Anda di halaman 1dari 130

LAPORAN PENDAHULUAN CHF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.
Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep Faktor Resiko dan Penyakit
Degeneratif. Faktor resiko adalah suatu kebiasaan, kelainan dan faktor lain yang bila
ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih
berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit
yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, dimana
faktor-faktor resiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya:
penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom. Congestive heart failure (CHF)
adalah sindrom yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Sindrom gagal jantung
kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada
lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent.
Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada
usia 75 – 84 tahun. Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati
prevalensi dari CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang
mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin
membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan
meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membuat laporan penahuluan dan asuhan keperawatan ini mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem pencernaan: typhoid abdominalis.
2. Tujuan Khusus
Setelah mempelajari kasus ini, mahasiswa mampu:
a. Menjelaskan definisi CHF
b. Memahami etiologi dari CHF
c. Menyebutkan manifestasi klinis CHF
d. Menjelaskan patofisiologi CHF
e. Menjelaskan proses asuhan keperawatan CHF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi (Smeltzer & Bare, 2002) .
B. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan
jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung
adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut
karbondioksida dan hasil metabolisme (Smeltzer and Bare, 2001).
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum. Perikardium,
melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung
masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung
sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam
cincin ini secra fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa
darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian
fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri,
ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai
kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80%
oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria. Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang
menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) yang dibawah control
kesadaran, namun secara fungsional otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot
jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan
langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan
epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub
bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri
pulmonalis terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.Sirkulasi darah pada
peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah yang keluar dari
ventrikel dekstra menuju paru-paru (Mansjoer, 2000).
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium,
kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat
dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi jantung. Pada keadaan istirahat, otot jantung
terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian
dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls listrik,
mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan
menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan
mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat
sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori
yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi
jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak. Koping
elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan
intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).
C. Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya gagal jantung diantaranya sebagai berikut:
1. Penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut:
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
b. Beban tekanan berlebihan - pembebanan sistolik (systolic overload)
c. Beban volume berlebihan - pembebanan diastolic (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik - peningkatan kebutuhan yang berlebihanan (demand
overload).
2. Gangguan pengisian (hambatan input)
Selain factor penyebab tersebut gagal jantung kongesti dapat
Hipertensi, infark, emboli paru, infeksi, aritmia, anemia, febris, stress emosional,
kehamilan/persalinan, pemberian infus/tranfusi.
D. Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan
secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik
tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua
atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik (Smeltzer
& Bare, 2001).
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena , perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac
output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan
kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada klien – klien dengan penyakit
arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer, adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat
juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan
dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output
adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan
dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi
resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan
bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran
(forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistim sirkulasi aliran
darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah: dilatasi ventrikel, hipertrofi
ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasikonstriksi perifer, peninggian
kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan eksttraksi oksigen
oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.
E. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Manifestasi klinis ataupun tanda gejala dari gagal jantung dapat dilihat dari gagal jantung
kanan maupun kiri, masing-masingt berbeda, hal tersebut antara lain: Tanda dominan gagal
jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan
arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat mengakibatkan cairan mengalir dari kapiler paru ke
alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah
tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang
dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan keluaran urine
berkurang (oliguri). Takanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan rennin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan,
serta peningkatan volume intravaskuler.
F. Klasifikasi

1. Gagal Jantung Kiri


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan
cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinik yang dapat terjadi meliputi dispnu, batuk,
mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
a. Dispnu: terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas.
Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau
sedang. Dapat terjadi orthopnu, kesulitan bernafas saat berbaring. Klien yang mengalami
orthopnu tidak akan mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak ditempat
tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.
b. Beberapa klien hanya mengalami orthopnu pada malam hari, kondisi ini disebut paroxysmal
nocturnal dispnu (PND). Hal ini terjadi apabila klien yang sebelumnya duduk lama dengan posisi
kaki dan tangan di bawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang
tertimbun diekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri
yang sudah terganggu tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat.
Akibatnya tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut cairan berpindah ke alveoli.
c. Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang
tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak, yang kadang disertai dengan bercak darah.
d. Mudah lelah, terjadi akibat curah jantung yang kurang, yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan hasil sisa katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernafasan dan batuk.
e. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan,
bisa juga terjadi dispnu.

2. Gagal Jantung Kanan


Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah
kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena
sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume
darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema
ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali, distensi vena leher, asites, anorexia, nausea,
nokturia dan lemah.

a. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah ke atas
tungkai, paha, dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Pitting edema, adalah
adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru
jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg (10 lb).
b. Hepatomegali, dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Asites
ini dapat menyebabkan tekanan pada diaprahma dan distress pernafasan.
c. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan nausea terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena
di dalam rongga abdomen.
d. Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh
posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah
jantung akan membaik dengan istirahat.
e. Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk samah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada gagal jantung kongesti antaralain:
1. Syok kardiogenik
Syok ini terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
2. Episode tromboebolik (disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya
gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus
intrakardial dan intra veskuler).
3. Efusi pericardial dan tamponade jantung (masuknya cairan kedalam kantung pericardium dan
efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir
proses ini adalah tamponade jantung).
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium:
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan diagnosis gagal jantung (T. Santoso,
1989). Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah
mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.
2. Pemeriksaan penunjang lain:
a. Radiologi:
1) Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang
2) Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
3) Distensi vena paru
4) Hidrothorak
5) Pembesaran jantung, Cardio-thoragic ratio meningkat

b. EKG :
Dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertropi ventrikel, gangguan irama dan
tanda-tanda faktor pencetus akut (infark miokard, emboli paru).
c. Ekokardiografi :
Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.
I. Pathways
Gagal
jantung

Gagal ventr
Gagal ventrikel kiri
ka

Penurunan
Curah jantung ↓ Curah jantun
curah jantung
Tekanan ak
Tekanan akhir diastole ↑
diasto

Tekanan atri
Tekanan atrium kiri↑
kana

Tekanan v
Tekanan vena pulmonalis ↑
sistemi

Asci
Krusakan
Edema paru, terjadi karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis hepatomeg
pertukaran gas
oed

Intoleransi
Sistolik overload pada ventrikel kanan
aktivitas (NANDA, 2008

J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis klien dengan gagal jantung kongesti antaralain:
1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapt diperbaiki
adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau
intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2. Diet dan aktivitas, klien – klien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam).
Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila klien stabil dianjurkan
peningkatan aktivitas secara teratur
3. Terapi diuretic
4. penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5. Terapi beta blocker
6. terapi glikosida digitalis
7. terapi vasodilator
8. Obat inotropik positif generasi baru
9. Penghambat kanal kalsium
10. Atikoagulan
11. Terapi antiaritmia
12. Revaskularisasi koroner
13. Transplantasi jantung
14. Kardiomioplasti
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakan (NANDA, 2007-2008):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung (pre-load).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler.
L. Rencana Keperawatan
Dx. I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan3x24 jam, diharapkan curah jantung dalam
batas normal dengan kriteria hasil:
NOC : cardiac care
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Tidak ada sianosis.
c. Klien tidak pucat.
d. Akral hangat.
e. Capilary refill < 3 detik.
Indikator Skala :
1. : tidak dilakukan sama sekali
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : cardiac care
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Kaji kulit dan membran mukosa terhadap adanya sianosis.
3. Pantau intake dan output.
4. Atur posisi klien semi fowler.
5. Anjurkan klien untuk istirahat secara fisik dan mental.
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan bantu klien untuk memenuhi kebutuhannya.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas.
8. Kolaborasi medis untuk pemberian terapi.
Dx. II
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan klien dapat
mempertahankan/ mencapai aktivitas seoptimal mungkin dengan kriteria hasil:
NOC : pemenuhan aktivitas
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri.
b. Klien mampu mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami dalam aktivitas perawatan diri.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
d. Klien mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang memperburuk aktifitas.
Indikator Skala :
1. : Tidak dilakukan sama sekali
2. : jarang dilakukan.
3. : kadang dilakukan.
4. : sering dilakukan.
5. : selalu dilakukan.
NIC : Manajemen nutrisi
Intervensi :
1. Kaji faktor-faktor penunjang/ penyebab keterbatasan aktivitas.
2. Pantau respon individu terhadap aktivitas baik secara fisik .
3. Diskusikan dengan individu tentang program peningkatan aktivitas.
4. Bantu klien secara bertahap melakukan aktivitasnya secara mandiri.
5. Anjurkan klien untuk selalu berpartisipasi aktif dalam memenuhi kebutuhannya.
6. Anjurkan klien berusaha mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
Dx. III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan kelebihan volume cairan
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
NOC : keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak odema
c. Intake dan output seimbang
Indikator Skala :
1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : keseimbangan cairan
Intervensi :
1. Monitoring intake dan output selama 24 jam.
2. Monitor tanda-tanda vital.
3. Observasi warna dan suhu kulit.
4. Catat adanya odema.
5. Tinggikan posisi kaki bila duduk.
6. Kolaborasi pemberian deuretik.
7. Pertahankan kebutuhan cairan dan diit sodium sesuia kebutuhan.
Dx. IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan pertukaran gas dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
NOC : respiratory status : gas exchange.
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat.
b. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda distensi pernafasan.
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputm, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Indikator Skala :
1. : tidak pernah menunjukan
2. : jarang menunjukkan
3. : kadang menunjukkan
4. : sering menunjukkan
5. : selalu menunjukkan
NIC : respiratory monitoring.
Intervensi :
a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi.
b. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supra
clavicular dan intercostalis.
c. Monitor suara nafas seperti dengkur.
d. Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, dhyna stokes, biot.
e. Catat lokasi biot.
f. Catat lokasi trakhea.
g. Monitor kelelahan otot diafragma.
h. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan.
i. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan nafas utama.
j. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen
secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
2. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memom pada darah untuk memenuhi kebutuhan metabolis
mejaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal (Mansjoerdan Triyanti, 2007).
3. Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

B. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung):
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral,
dan insufisiensi mitral.
b.Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

C. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas
(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika
kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung
lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac
output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan
kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

D. Klasifikasi
1. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi
atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif.
Klasifikasi berdasarkan derajat sakitnya dibagi dalam 4 kelas, yaitu:
a) Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari
tidak menyebabkan keluhan.
b) Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas. Tidak
ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan capek, berdebar,
sesak nafas.
c) Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat tidak
terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak
nafas.
d) Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu.
Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada keadaan istirahat.
2. Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di bagian basal.
b) Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema ekstremitas bawah yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan
lemah.

E. Manifestasi klinik
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)

b) Ortopnea
Yakni kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
c) Paroximal
Yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien duduk lama dengan posisi kaki
dan tangan dibawah atau setelah pergi berbaring ke tempat tidur.
d) Batuk
Yaitu batuk kering maupun batuk basah sehingga menghasilkan dahak/lendir (sputum) berbusa
dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah banyak.
e) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
f) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala berikut:
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
3) Hepatomegali. dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar.
4) Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
5) Nokturia, yang terjadi karena perfusi renal dan didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring.
6) Kelemahan, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik
maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko CAD
dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar atau
ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan
kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia Sumber: Wajan Juni
Udjianti (2010)

G. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan
pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi:
1) dosis digitalis
- Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan
2x0,5 mg selama 2-4 hari.
- Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
- Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia lanjut
dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
- Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
- Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
3. Terapi Lain:
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung, iskemia
miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output
tinggi.
b. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c. Posisi setengah duduk.
d. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah, mengatur,
dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan
pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil
dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5
kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
g. Hentikan rokok dan alkohol

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
 Airways
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
 Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
 Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
a. Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk
(hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
3. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah
jantung, dan disritmia.
4. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
5. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan
per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
6. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
7. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
8. postur, kegelisahan, kecemasan
9. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus
peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer,
displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut
jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan
pitting edema.
C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia,
perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural (kelainan katup).
2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH, resistensi natrium
dan air.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia,


perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).
a. Tujuan :
- Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala gagal jantung.
- Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
- Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.
b. Intervensi
Mandiri :
- Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.
Rasional : agar mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara universal.
- Pantau TD
Rasional : pada GJK peningkatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.
- Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya
curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai oksigen yang berkurang pada jaringan
atau sel.
- Berikan pispot di samping tempat tidur klien.
Rasional : pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.
- Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.
Rasional : menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan
emboli.
- Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan hipoksia.
Kolaborasi :t6
- Berikan obat sesuai indikasi : Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril).
Rasional : vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan volume
sirkulasi.

2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
a. Tujuan
- Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan keperawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan oleh menurunya
kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam aktivitas.
b. Intervensi
Mandiri :
- Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan
vasodilator, dan diuretic.
Rasional : hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat vasodilator dan diuretic.
- Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,disritmia, dispnea, pucat.
Rasional : penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
- Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.
Kolaborasi :
- Implemenasi program rehabilitasi jantung/aktifitas
Rasional: peningkatan bertahap pada aktifitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Rehabilitasi juga perlu dilakukan ketika fungsi jantung tidak dapat kembali membaik
saat berada dibawah tekanan.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium dan
air.
a. Tujuan
- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan pemasukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan
stabil, dan tak ada edema.
b. Intervensi
Mandiri :
- Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.
Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.
- Ajarkan klien dengan posisi semifowler.
Rasional : posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan ADH
sehingga meningkatkan dieresis.
- Ubah posisi klien dengan sering.,
Rasional : pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan
inmobilisasi atau baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit
dan memerlukan intervensi pengawasan ketat.
- Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual.
Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
- Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi.
Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
- Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi
abdomen, pembesaran hati, dan menganggu metabolism obat.
Kolaborasi:
- Pemberian obat sesuai indikasi.(Diuretic contoh furrosemid (lasix), bumetanid (bumex)).
Rasional : meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus
ginjal.
- Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).
Rasional : meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.
- Konsultasi dengan ahli diet
Rasional : perlu diberikan diet yang dapat diterima pasien dan memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
a. Tujuan
- Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan.
b. Intervensi
Mandiri :
- Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
- Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.
Rasional : memberikan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
- Pertahankan posisi semifowler.
Rasional : Menurunkan kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai indikasi.(Diuretic, furosemid (laxis).
Rasional : menurunkan kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.
- Bronkodilator, contoh aminofiin.
Rasional : meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil.
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien,
Rasional : terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.

5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.
a. Tujuan
- Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal , tak ada
bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan. Dan GDA Normal.
b. Intervensi
Mandiri :
- Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Rasional : distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari
diafragma yang menekan paru-paru.
- Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas
Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di
duga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.
- Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.
Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan
- Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan. Pengubahan
posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki
difusi gas.
Kolaborasi :
- Pemberian oksigen dan cek GDA
Rasional : pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat. GDA untuk
mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia
Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 6
Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI RUANG HCU RSUD DJATIKOESOEMO BOJONEGORO
“Untuk Pemenuhan Tugas Kelompok Gadar”

Dosen Pengampu :
Dr. Pramono
Ns. Mei Fitria K, S.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok Bougenville
1. Defri Pria Wicaksana (NIM. 01314015)
2. Ella Dwi Ernawati (NIM. 01314019)
3. Indah Masrurotin Maulida (NIM. 01314032)
4. Nurul Khotimah (NIM. 01314048)
5. Warsikah (NIM. 01314061)

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


STIKES INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis sampaikan. Karena berkat
karunianya penulis dapat menyelesaikan laporan yang mengenai asuhan keperawatan gawat
darurat CHF di ruang HCU RSUD Djatikoesoemo Bojonegoro yang mana guna memenuhi tugas
kelompok mata kuliah keperawatan kegawat daruratan.
Pada kesempatan yang baik ini, penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua orang tua kami yang selalu mendo’akan secara tulus dan memberikan dorongan baik
moril maupun materiil.
2. Bapak dr. Pramono. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan arahan dalam
membimbing penyusun untuk menyelesaikan tugas laporan mengenai askep gawat darurat CHF
di ruang HCU RSUD Djatikoesoemo Bojonegoro.
3. Ibu Ns. Mei Fitria K, S.Kep. Selaku dosen pengampu dan pembimbing dalam mata kuliah ilmu
keperawatan kegawat daruratan.
Akhirnya penyusun meminta ma’af apabila terdapat kesalahan selama penyusunan
makalah ini. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak karena penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat kepada kita semua.

Bojonegoro, Maret 2016


Penyusun

Daftar Isi

Halaman Sampul i
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I. Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 5
1.4 Manfaat Penulisan 5
BAB II Tinjauan Teori 6
2.1 Pengertian 6
2.2 Etiologi 6
2.3 Manifestasi Klinis 8
2.4 Patofisiologi 9
2.5 Pathway 12
2.6 Penatalaksanaan 13
2.7 Pemeriksaan Diagnostik 13
2.8 Komplikasi 14
Konsep Asuhan Keperawatan 15
A. Pengkajian 15
B. Diagnosa 24
C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi 25
BAB III Hasil dan Pembahasan 29
3.1 Pengkajian Identitas 29
3.2 Pengkajian Primer 29
3.3 Pemeriksaan Fisik 30
3.4 Pemeriksaan Penunjang 31
3.5 Analisa Data 32
3.5 Diagnosa Keperawatan 33
3.6 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi 34
BAB IV Penutup 39
4.1 Kesimpulan 39
4.2 Saran 39
Daftar Pustaka 40
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk didalamnya
Congestive Heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut data WHO
pada tahun 2007 dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di
dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai pasien dengan usia lebih dari 65
tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki dari pada wanita. Pada tahun 2030
WHO memprediksi peningkatan penderita gagal jantung mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal
jantung juga menjadi masalah khas utama pada beberapa Negara industri maju dan negara
berkembang seperti Indonesia.
Menurut Kompas (2010), sekitar 4,3 juta penduduk Indonesia mengalami gagal
jantung, dan 500.000 kasus baru gagal jantung telah di diagnosis tiap tahunnya. Harapan hidup
penderita gagal jantung lebih buruk dibandingkan dengan kanker apapun kecuali kanker paru-
paru dan kanker ovarium karena sampai 75% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun
waktu 5 tahun sejak diagnosis. Sedangkan menurut profil kesehatan Indonesia pada tahun 2005
gagal jantung merupakan urutan ke 5 penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh
Indonesia. Perubahan gaya hidup, kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif dan kurangnya
kesadaran berolahraga menjadi faktor pemicu munculnya penyakit gagal jantung.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.Apa yang dimaksud dengan Congestif Herth Failure (CHF)?
2.Sebutkan etiologi dari Congestif Herth Failure (CHF)?
3.Sebutkan manfes dari Congestif Herth Failure (CHF)?
4.Sebutkan patofisiologi dari Congestif Herth Failure(CHF)?
5.Bagaimana pathway dari Congestif Herth Failure(CHF)?
6.Bagaimana penatalaksanaan dari Congestif Herth Failure(CHF)?
7.Bagaimana Pemeriksaan diagnostic dari Congestif Herth Failure(CHF)?
8.Apa saja komplikasi dari Congestif Herth Failure(CHF)?

1.3.Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui konsep dan teori keperawatan Congestive Heart Failure (CHF)
2. Mengetahui asuhan keperawatan Congestive Heart Failure (CHF)

1.4.Manfaat Penulisan
Manfaat Teoritis
Makalah yang penulis susun diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya teman-teman
dari prodi S1-Keperawatan dalam proses pembelajaran. Makalah ini juga dapat melengkapi dan
menambah wawasan mahasiswa keperawatan mengenai asuhan keperawatan Congestive Heart
Failure (CHF).
Manfaat Praktis
Menambah wawasan penulis mengenai wacana mengenai asuhan keperawatan Congestive Heart
Failure (CHF) yang nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dalam menangani pelbagai
permasalahan di lapangan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Kelainan primer pada gagal jantung adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi
miokardium yang menyebabkan penurunan curah jantung.
Ada beberapa definisi gagal jantung, namun tidak ada satu pun yang benar-benar dapat
memuaskan semua pakar atau klinisi yang menangani masalah gagal jantung. Gagal jantung
adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi - definisi lain
menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ,
melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan suatu bentuk
respons hemodinamik, renal, neural dan hormonal, serta suatu keadaan patologis di mana
kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian
(Muttaqin, 2012:196).
Saat ini dikenal beberapa istilah gagal jantung, yaitu:
 Gagal jantung kiri: terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer dengan
penurunan perfusi jaringan.
 Gagal jantung kanan: ditandai dengan adanya edema perifer, asites, dan peningkatan tekanan
vena jugularis.
 Gagal jantung kongestif: adalah gabungan kedua gambaran tersebut (Muttaqin, 2012:196).

2.2 Etiologi
Ada beberapa etiologi / penyebab dari gagal jantung :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi artikel, dan penyakit degeneratif atau inflamasi (Kasron,
2012:56).
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun (Kasron,
2012:56).
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrophi serabut otot
jantung (Kasron, 2012:57).
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun (Kasron, 2012:57).
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif kostriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer
load (Kasron, 2012:57).
f. Faktor sistematik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal ginjal.
Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung (Kasron, 2012:57).

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskular. Kongesti
jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunya curh jantung pada
kegagalan jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling
sering mendahului gagal ventrikel kanan. Keagagalan salaah astu ventriekel dapat
mengakibatkan penurunan perfungsi jaringan, tetapi menifestasi kongesti dapat bebeda
tergantung pada kegagaalan ventrikel mana yang terjadi (Kasron, 2012:68-69).
a) Gagal jantung kiri, manifestasi klinisnya :
Kongesti paru meninjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinisnya yang terjadi yaitu:
1. Dipsnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan menganggu pertukaaran gas. Dapat terjadi
ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamkan paroksimal
nokturnal dipsnea (PDN) (Kasron, 2012:69).
2. Batuk
3. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismejuga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadu karena distress pernafasan dan
batuk (Kasron, 2012:69).
4. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, steress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tifak berfungsi dengan baik (Kasron, 2012:69).
5. Sianosis
b) Gagal jantung kanan
1. Kongestif jaringan perifer dan viseral
2. Edema ekstremitas baawah (edema dependen) biasanya edema piting, penambahan BB
3. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar.
4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pebesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
5. Nokturia
6. Kelemahan (Kasron, 2012:70).
Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) membuat klasifikasi fungsional CHF dalam 4
kelas yaitu:
a) Kelas I: Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
b) Kelas II: Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas lebih berat dari
aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
c) Kelas III: Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
d) Kelas IV: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring
(Kasron, 2012:59).

2.4 Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk
memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat
maupun saat mengalami stress fisiologis (Kasron, 2012:58).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan :
a. Prelood (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan serabut jantung.
c. Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan tekanan yang
diperlukan oleh tekanan arteri (Kasron, 2012:59).
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas terganggu,
menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan prelood meningkat
contoh regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel. Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada
keadaan stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kelainan otot jantung (Kasron, 2012:59).
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan
kontraktilitas jantung, sehingga darah yang di pompa pada setiap kontriksi menurun dan
menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan
mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II
mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air,
perubahan tersebut meningkatkan cairan ektra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan
volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan
cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu
berbaring. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti
mual, muntah, anoreksia (Kasron, 2012:59).
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk kejantung),
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O₂ dan Co₂
antara udara dan darah di paru-paru, sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi
peningkatan CO₂, yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan
suatu gejala sesak napas (dyspnea), artopnea (dypsnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah
dari ektrimitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru (Kasron, 2012:59).
2.5

Pathway
2.6 Penatalaksanaan
1. Kelas I : Non farmakologi, meliputi diet diet rendah garam, batasi cairan, menurunkan BB,
menghindari alcohol, dan rokok aktifitas fisik, manajemen stress.
2. Kelas II, III : terapi pengobatan meliputi: diuretik, vasodilator, ace inhibitor, digitalis,
dopamineroik, oksigen.
3. Kelas IV : kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor, seumur hidup (Kasron, 2012:71).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikular, infark, penyimpanan aksis, iskemia, dan kerusakan
pola.
2. Tes laboratorium darah
a) Enzim hepar : meningkat dalam gagal jantung / kongesti
b) Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan cairan, penurunan fungsi ginjal.
c) Oksimetri nadi : kemungkinan situasi oksigen rendah
d) AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2
e) Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein.
3. Radiologis
a) Sonogram ekokardiogram dapat menunjukkan pembesaran bilik perubahan dalam fungsi
struktur katup , penurunan kontraktilitas ventrikel.
b) Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c) Rontgen dada: menunjukkan pembesaran jantung (Kasron, 2012:71).

2.8 Komplikasi
1. Syok kardiogenik
2. Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
3. Efusi dan temponade perikardium
4. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat digitalis (Kasron, 2012:71).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
A. Pengkajian
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dan
tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung, seperti: gangguan irama jantung,
gangguan endokardial, pericardial, valvular, atau miokardial. Kelainan miokardial dapat bersifat
sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel), diastolic (berhubungan
dengan relaksasi dan pengisian pengisian ventrikel), atau kombinasi keduanya (Muttaqin,
2012:206).
Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek penting
dalam proses perawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat
mengumpulkan data dasar mengenai informasi status terkini klien tentang pengkajian sistem
kardiovaskular sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat
yang cermat, khususnya yang berhubungan dengan gambaran gejala. Terjadi kelemahan fisik
secara umum, seperti: nyeri dada, sulit bernpas (dyspnea), palpitasi, pingsan (sinkop), atau
keringat dingin (diaphoresis). Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta
faktor yang mencetuskan dan meringankan (Muttaqin, 2012:206).
a) Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, dan
riwayat penyakit dahulu.
1.Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan,
meliputi: dyspnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
Dyspnea
Keluhan dyspnea atau sesak napas merupakan manifesatsi kongesti pulmonal sekunder dari
kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga akan mengurangi curah
sekuncup. Dengan meningkatnya LVDEP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP), karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang masuk ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler, dan vena paru-paru.
Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intersisial. Jika kecepatan transudasi
cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intersisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah
edema paru-paru (Muttaqin, 2012:208).
Kelemahan fisik
Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan dan kelelahan dalam
melakukan aktifitas (Muttaqin, 2012:208).
Edema sistemik
Tekanan arteri paru dapat meningkat sebagai respons terhadap peningkatan kronis terhadap
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Mekanisme kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,
di mana akhirya akan terjadi sistemik dan edema sistemik (Muttaqin, 2012:208).
2.Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan
tentang kronologis keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala
kongesti vascular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikan oleh pernapasan cepat,
dangkal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan klien) apakah
mengganggu aktifitas lainnya seperti keluhan tentang insomnia, gelisah, atau kelemahan yang
disebabkan oleh dyspnea (Muttaqin, 2012:209).
3.Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, diabetes mellitus, dan hyperlipidemia. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Obat-
obat ini meliputi obat diuretic, nitirat, penghambat beta, serta obat-obat antihipertensi. Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga harus tanyakan adanya alergi obat, dan
tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatau alergi dengan efek
samping obat (Muttaqin, 2012:210).
4.Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit
jantung iskemik pada keturunannya (Muttaqin, 2012:210).
5.Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial: menanyakan
kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum, alcohol, atau obat tertentu. Kebiasaan merokok:
menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis
rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka data biografi juga merupakan
data yang perlu diketahui, yaitu; nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama
yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan
kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang diajjukan bukan pertanyaan
terbuka tetapi pertanyaan yang jawabannya adalah ya dan tidak. Atau pertanyaan yang dapat
dijwab dengan gerak tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak
meemrlukan energy yang besar (Muttaqin, 2012:211).
6.Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut
dari curah jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.
Terdapat perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit yang tak perlu, khawatir dengan keluarga, kerja, dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku meneyrang,
focus pada diri sendiri. Interaksi sosial: stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, kesulitan koping dengan stressor yang ada (Muttaqin, 2012:211).
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan pengkajian B1-B6.
1.Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran yang baik
atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat.
1. B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vascular pulmonal adalah dyspnea,
ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronki
basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru. Hal ini dikendali sebagai bukti
gagal ventrikel kiri. Sebelumcrackles dianggap sebagai kegagalan pompa, klien harus
diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka alveoli basilaris yang mungkin dikompresi dari
bawah diafragma (Muttaqin, 2012:211).
2. B2 (Bleeding)
Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengkajian apa saja yang dilakukan pada pemeriksaan
jantung dan pembuluh darah.
 Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasaca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak penurunan curah
jantung. Selain gejala-gejala yang diakibatkan dan kongesti vascular pulmonal, kegagalan
venrtikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan
berkonsentrasi, deficit memori, dan penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada
tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Sayangnya, gejala ini
tidak spesifik dan sering dianggap depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu,
secara potensi hal ini merupakan indicator penting penyimpanan fungsi pompa yang sering tidak
dikenali kepentingannya, dank lien juga diberi keyakinan dengan tidak tepat atau diberi
tranquilizer (sediaan yang meningkatkan suasana hati-mood). Ingat, adanya gejala tidak spesifik
dari curah jantung rendah memerlukan evaluasi cermat terhadap jantung serta pemeriksaan psikis
yang akan memberi informasi untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat (Muttaqin,
2012:212).
Distensi vena jugularis: bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi
dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada diastolic akhir ventrikel kanan, tahanan
untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan
ini sebaliknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada
tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi hal yang paling baik ini dengan melihat
pada vena-vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Pada klien yang berbaring di
tempat tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan anatara 30° dan 60°, pada orang normal
kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan hanya beberapa millimeter di atas batas atas
klavikula, bila ini terlihat sama sekali (Muttaqin, 2012:212).
Edema. Edema sering di pertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya.
Tentu saja sering ada bila ventrikel kanan telah gagal. Setidaknya hal ini merupakan tanda yang
dapat dipercaya dari disfungsi centrikel. Banyak orang, terutama lansia yang menghabiskan
waktu mereka untuk duduk di kursi dengan kaki tergantung. Sebagai akibat dari posisi tubuh ini,
terjadi penurunan turgor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin
penyakit vena primer seperti varikositis. Edema pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili
factor ini dari pada kegagalan ventrikel kaknan.
Edema yang berhungan dengan kegagalan di ventrikel kanan, bergantung pada
lokasinya, bila klien berdiri atau bangun, perhatikan pergelangan kakinya dan tinggikan kaki bila
kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur, bagian yang bergesekan dengan
tempat tidur menjadi area sakrun. Edema harus diperhatikan di tempat tersebut. Manifestasi
klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasannya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia, serta kelemahan.
Edema di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap bertambah ke atas
tungkai yang pada akhirnya ke genitelia eksterna serta tubuh bagian bawah. Edema sacral sering
jarang terjadi pada klien yang berbaring lama, karena daerah sacral menjadi daerah yang
dependen. Pitting edema adalah yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
dengan ujung jari (Muttaqin, 2012:212).
 Palpasi
Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung terhadap stress,
sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan
kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhungan dengan kegagalan pompa meliputi :
kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel premature
(Muttaqin, 2012:213).
Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer
mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik), sehingga
menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse. hipotensi sistolik ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Imbul
Selain itu, pada gagal jantung kiri yang dapat dapat timbul pulsus alternans (suatu perubahan
kekuatan denyut arteri). Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat
dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada curah sekuncup (Muttaqin, 2012:213).
 Auskultasi
Auskultasi
Tekanan darah biasannya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
di bagian yang meliputi : bunyi jantung ke tiga dan ke empat (S3,S4) serta crakles pada paru-
paru, S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bel
stestokep yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung (Muttaqin, 2012:215).
Posisi lateral kiri mungkin diperlukan untuk mendapatkan bunyi. Ini terdengar sebelum
bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat
menurunkan complains (peningkatan kekakuan) miokard. Ini mungkin indikasi awal premonitori
menuju kegagalan. Bunyi S4 adalah bunyi yang umum terdengar pada klien dengan infark
miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai pronogsis bermakna, tetapi mungkin
menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang
dewasa hampir tidak pernah ada pada adanya penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter
akan setuju bahwa tindakan terhadap gagal kongestif diindikasikan dengan adanya tanda ini. S3
terdengar pada awal diastolic setelah bunyi jantung kedua (S2), dan berkaitan dengan periode
pengisian ventrikel pasif yang cepat. Ini juga dapat di dengar paling baik dengan bel stestoskop
yang di letakan tepat di apeks, dengan klien pada posisi lateral kiri dan pada akhir ekspirasi.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasannya di dapatkan apabila penyebab gagal
jantung karena kelainan katup (Muttaqin, 2012:215).
 Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).

3. B3 (Brain)
Kesadaran biasannya compos mentis, di dapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis, menangis, merintih, mengerang, dan
menggeliat (Muttaqin, 2012:215).
4. B4 (bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu
memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang parah (Muttaqin, 2012:215).
5. B5 (Bowel)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena
dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan (Muttaqin, 2012:215).
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena
di hepar merupakan manifestasi dari kegagalan jantung. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan di pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan (Muttaqin, 2012:216).
6. B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengajian B6 adalah sebagai berikut.
Kulit Dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfungsi keorgan-
organ. Oleh karena darah di alihkan dari organ-organ non vital demi mempetahankan perfusi ke
jantung dan otak, maka manifestasi paling dini dari gagal kedepan adalah berkurangnya perfusi
organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh
vasokonstraksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar
hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan
tubuh untuk melepaskan panas. Oleh karena itu, demam ringan dan keringat yang berlebihan
dapat ditemukan (Muttaqin, 2012:216).
Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi
akibat distres pernapasan dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat ekserbasi oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia. Pemenuhan personal higiene mengalami perubahan (Muttaqin,
2012:216).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 miokard dengan
kebutuhan tubuh
C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Implem


o
1 Intoleransi Tujuan: aktivitas
1. Catat frekuensi jantung:
1. Respon klien terhadap
1. M
aktivitas sehari-hari klien irama dan perubahan TD, aktivitas dapat frekuensi
berhubungan terpenuhi dan selama dan sesudah mengindikasikan jantung
dengan meningkatnya aktivitas. adanya penurunan selama
ketidakseimb kemampuan oksigen miokard. sesudah a
angan suplai beraktivitas. 2. Tingkatkan istirahat,
2. Menurunkan kerja
2. Mem
O2 miokard Kriteria Hasil: batasi aktivitas, dan miokard/konsumsi health ed
dengan klien berikan aktivitas senggang oksigen pada klie
kebutuhan menunjukkan yang tidak berat. keluarga
tubuh kemampuan 3. Anjurkan klien untuk
3. Dengan mengejan membatas
beraktivitas tanpa menghindari peningkatan dapat mengakibatkan aktivitas
gejala-gejala tekanan abdomen, missal, bradikardi, mengejan
yang berat, mengejan saat defekasi. menurunkan curah kuat, me
terutama jantung, dan klien
mobilisasi takikardia, serta memperta
ditempat tidur. 4. Jelaskan pola peningkatan peningkatan TD. tirah
bertahap dari tingkat
4. Aktivitas yang maju meninggik
aktivitas. Contoh: bangun memberikan control kaki
dari kursi, bila tidak ada jantung, meningkatkan duduk di k
nyeri lakukan ambulas, enggangan, dan
3. Menge
kemudian istirahat selama mencegah aktivitas vital sign
1 jam setelah makan berlebihan 4.
5. Pertahankan posisi klien memperta
pada tirah baring
5. Untuk mengurangi penambah
sementara sakit akut beban jantung sesuai keb
6. Tingkatkan klien duduk di klien
kursi dan tinggikan kaki
6. Untuk meningkatkan
5. memberik
klien venous return sesuai keb
7. Pertahankan rentang 6. merujuk
gerak pasif selama sakit
7. Meningkatkan ke p
kritis kontraksi otot rehabilitas
sehinggab membantu jantung
venous return
8. Evaluasi tanda vital saat
8. Untuk mengetahui
kemajuan aktivitas terjadi fungsi jantung bila
dikaitkan dengan
aktivitas
9. Berikan waktu istirahat
9. Untuk mendapatkan
diantara waktu aktivitas cukup waktu resolusi
bagi tubuh dan tidak
selalu memaksa kerja
jantung
10. Pertahankan penambahan
10. Untuk meningkatkan
O2 sesuai kebutuhan oksigensi jaringan
11. Selama aktivitas kaji
11. Melihat dampak dari
EKG, dispnea, sianosis, aktivitas terhadap
kerja dan frekuensi napas, fungsi jantung
serta keluhan subjektif.
12. Berikan diet sesuai
12. Untuk mencegah
kebutuhan (pembatasan retensi cairan dan
air dan Na) edema akibat
penurunan
kontraktilitas jantung
13. Rujuk ke program
13. Meningkatkan jumlah
rehabilitasi jantung oksigen yang ada
untuk pemakaian
miokardium sekaligus
mengurangi
ketidaknyamanan
sampai denga iskemia
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengkajian Tanggal : Senin, 16 Mei 2016 Jam : 07.00 WIB


Tanggal MRS : 10/05/2016 NO. RM : 49 55 13
: HCU Jantung
: CHF, Efusi pleura, anemi, post colostomi

PENGKAJIAN IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. L Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 60 thn Status Pernikahan : Menikah
Agama : islam Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan :- Alamat : Soko, Tuban

1. PENGKAJIAN PRIMER
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sesak nafas 3 minggu yang lalu. Sesak dirasakan hilang timbul sesak muncul jika dibuat
aktivitas seperti jalan kaki. Berkurang jika dibuat istriahat atau duduk, jika dibuat aktivitas terasa
kasoh (ngos-ngosan)
- Bengkak pada kaki ± 1 minggu, bengkak dirasa muncul perlahan
- Mual + bila dibuat makan
- BAB – 3 hari sebelumnya BAB
- BAK + biasa
b. Riwayat Kesehatan Lalu
- Sebelumnya pasien pernanh menjalani kolostomi karena Ca Colostomi
- Pernah pasang selang diginjal karena ginjal bengkak
- Jantung +
- HT,DM, Asma disangkal
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- HT, DM, ASMA ,jantung disangkal
d. RP SOS: - Peroko pasif (+)
- Jamu (+) jarang-jarang
e. Pemeriksaan Fisik Body of System
- Keadaan umum : sedang
- Kesadaran : CM
- Tanda-tanda Vital : TD : 88/63 Nadi : 113 RR : 31
- SPO2 : 93
1) B1 ( Breathing )
a) Pernafasan : 1. Frekuensi :31 x/menit
2. Pola nafas :Takipneu
b) Penggunaan otot bantu nafas : -
c) Kepatenan hidung :-
Batuk : -
Sputum : -
2) B2 ( BLOOD )
a) Tekanan Darah : 88/63 mmHg
b) Nadi : 123x/menit
a. Bunyi jantung :
b. Akral : hangat
c. Warna bibir : merah sehat
d. Konjungtiva : merah muda
3) B3 ( BRAIN )
GCS : 4,5,6
Refleks fisiologis +
Reflek patologi +
Fungsi motorik +
Fungsi intelektual +
4) B4 (BLEDDER )
Warna urin : kuning kental
5) B5 BOWEL
-
5

5
Mukosa lembab

6) B6 ( BONE )
5

5
Kekuatan Otot :

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- HGB 9,4 g/dl
- Fugsi hati albumin : 2,52 g/dl
- Alkali fosfatase : 58 g/dl
- Fungsi ginjal : BUN 14 mg/dl
- Serum kreatinin : 0,8 mg/dl
- Asam urat : 7,1 mg/dl
- WBC 5,9 10˄3/UL RBC 3,6 10˄6/UL
- SGOT : 25 g/dl SGPT :13 g/dl
2. Obat-obatan
MJ, OMZ, Dopamin pumo 5 mg/Kg BB/mnt
ANALISA DATA
Nama pasien : Ny. L
Diagnosa medis : CHF
No Data Etiologi Masalah
Ds : Penyumbatan/ Intolerans aktivitas
Pasien mengatakan sesak, mual, sulit penyempitan PD Miokard
menelan, malas

Infark /iskemik pada


miokard
Do : pasien tampak lemah, pasien
hanya mau makan satu buah pisang
TTV : - TD : 88/63 mmHg
Suplai O2 miokard
- HR : 123 x/ menit
menurun
- CRT: ≤ 2 detik
- RR : 31x/mnt
Toleransi terhadap
peningkatan kebutuhan
O2 pada aktivitas
menurun
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. L
Diagnosa medis : CHF
No Tgl Muncul Diagnosa Keperawatan Paraf
10-05-2016 Intolerans aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai O2 Miokard dengan
kebutuhan tubuh
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. L
Diagnosa Medis : CHF
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Implem
o
1 Intoleransi Tujuan: aktivitas
14. Catat frekuensi jantung:
14. Respon klien terhadap
7. M
aktivitas sehari-hari klien irama dan perubahan TD, aktivitas dapat frekuensi
berhubungan terpenuhi dan selama dan sesudah mengindikasikan jantung
dengan meningkatnya aktivitas. adanya penurunan selama
ketidakseimb kemampuan oksigen miokard. sesudah a
angan suplai beraktivitas. 15. Tingkatkan istirahat,
15. Menurunkan kerja
8. Mem
O2 miokard Kriteria Hasil: batasi aktivitas, dan miokard/konsumsi health ed
dengan klien berikan aktivitas senggang oksigen pada klie
kebutuhan menunjukkan yang tidak berat. keluarga
tubuh kemampuan 16. Anjurkan klien untuk
16. Dengan mengejan membatas
beraktivitas tanpa menghindari peningkatan dapat mengakibatkan aktivitas
gejala-gejala tekanan abdomen, missal, bradikardi, mengejan
yang berat, mengejan saat defekasi. menurunkan curah kuat, me
terutama jantung, dan klien
mobilisasi takikardia, serta memperta
ditempat tidur. 17. Jelaskan pola peningkatan peningkatan TD. tirah
bertahap dari tingkat
17. Aktivitas yang maju meninggik
aktivitas. Contoh: bangun memberikan control kaki
dari kursi, bila tidak ada jantung, meningkatkan duduk di k
nyeri lakukan ambulas, enggangan, dan
9. Menge
kemudian istirahat selama mencegah aktivitas vital sign
1 jam setelah makan berlebihan 10.
18. Pertahankan posisi klien memperta
pada tirah baring
18. Untuk mengurangi penambah
sementara sakit akut beban jantung sesuai keb
19. Tingkatkan klien duduk di klien
kursi dan tinggikan kaki
19. Untuk meningkatkan
11. memberik
klien venous return sesuai keb
20. Pertahankan rentang gerak 12. merujuk k
pasif selama sakit kritis 20. Meningkatkan program
kontraksi otot rehabilitas
sehinggab membantu jantung
21. Evaluasi tanda vital saat venous return
kemajuan aktivitas terjadi21. Untuk mengetahui
fungsi jantung bila
dikaitkan dengan
22. Berikan waktu istirahat aktivitas
diantara waktu aktivitas 22. Untuk mendapatkan
cukup waktu resolusi
bagi tubuh dan tidak
selalu memaksa kerja
23. Pertahankan penambahan jantung
O2 sesuai kebutuhan 23. Untuk meningkatkan
24. Selama aktivitas kaji oksigensi jaringan
EKG, dispnea, sianosis,
24. Melihat dampak dari
kerja dan frekuensi napas, aktivitas terhadap
serta keluhan subjektif. fungsi jantung
25. Berikan diet sesuai
kebutuhan (pembatasan
25. Untuk mencegah
air dan Na) retensi cairan dan
edema akibat
penurunan
26. Rujuk ke program kontraktilitas jantung
rehabilitasi jantung 26. Meningkatkan jumlah
oksigen yang ada
untuk pemakaian
miokardium sekaligus
mengurangi
ketidaknyamanan
sampai denga iskemia
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi
yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal.
Ny. L merupakan salah satu pasien dengan diagnose Congestive Heart Failure (CHF). Salah
satu masalah keperawatan yangmuncul dari Ny. L adalah intoleransi aktivitas. Ny. L merupakan
satu dari ribuan pasien dengan gagal jantung.
Banyak penyebab yang dapat menimbulka kegagalan pada jantung, selain riwayat penyakit
keluarga perawat juga bisa mengkaji pola kebiasaan dari pasien untuk mengetahui penyebab dari
kegagalan jantung untuk memompa darah.

4.2 SARAN
Kegagalan fungsi pada organ jantung dapat mengganggu aktivitas pasien. Maka dari itu
untuk menghindari factor resiko dari kegagalan jantung yaitu dengan mengubah pola hidup kita
menjadi pola hidup yang sehat, dengan berolahraga teratur dan menjaga pola makan
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG / CONGESTIF HEART FAILURE (CHF) DENGAN
NANDA, NOC, NIC

A. PENGERTIAN

Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot
jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia
membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

B. ETIOLOGI

Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah :

1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau
inflamasi.

2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium
(kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab
paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati
dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).

3. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban kerja jantung


mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai
kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak jelas hipertropi otot
jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui
jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis;
tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung
abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi
miokardial.

6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen
kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal
jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

C. PATOFISIOLOGI

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara
sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau
afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang
jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel .
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut
jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan
penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang
untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah
akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan
determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi
jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan.
Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi
vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang
meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa
disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor :

1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
b/d perubahan panjang regangan serabut jantung
3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

D. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG

 Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan

 Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari

 Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan

 Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring
E. MANIFESTASI KLINIK

1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung

3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli,
akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas,

4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan
berat badan.

5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi
aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume

Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri
dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel
kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru akut.

1. GAGAL JANTUNG KIRI :

Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi
paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah,
tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah). Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias
terjadi saat istirahat / aktivitas.

Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari (paroximal nocturnal
dispnu / PND)

Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah

Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.
Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas.

2. GAGAL JANTUNG KANAN

Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat
mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah
: edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.

Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan
tubuh bagian bawah.

Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari

Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena dihepar.

Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada diafragma dan
distress pernafasan.

Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen

Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi penderita saat
berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan membaik dg istirahat.

Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah
katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan
sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya

2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal

3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin

5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema
tersembunyi

6. Pemeriksaan EKG

7. Radiografi dada

8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding
regional

9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.

G. KOMPLIKASI

1. Kematian

2. Edema pulmoner akut

H. PENATALAKSANAAN

1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapat diperbaiki adalah
lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan
keadaan output tinggi.

2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada
gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan
aktifitas secara teratur

3. Terapi diuretic

4. Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron

5. Terapi beta blocker


6. Terapi glikosida digitalis

7. Terapi vasodilator

8. Obat inotropik positif generasi baru

9. Penghambat kanal kalsium

10. Atikoagulan

11. Terapi antiaritmia

12. Revaskularisasi koroner

13. Transplantasi jantung

14. Kardoimioplasti

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Penurunan kardiak output b.d. perubahan kontraktilitas

2. Intoleransi aktifitas b.d. ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2

3. Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan

4. Kelebihan volume cairan b.d. kelemahan mekanisme regulasi

5. Risiko infeksi b.d. prosedur invasive, penurunan imunitas tubuh

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intak nutrisi inadekuat, faktor biologis

7. Kurang pengetahuan tentang penyakit gagal jantung b.d. kurangnya sumber informasi.

8. Sindrom deficit self care b.d kelemahan, penyakitnya


RENPRA CHF

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Penurunan cardiac Setelah dilakukan Cardiac care: akut


output b.d askep … jam Klien
perubahan menunjukkan respon Kaji v/s, bunyi, fkekuensi, dan irama
kontraktilitas pompa jantung efektif jantung.
dg
 Kaji keadaan kulit (pucat, cianois)
Kriteria Hasil:
 Pantau seri EKG 12 lead
 menunjukkan V/S dbn
 Catat urine output
(TD, nadi, ritme
normal, nadi perifer Posiskan pasien supinasi dg elevasi 30
kuat) derajat dan elevasi kaki

 melakukan aktivitas Berikan oksigen.


tanpa dipsnea dan
nyeri  Ciptakan lingkungan yang kondusif
untuk istirahat
 edema ekstremitas
berkurang Monitoring vital sign

 perfusi perifer adekuat  Pantau TD, denyut nadi dan respirasi


Monitoring neurologikal

 Kaji perubahan pola sensori

 Catat adanya letargi dan cemas

Manajemen lingkungan

 Cptakan lingkungan ruangan yang


nyaman

 Batasi pengunjung
2 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas :
aktivitas B.d askep .... jam Klien
ketidakseimbangan dapat menunjukkan Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
suplai & toleransi terhadap
 Jelaskan pada ps manfaat aktivitas
kebutuhan O2 aktivitas dgn KH:
bertahap
 Klien mampu aktivitas
 Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/
minimal
meningktkan aktivitas
 Kemampuan aktivitas
 Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
meningkat secara
bertahap Monitoring V/S

 Tidak ada keluhan Pantau V/S ps sebelum, selama, dan


sesak nafas dan lelah setelah aktivitas selama 3-5 menit.
selama dan setelah
aktivits minimal Energi manajemen

 v/s dbn selama dan Rencanakan aktivitas saat ps


setelah aktivitas mempunyai energi cukup u/
melakukannya.

 Bantu klien untuk istirahat setelah


aktivitas.

Manajemen nutrisi

 Monitor intake nutrisi untuk


memastikan kecukupan sumber-sumber
energi

Emosional support

 Berikan reinfortcemen positip bila ps


mengalami kemajuan

3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Akep Respiratory monitoring:


efektif b.d. …. jam, pola nafas
kelemahan pasien menjadi efektif Monitor rata-rata irama, kedalaman
dg dan usaha untuk bernafas.

Criteria hasil:  Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,


penggunaan otot Bantu dan retraksi
 menunjukkan pola
nafas yang efektif dinding dada.
tanpa adanya sesak
nafas, sesak nafas Monitor suara nafas
berkurang
 Monitor kelemahan otot diafragma
 v/s dbn
 Catat omset, karakteristik dan durasi
batuk

 Catat hail foto rontgen

4 Kelebihan volume Setelah dilakukan Fluit manajemen:


cairan b.d. askep ... jam pasien
gangguan akan menunjukkan Kaji lokasi edem dan luas edem
mekanisme keseimbangan cairan
 Atur posisi elevasi 30-45 derajat
regulasi dan elektrolit dengan
 Kaji distensi leher (JVP)
Kriteria hasil:
 Monitor balance cairan
 V/S dbn

 Tidak menunjukkan
peningkatan JVP Fluid monitoring

 Tidak terjadi dyspnu, Ukur balance cairan / 24 jam atau / shif


bunyi nafas bersih, RR; jaga
16-20 X/mnt
 Ukur V/S sesuai indikasi
 Balance cairan adekuat
 Timbang BB jika memungkinkan
 Bebas dari edema
 Awasi ketat pemberian cairan

 Observasi turgor kulit (kelembaban


kulit, mukosa, adanya kehausan)

 Monitor serum albumin dan protein


total

 Monitor warna, kualitas dan BJ urine

5 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :


imunitas tubuh askep ….. jam tidak
menurun, terdapat faktor risiko Bersihkan lingkungan setelah dipakai
prosedur invasive, infeksi pada klien
edem dibuktikan dengan pasien lain.
status imune klien
adekuat,  Batasi pengunjung bila perlu.

mendeteksi risiko dan Intruksikan kepada keluarga untuk


mengontrol risiko, v/s mencuci tangan saat kontak dan
dbn. Al dbn. sesudahnya.

 Gunakan sabun anti miroba untuk


mencuci tangan.

 Lakukan cuci tangan sebelum dan


sesudah tindakan keperawatan.

 Gunakan baju dan sarung tangan


sebagai alat pelindung.

 Pertahankan lingkungan yang aseptik


selama pemasangan alat.

 Lakukan dresing infus setiap hari.

 Tingkatkan intake nutrisi.

 berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

 Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal.

 Monitor hitung granulosit dan WBC.

 Monitor kerentanan terhadap infeksi.

 Pertahankan teknik aseptik untuk


setiap tindakan.

 Inspeksi kulit dan mebran mukosa


terhadap kemerahan, panas, drainase.

 Dorong masukan nutrisi dan cairan


yang adekuat.
 Dorong istirahat yang cukup.

 Monitor perubahan tingkat energi.

 Dorong peningkatan mobilitas dan


latihan.

 Instruksikan klien untuk minum


antibiotik sesuai program.

 Ajarkan keluarga/klien tentang tanda


dan gejala infeksi.

 Laporkan kecurigaan infeksi

6 Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process


pengetahuan askep ..... jam,
tentang penyakit pengetahuan klien Kaji tingkat pengetahuan klien dan
dan perawatan nya meningkat. Dg KH: keluarga tentang proses penyakit
b/d kurang
 Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
terpapar terhadap  Klien / keluarga
mampu menjelaskan tanda dan gejala serta penyebab yang
informasi,
kembali apa yang telah mungkin
terbatasnya
dijelaskan.
kognitif  Sediakan informasi tentang kondisi
 Klien dan keluarga klien
kooperatif dan mau
 Siapkan keluarga atau orang-orang
kerja sama saat
yang berarti dengan informasi tentang
dilakukan tindakan
perkembangan klien

 Sediakan informasi tentang diagnosa


klien

 Diskusikan perubahan gaya hidup yang


mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang
dan atau kontrol proses penyakit

 Diskusikan tentang pilihan tentang


terapi atau pengobatan

 Jelaskan alasan dilaksanakannya


tindakan atau terapi

 Dorong klien untuk menggali pilihan-


pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan

 Gambarkan komplikasi yang mungkin


terjadi

 Anjurkan klien untuk mencegah efek


samping dari penyakit

 Gali sumber-sumber atau dukungan


yang ada

 Anjurkan klien untuk melaporkan tanda


dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan

 kolaborasi dg tim yang lain.

7 Sindrom defisit Self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


care b.d asuhan keperawatan
kelemahan, …. jam kebutuhan ps Monitor kemampuan pasien terhadap
penyakitnya sehari hari terpenuhi perawatan diri
dengan criteria hasil :
 Monitor kebutuhan akan personal
 Pasien dapat hygiene, berpakaian, toileting dan
melakukan aktivitas makan
sehari-hari makan,
 Beri bantuan sampai klien mempunyai
moblisasi secara
kemapuan untuk merawat diri
minimal, kebersihan,
toileting dan Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian bertahap kebutuhannya.

 Kebersihan diri pasien Anjurkan klien untuk melakukan


terpenuhi aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya

 Pertahankan aktivitas perawatan diri


secara rutin

 Evaluasi kemampuan klien dalam


memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan
diri sehari hari.

Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia
berdasarkan data epidemiologi.

Global

Data WHO menunjukkan akibat penyakit kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap tahunnya
pada 49 negara di benua Eropa dan Asia Utara. Data yang dikeluarkan oleh American Heart
Association (AHA) pada tahun 2016 menyebutkan 15,5 juta warga Amerika memiliki penyakit
kardiovaskular.

Indonesia

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2016 menyebutkan bahwa secara nasional terdapat
0,5% prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosis dokter. Prevalensi tersebut paling
tinggi di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh.Di provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2008-2009 berdasarkan Jakarta Acute Coronary Syndrome Registry, terdapat
2103 pasien sindroma koroner akut dan 654 di antaranya adalah ST elevation myocardial
infarction (STEMI).

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan
dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan
sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan
tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Teori


Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan
terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu
yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu
inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan
alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan
tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk
mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa,
edema, krepitasi dan sensasi.

3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan
posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)

4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1. Komunikasi (penjelasan prosedur)
2. Privacy dan kenyamanan klien
3. Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
4. Berada di sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi

2.2. Tujuan Pemeriksaan Fisik


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:

1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.


2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di
jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

2.3. Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, diantaranya:

1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.


2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

2.4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:

1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.


2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

2.5. Prosedur pemeriksaan fisik


Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu),
tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

A) Prosedur Pemeriksaan

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk/berbaring


Cara : inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi
sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan
6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

B) Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)


Posisi klien : duduk/ berbaring

1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)


2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi

a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6 span="">


b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan
mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4. Pernafasan
a) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kedalaman: dalam/dangkal
d) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada
setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat.
C) Pemeriksaan kulit dan kuku
Tujuan
1) Mengetahui kondisi kulit dan kuku
2) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
Persiapan
1) Posisi klien: duduk/ berbaring
2) Pencahayaan yang cukup/lampu
3) Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan kulit\
 Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
 Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
b. Pemeriksaan kuku
 Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
 Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien

D) Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher


1. Pemeriksaan kepala
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b) Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan alat
a) Lampu
b) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan
rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut
jagung dan kering)
 Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
 Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

2. Pemeriksaan wajah
 Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
 Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
 Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

3. Pemeriksaan mata
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat
a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata,
warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon
terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera
berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam
penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi
dua yaitu:
1). Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya
jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b. virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat
misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya
bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2). Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap
sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam
klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat
pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka
tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam=""
dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.=""
penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang=""
span="" tajam="">
prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:

 Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.


 Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
 Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa
yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya
tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
 Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari
kiri ke kanan, atas ke bawah.
 Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap
maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
 Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta
untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi
dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
 Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat
adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300).
 Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta
untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra
1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
 Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
 Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya
mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat
sejauh y meter.

Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata


Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes
Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan
posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang
sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling,
namun tidak nyata terlihat.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk
menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah
menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada
akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau
Asthenopia.
Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :

 Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah
satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau
peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
 Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas
(superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA.

Alat/sarana yang dipakai:

 Titik/lampu untuk fiksasi


 Jarak pemeriksaan :
o Jauh : 20 feet (6 Meter)
o Dekat : 14 Inch (35 Cm)
 Penutup/Occluder

Prosedur Pemeriksaan :

1. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang
jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila
terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di
deteksi dengan jelas.
3. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar D)
5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
6. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar E)
7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas
(superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA.
Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar F)
8. Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya
suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti
dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).

Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
4. Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.
Persiapan Alat
a) Arloji berjarum detik
b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang
telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain,
tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
 Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
Normal: tidak ada nyeri tekan.
setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a. Pemeriksaan Rinne
1. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang
berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.
4. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan
posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5. Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
6. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan Webber
1. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada
salah satu telinga.
4. Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut

5 Pemeriksan hidung dan sinus


Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
Persiapan Alat
a) Spekulum hidung
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
d) Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret,
sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan,
perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
 Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

6 Pemeriksaan mulut dan bibir


Tujuan
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat
a) Senter kecil
b) Sudip lidah
c) Sarung tangan bersih
d) Kasa
Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan
stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis
 Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/
radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
 Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas dan
16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi
pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung.
Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig
anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7
buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas
dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang
bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada
usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah)
setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
7 Pemeriksaan leher
Tujuan
a) Menentukan struktur integritas leher
b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c) Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjer gondok.
 Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal: arteri karotis terdengar.
 Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer
parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kel.limfe,
tidak ada nyeri.
 Auskultasi : bising pembuluh darah.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

8 Pemeriksaan dada( dada dan punggung)


Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring
Cara/prosedur:

A) System pernafasan
Tujuan :
a) Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,
pembengkakan/ penonjolan.
 Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna
kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
 Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh”
atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung
pasien.)
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi
simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
 Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain
pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
 Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di
lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

B) System kardiovaskuler
Tujuan
a) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
 Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
 Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari
atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC
4,5,dan 8.
 Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop
untuk mendengarkan bunyi jantung.
 Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi
jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

9 Dada dan aksila


Tujuan
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
b) Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat
a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur pelaksanaan

 Inspeksi payudara: Integritas kulit


 Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena
 Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
10 Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a) Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
Persiapan
a) Posisi klien: Berbaring
b) Stetoskop
c) Penggaris kecil
d) Pensil gambar
e) Bntal kecil
f) Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan

 Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.

Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.

 Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian
bell).

Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri
iliaka dan aorta.

 Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam,
perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
 Perkusi hepar: Batas
 Perkusi Limfa: ukuran dan batas
 Perkusi ginjal: nyeri
 Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan =
hipertimpani
 Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ,
adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan
tangan terlebih dahulu
 Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan
 Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
11 Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :

1. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian


2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian
tertentu.

Alat :

1. Meteran

Posisi klien: Berdiri. duduk

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan


dan tonus otot.
 Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
 Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .

Normal: teraba jelas


Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

12 Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak


kaki)

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan
letak, ROM, kekuatan dan tonus otot

Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh

 Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan


Normal: teraba jelas

 Tes reflex :tendon patella dan archilles.

Normal: reflex patella dan archiles positif

 Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

13 Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)


Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:

1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.


2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/
benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
3. Melakukan perawatan genetalia
4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.

Alat :

1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


2. Sarung tangan

Pemeriksaan rectum
Tujuan :

1. Mengetahui kondisi anus dan rectum


2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4. Memeriksa kangker rectal dll
Alat :

1. Sarung tangan sekali pakai


2. Zat pelumas
3. Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan

1. Wanita:

 Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema,
pengeluaran.
 Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-
tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
 Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
 Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
 Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran
dan perdarahan.
 Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.
 Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
2. Pria:
 Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
 Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus
atau darah
 Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan
mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
 Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran
dan perdarahan.
 Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.
 Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
2.6. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku.
Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan
sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian
fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan.
Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk
mengevaluasi keefektifan asuhan.

2.7. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada
akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah
pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau
mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana
asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-
langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:

1. Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien


2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi oleh perawat.
3. Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan
atau kemunduran klien
4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
5. Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan
rencana
6. Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke
tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat,
sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di
lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk
menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan,
maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

3.2. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara
berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

DAFTAR PUSTAKA
 Admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/( online)

diakses 17 September 2010.

 Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
 Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.

Jakarta. EGC

 Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC


 Candrawati. Susiana.Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskuler.Diakases tanggal 18

September 2010

 Dealey, Carol.2005. The Care Of Wound A Guides For Nurses.Navarra.Balckwell

Publishing.

 Kusyanti, Eni,dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.

Read more: PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


http://nandarnurse.blogspot.com/2013/05/pemeriksaan-fisik-head-to-toe.html#ixzz5VnDgdt2c
Under Creative Commons License: Attribution
Follow us: nHandar on Facebook
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit
jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta penduduk atau sekitar 18% total
penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara mendadak setiap tahunnya dan 50%
tidak menunjukkan gejala. Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung
koroner baik rawat jalan maupun rawat inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan
di AS 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena jantung
koroner setiap tahunnya (Hediyani, 2012).
Jantung merupakan organ muskular dengan empat buah bilik yang bertanggung jawab
atas sirkulasi darah di seluruh tubuh.bilik ini disebut atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri,
dan ventrikel kiri. Darah memasuki jantung melalui atrium.ada 2 pembuluh vena besar yang
memasuki jantung pada sisi kanan dan membawa darah dioksigenasi ke dalam atrium kanan.
vena kava superior membawa masuk darah dioksigenasi dari ekstremitas atas dan kepala
sementara vena kava inferior membawa masuk darah dari tubuh dan ekstremitas bawah darah
dioksigenasi ini akan dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan di bawa ke paru, tempat terjadinya
pertukaran gas, sebelum kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonari kanan dan kiri. Darah
yang kaya oksigen memasuki sisi kiri jantung dan di pompa keluar ke sirkulasi sitemik oleh
ventrikel kiri yang lebih besar.

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah
koroner (Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut 7dari angina pektoris tidak stabil
(APTS) yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST
atau tanpa gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat
ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007).
Istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri atas beberapa penyakit
koroner, angina tak stabil, infark miokard non-elevasi ST infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. SKA
merupakan keadaan darurat jantung dengan manifetasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala
lain sebagai akibat iskemia miokardium (harun 2007).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud sindrome koronaria akut?
1.2.2. Bagaimana etiologi dari sindrom koronaria akut ?
1.2.3. Bagaimana phatofisiologi dari sindrom koronaria akut ?
1.2.4. Bagaimana Tanda dan gejala sindrom koronaria akut ?
1.2.5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari sindrom koronaria akut ?
1.2.6. Bagaimana Penatalaksanaan sindrom koronaria akut?
1.2.7. Bagaimana Asuhan keperawatan sindrom koroner akut?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mendapatkan pengetahuan mengenai anatomi fisiologi jantung dan gangguan
sindrom koronaria akut serta dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien infark miokard
akut menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian sindrom koronaria akut
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari sindrom koronaria akut
c. Mahasiswa mampu menjelaskan phatofisiologi dari sindrom koronaria akut
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala dari sindrom koronaria akut
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada sindrom koronaria akut
f. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan sindrom koronaria akut
g. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan infark
miokard akut.
BAB II
KONSEP TEORI

1.1. Anatomi dan Fisiologi kardiovaskular (jantung)

A. Anatomi

Jantung merupakan organ muskular dengan empat buah bilik yang bertanggung jawab atas
sirkulasi darah di seluruh tubuh.bilik ini disebut atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan
ventrikel kiri. Darah memasuki jantung melalui atrium.ada 2 pembuluh vena besar yang
memasuki jantung pada sisi kanan dan membawa darah dioksigenasi ke dalam atrium kanan .
vena kava superior membawa masuk darah dioksigenasi dari ekstremitas atas dan kepala
sementara vena kava inferior membawa masuk darah dari tubuh dan ekstremitas bawah darah
dioksigenasi ini akan dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan di bawa ke paru, tempat terjadinya
pertukaran gas, sebelum kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonari kanan dan kiri. Darah
yang kaya oksigen memasuki sisi kiri jantung dan di pompa keluar ke sirkulasi sitemik oleh
ventrikel kiri yang lebih besar. Darah meninggalkan jantung melalui aorta yaitu arteri terbesar
didalam tubuh menuju tubuh bagian atas melalui arteri yang bercabang pada arkus aorta dan
mengalir ke dalam torak, batang tubuh dan tubuh, bagian bawah melalui aorta desenden

B. Fungsi sistem kardiovaskuler (jantung)


Memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan dan organ tubuh
yang diperlukan dalam proses metabolisme.secara normal setiap setiap jaringan dan organ tubuh
akan menerima aliran darah dalam jumlah yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh
menerima nutrisi dengan adekuat.
1.2. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah koroner
(Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut dari angina pektoris tidak stabil (APTS)
yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST atau tanpa
gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur plak
aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007,Ns. Reni Yuli Aspiani, S.Kep).
Istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri atas beberapa penyakit
koroner, angina tak stabil, infark miokard non-elevasi ST infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. SKA
merupakan keadaan darurat jantung dengan manifetasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala
lain sebagai akibat iskemia miokardium (harun 2007).
 Klasifikasi sindrom koroner akut
Berdasarkan jenisnya, sindrome koroner akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Angina pectoris
Angina pectoris adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri dada atau
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit arteri koronari, pasien dapat menggambarkan
sensasi seperti tekanan, diremas berat atau nyeri.
Angina pectoris disebabkan oleh iskemia miokardium reversible dan sementara yang dicetuskan
oleh ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan suplai oksigen miokardium
yang berasal dari penyempitan arterosklerosis arteri koroner.
a. Angina stabil (dikenal sebagai angina stabil kronis, angina pasif atau angina eksersional).
Nyeri yang dapat di prediksi nyeri terjadi pada saat aktivitas fisik atau stres emosional dan
berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b. Angina tidak stabil juga disebut angina pra infrak atau angina kresendo yang mengacu pada
nyeri dada jantung yang biasanya terjadi pada saat istirahat.
c. Angina varian yang juga dikenal sebagai prinzmental atau angina vasopatik, adalah bentuk
angina tidak stabil .
2. Infrak miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)
Disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang di
perberat oleh obstruksi koroner.
Terjadi karena trombosis akut atau proses faso kontriksi koroner.
3. Infrak miokard akut dengan selevasi ST (STEMI)
Umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Ini disebabkan karena injuri yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti meroko, hipertensi, dan
akumulasi lipit.
1.3. Etiologi
Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan
pembuluh darah (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi :
1. Adanya timbunan lemak (atreosklerosis) dalam pembuluh darah akibatkonsumsi kolestrol tinggi.
2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah(trombus).
3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah.
Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya SKA di pengaruhi oleh beberapa keadaan, yaitu
aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak berkondisikan), stres emosi, terkejut, udara
dingin. Keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas sehingga tekanan darah
meningkat, tekanan darah jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.
5. Curah jantung yang meningkat:
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- Hypertiroidisme
 Faktor resiko
Faktor penting yang mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner dan dikenal sebagai
faktor resiko adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi, hiperlipidemia
2. Peroko berat
3. Diabetes melitus, obesitas
4. Tipe kpribadian A stresss emosi
5. Keturunan
6. Usia
7. Jenis kelamin
Faktor resiko pada SKA (Muttaqin, 2009) dibagi menjadi :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKAmeningkat seiring pertambahan usia. Sekitar
55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari lima
orang berusia di atas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan
refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.
b. Jenis kelamin Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada wanita
resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada wanita setelah menopause terjadi
akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah.
c. Riwayat keluarga Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada orang tua atau anak
dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.
d. Suku bangsa Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan dengan kulit
putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang Amerika kulit hitam menderita
hipertensi dibandingkan dengan kulit putih.
Faktor resiko yang dapat dirubah:
a. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA daripada yang bukan
perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak rokok per hari, lebih banyak rokok lebih
tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari
monoksida karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja
miokardium dan dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida menganggu
pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada
oksigen.
b. Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa memandang kadar
lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid
yang tidak normal memegang peranan dalam pertumbuhan atheroma.
c. Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan kebutuhan ventrikel, hal ini
mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard untuk menghadapi suplai yang berkurang.
d. Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang meningkat dan juga
kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan
kadar low density lipoprotein.
e. Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara menurunkan kadar kecepatan
jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar
kepekatan rendah dari lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac
output.
f. Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang meningkatkan kecepatan
jantung dan menimbulkan vasokontriksi
1.4. Patofisiologi
Faktor penyebab utama pada SKA adalah kurangnya aliran darah ke miokard yang
terbanyak sering disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis ditandai dengan adanya akumulasi
bahan lemak/lipid
dan jaringan fibrosa pada dinding arteri, pertambahan aterosklerosis membuat lumen dari
pembuluh darah menyempit dan aliran darah terhambat ke daerah miokardium. Dinding
pembuluh darah akan kehilangan elasitasnya dan menjadi kurang responsif terhadap perubahan
volume dan tekanan.
Pathogenesis dari aterosklerosis (C. Long, Barbara, 1999) pada ACS dimulai dengan lesi
atherosklerosis timbul pada permulaan dari arteri koroner utama. Proses perjalanan penyakit
pada awalnya setempat, kemudian menjadi difus dan bertambah. Lesi yang pertama timbul pada
dinding arteri koroner disebut garis lemak. Sel-sel yang mengandung lipid atau sel-sel busa
(foam cells) invasi ke dalam dinding intima dan menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit
berlanjut kemudian timbul sejenis benjolan dengan ukuran yang terus meningkat sehingga
kapasitas lumen pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut merupakan jenis karakteristik khas
aterosklerosis yang berkembang.
Tingkat aterosklerosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan fibrosa berkapur.
Deposit kapur dapat ruptur dan meningkatkan resiko spasmus, membentuk thrombus, dan
emboli. Ini adalah jenis lesi aterosklerosis yang menimbulkan gejala oronary artery disease
(CAD). Lumen arteri menjadi begitu sempit, sehingga timbul ketidakseimbangan suplai oksigen
untuk miokardium dibandingkan dengan kebutuhan. Manifestasi iskemik miokardium biasanya
tidak akan terjadi sampai arteri 75% tersumbat. Hal itu bisa berakibat angina pektoris, infark
miokardium dan kematian mendadak.
Angina pektoris merupakan cerminan dari iskemik miokard. Nyeri dada angina biasanya
berlokasi dibawah sternum (retrosternal) dan kadang menjalar ke leher, rahang, bahu dan kadang
lengan kiri atau keduanya. Kadang angina dikeluhkan sebagai tanda tak enak di dada atau rasa
berat di dada, rasa penuh, diremas, dicengkram, dan rasa seperti ditikam (Muttaqin, 2009). Pada
lansia kemungkinan rasa nyeri yang dirasakan nyeri viseral yang disertai dengan sesak napas,
keringat dingin, mual, rasa melayang, dan lemah.
Angina pektoris stabil ditandai dengan nyeri dada yang berakhir 5-15 menit. Hal ini dapat
timbul karena aktivitas, stress, atau kedinginan kemudian menghilang dengan istirahat atau
minum obat. Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh lesi koroner yang fixed (plak yang
stabil). Pada Unstable Angina Pektoris (UAP) mencerminkan suatu keadaan klinis diantara
angina pektoris stabil dan infark miokardium. Biasanya berhubungan dengan ruptur plak dan
trombosis.
Iskemia mengganggu permeabilitas sel-sel miokardium terhadap elektrolit-elektrolit yang
menyebabkan menurunnya kontraktilitas miokardium. Proses iskemik yang berlangsung lebih
dari 35 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan sel-sel yang ireversibel dan nekrosis
miokardium.
Infark miokard akut disebabkan oleh penyumbatan yang tiba-tiba pada salah satu cabang
dari arteri koronaria. Penyumbatan ini dapat meluas dan mengganggu fungsi jantung atau
mengakibatkan nekrosis miokardium (Muttaqin, 2009). Trauma iskemik berkembang dan meluas
kemudian baru terjadi infark atau timbul nekrosis. lapisan subendokardium (karena sangat peka
terhadap kekurangan oksigen) mengalami hipoksia kemudian baru seluruh miokardium.
Nyeri dada oleh karena infark biasanya adanya serangan angina pektoris yang lebih berat
15-30 menit, kecuali pada lansia dan penderita diabetes. Pasien dengan infark inferior kadang
terasa seperti nyeri abdomen, mual, dan muntah. Pasien yang mengalami infark akut menjadi
gelisah, cemas, takut, merasa nyawa terancam, sulit bernapas, sianosis, dan syok. Ada pula
sekitar 5-20 % dari pasien dengan serangan infark miokard akut tanpa rasa nyeri.
obesitas, peroko, ras, umur >40thn, jenis kelamin laki-laki
Endapan lipoprotein di tunika intima
Cedera endotel : interaksi antara fibrin & platelet, poliverasi otot tunika media
Infasi dan akumulasi dari lipit
Flaque fibrosa
Lesi komplikata
aterosklerosis
Penyempitan/obstruksi arteri koroner
Penurunan suplai darah kemiokard
Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
Tidak seimbang kebutuhan dengan suplai oksigen
Iskemia
Infark miokardium
Metabolisme anaerob meningkat
Penurunan kontraktilitas miokard
Asam laktat meningkat
Nyeri dada

Komplikasi :
-Gagal jantung
-syok kardiogenik
-perikarditis
-rupture jantung
-aneurisma jantung
-defek septum ventrikel
-disfungsi otot papilaris
-trombo embolisme

Kelemahan miokard
Volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
Tekanan atrium kiri meningkat
Tekanan vena pulmonalis meningkat
Hipertensi kapiler paru
Penurunan curah jantung
pe
Suplai darah ke jaringan tak adekuat
Kurang informas
Tidak tau kondisi dan pengobatan
Nyeri akut
Defisiensi pengetahuan ansietas
Kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas
Oedem paru
Gangguan pertukaran gas
1.5. Tanda dan Gejala
Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri di tengah dada seperti rasa di tekan, rasa
di remas-remas menjalar ke leher, lengan kiri dan kanan, serta uluh hati, rasa terbakar dengan
sesak nafas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini terdapat merambat ke kedua rahang gigi
kanan atau kiri, bahu serta punggung, lebih spesifik ada juga yang disertai kembung pada uluh
hati seperti masuk angin atau magh (rilantoro 1996).
Tahap nanada NIC-NOC(2002) menambahkan gejala klinis SKA meliputi:
1. Sifat nyeri : Rasa sakit seperti di tekan, rasa terjepit, keram, rasa tertindih beban berat seperti di
tusuk atau rasa terbakar di dada (angina).
2. Lokasi substernal,rerosternal, dan prekodial
3. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar kebahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
4. Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas
7. Dispnea
8. Pada pemeriksaan EKG
a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
- Elevasi yang curam dari segmen ST
- Gelombang T yang tinggi dan lebar
- VAT memanjang
- Gelombang Qtampak
b. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian )
- Gelombang Q patologis
- Elevasi segmen ST yang cembung keatas
- Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
c. Fase resolusi (beberapa minggu /bulan kemudian)
- Gelombang Q patologis tetap ada
- Segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
- Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
9. Pada pemeriksaan darah (enzim jantung : CK & LDH)
a. CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting
nekrosis miokard creatinin kinase (CK) meningkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan
memuncak antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal.
b. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak pada serum setelah 24 jam pertama setelah awitan
dan akan tinggi selama 7-10 hari.
c. Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin (TnT) mempunyai nilai prognostik yang
lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel
miokard.
1.6. Pemeriksaan diagnostik
Wasid (2007) cara mendiagnosis IMA ada 3 komponen yang harus ditemukan :
1. Sakit dada
2. Perubahan EKG berupa gambaran,STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik.
Elektrokardiografi (EKG) membantu menentukan area jantung danarteri koroner mana yang
terlibatPemeriksaan kadar enzim kardiak dan protein bias menunjukkan kenaikan khas pada CK-
MB, troponin T dan I, dan mioglobin.
3. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB
DAN trponin-T /1 diamana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal
troponin ialah 0,1-0,2ng/dl dan dianggap positif bila 0,2ng/dl.
4. Pemeriksaan laboratorium bisa memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat dan
tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik
5. Rontgen toraks bias menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non
kardiak lain terhadap dispnea dan nyeri di dada
6. CT Scan yang menggunakan thallium 201 atau technetium 99m bias digunakan untuk
mengidentifikasi area infark.
7. Kateterisasi jantung bias digunakan untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, serta
memberikan informasi mengenai fungsi ventrikel dan tekanan dan volume di dalam jantung.
1.7. Pentalaksanaan SKA secara medis dan konservatif
Tahap awal pentalaksanaan pasien SKA
1. Oksigenasi : dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta
menurunkan beratnya ST-elevasi ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen
2-3 liter dengan nasal kanul.
2. Nitrogliserin (NTG). Digunakan pada klien yang tidak hipotensi mula-mula secara sublingual
(SL) (0,3-0,6mg) atau spray aerosol jika sakit dada
Tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intervena 5-10 ug/menit
(jangan lebih 200ug/menit)dan tekanan darah sistolok jangan kurang dari 100 mmHg.
3. Mofirin : diberikan untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan, mengurangi nyeri akibat
iskemia, meningkatkan kapasitas nadi, menurunkan tahanan pembuluh sistemik, nadi dan
tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang.
4. Aspirin : aspirin harus diberikan kepada semua pasien sindrom koronier akut jika tidak ada
kontraindikasi.
5. Antitrombolitik lain (clopidogrel, ticlopidine), derifat tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet memperpanjang waktu perdarahan.
Penanganan SKA lain melalui :
1. Heparin
2. Warfarin
3. Inhibitor glikoprotein Iib/ IIIa (GPIIb/IIIa-1)
4. Direct trombin inhibitor : antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat
langsung trombin.

BAB III
KONSEP NCP

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT INFARK MIOKARDIUM AKUT (IMA)
1. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama :-
Umur : terjadi pada umur < 65 tahun.
Jenis Kelamin : pria > wanita
Status mariental : tidak mempengaruhi
Agama : tidak mempengaruhi
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
gsa : biasanya lebih tinggi bagi suku bangsa Afrika Amerika, Amerika latin, dan Amerika-India.
Alamat :-
No. Medrec :-
Ruang rawa t: -
Dx. Medis :-
Tanggal Masuk :-
Tanggal Pengkajian :-

Penanggung Jawab
Nama :-
Umur :-
Pekerjaan :-
Hubungan dengan klien :-
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada dada dan terasa sesak
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien sebelum masuk ke rumah sakit mengeluh nyeri dada dan terasa sesak, nyeri biasanya
terasa seperti tertekan atau di remas. lokasi nyeri biasanya pada daerah di atas perikardium
(lapisan jantung sebelah luar). Penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada. Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakan bahu dan tangan. dengan skala nyeri biasanya 3-4 (0-
10) atau 7-9 (0-10). nyeri timbul kadang-kadang atau mendadak. Nyeri infark oleh miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat dan berlangsung lama.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien dengan penyakit infark miokardium akut biasanya mempunyai hipertensi, dan gaya hidup
yang tidak dijaga seperti merokok.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien tidak mempunyai keturunan penyakit keturunan (jantung/hipertensi)
F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
a. Keadaan umum : -
b. Kesadaran :
 Kualitatif : kesadaran pada klien IMA biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan
berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
 Kuantitatif : biasanya GCS 13 = E3V4M6
c. Tekanan darah : biasanya naik/turun
(Sistole : 80-140 mmHg); (Diastole (50-90 mmHg)
d. Nadi : biasanya kuat/lemah (60-100 x/menit)
e. Suhu : biasanya meningkat < 39ºC
f. RR : biasanya > 24 x/menit
2. Antropometri
BB = biasanya > 60 kg
TB = tidak mempengharuhi
3. Pemeriksaan Sistematik/Persistem
a) Sistem Pernapasan
1. Inspeksi :
Biasanya pada pasien Infark Miokardium Akut (IMA) saat di inspeksi bagian bentuk hidung
simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi atau peradangan, warna mukosa hidung normal. Pada
bagian bentuk dada simteris dan pergerakan otot-otot aksesoris pernafasan ada menggunakan
otot pernafasan bantuan. Terlihat nafas cepat pada saat inspirasi dan ekspirasi.
2. Palpasi:
Saat di palpasi bagian dada, tidak adanya massa dan lesi.
3. Perkusi :
Saat di perkusi suara batas atas dan bawah paru resonan.
4. Auskultasi :
Saat di auskultasi terdengar suara crakles (ronchi basah)
b) Sistem Kardiovaskuler
1. Inspeksi :
Saat di inspeksi pasien terlihat pada mukosa bibirnya sianosis (pucat), terlihat clubbing finger,
pembesaran kelenjar getah bening, edema dan destensi vena jugularis.
2. Palpasi
Saat di palpasi akral dingin, ketika di CRT mulai kembali normal > 2 detik.
3. Perkusi
Saat di perkusi batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4. Auskultasi
Pada saat di auskultasi S1 dan S2 meningkat dan terdapat bunyi tambahan urmur.
c) Sistem Pencernaan
1. Inspeksi
Konjungtiva anemis, tidak ada stomatitis, kebersihan lidah, tidak ada caries pada gigi, proporsi
tubuh baik, bentuk abdomen simetris, turgor kulit abdomen normal, dan tidak ada asites.
2. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak ada hepatomegali, tidak ada splenomegali.
3. Perkusi
Saat di perkusi terdengar bunyi dullness atau timpani (normal).
4. Auskultasi
Saat di auskultasi tidak ada bising usus.
d) Sistem Penglihatan
1. Inspeksi
Bentuk mata simetris, tidak ada peradangan pada konjungtiva dan warna sclera tidak ikhterik.
2. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
3. Tes Penglihatan :
Fungsi penglihatan baik.
e) Sistem Pendengaran
1. Inspeksi
Tidak ada lesi atau luka dan tidak terdapat serumen (bersih).
2. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.
3. Tes Pendengaran
Tidak ada kelainan, fungsi pendengaran baik.
f) Sistem Perkemihan
1. Inspeksi
Tidak adanya edema pada ekstremitas inferior, dan tidak terpasang DC.
2. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan keadaan kandung kemih normal.
3. Perkusi
Tidak ada nyeri ketuk pada ginjal.
g) Sistem Muskoloskeletal
1. Inspeksi
Bentuk tubuh simetris, bagian ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak ada luka jumlah jari
lengkap dan terpasang infus ditangan kanan.
2. Palpasi dan ROM
Uji kekuatan otot :
5 5
5 5
h) Sistem Endokrin
1. Inspeksi
Tidak ada pembesaran tyroid dan berkeringat.
2. Palpasi
Kelenjar tyroid simetris.
i) Sistem Integumen
1. Inspeksi
Warna kulit normal, kebrsihan kulit terjaga, warna bibir sianosis (pucat), keutuhan kuku normal,
temperatur (suhu) tubuh < 39ºC.
2. Palpasi
Turgor kulit elastis, tidak ada edema
G. Data Psikologis
1. Status emosi
Klien kurang mampu mengendalikan emosinya, mudah tersinggung, dan klien terlihat murung
saat tersinggung.
2. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang, karena klien merasa takut dengan penyakitnya.
3. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien merasa biasa saja pada keadaan tubuhnya.
b. Peran
Klien tidak bisa melakukan tugas dan perannya sebagaimana mestinya.
c. Ideal diri
Klien berharap penyakitnya segera sembuh
4. Koping mekanisme
Sebelum sakit dan sesudah sakit klien berprilaku adaptif
H. Data Spiritual
Motivasi religi klienKlien percaya bahwa penyakitnya dapat sembuh dengan berdoa.
Persepsi klien terhadap penyakitnya
Klien mempresepsikan bahwa penyakit yang dialaminya merupakan cobaan dan kesalahan dari
diri sendirinya.
Pelaksanaan ibadah selama dirawat
Klien dalam pelaksanaan ibadah sebelum sakit taat beribadah namun setelah sakit pola
ibadahnya terganggu.
I. Data Penunjang
 ECG : - segmen ST elevasi
- T. wave inverse
- Q wave pathologis
 Thorax foto :
- Cardiomegali dan tanda-tanda kegagalan ventrikel kiri
 Serum enzyme :
- CPK (creatinin phospokinase) = > 50 u/L, meningkat dalam waktu 6 jam.
- CK-MB (creatinin kinase-MB) = >10 u/L, meningkat
- SGOT (serum glutamic oxalo transmite) = > 240 u/L meningkat dalam 8-12 jam.
- LDH = meningkat 6-12 jam
J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Nyeri dada. Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
DO : (aterosklerosis)
Terlihat
· nafas cepat (dispnea)
pada saat inspirasi- Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
ekspirasi pada miokardium
· Terdengar crakles
(ronchi basah)
Terjadi nekrotik (jaringan mati) pada miokardium

Aliran darah ke jantung menurun

Terjadi penyumbatan aliran darah ke jaringan


miokardium (jaringan miokardium iskemik)
Gangguan
pertukaran
Sistem kardiovaskuler tidak dapat memenuhi gas
kebutuhan kerja otot miokardium (di aktifkan
metabolisme anaerobik)

Terjadi penyumbatan suplay oksigen (O2) ke


miokardium
Kerusakan pertukaran gas
2. DS : Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
Klien mengeluh nyeri (aterosklerosis)
yang menyebar pada
dada sebelah kiri dan
bahu sebelah kiri, sesak Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
nafas. pada miokardium
DO :
Klien tampak gelisah,
meringis dan merintih. Terjadi nekrotik (jaringan mati) pada miokardium
Dengan skala nyeri 3-4
(0-10) atau 7-9 (0-10).
Aliran darah ke jantung menurun

Terjadi penyumbatan aliran darah ke jaringan


miokardium (jaringan miokardium iskemik)

Suplay oksigen (O2) ke miokardium menurun

Sistem kardiovaskuler tidak dapat memenuhi


kebutuhan kerja otot miokardium (di aktifkan
metabolisme anaerobik)
Nyeri

Merangasang saraf serebri


Rangsangan dikirim ke hipotalamus

Nyeri dipersepsikan

Nyeri
3. DS : Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
Klien mengatakan nyeri (aterosklerosis)
menyebar di bagian dada,
merasa sesak napas
(dispnea) dan merasa Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
akan mati. pada miokardium
DO :
Klien tampak
· Sianosis (pucat) Terjadi nekrotik (jaringan mati) pada miokardium
· Akral dingin, dan
berkeringat,
· TD menurun sekitar : Aliran darah ke jantung menurun
(Sistol = 80 – 100
mmHg)
(Diastol = 50 – 90 Terjadi penyumbatan aliran darah ke jaringan
mmHg) miokardium (jaringan miokardium iskemik)
· RR = > 28 x/menit

Suplay oksigen (O2) ke miokardium menurun

Gangguan
Menurunnya volume pompa darah pada jantung perfusi
(COP turun) jaringan
Gangguan perfusi jaringan
4. DS : Penimbunan lemak pada otot jantung miokardium
Klien merasa cemas dan (aterosklerosis)
merasa akan mati.
DO :
Gelisah, panik, Trombotik dan fibrinogen menutup jaringan plak
menangis, menurunnya pada miokardium
keyakinan diri.

Terjadi nekrotik (jaringan mati) pada miokardium

Aliran darah ke jantung menurun


Gangguan
Kecemasan
Terjadi penyumbatan aliran darah ke jaringan (Ansietas)
miokardium (jaringan miokardium iskemik)

Suplay oksigen (O2) ke miokardium menurun

Sistem kardiovaskuler tidak dapat memenuhi


kebutuhan kerja otot miokardium (di aktifkan
metabolisme anaerobik)

Nyeri

Cemas
K. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alfeoli atau kegagalan utama paru.
2. Ketidak efektifan perkusi jaringan feriper b.d jaringan iskemik kerusakan otot jantung,
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
3. Nyeri akut b.d iskemia jaringan skunder terhadap sumbatan arteri di tandai dengan penurunan
curah jantung.
4. Penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
5. Intoleransi b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya
iskemia atau nekrosis jaringan miokard
L. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC

1. 1. Gangguan pertukaran gas Kriteria hasil : Airway management


 Batasan karakteristik - mendemonstrasikan
- buka jalan nafas gunakan
- PH darah arteri abnormal penigkatan fentilasi dan chin lift atau jaw thrust bila
- PH arteri abnormal oksigenasi yang adekuat perlu
- pernapasan abnormal - memelihara kebersihan
- posisikan pasien untuk
- warna kulit abnormal paru-paru danbebas dari memaksimalkan fentilasi
tanda-tanda distres - identifikasi pasien perlunya
- mendemonstrasikan pemasangan jalan nafas
batuk efektif yang bersih, buatan
tidak ada sianosis dan
- lakukan pisioterapi jika
dyspneu (mampu perlu
mengeluarkan seputum,
- keluarkan sekret dengan
mampu bernafas dengan batuk
mudah) respiratory monitoring
- tanda –tanda vital dalam
rentang normal
2. 2. Ketidakefektifan perkusi Kriteria evaluasi: Periperal sensational
jaringan perifer mendemonstrasikan ststus maangement (management
Batasan karakteristinya sirkulasi yang ditandai sensasi perifer):
- tidak ada nadi dengan : -monitor adana daerah
- perubahan fungsi motorik - tekanan sistol dan tertentu yang hanya peka
- perubahan karakteristik kulit diastol dalam rentang terhadap
(warna, elastisitas, rambut, yang diharapkan panas/dingin/tajam/tumpul.
kelembapan, kuku, sensasi dan - tidak ada orto statik -monitor adanya paratese
suhu) hipertensi -instruksikan kelurga untuk
- perubahan tekanan darah di - tidak ada tanda-tanda mengobservasi kulit jika ada
ektermitas. peningkatan intra kranial isi atau leserasi.
(tidak lebihdari 15 mmHg -gunakan sarung tangan
- mendemonstrasikan untuk proteksi
kemampuan konggnitif: -batasi gerakan pada kepala
- berkomunikasi leher dan punggung
denganjelas dan sesuai -memonitor kemampuan
dengan kemampuan BAB
- menujukan perhatian
- memproses informsi
3. Nyeri akut Kriteria hasil : Pain management
Batas karakteristik : -mampu mengontrol nyeri -lakukan pengkajian secara
- perubahan selera makan (tahu penyebb nyeri, komperhensiv termasuk
- perubahan tekanan darah mampu menggunakan lokasi, karakteristik, durasi,
-perubahan frekuensi jantung teknik non farmakologi frekuensi, kualitas dan faktor
-perubahan frekuensi untuk mengunyari nyeri, presifitasi
pernafasan mencari bantuan tutup) -obsevasi reaksi nonverbal
-laporan isyarat -melaporkan bahwa nyeri dari ketidaknyamanan
berkurang dengan -gunakan teknik komunikasi
menggunakan trapeutik untuk mengetahui
management nyeri pengalaman nyeri
-mampu mengenal nyeri -kaji kultur yang
(skala, intensitas, mempengaruhi respon nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) Analgesik administration
-menyatakan rasa nyaman -tentukan lokasi,
setelah nyeri berkurang karakteristik, kulatias, dan
drajat nyeri sebelum
pemberian obat
-check instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
-cek riwayat alergi
-pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
4. Penurunan curah jantung Kriteria hasil : Cardiac care
Batasan karakteristik: -tanda vital dalam rentang - evaluasi adanya nyeri dada
perubahan frekuensi / irama normal(tekanan darah, (itensitas, lokasi, durasi)
jantung nadi respirasi) -catat adanya distritmia
-aritmia -dapat mentoleransi jantung
-bradikardi, takikardi, aktivitas, tidak ada -catat adanya tanda dan
-perubahan ekg kelelahan gejala penurunan
-palpitasi -tidak ada edema paru, kardiaoutput
Perubahan preload perifer, dan tidak ada -monitor status
-penurunan tekanan vena asites kardiovaskuler
central -tidak ada penurunan -monitor status pernafasan
-penurunan tekanan arteri paru kesadaran yang menandakan gagal
-edema, keletihan jantung
Perubahan kontraktilitas -monitor abdomen sebagai
-batuk, crackle indikator penurunan perfusi
-penurunan indeks jantung Vital sign monitoring
-monitor tekanan darah, nadi
suhu dan respirasi, catat
adanya fluktuasi tekanan
darah
-monitor vs saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
-auskultasi td pada kedua
lengan dan bandingkan
-monitor td, nadi respirai
sebelum, selama dan setelah
aktivitas.
5 Intoleransi aktivitas Kriteria hasil : Nic
55 Batasan karakteristik - berpartisipasi dalam Aktivity trapi
-respon tekanan darah aktivitas fisik tanpa -kolaborasikan dengan
abnormal terhadap aktivitas disertai peningkatan tenanga rehabilitais medik
- respon frekuwesi jantung tekanan darah, nadi dan dalam merencanakan
abnormal terhadap aktivitas respirasi program terapi yang tepat
-perubahan EKG yang - mampu melakukan -bantu klien untuk
mencerminkan aritmia aktivitas sehari- mengidentivikasi aktivitas
-perubahan ekg yang hari(ADLs secara yang mampu dilakukan
mencerminkan iskemia mandiri) -bantu untuk memilih
-tanda tanda vital normal aktivitas konsisten yang
-energi psikomotor sesuai dengan kemampuan
-level kelemahan fisik, psikologi, dan sosial
Mampu berpindah : -bantu klien untuk membuat
dengan atau tanpa batuan jadwal latihan di waktu
alat luang

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah koroner
(Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut dari angina pektoris tidak stabil (APTS)
yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST atau tanpa
gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur plak
aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007,Ns. Reni Yuli Aspiani, S.Kep).
Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan
pembuluh darah (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi :
1. Adanya timbunan lemak (atreosklerosis) dalam pembuluh darah akibatkonsumsi kolestrol tinggi.
2. (trombosis) oleh sel beku darah(trombus).
3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah.
Tahap nanada NIC-NOC(2002) menambahkan gejala klinis SKA meliputi:
Sifat nyeri : Rasa sakit seperti di tekan, rasa terjepit, keram, rasa tertindih beban berat seperti di
tusuk atau rasa terbakar di dada (angina).
- Lokasi substernal,rerosternal, dan prekodial
- Nyeri hebat pada dada kiri menyebar kebahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
- Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
- Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas
- Dispnea

Anda mungkin juga menyukai