Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

"APPENDESITIS KRONIS"

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di Bagian Departemen Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :

Ahmad Fahrul

Pembimbing:  
dr. Donald Aronggear, SpB(K)

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA


DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN 
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2022
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. YS
Umur : 53 thn
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Sentani
Suku : Jayapura
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Guru
No. Rekam Medik : 499991
Tgl Masuk : 02-02-2023
Jam Masuk : 17.00 WIT

1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut bawah
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan nyeri perut bawah terus-menerus
dan semakin nyeri ± 1 minggu. Mual (-), muntah (-), mencret (-), demam (+)

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Trauma (-) Hipertensi (+) DM (-) riwayat sakit
Maag (-), Riwayat Oprasi hernia 6 tahun lalu (+)
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
1.3 PEMERIKSAAN FISK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 130/84 mmHg
HR : 92x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 38,60C
Spo2 : 98%

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. USG Abdomen ( Tanggal 03-02-2023)

2. Laboratorium ( Tanggal 03- 02-2023)

 Hb : 14,4 g/dL
 Hematokrit : 41,9 %
 RDW-CV : 15,0%
 Leukosit : 16,29 10^3/uL
 Trombosit : 360 10^3/uL
 Neutrofil : 86,0%
 Limfosot :7,4%
 Monosit : 2,4 %
 NLR : 11,62%
 Gol. Darah :B
 Urinalisa :
Warna : Kuning
Glukosa : Normal
Protein : (-)
Reduksi : (-)
Bilirubin : (-)

1.5 DIAGNOSA KERJA

 Appendisitis kronis

1.6 TERAPI

 IVFD RL 20 tpm
 inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
 Inj. Omz 40 mg/ 12 jam/ Iv
 nj. Ketorolack 30 mg/ 8 jam/ iv

1.7 RENCANA

 Laparatomi

1.7 PROGNOSIS

Dubia At Bonam
Follow Up tanggl, 04- 02-2023

S/ nyeri perut bekas oprasi (+), Demam (-), Mual (-), Muntah (-)

O/ KU : Tampak Sakit Sedang Kes: Composmentis

TD : 120/84 MmHg Spo2: 97%

N : 108x/menit RR: 20x/menit

SB : 36,1°c

K/L : CA (-/-) SI (-/-) P>KGB (-) OC (-)


Thorax : Simetris, ikut gerak nafas, SN Vesikuler, Rho (-) Whe (-) Bj I-II regular, murmur (-)
gallop (-)
Abdomen : Supel, Peristaltik (+) , Flatus (+) BAB (+)

Drain : -

A/ Post OP. Laparatomi Eksplorasi (H-1)

D/ Covid-19

P/ - IVFD RL D5% 2:1

- inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)

- Inj. Omz 40 mg/ 12 jam/ Iv

-inj. Ketorolack 30 mg/ 8 jam/ iv

- mobilisasi duduk perjam

- boleh makan bubur 3x1

- besok Gv dan AFF kateter


Follow Up tanggal, 07- 02-2023

S/ nyeri perut bekas oprasi (-), Demam (-), Mual (-), Muntah (-)

O/ KU: Tampak Sakit Sedang Kes: Composmentis

TD: 130/80 Mmhg RR: 20x/menit

N:86x/menit Spo2:97%

SB: 36,6°c

K/L : CA (-/-) SI (-/-) P>KGB (-) OC (-)

Thorax : Simetris, ikut gerak nafas, SN Vesikuler, Rho (-) Whe (-) Bj I-II regular, murmur (-)
gallop (-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+) , Flatus (+) BAB (-)

A/ Post Oprasi Laparatomi eksplorasi PAI (Pos appendicular Infiltrat)

P/ - Aff infus

-cefixime 2x200mg

- asam mefenamat 3x500mg

-omeprazole 3x1

- boleh pulang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis
dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa
Appendicitis merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.
Apendisitis kronik yaitu dimana terdapat nyeri kanan bawah lebih dari 2 minggu dengan
serangan 1 kali atau lebih dari serangan apendisitis baru dapat dicurigai adanya apendisitis
kronis. Adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa yang lebih dari 48 jam atau nyeri
muncul secara intermiten dan dapat disertai demam atau tidak. Tes laboratorium mungkin
mendapatkan hasil jumlah sel darah putih yang normal. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%
dan bisa menjadi apendisitis akut yang disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
dapat dibuktikan adanya pembentukan jaringan ikat.

Apendisitis jika tidak segera di obati akan menimbulkan komplikasi yang membahayakan
yaitu apendisitis perforasi. Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendisitis yang sudah
ganggren yang menyebabkan pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. pada dinding apendiks tampak daearah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
Apendisitis perforasi biasanya disertai dengan adanya demam tinggi dan nyeri yang hebat
dibandingkan dengan apendisitis akut, rentan waktu apendisitis mejadu apendisititis perforasi
yaitu 12 jam. Mayorits pasien apendisiis perforasi ditemukan pada anak dibawah usia 10 tahun
dan juga orang tua yang berusia lebih dari 50 tahun.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Apendiks vermiformis merupakan struktur tabung yang sempit, berongga,berujung buntu
disalah satu sisinya dan berhubungan dengan ceacum disisi yang lain. Apendiks merupakan
seuatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan sebuah lumen yang relatif kecil, sempit, dan
tak teratur yang disebabkan oleh banyak folikel limfoid didalam dindingnya. Apendiks
vermiformis pertama kali tampak pada saat minggu ke-8 perkembangan emriologi yaitu berupa
bagian ujung protuberans dari sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum
yang berlebihan akan membentuk organ apendiks vermiformis, yang kemudian berpindah ke
medial menuju katup ileosekal.

Gambar 2.1 Anatomi Apendiks Vermformis

Apendiks vermiformis memiliki panjang sekitar 3-15 cm dan diameter 0,5-1 cm. Pada bagian
proksimal, lumen apendiks sempit dan melebar di bagian distal, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, di mana bagian pangkal melebar dan semakin menyempit kearah ujung. Hal ini
merupakan salah satu faktor insidensi apendisitis yang rendah pada umur tersebut. Apaendiks
mengantung pada ileum terminal oleh masoappendiks, yang berisi vasa apendikularis. Titik
perlekatan apendiks vermiformis dengan ceacum konsistensi dengan alur taenia coli libera yang
tampak jelas mengarah ke basis apendiks vermiformis, sementara ujung lain dari apendiks
vermiformis memiliki posisi sangat bervariasi. Bagian apendiks vermiformis yang lain dapat
berada di :

a. Posterior dari caeccum atau bagain bawah colon ascendens, atau kedua dengan posisi
retrocaecalis atau retrocolicae.
Gambar 2.2
b. Menggantung diatas apertura pelvis, didalam pelvis atau dalam posisi descenden

Gambar 2.3
c. Dibawah ceaccum pada posisi subcaecale

Gambar 2.4
d. Anterior dari ileum terminal, kemungkinan berhubungan dengan dinding tubuh pada
posisi pre-ileale atau posterior dari ileum terminal pada posisi post ileal.

2.5 Gambar Letak Apendiks Vermiformis


Proyeksi dari basis apendiks vermiformis terletak pada pertemuan antara 1/ lateral dan
1/3 laterar tengah garis SIAS sampai umbilicus, atau yang dikenal dengan titik McBurney.
Sel goblet pada apendiks dapat menghasilkan mukus sebnayakk 1-2 ml perhari. Lendir
pada muara dari apendiks diduga juga memiliki peran pada patogenesis apendiks. GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada organ apendiks dapat mensekresi
Imunoglobulin (IgA) yang berfungsi sebagai alat pertahanan tubuh terhadap infeksi. Ketika
terjadi pengangkatan organ apendiks, hal ini tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe yang perbandingannya sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah
diseluh tubuh.

2.3. ETIOLOGI

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi
kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi
karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith
ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks
meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-
bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada
pasien appendicitis yaitu: Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans
streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus
micros Bilophila species Lactobacillus species. Laparatomi dilakukan adalah karena disebabkan
oleh beberapa hal (1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) (2) Peritonitiis (3) Perdarahan
saluran cerna (4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar (5) Massa pada abdomen

2.4 PATOGENESIS

Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam
setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi
epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar
20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks.
Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi
terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab
dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi, Salmonella, dan
Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis
memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi
mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor
berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asing seperti, biji sayuran, dan
batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter
juga mempengaruhi terjadinya appendicitis. Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal
ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada
anak-anak5. Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul,
berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan
muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri,
dapat dipikirkan diagnosis lain5. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan
menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene.
Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan
leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat
eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut
saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya
di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya
tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya
rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung
atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter
atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti
terjadi retensi urine5. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan
dengan peningkatan risiko perforasi.

2.6 PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyubatan lumen apendik, dapat terjadi kerna
berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith. Feses mengeras, menjadi seperti
batu (fecalith) dan menutup lubang penghubung apendiks dan ceacum tersebut. Terjadi obstruksi
juga dapat terjadi kerena benda asing seperti sisa makanan, biji-bijian. Hiperplasia folikel limfoid
apendiks juga dapat menyebabkan osbtruksi lumen. Insidensi terjadinya apendisitis berhubungan
dengan jumlah jaringan limfoid yang hiperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik
lokal atau general misalnya akibat infeksi virus atau akibat parasit entamobea. Carcinoid tumor
juga dapat mengakibtkanobstruksi apendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makain lama makin mukus tersebut makin bnayak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyi keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibtakan edema, ditandai dengan
nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus tersebut berlanjut , tekanan akan terus meningkat, hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat menimbulkan nyeri
didaerah kuadran kanan bawah. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren dan perforasi. Jika inflamasi dan infeksi meyebar ke
dinding apendiks, apendiks dapat ruptur. Setelah ruptur terjadi, infeksi akan menyebar
keabdomen , tetapi biasanya hanya terbatas pada daerah sekeliling dari apendiks (membentuk
abeses periapendiks) dapat juga menginfeksi peritonium sehingga mengakibtakan peritonitis

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,muntah
dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan. Nyeri
tekan lepas dijumpai,Terdapat konstipasi atau diare, Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di
belakang sekum. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal. Nyeri kemih, jika ujung
appendiks berada di dekat kandung kemih atau uretera.Pemeriksaan rektal positif jika ujung
appendiks berada di ujung pelvis.Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan. Apabila appendiks sudah ruptur,
nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadiakibat ileus paralitik.Pada pasien lansia tanda
dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkintidak mengalami gejala sampai terjadi
ruptur appendiks

Nama Pemeriksaan Tanda dan Gejala

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan


tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri padasisi
kanan.

Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudiandilakukan


ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada
sign
kanan bawah

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dandilakukan rotasi


internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawahdengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda


spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastriumatau sekitar
pusat, kemudian berpindah kekuadran kanan bawah

Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perutkuadran kanan


bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Aure- Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petittriangle

kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi padakuadran


kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

2.8 DIAGNOSA
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai
gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis.
Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti
mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat
mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda-tanda yang
sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan
terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari
auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi,
dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi.
Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular).
Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig,
dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan
apendisitis yang terjadi secara retrosekal.
Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan
diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer
lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu
adanya leukositosis dan keberadaan pyuria.
2.9 TATALAKSANA
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatakan kejadian perforasi. Penggunaan ligasi ganda pada setelah
appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa
dilakukan pada appendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi
ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat
pembalikkan tunggal tidak dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda
tunggal dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunanan laparaskopi dan penigkatan
teknik laparsakopi, appendektomi laparaskopi menjadi lebih sering . prosedur ini sudah terbukti
menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkaan kejadian abses
intraabdomen dan pemanjangan waktu oprasi.
Insisi Grid Iron ( McBurney Incision)
Insisi gradiron pada titik McBurney. Garis
insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,
melawati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis
yang menghubungkan spina Iliaka anterior
superior kanan dan umbilikalis

Lanz transverse incision


Insisi dilakukan pada 2 cm dibawah pusat,
insisi transversal pada garis miklavikula
midinguinal.
Rutherford Morisson’s incision (insisi
suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jia appendiks terletak
diparasekal atau retrosekal dan terfiksir

Low Midline Incision


Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi
perforasi dan terjadi peritonitis umum

Insisi paramedian kanan bawah


Insisi vertikal paralel dengan midline, 2.5 cm
dibawah umbilikalis sampai diatas pubis

3.0 KOMPLIKASI

a. Komplikasi Apendisitis
1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum,
usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum,
usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
BAB III PEMBAHASAN

3.1 KAJIAN DIAGNOSA

Pasien seorang laki-laki usia 53 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu SMRS. Sakit mulai terasa semakin sakit dan sering
kurang lebih 1 minggu. Jika duduk atau dibagian daerah paha dilipat akan terasa sakit sekali sakit
dirasakan terus menerus dengan VAS 8. Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikiran
bahwa pasien mengalam abdomen akut. Untuk menegakan penyebab dari abdomen akut
maka,terlebih dahulu harus diketahui lokasi nyeri yang dirasakan pasien. Berdasarkan lokasi
nyeri maka dapat ditentukan beberapa diagnosis banding penyebab abdomen akut.
Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding seperti
apendisitis, infeksi saluran kemih, dll. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien
sebelumnya sempat mengalami nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang timbul
dan kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Perpindahan nyeri perut dari daerah
periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat khas pada kasus apendisits. Nyeri perut yang
dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum
viseral. Pada saat terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka
peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ
yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah
periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri somatik akibat
proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum parietal.
Dari hasl pemeriksaan fisik umum didapat kondisi pasien dalam keadaan normal. Dari
hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di titik McBurney. Adanya nyeri
tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa pasien mengalami apendisitis. Selain itu juga
ditemukan adanya nyeri tekan pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada sisi
kontralateral (Rovsing Sign), adanya Rovsing Sign dapat membantu menegakkan diagnosis
apendisitis.
3.2 KAJIAN TERAPEUTIK
Pada pasien apendisitis ini, terapi utama yang direncanakan adalah Laparatomi sesegera
mungkin. Pada penaganan kasus pasien ini, sudah dilakukan dengan benar karena direncanakan
Laparatomi. Pemeriksaan dilakukan saat pasien akan segera dilakukan Laparatomi. Laparatomi
secara dini diharapkan dapat mengurangi komplikasi post-operasi seperti infeksi luka dan
pembentukan abses intraabdomen.
Metode operasi yang digunakan adalah dengan bantuan laparoskopi. Untuk persiapan
operasi, pada pasien diberikan analgetik dan antibiotik sprektum luas. Ketorolac 3x30 mg
ternyata telah berhasil mengurangi rasa nyeri pada pasien. Pemeriksaan dilakukan setelah 8 jam
nyeri muncul dan pasien merasakan nyeri sangat membaik. Nyeri yang telah dapat diatasi ini
tidak memerlukan peningkatan jenis ataupaun dosis analgetik. Apabila nyeri masih dirasakan,
maka analgetik dapat dinaikkan sesuai dengan protokol step-ladder. Antibiotik yang diberikan
pada pasien sudah dilakukan dengan cukup tepat yaitu Metronidazole 1x1,5 gram yang spektrum
luas, terutama terhadap gram negatif yang memang dikaitkan dengan infeksi pada apendisitis
akut terkait flora normal kolon. Pemberian amikasin sebenarnya diberikan apabila ada
pertimbangan resitensi pada antibiotik yang lebih umum seperti pada Gentamycin (golongan
aminoglikosida) atau Cephalosporin. Akan tetapi sebaiknya penanganan apendisitis tetap
mengacu pada antibiotik yang lebih umum digunakan terlebih dahulu untuk mengurangi kejadian
resistensi antibiotik. Terapi cairan pada pasien ini dilakukan seperti biasa karena tidak ada tanda-
tanda gangguan sirkulasi yaitu pemberian Intravena Fluid Drip Ringer Laktat 500 cc/24 jam.
Terapi cairan juga diberikan karena pasien akan menjalani operasi segera sehingga untuk
memperatahankan hemodinamika pasien.
KESIMPULAN

1. Appendisitis kronik adalah salah satu kegawat-daruratan abdomen yang membutuhkan


tindakan operasi segera

2. Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai
gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada
apendisitis.

3. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viceral di sekitar umbilicus. keluhan ini sering disertai dengan mual dan kadang ada
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah di titik Mc Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Demam biasanya ringan dengan suhu
sekitar 37,5-38,5⁰ C. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka
kanan, biasa disertai nyeri lepas

4. penatalakasanaan appendicitis kronik adalah operasi yang dinamakan appendectomy baik


dengan laparaskopi ataupun bedah terbuka lapaaratomi. Mulai diarahkan untuk persiapan
operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Heaton KW.In: Br Med J, Res Clin, Eds. Actiology of acute appendicitis 1987 june 27;
294: 163e3
2. Williams Ba, Schizas AMP, Management of Complex Appendicitis. Elsever, 2010.
Surgery 28:11. P544048
3. Brunicardi FC. Anersen DK. Billiar TR. Et al. Shwartz’s principles of surgery basic
science and McGrawHill Companies.2010

Anda mungkin juga menyukai