Oleh
Riski Dafianto, S.Kep.
NIM 122311101052
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada Cidera Otak Sedang dan
Intraventrikuler Hemorrhagic di ruang Gardena RSD dr. Soebandi Jember telah
disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal :
Tempat: Ruang Gardena RSD dr. Subandi Jember
Jember,
Mahasiswa
Pembimbing Klinik
...............................................
NIP.
November 2016
...............................................
NIM.
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
...............................................
NIP.
A. KONSEP TEORI
CIDERA OTAK SEDANG
1. Definisi COS
Cidera kepala adalah cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cidera kepala adalah gangguan neurologic yang paling sering terjadi
dan gangguan neurologik yang serius di antara gangguan neurologik dan
merupakan proporsi epidemik sebagai akibat kecelakaan di jalan raya (Smeltzer &
Bare 2002). Cidera otak sedang atau COS adalah kerusakan fungsi otak akibat
traumatik dengan beberapa manifestasi klinik seperti kehilangan kesadaran,
kehilangan memori sebelum atau sesudah terjadinya insiden. Menurut WHO
cidera otak sedang adalah kerusakan otak akut akibat dari tidak optimalnya suplai
energi ke otak (AANN dan ARN, 2011).
2. Etiologi COS
Cidera kepala paling sering akibat dari trauma. Mekanisme terjadinya
cidera kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut
Nurarif dan Kusuma (2013) yaitu sebagai berikut:
a. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempari batu.
b. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala
yang terbentur benda padat.
c. Akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kecelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan
yang terbentur dan area yang pertama terbentur
e. Rotasional
tidak mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya
proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak
maka cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi edema
serebri, infark serebri, peningkatan tekanan intra kranial.
5. Komplikasi COS
Komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
a. Perluasan hematoma intracranial
b. Edema serebral dan herniasi, edema serebral adalah penyebab paling umum
dari peningkatan tekanan intracranial pada pasien yang mendapat cedera
kepala, puncak pembengkakan yang terjadi pada cedera kepala kurang lebih
72 jam pasaca cedera. Tekanan intrkranial meningkat akibat ketidakmampuan
tengkorak
untuk
membesar
meskipun
peningkatan
volume
oleh
pembengkakan otak akibat trauma. Akibat dari peningkatan TIK dan edema
adalah penyebaran tekanan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang
kaku. Bergantung pada area pembengkakan, perubahan posisi ke bawah atau
lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kakau akan
mengakibatkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel dan kematian.
6. Penatalaksanaan COS
a.
Airway dan Breathing
Perhatian adanya apneu. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100%
sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap
FiO2. Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis
dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah
berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
b.
Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya
perburukan pada cedera otak sedang. Hipotensi merupakan petunjuk adanya
kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi
hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah.
b.
aneurisma
Charcot-Bouchard
dapat
mengakibatkan
50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5-12%), caudatus (7%) dan
serebelum
(5%).
Adanya
perdarahan
intraventikel
hemoragik
Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini
digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi
akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score.
Langkah-langkah :
a) General anestesi
b) Pasien dibersihkan dan diberikan local anestesi infiltrasi
c) Dilakukan insisi pada os parietal atau pada titik kochers ( 1 cm anterior
dari sulkus coronarius ).
d) Dilakukan burr holes
e) Dura di insisi lalu digumpalkan bersama dengan piamater
f) Masukkan kateter melalui lubang dan hubungkan dengan eksternal
drain
g) Kemudian tutup insisi
Setelah pemasangan EVD dilakukan dilakukan tindakan pemantauan.
Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran tekanan
intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari perdarahan
serta adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka dilakukan tindakan
pemasangan VP shunt.
Rekomendasi AHA Guideline 2009:
a. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial,
atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk
monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70
mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri.
b. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah
saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt
merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus,
yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.
Pemberian obat anti kejang
Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali
perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut
rekomendasi American Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti kejang
seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien dengan perdarahan di otak , dapat
mencegah terjadinya kejang awal. (Dey Mahua, 2013)
8. Komplikasi IVH
a. Hidrosefalus
Hal ini merupakan komplikasi yang sering terjadi yang seiring dan
kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau
berkurangnya absorbsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50%
pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk. Terapi hidrosefalus pada
pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana
tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal
(VP)
Shunt merupakan
tehnik
operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan
dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Sebuah studi tentang hidrosefalus
menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda klinis pada 50%- 90%
penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana ventriculoperitoneal
shunting.
b. Perdarahan Ulang (rebleeding)
Tindakan medis untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH dari AHA
Guideline 2009 :
1) Tekanan darah sebaiknya dimonitor dan dikontrol untuk mengimbangi risiko
stroke, hipertensi yang berhubungan dengan perdarahan ulang, dan
mempertahankan CPP (cerebral perfusion pressure).
2) Tirah baring saja tidak cukup untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH.
Dapat dipertimbangkan strategi tatalaksana yang lebih luas, bersamaan
dengan pengukuran yang lebih definitif.
3) Meskipun studi yang lalu menunjukkan keseluruhan efek negatif dari
antifibrinolitik, bukti
sekarang menyarankantatalaksana
awal dengan
B. PATHWAY
C.
Kebiasaan merokok
Alkoholisme
Intraventrikuler
Hemoragik
Cedera Otak
Sedang
Kerusakan
integritas kulit
Penekanan PD otak
Risiko cidera
Nyeri akut
Risiko
kerusakan
integritas kulit
Penumpukan sekret
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
nafas
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan
Penggunaan pengkajian Gordon, yang meliputi 11 aspek yaitu, persepsi
kesehatan & pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi/metabolik, pola eliminasi,
pola aktivitas & latihan, pola tidur & istirahat, pola kognitif & perceptual,
pola persepsi diri, pola seksualitas & reproduksi, pola peran & hubungan,
pola manajemen & koping stress, sistem nilai dan keyakinan
e. Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum, tanda vital
2)
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Menurut Muttaqin (2008), data pengkajian yang dapat ditemukan pada
klien yang mengalami cidera otak adalah sebagai berikut:
a) Breathing
Jika terjadi kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas
yang dapat menyebabkansuara nahfas ronkhi pada klien..
b) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
c) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia
seputar
kejadian,
vertigo,
sinkope,
tinitus,
kehilangan
status
mental
(orientasi,
kewaspadaan,
perhatian,
proyektil),
kembung
dan
mengalami
perubahan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yang mengalami
cidera otak sedang dan IVH adalah:
1.
2.
Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan nafas akibat lesi pada
serebrovaskular
3.
4.
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
6.
7.
8.
4. Discharge Planning
a. Jelaskan kepada keluarga, bahwa perubahan yang terjadi pada pasien
bukan merupakan bentuk kelainan jiwa, tetapi adalah komplikasi dari
benturan yang dialami pasien.
b. Anjurkan pada keluarga, agar pada saat berbicara dengan pasien
menggunakan metode kembali ke realita
c. Anjurkan pada keluarga agar tidak merubah posisi/letak barang-barang
yang ada di rumah khususnya kamar pasien.
d. Anjurkan pada keluarga untuk membantu pasien dalam perawatan diri
dan pemenuhan kebutuhan dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Annibal J david. Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage. Diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/976654-overview, 30
Oktober 2016.
Brust John C.M. current diagnosis & treatment neurology. 2nd edition. United
States: Mc Graw-Hill companies;2012. h.538-9.
Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth
Edition. Mosby Elsevier.
Dey Mahua, Jaffe Jannifer,Stadnik Agniezka, Awad Issam A. External Ventricular
Drainage for Intraventricular Hemorrhage. http:// search.proquest.com/
docview/915051654/ 141C6865433B347F03/3?accountid=50673, 30
Oktober 2016.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. WileyBlackwell.