Anda di halaman 1dari 26

PORTOFOLIO KASUS MEDIS

EFUSI PLEURA

Disusun oleh:
dr. Ade Wijaya

Pembimbing :
dr. Fredy Panggabean Sp. P

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CURUP
KABUPATEN REJANG LEBONG
2022

1
PORTOFOLIO KASUS MEDIS

Nama Peserta :

Nama Wahana : RSUD Curup

Topik : Kasus Hidup

Nama Pasien : Ny. S

Tanggal Presentasi :

Nama Pendamping : dr. Sunario

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Curup

Objektif Presentasi : - Keilmuan

- Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

BORANG STATUS PORTOFOLIO MEDIS

No. ID dan Nama Peserta


No. ID dan Nama Wahana RSUD Curup

2
Topik Efusi Pleura
Tanggal (kasus) 05 Agustus 2022
Nama Pasien Ny. S No. RM
Tanggal Presentasi 1 Agustus Pendamping dr. Sunario
2022
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □Rema ja □ Lansia □ Bumil □ Dewasa

□ Deskripsi Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak tersebut muncul secara tiba-tiba pada saat pasien
sedang berada di rumah melakukan aktifitas ringan. Batuk 2 hari yang lalu,
demam (-), mual (+), muntah (-), pusing (-), pasien agak merasakan sedikit
lega bila diposisikan setengah duduk. Pada Hari masuk rumah sakit pasien
merasakan sesak bertambah berat dan napasnya tersengal walaupun sudah
diposisikan setengah duduk.

□ Tujuan Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan Efusi Pleura


Bahan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan
Cara □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Ny. S
Nama RS : RSUD Curup Telp : -
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Efusi Pleura
Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak tersebut muncul secara tiba-tiba pada saat pasien sedang berada di rumah
melakukan aktifitas ringan. Batuk 2 hari yang lalu, demam (-), mual (+), muntah (-),
pusing (-), pasien agak merasakan sedikit lega bila diposisikan setengah duduk. Pada Hari
masuk rumah sakit pasien merasakan sesak bertambah berat dan napasnya tersengal
walaupun sudah diposisikan setengah duduk.

2. Riwayat Pengobatan : -

3
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya (-),
hipertensi (-) , jantung (-), diabetes melitus (-)
4. Riwayat Keluarga : Riwayat hipertensi (-) , jantung (-), diabetes mellitus (-),
riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang siswa Sekolah Menengah Pertama
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien berolahraga seminggu sekali, tidak merokok,
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Mahadevan, V. (2017). Anatomy of the caecum, appendix and colon. Surgery (Oxford),
35(3), 115–120. doi:10.1016/j.mpsur.2017.01.014
2. Rice University. ANATOMY AND PHYSIOLOGY 158 23.5 The Small and Large
Intestines, 2018. Diakses Tanggal 6 Maret 2019. Tersedia di :
https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/23-5-the-small-and-large-intestines/
3. Hodge BD, Khorasani-Zadeh A. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Appendix. [Updated
2019 Feb 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459205/
4. Zhai SK, Lanning DK. Diversification of the primary antibody repertoire begins during
early follicle development in the rabbit appendix. Mol Immunol 2013; 54:140–7.
5. Kooij IA, Sahami S, Meijer SL, Buskens CJ, Te Velde AA. The immunology of the
vermiform appendix: a review of the literature. Clin Exp Immunol. 2016;186(1):1-9.
6. Im GY, Modayil RJ, Lin CT, Geier SJ, Katz DS, Feuerman M, Grendell JH. 2011. The
appendix may protect against clostridium difficile recurrence. Clin Gastroenerol Hepatol
9:1072–1077.
7. Barlow A1, Muhleman M, Gielecki J, Matusz P, Tubbs RS, Loukas M. The vermiform
appendix: a review. Clin Anat. 2013 Oct;26(7):833-42. doi: 10.1002/ca.22269. Epub 2013
May 29.
8. Sellars H, Boorman P, Acute appendicitis, Surgery (2017),
http://dx.doi.org/10.1016/j.mpsur.2017.06.002
9. Livingston EH. Appendicitis. JAMA. 2015;313(23):2394. doi:10.1001/jama.2015.6201
10. Baird D, Simillis C, Kontovounisios C, Rasheed S, Tekkis P. Acute appendicitis. BMJ
2017;357:j1703 doi: 10.1136/bmj.j1703
11. M, Safaei & L, Moeinei & M, Rasti. (2004). Recurrent Abdominal Pain and Chronic
Appendicitis. Journal of Research in Medical Sciences.
12. Bhangu A, Soreide K, Saverio SD, Assarsson JH, Drake FT. Acute appendicitis: modern
understanding of pathogenesis, diagnosis, and management. Lancet 2015: 386: 1278–87
13. Petroianu A. Diagnosis of acute appendicitis. International Journal of Surgery, 10 (2012),
pp. 115-119
14. J.M. Howell, O.L. Eddy, T.W. Lukens, M.E.W. Thiessen, S.D. Weingart, W.W.DeckerCri
tical issues in the evaluation and management of emergency department patients with
suspected appendicitis. Ann Emerg Med, 55 (2010), pp. 71-116

4
15. V. Hlibczuk, J.A. Dattaro, Z. Jin, L. Falzon, M.D. BrownDiagnostic accuracy of
noncontrast computed tomography for appendicitis in adults. Ann Emerg Med, 55 (2010),
pp. 51-59
16. BMJ Best Practice. Acute Appendicitis. 2018
17. Vons C, Barry C, Maitre S, et al. Amoxicillin plus clavulanic acid versus appendicectomy
for treatment of acute uncomplicated appendicitis: an open-label, non-inferiority,
randomised controlled trial. Lancet 2011; 377: 1573–79.
18. Salminen P, Paajanen H, Rautio T, et al. Antibiotic therapy vs appendectomy for
treatment of uncomplicated acute appendicitis: the APPAC randomized clinical trial.
JAMA 2015; 313: 2340–48.
19. Andersson RE, Petzold MG. Nonsurgical treatment of appendiceal abscess or phlegmon: a
systematic review and meta-analysis. Ann Surg 2007; 246: 741–48.
20. Bhangu A. Safety of short, in-hospital delays before surgery for acute appendicitis:
multicentre cohort study, systematic review, and meta-analysis. Ann Surg 2014; 259:
894–903.
21. Drake FT, Mottey NE, Farrokhi ET, et al. Time to appendectomy and risk of perforation
in acute appendicitis. JAMA Surg 2014; 149: 837–44. 49
22. Leppaniemi A, Jousela I. A traffic-light coding system to organize emergency surgery
across surgical disciplines. Br J Surg 2014; 101: e134–40\
23. Adisa AO, Alatise OI, Arowolo OA, Lawal OO. Laparoscopic appendectomy in a
Nigerian teaching hospital. JSLS 2012; 16: 576–80. 52
24. Di Saverio S, Mandrioli M, Sibilio A, et al. A cost-effective technique for laparoscopic
appendectomy: outcomes and costs of a case-control prospective single-operator study of
112 unselected consecutive cases of complicated acute appendicitis. J Am Coll Surg 2014;
218: e51–65.
25. Daskalakis K, Juhlin C, Pahlman L. The use of pre- or postoperative antibiotics in surgery
for appendicitis: a systematic review. Scand J Surg 2014; 103: 14–20
26. Yu TC, Hamill JK, Evans SM, et al. Duration of postoperative intravenous antibiotics in
childhood complicated appendicitis: a propensity score-matched comparison study. Eur J
Pediatr Surg 2014; 24: 341–49
27. Ali N, Aliyu S. Appendicitis and its surgical management experience at the University of
Maiduguri Teaching Hospital Nigeria. Niger J Med 2012; 21: 223–26.
28. Wei HB, Huang JL, Zheng ZH, et al. Laparoscopic versus open appendectomy: a
prospective randomized comparison. Surg Endosc. 2010;24:266-269.

Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Efusi Pleura
2. Epidemiologi Efusi Pleura
3. Etiologi Efusi Pleura
4. Klasifikasi Efusi Pleura
5. Patofisiologi Efusi Pleura
5
6. Patogenesis Efusi Pleura
7. Manifestasi Efusi Pleura
8. Diagnosis Efusi Pleura
9. Tatalaksana Efusi Pleura
10. Komplikasi Efusi Pleura

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1) Subjektif :
Keluhan utama :
Sesak nafas 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak tersebut muncul secara tiba-tiba pada saat pasien sedang berada di rumah
melakukan aktifitas ringan. Batuk 2 hari yang lalu, demam (-), mual (+), muntah (-), pusing
(-), pasien agak merasakan sedikit lega bila diposisikan setengah duduk. Pada Hari masuk
rumah sakit pasien merasakan sesak bertambah berat dan napasnya tersengal walaupun
sudah diposisikan setengah duduk.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku ada Riwayat hipertensi dan diabetes melitus yang tidak terkontrol

Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga pasien sehat dan orang tuanya tidak menderita penyakit berat atau
keturunan seperti hipertensi, asma, kanker atau diabetes mellitus.

2) Objektif :
a. Vital Sign
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative

6
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/menit, kuat angkat
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,50C

b. Pemeriksaan Sistemik
- Kepala : Normocephal.
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
- Mulut : Tidak terdapat kelainan
- Leher : Trakea tidak deviasi, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan KGB
- Paru :
Inspeksi : Normochest, simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus paru kiri sama dengan paru kanan
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rh+/+, Wh -/-.
- Jantung :
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial dari linea midklavikularis sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung regular, bising tidak ada
- Abdomen :
Inspeksi : Distensi tidak ada , terdapat bintik-bintik kemerahan
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-) Nyeri
tekan RLQ (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)Normal
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik

c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : 11,3
Leukosit : 11.11/m3
Limfosit : 4000
Trombosit : 383.000 mm3
Hematokrit : 45%
7
3) Diagnosis Kerja
• Efusi Pleura
4) Penatalaksanaan
IVFD Nacl 0,9% 50 tpm mikro
02 nasal 4 l/m
Inj OMZ /24 jam
Inj Furosemid amp
Inj Ceftriazone 1gr/12 jam
Tab bisoprolol 1x1
Tab CPG 1x1

Follow Up Tanggal 06/08/2022

Hari rawatan ke-2


S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium
Pasien mengeluh KU : Kesakitan KU: sakit berat GCS : 15 Hb: 11
masih sesak, sakit Abdomen :
Kes : CMC Ht: 45
kepala, mual (+) Distensi (+)
TD : 100/70 Kesan defans muskular Leukosit: 10.700
(+) Perkusi Tympani,
HR : 85x/i Trombosit: 258.000
Peristaltik ada, kesan
RR : 20x/i normal Limfosit : 4.000

T : 37,5oC

A/ P/

Efusi pleura dextra bilateral


- IVFD Nacl 0,9% 50 tpm mikro
- 02 nasal 4 l/m
- Inj OMZ /24 jam
- Inj Furosemid amp
- Inj Ceftriazone 1gr/12 jam
- Tab bisoprolol 1x1
- Tab CPG 1x1

8
Rencana dilakukan
USG

Follow Up Tanggal 07/08/2022


Hari rawatan ke-3
S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium
Pasien mengeluh masih KU : Kesakitan Distensi (+)
Nyeri Tekan (+)
sesak, tapi berkurang, Kes : CMC
Peristaltik ada, kesan normal
sakit kepala TD : 100/67
HR : 65x/i
RR : 20x/i
T : 36,5oC

A/ P/
Efusi pleura dextra bilateral - IVFD Asering 20 tpm
- O2 2 L/m
- Inj Esomax 40mg/24 jam
- Inj Fartison 100mg/8jam
- Inj Garena 400mg/24jam
- InjDexprofen 1amp /8jam
- Nebu Respivent + Pulmicort /6jam
- Tab Codein 3x1

- Rencana dilakukan
THORAKOSINTESIS

9
Follow Up Tanggal 09/08/2022
Hari rawatan ke-4
S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium
Pasien mengeluh sesak KU : Sedang Distensi (-), Nyeri Tekan Hb: 14,8
(-), Peristaltik ada, kesan
berkurang, nafsu makan Kes : CMC Ht: 39,7
normal
normal, BAB dan BAK TD : 100/67 Leukosit: 3.700
normal
HR : 61x/i Trombosit: 115.000
RR : 20x/i
T : 36,5oC

A/ P/
Efusi pleura dextra bilateral - O2 2 L/m
- InjDexprofen 1amp /8jam
- Nebu Respivent + Pulmicort /6jam
- Tab Codein 3x1

- Rencana BLPL

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

EFUSI PLEURA

Efusi pleura adalah akumulasi cairan di rongga pleura akibat kelebihan


produksi cairan atau penurunan absorbsi. Efusi pleura adalah manifesti paling sering
ditemukan pada penyakit gangguan pleura.

Rongga pleura terdiri atas pleura viseral dan parietal. Rongga pleura tersebut
berperan penting dalam respirasi dalam 2 hal: pertama adanya vakum di dalam
rongga pleura membantu pleura pariteal dan viseral dalam proksimitas yang
berdekatan. Kedua, volume cairan pleura di dalam rongga sekitar 0.13 ml/kgBB
dalam keadaan normal berperan sebagai lubrikan yang membantu pergerakan
permukaan pleura saat respirasi. Volume cairan tersebut terkontrol oleh
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dan drainase limfa.

Etiologi

Transudat:

Transudat biasanya adalah ultrafiltrat plasma di pleura akibat ketidakseimbangan


antara tekanan hidrostatik dan onkotik. Namun efusi transudat dapat terjadi akibat
rembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.

• Gagal jantung kongestif


• Sirosis hepatis
• Atelectasis
• Hipoalbumin
• Sindrom nefrotik
• Myxedema

Eksudat terbentuk akibat inflamasi dan akan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Eksudat terbentuk dari inflamasi pada pleura, paru-paru atau gangguan drainase

11
sistim limfa, gangguan permeabilitas membran pleura atau gangguan kapiler.

• Kegananasan (paru-paru, mammae, limfoma, leukemia)


• Emboli pulmonal
• TBC
• Pankreatitis
• Abses intra-abdomen
• Chylothorax

Anamnesa

• Dyspnea: Akibat distori dari diafragma atau akibat hipoxemia.


• Batuk: Ringan, tidak produktif. Batuk berdahak, batuk parah atau
disertai darah disoasiakan dengan pnemoni atau lesi endobronkial.
• Nyeri dada pleuritik: Terjadi akibat iritasi dari pleura mengarah kepada etiologi
eksudatif seperti infeksi, mesothelioma atau infark. Tingkat nyeri dapat
bervariasi dari ringan sampai berat. Nyeri dapat terlokalisasi atau menjalar ke
bahu atau abdomen akibat pergerakan diafragma, dan nyeri akan berkurang
dengan tambah besarnya efusi.

Gejala lainnya berupa:

• Edem ekstremitas
• Orthopnea
• Dyspnea nokturnal
• Keringat malam
• Demam
• Hemoptisis
• Penurunan berat badan

Pemeriksaan fisik

Efusi <300 ml dapat tidak ditemukan masalah pada pemeriksaan fisik. Efusi >300 ml
dapat ditemukan:

12
• Redup pada perkusi pada sisi dengan efusi
• Penurunan taktile fremitus pada sisi dengan efusi
• Ekpansi dada tidak simetris
• Pergeseran mediastinum ke arah menjauhi efusi (ditemukan pada efusi >1000ml)
• Penurunan atau hilangnya suara nafas
• Pleural friction rub

Cairan pleura normal:

• Ultrafiltrat plasma jernih berasal dari pleura parietal


• pH 7.6-7.64
• Jumlah protein <2% (1-2 g/dL)
• Leukosit <1000/mm2
• Kadar glukosa mirip dengan kadar glukosa plasma
• LDH <50% kadar plasma

2.1.1 Definisi

Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya

penumpukan cairan pada rongga pleura yang berada di permukaan pleura

visceral dan pleura pariental. Efusi pleura adalah penyakit primer yang

termasuk jarang terjadi akan tetapi terhadap penyakit lain efusi pleura

merupakan penyakit sekunder. Selain berisi cairan, dalam efusi pleura juga

terdapat penumpikan pus dan darah. Efusi pleura merupakan salah satu

penyakit yang dapat mengancam jiwa (Saferi & Mariza, 2013).

Seorang pasien dapat di diagnosa efusi pleura apabila jumlah cairan

didalam rongga pleura berakumulasi melebihi absorbsi cairan pleura.

Normalnya, cairan masuk mulai dari kapiler hingga parietalis. Selain itu

cairan juga dapat memasuki rongga pleura mulai dari ruang intrestisium

paru hingga ke pleura viseralis atau dari kavum paritonium melelui lubang

kecil yang ada di daerah diapraghma. Saluran limfe memiliki kemampuan

penyerapan cairan sebesar 20 kali lebih besar dari keadaan cairan yang

dihasilkan dalam jumlah normal (Tamsuri, 2008). Akumulasi jumlah cairan

dirongga pleura dapat terjadi apabila adanya peningkatan tekanan


13
hidrostatik kapiler dalam darah seperti pada penyakit gagal jantung, atau

jika terjadi tekanan osmotic cairan pada darah seperti pada

hipoalbuminemia. Efusi pleura juga dapat terjadi jika tekanan dalam rongga

pleura negative (turun) seperti pada atelectasis, semua kelainan ini

menimbulkan efusi pleura transudatif. Hal yang diperlukan di klinik jika

mencurigai adanya efusi pleura yaitu dengan kemampuan melakukan

tindakan torakosentesis dan kemampuan membedakan antara eksudat dan

transudate (Darmanto, 2016).

2.1.2 Anatomi dan fisiologi Pleura

Plaura merupakan struktur pelengkap dari system pernapasan yang

berfungsi sebagai struktur penunjang yang dibutuhkan dalam proses

berjalannya system pernapasan tersebut. Struktur pelengkap lainnya yaitu

dinding pada dada yang tersusun dari iga dan otot, otot abdomen, diafragma

maupun pleura itu sendiri.

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pleura (Sugeng Bambang, 2011).


14
1. Anatomi Pleura

Pleura adalah suatu membrane serosa yang melapisi permukaan

dalam dinding thoraks di bagian kanan dan kiri, melapisi permukaan

superior diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri

(semuanya disebut pleura parietalis), kemudian pada pangkal paru,

membrane serosa ini berbalik melapisi paru (pleura viseralis) pleura

viseralis dapat berinvaginasi mengikuti fisura yang terbagi pada setiap

lobus paru (Darmanto, 2016)

a. Pleura viseralis

Pleura viseralis adalah pleura yang berada pada permukaan

paru, terdiri dari satu lapis sel mesothelial yang tipis < 30µm yang

terletak di permukaan bagian luarnya. Terdapat sel-sel limfosit

yang berada diantara celah-celahnya. Endopleura yang berisikan

fibrosit dan histiosit berada di bawah sel-sel mesothelial, dan di

bawahnya merupakan lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan

serat-serat elastis. Sedangkan pada lapisan paling bawah terdapat

jaringan interstitial subpleura, didalamnya banyak mengandung

pembuluh darah kapiler.

b. Pleura Parietalis

Pleura parietalis yaitu pleura yang letaknya berbatasan dengan

dinding thorax, memiliki jaringan yang lebih tebal yang tersusun

dari sel-sel mesothelial dan juga tersusun dari jaringan ikat seperti

kolagen dan elastis. Sedangakan jika pada jaringan ikat tersebut

banyak tersusun kapiler dari intercostalis dan mamaria interna,

pada pembuluh limfe banyak terdapat reseptor saraf sensoris yang

sangat peka terhadap rangsangan rasa sakit dan juga perbedaan

temperature. Yang keseluruhannya tersusun dari intercostalis pada

15
dinding dada dan alirannya pun akan sesuai dengan dermatom

dada. Sehingga dapat mempermudah dinding dada yang berada di

atasnya menempel dan melepas. Sehingga berfungsi untuk

memproduksi cairan pleura.

Kedua lapisan pleura tersebut saling berkaitan dengan hilus

pulmonalis yang berfungsi sebagai penghubung pleura (ligament

pulmonalis). Pada lapisan pleura ini terdapat rongga yang

dinamakan cavum pleura. Cavum pleura memiliki sedikit

kandungan cairan pleura yang berfungsi untuk menghindari adanya

gesekan antar pleura saat sedang melakukan proses pernapasan

(Saferi & Mariza, 2013).

Gambar 2.2 Anatomi efusi Pleura (Sugeng Bambang, 2011)

2. Fisiologi Pleura

Pleura memiliki fungsi mekanik yaitu melanjutkan tekanan

negative thorax ke daerah paru-paru, sehingga paru dapat mengembang

karena elastis. Dalam waktu istirahat (resting pressure) tekanan H2O

dalam pleura adalah sekitar -2 sampai -5 cm, sedikit bertambah

negative di apex saat dalam posisi berdiri. Saat inspirasi tekanan

negative dalam pleura meningkat menjadi -25 sampai -35 H 2O. Selain

fungsi mekanik, rongga pleura steril karena mesothelial mampu bekerja

melakukan fagositesis benda asing dan cairan dalam rongga pleura yang

diproduksi bertindak sebagai lubrikans.


16
Cairan dalam rongga pleura sangatlah sedikit, sekitar 0,3 ml/kg,

bersifat hiponkotik dengan konsentrasi protein dalam cairan sekitar 1

gr/dl. Produksi dan reabsorbsi cairan di rongga pleura kemungkinan

besar juga dipengaruhi oleh gerakan pernafasan dan gravitasi paru.

Lokasi reabsorbsi terjadi pada pembuluh limfe pleura parietalis dengan

kecepatan 0,1 sampai 0,5 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi

dan reabsorbsi maka akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura (Saferi

& Mariza, 2013).

2.1.3 Etiologi

Menurut Darmanto (2016), ada beberapa factor yang menjadi penyebab

dari efusi pleura adalah sebagai berikut:

1. Efusi Pleura Transudatif

Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis efusi

transudate. Efusi pleura transudatif dapat dibebakan berbagai faktor

antara lain disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli pada paru,

sirosis hati atau yang merupakan penyakit pada intraabdominal,

dialisis peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik,

glomerulonefritis akut, retensi garam maupun setelah pembedahan

jantung.

2. Efusi Pleura Eksudatif

Efusi pleura eksudatif merupakan jenis cairan eksudat yang terjadi

akibat adanya peradangan atau proses infiltrasi pada pleura maupun

jaringan yang berdekatan dengan pleura. Selain itu adanya kerusakan

pada dinding kapiler juga dapat mengakibatkan terbentuknya cairan

yang mengandung banyak protein keluar dari pembuluh darah dan

berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif juga


17
bisa di sebabkan oleh adanya bendungan pada pembuluh limfe.

Penyebab lainnya dari efusi pleura eksudatif yaitu adanya neoplasma,

infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal dan

imunologik.

a. Neoplasma

Neoplasma dapat menyebkan efusi pleura dikarenakan karsinoma

bronkogenik karena dalam keadaan tersebut jumlah leukosit

>2.500/mL. yang terdiri dari limfosit, sel maligna, dan sering

terjadi reakumulasi setelah terasentesis, selain itu tumor

metatastik yang berasal dari karsinoma mammae lebih sering

bilateral dibandingkan dengan karsinoma bronkogenik yang

diakibatkan adanya penyumbatan pembuluh limfe atau adanya

penyebaran ke daerah pleura. Penyebab lainnya adalah limfoma,

mesotelimoa dan tumor jinak ovarium atau sindrom meig.

b. Infeksi

Penyebab dari efusi pleura eksudatif adalah infeksi,

mikroorganismenya adalah virus, bekteri, mikoplasma maupun

mikobakterium. Bakteri dari pneumonia akut jarang sekali dapat

menyebabkan efusi pleura eksudatif, efusi pleura yang

mengandung nanah disertai mikroorganisme di sebut dengan

empyema. Selain empyema pneumonia yang disebabkan oleh

virus dan mikoplasma juga dapat menyababkan efusi pleura.

c. Penyakit jaringan ikat

Penyakit jaringan ikat yang dapat menyababkan efusi pleura

adalah seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis rheumatoid.

d. Penyakit intraabdominal

Efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit intra abdominalis

18
tidak hanya dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif saja tetapi

dapat juga menyebabkan efusi pleura transudatif tergantung pada

jenis penyababnya. Penyakit intraabdominal yang dapat

menyebabkan efusi pleura eksudatif adalah kasus pasca bedah

abdomen, perforasi usus, dan hepatobiliar yang dapat

menyababkan abses subdiafragmatika. Hal yang sering ditemukan

sebagai penyabab efusi pleura dari penyakit intra abdominalis

adalah abses hepar karena amoba.

e. Imunologik

Imunologik yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti

efusi rheumatoid, efusi lupus, efusi sarkoidosis, granulomatosis

wagener, sindrom sjogren, paska cedera jantung, emboli paru,

paru uremik dan sindrom meig.

Efusi pleura rheumatoid banyak di jumpai pada pasien laki-laki

dibandingkan pada pasien perempuan. Biasanya pasien

rheumatoid tingkat sedang sampai berat yang mempunyai nodul

subkutan dapat menyabkan efusi pleura rheumatoid. Pada pasien

efusi pleura rheumatoid pasien mengaluhkan nyeri pleuritik dan

sesak napas.

3. Efusi pleura hemoragis

Efusi pleura hemoragis merupakan efusi pleura yang di sebakan oleh

trauma, tumor, infark paru maupun tuberkolosis.

4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk

Penyebab efusi pleura dari lokasi terbentuknya dapat dibagi menjadi

dua bagian yaitu unilateral dan bilateral. Jenis efusi pleura unilateral
19
tidak ada kaitannya dengan penyebab penyakit tetapi efusi pleura

bilateral dapat ditemukan pada penyakit-penyakit berikut seperti gagal

jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, tumer dan

tuberkolosis.

5. Analisis cairan pleura

Menurut Dramanto (2016), analisa dari cairan pleura adalah sebagi

berikut. Cairan pleura secara maksroskopik diperiksa warna,

turbiditas, dan bau dari cairannya. Efusi pleura transudate cairannya

biasanya jernih, transparan, berawarna kuning jerami dan tidak

memiliki bau. Sedangakan cairan dari pleura yang menyerupai susu

20
bisanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura yang berbau

busuk dan mengandung nanah biasanya disebabkan oleh bakteri

anaerob. Cairan yang berwarna kemerahan biasanya mengandung

darah, sedangkan jika berwarna coklat biasanya di sebabkan oleh

amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak dan adanya

peningkatan dari kolesterol atau trigliserida akan menyebabkan cairan

pleura berubah menjadi keruh (turbid). Setelah dilakukan proses

sentrifugasi, supernatant empiema menjadi jernih dan berubah

menjadi warna kuning, sedangkan jika efusi disebabkan oleh

kilotoraks warnanya tidak akan berubah tetap seperti berawan.

Sedangkan jika dilakukan sentripugasi. Penambahan 1 mL darah pada

sejumlah volume cairan pleura sudah cukup untuk menyababkan

perubahan pada warna cairan menjadi kemerahan yang di sebabkan

darah tersebut mengandung 5000-10.000 sel eritrosit.

Efusi pleura yang banyak mengandung darah (100.000

eritrosit/mL) Memicu dugaan adanya trauma, keganasan atau emboli

dari paru. Sedangkan cairan pleura yang kental dan terdapat darah

biasanya disebabakn adanya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura

melebihi 50% dari hematocrit dari darah perifer, termasuk dalam

hemotoraks.

21
2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Saferi & Mariza (2013), tanda dan gejala yang ditimbulkan dari

efusi pleura yang berdasarkan dengan penyebabnya adalah:

1. Sesak napas

2. Rasa berat pada daerah dada

3. Bising jantung yang disebabkan payah jantung

4. Lemas yang progresif

5. Penurunan berat badan yang disebabkan neoplasma

6. Batuk disertai darah pada perokok yang disebabkan Ca bronkus

7. Demam subfebril yang disebabkan oleh TB Paru

8. Demam mengigil yang disebabkan empyema

9. Asites pada penderita serosis hati

10. Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh penderita

sindrom meig.

2.1.5 Penatalaksanaan

Menurut Herdman Kamitsuru (2011), tindakan keperawatan yang dapat dilakukan

pada klien efusi pleura antara lain yaitu:

a. Memposisikan klien semi fowler

Yaitu dengan posisi setengah duduk dengan posisi 45o yang bertujuan

untuk memberikan rasa nyaman.

b. Melakukan latihan napas dalam

Yang bertujuan untuk membebaskan dari gangguan ventilasi

c. Memonitor pola napas, suara napas tambahan, kecepatan, kedalaman dan

kesulitan saat bernapas.

22
d. Berkolaborasi pemberian terapi obat

Jika agen penyebab efusi pleura adalah kuman atau bakteri maka dapat

menggunakan antibiotik.

e. Perkusi toraks anterior dan posterior mulai dari apeks sampai basis paru.

f. Monitor keluhan sesak napas pasien termasuk kegiatan yang dapat

meningkatkan rasa sesak napas pada pasien.

2.1.6 Patofisiologi

Letak dari pleura viseralis dan pleura perietalis saling berhadapan dan hanya

dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa, lapisan cairan ini memperlihatkan

adanya keseimbangan antara transudasi dan kapiler- kapiler pleura dan rearbsorbsi

oleh vena viscelar dan parietal dan juga saluran getah bening. Karena efusi pleura

merupakan pengumpulan cairan yang berada pada rongga pleura dalam jumlah

yang berlebih di dalam rongga pleura viseralis dan parietalis, sehingga masalah

tersebut dapat menyebabkan ekspansi dari paru dan menyebabkan pasien

bernapas dengan cepat (takipnea) agar oksigen dapat diperoleh secara maksimal.

Dari masalah tersebut maka klien mengalami gangguan dalam keefektifan pola

pernapasannya. Ketidakefektifan pola napas merupakan suatu kondisi dimana

pasien mengalami penurunan dalam ventilasi yang actual atau potensial yang

disebabkan oleh perubahan pola napas. Umumnya kasus ini di tegakkan pada

diagnosa hiperventilasi. Ketidakefektifan pola napas di

tandai dengan dyspnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, sianosis dan

perubahan pergerakan dinding dada (Somantri, 2012).

Efusi pleura dapat berupa eksudat maupun transudate. Transudat dapat

disebabkan jika adanya peningkatan tekanan vena pulmonalis misalnya pada

penderita payah jantung kongestif. Keseimbangan kekeuatan menyebabkan

23
pengeluaran cairan dari pembuluh Transudasi juha dapat menyebab kan

hypoproteinemia sperti pada penyakit hati dan ginjal. Jika efusi pleura

mengandung nanah maka si sebut empyema. Empyema disebabkan oleh perluasan

infeksi dari struktur yang berdekatn dan merupakan komplikasi dari pneumonia

abses paru-paru maupun perporasi karsinoma kedalam rongga pleura. Jika

empyema tida tertangani dengan drainage maka akan membahayakan dinding

thorak. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi

perlekatan fibrosa antara pleura viseralis dan parietalis di sebut dengan

fibrothoraks. Jika fibrothoraks luas maka dapat menimbulkan hambatan

mekanisme yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat dibawahnya (Saferi &

Mariza, 2013).

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Menurut Darmanto (2016), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada

pasien efusi pleura antara lain sebagai berikut :

1. Gambaran Rontgen

Kelainan pada foto rontgen PA baru akan terlihat jika akumulasi cairan

pleura mencapai 300 mL. Pada mulanya, cairan berkumpul pada dasar

hemitoraks di antara permukaan inferior paru dan diafragma terutama

disebelah posterior, yaitu sinus pleura yang dalam. Jika cairan pleura terus

bertambah banyak, maka cairan akan menuju ke atas yaitu ke daerah paru

yang cekung dan mencapai ke bagian atas. Diafragma dan sinus kostofrenikus

tidak akan terlihat jika cairan pleura mencapai 1000 mL. jika pada foto PA

efusi pleura tampak tidak jelas maka dapat dilakukan foto lateral decubitus.

2. Pemeriksaan Mikroskopik dan Sitologi

Jika dalam cairan pleura disapatkan sel darah putih sebanyak

24
>1000/mL, keadaan tersebut menunjukan empyema. Neutrophil menunjukan

kemungkinan adanya pneumonia, infark paru, tuberculosis paru fase awal,

atau pankreatitis. Limfosit dalam jumlah banyak mengacu pada tuberculosis,

limfoma maupun keganasan. Jika pada torakosintesis di dapat banyak

eosinophil maka tuberculosis dapat disingkirkan.

3. Pemeriksaan kimia pH

Selain pemeriksaan mikroskopik dan sitology dilakukan, pemeriksaan lainnya

adalah dengan pemeriksaan kimia dan pH. Yang di periksa adalah glukosa,

amylase dan enzim-enzim lainnya.

2.1.8 Komplikasi

1. Fibrothoraks

Efusi pleura eksudat yang sudah tidak dapat ditangani oleh tindakan drainase

dengan baik maka akan menimbulkan perlekatan pada fibrosa antara pleura

viseralis dan pleura parietalis. Jika fibrothoraks meluas dapat menimbulkan

hambatan mekanis yang berat pada jaringann - jaringan yang berada

dibawahnya dan harus segera dilakukan pembedahan.

2. Atelectasis

Atelectasis merupakan pengembangan paru-peru yang tidak sempurna di

sebabkan karena adanya penekanan akibat efusi pleura.

3. Fibrosis

Fibrosis paru merupakan suatu keadaan patologis dimana terdapat jaringan

ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis dapat timbul akibat proses

perbaikan jaringan sebagai lanjutan dari sebuah penyakit paru yang

menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura atelaktasis yang berkepanjangan

dapat juga menyebabkan pergantian jaringan baru yang terserang denga

25
jaringan fibrosis.

26

Anda mungkin juga menyukai