Anda di halaman 1dari 16

Appendisitis Akut

Disusun untuk memenuhi sebagian tugas program Internship Dokter Indonesia

Di RSUD Dr. R. Soedjati Kabupaten Grobogan

Disusun oleh:

dr. Rachmawati Chaerani Putri

Dokter Penanggung Jawab Pasien

dr. Heri Pratomo, M.Si.Med. Sp.B

Pembimbing

dr. Triyatmi

PROGRAM ITERNSHIP DOKTER INDONESIA

RSUD DR. SOEDJATI SOEMODIARDJO PURWODADI

KABUPATEN GROBOGAN

2022
No. ID dan Nama Peserta : dr. Rachmawati Chaerani Putri
No. ID dan Nama Wahana : RSUD DR.R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi Kab. Grobogan
Topik : Kasus Medik
Tanggal (kasus) : 10/3/2022 Presenter: dr. Rachmawati Chaerani Putri
Nama Pasien: Ny. P No. RM : 558704
Tanggal Presentasi : Pendamping: dr. Triyatmi
Tempat Presentasi : RSUD DR.R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi Kab. Grobogan
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Ny. P dengan App
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan manajemen terapi pasien App
Bahan bahasan:  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
membahas: dan diskusi
Data Pasien Nama : Ny. P No.CM : 558704
Nama Klinik : RSUD DR.R. Soedjati Telp: - Terdaftar Sejak
Soemodiardjo Purwodadi Kab. Grobogan
Data utama untuk bahan diskusi:
 Diagnosis/ Gambaran Klinis
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
Keluhan tambahan : Mual
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Rujukan Puskesmas Toroh I dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan menjalar ke punggung. Gejala
ini bertahan dan semakin bertambah yang disertai mual dan nafsu makan menurun sehingga
mengakibatkan pasien datang berobat. Gejala lain seperti muntah, demam, batuk, pilek
disangkal

 Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat hipertensi maupun DM
disangkal.

 Riwayat Keluarga
Keluhan serupa disangkal. Riwayat HT, DM, penyakit jantung dan paru disangkal.
 Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga
 Riwayat Sosial Ekonomi
Umum, status ekonomi menengah keatas.
PEMERIKSAAN FISIK:
Tanggal 10 Maret 2022 pukul 11.00 WIB (di IGD)

Status Generalis
Keadaan Umum : Sadar
Kesadaran : compos mentis (GCS E4V5M6)

Tanda vital
TD : 127/76 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 C
SpO2 : 98%
VAS : 7-8

Kepala : Normosefali, deformitas (-)


Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), pupil isokor 2mm/2mm
Telinga : MAE +/+, sekret -/-, nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : Mukosa oral basah, mukosa bibir basah, palatum intak
Hidung : Deviasi septum -, sekret (-/-)
Leher: Trakea di tengah, pembesaran KGB -, massa
Tonus: Normotonus
Thorax:
Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tak ada bagian yang tertinggal waktu
bernafas, tidak ada retraksi
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar: vesikuler +/+; suara tambahan : whezzing -/-, rhonki -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, 2cm medial linea midklavikula sinistra, kuat angkat
Perkusi : Batas kiri : SIC IV 2cm medial LMCS
Batas kanan : SIC II Linea parasternalis Dextra
Auskultasi : suara jantung I dan II normal, irama reguler, gallop -, murmur –
Abdomen
Inspeksi : datar, distended –
Auskultasi : bising usus + 10x/menit
Perkusi : timpani, asites –
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di titik McBurney, nyeri tekan lepas (+), Rovsing sign (-), Psoas
sign (+), Obturator Sign (+), massa(-)
Hepar : Dalam batas normal, tepi lancip, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Lien : Schuffner S1
Ginjal : Nyeri ketok costovertebrae (-/-)
Genital : oue dibagian anterior
Ekstremitas : Akral dingin 4 ekstremitas, lembab, CRT < 2 detik, edema –, pulsasi kuat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
10/3/2022

USG
Kesan : Appendisitis akut

Laboratorium
 HB : 12,9 gr/dl
 Leukosit : 10810/ mm3
 Trombosit : 181.000/mm3
 GDS: 92,2
 Basofil : 0
 N. Batang : 0
 N. Segmen : 87
 Limfosit : 7
 Monosit : 6
 Eosinofil : 0
 Natrium: 137.0 mmol /L
 Kalium: 3.74 mmol/L
 Klorida : 99.6 mmol/L
 HBsAg: Negatif
 Anti HIV: Non Reaktif

DIAGNOSA SEMENTARA
Appendisitis akut
DIAGNOSA BANDING
-
PLANNING
Motivasi untuk rawat inap
Memberikan terapi untuk mengatasi sakit yang dirasakan
Konsul TS Bedah untuk Appendectomy
PENATALAKSANAAN
10/3/2022
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp

11/3/2022
Post Laparatomi explorasi Appendisitis

Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Ketorolac 3gr/8jam
Inj. Fiofraz 4gr/ 12 jam
Inj. Trichosazole 500mg/8jam
Drain +, produksi serous minimal

12/3/2022
Kentut +, BAB -
Post Laparatomi explorasi Appendisitis H – 2

Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Ketorolac 3gr/8jam
Inj. Fiofraz 4gr/ 12 jam
Inj. Trichosazole 500mg/8jam
Drain +, produksi serous 20cc

13/3/2022
Kentut +, BAB -
Post Laparatomi explorasi Appendisitis H – 3

Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Ketorolac 3gr/8jam
Inj. Fiofraz 4gr/ 12 jam
Inj. Trichosazole 500mg/8jam
Drain +, produksi -

14/3/2022
Kentut +, BAB -
Post Laparatomi explorasi Appendisitis H – 4

Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Ketorolac 3gr/8jam
Inj. Fiofraz 4gr/ 12 jam
Inj. Trichosazole 500mg/8jam
Drain +, produksi –
Besok aff drain

15/3/2022
Post Laparatomi explorasi Appendisitis H – 5
Boleh Pulang
Cefila 2x100mg
Ketoprofen 2x1
Lansoprazole 2x1
Zegavit 1x1

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Apendisitis adalah adanya peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut merupakan
kegawatdaruratan abdomen

B. Anatomi
Apendiks atau dikenal juga sebagai apendiks vermiformis adalah bagian organ abdomen berupa
struktur tabung sempit, berongga, berujung buntu dan berhubungan dengan sekum di ujung yang
lain. Rata-rata diameternya 6 mm dan panjangnya 8-10 cm.

Titik perlekatannya dengan sekum sejalur dengan taenia coli yang tampak mengarah ke basis
apendiks. Namun demikian, lokasi apendiks memiliki berbagai variasi antara lain :
● Posterior dari sekum (retrosekal) 74%
● Posterior dari bagian bawah kolon asendens (retrokolik)
● Menggantung di atas apertura pelvis, di dalam pelvis (21%)
● Di bawah sekum pada lokasi subsekal
● Anterior dari ileum terminal

Gambar 1. Anatomi Appendiks

C. Epidemiologi
Apendisitis dapat ditemukan pada semua usia. Pria dibanding wanita yakni 1,3 : 1. Pada
penelitian oleh Buckius et al tahun 1993-2008 di Amerika, apendisitis akut paling umum terjadi
pada pada usia 10 hingga 19 tahun, namun terjadi penurunan kemunculan sebesar 4,6% dan ada
peningkatan sebesar 6,3% pada usia 30-69 tahun.
Pada jangka waktu yang sama dengan penelitian Buckius , penelitian oleh Ceresoli di Italia
Utara ditemukan penurunan insiden dari 120 menjadi 73 kasus per100.000 penduduk. Ceresoli
menduga penurunan ini dikarenakan perkembangan teknik diagnosis seperti adanya Alvarado
score dan Andersson score. Di antara kasus-kasus apendisitis, kasus terbanyak adalah apendisitis
akut yaitu sebanyak 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis kronik sebanyak 38 pasien (6%).
D. Etiologi
 Peran Lingkungan
Asupan rendah serat  perubahan motilitas, flora normal , dan kondisi lumen 
predisposisi terbentuknya fecalith
 Peran Obstruksi
Closed-loop obstruction  obstruksi akibat adanya fecalith (penyebab tersering)
Hiperplasi jaringan limfoid pada mukosa dan submukosa akibat biji-bijian, neoplasma,
atau benda asing
 Peran Flora Klonik Normal
Apendiks yang mengalami inflamasi  peningkatan bakteri anaerob sekitar 60% 
berperan dalam perekembangan apendisitis akut menjadi gangrene dan perforasi

E. Klasifikasi
 Appendisitis Akut
a. Sederhana
b. Purulen ( Suppurative Appendicitis)
c. Gangrenosa
d. Infiltrat
e. Abses
f. Perforasi

 Appendisitis Kronis

F. Patofisiologi
Appendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen apedikeal oleh
apendikolit, tumor appendiks, hiperplasia folikel limfoid submucosa, fekalit ( material garam
kalsium, debris fekal), atatu parasit E. hystolytica. Selain itu appendicitis juga bisa disebabkan
oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi
obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal
ini akan mengakibatkan peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding appendiks
yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi appendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri
pada area periumbilical. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi,akan terjadi pembentukan
eksudat pada permukaan serosa appendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan parietal
peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi.
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan
intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang ditandai dengan
ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan
iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan
risiko perforasi dari apendiks. Pada proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap
bakteri ditandai dengan pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan
pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke
rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan peritoneum atau
terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses, maka akan ditandai dengan
gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan memberikan respons peritonitis.
Gejala yang khas dari perforasi apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada
abdomen kanan bawah
G. Diagnosis
I. Anamnesis
- Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan
bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina
anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam.
- Nyeri pada seluruh lapang perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran
apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
- Mual
- Muntah
- Nafsu makan menurun
- Konstipasi
- Demam ( 37,5 – 38,5 C ) , jika suhu lebih tinggi diduga sudah terjadi perforasi

II. Pemeriksaam Fisik


- Pada inspeksi penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang
sakit, kembung (bila perforasi)
- Auskultasi: peristaltic normal , apabila sudah terjadi peritonitis terdengar peristaltic
usus.
- Palpasi abdomen : nyeri tekan, defans muscular
- Perkusi: nyeri ketok
- Rectal touche : nyeri pada jam 9-12

III. Gejala Klinis


 Tanda Awal
Nyeri visceral (tumpul / samar-samar)
Lokasi : epigastrium atau regio umbilicus (persarafan simpatis n.Thoracalis X)
Gejala penyerta : mual muntah, anoreksia

 Tanda Lanjutan (muncul beberapa jam setelah tanda awal)


Nyeri somatic (tajam)
Lokasi : kanan bawah (titik McBurney)
Jika patologi berlanjut  perforasi (demam meningkat, nyeri seluruh abd, abdomen
cembung

 Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah


1. Defence muscular
nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.

2. Rovsing sign (+)


nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen
bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
3. Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis.

4. Nyeri tekan lepas (+)


Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri
yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc.
Burney.

5. Psoas sign (+)


karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada
apendiks.

6. Obturator sign (+)


rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke
arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium
 Sistem skoring

Alvarado Score

Alvarado score pertama digunakan


pada tahun 1986 dan berguna dalam
menyingkirkan diagnosis apendisitis
dan menentukan apakah pasien
membutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Nilai diagnosisnya terdapat pada jumlah leukosit dan C-reactive protein (CRP).
• Nilai leukosit biasanya melebihi 10.000 sel/ mm3 dengan peningkatan neutrophil
• Leukosit melebihi 18.000 sel/ mm3 menandakan kemungkinan adanya perforasi
apendiks.
• Walaupun CRP meningkat pada apendisitis, peningkatannya tidak terlalu berkaitan
dengan keparahan inflamasi. Peningkatan CRP baru akan terjadi setelah 12 jam.
Pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding infeksi
pada traktus urinarius.

2. Foto polos Abdomen


Foto abdomen polos menunjukkan tidak ada bukti yang khusus menunjuk kepada
apendisitis. Namun, jika air-fluid level terlihat pada abdomen bawah maka perlu dicurigai
adanya peritonitis lokal. Tampilan pneumoperitoneum pada foto polos abdomen
meningkatkan kewaspadaan adanya perforasi pada organ lain seperti perforasi usus atau
diverticulitis.
3. USG
Dapat ditermukan antara lain adalah: Hipertrofi dinding apendiks, gangguan struktur
lapisan normal, kerusakan dinding, dan cairan purulen atau fekalit dalam lumen apendiks

4. CT-Scan
Pemeriksaan CT scan memiliki sensitivitas (90 % - 100%) dan spesifisitas (91%- 99%)
yang tinggi dalam mendiagnosis apendisitis. Pada CT scan, apendiks yang inflamasi akan
memberikan tampilan penebalan diameter apendiks sampai lebih dari 7 mmm dinding
inflamasi, apendiks terisi air atau target sign dan fat stranding pada area sekitar apendiks

5. MRI
Hasil pemeriksaan MRI memiliki sensitivitas 100% dan spesifitas 98%. Pada MRI
gambaran apendisitis yaitu adanya pembesaran apendiks >7mm dengan penebalan dinding
>2mm dan proses infamasi.

I. Tatalaksana
Apendistis akut tanpa komplikasi  Tatalaksana utama pada adalah appendectomy.
Appendectomy dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
open appendectomy dan appendectomy laparaskopi

 Open appendectomy
Pada operasi open appendectomy, pasien berada
pada posisi supinasi. Insisi dapat dilakukan
dengan insisi pada otot abdomen oblique atau
insisi McBurney, insisi transverse atau insisi
Rockey-Davis, atau insisi konsevatif pada
midline.

Kemudian, sekum dipegang pada area taenia dan di bawa mendekati insisi untuk
visualisasi dari dasar apendiks dan mengeluarkan ujung apendiks. Lalu, mesoapendiks
dipisahkan dan apendiks dijepit pada bagian atas dasarnya, diligasi dengan benang yang
dapat diserap, dan dipisahkan

Bagian sisanya yang ada pada sekum dapat dikauter atau di inversi dengan teknik jahitan
purse string atau jahitan Z. setelah semuanya selesai, abdomen diirigasi dan luka operasi
di jahit lapis demi lapis.
 Appendectomy laparoskopi
Tindakan ini cukup dengan memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang
dipasang melalui umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Keuntungan dari operasi
appendectomy laparoskopi adalah dengan ukuran luka yang relatif kecil memiliki risiko
yang lebih rendah terjadinya komplikasi pada luka operasi, nyeri postoperatif yang lebih
ringan, dan membutuhkan waktu pemulihan yang lebih singkat. Operasi dengan teknik
laparaskopi juga dapat membantu dalam pemeriksaan seluruh rongga peritoneal sehingga
membantu untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit intraabdominal lainya
seperti divertikulitis ataupun abses tubo-ovarium. Visualisasi seluruh struktur
intraabdomen akan lebih sulit pada operasi open appendectomy melalui insisi pada
kuadran kanan bawah. Namun, kerugiannya adalah angka morbiditas terjadinya abses
intrabdominal yang sedikit lebih tinggi dibanding operasi open appendectomy pada
kasus apendisitis dengan komplikasi

J. Komplikasi
1. Peritonitis
2. Abses intra-abdominal sekunder
3. Abses pelvis
4. Abses subdiagfragma
5. Abses ileosekal
6. Abses hepatic
7. Ileus

K. Prognosis
Secara keseluruhan, tingkat mortalitas dari apendisitis akut adalah 0.2-0.8%, angka ini lebih
dipengaruhi oleh komplikasi dibanding oleh intervensi bedah. Angka mortalitas pada anak-anak
berkisar mulai dari 0.1-1%; sementara pada pasien di atas 70 tahun, angka tersebut meningkat
hingga di atas 20%, diperkirakan karena penundaan diagnosis dan terapi.
Penyebab kematian antara lain sepsis tidak terkontrol, emboli paru, aspirasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi pada Akut seperti infeksi luka operasi. Kronis : perlengketan, ileus obstruksi,
hernia
Abstrak:

Apendisitis akut adalah salah satu kasus kegawatdaruratan di bidang abdomen dengan keluhan utama
nyeri perut kanan bawah yang mencakup dan semakin bertambah nyeri. Keluhan awal penyakit ini
hampir menyerupai keluhan gastritis yaitu nyeri di ulu hati yang kemudian berpindah dan menetap di
perut kanan bawah. Diagnosis ditegakkan dengan mengenal tanda dan gejala penyakit ini sejak dini
untuk menghindari perburukan dari apendisitis akut menjadi apendisitis perforasi yang menimbulkan
peritonitis. Metode penghitungan skor dengan melihat tanda dan gejala berdasarkan Alvarado score
sangat membantu para dokter yang bertugas dibaris terdepan dari pelayanan kesehatan masyarakat
untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut. Penatalaksanaan apendisitis akut sampai sekarang
adalah berupa appendectomy yang dapat dilakukan dengan teknik minimal invasive yaitu laparaskopi
ataupun bedah terbuka

Anda mungkin juga menyukai