BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.
Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep Faktor Resiko dan Penyakit
Degeneratif. Faktor resiko adalah suatu kebiasaan, kelainan dan faktor lain yang bila
ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih
berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit
yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, dimana
faktor-faktor resiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya:
penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom. Congestive heart failure (CHF)
adalah sindrom yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Sindrom gagal jantung
kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada
lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent.
Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada
usia 75 – 84 tahun. Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati
prevalensi dari CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang
mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin
membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan
meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membuat laporan penahuluan dan asuhan keperawatan ini mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem pencernaan: typhoid abdominalis.
2. Tujuan Khusus
Setelah mempelajari kasus ini, mahasiswa mampu:
a. Menjelaskan definisi CHF
b. Memahami etiologi dari CHF
c. Menyebutkan manifestasi klinis CHF
d. Menjelaskan patofisiologi CHF
e. Menjelaskan proses asuhan keperawatan CHF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi (Smeltzer & Bare, 2002) .
B. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan
jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung
adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut
karbondioksida dan hasil metabolisme (Smeltzer and Bare, 2001).
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum. Perikardium,
melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung
masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung
sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam
cincin ini secra fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa
darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian
fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri,
ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai
kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80%
oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria. Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang
menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) yang dibawah control
kesadaran, namun secara fungsional otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot
jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan
langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan
epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub
bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri
pulmonalis terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.Sirkulasi darah pada
peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah yang keluar dari
ventrikel dekstra menuju paru-paru (Mansjoer, 2000).
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium,
kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat
dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi jantung. Pada keadaan istirahat, otot jantung
terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian
dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls listrik,
mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan
menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan
mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat
sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori
yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi
jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak. Koping
elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan
intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).
C. Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya gagal jantung diantaranya sebagai berikut:
1. Penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut:
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
b. Beban tekanan berlebihan - pembebanan sistolik (systolic overload)
c. Beban volume berlebihan - pembebanan diastolic (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik - peningkatan kebutuhan yang berlebihanan (demand
overload).
2. Gangguan pengisian (hambatan input)
Selain factor penyebab tersebut gagal jantung kongesti dapat
Hipertensi, infark, emboli paru, infeksi, aritmia, anemia, febris, stress emosional,
kehamilan/persalinan, pemberian infus/tranfusi.
D. Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan
secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik
tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua
atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik (Smeltzer
& Bare, 2001).
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena , perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac
output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan
kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada klien – klien dengan penyakit
arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer, adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat
juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan
dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output
adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan
dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi
resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan
bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran
(forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistim sirkulasi aliran
darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah: dilatasi ventrikel, hipertrofi
ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasikonstriksi perifer, peninggian
kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan eksttraksi oksigen
oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.
E. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Manifestasi klinis ataupun tanda gejala dari gagal jantung dapat dilihat dari gagal jantung
kanan maupun kiri, masing-masingt berbeda, hal tersebut antara lain: Tanda dominan gagal
jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan
arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat mengakibatkan cairan mengalir dari kapiler paru ke
alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah
tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang
dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan keluaran urine
berkurang (oliguri). Takanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan rennin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan,
serta peningkatan volume intravaskuler.
F. Klasifikasi
a. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah ke atas
tungkai, paha, dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Pitting edema, adalah
adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru
jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg (10 lb).
b. Hepatomegali, dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Asites
ini dapat menyebabkan tekanan pada diaprahma dan distress pernafasan.
c. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan nausea terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena
di dalam rongga abdomen.
d. Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh
posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah
jantung akan membaik dengan istirahat.
e. Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk samah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada gagal jantung kongesti antaralain:
1. Syok kardiogenik
Syok ini terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
2. Episode tromboebolik (disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya
gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus
intrakardial dan intra veskuler).
3. Efusi pericardial dan tamponade jantung (masuknya cairan kedalam kantung pericardium dan
efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir
proses ini adalah tamponade jantung).
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium:
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan diagnosis gagal jantung (T. Santoso,
1989). Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah
mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.
2. Pemeriksaan penunjang lain:
a. Radiologi:
1) Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang
2) Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
3) Distensi vena paru
4) Hidrothorak
5) Pembesaran jantung, Cardio-thoragic ratio meningkat
b. EKG :
Dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertropi ventrikel, gangguan irama dan
tanda-tanda faktor pencetus akut (infark miokard, emboli paru).
c. Ekokardiografi :
Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.
I. Pathways
Gagal
jantung
Gagal ventr
Gagal ventrikel kiri
ka
Penurunan
Curah jantung ↓ Curah jantun
curah jantung
Tekanan ak
Tekanan akhir diastole ↑
diasto
Tekanan atri
Tekanan atrium kiri↑
kana
Tekanan v
Tekanan vena pulmonalis ↑
sistemi
Asci
Krusakan
Edema paru, terjadi karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis hepatomeg
pertukaran gas
oed
Intoleransi
Sistolik overload pada ventrikel kanan
aktivitas (NANDA, 2008
J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis klien dengan gagal jantung kongesti antaralain:
1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapt diperbaiki
adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau
intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2. Diet dan aktivitas, klien – klien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam).
Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila klien stabil dianjurkan
peningkatan aktivitas secara teratur
3. Terapi diuretic
4. penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5. Terapi beta blocker
6. terapi glikosida digitalis
7. terapi vasodilator
8. Obat inotropik positif generasi baru
9. Penghambat kanal kalsium
10. Atikoagulan
11. Terapi antiaritmia
12. Revaskularisasi koroner
13. Transplantasi jantung
14. Kardiomioplasti
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakan (NANDA, 2007-2008):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung (pre-load).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler.
L. Rencana Keperawatan
Dx. I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan3x24 jam, diharapkan curah jantung dalam
batas normal dengan kriteria hasil:
NOC : cardiac care
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Tidak ada sianosis.
c. Klien tidak pucat.
d. Akral hangat.
e. Capilary refill < 3 detik.
Indikator Skala :
1. : tidak dilakukan sama sekali
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : cardiac care
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Kaji kulit dan membran mukosa terhadap adanya sianosis.
3. Pantau intake dan output.
4. Atur posisi klien semi fowler.
5. Anjurkan klien untuk istirahat secara fisik dan mental.
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan bantu klien untuk memenuhi kebutuhannya.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas.
8. Kolaborasi medis untuk pemberian terapi.
Dx. II
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan klien dapat
mempertahankan/ mencapai aktivitas seoptimal mungkin dengan kriteria hasil:
NOC : pemenuhan aktivitas
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri.
b. Klien mampu mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami dalam aktivitas perawatan diri.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
d. Klien mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang memperburuk aktifitas.
Indikator Skala :
1. : Tidak dilakukan sama sekali
2. : jarang dilakukan.
3. : kadang dilakukan.
4. : sering dilakukan.
5. : selalu dilakukan.
NIC : Manajemen nutrisi
Intervensi :
1. Kaji faktor-faktor penunjang/ penyebab keterbatasan aktivitas.
2. Pantau respon individu terhadap aktivitas baik secara fisik .
3. Diskusikan dengan individu tentang program peningkatan aktivitas.
4. Bantu klien secara bertahap melakukan aktivitasnya secara mandiri.
5. Anjurkan klien untuk selalu berpartisipasi aktif dalam memenuhi kebutuhannya.
6. Anjurkan klien berusaha mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
Dx. III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan kelebihan volume cairan
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
NOC : keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak odema
c. Intake dan output seimbang
Indikator Skala :
1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : keseimbangan cairan
Intervensi :
1. Monitoring intake dan output selama 24 jam.
2. Monitor tanda-tanda vital.
3. Observasi warna dan suhu kulit.
4. Catat adanya odema.
5. Tinggikan posisi kaki bila duduk.
6. Kolaborasi pemberian deuretik.
7. Pertahankan kebutuhan cairan dan diit sodium sesuia kebutuhan.
Dx. IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan pertukaran gas dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
NOC : respiratory status : gas exchange.
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat.
b. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda distensi pernafasan.
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputm, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Indikator Skala :
1. : tidak pernah menunjukan
2. : jarang menunjukkan
3. : kadang menunjukkan
4. : sering menunjukkan
5. : selalu menunjukkan
NIC : respiratory monitoring.
Intervensi :
a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi.
b. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supra
clavicular dan intercostalis.
c. Monitor suara nafas seperti dengkur.
d. Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, dhyna stokes, biot.
e. Catat lokasi biot.
f. Catat lokasi trakhea.
g. Monitor kelelahan otot diafragma.
h. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan.
i. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan nafas utama.
j. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen
secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
2. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memom pada darah untuk memenuhi kebutuhan metabolis
mejaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal (Mansjoerdan Triyanti, 2007).
3. Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
B. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung):
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral,
dan insufisiensi mitral.
b.Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas
(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika
kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung
lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac
output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan
kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
D. Klasifikasi
1. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi
atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif.
Klasifikasi berdasarkan derajat sakitnya dibagi dalam 4 kelas, yaitu:
a) Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari
tidak menyebabkan keluhan.
b) Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas. Tidak
ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan capek, berdebar,
sesak nafas.
c) Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat tidak
terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak
nafas.
d) Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu.
Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada keadaan istirahat.
2. Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di bagian basal.
b) Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema ekstremitas bawah yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan
lemah.
E. Manifestasi klinik
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
b) Ortopnea
Yakni kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
c) Paroximal
Yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien duduk lama dengan posisi kaki
dan tangan dibawah atau setelah pergi berbaring ke tempat tidur.
d) Batuk
Yaitu batuk kering maupun batuk basah sehingga menghasilkan dahak/lendir (sputum) berbusa
dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah banyak.
e) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
f) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala berikut:
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
3) Hepatomegali. dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar.
4) Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
5) Nokturia, yang terjadi karena perfusi renal dan didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring.
6) Kelemahan, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik
maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko CAD
dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar atau
ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan
kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia Sumber: Wajan Juni
Udjianti (2010)
G. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan
pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi:
1) dosis digitalis
- Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan
2x0,5 mg selama 2-4 hari.
- Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
- Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia lanjut
dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
- Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
- Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
3. Terapi Lain:
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung, iskemia
miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output
tinggi.
b. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c. Posisi setengah duduk.
d. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah, mengatur,
dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan
pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil
dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5
kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
g. Hentikan rokok dan alkohol
2. Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
a. Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk
(hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
3. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah
jantung, dan disritmia.
4. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
5. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan
per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
6. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
7. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
8. postur, kegelisahan, kecemasan
9. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus
peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer,
displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut
jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan
pitting edema.
C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia,
perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural (kelainan katup).
2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH, resistensi natrium
dan air.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
a. Tujuan
- Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan keperawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan oleh menurunya
kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam aktivitas.
b. Intervensi
Mandiri :
- Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan
vasodilator, dan diuretic.
Rasional : hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat vasodilator dan diuretic.
- Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,disritmia, dispnea, pucat.
Rasional : penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
- Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.
Kolaborasi :
- Implemenasi program rehabilitasi jantung/aktifitas
Rasional: peningkatan bertahap pada aktifitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Rehabilitasi juga perlu dilakukan ketika fungsi jantung tidak dapat kembali membaik
saat berada dibawah tekanan.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium dan
air.
a. Tujuan
- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan pemasukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan
stabil, dan tak ada edema.
b. Intervensi
Mandiri :
- Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.
Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.
- Ajarkan klien dengan posisi semifowler.
Rasional : posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan ADH
sehingga meningkatkan dieresis.
- Ubah posisi klien dengan sering.,
Rasional : pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan
inmobilisasi atau baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit
dan memerlukan intervensi pengawasan ketat.
- Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual.
Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
- Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi.
Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
- Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi
abdomen, pembesaran hati, dan menganggu metabolism obat.
Kolaborasi:
- Pemberian obat sesuai indikasi.(Diuretic contoh furrosemid (lasix), bumetanid (bumex)).
Rasional : meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus
ginjal.
- Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).
Rasional : meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.
- Konsultasi dengan ahli diet
Rasional : perlu diberikan diet yang dapat diterima pasien dan memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
a. Tujuan
- Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan.
b. Intervensi
Mandiri :
- Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
- Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.
Rasional : memberikan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
- Pertahankan posisi semifowler.
Rasional : Menurunkan kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai indikasi.(Diuretic, furosemid (laxis).
Rasional : menurunkan kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.
- Bronkodilator, contoh aminofiin.
Rasional : meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil.
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien,
Rasional : terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.
a. Tujuan
- Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal , tak ada
bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan. Dan GDA Normal.
b. Intervensi
Mandiri :
- Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Rasional : distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari
diafragma yang menekan paru-paru.
- Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas
Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di
duga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.
- Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.
Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan
- Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan. Pengubahan
posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki
difusi gas.
Kolaborasi :
- Pemberian oksigen dan cek GDA
Rasional : pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat. GDA untuk
mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia
Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 6
Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI RUANG HCU RSUD DJATIKOESOEMO BOJONEGORO
“Untuk Pemenuhan Tugas Kelompok Gadar”
Dosen Pengampu :
Dr. Pramono
Ns. Mei Fitria K, S.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok Bougenville
1. Defri Pria Wicaksana (NIM. 01314015)
2. Ella Dwi Ernawati (NIM. 01314019)
3. Indah Masrurotin Maulida (NIM. 01314032)
4. Nurul Khotimah (NIM. 01314048)
5. Warsikah (NIM. 01314061)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis sampaikan. Karena berkat
karunianya penulis dapat menyelesaikan laporan yang mengenai asuhan keperawatan gawat
darurat CHF di ruang HCU RSUD Djatikoesoemo Bojonegoro yang mana guna memenuhi tugas
kelompok mata kuliah keperawatan kegawat daruratan.
Pada kesempatan yang baik ini, penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua orang tua kami yang selalu mendo’akan secara tulus dan memberikan dorongan baik
moril maupun materiil.
2. Bapak dr. Pramono. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan arahan dalam
membimbing penyusun untuk menyelesaikan tugas laporan mengenai askep gawat darurat CHF
di ruang HCU RSUD Djatikoesoemo Bojonegoro.
3. Ibu Ns. Mei Fitria K, S.Kep. Selaku dosen pengampu dan pembimbing dalam mata kuliah ilmu
keperawatan kegawat daruratan.
Akhirnya penyusun meminta ma’af apabila terdapat kesalahan selama penyusunan
makalah ini. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak karena penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat kepada kita semua.
Daftar Isi
Halaman Sampul i
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I. Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 5
1.4 Manfaat Penulisan 5
BAB II Tinjauan Teori 6
2.1 Pengertian 6
2.2 Etiologi 6
2.3 Manifestasi Klinis 8
2.4 Patofisiologi 9
2.5 Pathway 12
2.6 Penatalaksanaan 13
2.7 Pemeriksaan Diagnostik 13
2.8 Komplikasi 14
Konsep Asuhan Keperawatan 15
A. Pengkajian 15
B. Diagnosa 24
C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi 25
BAB III Hasil dan Pembahasan 29
3.1 Pengkajian Identitas 29
3.2 Pengkajian Primer 29
3.3 Pemeriksaan Fisik 30
3.4 Pemeriksaan Penunjang 31
3.5 Analisa Data 32
3.5 Diagnosa Keperawatan 33
3.6 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi 34
BAB IV Penutup 39
4.1 Kesimpulan 39
4.2 Saran 39
Daftar Pustaka 40
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk didalamnya
Congestive Heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut data WHO
pada tahun 2007 dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di
dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai pasien dengan usia lebih dari 65
tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki dari pada wanita. Pada tahun 2030
WHO memprediksi peningkatan penderita gagal jantung mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal
jantung juga menjadi masalah khas utama pada beberapa Negara industri maju dan negara
berkembang seperti Indonesia.
Menurut Kompas (2010), sekitar 4,3 juta penduduk Indonesia mengalami gagal
jantung, dan 500.000 kasus baru gagal jantung telah di diagnosis tiap tahunnya. Harapan hidup
penderita gagal jantung lebih buruk dibandingkan dengan kanker apapun kecuali kanker paru-
paru dan kanker ovarium karena sampai 75% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun
waktu 5 tahun sejak diagnosis. Sedangkan menurut profil kesehatan Indonesia pada tahun 2005
gagal jantung merupakan urutan ke 5 penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh
Indonesia. Perubahan gaya hidup, kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif dan kurangnya
kesadaran berolahraga menjadi faktor pemicu munculnya penyakit gagal jantung.
1.3.Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui konsep dan teori keperawatan Congestive Heart Failure (CHF)
2. Mengetahui asuhan keperawatan Congestive Heart Failure (CHF)
1.4.Manfaat Penulisan
Manfaat Teoritis
Makalah yang penulis susun diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya teman-teman
dari prodi S1-Keperawatan dalam proses pembelajaran. Makalah ini juga dapat melengkapi dan
menambah wawasan mahasiswa keperawatan mengenai asuhan keperawatan Congestive Heart
Failure (CHF).
Manfaat Praktis
Menambah wawasan penulis mengenai wacana mengenai asuhan keperawatan Congestive Heart
Failure (CHF) yang nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dalam menangani pelbagai
permasalahan di lapangan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Kelainan primer pada gagal jantung adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi
miokardium yang menyebabkan penurunan curah jantung.
Ada beberapa definisi gagal jantung, namun tidak ada satu pun yang benar-benar dapat
memuaskan semua pakar atau klinisi yang menangani masalah gagal jantung. Gagal jantung
adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi - definisi lain
menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ,
melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan suatu bentuk
respons hemodinamik, renal, neural dan hormonal, serta suatu keadaan patologis di mana
kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian
(Muttaqin, 2012:196).
Saat ini dikenal beberapa istilah gagal jantung, yaitu:
Gagal jantung kiri: terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer dengan
penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung kanan: ditandai dengan adanya edema perifer, asites, dan peningkatan tekanan
vena jugularis.
Gagal jantung kongestif: adalah gabungan kedua gambaran tersebut (Muttaqin, 2012:196).
2.2 Etiologi
Ada beberapa etiologi / penyebab dari gagal jantung :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi artikel, dan penyakit degeneratif atau inflamasi (Kasron,
2012:56).
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun (Kasron,
2012:56).
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrophi serabut otot
jantung (Kasron, 2012:57).
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun (Kasron, 2012:57).
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif kostriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer
load (Kasron, 2012:57).
f. Faktor sistematik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal ginjal.
Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung (Kasron, 2012:57).
2.4 Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk
memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat
maupun saat mengalami stress fisiologis (Kasron, 2012:58).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan :
a. Prelood (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan serabut jantung.
c. Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan tekanan yang
diperlukan oleh tekanan arteri (Kasron, 2012:59).
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas terganggu,
menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan prelood meningkat
contoh regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel. Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada
keadaan stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kelainan otot jantung (Kasron, 2012:59).
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan
kontraktilitas jantung, sehingga darah yang di pompa pada setiap kontriksi menurun dan
menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan
mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II
mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air,
perubahan tersebut meningkatkan cairan ektra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan
volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan
cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu
berbaring. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti
mual, muntah, anoreksia (Kasron, 2012:59).
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk kejantung),
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O₂ dan Co₂
antara udara dan darah di paru-paru, sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi
peningkatan CO₂, yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan
suatu gejala sesak napas (dyspnea), artopnea (dypsnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah
dari ektrimitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru (Kasron, 2012:59).
2.5
Pathway
2.6 Penatalaksanaan
1. Kelas I : Non farmakologi, meliputi diet diet rendah garam, batasi cairan, menurunkan BB,
menghindari alcohol, dan rokok aktifitas fisik, manajemen stress.
2. Kelas II, III : terapi pengobatan meliputi: diuretik, vasodilator, ace inhibitor, digitalis,
dopamineroik, oksigen.
3. Kelas IV : kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor, seumur hidup (Kasron, 2012:71).
2.8 Komplikasi
1. Syok kardiogenik
2. Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
3. Efusi dan temponade perikardium
4. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat digitalis (Kasron, 2012:71).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
A. Pengkajian
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dan
tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung, seperti: gangguan irama jantung,
gangguan endokardial, pericardial, valvular, atau miokardial. Kelainan miokardial dapat bersifat
sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel), diastolic (berhubungan
dengan relaksasi dan pengisian pengisian ventrikel), atau kombinasi keduanya (Muttaqin,
2012:206).
Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek penting
dalam proses perawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat
mengumpulkan data dasar mengenai informasi status terkini klien tentang pengkajian sistem
kardiovaskular sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat
yang cermat, khususnya yang berhubungan dengan gambaran gejala. Terjadi kelemahan fisik
secara umum, seperti: nyeri dada, sulit bernpas (dyspnea), palpitasi, pingsan (sinkop), atau
keringat dingin (diaphoresis). Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta
faktor yang mencetuskan dan meringankan (Muttaqin, 2012:206).
a) Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, dan
riwayat penyakit dahulu.
1.Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan,
meliputi: dyspnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
Dyspnea
Keluhan dyspnea atau sesak napas merupakan manifesatsi kongesti pulmonal sekunder dari
kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga akan mengurangi curah
sekuncup. Dengan meningkatnya LVDEP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP), karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang masuk ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler, dan vena paru-paru.
Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intersisial. Jika kecepatan transudasi
cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intersisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah
edema paru-paru (Muttaqin, 2012:208).
Kelemahan fisik
Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan dan kelelahan dalam
melakukan aktifitas (Muttaqin, 2012:208).
Edema sistemik
Tekanan arteri paru dapat meningkat sebagai respons terhadap peningkatan kronis terhadap
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Mekanisme kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,
di mana akhirya akan terjadi sistemik dan edema sistemik (Muttaqin, 2012:208).
2.Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan
tentang kronologis keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala
kongesti vascular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikan oleh pernapasan cepat,
dangkal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan klien) apakah
mengganggu aktifitas lainnya seperti keluhan tentang insomnia, gelisah, atau kelemahan yang
disebabkan oleh dyspnea (Muttaqin, 2012:209).
3.Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, diabetes mellitus, dan hyperlipidemia. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Obat-
obat ini meliputi obat diuretic, nitirat, penghambat beta, serta obat-obat antihipertensi. Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga harus tanyakan adanya alergi obat, dan
tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatau alergi dengan efek
samping obat (Muttaqin, 2012:210).
4.Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit
jantung iskemik pada keturunannya (Muttaqin, 2012:210).
5.Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial: menanyakan
kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum, alcohol, atau obat tertentu. Kebiasaan merokok:
menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis
rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka data biografi juga merupakan
data yang perlu diketahui, yaitu; nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama
yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan
kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang diajjukan bukan pertanyaan
terbuka tetapi pertanyaan yang jawabannya adalah ya dan tidak. Atau pertanyaan yang dapat
dijwab dengan gerak tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak
meemrlukan energy yang besar (Muttaqin, 2012:211).
6.Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut
dari curah jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.
Terdapat perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit yang tak perlu, khawatir dengan keluarga, kerja, dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku meneyrang,
focus pada diri sendiri. Interaksi sosial: stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, kesulitan koping dengan stressor yang ada (Muttaqin, 2012:211).
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan pengkajian B1-B6.
1.Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran yang baik
atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat.
1. B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vascular pulmonal adalah dyspnea,
ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronki
basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru. Hal ini dikendali sebagai bukti
gagal ventrikel kiri. Sebelumcrackles dianggap sebagai kegagalan pompa, klien harus
diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka alveoli basilaris yang mungkin dikompresi dari
bawah diafragma (Muttaqin, 2012:211).
2. B2 (Bleeding)
Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengkajian apa saja yang dilakukan pada pemeriksaan
jantung dan pembuluh darah.
Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasaca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak penurunan curah
jantung. Selain gejala-gejala yang diakibatkan dan kongesti vascular pulmonal, kegagalan
venrtikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan
berkonsentrasi, deficit memori, dan penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada
tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Sayangnya, gejala ini
tidak spesifik dan sering dianggap depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu,
secara potensi hal ini merupakan indicator penting penyimpanan fungsi pompa yang sering tidak
dikenali kepentingannya, dank lien juga diberi keyakinan dengan tidak tepat atau diberi
tranquilizer (sediaan yang meningkatkan suasana hati-mood). Ingat, adanya gejala tidak spesifik
dari curah jantung rendah memerlukan evaluasi cermat terhadap jantung serta pemeriksaan psikis
yang akan memberi informasi untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat (Muttaqin,
2012:212).
Distensi vena jugularis: bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi
dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada diastolic akhir ventrikel kanan, tahanan
untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan
ini sebaliknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada
tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi hal yang paling baik ini dengan melihat
pada vena-vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Pada klien yang berbaring di
tempat tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan anatara 30° dan 60°, pada orang normal
kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan hanya beberapa millimeter di atas batas atas
klavikula, bila ini terlihat sama sekali (Muttaqin, 2012:212).
Edema. Edema sering di pertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya.
Tentu saja sering ada bila ventrikel kanan telah gagal. Setidaknya hal ini merupakan tanda yang
dapat dipercaya dari disfungsi centrikel. Banyak orang, terutama lansia yang menghabiskan
waktu mereka untuk duduk di kursi dengan kaki tergantung. Sebagai akibat dari posisi tubuh ini,
terjadi penurunan turgor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin
penyakit vena primer seperti varikositis. Edema pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili
factor ini dari pada kegagalan ventrikel kaknan.
Edema yang berhungan dengan kegagalan di ventrikel kanan, bergantung pada
lokasinya, bila klien berdiri atau bangun, perhatikan pergelangan kakinya dan tinggikan kaki bila
kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur, bagian yang bergesekan dengan
tempat tidur menjadi area sakrun. Edema harus diperhatikan di tempat tersebut. Manifestasi
klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasannya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia, serta kelemahan.
Edema di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap bertambah ke atas
tungkai yang pada akhirnya ke genitelia eksterna serta tubuh bagian bawah. Edema sacral sering
jarang terjadi pada klien yang berbaring lama, karena daerah sacral menjadi daerah yang
dependen. Pitting edema adalah yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
dengan ujung jari (Muttaqin, 2012:212).
Palpasi
Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung terhadap stress,
sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan
kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhungan dengan kegagalan pompa meliputi :
kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel premature
(Muttaqin, 2012:213).
Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer
mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik), sehingga
menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse. hipotensi sistolik ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Imbul
Selain itu, pada gagal jantung kiri yang dapat dapat timbul pulsus alternans (suatu perubahan
kekuatan denyut arteri). Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat
dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada curah sekuncup (Muttaqin, 2012:213).
Auskultasi
Auskultasi
Tekanan darah biasannya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
di bagian yang meliputi : bunyi jantung ke tiga dan ke empat (S3,S4) serta crakles pada paru-
paru, S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bel
stestokep yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung (Muttaqin, 2012:215).
Posisi lateral kiri mungkin diperlukan untuk mendapatkan bunyi. Ini terdengar sebelum
bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat
menurunkan complains (peningkatan kekakuan) miokard. Ini mungkin indikasi awal premonitori
menuju kegagalan. Bunyi S4 adalah bunyi yang umum terdengar pada klien dengan infark
miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai pronogsis bermakna, tetapi mungkin
menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang
dewasa hampir tidak pernah ada pada adanya penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter
akan setuju bahwa tindakan terhadap gagal kongestif diindikasikan dengan adanya tanda ini. S3
terdengar pada awal diastolic setelah bunyi jantung kedua (S2), dan berkaitan dengan periode
pengisian ventrikel pasif yang cepat. Ini juga dapat di dengar paling baik dengan bel stestoskop
yang di letakan tepat di apeks, dengan klien pada posisi lateral kiri dan pada akhir ekspirasi.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasannya di dapatkan apabila penyebab gagal
jantung karena kelainan katup (Muttaqin, 2012:215).
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
3. B3 (Brain)
Kesadaran biasannya compos mentis, di dapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis, menangis, merintih, mengerang, dan
menggeliat (Muttaqin, 2012:215).
4. B4 (bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu
memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang parah (Muttaqin, 2012:215).
5. B5 (Bowel)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena
dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan (Muttaqin, 2012:215).
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena
di hepar merupakan manifestasi dari kegagalan jantung. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan di pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan (Muttaqin, 2012:216).
6. B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengajian B6 adalah sebagai berikut.
Kulit Dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfungsi keorgan-
organ. Oleh karena darah di alihkan dari organ-organ non vital demi mempetahankan perfusi ke
jantung dan otak, maka manifestasi paling dini dari gagal kedepan adalah berkurangnya perfusi
organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh
vasokonstraksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar
hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan
tubuh untuk melepaskan panas. Oleh karena itu, demam ringan dan keringat yang berlebihan
dapat ditemukan (Muttaqin, 2012:216).
Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi
akibat distres pernapasan dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat ekserbasi oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia. Pemenuhan personal higiene mengalami perubahan (Muttaqin,
2012:216).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 miokard dengan
kebutuhan tubuh
C. Intervensi Keperawatan
PENGKAJIAN IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. L Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 60 thn Status Pernikahan : Menikah
Agama : islam Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan :- Alamat : Soko, Tuban
1. PENGKAJIAN PRIMER
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sesak nafas 3 minggu yang lalu. Sesak dirasakan hilang timbul sesak muncul jika dibuat
aktivitas seperti jalan kaki. Berkurang jika dibuat istriahat atau duduk, jika dibuat aktivitas terasa
kasoh (ngos-ngosan)
- Bengkak pada kaki ± 1 minggu, bengkak dirasa muncul perlahan
- Mual + bila dibuat makan
- BAB – 3 hari sebelumnya BAB
- BAK + biasa
b. Riwayat Kesehatan Lalu
- Sebelumnya pasien pernanh menjalani kolostomi karena Ca Colostomi
- Pernah pasang selang diginjal karena ginjal bengkak
- Jantung +
- HT,DM, Asma disangkal
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- HT, DM, ASMA ,jantung disangkal
d. RP SOS: - Peroko pasif (+)
- Jamu (+) jarang-jarang
e. Pemeriksaan Fisik Body of System
- Keadaan umum : sedang
- Kesadaran : CM
- Tanda-tanda Vital : TD : 88/63 Nadi : 113 RR : 31
- SPO2 : 93
1) B1 ( Breathing )
a) Pernafasan : 1. Frekuensi :31 x/menit
2. Pola nafas :Takipneu
b) Penggunaan otot bantu nafas : -
c) Kepatenan hidung :-
Batuk : -
Sputum : -
2) B2 ( BLOOD )
a) Tekanan Darah : 88/63 mmHg
b) Nadi : 123x/menit
a. Bunyi jantung :
b. Akral : hangat
c. Warna bibir : merah sehat
d. Konjungtiva : merah muda
3) B3 ( BRAIN )
GCS : 4,5,6
Refleks fisiologis +
Reflek patologi +
Fungsi motorik +
Fungsi intelektual +
4) B4 (BLEDDER )
Warna urin : kuning kental
5) B5 BOWEL
-
5
5
Mukosa lembab
6) B6 ( BONE )
5
5
Kekuatan Otot :
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- HGB 9,4 g/dl
- Fugsi hati albumin : 2,52 g/dl
- Alkali fosfatase : 58 g/dl
- Fungsi ginjal : BUN 14 mg/dl
- Serum kreatinin : 0,8 mg/dl
- Asam urat : 7,1 mg/dl
- WBC 5,9 10˄3/UL RBC 3,6 10˄6/UL
- SGOT : 25 g/dl SGPT :13 g/dl
2. Obat-obatan
MJ, OMZ, Dopamin pumo 5 mg/Kg BB/mnt
ANALISA DATA
Nama pasien : Ny. L
Diagnosa medis : CHF
No Data Etiologi Masalah
Ds : Penyumbatan/ Intolerans aktivitas
Pasien mengatakan sesak, mual, sulit penyempitan PD Miokard
menelan, malas
4.1 KESIMPULAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi
yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal.
Ny. L merupakan salah satu pasien dengan diagnose Congestive Heart Failure (CHF). Salah
satu masalah keperawatan yangmuncul dari Ny. L adalah intoleransi aktivitas. Ny. L merupakan
satu dari ribuan pasien dengan gagal jantung.
Banyak penyebab yang dapat menimbulka kegagalan pada jantung, selain riwayat penyakit
keluarga perawat juga bisa mengkaji pola kebiasaan dari pasien untuk mengetahui penyebab dari
kegagalan jantung untuk memompa darah.
4.2 SARAN
Kegagalan fungsi pada organ jantung dapat mengganggu aktivitas pasien. Maka dari itu
untuk menghindari factor resiko dari kegagalan jantung yaitu dengan mengubah pola hidup kita
menjadi pola hidup yang sehat, dengan berolahraga teratur dan menjaga pola makan
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG / CONGESTIF HEART FAILURE (CHF) DENGAN
NANDA, NOC, NIC
A. PENGERTIAN
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot
jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia
membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
B. ETIOLOGI
1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau
inflamasi.
2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium
(kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab
paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati
dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui
jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis;
tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung
abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi
miokardial.
6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen
kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal
jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara
sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau
afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang
jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel .
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut
jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan
penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang
untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah
akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan
determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi
jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan.
Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi
vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang
meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa
disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor :
1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
b/d perubahan panjang regangan serabut jantung
3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari
Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring
E. MANIFESTASI KLINIK
2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung
3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli,
akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas,
4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan
berat badan.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi
aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume
Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri
dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel
kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru akut.
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi
paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah,
tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah). Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias
terjadi saat istirahat / aktivitas.
Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari (paroximal nocturnal
dispnu / PND)
Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah
Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.
Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas.
Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat
mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah
: edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.
Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan
tubuh bagian bawah.
Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena dihepar.
Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada diafragma dan
distress pernafasan.
Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen
Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi penderita saat
berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan membaik dg istirahat.
Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah
katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan
sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema
tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding
regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.
G. KOMPLIKASI
1. Kematian
H. PENATALAKSANAAN
1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapat diperbaiki adalah
lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan
keadaan output tinggi.
2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada
gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan
aktifitas secara teratur
3. Terapi diuretic
7. Terapi vasodilator
10. Atikoagulan
14. Kardoimioplasti
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intak nutrisi inadekuat, faktor biologis
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit gagal jantung b.d. kurangnya sumber informasi.
Manajemen lingkungan
Batasi pengunjung
2 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas :
aktivitas B.d askep .... jam Klien
ketidakseimbangan dapat menunjukkan Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
suplai & toleransi terhadap
Jelaskan pada ps manfaat aktivitas
kebutuhan O2 aktivitas dgn KH:
bertahap
Klien mampu aktivitas
Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/
minimal
meningktkan aktivitas
Kemampuan aktivitas
Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
meningkat secara
bertahap Monitoring V/S
Manajemen nutrisi
Emosional support
Tidak menunjukkan
peningkatan JVP Fluid monitoring
Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia
berdasarkan data epidemiologi.
Global
Data WHO menunjukkan akibat penyakit kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap tahunnya
pada 49 negara di benua Eropa dan Asia Utara. Data yang dikeluarkan oleh American Heart
Association (AHA) pada tahun 2016 menyebutkan 15,5 juta warga Amerika memiliki penyakit
kardiovaskular.
Indonesia
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2016 menyebutkan bahwa secara nasional terdapat
0,5% prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosis dokter. Prevalensi tersebut paling
tinggi di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh.Di provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2008-2009 berdasarkan Jakarta Acute Coronary Syndrome Registry, terdapat
2103 pasien sindroma koroner akut dan 654 di antaranya adalah ST elevation myocardial
infarction (STEMI).
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan
posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1. Komunikasi (penjelasan prosedur)
2. Privacy dan kenyamanan klien
3. Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
4. Berada di sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di
jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
2.4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
A) Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan kulit\
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
b. Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan
rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut
jagung dan kering)
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
2. Pemeriksaan wajah
Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
3. Pemeriksaan mata
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan alat
a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata,
warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon
terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera
berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam
penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi
dua yaitu:
1). Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya
jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b. virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat
misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya
bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2). Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap
sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam
klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat
pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka
tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam=""
dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.=""
penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang=""
span="" tajam="">
prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:
Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah
satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau
peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas
(superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA.
Prosedur Pemeriksaan :
1. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang
jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila
terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di
deteksi dengan jelas.
3. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar D)
5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
6. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar E)
7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas
(superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA.
Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar F)
8. Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya
suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti
dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).
Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
4. Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.
Persiapan Alat
a) Arloji berjarum detik
b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang
telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain,
tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
Normal: tidak ada nyeri tekan.
setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a. Pemeriksaan Rinne
1. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang
berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.
4. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan
posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5. Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
6. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan Webber
1. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada
salah satu telinga.
4. Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut
A) System pernafasan
Tujuan :
a) Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,
pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna
kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh”
atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung
pasien.)
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi
simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain
pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di
lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
B) System kardiovaskuler
Tujuan
a) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari
atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC
4,5,dan 8.
Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop
untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi
jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
10 Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a) Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
Persiapan
a) Posisi klien: Berbaring
b) Stetoskop
c) Penggaris kecil
d) Pensil gambar
e) Bntal kecil
f) Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian
bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri
iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam,
perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
Perkusi hepar: Batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas
Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan =
hipertimpani
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ,
adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan
tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan
Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
11 Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :
Alat :
1. Meteran
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan
letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
Alat :
Pemeriksaan rectum
Tujuan :
Prosedur Pelaksanaan
1. Wanita:
Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema,
pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-
tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran
dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
2. Pria:
Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus
atau darah
Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan
mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran
dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
2.6. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku.
Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan
sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian
fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan.
Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk
mengevaluasi keefektifan asuhan.
2.7. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada
akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah
pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau
mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana
asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-
langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke
tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat,
sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di
lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk
menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan,
maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.
3.2. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara
berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/( online)
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Jakarta. EGC
September 2010
Publishing.
Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit
jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta penduduk atau sekitar 18% total
penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara mendadak setiap tahunnya dan 50%
tidak menunjukkan gejala. Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung
koroner baik rawat jalan maupun rawat inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan
di AS 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena jantung
koroner setiap tahunnya (Hediyani, 2012).
Jantung merupakan organ muskular dengan empat buah bilik yang bertanggung jawab
atas sirkulasi darah di seluruh tubuh.bilik ini disebut atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri,
dan ventrikel kiri. Darah memasuki jantung melalui atrium.ada 2 pembuluh vena besar yang
memasuki jantung pada sisi kanan dan membawa darah dioksigenasi ke dalam atrium kanan.
vena kava superior membawa masuk darah dioksigenasi dari ekstremitas atas dan kepala
sementara vena kava inferior membawa masuk darah dari tubuh dan ekstremitas bawah darah
dioksigenasi ini akan dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan di bawa ke paru, tempat terjadinya
pertukaran gas, sebelum kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonari kanan dan kiri. Darah
yang kaya oksigen memasuki sisi kiri jantung dan di pompa keluar ke sirkulasi sitemik oleh
ventrikel kiri yang lebih besar.
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah
koroner (Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut 7dari angina pektoris tidak stabil
(APTS) yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST
atau tanpa gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat
ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007).
Istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri atas beberapa penyakit
koroner, angina tak stabil, infark miokard non-elevasi ST infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. SKA
merupakan keadaan darurat jantung dengan manifetasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala
lain sebagai akibat iskemia miokardium (harun 2007).
A. Anatomi
Jantung merupakan organ muskular dengan empat buah bilik yang bertanggung jawab atas
sirkulasi darah di seluruh tubuh.bilik ini disebut atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan
ventrikel kiri. Darah memasuki jantung melalui atrium.ada 2 pembuluh vena besar yang
memasuki jantung pada sisi kanan dan membawa darah dioksigenasi ke dalam atrium kanan .
vena kava superior membawa masuk darah dioksigenasi dari ekstremitas atas dan kepala
sementara vena kava inferior membawa masuk darah dari tubuh dan ekstremitas bawah darah
dioksigenasi ini akan dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan di bawa ke paru, tempat terjadinya
pertukaran gas, sebelum kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonari kanan dan kiri. Darah
yang kaya oksigen memasuki sisi kiri jantung dan di pompa keluar ke sirkulasi sitemik oleh
ventrikel kiri yang lebih besar. Darah meninggalkan jantung melalui aorta yaitu arteri terbesar
didalam tubuh menuju tubuh bagian atas melalui arteri yang bercabang pada arkus aorta dan
mengalir ke dalam torak, batang tubuh dan tubuh, bagian bawah melalui aorta desenden
Komplikasi :
-Gagal jantung
-syok kardiogenik
-perikarditis
-rupture jantung
-aneurisma jantung
-defek septum ventrikel
-disfungsi otot papilaris
-trombo embolisme
Kelemahan miokard
Volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
Tekanan atrium kiri meningkat
Tekanan vena pulmonalis meningkat
Hipertensi kapiler paru
Penurunan curah jantung
pe
Suplai darah ke jaringan tak adekuat
Kurang informas
Tidak tau kondisi dan pengobatan
Nyeri akut
Defisiensi pengetahuan ansietas
Kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas
Oedem paru
Gangguan pertukaran gas
1.5. Tanda dan Gejala
Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri di tengah dada seperti rasa di tekan, rasa
di remas-remas menjalar ke leher, lengan kiri dan kanan, serta uluh hati, rasa terbakar dengan
sesak nafas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini terdapat merambat ke kedua rahang gigi
kanan atau kiri, bahu serta punggung, lebih spesifik ada juga yang disertai kembung pada uluh
hati seperti masuk angin atau magh (rilantoro 1996).
Tahap nanada NIC-NOC(2002) menambahkan gejala klinis SKA meliputi:
1. Sifat nyeri : Rasa sakit seperti di tekan, rasa terjepit, keram, rasa tertindih beban berat seperti di
tusuk atau rasa terbakar di dada (angina).
2. Lokasi substernal,rerosternal, dan prekodial
3. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar kebahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
4. Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas
7. Dispnea
8. Pada pemeriksaan EKG
a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
- Elevasi yang curam dari segmen ST
- Gelombang T yang tinggi dan lebar
- VAT memanjang
- Gelombang Qtampak
b. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian )
- Gelombang Q patologis
- Elevasi segmen ST yang cembung keatas
- Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
c. Fase resolusi (beberapa minggu /bulan kemudian)
- Gelombang Q patologis tetap ada
- Segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
- Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
9. Pada pemeriksaan darah (enzim jantung : CK & LDH)
a. CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting
nekrosis miokard creatinin kinase (CK) meningkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan
memuncak antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal.
b. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak pada serum setelah 24 jam pertama setelah awitan
dan akan tinggi selama 7-10 hari.
c. Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin (TnT) mempunyai nilai prognostik yang
lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel
miokard.
1.6. Pemeriksaan diagnostik
Wasid (2007) cara mendiagnosis IMA ada 3 komponen yang harus ditemukan :
1. Sakit dada
2. Perubahan EKG berupa gambaran,STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik.
Elektrokardiografi (EKG) membantu menentukan area jantung danarteri koroner mana yang
terlibatPemeriksaan kadar enzim kardiak dan protein bias menunjukkan kenaikan khas pada CK-
MB, troponin T dan I, dan mioglobin.
3. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB
DAN trponin-T /1 diamana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal
troponin ialah 0,1-0,2ng/dl dan dianggap positif bila 0,2ng/dl.
4. Pemeriksaan laboratorium bisa memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat dan
tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik
5. Rontgen toraks bias menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non
kardiak lain terhadap dispnea dan nyeri di dada
6. CT Scan yang menggunakan thallium 201 atau technetium 99m bias digunakan untuk
mengidentifikasi area infark.
7. Kateterisasi jantung bias digunakan untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, serta
memberikan informasi mengenai fungsi ventrikel dan tekanan dan volume di dalam jantung.
1.7. Pentalaksanaan SKA secara medis dan konservatif
Tahap awal pentalaksanaan pasien SKA
1. Oksigenasi : dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta
menurunkan beratnya ST-elevasi ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen
2-3 liter dengan nasal kanul.
2. Nitrogliserin (NTG). Digunakan pada klien yang tidak hipotensi mula-mula secara sublingual
(SL) (0,3-0,6mg) atau spray aerosol jika sakit dada
Tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intervena 5-10 ug/menit
(jangan lebih 200ug/menit)dan tekanan darah sistolok jangan kurang dari 100 mmHg.
3. Mofirin : diberikan untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan, mengurangi nyeri akibat
iskemia, meningkatkan kapasitas nadi, menurunkan tahanan pembuluh sistemik, nadi dan
tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang.
4. Aspirin : aspirin harus diberikan kepada semua pasien sindrom koronier akut jika tidak ada
kontraindikasi.
5. Antitrombolitik lain (clopidogrel, ticlopidine), derifat tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet memperpanjang waktu perdarahan.
Penanganan SKA lain melalui :
1. Heparin
2. Warfarin
3. Inhibitor glikoprotein Iib/ IIIa (GPIIb/IIIa-1)
4. Direct trombin inhibitor : antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat
langsung trombin.
BAB III
KONSEP NCP
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT INFARK MIOKARDIUM AKUT (IMA)
1. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama :-
Umur : terjadi pada umur < 65 tahun.
Jenis Kelamin : pria > wanita
Status mariental : tidak mempengaruhi
Agama : tidak mempengaruhi
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
gsa : biasanya lebih tinggi bagi suku bangsa Afrika Amerika, Amerika latin, dan Amerika-India.
Alamat :-
No. Medrec :-
Ruang rawa t: -
Dx. Medis :-
Tanggal Masuk :-
Tanggal Pengkajian :-
Penanggung Jawab
Nama :-
Umur :-
Pekerjaan :-
Hubungan dengan klien :-
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada dada dan terasa sesak
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien sebelum masuk ke rumah sakit mengeluh nyeri dada dan terasa sesak, nyeri biasanya
terasa seperti tertekan atau di remas. lokasi nyeri biasanya pada daerah di atas perikardium
(lapisan jantung sebelah luar). Penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada. Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakan bahu dan tangan. dengan skala nyeri biasanya 3-4 (0-
10) atau 7-9 (0-10). nyeri timbul kadang-kadang atau mendadak. Nyeri infark oleh miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat dan berlangsung lama.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien dengan penyakit infark miokardium akut biasanya mempunyai hipertensi, dan gaya hidup
yang tidak dijaga seperti merokok.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien tidak mempunyai keturunan penyakit keturunan (jantung/hipertensi)
F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
a. Keadaan umum : -
b. Kesadaran :
Kualitatif : kesadaran pada klien IMA biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan
berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
Kuantitatif : biasanya GCS 13 = E3V4M6
c. Tekanan darah : biasanya naik/turun
(Sistole : 80-140 mmHg); (Diastole (50-90 mmHg)
d. Nadi : biasanya kuat/lemah (60-100 x/menit)
e. Suhu : biasanya meningkat < 39ºC
f. RR : biasanya > 24 x/menit
2. Antropometri
BB = biasanya > 60 kg
TB = tidak mempengharuhi
3. Pemeriksaan Sistematik/Persistem
a) Sistem Pernapasan
1. Inspeksi :
Biasanya pada pasien Infark Miokardium Akut (IMA) saat di inspeksi bagian bentuk hidung
simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi atau peradangan, warna mukosa hidung normal. Pada
bagian bentuk dada simteris dan pergerakan otot-otot aksesoris pernafasan ada menggunakan
otot pernafasan bantuan. Terlihat nafas cepat pada saat inspirasi dan ekspirasi.
2. Palpasi:
Saat di palpasi bagian dada, tidak adanya massa dan lesi.
3. Perkusi :
Saat di perkusi suara batas atas dan bawah paru resonan.
4. Auskultasi :
Saat di auskultasi terdengar suara crakles (ronchi basah)
b) Sistem Kardiovaskuler
1. Inspeksi :
Saat di inspeksi pasien terlihat pada mukosa bibirnya sianosis (pucat), terlihat clubbing finger,
pembesaran kelenjar getah bening, edema dan destensi vena jugularis.
2. Palpasi
Saat di palpasi akral dingin, ketika di CRT mulai kembali normal > 2 detik.
3. Perkusi
Saat di perkusi batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4. Auskultasi
Pada saat di auskultasi S1 dan S2 meningkat dan terdapat bunyi tambahan urmur.
c) Sistem Pencernaan
1. Inspeksi
Konjungtiva anemis, tidak ada stomatitis, kebersihan lidah, tidak ada caries pada gigi, proporsi
tubuh baik, bentuk abdomen simetris, turgor kulit abdomen normal, dan tidak ada asites.
2. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak ada hepatomegali, tidak ada splenomegali.
3. Perkusi
Saat di perkusi terdengar bunyi dullness atau timpani (normal).
4. Auskultasi
Saat di auskultasi tidak ada bising usus.
d) Sistem Penglihatan
1. Inspeksi
Bentuk mata simetris, tidak ada peradangan pada konjungtiva dan warna sclera tidak ikhterik.
2. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
3. Tes Penglihatan :
Fungsi penglihatan baik.
e) Sistem Pendengaran
1. Inspeksi
Tidak ada lesi atau luka dan tidak terdapat serumen (bersih).
2. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.
3. Tes Pendengaran
Tidak ada kelainan, fungsi pendengaran baik.
f) Sistem Perkemihan
1. Inspeksi
Tidak adanya edema pada ekstremitas inferior, dan tidak terpasang DC.
2. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan keadaan kandung kemih normal.
3. Perkusi
Tidak ada nyeri ketuk pada ginjal.
g) Sistem Muskoloskeletal
1. Inspeksi
Bentuk tubuh simetris, bagian ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak ada luka jumlah jari
lengkap dan terpasang infus ditangan kanan.
2. Palpasi dan ROM
Uji kekuatan otot :
5 5
5 5
h) Sistem Endokrin
1. Inspeksi
Tidak ada pembesaran tyroid dan berkeringat.
2. Palpasi
Kelenjar tyroid simetris.
i) Sistem Integumen
1. Inspeksi
Warna kulit normal, kebrsihan kulit terjaga, warna bibir sianosis (pucat), keutuhan kuku normal,
temperatur (suhu) tubuh < 39ºC.
2. Palpasi
Turgor kulit elastis, tidak ada edema
G. Data Psikologis
1. Status emosi
Klien kurang mampu mengendalikan emosinya, mudah tersinggung, dan klien terlihat murung
saat tersinggung.
2. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang, karena klien merasa takut dengan penyakitnya.
3. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien merasa biasa saja pada keadaan tubuhnya.
b. Peran
Klien tidak bisa melakukan tugas dan perannya sebagaimana mestinya.
c. Ideal diri
Klien berharap penyakitnya segera sembuh
4. Koping mekanisme
Sebelum sakit dan sesudah sakit klien berprilaku adaptif
H. Data Spiritual
Motivasi religi klienKlien percaya bahwa penyakitnya dapat sembuh dengan berdoa.
Persepsi klien terhadap penyakitnya
Klien mempresepsikan bahwa penyakit yang dialaminya merupakan cobaan dan kesalahan dari
diri sendirinya.
Pelaksanaan ibadah selama dirawat
Klien dalam pelaksanaan ibadah sebelum sakit taat beribadah namun setelah sakit pola
ibadahnya terganggu.
I. Data Penunjang
ECG : - segmen ST elevasi
- T. wave inverse
- Q wave pathologis
Thorax foto :
- Cardiomegali dan tanda-tanda kegagalan ventrikel kiri
Serum enzyme :
- CPK (creatinin phospokinase) = > 50 u/L, meningkat dalam waktu 6 jam.
- CK-MB (creatinin kinase-MB) = >10 u/L, meningkat
- SGOT (serum glutamic oxalo transmite) = > 240 u/L meningkat dalam 8-12 jam.
- LDH = meningkat 6-12 jam
J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Nyeri dada. Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
DO : (aterosklerosis)
Terlihat
· nafas cepat (dispnea)
pada saat inspirasi- Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
ekspirasi pada miokardium
· Terdengar crakles
(ronchi basah)
Terjadi nekrotik (jaringan mati) pada miokardium
Nyeri dipersepsikan
Nyeri
3. DS : Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
Klien mengatakan nyeri (aterosklerosis)
menyebar di bagian dada,
merasa sesak napas
(dispnea) dan merasa Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
akan mati. pada miokardium
DO :
Klien tampak
· Sianosis (pucat) Terjadi nekrotik (jaringan mati) pada miokardium
· Akral dingin, dan
berkeringat,
· TD menurun sekitar : Aliran darah ke jantung menurun
(Sistol = 80 – 100
mmHg)
(Diastol = 50 – 90 Terjadi penyumbatan aliran darah ke jaringan
mmHg) miokardium (jaringan miokardium iskemik)
· RR = > 28 x/menit
Gangguan
Menurunnya volume pompa darah pada jantung perfusi
(COP turun) jaringan
Gangguan perfusi jaringan
4. DS : Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
Klien merasa cemas dan (aterosklerosis)
merasa akan mati.
DO :
Gelisah, panik, Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
menangis, menurunnya pada miokardium
keyakinan diri.
Nyeri
Cemas
K. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alfeoli atau kegagalan utama paru.
2. Ketidak efektifan perkusi jaringan feriper b.d jaringan iskemik kerusakan otot jantung,
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
3. Nyeri akut b.d iskemia jaringan skunder terhadap sumbatan arteri di tandai dengan penurunan
curah jantung.
4. Penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
5. Intoleransi b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya
iskemia atau nekrosis jaringan miokard
L. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah koroner
(Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut dari angina pektoris tidak stabil (APTS)
yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST atau tanpa
gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur plak
aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007,Ns. Reni Yuli Aspiani, S.Kep).
Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan
pembuluh darah (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi :
1. Adanya timbunan lemak (atreosklerosis) dalam pembuluh darah akibatkonsumsi kolestrol tinggi.
2. (trombosis) oleh sel beku darah(trombus).
3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah.
Tahap nanada NIC-NOC(2002) menambahkan gejala klinis SKA meliputi:
Sifat nyeri : Rasa sakit seperti di tekan, rasa terjepit, keram, rasa tertindih beban berat seperti di
tusuk atau rasa terbakar di dada (angina).
- Lokasi substernal,rerosternal, dan prekodial
- Nyeri hebat pada dada kiri menyebar kebahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
- Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
- Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas
- Dispnea