Anda di halaman 1dari 39

Case Report Session

APENDISITIS PERFORASI

Oleh :

Rahmat Akbar 1840312234

Pembimbing:

dr. Ridwan Muchtar, Sp.B

BEDAH

RSUD ADNAAN WD PAYAKUMBUH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks


vermiformis.1 Apendisitis akut adalah penyebab paling umum dari akut abdomen,
dan merupakan kasus intra-abdominal yang paling sering membutuhkan
pembedahan darurat untuk mencegah timbulnya komplikasi yang berbahaya.1,2,3,4
Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga
keempat kehidupan. Dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, pasien usia
lanjut dengan apendisitis sering menimbulkan masalah diagnostik lebih sulit
karena presentasi manifestasi klinis yang atipikal dan kesulitan komunikasi,
memperluas diferensial diagnosis. Faktor-faktor ini berkontribusi pada tingkat
perforasi yang amat tinggi terlihat pada orang tua.5
Ketika manifestasi apendisitis dalam bentuk klasik, apendisitis mudah
untuk didiagnosis dan diobati. Sayangnya, hanya 55% dari pasien dengan
apendisitis mengeluhkan gejala klasik dan temuan fisik yang khas. Hal ini
disebabkan tanda-tanda dan gejala awal terutama tergantung pada lokasi ujung
apendiks yang sangat bervariasi.6 Oleh karena itu, diagnosis yang akurat dan tepat
waktu terhadap apendisitis dengan gejala atipikal menjadi salah satu masalah yang
paling sering terlewatkan dalam gawat darurat. Meskipun saat ini ada peningkatan
penggunaan ultrasonografi, computed tomografi scanning, dan laparoskopi,
tingkat misdiagnosis apendisitis tetap konstan (15,3%), begitu juga dengan angka
kejadian apendisitis perforasi. Persentase misdiagnosis kasus apendisitis secara
signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria (22.2 vs 9.3%).5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Lokasi dan Deskripsi
Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung yang mempunyai
otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis
bervariasi antara 8-13 cm, dengan diameter 0,7 cm.7 Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia
itu.8 Dasar apendiks melekat pada permulaan posteromedial caecum, sekitar 2,5
cm di bawah ileocaecalis. Apendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea
(Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Apendiks vermiformis diliputi
seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium
intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoapendiks.
Mesoapendiks berisi arteri dan vena appendicularis, dan saraf-saraf. 7

Gambar 1. Anatomi Apendiks9

Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan ujungnya


diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik Mc.Burney).7

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Gambar 2. Titik McBurney 5

Perdarahan apendiks berasal dari arteria appendicularis merupakan


cabang arteri ileocaecalis (cabang a.mesenterica superior). Arteri apendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi maka apendiks akan mengalami gangren5. Aliran darah
balik yaitu melalui vena appendikularis mengalirkan darahnya ke vena ileocaecal,
kemudian menuju vena mesenteric superior dan masuk ke sirkulasi portal.7

Ganbar 3. Perdarahan Apendiks

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus
yang mengikuti arteri mesentrika superior dan a. appendikularis . sedangkan saraf
simpatis berasal dari n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus.8

2.1.2 Posisi Ujung Apendiks Vermiformis

Terdapat beberapa variasi posisi apendiks vermiformis, yaitu diantaranya :10,11

 Ascending retrocaecal (di belakang sekum) 64%


 Subcaecal (inferior sekum, turun ke arah pelvis minor) 32%
 Retrocaecal melintang (di belakang sekum) 2%
 Ascending paracaecal preileal (anterior dari ileum) 1%
 Ascending paracaecal retroileal (posterior dari ileum) 0,5%

Gambar 4. Posisi ujung apendiks vermiformis

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.8
2.2 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari, dan memiliki
kapasitas 5 ml/hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.8
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah
IgA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.8

2.3 Apendisitis akut


2.3.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

Gambar 5. Peradangan pada apendiks vermiformis

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


2.3.2 Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.8
Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga
keempat kehidupan, dengan usia rata-rata 31,3 tahun. Adapun perbandingan
apendisitis pada laki-laki: perempuan yaitu 1,2-1,3: 1.5
2.3.3 Etiologi
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang dominan sebagai
pencetus apendisitis akut.5,8 Fekalit adalah penyebab paling umum dari obstruksi
apendiks. Fekalit ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, di 65%
kasus apendisitis gangren tanpa ruptur, dan hampir 90% dari kasus apendisitis
gangren dengan ruptur. Di samping itu terdapat penyebab lain yang lebih jarang
seperti hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium yang mengental dari pemeriksaan
x-ray sebelumnya, tumor, dan parasit usus (seperti cacing askariasis).5 Selain itu,
salah satu penyebab yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi
mukosa apendiks akibat parasit seperti E. Histolytica.8

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.8

2.3.4 Patofisiologi

Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang


diikuti oleh infeksi. Setelah terjadi obstruksi, peningkatan produksi lendir terjadi,
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Dengan meningkatnya
tekanan dan stasis dari obstruksi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian
terjadi. Lendir kemudian berubah menjadi nanah yang menyebabkan peningkatan
lebih lanjut dalam tekanan luminal.6 Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan
kemudian merangsang ujung saraf dari serabut aferen viseral, menghasilkan nyeri
yang samar-samar, tumpul, dan menyebar di mid abdomen atau epigastrium.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Peristalsis juga dirangsang oleh distensi yang tiba-tiba, sehingga kram dapat
menyamarkan nyeri viseral pada awal perjalanan apendisitis. Distensi ini biasanya
menyebabkan refleks mual dan muntah, dan nyeri viseral difus menjadi lebih
parah.5 Tekanan luminal yang terus meningkat mengakibatkan obstruksi limfatik
terjadi yang kemudian menyebabkan edema pada dinding apendiks. Tahap ini
dikenal sebagai apendisitis akut atau fokal.6
Meningkatnya tekanan dalam lumen apendiks melebihi tekanan dari vena,
sehingga kapiler dan vena tersumbat. Aliran darah arteriol yang terus berlanjut
menyebabkan terjadinya obstruksi dan kongesti vaskular5 dan mengakibatkan
edema dan iskemia. Invasi bakteri pada dinding apendiks dikenal sebagai
apendisitis supuratif akut.6
Patologi apendisitis dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.8 Proses inflamasi ini
segera melibatkan serosa apendiks kemudian peritoneum parietal, yang
menyebabkan pergeseran karakteristik nyeri ke kuadran kanan bawah.5 Akibat
tekanan yang terus meningkat, terjadi trombosis vena dan arteri, menyebabkan
gangren (apendisitis gangerenosa) dan perforasi (apendisitis perforasi).6
Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa (Walling off)
sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrate apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.8

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi


membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi
akut.8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Pada anak-anak dimana memiliki omentum yang pendek, dan pada orang
tua yang memiliki daya tahan tubuh yang sudah menurun sulit untuk terbentuk
infiltrat sehingga kemungkinan terjadi perforasi menjadi lebih besar.

 Patogenesis Peradangan Seluruh permukaan


mukosa (24-48 jam)

Obstruksi Lumen
Mukus terkurung,
Stasis bagian distal
Tek. Intraluminar √

F. Resiko Ggn. Sirkulasi dan


Fokalit Translokasi kuman limfe (edem)

Ulserasi fokal (app. Infeksi bakteri---


peritonitis
Fokal) lumen - mukosa

Perforasi (app Penumpukan nanah


Ggn Sirkulasi Atrial
perforasi) dan T. Intra/odem

Ulserasi fokal (app. Tek. Meningkat dan


Fokal) udem Gangren

Gambar 6. Patofisiologi Apendisitis

Gambar 6. Perjalanan Penyakit Apendisitis13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


2.3.5 Klasifikasi Apendisitis
A. Apendisitis akut
1. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri
di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada
appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia,
edema, dan tidak ada eksudat serosa.

2. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

3. Appendicitis Akut Gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


B. Apendisitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic

C. Apendisitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.

D. Apendisitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan
virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa
appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat
infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia,
dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


 Klasifikasi

APENDISITIS

Apendisitis Apendisitis Apendisitis Apendisitis


Akut Abses Perforasi kronik

•Apendisitis akut Sederhana


•Apendisitis akut purulenta
•Apendisitis akut gangrenosa

Gambar 7. Klasifikasi apendisitis

2.3.6 Manifestasi klinis


Gejala apendisitis bervariasi berdasarkan lokasi apendiks. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual,
kadang disertai muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.8
Nyeri pada awalnya di daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah
ke kuadran kanan bawah disebut juga dengan Kocher’s sign.5
Pada beberapa kasus, nyeri epigastrium tidak dirasakan tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar, yang justru
dianggap berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi.8
Apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan otot
psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke
arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas
mayor yang menegang dari dorsal.5,8,14
Nyeri atipikal biasanya timbul jika apendiks terletak di dekat otot
obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien ditemui

12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


ketika ujung apendiks terletak di panggul.6 Radang pada apendiks yang terletak di
rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau
rectum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih
cepat serta berulang. Apendiks yang menempel ke kandung kemih dapat
menimbulkan dysuria dan peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan
apendiks terhadap dinding kandung kemih.6,8 Apendiks yang terletak di depan
ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas.14
Sedangkan jika apendiks terletak di belakang ileum akan menyebabkan nyeri
testis, mungkin disebabkan iritasi arteri spermatika dan ureter.5
Pada lebih dari 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan
gejala yang pertama dirasakan, diikuti oleh nyeri perut, kemudian muntah-muntah
(jika muntah terjadi). Jika muntah mendahului timbulnya rasa sakit, diagnosis
apendisitis harus dipertanyakan.5
Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan
temuan fisik yang klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal
terutama tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika
ujung apendiksretrocecal, nyeri dapat dimanifestasikan dengan ekstensi pasif
pinggul (psoas sign). Ketika apendiks terletak di pelvis, nyeri dapat terdeteksi
selama pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul. Dengan demikian,
pada pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare atau
tenesmus), penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.6
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak
sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak
bias melukiskan rasa nyerinya. Oleh karenanya apendisitis sering baru diketahui
setelah terjadi perforasi.8
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
mutah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih di region lumbal kanan.8

13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Gambar 7. Letak Apendiks selama kehamilan

2.3.7 Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama apendisitis biasanya mula-mula dirasakan


di epigastrium atau region umbilical yang kemudian dapat menyebar dan
dirasakan di seluruh perut. Nyeri kemudian dirasakan berpindah ke perut kanan
bawah, tepatnya di titik Mc Burney. Selain itu terdapat pula keluhan anoreksia,
mual, muntah, obstipasi, dan febris. Namun, keluhan yang dirasakan pasien
apendisitis dapat berbeda oleh karena gejala ditentukan dari posisi ujung
apendiks.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik hasil yang didapatkan ditentukan terutama oleh


posisi anatomis dari apendiks yang meradang, serta oleh apakah organ tersebut
telah mengalami ruptur ketika pasien pertama diperiksa.5

14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney yaitu nyeri tekan,
nyeri lepas, dan defens muskuler.8 Sedangkan nyeri rangsang peritoneum tidak
langsung dapat berupa 8

1. Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat dilakukan palpasi
dengan tekanan pada kuadran kiri bawah– Rovsing’s sign
2. Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat palpasi dengan tekanan
pada kuadran kanan bawah dilepaskan tiba-tiba- Blumberg’s sign
3. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti saat nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan

Gambar 8. Titik Mc. Burney


 Status Generalis
Keadaan umum pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan
memegang perut kanan bawah. Tanda-tanda vital tidak banyak berubah
pada apendisitis tanpa perforasi.5 Pada pemeriksaan suhu biasanya
didapatkan demam ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5oC,8 denyut nadi
normal atau sedikit meningkat.5 Perubahan signifikan biasanya
menunjukkan bahwa komplikasi telah terjadi atau diagnosis lain harus
dipertimbangkan.5
 Status lokalis8
- Inspeksi: tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada masa atau abses periapendikuler.

15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


- Palpasi: didapatkan nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas (Blumberg’s sign). Defens muskuler menunjukan adanya
rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis.
- Perkusi: nyeri ketuk Mc Burney karena rangsangan peritoneum
- Auskultasi: peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang
akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang
disebabkan oleh apendisitis perforasi.
 Pemeriksaan khusus5,8
- Rovsing’s sign
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri
bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
- Psoas sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari


panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah,
menandakan apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor.

Gambar 9. Pemeriksaan Psoas sign

- Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal
pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina
bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri pada apendisitis pelvika.

16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Gambar 10. Pemeriksaan Obturator sign
- Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada
apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan sehingga kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas pada jam 9-12 sewaktu dilakukan colok
dubur.

Tabel 1. Pemeriksaan Fisik yang Khas pada Apendisitis


Jenis Pemeriksaan Interpretasi
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah
dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari
Obraztsova’s sign panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic
kanan
Kocher (Kosher)’s Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat,
sign kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat
(Rosenstein)’s sign pasien dibaringkan pada sisi kiri
Bartomier- Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
Michelson’s sign dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba

17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Pemeriksaan Laboratorium

 Laboratorium darah

Leukositosis ringan (10.000-18.000 sel/mm3) biasanya didapatkan pada


pasien dengan akut apendisitis tanpa komplikasi, dan sering disertai dengan
dominasi polimorfonuklear. Jumlah sel darah putih di atas 18.000 sel/mm3
meningkatkan kemungkinan apendiks perforasi dengan atau tanpa abses.5

 Urin lengkap

Urinalisis berguna untuk menyingkirkan saluran kemih sebagai sumber


infeksi. Meskipun beberapa sel darah putih atau merah bisa berasal dari ureter
atau iritasi kandung kemih sebagai akibat dari radang pada apendiks, bakteriuria
dalam spesimen urin yang diperoleh melalui kateter umumnya tidak terlihat dalam
apendisitis akut.5

Pemeriksaan Radiologi

 Foto polos abdomen

Foto polos abdomen jarang mampu menegakkan diagnosis, namun berguna


dalam mengidentifikasi free gas, dan dapat menunjukkan appendicolith di 7-15%
kasus.4 Ditemukannya sebuah appendicolith membuat kemungkinan apendisitis
akut hingga 90%.
Pada pasien dengan apendisitis akut, pola gas usus yang abnormal sering terlihat
namun bukan merupakan penemuan yang spesifik5

 Ultrasonografi
Ultrasound dengan radiasi pengion yang rendah harus menjadi penunjang
pilihan pada pasien muda, dan efektif mengidentifikasi apendiks abnormal,
terutama pada pasien yang kurus.

Graded compression sonography telah diusulkan sebagai cara yang akurat


untuk menegakkan diagnosis apendisitis. Diagnosis sonografi apendisitis akut

18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


memiliki sensitivitas dari 55-96% dan spesifisitas 85-98%.5 Hasil scan dianggap
positif jika terdapat gambaran aperistaltik, noncompressible apendiks ≥6 mm pada
arah anteroposterior.15 Terlihatnya appendicolith menetapkan diagnosis.
Penebalan dinding apendiks dan adanya cairan periappendiceal sangat sugestif.
Demonstrasi sonografi dari usus buntu yang normal yaitu compressible, struktur
tabung blind-ending berukuran ≤5 mm, dapat menyingkirkan diagnosis apendisitis
akut. 5

Gambar 11. Apendiks normal. A dan B, longitudinal A) dan transversal


(B) sonogram, menunjukkan apendiks (panah) dengan diameter kurang dari 7 mm
cut-off point, dikelilingi oleh lemak noninflamed normal16

Gambar 12. Apendiks yang mengalami apendisitis.

Longitudinal dan transversal sonogram menunjukkan apendiks yang


membesar (panah) dikelilingi oleh lemak meradang hyperechoic (panah). 16

Apendiks yang meradang memiliki diameter lebih besar dari 6 mm, dan
biasanya dikelilingi oleh hyperechoic inflamed fat di sonografi. Tanda-tanda yang
sangat mendukung apendisitis yaitu adanya appendicolith, penebalan caecal
apikal.16
19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


 CT
Pada CT, apendiks yang meradang tampak melebar (> 5 cm) dan dinding
yang menebal. Biasanya ada bukti peradangan, dengan "lemak kotor,"
mesoappendix menebal, dan bahkan phlegmon jelas.4,5,17,18
Fekalit dapat dengan mudah divisualisasikan, tetapi adanya fekalit bukan
patognomonik dari apendisitis. CT scan merupakan teknik yang sangat baik untuk
mengidentifikasi proses inflamasi lain yang menyerupai apendisitis.5

Gambar 13. Apendiks normal memiliki diameter luar maksimum 6


mm, dikelilingi oleh homogeneous non-inflamed fat, dan sering
mengandung gas intraluminal. 16

Gambar 14. Apendisitis. CT Scan dengan kontras menggambarkan


apendiks yang mengalami distensi dan berisi cairan (panah) dengan
periappendiceal fat-stranding.16

20

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


 Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.5
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada apendisitis akut
memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial
serta inferior dari caecum; pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan
apendisitis.5

Gambar 15. Apendiks yang normal pada pemeriksaan barium enema


Apendiks terisi penuh dengan kontras, yang secara efektif menyingkirkan
diagnosis apendisitis.19

 Laparoskopi

dapat berfungsi baik sebagai manuver diagnostik dan terapeutik untuk


pasien dengan sakit perut akut dan yang diduga apendisitis akut.5

21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Gambar 16. Algoritma klinis untuk kasus dugaan apendisitis akut5

Meskipun dilakukan pemeriksaan dengan cermat dan teliti, diagnosis


klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus dimana
lebih sering terjadi pada perempuan terutama yang masih muda oleh karena
keluhan yang menyerupai timbul dari genitalia interna (seperti ovulasi,
menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain).8

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila


diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan
frekuensi setiap 1-2 jam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi
diagnosis.

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor


Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.5

22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Tabel 2. The Modified Alvarado score5
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5°C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
- Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin
menderita apendisitis dan tidak memerlukan perawatan
di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.
- Skor 5-6 : dipertimbangkan apendisitis akut tapi tidak
perlu operasi segera
- Skor 7-8 : dipertimbangkan mengalami apendisitis akut
- Skor 9-10: hampir defi-nitif mengalami apendisitis akut
dan dibutuhkan tindakan bedah

2.3.8 Diagnosis banding

Diagnosis apendisitis akut tergantung pada empat faktor utama yaitu


lokasi anatomi dari apendiks yang meradang; tahap proses (yaitu tanpa komplikasi
atau sudah tejradi perforasi); usia; dan jenis kelamin pasien.5

 Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri
perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai
adanya hiperperistaltis. Demam dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan dengan apendisitis akut.

23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


 Limfadenitis mesenterika

Biasa didahului dengan enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri


perut, terutama sebelah kanan serta perasaan mual dan nyeri tekan perut
yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.

 Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada
perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu.

 Infeksi panggul

Salphingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu


biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul
jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu
untuk diagnosis banding.

 Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat telat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan rongga
Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

 Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan instensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok
rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasosnografi dapat
menentukan diagnosis.

24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


 Endometriosis eksterna

Endometriosis di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat


endometriosis berada, dan darah mestruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.

 Urolitiasis

Pielum atau ureter kanan. Adanya riwayat kolik dai pinggang ke perut
yang menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Hematuria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena
dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebra an piuria.

 Penyakit saluran cerna lainnya

divertikulitis, chron’s disease, ileokolitis, typhoid, serta keganasan

2.3.9 Penatalaksanaan

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.


Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.20 Oleh
karenanya, meskipun terdapat modalitas diagnostik yang lebih canggih,
pentingnya intervensi operasi segera tidak harus diminimalkan.5 Pada pasien
dengan presentasi atipikal, pemeriksaan fisik adalah alat yang paling penting
dalam memutuskan apakah pasien membutuhkan operasi.19
Pasien dengan riwayat klasik dan temuan pemeriksaan fisik, dengan
analisis urin normal (atau piuria) dan jumlah leukosit yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri biasanya tidak memerlukan studi pencitraan tambahan sebelum
apendektomi. Pembedahan juga diindikasikan pada pasien dengan presentasi
atipikal dan temuan radiografi yang konsisten dengan apendisitis. Setiap pasien
dengan nyeri perut atipikal yang memiliki (1) nyeri persisten dan menjadi demam,
(2) peningkatan jumlah leukosit, atau (3) temuan pemeriksaan klinis memburuk
harus menjalani laparoskopi diagnostik dan usus buntu.19

25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi21 Menurut
Society of American Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES) 2010
keadaan yang sesuai untuk dilakukan laparoskopi diantaranya pada pasien dengan
apendisitis tanpa komplikasi, anak-anak, dan wanita hamil.19 Prosedur
apendektomi laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang
lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan
pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi dikerjakan untuk diagnosa dan terapi
pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita22
Sebelum dilakukan operasi, maka perlu dilakukan persiapan seperti hidrasi
yang adekuat harus dipastikan, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi
jantung, paru, dan ginjal harus ditangani terlebih dahulu. Sebuah penelitian meta-
analisis telah menunjukkan efikasi antibiotik pra operasi dalam menurunkan
komplikasi infeksi di apendisitis. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi, tidak
ada manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik melampaui 24 jam. Pada
apendisitis perforasi atau dengan gangren, antibiotik dilanjutkan sampai pasien
tidak demam dan memiliki jumlah sel darah putih normal. Untuk infeksi intra-
abdominal dari saluran pencernaan yang ringan sampai sedang, Surgical Infection
Society telah merekomendasikan terapi tunggal dengan cefoxitin, cefotetan, atau
asam klavulanat tikarsilin. Untuk infeksi yang lebih berat, terapi tunggal dengan
carbapenems atau terapi kombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga,
monobactam, atau aminoglikosida ditambah untuk anaerobik dengan klindamisin
atau metronidazole..Rekomendasi serupa untuk anak-anak.5
Penggunaan antibiotik terbatas 24 sampai 48 jam dalam kasus apendisitis
nonperforasi. Sedangkan untuk apendisitis perforasi, dianjurkan terapi diberikan
selama 7 sampai 10 hari. Antibiotik IV biasanya diberikan sampai jumlah sel
darah putih normal dan pasien tidak demam selama 24 jam.5 Selain itu pemberian
analgesik untuk menghilangkan nyeri juga diberikan pada pasien baik sebelum
maupun sesudah operasi untuk mengurangi keluhan.
Interval apendektomi dilakukan minimal 6 minggu setelah kejadian akut
direkomendasikan untuk semua pasien yang diobati baik nonoperatif atau dengan
drainase abses sederhana.5

26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Adapun beberapa macam insisi untuk apendektomi:

Tabel 3. Macam-macam Insisi untuk apendektomi


Insisi Grid Iron (McBurney Incision)
23

Insisi Gridiron pada titik McBurney.


Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina liaka anterior
superior kanan dan umbilikus.
Lanz transverse incision24
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal. Mempunyai
keuntungan kosmetik yang lebih baik
dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s incision (insisi


suprainguinal)25
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks
terletak di parasekal atau retrosekal dan
terfiksir.
Low Midline Incision25
Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi
perforasi dan terjadi peritonitis umum.

27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Insisi paramedian kanan bawah25
Insisi vertikal paralel dengan midline,
2,5 cm di bawah umbilikus sampai di
atas pubis.

2.3.10 Komplikasi

 Massa apendikuler

Masa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi


ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus.8
Pasien yang datang dengan massa apendikuler telah mengalami gejala untuk
durasi yang lebih lama, biasanya setidaknya 5 sampai 7 hari.5
Pasien dewasa dengan masa periapendikuler yang dengan dinding sempurna
sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotic sambil dilakukan
pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila
sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.8

 Abses apendikuler

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari apendiks
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus
besar.

28

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


 Perforasi

Apendisitis perforasi terjadi pada 25,8% kasus. Anak di bawah 5 tahun


dan pasien berusia lebih dari 65 tahun memiliki angka kejadian perforasi tertinggi
(45 dan 51%) Telah dikemukakan bahwa terlambatnya diagnosis apendisitis
bertanggung jawab untuk sebagian besar apendisitis perforasi. Tidak ada cara
yang akurat untuk menentukan kapan dan apakah ada kemungkinan apendiks akan
pecah sebelum resolusi proses inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa,
pada pasien tertentu, observasi dan terapi antibiotik saja dapat menjadi
pengobatan yang tepat untuk akut apendisitis.5

Bila terjadi perforasi akan terbentuk abses apendiks. Ditandai dengan


kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan
masa, serta bertambahnya angka leukosit.21

Ruptur apendiks harus dicurigai jika terjadi demam dengan suhu >39° C
dan jumlah sel darah putih >18.000 sel/mm3.5

 Peritonitis

Peritonitis umum terjadi proses Walling-off tidak efektif saat terjadi


perforasi.5 Ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi
seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defens
muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum
di region iliaka kanan.8

 Abses hepar

 Ileus

 Syok septik

2.3.11 Prognosis
Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak
disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian pada
anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70

29

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


tahun, angka kematian naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnosis
dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi. Risiko kematian
apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko meningkat menjadi
0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi dari 16% hingga 40%,
dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia muda (40-57%)
dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%), dimana sering terjadi
misdiagnosis dan diagnosis yang tertunda. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien
dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca operasi menyebabkan kematian untuk
hampir sepertiga dari morbiditas terkait.19

2.4 Apendisitis Rekurens

Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat


serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut. Resiko terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%.8

2.5 Apendistis Kronik

Diagnosis baru dapat ditegakkan jika semua syarat terpenuhi : (1) riwayat
nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, (2) terbukti terjadi radang
kronik baik secara makroskopik maupun mikroskopik (adanya fibrosis
menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik), dan (3) keluhan menghilang pasca apendektomi.8 Insidens
apendisitis kronik adalah sekitar 1%.8,19

30

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : An MUA (No. RM : 012003)

Umur : 11 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Napar

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Tanggal Masuk : 9 Juli 2019

3.2 ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri seluruh perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

– Nyeri seluruh perut semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah

sakit.

– Riwayat nyeri perut disekitar pusar 15 hari yang lalu kemudian nyeri

berpindah ke perut kanan bawah dan dirasakan terus menerus dan nyeri

perut dirasa menyeluruh diseluruh perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah

sakit

– Demam dirasakan sejak seminggu yang lalu

– Mual dirasakan sejak adanya nyeri perut disertai menurunnya nafsu makan

31

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


– Riwayat muntah 1 hari yang lalu, frekuensi >3x sehari, isi apa yang

dimakan

– BAB dan BAK dalam batas normal

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit asma

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa

Riwayat Kebiasaan Sosial dan Ekonomi :

 Pasien seorang pelajar

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 126x/ menit

Respirasi : 22x / menit

Suhu : 38 ˚C

Kepala - Leher :

- Kepala : normocephali, bentuk simetris

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Tekanan vena jugularis tidak meningkat

32

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Thorax :

Paru

- Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

- Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan

- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : vesikular, Rh (-/-), Wh (+/+)

Jantung

- Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC V

- Perkusi :

o Batas atas : RIC 2 sinistra

o Batas bawah : RIC 4 sinistra

o Batas kanan : linea parasternalis dextra

o Batas kiri : 1 jari lateral LMCS RIC V

- Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

status lokalis

Genitalia eksterna

- Inspeksi : tidak diperiksa

Anal-perianal

- Inspeksi : tidak diperiksa

33

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


Ekstremitas atas/bawah

- Akral hangat, perfusi <2 detik, edem pretibia -/-

Status Lokalis

Regio Abdomen:

- Inspeksi : distensi (-), massa (-), venektasi (-)

- Palpasi : supel, nyeri tekan titik Mc Burney(+), defans

muskuler (+), hepar dan lien tidak teraba.

- Perkusi : timpani (+)

- Auskultasi: Bising usus (+) menurun

- Psoas sign: (-)

- Blumberg sign: (-)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab darah rutin

Hasil pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin (9 Juli 2019 di IGD) :

Hb : 13,4 gr/dl (12-14 gr/dl)

Leu : 23.000/mm3 (5.000-10.000/mm3)

HT : 38 % (37-43)

Trom : 91.000/mm3 (150-400ribu/mm3)

Kesan: leukositosis dan trombositopeni

34

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


3.5 DIAGNOSIS

Susp peritonitis diffuse ec appendix perforasi

3.6 ANJURAN PEMERIKSAAN

- Rontgen foto thoraks

3.7 TERAPI

- IVFD RL 20gtt/i

- Inj Ranitidin 2x1 amp

- Inj Cefotaxim 2x1 gr

- Inj Metronidazole 3x500 mg

- Laparotomi eksplorasi + Appendektomi

Post Op

- Infus RL 40 gtt/i

- Inj Ceftriaxone 2x1 gr

- IV Metronidazol 1 fl

- Ketorolac 1 amp

35

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


- Pronalges supp 2

- Puasa sampai flatus

3.8 PROGNOSIS

- Quo ad Vitam : Bonam

- Quo ad Sanam : Bonam

- Quo ad Fungsionam : Bonam

36

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien anak 11 tahun dengan diagnosis


apendisitis perforasi. Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan nyeri perut kanan bawah yang semakin meningkat
sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan ±15 hari yang
lalu dan awalnya dirasakan disekitar pusat kemudian ke perut kanan bawah dan
meningkat satu hari SMRS. Hal ini sesuai dengan pola perpindahan nyeri pada
apendisitis. Pasien merasakan demam, tidak tinggi dan tidak menggigil. Hal ini
menandakan belum terjadinya peritonitis pada pasien. Sering merasa mual dan
nafsu makan menurun. Muntah sejak 1 hari SMRS >3x isi apa yang dimakan.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan titik Mc Burney, psoas sign
positif, dan blumberg sign posistif. Tiga pemeriksaan fisik tersebut merupakan
pemeriksaan tambahan untuk menegakkan apendisitis dan ditemukan positif pada
pasien sehingga menunjang diagnosis adanya apendisitis. Dari pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan leukosit 21.900/mm3, yang berarti leukositosis
ringan, hal ini menandakan adanya proses infeksi dan perforasi.

Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah laparotomi eksplorasi dan
apendektomi. Hal ini dilakukan karena terjadi perforasi apendik sehingga cavum
abdomen perlu dieksplorasi untuk membersihkan rongga abdomen dan dilakukan
apendiktomi untuk membuang sumber infeksi.

37

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


DAFTAR PUSTAKA

1. Humes DJ and Simpson J: Acute appendicitis. BMJ. 333:530–534. 2006.


2. Boni L, Dionigi G, Rovera F and Di Giuseppe M: Laparoscopic left liver
sectoriectomy of Caroli’s disease limited to segment II and III. J Vis Exp.
24:11182009.
3. Binnebösel M, Otto J, Stumpf M, et al: Acute appendicitis. Modern
diagnostics - surgical ultrasound. Chirurg. 80:579–587. 2009.(In German).
4. Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG et-al. Primer of diagnostic
imaging. Mosby Inc. (2007)
5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. The Appendix. Shwartz’s
Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
6. Vermiform Appendix. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: 2013 Oct 18,
cited March 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/195652.
7. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006.p230-1.
8. Sjamsuhidajat R. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum:
Apendiks Vermiformis. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus
OHP, Rudiman Reno. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong. 3rd
ed. Jakarta:EGC, 2010.p755-62.
9. Terminal ileum and appendix. Anatomy Directory. [cited 2016 March].
Available from: http://www.aokainc.com/terminal-ileum-and-apendiks/
10. Fritsch H, Kühnel W. Color atlas of human anatomy, Internal organs.
Thieme Medical Publishers. (2008)
11. Ghosh BD. Human Anatomy for Students. Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd.
12. Appendix variations. Shie Kasai. [cited March 2016] Available from:
http://www.shiekasai.com/aux/medical-illustration/
13. Bewes P. Appendicitis. [cited 2016 March]. E-Talc Issue 3. Available
from:

38

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/health%2520developme
nt/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm.
14. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery
Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008.
15. Puylaert JB. Acute appendicitis: US evaluation using graded compression.
Radiology. 1986;158 (2): 355-60.
16. Appendicitis – Mimics, Alternative nonsurgical diagnoses at sonography
and CT. Vriesman AB, Puylaert J. [cited 2014 March]. Available from:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitis-
mimics.html
17. Callahan MJ, Rodriguez DP, Taylor GA. CT of appendicitis in children.
Radiology. 2002;224 (2): 325-32. doi:10.1148/radiol.2242010998.
18. Pereira JM, Sirlin CB, Pinto PS et-al. Disproportionate fat stranding: a
helpful CT sign in patients with acute abdominal pain. Radiographics. 24
(3): 703-15.
19. Appendicitis. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: Jul 21, 2014, cited
March 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#aw2aab6b2b7aa.
20. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of
appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-
81.
21. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis & treatment. McGraw-
Hill Medical. (2006)
22. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology
2000 May; 215: 337e48.
23. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’
Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.
24. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s
Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.
25. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical
Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001).

39

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Anda mungkin juga menyukai