EFUSI PLEURA
Disusun oleh:
dr. Ade Wijaya
Pembimbing :
dr. Fredy Panggabean Sp. P
1
PORTOFOLIO KASUS MEDIS
Nama Peserta :
Tanggal Presentasi :
- Diagnostik
2
Topik Efusi Pleura
Tanggal (kasus) 05 Agustus 2022
Nama Pasien Ny. S No. RM
Tanggal Presentasi 1 Agustus Pendamping dr. Sunario
2022
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □Rema ja □ Lansia □ Bumil □ Dewasa
□ Deskripsi Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak tersebut muncul secara tiba-tiba pada saat pasien
sedang berada di rumah melakukan aktifitas ringan. Batuk 2 hari yang lalu,
demam (-), mual (+), muntah (-), pusing (-), pasien agak merasakan sedikit
lega bila diposisikan setengah duduk. Pada Hari masuk rumah sakit pasien
merasakan sesak bertambah berat dan napasnya tersengal walaupun sudah
diposisikan setengah duduk.
2. Riwayat Pengobatan : -
3
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya (-),
hipertensi (-) , jantung (-), diabetes melitus (-)
4. Riwayat Keluarga : Riwayat hipertensi (-) , jantung (-), diabetes mellitus (-),
riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang siswa Sekolah Menengah Pertama
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien berolahraga seminggu sekali, tidak merokok,
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Mahadevan, V. (2017). Anatomy of the caecum, appendix and colon. Surgery (Oxford),
35(3), 115–120. doi:10.1016/j.mpsur.2017.01.014
2. Rice University. ANATOMY AND PHYSIOLOGY 158 23.5 The Small and Large
Intestines, 2018. Diakses Tanggal 6 Maret 2019. Tersedia di :
https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/23-5-the-small-and-large-intestines/
3. Hodge BD, Khorasani-Zadeh A. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Appendix. [Updated
2019 Feb 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459205/
4. Zhai SK, Lanning DK. Diversification of the primary antibody repertoire begins during
early follicle development in the rabbit appendix. Mol Immunol 2013; 54:140–7.
5. Kooij IA, Sahami S, Meijer SL, Buskens CJ, Te Velde AA. The immunology of the
vermiform appendix: a review of the literature. Clin Exp Immunol. 2016;186(1):1-9.
6. Im GY, Modayil RJ, Lin CT, Geier SJ, Katz DS, Feuerman M, Grendell JH. 2011. The
appendix may protect against clostridium difficile recurrence. Clin Gastroenerol Hepatol
9:1072–1077.
7. Barlow A1, Muhleman M, Gielecki J, Matusz P, Tubbs RS, Loukas M. The vermiform
appendix: a review. Clin Anat. 2013 Oct;26(7):833-42. doi: 10.1002/ca.22269. Epub 2013
May 29.
8. Sellars H, Boorman P, Acute appendicitis, Surgery (2017),
http://dx.doi.org/10.1016/j.mpsur.2017.06.002
9. Livingston EH. Appendicitis. JAMA. 2015;313(23):2394. doi:10.1001/jama.2015.6201
10. Baird D, Simillis C, Kontovounisios C, Rasheed S, Tekkis P. Acute appendicitis. BMJ
2017;357:j1703 doi: 10.1136/bmj.j1703
11. M, Safaei & L, Moeinei & M, Rasti. (2004). Recurrent Abdominal Pain and Chronic
Appendicitis. Journal of Research in Medical Sciences.
12. Bhangu A, Soreide K, Saverio SD, Assarsson JH, Drake FT. Acute appendicitis: modern
understanding of pathogenesis, diagnosis, and management. Lancet 2015: 386: 1278–87
13. Petroianu A. Diagnosis of acute appendicitis. International Journal of Surgery, 10 (2012),
pp. 115-119
14. J.M. Howell, O.L. Eddy, T.W. Lukens, M.E.W. Thiessen, S.D. Weingart, W.W.DeckerCri
tical issues in the evaluation and management of emergency department patients with
suspected appendicitis. Ann Emerg Med, 55 (2010), pp. 71-116
4
15. V. Hlibczuk, J.A. Dattaro, Z. Jin, L. Falzon, M.D. BrownDiagnostic accuracy of
noncontrast computed tomography for appendicitis in adults. Ann Emerg Med, 55 (2010),
pp. 51-59
16. BMJ Best Practice. Acute Appendicitis. 2018
17. Vons C, Barry C, Maitre S, et al. Amoxicillin plus clavulanic acid versus appendicectomy
for treatment of acute uncomplicated appendicitis: an open-label, non-inferiority,
randomised controlled trial. Lancet 2011; 377: 1573–79.
18. Salminen P, Paajanen H, Rautio T, et al. Antibiotic therapy vs appendectomy for
treatment of uncomplicated acute appendicitis: the APPAC randomized clinical trial.
JAMA 2015; 313: 2340–48.
19. Andersson RE, Petzold MG. Nonsurgical treatment of appendiceal abscess or phlegmon: a
systematic review and meta-analysis. Ann Surg 2007; 246: 741–48.
20. Bhangu A. Safety of short, in-hospital delays before surgery for acute appendicitis:
multicentre cohort study, systematic review, and meta-analysis. Ann Surg 2014; 259:
894–903.
21. Drake FT, Mottey NE, Farrokhi ET, et al. Time to appendectomy and risk of perforation
in acute appendicitis. JAMA Surg 2014; 149: 837–44. 49
22. Leppaniemi A, Jousela I. A traffic-light coding system to organize emergency surgery
across surgical disciplines. Br J Surg 2014; 101: e134–40\
23. Adisa AO, Alatise OI, Arowolo OA, Lawal OO. Laparoscopic appendectomy in a
Nigerian teaching hospital. JSLS 2012; 16: 576–80. 52
24. Di Saverio S, Mandrioli M, Sibilio A, et al. A cost-effective technique for laparoscopic
appendectomy: outcomes and costs of a case-control prospective single-operator study of
112 unselected consecutive cases of complicated acute appendicitis. J Am Coll Surg 2014;
218: e51–65.
25. Daskalakis K, Juhlin C, Pahlman L. The use of pre- or postoperative antibiotics in surgery
for appendicitis: a systematic review. Scand J Surg 2014; 103: 14–20
26. Yu TC, Hamill JK, Evans SM, et al. Duration of postoperative intravenous antibiotics in
childhood complicated appendicitis: a propensity score-matched comparison study. Eur J
Pediatr Surg 2014; 24: 341–49
27. Ali N, Aliyu S. Appendicitis and its surgical management experience at the University of
Maiduguri Teaching Hospital Nigeria. Niger J Med 2012; 21: 223–26.
28. Wei HB, Huang JL, Zheng ZH, et al. Laparoscopic versus open appendectomy: a
prospective randomized comparison. Surg Endosc. 2010;24:266-269.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Efusi Pleura
2. Epidemiologi Efusi Pleura
3. Etiologi Efusi Pleura
4. Klasifikasi Efusi Pleura
5. Patofisiologi Efusi Pleura
5
6. Patogenesis Efusi Pleura
7. Manifestasi Efusi Pleura
8. Diagnosis Efusi Pleura
9. Tatalaksana Efusi Pleura
10. Komplikasi Efusi Pleura
2) Objektif :
a. Vital Sign
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
6
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/menit, kuat angkat
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
b. Pemeriksaan Sistemik
- Kepala : Normocephal.
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
- Mulut : Tidak terdapat kelainan
- Leher : Trakea tidak deviasi, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan KGB
- Paru :
Inspeksi : Normochest, simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus paru kiri sama dengan paru kanan
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rh+/+, Wh -/-.
- Jantung :
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial dari linea midklavikularis sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung regular, bising tidak ada
- Abdomen :
Inspeksi : Distensi tidak ada , terdapat bintik-bintik kemerahan
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-) Nyeri
tekan RLQ (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)Normal
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : 11,3
Leukosit : 11.11/m3
Limfosit : 4000
Trombosit : 383.000 mm3
Hematokrit : 45%
7
3) Diagnosis Kerja
• Efusi Pleura
4) Penatalaksanaan
IVFD Nacl 0,9% 50 tpm mikro
02 nasal 4 l/m
Inj OMZ /24 jam
Inj Furosemid amp
Inj Ceftriazone 1gr/12 jam
Tab bisoprolol 1x1
Tab CPG 1x1
T : 37,5oC
A/ P/
8
Rencana dilakukan
USG
A/ P/
Efusi pleura dextra bilateral - IVFD Asering 20 tpm
- O2 2 L/m
- Inj Esomax 40mg/24 jam
- Inj Fartison 100mg/8jam
- Inj Garena 400mg/24jam
- InjDexprofen 1amp /8jam
- Nebu Respivent + Pulmicort /6jam
- Tab Codein 3x1
- Rencana dilakukan
THORAKOSINTESIS
9
Follow Up Tanggal 09/08/2022
Hari rawatan ke-4
S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium
Pasien mengeluh sesak KU : Sedang Distensi (-), Nyeri Tekan Hb: 14,8
(-), Peristaltik ada, kesan
berkurang, nafsu makan Kes : CMC Ht: 39,7
normal
normal, BAB dan BAK TD : 100/67 Leukosit: 3.700
normal
HR : 61x/i Trombosit: 115.000
RR : 20x/i
T : 36,5oC
A/ P/
Efusi pleura dextra bilateral - O2 2 L/m
- InjDexprofen 1amp /8jam
- Nebu Respivent + Pulmicort /6jam
- Tab Codein 3x1
- Rencana BLPL
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
EFUSI PLEURA
Rongga pleura terdiri atas pleura viseral dan parietal. Rongga pleura tersebut
berperan penting dalam respirasi dalam 2 hal: pertama adanya vakum di dalam
rongga pleura membantu pleura pariteal dan viseral dalam proksimitas yang
berdekatan. Kedua, volume cairan pleura di dalam rongga sekitar 0.13 ml/kgBB
dalam keadaan normal berperan sebagai lubrikan yang membantu pergerakan
permukaan pleura saat respirasi. Volume cairan tersebut terkontrol oleh
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dan drainase limfa.
Etiologi
Transudat:
Eksudat terbentuk akibat inflamasi dan akan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Eksudat terbentuk dari inflamasi pada pleura, paru-paru atau gangguan drainase
11
sistim limfa, gangguan permeabilitas membran pleura atau gangguan kapiler.
Anamnesa
• Edem ekstremitas
• Orthopnea
• Dyspnea nokturnal
• Keringat malam
• Demam
• Hemoptisis
• Penurunan berat badan
Pemeriksaan fisik
Efusi <300 ml dapat tidak ditemukan masalah pada pemeriksaan fisik. Efusi >300 ml
dapat ditemukan:
12
• Redup pada perkusi pada sisi dengan efusi
• Penurunan taktile fremitus pada sisi dengan efusi
• Ekpansi dada tidak simetris
• Pergeseran mediastinum ke arah menjauhi efusi (ditemukan pada efusi >1000ml)
• Penurunan atau hilangnya suara nafas
• Pleural friction rub
2.1.1 Definisi
visceral dan pleura pariental. Efusi pleura adalah penyakit primer yang
termasuk jarang terjadi akan tetapi terhadap penyakit lain efusi pleura
merupakan penyakit sekunder. Selain berisi cairan, dalam efusi pleura juga
terdapat penumpikan pus dan darah. Efusi pleura merupakan salah satu
Normalnya, cairan masuk mulai dari kapiler hingga parietalis. Selain itu
cairan juga dapat memasuki rongga pleura mulai dari ruang intrestisium
paru hingga ke pleura viseralis atau dari kavum paritonium melelui lubang
penyerapan cairan sebesar 20 kali lebih besar dari keadaan cairan yang
hipoalbuminemia. Efusi pleura juga dapat terjadi jika tekanan dalam rongga
dinding pada dada yang tersusun dari iga dan otot, otot abdomen, diafragma
superior diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri
a. Pleura viseralis
paru, terdiri dari satu lapis sel mesothelial yang tipis < 30µm yang
b. Pleura Parietalis
dari sel-sel mesothelial dan juga tersusun dari jaringan ikat seperti
15
dinding dada dan alirannya pun akan sesuai dengan dermatom
2. Fisiologi Pleura
negative dalam pleura meningkat menjadi -25 sampai -35 H 2O. Selain
melakukan fagositesis benda asing dan cairan dalam rongga pleura yang
2.1.3 Etiologi
antara lain disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli pada paru,
jantung.
imunologik.
a. Neoplasma
b. Infeksi
d. Penyakit intraabdominal
18
tidak hanya dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif saja tetapi
e. Imunologik
sesak napas.
dua bagian yaitu unilateral dan bilateral. Jenis efusi pleura unilateral
19
tidak ada kaitannya dengan penyebab penyakit tetapi efusi pleura
tuberkolosis.
20
bisanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura yang berbau
dari paru. Sedangkan cairan pleura yang kental dan terdapat darah
hemotoraks.
21
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Saferi & Mariza (2013), tanda dan gejala yang ditimbulkan dari
1. Sesak napas
10. Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh penderita
sindrom meig.
2.1.5 Penatalaksanaan
Yaitu dengan posisi setengah duduk dengan posisi 45o yang bertujuan
22
d. Berkolaborasi pemberian terapi obat
Jika agen penyebab efusi pleura adalah kuman atau bakteri maka dapat
menggunakan antibiotik.
e. Perkusi toraks anterior dan posterior mulai dari apeks sampai basis paru.
2.1.6 Patofisiologi
Letak dari pleura viseralis dan pleura perietalis saling berhadapan dan hanya
dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa, lapisan cairan ini memperlihatkan
adanya keseimbangan antara transudasi dan kapiler- kapiler pleura dan rearbsorbsi
oleh vena viscelar dan parietal dan juga saluran getah bening. Karena efusi pleura
merupakan pengumpulan cairan yang berada pada rongga pleura dalam jumlah
yang berlebih di dalam rongga pleura viseralis dan parietalis, sehingga masalah
bernapas dengan cepat (takipnea) agar oksigen dapat diperoleh secara maksimal.
Dari masalah tersebut maka klien mengalami gangguan dalam keefektifan pola
pasien mengalami penurunan dalam ventilasi yang actual atau potensial yang
disebabkan oleh perubahan pola napas. Umumnya kasus ini di tegakkan pada
23
pengeluaran cairan dari pembuluh Transudasi juha dapat menyebab kan
hypoproteinemia sperti pada penyakit hati dan ginjal. Jika efusi pleura
infeksi dari struktur yang berdekatn dan merupakan komplikasi dari pneumonia
mekanisme yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat dibawahnya (Saferi &
Mariza, 2013).
1. Gambaran Rontgen
Kelainan pada foto rontgen PA baru akan terlihat jika akumulasi cairan
pleura mencapai 300 mL. Pada mulanya, cairan berkumpul pada dasar
disebelah posterior, yaitu sinus pleura yang dalam. Jika cairan pleura terus
bertambah banyak, maka cairan akan menuju ke atas yaitu ke daerah paru
yang cekung dan mencapai ke bagian atas. Diafragma dan sinus kostofrenikus
tidak akan terlihat jika cairan pleura mencapai 1000 mL. jika pada foto PA
efusi pleura tampak tidak jelas maka dapat dilakukan foto lateral decubitus.
24
>1000/mL, keadaan tersebut menunjukan empyema. Neutrophil menunjukan
3. Pemeriksaan kimia pH
adalah dengan pemeriksaan kimia dan pH. Yang di periksa adalah glukosa,
2.1.8 Komplikasi
1. Fibrothoraks
Efusi pleura eksudat yang sudah tidak dapat ditangani oleh tindakan drainase
dengan baik maka akan menimbulkan perlekatan pada fibrosa antara pleura
2. Atelectasis
3. Fibrosis
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis dapat timbul akibat proses
25
jaringan fibrosis.
26