
urin, dan ketidakmampuan menahan miksi.
e) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan, bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin

proyektil),

kembung

dan

mengalami

perubahan

selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi


alvi.
f) Bone
Klien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.
f. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yang mengalami
cidera otak sedang dan IVH adalah:
1.

Ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan


faktor risiko aneurisma serebral

2.

Ketidakefektifan

bersihan

jalan

nafas

berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan nafas akibat lesi pada
serebrovaskular
3.

Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya


kontinuitas jaringan

4.

Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial


5.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


trauma ekstra kranial

6.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan


penurunan kesadaran dan kelemahan neuromuscular

7.

Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor


risiko imobilisasi

8.

Risiko cidera dengan faktor risiko penurunan


status kesadaran

4. Discharge Planning
a. Jelaskan kepada keluarga, bahwa perubahan yang terjadi pada pasien
bukan merupakan bentuk kelainan jiwa, tetapi adalah komplikasi dari
benturan yang dialami pasien.
b. Anjurkan pada keluarga, agar pada saat berbicara dengan pasien
menggunakan metode kembali ke realita
c. Anjurkan pada keluarga agar tidak merubah posisi/letak barang-barang
yang ada di rumah khususnya kamar pasien.
d. Anjurkan pada keluarga untuk membantu pasien dalam perawatan diri
dan pemenuhan kebutuhan dasar.

DAFTAR PUSTAKA
Annibal J david. Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage. Diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/976654-overview, 30
Oktober 2016.
Brust John C.M. current diagnosis & treatment neurology. 2nd edition. United
States: Mc Graw-Hill companies;2012. h.538-9.
Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth
Edition. Mosby Elsevier.
Dey Mahua, Jaffe Jannifer,Stadnik Agniezka, Awad Issam A. External Ventricular
Drainage for Intraventricular Hemorrhage. http:// search.proquest.com/
docview/915051654/ 141C6865433B347F03/3?accountid=50673, 30
Oktober 2016.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. WileyBlackwell.

Anda mungkin juga menyukai