Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Apendisitis

Pembimbing:
Mayor (CKM) dr. Amrul Mukminin Sp.B

Penyusun :
Ramadhani Eka Saraswati
1420221178

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RST SOEDJONO MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
2017

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan ​Referat ​berjudul ​Apendisitis.​

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Bedah di RST Soedjono Magelang. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Mayor (CKM) dr. Amrul Mukminin Sp.B
selaku pembimbing.

Sebagai penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih jauh dari
kesempurnaan. Akhir kata, semoga tugas referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Magelang, January 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

DAFTAR PUSTAKA 16

3
BAB I
PENDUHULUAN

I.1. Latar Belakang


Appendicitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga harus dicurigai
sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab nyeri akut abdomen. Penyakit ini
sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidensi pada laki-laki lebih banyak
daripada perempuan. Insidensi tertinggi pada laki-laki pada usia 10-14 tahun, sedangkan
pada perempuan pada usia 15-19 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-anak
usia di bawah 2 tahun.
Diagnosis appendicitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data-data tersebut. Tak jarang kasus-kasus
appendicitis yang lolos dari diagnosis bahkan ada yang salah didiagnosis. Kadang-kadang
untuk menegakkan diagnosis appendicitis sulit karena letak appendix di abdomen sangat
bervariasi.​2,3
Penatalaksanaan appendicitis dilakukan dengan appendectomi, yaitu suatu tindakan
bedah dengan mengangkat appendix. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus
segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi
atau ruptur pada appendix.​1

I.2. Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujuan agar dokter umum dapat mengetahui secara dini
definisi, anatomi, fisiologi, patologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang,diagnosis banding dan penatalaksanaan appendicitis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Apendiks


Apendiks/Appendix Vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid di dalam dindingnya.
Apendiks melekat pada permukaan posteromedial caecum sekitar 1 inci (2,5 cm) di
bawah Juntura Iliocaecalis. Apendiks diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang
melekat pada mesenterium intestinum tenue oleh mesenteriumnya sendiri yang
pendek disebut Mesoappendix. Mesoappendix berisi arteria dan vena appendicularis
dan nervus.​1

5
Gambar 2.1 Anatomi Apendiks

Appendix Vermiformis terletak di fossa iliaca eksterna dan, dalam


hubungannya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke
atas di garis yang menghubungkan Spina Iliaca Anterior Superior dan Umbilicus
(titik McBurney) di dalam Abdomen, dasar Appendix Vermiformis dapat mudah
ditemukan dengan mencari taenia colli caecum dengan mengikutinya sampai
Appendix Vermiformis, dimana taenia ini bersatu dengan membentuk tunica
muscularis longitudinalis yang lengkap.​1
Perdarahan Appendix Vermiformis didapatkan dari Arteria Appendicularis
yang merupakan cabang dari Arteria Ceacalis Psoterior. Begitu pula dengan
venanya, Vena Appendicularis mengalirkan darahnya menuju Vena Caecalis
Posterior. Sedangkan pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe mesoappendix dan
akhirnya bermuara di nodi mesenterici superiores. Perdarahan apendiks berasal dari
arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.​2

Appendix Vermiformis dipersarafi oleh saraf simpatis dan N. Vagus dari


Pleksus Mesentericus Superior. Serabut saraf aferen yang mengantarkan rasa nyeri

6
visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatik dan masuk ke Medula Spinalis
setinggi Vertebra Thoracica X.​1

Gambar 2.2 Vaskularisasi dan Inervasi Apendiks

Dalam proses perkembangannya, appendiks pertama kali dapat dilihat pada minggu
kedelapan dari kehamilan sebagai tonjolan dari caecum. Dalam proses perkebangan
caecum melebihi appendiks dan menggeser appendik kearah medial dekat dengan katup
iliocaecal. Namun dasar dari appendiks sendiri tidak berubah posisi. Ujung dari appendiks
dapat ditemukan retrocekal, pelvis, subcaecal, preileal, atau pericolic dextra. Appendiks
dapat memanjang dari kurang 1 cm sampai melebihi 30 cm. Umumnya appendiks memiliki
panjang 6 – 9 cm.​3
II.1I. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1 -2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di
muara apendiks tampaknya berperan dalam patogenesis apendisitis.​2
Appendiks merupakan organ imunologis yang berperan dalam menyekresikan
imunoglobulin. Terutaman imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks memiliki
komponen integral yang berhubungan dengan sistem jaringan limfoid pencernaan
(Gut-Associated Lymphoid Tissue/GALT), namun fungsinya tidak essensial dan tindakan
appendektomi tidak berhubungan dengan berbagai kondisi penurunan daya tahan

7
tubuh/imunitas. Jaringan limfoid pada appendiks muncul sekitar 2 minggu setelah
kelahiran dan meningkat saat pubertas, stabil pada dekade muda, dan mulai mengalami
penurunan yang terus menerus sejalan dengan menuanya usia.​3

II.3 Apendisitis Akut


a) Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.​4

b) Epidemiologi
Kelompok usia yang sering mengalami apendisitis berkisar diantara usia 20
hinga 30 tahun. Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di
Indonesia pada tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendiks
pada tahun tersebut telah mencapai 28.949 pasien, berada diurutan keempat setelah
dispepsia (34.029 pasien rawat inap), gastritis dan duodenitias (33.035 pasien rawat
inap) dan penyakit saluran cerna lainnya (31.450). satu dari 15 orang pernah
menderita apendisitis dalam hidupny. Insidens tertinggi ada pada laki-laki berusia
10 -14 tahun, dan wanita yang berusia 15 – 19 tahun. Laki-laki lebih banyak
menderita apendisitis dibandigkan dengan wanita pada usia pubertas dan pada usia
25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak –anak dibawah 2 tahun.​5
Penelitian epidemiologi meunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikan tekakan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

8
secara bermakna. Hal ini diduga disebbakan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari – hari.​2

c) Morfologi
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di seluruh
mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa mengalami
bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan. Reaksi
peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran yang merah,
granular, dan suram. Perubahan ini menandakan apendisitis akut dini bagi dokter
bedah. Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik
muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga terdapat di dalam mukosa.​6

d) Etiologi
Apendisitis dipercaya terjadi akibat obstruksi lumen apendiks. Obstruksi
umumnya terjadi karena fekalit, dimana merupakan akumulasi dan pengendapan
sisa – sisa serat makanan yang dimakan. Pelebaran folikel limfoid berhubungan
dengan infeksi virus (campak), barium yang mengendap, cacing (Ascaris, Taenia),
dan tumor (karsinoid/karsinoma) dapat menebabkan obstruksi dari lumen.​7

e) Patofisiologi
Mukus ataupun feses yang mengeras, menjadi speerti batu (fecalith) dan
menutup lubang penghubung apendiks dan caecum tersebut. Jaringan limf pada
apendiks dapat mebengkak dan menutup apendiks.​8 Obstruksi tersebut
menyebabkan gangguan resistensi mukosa apendiks terhadap invasi
mikroorganisme. Obstruksi ini diyakini meningkatkan tekanan di dalam lumen.
Peningkatan tekanan tersebut menyebabkan adanya kontinuitas aliran sekresi cairan
dan mukus dari mukosa dan stagnasi dari material tersebut. Konsekuensinya, terjad
iskemia dinding apendiks, yang menyebabkan hilangnya keutuhan epitel dan invasi
bakteri ke dinding apendiks. Bakteri intestinal yang ada didalam apendiks
bermultiplikasi, hal ini meyebabkan rekuitmen dari leukosit, pembentukan pus dan
tekanan intraluminal yang tinggi. Dalam 24 – 36 jam, kondisi ini dapat semakin
parah karena trombosis dari arteri maupun vena apendiks menyebabkan perforasi

9
dan gangren apendiks.​9

f) Patologi
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
sleuruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 – 48 jam pertama. Upaya
pertahanan tumbuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
prependikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di
dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapapt mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan disekiratnya.
Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu
saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami
eksaserbasi akut.​2

g) Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai denga rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberpaa
jam, nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya
pasien mengeluh sakit perut bila berjalan dan batuk.
Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan

10
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks
terlindung oleh caecum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Rqdang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat dan
pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat
rangsangan apendiks terhadap kandung kemih.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, apendistis sering
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi.
Demam biasanya ringan denga suhu sekitar 37.5​0​C – 38.5​0​C. bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bila terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1​0​C. Pada inspkesi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses peripendikular.
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbtas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskular menunjukan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal dan retroileal dipelrukan palpasi lebih
dalam untuk menetukan rasa nyeri.
Peristaltis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya
ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis
perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

h) Diagnosis

11
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi
karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran
cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan
viseral akibat aktivasi N. Vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan.
Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak
terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi
perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan
perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis.
• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. ​Rebound tenderness (​ nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. ​Defence
muscular a​ dalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
• Rovsing sign (+). ​Rovsing sign a​ dalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.
• Psoas sign (+). ​Psoas sign t​ erjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
• Obturator sign (+). ​Obturator sign a​ dalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.

12
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus. Pada pemeriksaan colok dubur (​Rectal Toucher​) akan terdapat nyeri pada jam
9-12. 10

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu:
Skor Alvarado
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka 1
kanan
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5C) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 10​9​/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Total 10

Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.​11

i) Diagnosis Banding​2
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding
1. Gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri
perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai
adanya hiperperitalsis. Panas dan leukositosis kurang menonjol

13
dibandingkan dengan apendisitis akut.
2. Demam dengue, demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip
peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk Rumple
Leed, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.
3. Limfadenitis Mesenterika, limfadenitis mesenterika yang biasanya
didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut,
terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan parut
yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.
4. Kelainan Ovulasi, folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat
menyebabkan nyeri perut kanan bawah di tengah siklus mentruasi. Pada
anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada
tanda radang, nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungin
dapat mengganggu selama dua hari.
5. Infeksi Panggul, salpingitis akut karena sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan
nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita
biasanya disertai dengan keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina,
akan timbul nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis
dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
6. Kehamilan Ektopik Terganggu, hampir selalu ada riwayat terlambat
haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau
abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri
yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungin terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan
penonjolan kavum Doughlas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
7. Kista Ovarium Terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut.
Colok vagina, atau colk rektal. Tidak terdapat demam. Pada
pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.
8. Endometriosis Eksterna, endometrium diluar rahim akan menimbulkan
nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul
ditempat itu karena tidak ada jalan keluar.

14
9. Urolitiasis Pielum, ada riwayat kolik dari pinggang ke perut yang
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria
sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat
memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan
piuria.
10. Penyakit saluran cerna lainnya.

j) Tatalaksana​2
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan satu-satunya yang
terbaik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforata. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila
apendektomi terbuka, insisi mcburney banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada
penderita dengan diagnosis yang tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi
terlebih dahulu. Pemeriksaan laboraturium dan ultrasonografi dapat dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia lapaorskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

k) Komplikasi​2
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi. Baik berupa
perforasi bebas mauun perforasi pada apendiks yang tleah mengalami
pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan lekuk usus halus.
a) Massa Periapendikular
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/lekuk usus
halus. Pada Massa Periapendikuler dengan pembentukan dinding yang
belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh ronga

15
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.
b) Apendisitis Perforata
Perforasi Apendiks akan mengakibatkan peritonotis purulenta
yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi
seluruh perut, dan perut menjadi kembung dan tegang. Nyeri tekan dan
defans muskular terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan
pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristaltis usus apat menurun
sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga
peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu
tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiagfragma. Adanya
massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai
abses.

l) Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan
setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien,
penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang
biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.​12
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam
rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan
secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu
akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara
benar.​12

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2002. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta : EGC


2. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., 2004. ​Buku-Ajar Ilmu Bedah.​ Edisi 2. Jakarta:
EGC.
3. Brunicardi, F. Charles; Andersen, Dana K.; Billiar, Timothy R.; Dunn, David L.;
Hunter, John G.; Pollock, Raphael E. 2006. Swartz’s Manual Of Surgery. 8​th​ed.
USA : McGraw Hill
4. Docstoc. 2010. ​Apendisitis.​ Available from: http://www.docstoc.com/docs/22262076/
-apendisitis [Accessed 11 January 2017]
5. McCance, Kathryn L., Hether, Sue E. 2006. Pathopysiology: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. 5​th​ed. Philadelphia : Elsevier Mosby
6. Crawford, J. Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
7. Longo, Dan L., Fauci, Anthony S. 2013. Harrison’s Gastroenterology and
Hepatology. 2​nd​ed. New York : McGrew Hill Education.
8. Lee, d. 2009. Appedicitis and Appendectomy. Diunduh dari:
http://www.eapsa.org/parents/resources/Appendicitis.cfm​. 11 January 2017
9. Rosai, J. 1996. Ackerman’s Surgical Pathology. 8​th​. Missiori : Mosby.
10. Departemen Bedah UGM. 2010. ​Apendik​. Available from:
http://www.bedahugm.net/tag/appendix [Accessed 11 January 2017].
11. Wiyono, Mellisa H. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis Akut. Jakarta : J. Kedokt Meditek Vol.17
​ tama, Hendra, ed. ​Bunga
12. Sanyoto, D., 2007. Masa Remaja dan Dewasa. ​Dalam: U
Rampai Masalah Kesehatan dari dalam Kandungan sampai Lanjut Usia. ​Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 297-300.

17

Anda mungkin juga menyukai