Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KMB PADA Tn “R” DENGAN DIAGNOSA ABSES

HEPAR DIRUANG IRNA IIIA RSUD KOTA MATARAM

DI SUSUN OLEH:

MUHAMMAD SYAKRIL HAKIM


059 STYJ 20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI

MATARAM

2020/2021

[Type text]
BAB I
ABSES HEPAR

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Abses hati adalah kantung nanah yang terjadi pada organ hati akibat cedera
yang dapat berkembang mejadi infeksi. Nanah adalah cairan yang terdiri daro sel
darah putih dan sel mati yang terbentuk saat tubuh melawan infeksi. Alih alih
mengalir dari tempat infeksi, nanah berkumpul didalam sebuah suku pada hati.
Kondisi ini biasanya disertai dengan pembengkakan dan peredangan pada daeah
sekitarnya dan menyebabkan rasa sakit dan bengkak pada perut. Abses nanah
umumnya dikategorikan menjadi dua yaitu piogenik dan amuba. Walaupun
demikian, sebagian kecil dari penyakit liver ini disebabkan oleh parasit dan jamur.
Bila tidak segera ditangani , kondisi yang disebut abses hepar ini dapat berakibat
fatal (Czerwonko,et al 2016).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme yang bersumber dari sistem gasrointestinal yang ditandai dengan
adanya pembentukan pus hati sebagai proses invasi dan multipikasi yang masuk
secara langsung dari cidera pembuluh darah atau sistem ductus biliaris. Abses hati
yang paling banyak ditemukan yaitu piogenik, kemudian amoebic ataupun
campuran infeksi dari keduanya (Italiya H, et al. 2015).
2. Etiologi
Abses Hati umumnya terjadi akibat infeksi dari kuman, seperti bakteri,
parasit, atau jamur. Jenis patogen yang menyerang hati anda akan menentukan jenis
abses yang dialami, seperti :
1. Bakteri, yaitu Escherichia coli dan Klebsiella pneumeniae (abses piogenik)
2. Amoba, yaitu Entamoeba histolytica (abses amuba), dan
3. Jamur penyebab abses hati, yakni Candida sp ( abses hati jamur ).
Maslah peradangan, seperti usus buntu, divertikulitis, dan kolestitis juga sering
menyebabkan abses amuba dan menimbulkan cairan nanah. Kondisi ini sering
terjadi pada lingkungan dengan kondisi sanitasi buruk. Selain itu, infeksi juga
dapat terjadi ketika :
 Menyebar ke hati dari kantong empedu, saluran empedu,atau usus buntu
 Mengalir kedalam aliran darah menuju hati dari organ lainya, dan
 Pasa operasi atau cedera pada hati (Understanding Liver Abscess, 2020).

[Type text]
3. Klasifikasi

Abses hepar diklasifikasi menjadi 2 yaitu :

1. Abses amuba hati (AHA)


Abses amuba hati paling sering disebabkan oleh Enthamuba histolitica, abses
hati oleh Enthamuba histolitica umumnya ditemukan dinegara berkembang, di
kawasan tropis dan subtropis akibat sanitasi lingkungan yang buruk, termasuk
indonesia.
2. Abses pirogenik hati (AHP)
Abses pirogenik hati jarang ditemukan, namun lebih sering ditemukan dinegara
maju.(Citation Her\I 1033).
4. Manifestasi Klinis

Gejala abses hati mungkin tampak seperti dengan penyakit lainya. Namun,
ada beerapa tanda dan gejala yang paling sering muncuk ketika seseorang menalami
kondisi ini, seoerti :

1. Demam
2. Tubuh mengigil dan berkeringat
3. Penurunan berat badan
4. Mual muntah
5. Diare
6. Sakit perut (nyeri bagian kanan atas perut)
Pada kasus yang lebih jarang, anda mungkin merasakan sesak pada dada, nafsu
makan menurun, hingga kulit dan mata menguning (Uncerstanding Liver
Abcess, 2020).
5. Komplikasi
Kebanyakan aksus menunjukan bahwa abses kiver dapat dengan mudah bila segera
ditangani. Apabila dibiarkan, abses hepar dapat menyebabkan komplikasi antara
lain :
1. Abses pecah
2. Sepsis, dan
3. Peritonitis (Akhondi H, Sabih DE, 2020)
6. Patofisiologi
Jika suatu infeksi terjadi dibagian mana pun di sepanjang saluran cerna,
mikroorganisme penyebab infeksi dapat mencapai hati melalui system bilier,

[Type text]
system vena porta, atau system arterial hepatic atau system limfatik. Sebagian besar
bakteri akan dihancurkan dengan segera, tapi sebagian lagi kadang-kadang dapat
hidup dan tumbuh. Toksin bakteri akan menghancurkan sel-sel hati disebelahnya,
dan jaringan nekrotik yang dihasilkan bekerja sebagai dinding pelindung bagi
mikroorganisme tersebut (Brunner & Suddarth, 2001).
Sementara itu, leukosit akan bermigrasi kedaerah yang terinfeksi. Akibat
bermigrasi ini adalah terbentuk rongga abses yang penuh dengan cairan yang berisi
leukosit yang mati dan hidup, sel-sel hati yang mencair serta bakteri.Abses piogenik
tipe ini dapat soliter, multiple dan berukuran kecil.Contoh-contoh penyebab abses
piogenik hati adalah kolangitis dan trauma abdomen (Brunner & Suddarth, 2001).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk abses hepar adalah ((Ilmubedah.info, 2011).
 Laboratorium.
Pada AHA, Leukositosis ditemukan pada 70 % penderita, sedangkan
anemia ditemukan pada 50 % penderita. Tes fungsi hati kurang berperan dalam
penentuan diagnosis.Pada analisa feses hanya 15 – 50 % kasus ditemukan
bentuk Amuba kista atau troposoit.
Pada AHP, ditemukan Leukositosis dengan “shift to the left” terjadi
pada 2/3 penderita, anemia dan hipoalbuminemia juga sering ditemukan.
Abnormalitas dari tes fungsi hati terjadi pada hampir semua penderita dan hal
ini merupakan penanda yang cukup sensitif untuk penyakit ini. Kenaikan kadar
alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase terjadi pada 90 % kasus.
Hiperbilirubinemia terjadi jika sumber infeksi berasal dari traktus biliaris. Pada
kasus-kasus abses hepar piogenik sebaiknya dilakukan kultur darah tepi, hal ini
penting untuk diagnostik, penanganan dan prognosis dari penderita.
 Radiologi.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan pilihan dengan sensitivitas 70 –
80 % dibanding CT scan dengan sensitivitas 88 – 95 %. Gambaran abses amuba
seperti homogenitas lesi, gambaran echo parenkim hati yang menurun dan
dinding abses yang tipis.
Pada AHP, USG adalah pemeriksaan pertama yang dilakukan jika
dicurigai adanya “space occupying lession” pada hepar, sensitivitasnya
terhadap abses hepar 80 – 95 %. Lesi hanya dapat terlihat jika mempunyai Ø >
2 cm. Abses terlihat sebagai massa “hypoechoic” dengan batas yang tidak
teratur, tampak cavitas-cavitas/septum di dalam rongga abses.

[Type text]
MRI cukup sensitif akan tetapi penemuannya tidak spesifik.
Tm99 berguna untuk membedakan abses amuba dan piogenik. Dimana abses
amuba tidak mengandung leukosit sehingga tampak sebagai “cold lessions”
dengan “hot halo” disekelilingnya, sedangkan abses piogenik mengandung
banyak leukosit sehingga tampak sebagai “hot lessions” pada
scanning.Pemeriksaan lain seperti Gallium scanning dan hepatic angiography
dinilai kurang bermanfaat.
 Serologi
Biasanya sangat sulit untuk membedakan abses amuba dengan piogenik
berdasarkan kriteria klinis, laboratorium dan radiologi.Disini prosedur
pemeriksaan serologi penting untuk memastikan adanya infeksi amuba.Saat ini
tes-tes serologi yang biasa digunakan antara lain Indirect Hemaglutination
(IHA), Gel Diffusion Precipitin (GDP),The Enzim-Linked Immunosorbent
Assay (ELISA), Counterimmun electrophoresis, Indirect Immunofluorescent
dan Complement Fixation. Yang paling sering dan umum digunakan adalah
IHA dan GDP.IHA merupakan tes yang paling sensitif, dengan hasil positif
mencapai 90 – 100 % pada penderita dengan abses amuba.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses hepar sebagai berikut (Junita, Widita &
Soemohardjo, 2006) :
1. Obat-obatan
Metronidazole, merupakan derivat nitroimidazole.Dosis yang dianjurkan untuk
kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg per hari selama 7 – 10 hari.Derivat
nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x
800 mg perhari selama 5 hari.
Dehydroemetine (DHE, Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari
selama 10 hari.
Chloroquin, Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti
500 mg/hari selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa denganberbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam atau bila terapi dcngan metronidazol
merupakankontraindikasi seperti pada kehamilan.
3. Drainase Perkutan

[Type text]
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan untuk
perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau
tanpa adanya ruptur abses.Penderita dengan septikemia karena abses amuba
yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah,
khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya ruptur
abses amuba intraperitoneal.
9. Patway

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES HEPAR

[Type text]
B. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, Umur; Agama, Suku, Pendidikan, Alamat, Pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang:
Pada umumnya yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala, kelelahan, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun, pengelihatan
menjadi kabur, tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku
kuduk, tekanan darah diatas normal, gampang marah. sehingga klien datang ke
RS atau puskesmas dengan keluhan kepala pusing dan terasa tegang pada
tengku bagian belakang diserta mata bekunang-kunang.
b. Riwayat kesehatan lalu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya,
seperti klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien
mengalami sakit yang sangat berat. namun Biasanya klien dengan hipertensi
mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart miokard.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-
35%. Suatu penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan
30-40% perempuan. Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih
sering pada orang dengan riwayat hipertensi keluarga.m677
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Penilaian tingkat kesadaran seperti komposmentis, apatis, delirium,
somnolen, sopor, semi-coma, coma perlu dilakukan dengan menilai Glasglou
coma Skil (GCS) melalui proses penilaian : Eye (4) mampu membuka mata
secara spontan, verbal (5) ma`mpu berkomunikasi secara baik, motorik (6)
mampu menunjukan tempat yang sakit dan dilanjutkan dengan pengukuran
tekanan darah, biasanya pada khasus hipertensi tekanan darah systole diatas 140
mmHg dan tekanan diastole diatas 90 mmHg (Haryanto & Rini, 2015), Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi
atau tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior
tibia.
1. Kepala, mata, hidung, telingan dan leher

[Type text]
a. kepala
inspeksi untuk megetahui bentuk kelapa, warna rabut, kebersihan kulit
kepala, ketombe, kutu serta bekas luka.
palpasi untuk mengetahui adanya benkak atau benjolan pada kepala.
b. mata
inspeksi untuk mengetahui apakan klien menderita katarak atau tidak
matamerah serta dilakukan pemeriksaan jarak pandang dengan
menggunakan snelen.
palpasi untuk melihat konjungtiva pada mata klien biasanya ada gangguan
visual (diplopia- pandangan ganda atau pandangan kabur) Untuk hidung
melihatn adanya polib dan kebersihan lobang hidung adanya skret atau
tidan sedang palpasi dengan cara menekan untuk mengetahui rasa nyeri
atau tidak.
c. Dada
Inspeksi untuk mengetahui bentuk dada lordosis, skoliosis, dan kiposis
atau normal serta menilai keadaan kulit disekitanya.
Palpasi untuk mengetahui letak jantung kiri dan kanan sejajar dengan gari
prosesus spoideus dan mitklavikula atau tidak, batas atas dan bawa jantung
berada pada interkosta berapa.
Pekusi untuk membedakan bunyi perkusi pada jantung biasanya reduk
karena ruang terisi benda padat (jantung) ataukah bunyi nyaring karena
perkulsi pada ruangan kosong.
Auskultasi untuk mengetahui denyut jantung takikardia dan disritmia,
bunyi jantung S2 mengeras S3 (gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar
jika stenosis atau insufisiensi katup.
d. Sistem persarafan
Klien mengatakan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital,
episode mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi.

e. Abdomen
Inspeksi untuk mengetahui keadaan kulit disekitar abdomen seperti strie,
bekas luka operasi, serta pembesar vena disekitarnya,
Palpasi biasanya abdomen dibagi menjadi 4 regio atau kuadrat kiri atas dan
bawa serta kuadrat kanan atas dan bawa guna mengetahui organ-organ yang
berada didalam kuadrat tersebut,

[Type text]
Perkusi untuk mengetahui adanya kembung atau tidak sernag mengetahui
turgo kulit bai atau tidak.
Auskultasi untuk mengetahu bising usus yang normal 15 sampai 35 kali
permenit yang terdengan diseluruh area abdomen biasayan pada kasus
hipertensi klien mengeluh mual, muntah, perubahan berat badan, dan
riwayat pemakaian deuretik. Temuan fisik fisik meliputi berat badan
normal atau obesitas, edema, kongesti vena, distensi vena jugularis, dan
glikosuria. (Udjianti, 2013).
f. Sistem musculoskeletal
Inspeksi untuk mengetahui adanya farices pada kkedua tungkai bawa,
adanya luka serta kesimbangan berjalan dan beraktivitas seta meilian
kekuata otot pada anggota gerka atas dan bawah biasanya dengan nilai
5:5:5;5,
Palpasi untuk negetahui gerakan reflex patela, refleks tendon dan baiski
(Haryanto & Rini, 2015).
g. Sistem reproduksi
h. Pemeriksaan penunjang
4. Kebutuhan fisik, spritual dan psikologis .(Doenges,E.M 2000):
 Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu
lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
 Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia,
bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
 Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus,
distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat,
melena, urine gelap pekat.
 Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan
peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
 Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma,
bicara tidak jelas.
 Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan
atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
 Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia

[Type text]
 Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, angioma spider,
eritema.
C. Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasional
1. Hipetermi b/d Proses penyakit
2. Resiko Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
3. Nyeri Akut b/d Agen Pencederaan fisik

[Type text]
D. Rencana keperawatan.

NO SDKI SLKI SIKI

1. Hipetermi b/d Termoregulasi 1. manajmen


Proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan hipertermia
penyakit dalam waktu 3 x 24 jam ekpektasi Intervensi :
termoregulasi membaik 1. identifikasi penyebab
Kriteria hasil : Hipetermia
Dikaji Tujuan 2. monitor TTV
Suhu 1, Memburuk 4,cukup 3. monitor kadar elektrolit
tubuh membaik
Suhu 1,Memburuk 4,cukup 4. monitor pengeluaaran
kulit membaik urine
Mengigil 1,Meningkat 4, cukup
5. monitor koplikasi akibat
menurun
TTV 3,Sedang 4,cukup hipepetermi
membaik Terapeutik :
1. sediakan lingkungan
dingin
2. longarkan atu lepas
pakaian
3. berikan teknik non
farmakologis dengan
kompres dingin untuk
mengurangi nyeri.

Kolaborasi :
Pemberian cairan intra
vena dan elektrolit jika
perlu.

[Type text]
2 Resiko Status Nutrisi 2. Manajmen gangguan Makan
. Defisit Setelah dilakukann
Nutrisi b/d tindakan keperawatan 3 x Tindakan- tindakan :
ketidakma 24 jam ekpektasi status 1. Monitor TTV
mpuan nutrisi membaik. 2.Monitor asupan keluarnya makan dan cairanserta
mencerna Kriteria hasil : kebutuhan kalori.
makanan Dikaji 3.timbang berat badan secara rutin
Porsi 1, menurun 4.diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas
makan yg fisik
dihabiskan 5. anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan
Kekuatan 1, menurun
dan situasi pemicu pengeluaran makanan.
otot
6. ajarkan keterampilan koping untuk menyelsaikan
pngunyah
masalahperilaku makan.
Kekuatan 1, menurun
7. kolaborasi dengan ali gizi tentang target makan.
otot
1.
menelan
sariawan 1,
meningkat

[Type text]
3 Nyeri Tingkat Nyeri 3. dukungan mobilisasi
. Akut b/d Setelah dilakukann tindakan
Agen keperawatan 3 x 24 jam Tindakan- tindakan :
Pencede ekpektasi tingkat nyeri 1. Monitor TTV
raan menurun. 2.identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
fisik Kriteria hasil : 3.identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Dikaji 4.fasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat bantu
Tujuan
Keluhan 1, 4, 5.libatkan
cukup keluarga dlam meningkatkan pergerakan
nyeri meningkat meningkat
6. ajarkan mobilitas sederhana yang harus
Meringis 1, 4, cukup
dilakukana( mis dari tempat tidur ke kursi)
meningkat meningkat
Sikap 1, 4, cukup
protektif meningkat meningkat 1.
Gelisah 1, 4, cukup
meningkat meningkat
Kesulitan 1, 4, cukup
tidur meningkat meningkat
TTV 3, sedang 5, membaik

[Type text]
DAFTAR PUSTAKA

Akhondi H, Sabih DE. (2020). Liver Abcess In : Star Pears [Internet]. Treasure Island (FL): Star
Pear Publishing. Retrived 14 Desember 2020, from
<http://ncbi.nml.nih.gov/books/NBK538330>.

Czerwonko MF, huespe P, Bertone S, Pellegrini P, Mozza O, Pekolj J, D Santibanies E, Hyon


SH, de Santibanies M. Pyogenic Abcess Liver : current status and fredictive factor
for resurrece and mortality of first episodres. HPB (Oxford). 2016 Dec; 18(12):1023-
1030.[PMC fre aticle] [ PubMed].

Understanding Liver Abscess. (n.d). Fairview. Retrived 14 December 2020, from


http://www.fairview.org./sitencore/content/Fairview/Home/patient, Ed
uraction/Articles/English/u/n/d/e/r/Understanding_Liver_Abscess_90738.

Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.

Junita, A., Widita, H & Soemohardjo, S. ( 2006). Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Jurnal
Penyakit Dalam. V. 7 (2). p. 121-128

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai