Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


SYOK HIYPOVOLEMIK ( SYOK )

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Keritis
Program Profesi Ners Angkatan IX

Disusun oleh :
Irma Yanti
KHG.D 19054

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

Tahun Ajaran 2020


LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK HIPOVOLEMIK

1. SYOK HIPOVOLEMIK

A. DEFINISI

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi

yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi

jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni

Ashadi,2006).

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif.

Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang

akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi

kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.

Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya

syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik,

neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang

terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung

karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat,

pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan). (Bruner &

Suddarth,2002).
B. ETIOLOGI

Menurut Wirjoatmodjo (2010) etiologi syok hipovolemik dibagi


menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Absolut
a. Kehilangan darah dan seluruh komponennya
1) Trauma
2) Pembedahan
3) Perdarahan gastrointestinal
b. Kehilangan plasma
1) Luka bakar
2) esi luas
c. Kehilangan cairan tubuh lain
1) Muntah hebat
2) Diare berat
3) Diuresis massive
2. Relatif
a. Kehilangan integritas pembuluh darah
1) Ruptur limpa
2) Fraktur tulang panjang atau pelvis
3) Pankreatitis hemoragi
4) Hemothorax / hemoperitoneum
5) Diseksi arteri
b. Peningkatan permeabilitas
1) Membran kapiler
2) Sepsis
3) Anaphylaxis
4) Luka bakar
c. Penurunan tekanan osmotik koloid
1) Pengeluaran sodium hebat
2) Hypopituitarism
3) Cirrhosis
4) Obstruksi intestinal

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat

disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

a) kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang

mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan

kehamilan ektopik terganggu.


b) trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus

menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur

menampung 1000-1500 ml perdarahan.

c) kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena

kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

C. MANIFESTASI KLINIK

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,

kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis

respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi

kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.

Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun

terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan

kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada

keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak

segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut

(Toni Ashadi, 2006) adalah:


a) Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

b) Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran

darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan

kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi

asidosis jaringan.

c) Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh

darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor

yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi

aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun

tidak dibawah 70 mmHg.

d) Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok

hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

kurang dari 30ml/jam

D. PATOFISIOLOGI

Menurut patofisiologinya, Menurut Guyton, (1997) syok terbagi

atas 3 fase yaitu :

a) Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian

rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup

untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi

dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke

jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat
yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan

vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.

Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen

di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan

detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung

dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.

Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai

cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan

tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga

menurun.

b) Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu

mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan

adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi

gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri

menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,

gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme

menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh

darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi

bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi

sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak

dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis

kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas

(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran


darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi

di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan

anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari

jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok

(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia

usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan

toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan

penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat

timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim

retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.

Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari

aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,

terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam

karbonat di jaringan.

c) Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas

sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat

timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,

timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya

anoksia dan hiperkapnea.


PATHWAY :

Trauma pada jaringan tubuh Pengeluaran keringat Kerusakan adrenal Obstruksi usus halus
berlebihan, diare, pada ginjal
muntah, intake air
Luka bakar Destruksi kapiler dan elektrolit tidak
adekuat Distensi usus halus
Sekresi aldosterone
Kehilangan menurun
protein melalui Perdarahan
sel yang
Aliran balik vena
terkelupas
Berkurangnya cairan Kegagalan dalam pada dinding usus
di seluruh retensi air dan Na+ terhambat
kompartemen tubuh
Berkurangnya termasuk
Peningkatan tekanan
protein plasma intravaskuler
kapiler usus halus
intravaskuler

Keluarnya Cairan keluar dari


Tekanan osmotic
cairan dari kapiler masuk ke
koloid plasma
intravaskuler ke dinding dan lumen
menurun
jaringan usus

Guyton, 2007 Menurunnya volume intravaskuler Cemas

SYOK HIPOVOLEMIK Perubahan status kesehatan


Kekurangan Volume Cairan Menurunnya volume intravaskuler

Mekanisme kompensasi tubuh


Menurunnya Menurunnya
tekanan pengisian aliran balik
Perangsangan Pembentukan Retensi air dan Pembentukan sirkulasi sistemik vena ke jantung
baroreseptor angiotensin natrium vasopressin (ADH)
ginjal +vasokontriksi oleh hipofisis
pembuluh darah posterior
Perangsangan
saraf simpatis Vasokontriksi Penurunan Curah Jantung
pembuluh darah

Pelepasan Perubahan Perfusi Perubahan Perfusi


norepinefrin Jaringan Tidak Efektif
dari ujung saraf
simpatis

Pengalihan Penurunan Penurunan Penurunan perfusi ke Penurunan perfusi


Vasokontriksi
pembuluh darah, metabolis perfusi ke otak perfusi ke paru-paru ke hati
perangsangan otot m seluler ginjal
jantung menjadi
Gangguan Gangguan Penurunan fungsi
anaerob
Gangguan reabsorpsi Na proses proses fagositosis sel
Lama-kelamaan mekanisme metabolisme difusi O2 & oksigenasi
& air oleh Kupffer di hati
kompensasi tubuh melemah & otak tubulus ginjal CO2
mengalami kegagalan dalam
mempertahankan tekanan pengisian Memicu
sirkulasi sistemik yang berdampak
Produksi asam Penurunan Kerusakan hiperventila
pada penurunan curah jantung Risiko Infeksi
laktat berlebih kesadaran Pertukaran si
Oliguri
Gas
Kerusakan Pola Nafas Tidak Efektif
PK Asidosis Risiko Cedera Mobilitas Fisik Gg. Eliminasi Urine
Guyton, 2007 Metabolik
E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada syok hipovolemik menurut Az Rifki,

(2006) adalah sebagai berikut:

a) Gagal jantung Gagal ginjal

b) Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)

c) Kerusakan otak irreversible

d) Dehidrasi kronis 

e) Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pasien dengan hipotensi dan kondisi tidak stabil harus pertama kali

diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada

pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa

pasien cepat ke ruang operasi.

b) Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.

c) Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta

abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya

dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto

polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau

Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien

tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.


d) Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia

subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah

dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan

kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat

kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan

ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun

pernah dilaporkan.

e) Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari

foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,

aortografi, atau CT-Scan dada.

f) Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan

pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan

pada pasien yang stabil.

g) Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan

radiologi (Gultom, 2005)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan

Karmell, 1990.) adalah sebagai berikut:

a) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan

mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh

penderita karena akan sangat berbahaya.


b) Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-

mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke

dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau

dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).

3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada

indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita

menjadi mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan

pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan

volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma

atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik

intravaskuler.

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin

diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah

pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus

diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan

elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume

intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali

volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan

koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan

yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang


dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan

darah lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian

cairan yang berlebihan.

7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,

mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ

majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat

canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan

pemeriksaan analisa gas darah.

1.  Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang

mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat

tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon

penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,

produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih

rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

a. Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan

cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan

oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

b. Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang

jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan

dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick

Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan

dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh

menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan

jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi

untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.  

c. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan

tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan

sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti

perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan

fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial

tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan

perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut

dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.

d. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai

jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita,

sangat penting mencegah hipotermia.

e. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,

khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau


disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi

dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat

terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi

lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu

komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan

dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau

mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi

aspirasi.

f. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan

adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau

produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah

bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi

mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi

kardiografis tentang uretra yang utuh.

2. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik

dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar

(minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral

kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan

berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu

lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan

terbesar dengan cepat.


Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa

adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan

tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses

pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia

dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau

melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat

ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat

darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus

persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka

jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius

sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo-

atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus

harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu

yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan

tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah

untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai,

pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.

Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak

haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan

terjadinya pneumo atau hemotorak.


3. Tersieri survey

Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis

cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga

menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan

cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan

Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan

kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik

namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis

hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya

kurang baik.

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi


Cairan Na+ K+ (mEq/L)Cl- Ca++ HCO3 Tekanan

(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik

mOsm/L
Ringer 130 4 109 3 28* 273

Laktat
Ringer 130 4 109 3 28: 273

Asetat
NaCl 154 - 154 - - 308

0.9%
* sebagai laktat
: sebagai asetat

H. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Primery Survey
a. Airway: Kaji kepatenan jalan nafas klien, adanya sumbatan atau
obstruksi, serta kaji bunyi nafas tambahan     
b. Breathing: Kaji pola nafas klien, frekuensi pernafasan, pergerakan
dada klien, bentuk dada, atau adanya bantuan pernafasan
c. Circulation: Tekanan darah normal/ sedikit dibawah normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat
(perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem
(syok). Akral dingin.
d. Disability: Kaji adanya penurunan tingkat kesadaran, adanya ganggun
verbal, motorik dan sesorik serta refleks pupil, (GCS).
e. Exsposure: Kaji tanda-tanda trauma yang ada, suhu
f. Folley : Katerisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau
produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi,
mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan
kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada
konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh (Kirby, 2010).
2. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukanpada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi
pengkajianobyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat
penyakit sekarang,riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) danpengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
1) Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
2) Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
3) Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
4) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
5) Waktu makan terakhir
Menurut Horne (2000), pengkajian pada klien syok hipovolemik
meliputi:
1. Penampilan umum (GCS)
2. Riwayat penyakit/pengkajian SAMPLE
(Sign and Symptom, Allergies, Medications, Past Illness, Last Meal,
Event leading to injury or illness)
3. Pengkajian nyeri (PQRST)
4. Tanda dan gejala
b. Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang,imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (Signs and Symptoms)
Tanda dan gejala yang di observasi dan dirasakan klien
A (Allergis)
Alergi yang dimiliki klien
M (Medications)
Tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi
keluhan
P (Pertinent Last Medical Hystori)
Riwayat penyakit yang di derita klien
L (Last Oral Intakesolid or Liquid)
Makan/minum terakhir, jenis makanan
E (Event Leading Toinjury or Illnes)
Pencetus/kejadian penyebab keluhan

c.Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : Bentuk kepala, adanya atau tidaknya nyeri tekan
2) Sistem Pernafasan : Pernafasan cepat dan dalam
3) Sistem Kardiovaskuler : Tekanan darah normal/ sedikit dibawah
normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut
perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah
hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia dan
perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek
dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
4) Sistem Eliminasi : Diare, penurunan haluaran, konsentrasi urine
perkembangan ke arah oliguri,anuria.

(Kirby, 2010)
3.Tertiery Survey
a. Sel Darahh Putih : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik
karena hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi
sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000)
dengan peningkatan pita (berpiindah ke kiri) yang mempublikasikan
produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
b. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi
ginjal.
c. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.Kurangnya pengetahuan b/d

kurangnya informasi mengenai pengobatan.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSI TUJUAN INTERVENSI

O
1 Gangguan polaSetelah dilakukan tindakan - Evaluasi frekuensi

nafas tidakkeperawatan diharapkan pernafasan dan

efektif  b/d pola nafas klien kembali kedalaman. Catat upaya

penurunan normal, dengan kriteria pernafasan, contoh

ekspansi paru hasil: adanya dispnea,

- Area paru bersih penggunaan alat bantu

- Bebas sianosis dan nafas

tanda atau gejala -  Tinggikan kepala

lain dari hipoksia tempat tidur, letakkan

dengan bunyi nafas pada posisi duduk tinggi

sama secara atau semi fowler


bilateral - Dorong pasien untuk

berpartisipasi selama

nafas dalam, gunakan

alat bantu (meniup

botol), dan batuk sesuai

indikasi

- Auskultasi bunyi nafas.

Catat area yang

menurun/ tidak ada

bunyi nafas dan adanya

bunyi tanbahan, contoh

krekels atau ronchi

- Beri bantuan ventilator

tambahan sesuai

kebutuhan.

Kolaborasi :

- Catat respon terhadap

latihan nafas dalam atau

pengobatan pernafasan

lain, catat bunyi nafas

(sebelum /sesudah

pengobatan)
2 Perubahan Setelah dilakukan tindakan - Awasi tanda vital,

perfusi jaringnkeperawatan diharapkan palpasi nadi perifer,

b/d penurunanklien dapat: perhatikan kekuatan dan


suplay darah ke - Klien kesamaan

jaringan menunjukkan    perf - Lakukan pengkajian

usi jaringan yang neurovaskuler periodic,

adekuat contoh sensasi, gerakan,

- Nadi dapat teraba nadi, warna kulit dan

- Kulit hangat dan suhu.

kering - Berikan tekanan

- Sensasi normal langsung pada sisi

perdarahan, bila terjadi

perdarahan. Hubungi

dokter dengan segera

- Kaji aliran kapiler,

warna kulit dan

kehangatan

Kolaborasi

- Berikan cairan

IV/produk darah sesuai

indikasi

-  Awasi pemeriksaan

laboratorium, contoh:

Hb/Ht
3 Nyeri b/dNyeri berkurang dengan - Pertahankan imobilisasi

trauma hebat kriteria hasil: pada bagian yang sakit

- TTV (TD, nadi, dengan tirah baring,

suhu, RR) dalam pembebat.


batas normak - Tinggikan dan dukung

- Sensasi nyeri ekstremitas yang

berkurang sampai terkena

hilang -  Evaluasi keluhan nyeri,

- Menunjukan perhatikan lokasi dan

perasaan santai dan karakteristik termasuk

nyaman dengan intensitas

istirahat yang tepat - Dorong menggunakan

teknik manajemen

stress, ex: relaksasi

progresif, latihan nafas

dalam

- Sedikit adanya keluhan

nyeri yang tidak biasa

atau tiba-tiba

Kolaborasi

- Berikan obat sesuai

indikasi narkotik dan

analgesik non narkotik

NSAID injeksi (toradol,

flekseril)

- Berikan analgesik yang

dikontrol
4 Gangguan Setelah dilakukan  tindakan - Awasi tanda vital, CVP

keseimbangan keperawatan diharapkan perhatikan pengisian


cairan b/dmenunjukkan perbaikan kapiler dan kekuatan

mual, muntah keseimbangan cairan nadi perifer

- Awasi pemasukan dan

pengeluaran cairan.

- Perhatikan karakteristik

dan frekuensi muntah

juga kejadian yang

menyertai atau

mencetusnya.

- Tingkatkan pemasukan

cairan sampai 3 – 4

liter / hari dalam

toleransi 

- Berikan penggantian

cairan IV yang dihitung

elektrolit, plasma,

albumin.

Kolaborasi :

- Berikan obat sesuai

indikasi : anti emetik,

contoh :

proklorparazin

( compazin).
5 Gangguan polaSetelah dilakukan  asuhan - Awasi pemasukan dan

eliminasi urinekeperawatan selama 1x 24 pengeluaran serta


b/d Oliguria jam diharapkan klien tidak karakteristik urin

mengalami gangguan - Tentukan pola berkemih

eliminasi urin .dengan normal pasien dan

kriteria hasil: perhatikan variasi.

- Berkemih dengan - Dorong meningkatkan

jumlah normal dan pemasukan cairan yang

pola biasanya adekuat

- Tidak mengalamiKolaborasi

tanda obstruksi - Pertahankan patensi

kateter tidak menetap

(ureteral, uretra atau

nefrostomi) bila

menggunakan

- Berikan obat sesuai

indikasi, contoh:

asetazolamid (diamox),

Alupurinol (ziloprim)

-  Irigasi dengan asam

atau larutan alkalis

sesuai indikasi
6 Kurangnya Setelah dilakukan tindakan - Kaji ulang prognosis dan

pengetahuan keperawatan, diharapkan harapan yang akan

b/d kurangnyapasien memahami tentang dating

informasi pengobatan dengan kriteria - Tentukan apakah pasien

mengenai hasil sebagai berikut: mengetahui tentang


pengobatan - Klien menyatakan kondisi dirinya.

kondisi, prognosis, -  Identifikasi tanda/gejala

dan pengobatan yang memerlukan

- Klien dapat evaluasi medik, contoh

melakukan dengan perubahan pada sensasi

benar prosedur yang gerakan, warna kulit,

diperlukan dan -  Anjurkan penghentian

menjelaskan alasan merokok

tindakan -  Jaga agar klien

mendapatkan informasi

yang benar tentang

penyakitnya

-  Peragakan penerapan

terapi yang

diprogramkan.
DAFTAR PUSTAKA

Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www.

Medicastore. Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).

Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik.

(online).Http://www. Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan.

(diakses 12 Desember 2006).

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3).

EGC, Jakarta.

Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler.

2002. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.

Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta

Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom.  2005.  Ilmu

Penyakit Dalam.  Cetakan Kedua.  Jakarta: Rineka Cipta.


Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan

Gawat Darurat., FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai