Tanggal (kasus): 28 Juli 2019 Presenter: dr. Cut Dessia Zulda Muthia
Tanggal (Presentasi): 18 November 2019 Pendamping : 1. dr. Tajul Keumalahayati
2. dr. Leni Afriani
Tempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD Kota Langsa
Obyektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan penurunan kesadaran
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas menggunakan sepeda motor.
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien cedera kepala
sedang + SAH + ICH.
Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Diskusi Presentasi dan Email Pos
Membahas diskusi
Data Pasien: Nama :Nn, S Perempuan, 19 No. RM : -
tahun
Nama Klinik: Telp : - Terdaftar sejak 28 Juli
RSUD Langsa 2019
Data utama untuk bahan diskusi
Diagnosis/ Gambaran Klinis ( Alloanamnesis) :
- Os datang ke IGD RSUD Langsa dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 30
menit SMRS setelah kecelakaan lalu lintas yang dialaminya.
- Menurut keterangan warga yang melihat, os sudah dalam keadaan terjatuh
terlentang, tidak tahu kejadian seperti apa.
- Di IGD RSUD Langsa, os telah setengah sadar, dan berteriak kesakitan,
mengatakan kepalanya sakit, dan mual.
- Terdapat benjolan di kepala sebelah kanan.
- Keluar darah segar dari telinga kanan pasien.
Hasil Pembelajaran
1. Definisi, Klasifikasi, Patofisiologi, Gejala Klinis dari Cedera Kepala.
2. Tindakan dan Penanganan Cedera Kepala di Unit Gawat Darurat.
3. Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan, dan Prognosis Cedera Kepala.
RANGKUMAN
B. Objektif
a. Time Sequences
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Pemeriksaan Laboratorium :
KGDS : 353 mg/dl
Pemeriksaan darah rutin : hasil belum ada
2. Pemeriksaan Radiologis :
CT Scan Kepala non kontras (28 Juli 2019) :
C. Assesment (Penalaran klinis)
Cedera Kepala
1. Definisi
Cedera kepala didefinisikan sebagai suatu penyakit nondegeneratif dan nonkongenital
yang disebabkan oleh kekuatan mekanik dari luar tubuh. Cedera kepala ini mengakibatkan
terjadinya gangguan fungsi fisik, kognitif, dan psikososial yang bersifat sementara atau
permanen, yang berkaitan dengan penurunan kesadaran.1 Sedangkan berdasarkan pedoman
dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE) Inggris, trauma kepala
didefinisikan sebagai trauma apa pun yang mengenai kepala, yang bukan merupakan trauma
superfisial pada wajah.2
2. Epidemiologi
Cedera kepala di negara maju merupakan sebab utama kerusakan otak pada generasi
muda dan usia produktif. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus cedera
kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya di rawat inap. Cedera kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis cedera yang dikaitkan dengan
kematian. Mortalitas cedera kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 28,8 per 100.000 dan 41,3 per 100.000. Penyebab utama cedera
kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh. Sedangkan di Inggris, 1.4 juta
orang datang ke Unit Gawat Darurat dengan cedera kepala.1,3
3. Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan patologi dibagi dalam komosio serebri, kontusio
serebri, dan laserasi. Di samping patologi yang terjadi pada otak, mungkin terdapat juga
fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini ada yang di basis kranium, dan ada yang di temporal,
frontal, parietal, ataupun oksipital. Fraktur bisa linear atau depressed, terbuka atau
tertutup.4,5,6
Klasifikasi berdasarkan lesi bisa fokal atau difus, bisa kerusakan aksonal ataupun
hematoma. Letak hematoma bisa ekstradural atau dikenal juga sebagai hematoma epidural
(EDH), bisa hematoma subdural (SDH), hematoma intraserebral (ICH), ataupun perdarahan
subaraknoid (SAH). Klasifikasi yang sering dipergunakan di klinik berdasarkan derajat
kesadaran yaitu Skala Koma Glasgow (Gambar 1). 4,5,6
Gambar 1. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Skala Koma Glasgow (SKG)
Catatan : Pada pasien cedera kepala dengan SKG 13-15, pingsan < 10 menit, tanpa
defisit neurologis, tetapi hasil skening menunjukkan adanya perdarahan, maka
diagnosisnya bukan cedera kepala ringan/ comotio, tetapi menjadi cedera kepala
sedang/contusion.
Klasifikasi lain berdasarkan lama amnesia pasca cidera (APC) diperkenalkan oleh
Russel dalam Jennett & Teasdale (Gambar 2). Klasifikasi ini bisa dikombinasikan dengan
klasifikasi berdasarkan klinis SKG. 4,5,6
Dari empat klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasarkan derajat kesadaran yang banyak
dipakai di klinik karena mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : 4,5,6
1. Penilaian SKG (Skala Koma Glasgow) dengan komponen E(ye) M(otor) dan V(erbal)
mempunyai nilai pasti dengan tampilan klinis yang mudah dinilai oleh kalangan medis
maupun paramedis (standar jelas) (Gambar 3).
2. Kategori dan prognosis pasien cedera kepala dapat diperkirakan dengan melihat nilai
SKG yang meskipun diulang beberapa kali akan menghasilkan nilai yang sama.
Gambar 3. Skala Koma Glasgow
e. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, biasanya dengan cara
menggunting dengan tujuan memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian
dibuka penderita harus diberi selimut hangat, berada di ruangan hangat dan diberi
cairan intra-vena yang sudah dihangatkan agar tidak kedinginan.
Nilai suhu pasien dan lepas pakaian pasien, kemudian periksa pasien secara
menyeluruh, depan maupun belakang (dengan cara log-roll).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang direkomendasikan pada pasien trauma kepala adalah CT Scan.X-ray
kepala tidak direkomendasikan kecuali ada indikasi dari departemen bedah saraf/saraf. Hasil
CT Scan harus segera dilaporkan dalam 1 jam setelah pemeriksaan. Adapun kriteria
dilakukannya CT Scan pada pasien trauma kepala adalah sebagai berikut :9
- GCS <13 pada penilaian awal di IGD.
- GCS <15 pada 2 jam setelah penilaian awal di IGD.
- Kecurigaan fraktur tengkorak terbuka atau depresi.
- Terdapat tanda-tanda fraktur basis kranii (hemotimpanum, mata panda atau
rakun, bocornya cairan serebrospinal dari telinga atau hidung, tanda Battle).
- Kejang post-trauma.
- Defisit neurologis fokal.
- Lebih dari satu episode muntah.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan cedera kepala :4
- Terapi non operatif ( medikamentosa)
Terapi non operatif pada pasien cedera kepala ditujukan untuk:
1. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan
terjadinya tekanan tinggi intrakranial.
2. Mencegah dan mengobati edema otak (cairan hiperosmolar, diuretik).
3. Minimalisasir kerusakan sekunder.
4. Mengobati simptom akibat trauma otak.
5. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi
(antikonvulsan dan antibiotik).
- Terapi operatif4
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:
1. Cedera kranioserebral tertutup :
a. Fraktur impresi (depressed fracture)
b. Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume
perdarahan lebih dari 30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih
dari 3 mm serta ada perburukan kondisi pasien.
c. Perdarahan subdural (hematoma sub-dural/SDH) dengan pendorongan
garis tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/ obliterasi sisterna basalis.
d. Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan
neurologik atau herniasi.
2. Pada cedera kranioserebral terbuka
a. Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur
multipel, dura yang robek disertai laserasi otak.
b. Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari.
c. Pneumoencephali
d. Corpus alienum
e. Luka tembak
9. Prognosis
Prognosis pasien cedera kepala bergantung pada banyak faktor, antara lain umur,
beratnya cedera berdasarkan klasifi kasi GCS dan CT scan otak, komorbiditas, hipotensi,
dan/atau iskemia serta lateralisasi neurologik. Nutrisi yang tidak adekuat dapat
memperburuk prognosis. Hal yang perlu juga diperhatikan adalah adanya amnesia
pascacedera yang menetap lebih dari 1 jam, fraktur tengkorak, gejala neuropsikologik (salah
satu caranya dengan pemeriksaan MMSE) atau gejala neurologik saat keluar dari rumah
sakit, yang akan memberikan problem gejala sisa lebih sering dibandingkan mereka yang
keluar tanpa adanya gejala tersebut di atas. 4
D. Plan
Diagnosis :
Cedera Kepala Sedang ( GCS = 10) + SAH + ICH
Pengobatan :
Medikamentosa
- Bed Rest
- Posisi semifowler
- O2 via nasal kanul 2-4 L/i
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Ketorolac amp/ 8 jam
- Inj. Citicolin 500 mg/ 12 jam
Rujuk ke RS yang ada ahli spesialistik bedah saraf, setelah pasien stabil.
Konsultasi :
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien harus dirujuk
ke RS yang memiliki spesialis bedah saraf untuk penanganan lebih lanjut.
Edukasi :
Melakukan edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang
penyakit yang dideritanya, prognosis penyakit pasien, pengaruhnya
terhadap kegiatan sehari- hari. Memberitahukan kepada pasien
kemungkinan munculnya sequele penyakitnya. Diperlukannya perawatan
di high care unit.
Mengetahui,
Pendamping Pendamping