Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN GASTRITIS AKUT DI RUANG AKUT


RSUP M DJAMIL PADANG

OLEH :
RAFIKA AFRIYANTI, S.Kep

NIM : 2114901031

PEMBIMBING AKADEMIK I PEMBIMBING AKADEMIK II

(Ns. Rischa Hamdanesti, M.Kep) (Ns. Syalvia Oresti, M.Kep)

PEMBIMBING KLINIK I PEMBIMBING KLINIK II

(Ns. Suhelmida Munir, M.Kep) (Ns. Rahmadevita, M.Kep, Sp.Anak)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH
PADANG TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS AKUT

A. Konsep Dasar Gastritis Akut

1. Pengertian

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan

mukosa lambung yang akut dengan kerusaan-kerusakan erosi.

Disebabkan oleh kuman-kuman (misalnya pada pneumonia),

virus (influensa, variola, morbili dan lain-lain) atau karena

makanan-minuman (bahan-bahan kimia, arsen, plumbum, obat-

obat yang mengndung salisilat, asam-basa kuat, KMnO4 dan

lain-lain). (Aru, 2019)

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan

itis yang berarti inflamasi peradangan. Menurut Hirlan dalam

Aru (2019), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan

mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila

mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau

bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan

adanya infiltrasi sel-sel. Menurut Lindseth dalam Price dan

Wilson (2019), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau

perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis,

difus atau lokal.

Terjadinya radang difus di mukosa lambung, dengan

erosi-eosi yang mungkin berdarah. Sering kali nyeri epigastrium

tiba-tiba dan hematemesis. Disebut erosif akibat kerusakan yang

terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Suatu

peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan

kerusakan erosi. Erosif karena perlukaan hanya pada bagian


mukosa. bentuk berat dari gastritis ini adalah gastritis erosive

atau gastritis hemoragik. Perdarahan mukosa lambung dalam

berbagai derajad dan terjadi erosi yang berarti hilangnya

kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat. Penyakit ini

dijumpai di klinik, sebagai akibat samping pemakaian obat,

sebagai penyakit- penyakit lain atau karena sebab yang tidak

diketahui. Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun

demikian kadang-kadang menyebabkan kedaruratan medis,

yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis

akut erosif yang tidak mengalami perdarahan sering

diagnosisnya tidak tercapai. Untuk menegakkan diagnosa

tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan

tidaka sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja.

(Asmadi, 2018)

Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa

lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan dan

ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan,

makan terlalu banyak dan cepat, makan-makanan yang terlalu

berbumbu dan makanan yang pedas. Secara garis besar, gastritis

dapat dibagi menjadi beberapa macam bardasarkan pada

menifestasi klinis, gambaran patologi yang khas, distribusi

anatomi, dan kemungkinan pathogenesis gastritis. Didasarkan

pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan

kronis tetapi kedunanya tidak saling berhubungan. Maksudnya

gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Aru,

2019).
2. Etiologi

a. Pola makan

Kebiasaan makan yang tidak teratur memicu sekresi

asam lambung yang menyebabkan lambung sulit mengenali

waktu makan sehingga produksi asam lambung tidak

terkontrol/meningkat.

b. Kopi

Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang

terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia seperti

termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang

disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahuhi

merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung

sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat

mengiritasi lambung. Ada 2 unsur yang bisa mempengaruhi

kesehatan perut dan lapisan lambung yaitu kafein dan asam

chologenic.

c. Teh

Hasil penelitian Aru (2019), dalam buku “The miracle

of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang

minum teh kaya antioksidan lebih dari 2 gelas secara teratur,

sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai

contoh teh hijau yang mengandung banyak antioksidan dapat

membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis

polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal

bebas yang merusak, tetapi jika beberapa antioksidan bersatu

akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah

yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh- tumbuhan


memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Aru, 2019).

d. Rokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun

tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai

zat-zat kimia barbahaya yang berperan seperti racun. Dalam

asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia

berbahaya sepetri gas karbon monoksida, nitrogen oksida,

bensaldehin, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine,

ortocrosol, nitrosamine, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain

nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal,

dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada

berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Aru, 2019).

e. OAINS (obat-obatan inflamasi non steroid)

OAINS adalah salah satu golongan obat besar yang

secara kimia heterogen menghambat aktivitas

siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis dan

precursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase

merupakan enzim yang penting untuk pembentukan dari asam

arakhidonat. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan

gastritis erosive adalah aspirin dan sebagian besar obat anti

inflamasi non steroid (Aru, 2019).

f. Stress

Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari

tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan,

membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang.

Definisi lain menyebutkan bahwa setres merupakan

ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental


(psikis), fisik emosional, dan spiritual manusia, yang pada

suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia

tersebut (Aru, 2019).

g. Alcohol

Alkohol sangat berpengaruh terhadap mahluk hidup,

terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida.

Kemampuannya malarutkan lipida yang terdapat dalam

membrane sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-

sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karna itu

alcohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat

dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras

lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Aru,

2019).

h. Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah bakteri gram negative, basil

yang berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah

suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung

yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagai besar populasi

didunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup

dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding

lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti

sebagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun

diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui oral atau

akibat memakan-makanan atau minum-minuman yang

terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori

sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan

seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi


Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab

utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab sering

terjadinya gastritis (Price & Wilson, 2012).

Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang

mikroaeropilik tumbuh baik dalam suasana lingkungan yang

mengandung 02 (oksigen) 5% ; CO2 5 – 10% pada

temperatur 37ºC selama 16 – 19 hari dalam media agar basa

dengan kandungan 7% eritrosit kuda dan dengan pH 6,7 – 8

serta tahan beberapa saat dalam suasana sitotoksin seperti ph

1,5 . (Gambar 1)3. Kemampuan bakteri ini untuk dapat hidup

dalam suasana asam ini, sebagian disebabkan oleh aktivitas

urease yang luar biasa, dimana urease dapat merubah urea

pada cairan lambung menjadi ammonia alkalin dan karbon

dioksida. H.pylori menyebabkan inflamasi ringan yang kronis

pada lambung. (Gambar 2)3 Bakteri ini pada awalnya

dinamai Campylobacter pyloridis dan kemudian lagi diubah

menjadi C. pylori. Setelah gen rRNA 16S dapat diurutkan dan

beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri ini tidak

dapat dimasukkan ke dalam genus Campylobacter, maka pada

tahun 1989 bakteri ini ditempatkan pada genus tersendiri

yaitu Helicobacter. Dan kata pylori diambil dari bahasa

Yunani kuno yang berarti penjaga gerbang.3,4 Sitoplasma

H.pylori berisi bahan-bahan nukleoid dan ribosome. Genom

H.Pylori mempunyai ukuran sekitar 1,6- 1,73 Mb yang berisi

Strain dari H.pylori dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu strain

tipe 1 dan tipe 2.Strain tipe 1 dengan cagA (cytotoxin

associated gene A) dan vacA (vacuolating cytotoxin gene A)


yang positif.Sedangkan strain tipe 2 cagA negatif dan vacA

in-aktif.Tipe 1 lebih berperan dalam timbulnya ulkus

peptikum,radang dan kerusakan jaringan dibandingkan tipe 2.

Gambar 1. Helicobacter pylori Gambar 2. Spesimen biopsi gaster

3. Anatomi Fisiologi

Gambar 3. Anatomi Fisiologi Lambung

Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk

seperti kandang keledai.

Terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a. Kardia.

b. Fundus.

c. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan

melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan

menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya

kembali isi lambung ke dalam kerongkongan

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang

berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan

enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat

penting :

a. Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa

menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada

terbentuknya tukak lambung.

b. Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang

diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman

lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang

terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) .(Asmadi, 2018)

4. Patofisologi

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan

keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan

faktor defensi (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat

anti inflamasi non steroid (AINS) Lainnya, obat obatan


kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif,

merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat

mengancam ketahanan mukaos lambung. Gastritis dapat

menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, dan ketidaknyamanan

yang terpusat pada perut bagian atas (Smeltzer dan Bare, 2006).

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara

konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat

mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,

pepsinogen/pepsin dan garam empedu sedangkan faktor

eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat

merusak integritas epitel mukosa lambuang, misalnya

Helicobacter pyeri oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor

yang sangat melindungi integritas mukosanya, yaitu faktor

defensif dan faktor agresif. Faktor defensif salah satunya produksi

mukus yang didalamnya terdapat yang memiliki peran penting

baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa

lambung, kemudin sel-sel epitel yang bekerja mentranport ion

untuk memelihara PH intraseluler dan produksi asam dikarbonat

serta sistem mikrofaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai

kompnen utama yang menyediakan ion HCO3 sebagai penetral

asam lambunag dan memberikan suplai mikronutrien dan

oksigenasi yang adekuat saat menghillangkan efek toksik

metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi

sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak,

sehingga dinding lambung tdak memiliki pelindug terhadap asam

lambung (Price & Wilson 2012).

Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur,


setres, dan lain lain dapat merusak mukosa lambung,

mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan

memungknkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan

lambung, hal ini yang menyebabkan peradangan pada

lambunag. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat

yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan

nekrosis pada dinding lambung sehingga dapat

mengakibatkan perforasi pada dinding lambung dengan

akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

Gastritis kronis dapat menibulkan keadaan atropi

kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat

bercak-bercak penebalan berwarnan abu-abu atau kehijauan

(gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan

mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan

timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi

merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis

kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum

(Aru, 2019).

woc
5. Tanda dan Gejala

Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual,

kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang

sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna

berupa hematomesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan

tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya dilakukan

anamnese lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan

atau bahan kimia tertentu (Aru, 2019).

Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat

menimbulkan hemoragik, ketidaknyamanan abdomen (dengan

sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah,

serta cegukan beberapaPrice,


pasien adalah asimtomatik, kolik dan
2008.

diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan,

tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh

kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau

menurun selama dua–tiga hari (Aru, 2019). Menurut Price &

Wilson (2012), Manifestasi klinis dari gastritis yaitu :

a. Gastritis akut

Dapat berfariasi dari keluhan seperti anoreksia atau mual,

tanpa gejala yang lebih berat seperti epigastrium, muntah,

perdarahan dan hematomesis.

b. Gastritis atrofik krinis


Sumber : (Aru, 2019)
Manifestasi klinis pada gastritiis ini umumnya berfariasi dan

tidak jelas seperti prasaan penuh, anoreksia dan adanya

distres epigastrik yang tidak nyata.Gambaran klinis gastritis


akut erosif sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan

asimptomatik sampai sangat berat yang dapat membawa

kematian. Manifestasi tersebut adalah:

- Muntah darah

- Nyeri epigastrium

- Neusa dan rasa ingin vomitus

- Nyeri tekan yang ringan pada epigastrium Pada

pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan

kelainan, kecuali mereka yang mengalami

perdarahan hebat hingga menimbulkan gangguan

hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat,

keringat dingin, takikardi sampai gangguan

kesadaran.(Asmadi,2008)

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Jong (2010), untuk menegakkan diagnosa gastitis

dilakukan dengan berbagai macam tes diantaranya:

a. Tes darah

Tes darah untuk melihat hasilnya antibodi terhadap serangan

Helicobacter pylori. hasil tes yang positif menunjukkan

bahwa seseorang pernah mengalami kontrak dengan

Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk

mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan

oleh perdarahan karena gastritis.

b. Uji napas urea

Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea

diubah oleh urase Helicobacter pyjlori dalam lambung

menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat


diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi

dalam udara ekspirasi.

c. Pemeriksaan feces

Tes ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacteri

pylori dalam sempel tinja seseorang. Hasil tes yang positif

menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacteri pylori.

Biasanya dokter menguji adanya darah dalam tinja yang

menandakan adanya perdarahan dalam lambung karena

gastritis.

d. Rontgen

Tes ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelaianan pada

lambung yang dapat dilihat dengan sinar X. Biasanya akan

diminta menelan cairan barium dahulu sebelum dilakukan

rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan

terlihat lebih jelas ketika dirontgen.

e. Endoskopi

Tes ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada

almbung yang mungkin tidak dapat dilihat oleh sinar X. Tes

ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil

yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam

esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan

akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum

endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa

nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran

cerna yang telihat mencurigakan, dokter akan mengambil

sedikit sempel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sempel itu


kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes

ini memakan waktu kurang lebih 20-30 menit. Pasien

biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai,

tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang,

kurang lebih 1-2 jam. Komplikasi yang sering terjadi adalah

rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan

endoskop.

f. Histopatologi.

Pada pemeriksaan histoptologi kerusakan mukosa karena

erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis. Ciri khas

gastritis erosif ialah sembuh sempurna dan terjadi dalam

waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu pemeriksaan

endoskopi , sebaiknya dilakukan seawal mungkin.

g. Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadang dilakukan

tapi tidak maksimal

h. Laboraturium

Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu spesifik untuk

penderita gastritis, tetapi dapat dilakukan untuk melihat

adanya anemia bila terjadi perdarahan. Batas serum gastrin

biasanya menurun atau normal. Serum vitamin B 12 dapat

dikaji untuk melihat kekurangan vitamin B 12.

(Asmadi,2018)

7. Penatalaksaan Medis

a. Gastritis Akut

Menurut Hirlan dalam Aru (2019), faktor utama

adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung


dengan porsi kecil dan serinng. Obat-obatan di tujukan untuk

mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor

H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan antasid juga

di tujukan sebagai sifoprotektor berupa ukral fat dan

prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan

terhadap setiap pasien dngan resiko tinggi, pengobatan

terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat

yang dapat menjadi penyebab, serta dengan pengobatan

suportif.

Pengobatan dapat di lakukan dengan pemberian

antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4

meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada

umumnya tetap di anjurkan. Pencegahan ini terutama bagi

pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang

berat. Untuk pengguna aspirin atau antiinfalamsi non steroid

pencegahan yang terbaik adalah dengan misaprostol dan

derviat prostaglandin.

Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap

di anjurkan walapun efek terapeutiknya masih di ragukan.

Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si

pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal

kembali, pada sebagian pasien bisa mengancam jiwa.

Tindakan-tindakan itu mialnya dengan endoskopi

skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi.

Gastrektomi sebaiknya di lakukan hanya atas dasar absolut.


Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut di

lakukan dengan menghindari alkohol dan makanan yang

dapat meningkatkan asam lambung sampai gejala berkurang.

Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila

terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada

hemoragik saluran gastroentestinal atas.

b. Gastritis Kronis

Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah di tandai

oleh epitel kelenjar di sertai sel parietal dan chiefcell.

Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai

permukaan yang rata, gastritis kronis ini di golongkan

menjadi dua kategori tipe A (Altrofik atau fundal) Dan tipe B

(Antral ).

Gastritis kronis tipre A disebut juga gastritis altrofik

atau fundal, karena gastritis padabagian fundus lambung.

Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun

yang di sebabkan oleh adnya auto anti body terhadap sel

parietal kelenjar lambung dan faktor instrinsik tidak adanya

sel parietal dan chiefcell.

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis

antral karena umumnya mengenai daerah atrium lambung da

lebih sering terjadi di bandingkan dengan gastritis kronis tipe

A. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi

kronis oleh Helicobacter pylori, faktor etiologi gastritis

kronis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan, merokok,

dan refluk yang dapat mencetuskan terjadinya ulkus

peptikum dan karsinoma.


Pengobatan gastritis kronis berfariasi, tergantung pada

penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat

di berikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter pylori.

Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis

kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung

harus dihindari. Bila terjadi anema defisiensi besi (yang di

sebabkan oleh perdarahan kronis), Maka penyakit ini harus di

obati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamn

B12 dan terapi yang sesuai (Aru, 2019).

Gastritis kronis di atasi dengan memodifikasi diet dan

meningkatkan istirahat, mengurangi dan memilih farmako

terapi. Helicobacter pylori dapat diatasi dengan antibiotik

(tetrasiklin atau amoksilin) dan garam bismod (peptobismol).

Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami

malabsorbsi vitamin B12 (Aru,2019).

8. Komplikasi

Komplikasi yang penting adalah :

a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan

kedaruratan medis. Kadang-kadang perdarahannya

cukup banyak sehingga dapat menyebabkan kematian.

b. Terjadinya ulkus, kalau prosesnya hebat.

c. Jarang terjadi perforasi.(Asmadi,2018)

B. Konsep Dasar Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode dimana suatu knsep


diterapkan dalam praktek keperawatan yang mana hal ini disebut

sebagai penekanan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik

dan keterampilan interpersonal dan ini ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan pasien atau keluarga (Nursalam, 2014).

Proses keperawatan sendiri terdiri atas lima tahap yang

mendasar dan berhubungan. Kelima tahap tersebut adalah

pengkajian, penentuan diagnosis, perancanaan, pelaksanaan dan

evaluasi (Iyer, 2008).

Semua tahap ini berhubungan dengan fuksi intelektual

problem solving dan mendefinisikan suatu tindakan keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama

dari proses keperawata. Pengumpulan data yang akurat dan

sistematis akan membantu dalam menemukan suatu kesehatan

dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan kekuatan

dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melelui

anamnesia, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

a. Identitas penderita (Haq, 2011)

- Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal

ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya

usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga

lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory

atau gangguan autoimun daripada yang lebih muda.

Sebaliknya, jika mengenai usia muda biasanya lebih

berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.

- Jenis kelamin : tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin


- Tingkat pendidikan yang rentang terkena gastritis

biasanya yang memiliki tingkat pendidikan

rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang

gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini,

bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut

biasa dan akan memakan makanan yang dapat

menimbulkan serta memperparah penyakit ini.

b. Keluhan Utama

Adanya nyeri epigastrium kiri menyebar ke tengah dan

menjalar tembus ke pinggang 1-2 jam setelah makan dan

biasanya disertai muntah darah/hematemesis. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri

pasien digunakan :

- Provoking inciden : apakah ada peristiwa yang menjadi

faktor presipitasi nyeri

- Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan

atau digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar,

berdenyut, atau menusuk.

- Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda,

apakah rasa sakit menjalar, dan dimana rasa sakit

terjadi.

- Severity (Scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau

pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.


c. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya nyeri ulu hati, apakah

penderita mual atau muntah, apakah penderita tidak nafsu

makan serta upaya apa yang telah dilakukan oleh penderita

untuk mengatasinya.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit gastritis pada masa anak-anak

serta tindakan medis apa yang pernah didapat maupun obat-

obatan yang bisa digunakan oleh penderita, riwayat

kecelakaan.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Berisi mengenai apakah dalam keluarga ada yang pernah

menderita penyakit turunan, serta hipertensi, jantung dan

lain-lain.

f. Riwayat Imunisasi

g. Perilaku yang mempengaruhi

Pola makan yang tidak teratur, stress, kopi, banyak

merokok, minum minuman beralkohol, penggunaan obat-

obatan inflamasi non steroid.

h. Pola Kesehatan

1) Pola nutrisi makan, minum, porsi , keluhan

Gejala : Nafsu makan menurun, adanya penurunan

berat badan, mual, muntah.

2) Pola eliminasi seperti buang air kecil, buang air besar

yang meliputi frekuensi, warna, konsisisten dan

keluhan yang dirasakan.

Gejala : BAB berwarna hitam ,lembek


3) Pola kebersihan diri

Pola ini membahas tentang kebersihan kulit,

kebersihan rambut, telinga, mata, mulut, kuku.

4) Pola pemeriksaan dan pemeliharaan kesehatan

5) Pola kognitif- persepsi sensori

Keadaan mental yang di alami, berbica, bahasa,

ansietas, pendengaran, penglihatan normal atau tidak

6) Pola konsep diri meliputi identitas diri, ideal diri,

harga diri, gambaran diri.

7) Pola koping dan nilai keyakinan

i. Pemeriksaan fisik

- B1 (breath)

Inspeksi : Bentuk dada : normal, diameter anterior

posterior dalam proporsi terhadap diameter lateral 1:2,

gerakan dinding dada dextra dan sinistra simetris,

frekuensi pernafasan : 25x/menit, tidak terdapat lesi dan

kemerahan dipermukaan kulit

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dibagian dada, tidak

terdapat emfisema subkutis, ekspansi dada anterior

posterior terangkat, bergerak bebas sesuai dengan irama

pernafasan, taktil fremitus : bunyi dinding dada

terdengar

Perkusi : Anterior dan posterior terdengar bunyi sonor

Auskultasi : Anterior thorax terdengar bunyi vasikuler

diseluruh bidang paru kecuali sternum, terdengar bunyi

bronchial di atas trachea, tidak terdengar bunyi nafas

tambahan
- B2 (blood)

Inspeksi : Tidak terdapat jaringan parut yang

menandakan adanya luka post op pembedahan jantung,

terlihat denyut apex pada ICS 5 1cm dari MCL, irama

jantung : 96x.menit, regular

Palpasi : Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak terdapat

thrill, Tekanan darah : 140/80mmHg

Perkusi : Tidak terdapat pembesaran jantung, suara

dullness pada area jantung

Auskultasi : BJ 1 : terdengar, BJ 2 : terdengar, S1 :

terdengar keras, S2 : menegras, S3 :-

- B3 (brain) :

Inspeksi : kelemahan, tingkat kesadaran dapat

terganggu, disorientasi, sakit kepala

Palpasi : nyeri epigastrum.

- B4 (bladder) :

- Inspeksi : Tidak terpasang kateter, Urine : berwarna

kuning kecoklatan, ±1500cc/hari, Tidak terdapat

distensi kandung kemih Palpasi : Tidak terdapat nyeri

tekan di daerah pubica

- B5 (bowel) :

Inspeksi : perut datar, tidak ada lesi, warna kulit sama

dengan sekitarnya, rongga mulut tidak ada lesi, tidak

terpasang NGT, tidak nafsu makan, mual, porsi makan

hanya ½ porsi, muntah banyak sekali kurang lebih 5 kali

sehari.

Palpasi : terdapat nyeri tekan abdomen kuadran kiri


atas dan di prosesus xifoideus.

Perkusi : tympani diseluruh area abdomen

Auskultasi : terdapat bising usus

- B6 (bone) : kelelahan, kelemahan

- B7 (Pengindraan)

Mata : penglihatan mata tidak ada gangguan (2)) Hidung

: ketajaman penciuman norma

Telinga : bentuk normal, ketajaman pendengaran normal

- B8 (Endokrin) Tidak ada masalah pada sistem endokrin

(Putra,2012)

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan gastritis secara teori menurut

(Kusuma,2015) sebagai berikut :

a. Asupan utrisi tidk cukup b.d masukan nutrient yang tidak

adekuat

b. Hipovolemia b.d masukan cairan tidak cukup dan

kehilangan cairan karena muntah, perdarahan

c. Nyeri akut b/d mukosa lambung teriritasi

3. Rencana keperawatan.

Tabel 1 Rencana Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan SLKI SDKI


O
1 Asupan nutrisi tidak cukup Status nutrisi MANAJEMEN NUTRISI
untuk memenuhi kebutuhan membaik (I. 03119)
metabolisme. (L. 03030) Observasi
Berhubungan dengan : 1. Identifikasi status
1. Ketidakmampuan nutrisi
menelan makanan 2. Identifikasi alergi
2. Ketidakmampuan dan intoleransi
mencerna makanan makanan
3. Ketidakmampuan 3. Identifikasi
mengabsorbsi makanan yang
nutrien disukai
4. Peningkatan 4. Identifikasi
kebutuhan kebutuhan kalori
metabolisme dan jenis nutrient
5. Faktor ekonomi 5. Identifikasi perlunya
(mis. finansial tidak penggunaan selang
mencukupi) nasogastrik
6. Faktor psikologis 6. Monitor asupan
(mis. stres, makanan
keengganan untuk 7. Monitor berat badan
makan) 8. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui
selang nasigastrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu
PROMOSI BERAT
BADAN
Observasi
1. Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB
kurang
2. Monitor adanya
mual dan muntah
3. Monitor jumlah
kalorimyang
dikomsumsi sehari-
hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin,
limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan,
jika perlu
2. Sediakan makan
yang tepat sesuai
kondisi pasien( mis.
Makanan dengan
tekstur halus,
makanan yang
diblander, makanan
cair yang diberikan
melalui NGT atau
Gastrostomi, total
perenteral nutritition
sesui indikasi)
3. Hidangkan makan
secara menarik
4. Berikan suplemen,
jika perlu
5. Berikan pujian pada
pasien atau keluarga
untuk peningkatan
yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis
makanan yang
bergizi tinggi,
namuntetap
terjangkau
2. Jelaskan
peningkatan asupan
kalori yang
dibutuhkan
2 Hipovelemia berhubungan Keseimbangan MANAJEMEN CAIRAN
dengan cairan (I.03098)
1. Kehilangan cairan meningkat Observasi
aktif ( L.03021) 1. Monitor status
2. Kegagalan hidrasi ( mis, frek
mekanisme regulasi nadi, kekuatan nadi,
3. Peningkatan akral, pengisian
permeabilitas kapiler kapiler, kelembapan
4. Kekurangan intake mukosa, turgor
cairan kulit, tekanan darah)
5. Evaporasi 2. Monitor berat badan
harian
3. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin ,
BUN)
4. Monitor status
hemodinamik ( Mis.
MAP, CVP, PCWP
jika tersedia)
Terapeutik
1. Catat intake output
dan hitung balans
cairan dalam 24 jam
2. Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan
3. Berikan cairan
intravena bila perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian diuretik,
jika perlu
PEMANTAUAN CAIRAN
(I.03121)
Observasi
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi
nafas
3. Monitor tekanan
darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu
pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
7. Monitor jumlah,
waktu dan berat
jenis urine
8. Monitor kadar
albumin dan protein
total
9. Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas
serum, hematocrit,
natrium, kalium,
BUN)
10. Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia
(mis. Frekuensi nadi
meningkat, nadi
teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyempit,
turgor kulit
menurun, membrane
mukosa kering,
volume urine
menurun,
hematocrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat,
berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
11. Identifikasi tanda-
tanda hypervolemia
9mis. Dyspnea,
edema perifer,
edema anasarka,
JVP meningkat,
CVP meningkat,
refleks
hepatojogular
positif, berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
12. Identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan (mis.
Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar,
apheresis, obstruksi
intestinal,
peradangan
pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
3 Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri MANAJEMEN NYERI (I.
dengan Menurun 08238)
1. Agen pencedera (L.08066) Observasi
fisiologis (mis. 1. lokasi, karakteristik,
Inflamasi, iskemia, durasi, frekuensi,
neoplasma) kualitas, intensitas
Agen pencedra nyeri
kimiawi (mis. 2. Identifikasi skala
Terbakar, bahan nyeri
kimia iritan) 3. Identifikasi respon
2. Agen pencidra fisik nyeri non verbal
(mis. Abses, trauma, 4. Identifikasi faktor
amputasi, terbakar, yang memperberat
terpotong, dan memperingan
mengangkat nyeri
berat,prosedur 5. Identifikasi
operasi,trauma, pengetahuan dan
latihan fisik keyakinan tentang
berlebihan nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
PEMBERIAN
ANALGETIK (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
2. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
3. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
4. Monitor efektifitas
analgesik
5. Terapeutik
6. Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
8. Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
9. Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgesic dan
efek yang tidak
diinginkan
10. Edukasi
11. Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi

6. Pelaksanaan (Implementasi)

Tindakan yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan

keperawatan yang sesuai dengan masalah yang muncul dan

rencana keperawatan sesuai dengan standar prosedur

operasianal perawat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

7. Evaluasi

Hasil akhir dari tindakan keperawatan yang diperoleh dari

subjektif dan obyektif yang dapat ditarik kesimpulan untuk

tindakan yang akan dilakukan untuk memberikan tindakan

keperawatan selanjutnya oleh pasien untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan

untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pasien

(Nursalam, 2014).

Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan,

evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi hasil dan formatif

yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan efaluasi

proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandikan


respon pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah

ditemukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan

pendetaan SOAP :

S : respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang dilaksanakan.

O : respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang dilaksanakan.

A : analisa ulang atas data subyektif dan dan obyektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau ada

masalah baru atau ada masalah yang kontradiktif dengan

masalah yang ada.

P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa

respon pasien.

5. Dokumentasi keperawatan

Pendokumentasi yang digunakan dalam kasus ini adalah

model dokumentasi POR (Problem Oriented record), menggunakan

SOAPIE (Subjek, Obyektif, Analisa, Planing, Implemntasi, Evaluasi).

Dalam setiap diagnosa keperawatan penulisan melakukan tindakan

keperawatan kemudian penulis mendokumentasikan yaitu dalam

memberikan tanda tangan, waktu dan tanggal. Jika ada kesalahan

dicoret dan diberikan paraf oleh penulis.


DAFTAR PUSTAKA

Adithia Kwee. (2015). Dampak Penyakit Gastritis Bagi Penderita. Tahun 2015. Anonim,

2012,

Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2018, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Aru, Sudoyo, W. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna

Publishing

Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Dialih

bahasakan oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC.

Elizabeth J. Corwin.(2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Hidayat.

A.A.A. 2007.

Kurnia, Rahmi Gustin.(2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis

pada Pasien yang Berobat Jalan di Bukit tinggi Tahun 2011.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC


Doenges E.Maryln. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Dr. W Herdin Sibuea dkk (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta . Jakarta

Misnadiarly. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau


maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.

Mutakin Arif, Kumala Sari. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika. Jakarta. 2011

Novita. (2018). “Pengaruh lep wrapping di RSud Muntilan”.Jurnal.


(dipublikasikan)

Price, Sylvia Anderson.( 2008).Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC

Rudi H., (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta :


Gosyen Publising.
Rohman & Walid. (2012). Proses Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
AR- RUZZ MEDIA
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Ed.8, EGC, Jakarta.

Sudoyo Aru. (2009). Buku ajar ilmu penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi keempat.
Jakarta
Wilkison, Judith M. (2016). Diagnosa Keperawatan : Diagnosis NANDA
Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC
http://bangsalsehat.com/2017/12/pendahuluan-gastritis-erosif-lengkap-pdf-dan-
doc.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai