PENDAHULUAN
2016 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 23 juta atau sekitar
54% dari total kematian disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF)
1
sekitar 1,5% atau 29.550 orang. Sedangkan menurut diagnosis atau atau
orang (Riskesdas, 2018)
1.3. Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui bagamana Asuhan Keperawatan pada pasien CHF
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui masalah-masalah keperawatan yang terdapat pada pasien
CHF.
b. Diketahui penyelesaian masalah untuk mengatasi masalah-masalah
keperawatan pada pasien CHF
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan patologis
yaitu kelainan fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung
untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya
dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan
pengisian (Muttaqin,2011).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan (Bachrudin, & Najib
2016).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi
jantung sebagai pemompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen
ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.
3
berdasarkan gambar diatas, secara anatomi terdapat
beberapa bagian jantung antara lain:
4
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen
keseluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil
metabolisme(karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi
tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan
oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-
paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang
karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang
kaya oksigen dari paru-paru dam memompanya ke jaringan di
seluruh tubuh.
a. Sirklus jantung
Jantung mempunyai empat pompa terpisah, dua
5
atrioventrikular (AV) ke dalam ventrikel, karena
b. Curah jantung
2.3. Etiologi
Menurut (Bachrudin, & Najib 2016)., penyebab CHF terdiri atas :
6
1. Output rendah, disfungsi sistolik (dilatasi kardiomipati) dapat
disebabkan iskemik koroner, Infark miokard, regurgitasi,
konsumsi alkohol, kekurangan gizi, kekurangan kalsium dan
kalium, induksi obat, 8 idiopatik. Juga dapat disebabkan
hipertensi, stenosis aorta dan volume overload.
2. Disfungsi diastolik dapat disebabkan iskemik koroner, infark
miokard, hipertensi, stenosis aorta dan regurgitasi, perikarditis,
pembesaran septum ventrikel kiri.
3. High-output failure disebabkan oleh anemia dan hipertiroid.
2.5. Klasifikasi
klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko
tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung
serta tanpa adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung
tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya
7
terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila
ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B
pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,
disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada
jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah
terjadi kerusakan. Gejala yang timbul 12 dapat berupa nafas pendek,
lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan
penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul
bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu
dimonitoring secara ketat
Klasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :
1. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
2. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina
pektoris (mild CHF).
3. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit
saja mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas
fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu
menimbulkan gejala yang berat (severe CHF). .
2.6. Patofisiologi
8
Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung
(CO : Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate)
X volume sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah
fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung (Muttaqin 2011)
Pada Congestive Heart Failure (CHF) dengan masalah utama
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup
berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload
adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan
bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraktilitas yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada besarnya
tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole
(Muttaqin 2011).
CO menurun
Beban pada
atrium
2.7. Pathway
10
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang antara lain:
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisme ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan
kontraktilitas ventricular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
11
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi
kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi
arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas. (Bachrudin, & Najib 2016).
12
menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
2. Terapi Non Farmakologis
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya
keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan,
mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok,
olahraga teratur.
2.9. Komplikasi
Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF) antara lain:
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis
vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)
dan emboli sistemik tinggi, terutama pada Congestive Heart Failure
(CHF) berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada Congestive Heart
Failure (CHF) yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal
tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian warfarin).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
13
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a) Anamnesa
1) Identitas penderita
Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
doagnosa medik.
Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta
status hubungan dengan pasien.
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien
untuk meminta pertolongan pada tenaga kesehatan seperti,
dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan
memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama.
Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti
vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk,
dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain
yang mengganggu pasien.
4) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan
kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada
khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia.
Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh
pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan
juga alergi yang dimiliki pasien (Nugroho, D.2016).
5) Riwayat keluarga
14
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh kelurga.
Bila ada keluarga yang meninggal tanyakan penyebab
meninggalnya. Penyakit jantung pada orang tuanya juga
menjadi faktor utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya (Nugroho, D.2016).
1. Pengkajian Primer
a.Airways
Sumbatan atau penumpukan sekret, wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c.Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Keperawatan:
1) Keluhan
a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b) Palpitasi atau berdebar-debar.
c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak
nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai
bantal lebih dari dua buah.
d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f) Insomnia
g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h) Jumlah urine menurun
i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
15
b. Riwayat penyakit:
hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus,
bedah jantung, dan disritmia.
c. Riwayat diet:
intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
d. Riwayat pengobatan:
toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
e. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f. Postur, kegelisahan, kecemasan
g. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung,
pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis,
warna kulit pucat, dan pitting edema
B. Dignosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung,
peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi
sekuncup
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
16
3. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi
cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan
hipertensi pulmonal
17
C. Intervensi Keperawatan
18
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
5. Monitor kualitas dari nadi
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC:
Definisi : Pertukaran udara 1. Respiratory status: Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak 2. Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
adekuat patency 2. Lakukan fisioterapi dada jika
a. Faktor yang 3. Vital sign Status perlu
berhubungan : Kriteria Hasil : 3. Keluarkan sekret dengan batuk
Hiperventilasi 1. Mendemonstrasikan batuk efektif atau suction
b. Penurunan dan suara nafas yang bersih, 4. Auskultasi suara nafas, catat
energi/kelelahan tidak ada sianosis dan dyspneu adanya suara tambahan
c. Perusakan/pelemahan (mampu mengeluarkan sputum, 5. Berikan bronkodilator
muskuloskletal mampu bernafas dengan mudah, 6. Observasi adanya tanda tanda
d. Obesitas tidak ada pursed lips) hipoventilasi
e. Kelelahan otot 2. Menunjukkan jalan nafas yang 7. Monitor adanya kecemasan
pernafasan Hipoventilasi paten (klien tidak merasa pasien terhadap oksigenasi
sindrom tercekik, irama nafas, frekuensi 8. Monitor vital sign
f. Nyeri pernafasan dalam rentang 9. Informasikan pada pasien dan
normal, tidak ada suara nafas keluarga tentang teknik
abnormal) relaksasi untuk memperbaiki
3. Tanda Tanda vital dalam rentang pola nafas
normal (tekanan darah, nadi, 10. Ajarkan bagaimana batuk
pernafasan) secara efektif
11. Monitor pola nafas
3 Kelebihan volume cairan b/d NOC : Fluid management:
19
berkurangnya curah jantung, 1. Electrolit and acid base balance 1. Pertahankan catatan intake dan
retensi cairan dan natrium oleh 2. Fluid balance output yang akurat
ginjal, hipoperfusi ke jaringan Kriteria Hasil: 2. Pasang urin kateter jika
perifer dan hipertensi pulmonal 1. Terbebas dari edema, efusi, diperlukan
anaskara 3. Monitor hasil lAb yang sesuai
Definisi : Retensi cairan 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dengan retensi cairan (BUN ,
isotomik meningkat dyspneu/ortopneu Hmt , osmolalitas urin )
Batasan karakteristik : 3. Terbebas dari distensi vena 4. Monitor status hemodinamik
1. Berat badan meningkat jugularis, reflek hepatojugular termasuk CVP, MAP, PAP, dan
pada waktu yang singkat (+) PCWP 5. Monitor vital sign
2. Asupan berlebihan 4. Memelihara tekanan vena 5. Monitor indikasi retensi /
dibanding output sentral, tekanan kapiler paru, kelebihan cairan (cracles, CVP ,
3. Tekanan darah berubah, output jantung dan vital sign edema, distensi vena leher, asites)
tekanan arteri pulmonalis dalam batas normal 6. Kolaborasi dokter jika tanda
berubah, peningkatan 5. Terbebas dari kelelahan, cairan berlebih muncul
CVP kecemasan atau kebingungan memburuk
4. Distensi vena jugularis 6. Menjelaskanindikator kelebihan Fluid Monitoring:
cairan 1. Tentukan riwayat jumlah dan
tipe intake cairan dan eliminaSi
2. Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi
hati, dll )
3. Monitor serum dan elektrolit
20
urine
4. Monitor serum dan osmilalitas
urine
5. Monitor BP, HR, dan RR
6. Monitor tanda dan gejala dari
udema
21
D. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis
dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan
lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya. Implementasi keperawatan pada studi kasus ini
disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas (Nugroho, D.2016)..
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya. Evaluasi yang digunakan
mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi
proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan
terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan
prioritas (Nugroho, D.2016)..
22
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, A., Afiyanti, Y., & Ilmi.,B. (2017). Pengalaman Pasien Gagal
Jantung Kongesif Dalam Melaksanakan Perawatan Mandiri. Healthy-Mu
23