Anda di halaman 1dari 18

REFARAT

FEBRUARI 2016

BAGIAN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

APENDISITIS AKUT

OLEH:

Nur Rissa Maharany, S.Ked


K1A2 11 072
Pembimbing:
dr. Metrila Harwati, M.Kes., Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Nur Rissa Maharany

Judul

: Apendisitis Akut

Stambuk

: K1A2 11 072

Bagian

: Radiologi

Fakultas

: Kedokteran

Telah disetujui oleh,


Pembimbing

Penguji

dr. Metrila Harwati, M.Kes., Sp.Rad


NIP. 1980828 200903 2 001

dr. Hj. Asirah Aris, Sp.Rad


NIP. 19611210 198911 2 001

Mengetahui,
Kepala SMF Radiologi

dr. Hj. Asirah Aris, Sp.Rad


NIP. 19611210 198911 2 001

Appendisitis Akut
Nur Rissa Maharany, Metrila Harwati
I.

Pendahuluan
Peradangan akut pada apendiks adalah penyebab tersering dari
kasus akut abdomen (nyeri abdomen yang tiba-tiba) (1,2,10,11) dan merupakan
diferensial diagnosis pada setiap pasien yang memperlihatkan nyeri akut
abdomen.(2) Appendisitis akut adalah peradangan apendiks akut yang
disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks akibat hiperplasia limfoid,

II.

fekolit, benda asing, penyempitan, tumor, atau parasit.(9)


Insidens dan Epidemiologi
Apendisitis akut merupakan penyebab nyeri abdomen akut paling
sering di Amerika Serikat(2,4) menunjukkan bahwa sekitar 10% orang di
Amerika Serikat dan negara Barat menderita apendisitis dalam suatu
waktu. Semua usia dapat terkena, tetapi insidensi puncak adalah pada
dekade kedua dan ketiga(3,11), walaupun jumlah yang lebik kecil juga
ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering terkena
daripada perempuan, dengan rasio 1,5:1.(3) Risiko seumur hidup
diperkirakan 5-20%.(4) Secara global, resiko seseorang menderita
apendisitis yaitu sebesar 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita dalam
semua kelompok usia.(11)
Sekitar 250.000 apendektomi dilakukan di Amerika Serikat setiap
tahunnya(2,11), dengan terdapat 2000

kematian yang disebabkan oleh

komplikasi penyakit. Pneumoperitoneum jelas sangat tidak biasa, hanya


muncul pada kurang dari 1% kasus.(2)
Pada anak-anak, apendisitis akut ialah penyakit tersering yang
memerlukan pembedahan darurat pada anak. Sekitar 1 dar 15 anak (7%)
mengalami apendisitis. Insidensi puncak pada anak adalah usia 12 tahun.
Perbadingan anak laki-laki mengalahkan anak perempuan dengan
perbandingan 2:1. Pada sepertiga kasus, ruptur apendiks sebelum operasi
dan menyebabkan penyakit serius.(5) Penyakit ini jarang sebelum usia 2
III.

tahun. (5,9)
Etiologi dan Patofisiologi

A. Etiologi
Appendisitis pada usia muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia
dari folikel limfatik pada apendiks yang menutupi lumen. Pada usia
tua, obstruksi biasanya merupakan hasil dari fekalit (coprolith).(1)
Obstruksi lumen dapat disebabkan oleh apendikolit, fekalit, parasit,
(mis., askaris, enterobius), tumor

(3,5,9)

, lebih jarang batu empedu(3),

karsinoid, benda asing, jaringan parut lama, mukus pada fibrosis kistik,
atau penyempitan apendiks akibat simpul dan/ atau puntiran. Selain
itu, apendiks kaya akan jaringan limfoid, dan secara teoritis hiperplasia
dapat menyebabkan gangguan lumen.(5)
B. Patofisiologi
Pada stase awal, patogenesis apendisitis menyerupai obstruksi
lumen usus.(2,3,5) Produksi mukus distal dan proliferasi bakteri
selanjutnya menyebabkan distensi apendiks(1,3,5,9), yang menyebabkan
kolapsnya vena drainase(3), serta lapisan viseral peritoneum meregang.
Nyeri pada apendisitis biasanya dimulai dari nyeri yang samar pada
regio periumbilikal disebabkan oleh serabut nyeri afferent masuk ke
serabut spinal pada level T10.(1) Ketidaknyamanan terjadi setelah 1
sampai beberapa jam dan diikuti dengan anoreksia, mual, dan muntah.
Jika lumen apendiks terus obstruksi, berubah menjadi peradangan,
pada awalnya terbatas pada mukosa apendiks, kemudian menjadi
transmural.(2)

Permukaan

lapisan

serosa

dari

apendiks

yang

bersentuhan dengan lapisan parietal peritoneum berhubungan dengan


perubahan pola nyeri: berpindah ke kuadran kanan bawah. (1,2) Nyeri
menjalar pada paha dan sendi pinggul.(1)
Infeksi akut dari apendiks dapat merupakan hasil dari trombosis
(bekuan darah) dalam arteri apendikular, yang seringkali menyebabkan
iskemia.(1) Obstruksi dan cedera iskemik memudahkan terjadinya
proliferasi bakteri dengan peningkatan edema dan eksudasi sehingga
aliran darah semakin terganggu.(3) Iskemia yang terjadi menyebabkan
nekrosis dan akhirnya perforasi.(1,5) Ruptur apendiks menyebabkan
infeksi peritoneum (peritonitis), memperberat nyeri abdomen, mual
dan/atau muntah, dan abdominal rigidity (kekakuan otot-otot
4

abdomen). Fleksi pada paha kanan memperingan nyeri karena


menyebabkan relaksasi pada otot psoas kanan.(1)
Namun, sebagian kecil apendiks tidak memperlihatkan obstruksi
IV.

lumen yang jelas, dan patogenesis peradangan tetap tidak diketahui.(3)


Anatomi dan Fisiologi
Apendiks adalah suatu kantong usus yang buntu yang mengandung
jaringan limfoid. Panjang apendiks sangat bervariasi, tetapi pada orang
dewasa berukuran sekitar 5-15 cm.(7) Appendiks Vermiformix terletak
sangat bervariasi, biasanya di sebelah posteromedial dari caecum, biasanya
retrocaecal (Gambar 1A)(1,6,7). Apendiks memiliki ciri khusus sebagai
berikut:

memiliki mesenterium pendek dari caecum: mesoapendix (6,7) yang

dibentuk dari sisi posterior dari mesenterium ileum terminal.(1)


Apendiks mendapatkan vaskularisasi dari arteri appendicular, cabang
dari arteri ileocolic (Gambar 2A).(1,6,7) Pada kasus apendisitis, arteri
apendikular mengalami trombosis. Ketika ini terjadi, gangren dan

perforasi apendiks tidak dapat dihindari.(7)


apendiks memiliki lumen yang relatif lebih besar pada bayi baru lahir
dan secara perlahan mengecil setelah dewasa, seringkali menjadi
menghilang pada usia lanjut.(7)

stologi Apendiks . (A)Variasi letak apendiks (B)Fiksasi apendiks pada retrocaecal (C) Histologi apend

ileocaecal serta vaskularisasinya (B) Regio ileocaecal tampak lumen, serat otot, dan sfingter appen

Apendiks berisi sangat banyak jaringan limfosit. Pembuluh limfatik


dari caecum dan apendiks melewati limfonodus pada mesoapendiks dan
melewati limfonodus ileocolic yang berada sejajar arteri ileocolic.
Persarafan pada caecum dan apendiks berasal dari nervus simpatis dan
parasimpatis dari pleksus mesenterika superior. Serabut saraf simpatis
berasal dari pars torakal dari serabut spinal. Serabut saraf aferen dari

apendiks beriringan dengan saraf simpatis pada segmen T10 dari serabut
spinal.(1)
Posisi apendiks secara anatomik menentukan tanda dan lokasi
spasme dan kekakuan otot pada saat apendiks mengalami inflamasi. Dasar
apendiks terletak pada titik di sepertiga garis oblik antara SIAS kanan dan
umbilikus (titik McBurney pada garis spinoumbilikal).(1)
V.

Diagnosis
Apendisitis

biasanya

ditegakkan

berdasarkan

diagnosis

klinis,

didukung dengan hasil laboratorium terpilih dan gambaran radiologi. (2,8,12)


Pasien dengan gejala dan hasil pemeriksaan fisis yang cocok, tidak
membutuhkan

diagnosis

tambahan,

dan

butuh

segera

dilakukan

pembedahan. Tes tambahan dibutuhkan pada kasus-kasus tidak khas atau


samar-samar.(2)
A. Gambaran Klinik
Nyeri berawal dari periumbilikal yang berpindah ke kuadran kanan

bawah(3-5,8)
Apendiks di panggul dapat mengiritasi otot psoas, dan apendiks
retrokolon sering menyebabkan nyeri di pinggang kanan.(5)
Demam(3-5,8)
anoreksia, mual, dan muntah(3-5,8)
konstipasi atau diare(8)
Namun terdapat variasi gejala yang substansial dalam menegakkan

diagnosis apendisitis akut. Gejala klinisnya dapat bersifat kompleks


dan membingungkan pada individu dengan gangguan imun, orang
usia lanjut, orang sangat muda, dan perempuan hamil.(4) Sejumlah
besar kasus tidak memberikan gambaran klasik. Penyakit mungkin
silent, terutama pada usia lanjut, atau tidak memperlihatkan tanda
lokal di kuadran kanan bawah, seperti bila apendiks terletak
retrosekum atau terdapat malrotasi kolon.(3)
Gejala dan tanda perforasi:
Nyeri yang menghilang secara mendadak karena tekanan

intralumen apendiks tiba-tiba turun(5)


Gejala peritonitis : demam tinggi, muntah persisten, rasa haus,
malese, dan tanda infeksi sistemik(5)

B. Gambaran Radiologi
Dengan teknik

diagnostik

konvensional

(diawali

dengan

pemeriksaan fisik), diagnosis apendisitis akut yang akurat hanya dapat


ditegakkan pada sekitar 80% kasus. Modalitas pencitraan yang lebih
baru meningkatkan keakuratan diagnosis menjadi 95%.(3)
1. Foto Polos Abdomen 3 Posisi (X-Ray Konvensional)
Pemeriksaan awal untuk kasus appendisitis bisa dengan foto
thoraks posteroanterior (PA), dan foto polos abdomen posisi supine,
tegak (erect), dan/atau dekubitus (LLD). Foto thoraks mendeteksi
pneumoperitoneum dan penyakit intratorakal yang memberikan
keluhan pada abdomen. Foto abdomen berguna untuk melihat udara
bebas, dilatasi usus, kumpulan gas abnormal dalam abses, dan
kemungkinan suatu apendikolit. Dilatasi usus bagian tengah pada
anak-anak dapat dicurigai adanya apendisitis.(8) Foto abdomen posisi
supine dapat memberikan diagnosis pada banyak kasus abdomen akut,
dan foto posisi LLD dapat meyakinkan suatu diagnosis.(10)
Gambaran perubahan caecum didapatkan penebalan dindingdinding caecum, massa water-densitiy serta udara pada usus
berkurang/tidak ada di kuadran kanan bawah. (9) Didapatkan bentuk
abnormal gas pada gambaran radiologi abdomen, termasuk gambaran
ileus pada kuadran kanan bawah atau gambaran air-fluid level yang
kecil mendatar pada usus halus.(2,9) Pemeriksaan radiologi abdomen
yang biasanya dilakukan akan menunjang secara kuat dagnosis
apendisitis

apabila

ditemukan

apendikolit.(5,9,10,14)

Gambaran

apendikolit terlihat kalsifikasi yang berlapis-lapis pada kuadran kanan


bawah. (9,10)
Foto polos akan menunjukkan sebuah kalkulus appendiks
(appendikolit atau fekalit) pada sekitar 14% pasien dengan apendisitis
akut. Sebuah appendikolit dibentuk oleh deposit kalsium sekitar nidus
dari feses. Hasil kalsifikasi biasanya berlapis-lapis, dengan bagian
tengah radiolusen. Abses appendiks atau peradangan periappendiceal
dapat memberi gambaran berupa massa jaringan lunak di kuadran

kanan bawah. Lumen caecum, yang dibentuk oleh gas, akan


mengalami defek; ileus lokal mungkin jelas.(10)
Gambaran foto polos ditemukan akumulasi gas dan retensi cairan
di ileum bagian bawah dan caecum pada posisi lateral. Seringkali
didapatkan air-fluid level pada caecum, baik pada posisi tegak (erect)
maupun LLD. Seringkali, fluid level juga ditemukan pada posisi
tegak. Fluid level biasanya pendek.(14) Tidak tampak gambaran fatty
line dari otot psoas kanan.(11)

Gambar 3. Foto abdomen, a) dalam posisi tegak (erect) dan b) dalam posisi
supine. Pola gas yang abnormal dapat dilihat, karena dilatasi dari usus kecil di
hemiabdomen superior, tanpa gambaran pola obstruktif pada pasien; gambaran
ini menunjukkan ileus, yang sering terlihat pada pasien dengan apendisitis akut.
c) Close-up dari pencitraan abdomen di kuadran kanan bawah, di mana gambar
morfologi oval dapat dilihat, serta kepadatan kalsium yang sesuai dengan suatu
apendikolit (panah putih). [Diambil dari Kepustakaan 11]
2. USG
Apabila diagnosis masih tetap belum jelas, dapat dilakukan
real-time ultrasonografi dengan gradual kompresi.(5,10) Pemeriksaan
ini memiliki sensitivitas 85%, spesifisitas 92%, akurasi 78-96%,
PPV 91-94%, NPV 89-97%.(9). Tahap kompresi rendah diterapkan
dengan

transduser

fokus-dekat

ke

dinding

perut

dengan

kelembutan maksimum. Apendiks normal memiliki diameter


kurang dari 6 mm ketika dikompresi. Tanda-tanda apendisitis akut
pada USG adalah(10) : (1) appendiks tanpa penekanan memiliki
diameter lebih dari 6 mm, diukur dari dinding luar ke dinding luar
(Gambar 4)

(2,5,8)

, dan (2) visualisasi bayangan apendikolit. Pada


9

kasus perforasi, sonografi memberi gambaran kumpulan cairan di


pericaecal, dinding apendiks terputus, dan lemak pericaecal
menonjol. Ketika pemeriksaan USG negatif untuk apendisitis,
diagnosis lain sering disarankan berdasarkan kelainan yang
tervisualisasi.(10)

Gambar 4. Apendisitis akut (USG). Gradual kompresi dari USG


memberikan gambaran apendiks melebar dengan diameter 10 mm (antara
2 panah putih). Permukaan mukosa memberikan gambaran garis
ekogenik tinggi (panah putih kecil). Ujung yang tumpul (panah lebar)
memastikan bahwa struktur tubulus ini adalah apendiks. Inflamasi dari
lemak

periapendiks

(tanda

bintang)

menunjukkan

peningkatan

ekogenitas. [Dikutip dari Kepustakaan 10]


Tanda perforasi apendiks yaitu hilangnya ekogenik dari
lapisan submukosa, apendiks tidak lagi tervisualisasi, hiperekoik
prominen pada mesoapendiks / lemak pericecal, visualisasi
apendikolit terlihat fokus ekogenik terang dengan bayangan akustik
jelas di distal, gelembung gas terlokalisasi pada derah perforasi.(9)
3. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan merupakan metode yang dapat
dipercaya untuk membedakan flegmon periapendiks dengan abses,
dan mungkin berguna pada penatalaksanaan non operasi pada
massa periapendiks.(2) CT Scan meemiliki sensitivitas 87-100%,
spesifisitas 89-98%, akurasi 93-98%, PPV 92-98%, NPV 95-100%.
(2,9)

Apendiks normal bisa jadi sulit diidentifikasi pada CT Scan


(Gambar 5). Sebaliknya, jika tidak terlihat dan tidak diliputi
10

edema, sangat mungkin bukanlah apendisitis. Pada apendisitis,


perubahan peradangan atau abses di sekitar caecum atau apendiks
dapat terlihat dengan mudah (Gambar 6).(8)

hitam) Pada orang normal, apendiks tidak


dapat terlihat
pada
CTjelas
Scan
(B)apendisitis
apendiks
normal gambara
CT memberikan
diagnosis
yang
untuk
akut
berdasarkan temuan: (1) suatu dilatasi abnormal (> 6 mm)
(Gambar 7A); (2) Apendiks dikelilingi oleh inflamasi atau abses;
atau (3) abses pericaecal atau massa inflamasi dengan
appendikolit kalsifikasi. Massa inflamasi terlihat sebagai jaringan
lunak agak mengeras dengan densitas CT lebih besar dari 20 H.
Massa cairan yang kurang dari 20 H pada densitas CT adalah
bukti abses (Gambar 7B). Abses lebih besar dari 3 cm umumnya
memerlukan pembedahan atau drainase kateter. Abses yang kecil
biasanya ditangani dengan pengobatan antibiotik saja.(10)

klinis yang tepat, gambaran ini sangat sugestif apendiks. Pada pasien berbeda, gambaran CT Scan

pendiceal merupakan indikasi peradangan. Sebuah11


appendikolit (panah tipis) terlihat dalam lumen

C. Pemeriksaan Laboratorium dan Patologi Anatomi


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mungkin membantu diagnosis
tetapi biasanya tidak banyak memberi tambahan terhadap kesan
klinis. Hitung sel darah putih yang lebih besar daripada 15.000/L
merupakan isyarat diagnosis(5,8), tetapi bahkan pada apendisitis
perforasi, jumlah dan hitung jenis mungkin normal. Hematuria dan
piuria mikroskopik (bukan bakteriuria) mungkin berkaitan dengan
apendisitis. Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi, tetapi uji
kehamilan (serum atau urine) jangan diabaikan pada pasien
perempuan yang sudah mengalami ovulasi.(5)
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Kriteria histologik untuk diagnois apendisitis akut adalah
infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan
ulserasi juga terdapat di dalam mukosa. Pada stadium dini, hanya
sedikit eksudat neutrofil ditemukan di seluruh mukosa, submukosa,
dan

muskularis

propria.

Pembuluh

subserosa

mengalami

bendungan, dan sering terdapat infiltrasi neutrofilik perivaskuler


ringan. Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya
berkilap menjadi membran yang merah, granular, dan suram;
perubahan ini menandakan apendisitis akut dini bagi dokter bedah.
(3)

Pada stadium selanjutnya, eksudat neutrofilik yeng hebat


menghasilkan reaksi fibrinopurulen di atas serosa. Dengan
memburuknya proses peradangan, terjadi pembentukan abses di
dinding usus, disertai ulserasi dan fokus nekrosis di mukosa.
Keadaan ini mencerminkan apendisitis supuratif akut. Perburukan
keadaan apendiks ini menyebabkan timbulnya daerah ulkus hijau
hemoragik tua di seluruh ketebalan dinding hingga ke serosa dan
menghasilkan apendisitis gangrenosa akut yang cepat diikuti oleh
ruptur dan peritonitis supurativa.(3)
12

VI.

Diferensial Diagnosis
1. Mucocele Appendix
Mucocele adalah distensi dari seluruh atau sebagian dari apendiks
dengan mukus steril. Beberapa kasus disebabkan oleh kistadenoma
musinosum atau adenokarsinoma dari apendiks. Sekresi lendir yang
terus menerus menghasilkan massa yang besar (hingga 15 cm), jelas,
dan kistik di kuadran kanan bawah (Gambar. 9B). Pecahnya Mucocele
dapat mengakibatkan pseudomyxoma peritonei. Gelatinosa menyebar
ke seluruh rongga peritoneum, menyebabkan perlengketan dan ascites
mucinous.(10)

Gambar 8. (A) kalsifikasi kurvilinier kasar (panah putih) di kuadran kanan


bawah. Dicurigai terdapat massa bulat (panah hitam) (B) Radiografi dari
pemeriksaan kontras barium enema menunjukkan filling-defect halus dan
berbasis luas (panah hitam) [Diambil dari kepustakaan 10]

Gambar 9. Appendix Mucocele. (A) USG Transabdominal menunjukan


lesi kistik dengan gambaran chicken drum-stick [Diambil dari
Kepustakaan 15] (B) CT memperlihatkan massa kistik tubular (panah)
dengan kalsifikasi di dindingnya (panah) di kuadran kanan bawah perut.
[Diambil dari kepustakaan 10]

13

2. Adenitis Mesenterika
Adenitis mesenterika adalah proses inflamasi yang self-limited
atau sembuh sendiri yang mempengaruhi limfonodus pada mesenterika
di kuadran kanan bawah abdomen.(16)

Gambar 10. Foto polos abdomen posisi supine menunjukkan ileus lokal
ringan dan kesan penebalan nodul pada terminal ileum [Diambil dari
Kepustakaan 16]

Gambar 11. (A) Gambaran USG menunjukkan limfonodus yang


berkumpul pada kuadran kanan bawah (B) CT menunjukkan
limfonodus yang lebih lebar, banyak, dan terdistribusi lebih luas pada
adenitis mesenterika dibanding pada apendisitis akut. Gambaran
penebalan ileum dan caecum serta normal apendiks yang berdekatan
dengan pembesaran limfonodus pada pasien adenitis mesentreika.
VII.

[Diambil dari kepustakaan 16]


Komplikasi

14

Komplikasinya meliputi infeksi, ruptur apendiks, pembentukan


abses intra-abdomen, ileus berkepanjangan, pneumonia(4), perforasi,
formasi abses, peritonitis, infertilitas, adhesi, obstruksi usus, kematian (9),
VIII.

luka pascaoperasi, dan sepsis sistemik.(4,9)


Penatalaksanaan
Pengobatan paling baik untuk

apendisitis

akut

adalah

pengangkatan apendiks dengan pembedahan (apendektomi).(4,5) Sebagian


besar ali bedah menganjurkan infus intravena dan pemberian antibiotik
sebelum operasi, dan dokter unit gawat darurat mungkin berada pada
posisi paling baik untuk mempermudah persiapan pra-operasi pasien. Jika
diagnosis dicurigai, konsultasi bedah on-site tepat waktu penting
dilakukan. Jika diagnosis meragukan, perlu diambil kebijaksanaan bahwa
pasien dengan nyeri abdomen kanan bawah, demam, mual, dan muntah
harus diobservasi di rumah sakit dalam waktu cukup lama untuk
menentukan diagnosis.(4)
Massa atau abses apendiks ditangani dengan operasi maupun
nonoperasi. Pasien dengan apendisitis akut yang tidak berkomplikasi
dengan massa abdomen harus segera menjalani apendektomi. Intervensi
dengan operasi di awal tidak dianjurkan oleh sebagian besar ahli bedah
dalam menangani abses atau massa pada apendiks. Penanganan awal
sebaiknya berupa evaluasi ultrasonografi atau CT Scan, kemudian
dilakukan drainase perkutan pada kumpulan cairan di periapendiks, dan
pemberian antibiotik. Dengan resolusi pada inflamasi periapendiks,
dilakukan interval apendektomi. Interval apendektomi memiliki tingkat
mortalitas 0,2% dan tingkat komplikasi mayor hanya 1,2%. Pendekatan
laparoskopi untuk apendektomi telah dikembangkan, telah dilakukan pada
anak-anak dan dewasa, serta dilakukan secara meluas.(2)
Secara umum diakui bahwa lebih baik sekali-sekali dilakukan
reseksi apendiks normal daripada membiarkan risiko morbiditas dan
mortalitas (sekitar 20%) perforasi apendiks.(3)
Jika diagnosis tidak jelas, pemeriksaan

abdomen

berupa

laparoskopi yang masuk melewati insisi kecil dalam dinding abdomen


sangat berguna dalam membedakan apendisitis akut dengan penyebab lain
15

dari nyeri

abdomen, termasuk penyakit inflamasi pelvis. Laparoskopi

telah dilakukan sejak bertahun-tahun lalu oleh ginekologis pada wanita


IX.

hamil dengan nyeri abdomen bagian bawah.(1)


Prognosis
1. Apendisitis akut ringan dapat sembuh secara spontan (setelah
pembebasan obstruksi)
2. Apendisitis berulang (10%), terulang serangan episodik yang sama
dari nyeri kuadran kanan bawah sehingga perlu apendektomi dan
menunjukkan inflamasi akut
3. Apendisitis kronik (1%), nyeri kuadran kanan bawah lebih dari 3
minggu serta tidak ada diagnosis alternatif dan pada histologi
menunjukkan inflamasi aktif yang kronik serta tidak muncul gejala
setelah apendektomi.
4. Tingkat mortalitas 1% (berkaitan dengan perforasi)(9)

16

X.

Daftar Pustaka
1. Moore, KL., Dalley, AF. Clinically oriented anatomy. Lippincot
Williams & Wilkins Publisher; 2006. p.272-277
2. Mulholland, MW., Sweeney, JF. Approach to the patients with acute
abdomen. In: Yamada, T., Alpers, DH., Kaplowitz, N., Laine, L.,
Chung,

O.,

Powell,

DW.,

editors.

Yamadas

textbook

of

gastroenterology. 4th edition. Lippincot Williams & Wilkins Publisher;


2003. p. 583-4.
3. Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. Buku ajar patologi Robbins
Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal.660-1
4. Greenberg, M. Appendisitis Akut. Dalam: Greenberg, MI.,
Hendrickson, RG., Silverberg, M., Campbell, CJ., Morocco, AP.,
Salvaggio, CA., et al, editors. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan
Greenberg. Jilid I. Penerbit Erlangga; 2008. hal.286
5. Stevenson, R.J. Apendisitis. Dalam: Rudolph, AM., Hoffman, JIE.,
Rudolph, CD., editor. Buku ajar pediatri Rudolph Volume 2. Edisi 20.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal.1219-21
6. Netter, FH. Atlas of human anatomy. 5th Edition. E-book. Saunders
Elsvier. p.219-20
7. Faiz, O., Moffat, D. Anatomy at glance. E-book. Blackwell Science.
p.31-2, 42-3
8. Mettler, FA. Essential of radiology. 2nd edition. Philadelphia: Elsevier
Inc; 2005
9. Dahnert, W. Radiology review manual. 6th edition. Lippincot Williams
& Wilkins Publisher; 2007. p.804-5
10. Brant, WE., Helms, CA. Fundamentals of diagnostic radiology. 3rd
edition. Lippincot Williams & Wilkins Publisher; 2007. p.741,861-4
11. Espejo, OJA., Mejia, MEM., Guerrerro, LHU. Acute appendicitis:
imaging findings and current approach to diagnostic images. Rev
Colomb Radiol. 2014; 25(1): p.3877-88
12. Teplick, JG., Haskin, ME. Roentgenologic diagnostic. 3rd edition.
USA: Saunders Company;1971. p. 1021-1023
13. Frimann-Dahl, J. Roentgen examination in acute abdominal disease.
2nd edition. Toronto; Charles C Thomas Publisher: 1960. p.369-88
14. Harris, JH., Harris, WH. The radiology of emergency medicine. 2nd
edition. USA: Waverly Press; 1976. p.445-51
17

15. Pickhardt, PJ., Levy, AD., Rohmann, CA., Kende, AI. Primary
neoplasms of the appendix: radiology spectrum of disease with
corelation. RadioGraphics. 2003; Volume 23 Number 3. p.645-61
16. Burke, B. Mesenteric adenitis imaging. Medscape Reference: drugs,
disease,

and

procedures.

2015.

Available

http://emedicine.medscape.com/article/411043-overview

18

from:

Anda mungkin juga menyukai