Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE FRACTURE

DI RUANG BEDAH ( NURI )


RSD IDAMAN KOTA BANJARBARU

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Dasar Profesi


Program Profesi Ners

Disusun Oleh :

RIKE DWI PANDANI


11194692110118

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
1. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem

a. Anatomi

b. Fisiologis Tulang
Tulang adalah jaringan hidup dengan matriks protein kolagen yang telah
diresapi oleh garam-garam menirel khususnya fropat dan kalsium. Tulang
menyokong tubuh dan memegang peranan penitng pada homeostatis
mineral. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang membentuk matriks
tulang adalah kompleks. Jumlah yang dekat dari protein dan mineral
keduanya harus tersedia untuk mempertahankan struktur tulang yang
normal (Ganong,1983).
Tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organic (hidup) dan 70% endapan
garam. Bahan organic tersebut matriks, dan terdiri lebih dari 90% serat
kolagen dan kurang dari 10% potroglikan (protein plus poloskarida).
Deposit garam terutama adalah kalsium dan fospat, dengan sedikit
natrium, kalium karbonat dan ion magnesium. Garam-garam menutupi
matriks dan berkaitan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya
bahan organic menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensil (resistensi
terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan
tekanan) (Crowing, 2000).
Sel-sel disebut secara masal di sumsum tulang merah. Pada waktu
kelahiran, tulang spongiosa yang pada usia ini terbatas jumlahnya dan
rongga-ronggaa sumsum tulang-tulang panjang berisi sumsung tulang
merah meluas ke dalamnya, tetapi menyurut dari rongga-rongga semsum
untuk digantikan oleh sumsung kuning di dalam tulang-tulang anggota
badan, setelah itu sumsung merah hanya terbatas pada rangka aksial
tulang tengkorak, ruas tulang belakang, iga, sternum, tulang panggung,
dan ujung atas femur dan humerus (Basmaijan, 1997).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau
tulang rawan umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur
dapat menyebabkan nyeri terus menerus, rasa nyeri bisa timbul hampir
pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi maka dapat menimbulkan efek
yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan
angka mordibitas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih
efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami pasien (Potter & Perry,
2005).
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Penyebab terbanyak fraktur adalah
kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur
cukup tinggi, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun
2013 didapatkan sekitar 8 juta orang mengalami kejadian fraktur dengan
jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey
tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami
kematian, 45% mengalami catat fisik, 15% mengalami stress psikologis
seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan
dengan baik (Depkes RI, 2013).
Dampak yang timbul pada pasien dengan fraktur yaitu dapat mengalami
perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas
akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang dirasakan, resiko terjadinya infeksi,
resiko perdarahan, gangguan integritas kulit, serta berbagai masalah yang
mengganggu kebutuhan dasar lainnya. Selain itu fraktur juga dapat
menyebabkan kematian (Septiani, 2015).
c. Kebutuhan Dasar Manusia (Sesuai Sistem)
Kebutuhan dasar manusia merupakan suatu hal yang harus dipenuhi untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Menurut Abraham Maslow manusia
mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan yang dikenal
dengan Hirarki Maslow. Lima kebutuhan Maslow disusun berdasarkan
kebutuhan yang paling penting hingga tidak terlalu krusial, adapun
kebutuhan yang dimaksud meliputi : kebutuhan fisiologis, kebutuhan dan
keselamatan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri.
Tulang memiliki tekstur yang keras dan sangat padar, tidak seperti organ
lain dalam tubuh. Hal ini karena tulang berfungsi untuk melindungi
organ-organ penting di dalam tubuh, seperti otak, paru-paru, dan jantung.
Selain itu, ada banyak fungsi tulang sebagai sistem rangka manusia, di
antaranya adalah untuk menopang dan memberi bentuk tubuh, menunjang
pergerakan tubuh, memproduksi sel darah, dan juga untuk menyimpan
mineral.
Tipe-tipe tulang di dalam tubuh manusia berdasarkan bentuknya, tulang
terbai menjadi empat macam, yaitu tulang pipih, tulang panjang, tulang
pendek, dan dan tulang tidak beraturan (irreguler). Gangguan dan
kelainan pada sistem rangka di antaranya fraktur, osteomielitis, rakitis,
osteoporosis, akromegali, fibrous dysplasia, osteogenesis imperfecta, dan
juga kanker tulang.
Tulang akan kehilangan kekuatannya seiring dengan bertambahnya usia.
Oleh karena itu dpenting untuk selalu menjaga kekuatan tulang dan
kesehatan sistem rangka tubuh dengan melakukan beberapa cara seperti
mengonsumsi makanan tinggi kalium, memenuhi kebutuhan vitamin D,
memakai perlidungan saat berkendara dan berolahraga, berolahraga
secara rutin, serta menghindari rokok dan minuman beralkohol. Dengan
sistem rangka yang sehat, tubuh akan lebih kuat bahkan saat memasuki
usia lanjut. Oleh karena itu, sistem rangka penting untuk selalu dijaga
kesehatannya.
2. Konsep dasar penyakit
a. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau
tulang rawan umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur
adalah rupturnya kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan
tanpa disertai subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma atau
aktivitas fisik dengan tekanan yang berlebihan (Ningsih, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang
yang utuh, yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya (Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur tulang
adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan
berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplit, fraktur simple
dan fraktur compound ( Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
Fraktur dibedakan menjadi:
1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh
fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat
telah tembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia
luar. Karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat,
yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan
jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif
ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm,
kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang,
kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm. (Sjamsuhidayat, 2010 dalam
wijaya & putri, 2013)
b. Etologi
Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas
di kemiliteran. Sachdeva, 2002 dalam Kristiyansari, 2012)

c. Patofisiologi dan Pathways


Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, dan patologik. Tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar maka terjadi trauma yang
mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur
periosteum dan pembuluh darah serta saraf korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang akan rusak. Sewaktu patah tulang
biasanya terjadi perdarahan disekitar tempat patah kedalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak dapat ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan. faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari luar
tergantung besar kecilnya tekanan dan daya tahan tulang seperti
kepadatan atau kekerasan tulang.
Pathways:
Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan benturan dan fraktur
patologis

Ketidakmampuan tulang menahan tekanan eksternal

Pergeseran tulang Tekanan langsung Kerusakan jaringan G3. neuro


Deformitas Nyeri kerusakan fragmen tulang laserasi kulit luka terbuka
akut
Ekstremitas tidak berfungsi
Gangguan Resiko
secara baik pembuluh darah terputus
integritas kulit infeksi
Perdarahan hebat penurunan kekuatan otot
Hambatan mobilitas
kelemahan
fisik
G3 body image Resiko syok hipovolemik Defisit perawatan diri

G3 pola tidur
tidur

d. Manifestasi Klinis
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang
meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian
fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan
tulang, nyeri atau spasme otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot. (Mansjoer, Arif, 2014)

e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi darah atau cedera hati. (Dongoes, 2002 dalam Wijaya
Putri, 2013 : 2014)

f. Penatalaksanaan
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang. Cara pertama penanganan adalah proteksi
saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya menggunakan mitela.
Biasanya di lakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak.
Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya di lakukan
pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah
reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi,
biasanya di lakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat adalah
reposisi dengan traksi secara terus menerus selama masa tertentu. Hal ini
dilakukan pada patah yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam
gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti imobilisasi dengan fiksasi
luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan
pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa reposisi
secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang bisa disebut dengan
ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa
eksisi figmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk,
2010)
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau
tongkat apada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan
gips atau macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
ekterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d.Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
imobilisasi.
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b.Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang

g. Pengkajian fokus keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi,
meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau
pedesaan, dan keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah
ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1. Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan
nafas, distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan
nafas, muntahan, edema laring
2. Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada,
suara pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang
dikeluarkan dari jalan nafas
3. Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan
kelembaban kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan
internal
4. Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran
pupil dan responnya terhadap cahaya
5. Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan
penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan baik fungsi maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala
sampai kelamin.
1. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
a. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
c. Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d. Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak
ada sekret.
e. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
f. Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan
cuping hidung dan tidak ada sekret.
g. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
h. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i. Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
j. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur
mur.
k. Abdomen
Inspeksi :Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi :Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak
ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
Perkusi :Suara thympani, ada pantulan
gelombang cairan.
Auskultasi :Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

h. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
cedera otot, cedera medulla spinalis, fraktur.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular
dan penurunan kekuatan otot.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasive dan kerusakan kulit.
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma (fraktur).
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
h. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas tulang
i. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri
dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan
nyeri, tanda-tanda vital normal.
Intervensi:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika
tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)
6) Kolaborasikan pemberian analgetik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasive dan kerusakan kulit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
resiko infeksi dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Mampu mengidentifikasi potensial resiko infeksi, tidak
ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda dan
gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
mobilitas fisik dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Keseimbangan penampilan memposisikan tubuh, mampu
menggerakan sendi dan otot secara perlahan.
Intervensi:
1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain
2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh.
3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik
ambulansi.
4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih
pasien.
5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
gangguan integritas kulit teratasi.
Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pucat, kulit
elastis
Intervensi:
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit, temperature, elastisitas.
3) Monitor kondisi insisi bedah
4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
5) Berikan perawatan luka yang teratur
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 pola tidur
kembali normal.
Kriteria Hasil: Tidur 7-8 jam per hari, tidak ada gangguan tidur.
Intervensi:
1) Obseravsi faktor penyebab
2) Posisikan pasien memfasilitasi kenyamanan (imobilisasi bagian tubuh
yang nyeri)
3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan mendukung
5) Ajarkan klien atau orang terdekat tentang faktor lain yang dapat
menyebabkan gangguan pola tidur
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular
dan penurunan kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
defisist perawatan diri teratasi.
Kriteria Hasil: personal hygine baik.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2) Kaji kondisi kulit
3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi
dan hygine mulut
4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana
g. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma (fraktur).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak
terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV
normal, keseimbangan cairan ditubuh.
Intervensi:
1) Kaji TTV
2) Observasi tanda - tanda dehidrasi
3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan
4) Dukung asupan cairan oral
5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan
6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan
uterotonika
h. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria Hasil: Body image positif, mampu mengidentifikasi kekuatan
personal, mendiskripsikan secara manual perubahan fungsi tubuh.
Intervensi:
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
3) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
4) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses
penyakit
5) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan (bagian tubuh)
disebabkan adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
6) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC

Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi


Keenam. Missouri: Mosby Elsevier.

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.


Missouri: Mosby Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi


10. Jakarta: EGC.

Anna Budi Keliat, Dkk. 2018. Nanda-I Diagnosa Keperawatan Definisi Dan
Klasifikasi 2018-2020. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai