PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda
dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik ( saat istirahat atau saat aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung. CHF dapat disebabkan
oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi distolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo
dkk. 2015)
Adapun tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea,
fatigue dan gelisah. Congestive Heart Failure merupakan salah satu masalah khas
utama pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti
Indonesia (Austaryani, 2012 dalam Didik Aji Asmoro, 2017).
Dalam profil kesehatan Indonesia pada tahun (2005) CHF merupakan urutan
ke 5 penyebab kematian terbanyak di Rumah Sakit seluruh Indonesia. Tingkat
kematian untuk CHF sekitar 50% dalam waktu lima tahun (Arini, 2015). Pada
tahun 2014 terdiri dari 1380 orang terdiri dari 667 laki-laki dan 713 perempuan.
Pada tahun 2015 sampai dengan bulan Oktober terdiri dari 863 orang yang terdiri
dari 375 perempuan dan 488 laki- laki. Dari tahun ketahun angka kejadian CHF
terus mengalami peningkatan (Pranoto, 2015 dalam Didik Aji Asmoro, 2017).
C. Tujuan
A. Definsi
Gagal jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braundwald).
Gagal jantung adalah suatu keadaan yang serius dimana jumlah darah yang masuk
dalam jantung setiap menitnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan
zat makanan.terkadang orang salah mengartikan gagal jantung dengan henti jantung, jika
gagal jantung adalah berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban
kerjanya.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan
pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.
b. Fisiologi jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung. Dalam bentuk
yang paling sederhana, siklus jantung adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang
mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel.
Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi dan relaksasi. Satu kali
siklus jantung sama dengan satu periode sistole (saat ventrikel kontraksi) dan satu periode
diastole ( saat ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan depolarisasi
spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir dengan keadaan relaksasi ventrikel.
Pada siklus jantung, sistole(kontraksi) atrium diikuti sistole ventrikel sehingga ada
perbedaan yang berarti antara pergerakan darah dari ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium
akan diikuti relaksasi atrium dan ventrikel mulai ber kontraksi. Kontraksi ventrikel menekan
darah melawan daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya. Tekanan darah
juga membuka katup semilunar aorta dan pulmonalis. Kedua ventrikel melanjutkan
kontraksi, memompa darah ke arteri. Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan
pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus kembali.
Curah jantung merupakan volume darah yang dipompakan selama satu menit. Curah
jantung ditentukan oleh jumlah denyut jantung permenit dan stroke volume. Isi sekuncup
ditentukan oleh :
1) Beban awal (pre-load)
a) Pre-load adalah keadaan ketika serat otot ventrikel kiri jantung
memanjang atau meregang sampai akhir diastole. Pre-load adalah jumlah
darah yang berada dalam ventrikel pada akhir diastole.
b) Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole ini tergantung
pada pengambilan darah dari pembuluh vena dan pengembalian darah dari
pembuluh vena ini juga tergantung pada jumlah darah yang beredar serta
tonus otot.
c) Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada serabut miokardium.
d) Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel miokardium)
akan teregang 2,0 µm dan bila isi ventrikel makin banyak maka
peregangan ini makin panjang.
e) Hukum frank starling : semakin besar regangan otot jantung semakin
besar pula kekuatan kontraksinya dan semakin besar pula curah jantung.
pada keadaan preload terjadi pengisian besar pula volume darah yang
masuk dalam ventrikel.
f) Peregangan sarkomet yang paling optimal adalah 2,2 µm. Dalam keadaan
tertentu apabila peregangan sarkomer melebihi 2,2 µm, kekuatan
kontraksi berkurang sehingga akan menurunkan isi sekuncup.
2) Daya kontraksi
a) Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh terhadap curah
jantung, makin kuat kontraksi otot jantung dan tekanan ventrikel.
b) Daya kontraksi dipengaruhi oleh keadaan miokardium, keseimbangan
elektrolit terutama kalium, natrium, kalsium, dan keadaan konduksi
jantung.
3) Beban akhir
a) After load adalah jumlah tegangan yang harus dikeluarkan ventrikel
selama kontraksi untuk mengeluarkan darah dari ventrikel melalui katup
semilunar aorta.
b) Hal ini terutama ditentukan oleh tahanan pembuluh darah perifer dan
ukuran pembuluh darah. Meningkatnya tahanan perifer misalnya akibat
hipertensi artau vasokonstriksi akan menyebabkan beban akhir.
c) Kondisi yang menyebabkan baban akhir meningkat akan mengakibatkan
penurunan isi sekuncup.
d) Dalam keadaan normal isi sekuncup ini akan berjumlah ±70ml sehingga
curah jantung diperkirakan ±5 liter. Jumlah ini tidak cukup tetapi
dipengaruhi oleh aktivitas tubuh.
e) Curah jantung meningkat pada waktu melakukan kerja otot, stress,
peningkatan suhu lingkungan, kehamilan, setelah makan, sedang kan saat
tidur curah jantung akan menurun.
C. Etiologi
1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamas
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
7. Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4 kelainan
fungsional:
D. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme dengan
menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak
output, yaitu meliputi :
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi
yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan
jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria.
Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium.
Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan
pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang
menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.
E. Klasifikasi
Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA),
sebagai berikut:
1. Kelas 1
Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan dipsnea napas,
palpitasi atau keletihan berlebihan.
2. Kelas 2
3. Kelas 3
Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa nyaman ketika beristirahat, tetapi
aktivitas yang kurang dari biasa dapat menimbulkan gejala.
4. Kelas 4
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa tidak nyaman : gejala
gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada saat istirahat dan ketidaknyamanan
semakin bertambah ketika melakukan aktifitas fisik apapun.
F. Pathways
G. Manifestasi klinis
1. Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1) Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami
ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
(PND).
b. Batuk.
c. Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
d. Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung
tidak berfungsi dengan baik
2) Gagal jantung Kanan :
Kongestif jaringan perifer dan visceral Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
I. Penatalaksanaan
1. Memperbaiki kontraksi miokard/perfusi sistemik:
a. Istirahat total/tirah baring dalam posisi semi fowler
b. Memberikan terapi Oksigen sesuai dengan kebutuhan
c. Memberikan terapi medik : digitalis untuk memperkuat kontraksi otot jantung
2. Menurunkan volume cairan yang berlebihan
a. Memberikan terapi medik : diuretik untuk mengurangi cairan di jaringan
b. Mencatat intake dan output
c. Menimbang berat badan
d. Restriksi garam/diet rendah garam
3. Mencegah terjadinya komplikasi
a. Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai keadaan klien
b. Mencegah terjadinya immobilisasi akibat tirah baring
c. Merubah posisi tidur
d. Memperhatikan efek samping pemberian medika mentosa; keracunan digitalis
e. Memeriksa atau memonitor EKG
4. Pengobatan pembadahan Komisurotomi
Hanya pada regurgitasi aorta akibat infeksi aorta, reparasi katup aorta dapat
dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya umumnya
harus diganti dengan katup artifisial. Indikasi pada keluhan sesak napas yang tidak
dapat diatasi dengan pengobatan symptomatik. Bila ekhokardiografi menunjukkan
sistole ventrikel kiri 55 mm, atau fractional shortning 25% dipertimbangkan untuk
tindakan operasi sebelum timbul gagal jantung.
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
- Circulation :
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katup jantung, anemia, syok
dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung
S3, gallop, nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna
kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas
krakles atau ronchi, oedema
b. Pengkajian Sekunder
- Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat
atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.
- Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan.
Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan diuretic distensi
abdomen, oedema umum, dll
- Hygiene : Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
- Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
- Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah
- Interaksi social : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
c. Pemeriksaan Diagnostik
- Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa CHF
- EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi
(jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
- Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium
yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na,
Cl, Ureum, gula darah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan dibuktikan oleh:
- Daerah perifer dingin, Nyeri dada
- EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
- RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi > 100 X/menit
- Kapiler refill lebih dari 3 detik
- Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru
- HR lebih dari 100X/menit, TD > 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa
CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg.
- Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST,
LDL/HDL Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan tindakan
perawatan
Kriteria :
Daerah perifer hangat, tidak sianosis, gambaran EKG tak menunjukkan perluasan
infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-
100X/mnt, TD 120/80 mmHg.
Rencana Tindakan :
- Monitor frekuensi dan irama jantung
- Observasi perubahan status mental
- Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
- Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
- Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
- Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA (pa O2, pa CO2
dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
Tujuan :
Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret, suara nafas normal
Intervensi :
- Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan.
- Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas dan adanya
bunyi tambahan missal krakles, ronchi, dll
- Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas misal batuk,
penghisapan lendir, dll
- Tinggikan kepala / mpat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
- Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama kerja
c. Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler b.d penurunan perfusi
ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan
keperawatan selama di rawat di RS
Kriteria :
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam
batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan oedema dependen, paru bersih
dan BB ideal (BB ideal = TB – 100 ± 10%)
Intervensi :
- Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan
- Observasi adanya oedema dependen
- Timbang BB tiap hari
- Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
- Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic
- Kaji JVP setelah terapi diuretic
- Pantau CVP dan tekanan darah
d. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali, splenomegali,
kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan,
gangguan pengembangan dada, GDA tidak normal.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama di RS, RR normal,
tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan dan GDA
normal.
Intervensi :
- Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada
- Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
- Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
- Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman mungkin.
- Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.
e. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard, kemungkinan dibuktikan oleh
: gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan
kelemahan umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan.
Kriteria :
Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
- Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
- Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
- Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat
- Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila
tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. R
TTL : 24/01/1947
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jln. Bujana Rasyid No. 154 Muara Enim
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal masuk : 02-03-2018
No RM : 01.55.17
Diagnosa Medis : CHF e.c. DCM/HHD, Syok Kardiogenik
B. RIWAYAT KESEHATAN
1) Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak napas
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien megatakan sesak napas +/- 2 jam sebelum masuk rumah sakit, dibawa ke
IGD Rumah Sakit pada tanggal 28/02/2018 jam 10.00 WIB, dengan TD : 90/50mmHg,
N : 60 x/menit, RR: 28 x/menit T: 36,1°C. Kemudian pasien dirawat di ruang Cemara
sampai tanggal 02/03/2018, pasien pindah ke ruang ICU tanggal 02/03/2018 jam 15.00
WIB dengan keluhan sesak napas, KU lemah, Kesadaran composmentis, saat dikaji TD
: 100/75 mmHg, N : 83 x/menit, RR : 27 x/menit, S: 37 0C.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan +/- 1 minggu yang lalu dirawat dengan kardiomiopati
dilatasi.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai sakit seperti ini,
tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak mempunyai penyakit menular.
C. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Tidak terdapat lendir atau sputum pada jalan napas pasien, tidak ada bunyi napas
tambahan.
Dx : -
2. Breathing
Menggunakan otot tambahan, RR : 27 x/menit, napas tidak ada cuping hidung,
terpasang O2 nasal kanule 3 liter/menit, pernapasan dispneu, kedalaman napas dangkal,
tidak terpasang ventilator.
Dx : ketidakefektifan pola napas
3. Circulation
Tidak ada sianosis, akral kulit hangat, CRT < 3 detik. TD : 100/75 mmHg,
N : 72 x/menit, RR : 27 x/menit, S: 37 0C., tidak terdapat perdarahan.
Dx : -
4. Disability
Tingkat kesadaran Composmentis, GCS 15 = E4 M6 V5, Pupil isokor, diameter pupil 2
mm kanan dan kiri, ekstremitas bawah lemah, nilai kekuatan otot
5 5
5 5
Dx : -
5. Eksposure
Tidak ada cedera leher, tidak ada jejas, tidak ada fraktur
Dx : -
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis GCS 15 = E 4 M 6 V5
Tanda-tanda vital :
Td :100/75 mmHg
Nadi : 83X/ menit
RR : 27 x/ menit
S : 37 0
C SpO2 : 99
%
Kepala : Mesosephal, rambut hitam, tidak rontok dan bersih
Mata : cekung, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik
Hidung : Bersih, tidak ada discharge, tak ada nafas cuping hidung.
Mulut : Bersih mukosa bibir kering, tidak ada sianosis.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen.
Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
nyeri tekan.
Dada : Simetris, ada retraksi otot dada, pengembangan dada simetris.
Jantung :
I : Ictus kordis tak tampak
b. Ganti baju
c. Oral hygiene
F. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan EKG
Kesan : Reguler
2. Hasil Pemeriksaan Echocardiography
Kesan : Delated Cardiomiopaty
3. Hasil Rontgen Thorax
Kesan : KArdiomegali, Susp. Bronchopneumonia kanan DD/edma paru
4. Hasil Laboratorium
Hasil pemriksaan laboratorium tanggal 01 maret 2018 jam 00.42 WIB
5. Terapi Obat
Tanggal 02/03/2018
1. IVFD RL Gtt XV x/menit
2. Nacl 100 Cc drip 1 ampul Dobutamin gtt 3 micro
3. Furosemid 1-1-0
4. Letonal 1x25 mg
5. Digoxin 2x1 tab
6. Captopril 2x6,25 tab
7. Aspilet 1x1 tablet
B. Analisa Data
Nama : Tn. R
Umur : 71 thn
C. Diagnosa Keperawatan
Nama : Tn. R
Umur : 71 tahun
No Diagnosa Keperawatan ttd
1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktifitas
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
O2 dengan kebutuhan oksigen
D. Intervensi Keperawatan
Nama : Tn. R
Umur : 71 tahun
No Rencana Keperawatan ttd
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda 1. Takikardi mungkin
tindakan vital karena nyeri, kecemasan,
keperawatan selama 2. Evaluasi status mental, hipoksemia, dan
2x7 jam diharapkan catat perkembangan menurunnya cardiac
tidak terjadi kekacauan, disorientasi output
penurunan curah 3. Catat warna kulit, 2. Menurunnya perfusi
jantung, dengan KH adanya atau kualitas pulse otak dapat mengakibatkan
: 4. Auskultasi suara perubahan
· Tidak ada sianosis pernapasan dan suara observasi/pengenalan
· Gambar EKG tidak jantung dalam sensori
menunjukan 5. Pertahankan bedrest 3. Ketika cardiac output
perluasan infark dalam posisi yang turun mengakibatkan
· RR 16-24 x/mnt nyaman selama periode warna pucat/abu-abu bagi
· CRT 3-5 dtk akut kulit
· N 60-100 x/mnt 4. S3, S4 atau bising dapat
· TD 120/80 mmHg terjadi dengan
dekompensasi kordis atau
beberapa pengobatan
(terutama betabloker)
5. Menurunnya
konsumsi/kesimbangan o2
mengurangi beban kerja
otot jantung dan risiko
dekompensasi
Nama : Tn. R
Umur : 71 tahun
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamas
B. Saran