Anda di halaman 1dari 20

SEMINAR KASUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN
KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH
PADA TN. R DENGAN
CIDERA KEPALA (CK) KELOMPOK 4
DI RUANGAN Aulia Manda Pratiwi, S. Kep
TRAUMA Muhammad Havisd P, S. Kep
Jhody Okta Saputra, S. Kep
CENTER (TC) RSUP
Necha Dwitama, S. Kep
DR. M DJAMIL Rahmadana Syafli, S. Kep
PADANG Rosfika Ira Merliana, S. Kep
TAHUN 2022 Sinta Gusmi Dahlia, S. Kep
Vinda Gusti Vinanda, S. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


TAHUN 2021
BAB 1

CIDERA KEPALA
1
Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada
struktur kepala akibat mengalami benturan yang
berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsio
tak. Masalah ini dapat berupa luka ringan, memar di
kulit kepala, bengkak, perdarahan, patah tulang
tengkorak, atau gegarotak (Dash, H. 2018).
Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi
menjadi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala yang paling sering terjadi dan
2
menyebabkan penyakit neurologhik yang cukup
serius diakibatkan oleh kecelakaan di jalan raya.
Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah
kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap
cedera dan memnyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).
N U M U M
TUJUA
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan
gambaran, pengalaman dan menganalisa secara
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.R Dengan
Cidera Kepala (CK) Di Ruangan Trauma Center (TC)
Di RSUP Dr. M Djamil Padang Tahun 2022
1 2 3

BAB 2 KONSEP FRAKTUR KONSEP NYERI

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang


tengkorak yang disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi
disertai atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak
biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan
tertutup. Jika terjadi fraktur tengkorak terbuka dipastikan
lapisan duramater otak rusak, namun jika fraktur tengkorak
tertutup, duramater kemungkinan tidak rusak (Smeltzer dan
Bare, 2015).
PATOFISIOLO
GI
Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya memar pada
permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi
kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia. Peningkatan salah
satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak
ada aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga lesi akan mendorong
jaringan otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya tekanan dalam ruang
kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah penurunan aliran darah dalam otak
dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan
perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan vasodilatasi dan
edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf sehingga terjadi peningkatan
tekanan intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).
PATOFISIOLO
GI
Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya memar pada
permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi
kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia. Peningkatan salah
satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak
ada aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga lesi akan mendorong
jaringan otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya tekanan dalam ruang
kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah penurunan aliran darah dalam otak
dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan
perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan vasodilatasi dan
edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf sehingga terjadi peningkatan
tekanan intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).
BAB 3

ASKEP
Pengkajian
1 KESEHATAN SEKARANG

IDENTITAS
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 Januari
Nama : Tn.R
2022 di ruangan HCU, pasien mengeluh nyeri pada
Umur : 24 Tahun
bagian kepala yang dijahit dan tangan kiri yang patah, P :
Status Kawin : Belum Menikah
Cedera Kepala, Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk, R :
Agama : Islam
bagian Frontal, S : Skala nyeri 5 (sedang), T : Nyeri
Alamat : Padang Panjang
hilang timbul. Tampak ada luka jahitan pada bagian
Pendidikan : S1
frontal, luka masih tampak basah ditutupi perban, luka
Pekerjaan : Mahasiswa
tampak ada pus. Pasien mengeluh mengalami kesulitan
Tanggal Pengkajian : 23-01-2022
mengunyah makanan karena merasakan sakit pada bagian
Diagnosa Medis : Cidera Kepala
rahang mulut. Pasien juga mengatakan aktivitas selama di
rumah sakit di bantu oleh keluarga. Di dapatkan hasil
tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg, N : 90x/i, S :36,
7, RR : 19 x/i, CRT < 2 detik,
GENOGRAM
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital
TD : 110/74 mmHg
N: 90x/i
S : 36,7 c
ͦ
RR: 19 x/I

Kepala

Inspeksi Kepala :
Bentuk :Simetris, terdapat luka
jahitan di bagian frontal
Karakteristik rambut : rambut klien
berwarna hitam Lidah Buaya
Kebersihan :
Bersih tidak ada ketombe
Palpasi kepala :
Ada nyeri tekan pada luka jahitan
Analisa Data

Tanaman Sukulen
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik
2. Ganggguan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
3. Resiko infeksi berhubungan
dengan luka post operasi bagian Lidah Buaya

frontal
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 Januari 2022 di ruangan HCU, pasien mengeluh
nyeri pada bagian kepala yang dijahit dan tangan kiri yang patah, P : Cedera Kepala, Q : Nyeri seperti
ditusuk-tusuk, R : bagian Frontal, S : Skala nyeri 5 (sedang), T : Nyeri hilang timbul. Tampak ada luka
jahitan pada bagian frontal, luka masih tampak basah ditutupi perban. Pasien mengeluh mengalami
kesulitan mengunyah makanan karena merasakan sakit pada bagian rahang mulut. Pasien juga
mengatakan aktivitas selama di rumah sakit di bantu oleh keluarga. Di dapatkan hasil tanda-tanda
vital : TD : 110/70 mmHg, N : 90x/i, S :36, 7, RR : 19 x/i, CRT < 2 detik,
Menurut teori, Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat
mengalami benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Skala cedera kepala
yaitu cedera kepala ringan GCS 13-15, cedera kepala sedang CGS 9-12, cedera kepala berat GCS
kurang atau sama dengan 8. Masalah ini dapat berupa luka ringan, ringan dan berat memar di kulit
kepala, bengkak, perdarahan, patah tulang tengkorak,atau gegar otak (Dash, H. 2018). Pada klien
ditemukan luka atau cidera pada kepala dengan keadaan luka ringan pada pagian frontalis klien
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisa penulis bahwa cidera kepala merupakan benturan pada kepala yang mengakibatkan cidera
trauma secara langsung dan tidak langsung. Tanda dan gejala dari cidera kepala adalah nyeri. Hal ini sesuai dengan
data yang didapatkan selama pengkajian terhadap Tn.R pada tanggal 26 Januari 2022 klien masuk RS dengan keluhan
nyeri nyeri pada bagian kepala yang dijahit dan tangan kiri yang patah. Nyeri tersebut bersifat akut yang berlangsung
selama berjam-jam hingga berhar-hari.
BAB 4
PEMBAHASAN
Intervensi merupakan suatu strategi untuk mengatasi masalah klien yang perlu ditegakan diagnosa dengan tujuan yang akan dicapai
serta kriteria hasil. Umumnya perencanaan yang ada pada tinjauan teoritis dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam tindakan
keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau sesuai dengan prioritas masalah.
Rencana yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T) untuk mengetahui
karakteristik nyeri, mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri untuk memberikan kenyamanan, posisikan klien semi fowler,
kolaborasikan pemberian analgetik, memonitor TTV (TD, N, RR, S) dan melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri
yang dapat memberikan kenyamanan pada pasien dan kompres dingin juga berfungsi untuk melancarkan sirkulasi darah.
Rencana yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu latih klien mobilisasi setiap 2 jam sekali, latih klien untuk melakukan latihan gerak
sendi (ROM), anjurkan klien cara mengubah posisi, latih klien dalam melakukan ADL secara mandiri. Setelah dilakukan intervensi
terhadap Tn.R diharapkan klien dapat meningkatkan mobilisasi secara mandiri.
Mobilisasi pasca operasi adalah suatu pergerakan perubahan posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan setelah beberapa jam menjalani
operasi (Sudiharjani, 2016). Secara sederhana dilakukan mobilisasi dini adalah sebagai cara merilekskan tubuh setelah tindakan
pembedahan operasi, yang tentunya dilakukan dengan rentang gerak yang sederhana (tidak membutuhkan energi yang banyak).
Mobilisasi dini berguna untuk mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik,
mempertahankan kekuatan otot, memperlancar Buang Air Kecil dan Buang Air Besar, mencegah terjadinya hipotensi (tekanan darah
rendah), dan mencegah terjadinya konstipasi (susah BAB).
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu observasi keadaan luka, observasi tanda- tanda infeksi, anjurkan klien untuk tidak
menyentuh daerah sekitar luka, perawatan luka dengan prinsip steril, nilai leukosit dan kolaborasi dalam pemberian antibiotik. Untuk
mengurangi resiko terserang organisme patogenik dilakukan intervensi tersebut agar menunjukkan perilaku hidup sehat dan klien bebas
dari tanda – tanda infeksi.
BAB 4
PEMBAHASAN
Nyeri akut b.d agen cidera fisik
Berdasarkan kasus pada Tn. didapatkan evaluasi setelah dilakukan tiga hari implementasi yaitu mengalami penurunan
intensitas skala nyeri pada hari pertama dari nyeri skala 5 ke nyeri skala 4, hari kedua skala nyeri klien 4 mengalami
penurunan ke skala nyeri 3. Klien mengatakan senang saat tarik nafas dalam dan klien tampak lebih nyaman setelah
dilakukan tarik nafas dalam.

Menurut analisa peneliti, penurunan skala nyeri tersebut terjadi karena implementasi dilakukan secara tiga berturut-
turut dan didukung dengan keluarga juga ikut melakukan terapi tarik nafas dalam. Sesuai dengan Teory Gate Control
dimana terapi tarik nafas dalam yang dilakukan dapat menimbulkan efek memperlancar peredaran darah dan O2 ke
otak, sehingga kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit sehingga mengalami
penurunan skala nyeri pada klien.
BAB 4
PEMBAHASAN
b) Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan
Evaluasi pada diagnosa ketiga yaitu setelah dilakukan mobilisasi tiap 2 jam sekali dan melatih klien dalam melakukan
ROM dua kali sehari. Klien mengatakan kaki nya sudah lebih bisa digerakan dari pada biasanya, tampak klien dapat
merubah posisinya dan nampak peningkatan aktivitas pada klien.
Menurut analisa peneliti, latihan gerak sendi yang dilakukan terhadap klien efektif dalam meningkatkan pergerakan
ekstremitas pada Tn.R. Apabila latihan mobilisasi ini dilakukan secara rutin maka klien akan dapat mengalami
peningkatan melakukan aktivitas secara mandiri.
a) Resiko infeksi b.d luka pasca pembedahan
Evaluasi pada diagnosa keempat yaitu setelah dilakukan implementasi selama 3 hari dimana tampak penurunan
tanda- tanda infeksi. Klien mengatakan luka nya tidak lagi terasa gatal. Lukanya tampak sudah mengering dan
didukung dengan nilai laboratorium yaitu nilai leukosit dalam rentang normal.
Berdasarkan analisa peneliti, intervensi yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut dapat mengurangi tanda-tanda
infeksi pada luka klien. Selama luka bekas operasi pada Tn.R terbebas dari tanda-tanda infeksi perlu dilakukan
pemantauan tanda-tanda infeksi secara optimal.
BAB 6
KESIMPULAN
1. Pada pengkajian didapatkan tanda dan gejala utama yang muncul pada Tn.R dengan Cidera Kepala adalah
nyeri
2. Diagnosa keperawatan pada Tn. R yaitu nyeri akut, hambatan mobilitas fisik dan resiko infeksi. Masalah
tersebut berdasarkan pada data langsung dari klien dan data observasi perawat serta hasil pemeriksaan
penunjang.
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada nyeri yaitu dengan pemberian teknik relaksasi nafas dalam,
hambatan mobilitas fisik dengan ROM dan resiko infeksi dengan pemantauan tanda-tanda infeksi
4. Implementasi keperawatan terhadap klien dengan Cidera Kepala di sesuaikan dengan intervensi yang telah
penulis rumuskan yang didaptkan dari teoritis. Semua intervensi diimplementasikan oleh penulis dan dapat
tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
5. Evaluasi keperawatan terhadapat klien selama tiga hari intervensi memberikan berubahaan yang lebih pada
klien, nyeri klien berkurang, ganggguan mobilitas ada klien membaik, klien sudah mampu melakukan
aktivitas ringan secara mandiri dan aktivitas sedang dengan bantuan minimum dari keluarga setelah
melakuka ROM, serta tanda tanda infeksi pada luka klien membaik, saat setelah dilakukan implementasi
keadaan luka tampak lebih baik dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Te r im a
k a si h!

Anda mungkin juga menyukai