Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tingkat kejadian apendisitis di negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan
negara berkembang. Apendisitis dapat terjadi pada laki – laki dan perempuan pada
segala usia tapi pada umumnya saat usia remaja yaitu sekitar usia 20 – 30 tahun.
Apendisitis pada umumnya terjadi pada laki – laki (Kowalak, 2011).
Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden
apendisitis kronis di Asia pada tahun 2007 adalah 4,8% dari total populasi penduduk
di dunia berjumlah 25.340 kasus dan masih banyak kasus apendisitis kronis yang
tidak terlaporkan, sedangkan dilakukan tindakan apendiktomi 25.330 kasus (Peter,
2010). Pada penelitian Haider Kamran 1997 di Ayub Teaching Hospital Pakistan,
menunjukkan dari 100 pasien apendisitis kronis, 58% adalah laki-laki dan 42% adalah
perempuan (Marisa, 2009).
Dari survey di 12 provinsi tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis kronis yang
dirawat inap di rumah sakit sebanyak 4.251 kasus. Jumlah ini meningkat drastis
dibanding dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 2.236 orang. Diawal tahun 2009,
tercatat 3.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat apendisitis kronis.
Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus apendisitis kronis
yang tidak terlaporkan. Dinkes Jateng menyebutkan pada tahun 2009 jumlah kasus
apendisitis kronis di Jawa Tengah sebanyak 980 penderita. (Dinkes, 2009).
Di RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo sendiri tercacat selama 3 bulan terakhir
(3 Juni 2019 – 13 September 2019) didapatkan data apendisitis sebanyak 20 kasus
dengan tindakan apendiktomi (Buku Register RSUD IBS Wates). Tindakan operasi
atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua hampir pasien.
Berbagai kemungkinan buruk yang akan membahayakan pasien bisa terjadi sehingga
diperlukan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan mulai dari pre,
intra dan post pembedahan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat
untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan

1
pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling
ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi,
perawat). Disamping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif .

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimana
Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Nn. R Dengan Diagnosa Apendisitis Kronis
Dengan Tindakan Apendiktomi Di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum
Daerah Wates Kulonprogo Yogyakarta”.

C. RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup Tempat Dan Waktu
Penulis membatasi data asuhan keperawatan perioperatif pada Nn. R dengan
apendisitis kronis dengan tindakan apendiktomi yang meliputi pre, intra, post
operasi di lingkungan kerja kamar operasi RSUD Wates.
2. Lingkup Asuhan Keperawatan
Penulis melakukan asuhan keperawatan menggunakan proses keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi keperawatan perioperatif.

D. TUJUAN
Tujuan penulisan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus:
1. Tujuan umum :
Untuk memberikan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan perioperatif pada Nn. R dengan apendisitis kronis yang di lakukan
tindakan apendiktomi di Instalasi Bedah Sentral RSUD Wates tahun 2019.
2. Tujuan khusus:
a. Dapat menjelaskan konsep dasar teori apendisitis
b. Dapat menjelaskan konsep dasar teori asuhan keperawatan dengan pasien
yang dilakukan apendiktomi
c. Mengerti tentang instrumentasi pada tindakan operasi apendiktomi

2
3
E. MANFAAT
1. Secara teoritis
Meningkatkan pengetahuan dalam bidang keperawatan terutama konsep dasar
penyakit dan konsep asuhan keperawatan perioperatif apendiktomi.
2. Secara aplikatif
a. Bagi penulis
1) Meningkatkan keterampilan pemberian asuhan keperawatan pada pasien
perioperatif apendiktomi.
2) Meningkatkan ketrampilan instrumentasi pada tindakan asuhan keperawatan
apendiktomi
b. Bagi rumah sakit
Sebagai acuan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif
apendiktomi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Apendisitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 2011).
Sedangkan menurut Mansjoer (2009), apendisitis adalah peradangan dari apendiks
fermivormis, dan merupakan penyebab nyeri abdomen yang paling sering. Penyakit
ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan menurut Ovedolf (2009), apendisitis kronis adalah infeksi pada
apendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalit (batu feses) dan hiperplasi jaringan
limfoid. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis kronis. Erosi
membran mukosa apendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.
Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2009).
Sedangkan menurut Mediskus 2010, apendiktomi yaitu suatu prosedur operasi untuk
memotong dan membuang apendiks (usus buntu).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Menurut Mohamad Judha & Rizky Erwanto 2011, anatomi fisiologi apendiks yaitu:
1. Anatomi apendiks
Apendiks merupakan organ yang panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada
sekum. Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Apendiks berupa pipa buntu

5
yang terbentuk seperti cacing dan berhubungan dengan sekum di sebelah kaudal
peralihan ileosekal (ileocecal junction). Apendiks memiliki meso-apendiks yang
menggantungnya pada mesenterium bagian akhir ileum. Apendiks terletak pada
regioiliaca kanan. Dasar apendiks terletak pada 1/3 atas garis yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior dengan umbilicus (titik McBurney)
dan pangkal apendiks lebih ke dalam dari titik pada batas antara bagian sepertiga
lateral dan dua pertiga medial garis miring antara spina iliaca anterior superior dan
anulus umbilicalis (titik McBurney).

Gambar 2.1 Anatomi Apendiks Gambar 2.2 Model Surgical Incision


2. Fisiologi apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang bersifat basa mengandung
amylase, erepsin dan musin. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretor yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah Ig A. Imunoglobulin itu sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak memengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfa di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

C. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer 2009, menyatakan penyebab apendisitis kronis :
1. Hiperplasia folikel limfoid.
2. Fekalit yaitu terbentuk dari feses (tinja) yang terperangkap di dalam saluran

6
apendiks.
3. Benda asing.
4. Striktur (penyempitan) karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia
jaringan limpfoid, penyakit cacing askaris, parasit E.histolytica, benda asing dalam
tubuh dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks
adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Mansjoer 2009, apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis
kronis fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif kronis. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium
ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendiksularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih

7
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Menurut Smeltzer (2009), apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai
akibat tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks
yang terinflamasi berisi pus.

8
E. PATWHWAY

9
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Schwart, (2009) menyatakan tanda dan gejala klasik adalah berawal
anoreksia, diikuti dengan periumbilical konstan derajat sedang dengan pergeseran
dalam 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah, selanjutnya dapat
terjadi episode muntah bersama dengan obstipasi atau diare, takikardi dan
peningkatan suhu tubuh.
Manifestasi klinis menurut Mansjoer, (2009) keluhan apendiks kronis biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan
muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam
nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan
dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme
biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak
dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8°C. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian
perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini
nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa
menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

10
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap : Hb, Hmt normal, LED meningkat pada apendisitis kronis.
2. Rontgen
3. USG
4. CT-Scan
5. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukan komplikasi- komplikasi dari apendisitis
kronis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosa banding
(Schwart, 2009).
6. Laparascopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan
dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka dapat
langsung dilakukan pengangkatan apendiks (www.medicastore.com, 2008).
7. Apendicogram, hasil positif bila berupa : Non filling, partial filling, mouse tail,
cut off. Bila rontgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis
(Sari, dkk. 2008)

H. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
apendisitis gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri

11
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,5oC, tampak toksik, nyerit tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi (Brunner & Suddarth, 2012)
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian rocedural. Pemberian
rocedural berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
rocedural sistemik.
2. Operasi
Bila rocedur sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan
apendiktomi dengan pemberian rocedural dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
Apendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat appendik yang
dilakukan untuk menurunkan perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan secara
terbuka atau laparoskopi. Apendiktomi terbuka dilakukan insisi McBurnney yang

12
biasanya dilakukan oleh para ahli. Pada apendisitis yang tanpa komplikasi maka
tidak perlu diberikan rocedural, kecuali pada apendisitis rocedura. Penundaan
tindakan bedah yang diberikan rocedural dapat menimbulkan abses atau
perforasi. Terapi farmakologis rocedural e rocedural untuk menurunkan resiko
infeksi pasca bedah.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang keperawatan yang akan muncul pada pasien apendisitis kronis yaitu :
1. Pre – Operasi
a. Gangguan eliminasi berhubungan dengan infeksi saluran kemih
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor biologis
d. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit rencana pembedahan
2. Post – Operasi
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
b. Gangguan ADL berhubungan dengan keterbatasan gerak
c. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan pembatasan intake
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
e. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. ASUHAN KEPERAWATAN PRE-OPERATIF


1. Pengkajian
Hari/tanggal pengkajian : Jumat, 13 September 2019
Waktu : Pukul 09.30 WIB
Tempat : IBS RSUD Wates
Sumber data : Pasien, keluarga, tim kesehatan, rekam medis
Metode : Wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, studi
dokumentasi
a. Identitas diri klien
Nama : Nn. R
Usia : 20 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dukuh 10/05, Sindutan, Temon, Kulon Progo
Suku bangsa : Indonesia
Status pernikahan : Belum kawin
Agama / keyakinan : Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Mahasiswa
Diagnosa roce : Apendisitis kronis
No. RM : 73-24-xx
Tanggal masuk RS : 6 September 2019
Tanggal pengkajian : 13 September 2019
b. Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Usia : 54 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Dukuh 10/05, Sindutan, Temon, Kulon Progo

14
Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
c. Tim Bedah
Dokter nestesi : dr. Sya, Sp. An
Penata anestesi : NW, AMK
Dokter operator : dr. SS, Sp. B
Asisten 1 : HR, SST
Asisten 2 : RW, SST
Instrumentator : Ehr, S.Kep., Ns
Sirkuler : Ve, Amd. Kep
d. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri skala 5 di perut sebelah kanan bawah sejak
seminggu yang lalu, sempat demam hari selasa, mual dan muntah, nyeri
pinggang kanan dan nyeri pada ulu hati, nyeri senut-senut dan terasa
hilang timbul.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan merasakan nyeri perut skala 5 di perut sebelah kanan
bawah sejak seminggu yang lalu, sempat demam hari selasa, mual dan
muntah, nyeri pinggang kanan dan nyeri pada ulu hati, nyeri senut-senut
dan terasa hilang timbul dan memeriksakannya tanggal 6 September 2019
sore ke IGD RSUD Wates, dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
masuk rawat inap pada tanggal 6 September 2019.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes, asma, maupun
penyakit jantung.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit menurun dan tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular.
5) Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran : Compos Mentis E4 V5 M6
b) Vital sign : TD : 114/84 mmHg, suhu : 36,8 oC, nadi : 110 x/menit, RR :

15
18 x/menit, SpO2 : 98%
c) Berat badan : 38 kg
d) Tinggi badan : 147 cm
e) Kepala : tidak ada keluhan pada kepala, rambut tampak bersih.
f) Mata : Kanan kiri simetris, roced tidak ikterik, konjungtiva pink.
g) Hidung : Simetris, bersih, dan tidak ada benjolan maupun luka
h) Telinga : Simetris, tidak ada serumen, dan tidak ada gangguan
pendengaran.
i) Mulut dan gigi : Bersih, lembab, gigi tampak rapi, ada gigi palsu
berjumlah 2.
j) Leher : Leher tampak simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
k) Thorax :
I : Tidak ada retraksi dada, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa tambahan.
P : Paru sonor, jantung pekak, tidak ada efusi.
A : Suara paru vesikuler, jantung regular dan tidak terdapat suara
tambahan
l) Abdomen :
I : Tampak bersih, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
A: Peristaltik usus 12x/menit
P: Suara tympani
P: Ada nyeri tekan pada daerah kuadran kanan bawah
m) Perkemihan
Tidak merasa nyeri saat BAK
n) Integumen
Akral hangat, turgor baik kembali < 2 detik, tidak oedema, tidak ada
lesi.
o) Ekstremitas
Kekuatan otot : Skala kekuatan otot 5/5 untuk ekstremitas atas dan
bawah, artinya bebas bergerak dapat melawan tahanan, terpasang
roced pada tangan kiri.
Kulit dan kuku : kulit tampak kering, turgor rocedu, kuku jari

16
tangan/kaki tampak kotor dan panjang, CRT 3 detik
6) Pengkajian pola fungsional
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
SMRS : Pasien mengatakan akan berobat ke puskesmas atau rumah
sakit ketika sakit. Pasien mandi 2x dalam sehari.
MRS : Pasien mengatakan mandi 1x sehari
b) Pola aktivitas dan latihan
SMRS :
Tabel 3.1 Pola aktivitas dan latihan SMRS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan / minum √
Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilisasi √

Berpindah √

Ambulasi ROM √

MRS :
Tabel 3.2 Pola aktivitas dan latihan MRS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan / minum √
Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilisasi √

Berpindah √

Ambulasi ROM √
Keterangan :
Skala 0 : Mandiri

17
Skala 1 : Alat Bantu
Skala 2 : Dibantu oranglain
Skala 3 : Dibantu orang lain dan alat
Skala 4 :Tergantung secara total
c) Pola Nutrisi dan Metabolisme
SMRS : Pasien mengatakan biasa makan 3x sehari dengan porsi
normal, minum 8 gelas/hari, tidak ada diet khusus, tidak ada kesulitan
menelan.
MRS : Pasien mengatakan makan 3x sehari habis setengah porsi rumah
sakit, minum 5 gelas/hari. Saat ini pasien sudah puasa selama 8 jam
mulai dari jam 01.00 WIB.
d) Pola Eliminasi
SMRS : Pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat lunak, warna
kuning kecoklatan. Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dan
kesakitan saat BAK, warna urine kuning.
MRS : Pasien mengatakan BAB 3 hari sekali, tidak nyeri saat BAK
e) Pola Tidur dan Istirahat
SMRS : Pasien mengatakan tidur ±8 jam/hari dan tidak ada gangguan
pola tidur
MRS : Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien tidur selama
6-7 jam, namun sehari sebelum operasi mengalami sulit tidur dan
memulai tidur karena merasa cemas.
7) Aspek psiko-sosio-spiritual
a) Pola konsep diri
SMRS : Klien berperan sebagai anak dan menjalankan perannya
dengan baik.
MRS : Selama menjalani pengobatan di RS klien tidak dapat
menjalankan tugas dan perannya dengan maksimal.
b) Pola Seksual dan Reproduksi
Selama dirawat di rumah sakit pasien tidak sedang mengalami
menstruasi.
c) Pola Mekanisme Koping

18
Pasien menyatakan walaupun cemas pasien punya keyakinan kalau
semua yang dialami ada hikmahnya asal tawakal dan berdo’a.
d) Pola Persepsi Diri
Pasien mengatakan siap menghadapi operasi dan berharap semoga
operasi ini bisa berjalan dengan roced.
e) Pola Peran dan Hubungan
Pasien mampu berkomunikasi baik dengan keluarga dan tenaga
kesehatan, pasien mendapat dukungan terhadap kesembuhannya dari
keluarga terutama orangtuanya. Pasien tampak kooperatif dan mau
bekerjasama dengan tim medis.
f) Pola Nilai dan Kepercayaan
Pasien senantiasa berdoa supaya operasi yang akan dijalaninya dapat
berjalan dengan roced dan pasien bisa cepat sembuh.
g) Kecemasan Skala HARS (Hamilton Anxietas Rating Scale)
Tabel 3.3 Skala HARS

No Gejala Kecemasan Nilai Angka (Skor)

1 Perasaan cemas 0 1 2 3 4
Cemas √
Firasat buruk √
Takut akan pikiran sendiri √
Mudah tersinggung √
2 Ketegangan 0 1 2 3 4
Merasa tegang dan lesu √

Tidak bisa istirahat tenang √

Mudah terkejut √

Mudah menangis √

Gemetar √

Gelisah √

3 Ketakutan 0 1 2 3 4

19
Takut terhadap gelap √

Terhadap orang asing √

Takut ditinggal sendiri √

4 Gangguan tidur 0 1 2 3 4
Sukar memulai tidur √
Tidur tidak pulas √
Lesu √

Mimpi buruk √

5 Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4
Penurunan daya ingat √

Mudah lupa √

Sulit konsentrasi √

6 Perasaan depresi 0 1 2 3 4
Hilangnya minat √

Sedih √

Bangun dini hari √

Perasaan berubah-ubah √
7 Gejala somatic 0 1 2 3 4
Nyeri pada otot dan kaku √

Kedutan pada otot √

Gertakan gigi √

Suara tidak stabil √


8 Gejala somatic (sensorik) 0 1 2 3 4
Tinitus (telinga √
berdenging)
Penglihatan kabur √

Muka merah dan pucat √


9 Gejala kardiovaskuker 0 1 2 3 4

Takikardi

20
Nyeri dada √

Berdebar-debar √
Denyut nadi mengeras √

Rasa lemas (pingsan) √

10 Gejala raspiratori 0 1 2 3 4
Rasa tertekan di dada √

Perasaan tercekik √

Sering menarik nafas



panjang
Merasa nafas pendek √
11 Gejala gastrointestinal
0 1 2 3 4
(pencernaan)
Sulit menelan √

Berat badan menurun √

Mual dan muntah √


Nyeri lambung √

Perasaan panas di perut √

12 Gejala urogenital
0 1 2 3 4
(perkemihan)
Sering kencing √

Tidak dapat menahan √


kencing
13 Gejala vegetative 0 1 2 3 4
Mulut kering √

Mudah berkeringat √

Muka merah √

Kepala berat √

14 Perilaku 0 1 2 3 4
Gelisah √
Tidak tenang √

21
Jari-jari gemetar √

Kerut kening √

Muka tegang √
Otot tegang mengeras √
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = ringan / satu dari gejala yang ada
2 = sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari setengah gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor
danitem 1-14 dengan hasil :
Skor <14 = tidak ada kecemasan
Skor 14-20 = kecemasan ringan
Skor 21-27 = kecemasan sedang
Skor 28-41 = kecemasan berat
Skor 42-56 = roce
Interpretasi : Pada pemeriksaan kecemasan pada Nn. R dengan
menggunakan roce HARS diatas didapatkan skor 21 yang
menyatakan bahwa Nn. R mengalami kecemasan sedang.
e. Data Penunjang
1) Hasil Laboratrium Darah
Tanggal pemeriksaan : 6 September 2019
Waktu pemeriksaan : 16:41:25 WIB
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Metoda


HEMATOLOGI
Hemoglobin Colorimeti
12.7 12.00 – 16.00 g/dL
c
Hematokrit 34.5 37.00 – 47.00 % Analyzer

22
calculates
Lekosit 9.06 4.0 – 10.5 10^3/uL Impedance
Trombosit 313 150 – 450 10^3/uL Impedance

Eritrosit 4.25 3.90 – 5.50 10^6/uL Impedance

MPV (Mean
Platelet 7.3 6.5 – 12.00 fL
Volume)
RDW Analyzer
41.4 35.0 – 56.0 fL
calculates

PDW
(Platelet
15.6 9.0 – 17.0
Distribution
Width)
INDEX
Analyzer
MCV 81.2 80.0 – 97.0 fL calculates
Analyzer
MCH 30.0 27.0 – 32.0 Pg calculates
Analyzer
MCHC 36.9 32.0 – 38.0 g/dL calculates
HITUNG JENIS
Neutrofil % 57.6 50.0 – 70.0 %
Limfosit % 34.3 25.0 – 40.0 % Impedance
Monosit % 3.9 3.0 – 9.0 %

Eosinofil % 3.8 0.5 – 5.0 %

Basofil % 0.4 0.0 – 1.0 %

Neutrofil # 5.21 2.00 – 7.00 10^3/uL

Limfosit # 3.11 1.25 – 4.0 10^3/uL Impedance


Monosit # 0.35 0.30 – 1.00 10^3/uL

Eosinofil # 0.35 0.02 – 0.50 10^3/uL

Basofil # 0.04 0.0 – 10.0 10^3/uL

GULA
DARAH

23
Glukosa
Darah 99 50 – 200 mg/dl GOD-PAP
Sewaktu
IMUNO-SEROLOGI
HBs Ag Negativ
Negative
(Rapid) e
2) Hasil Pemeriksaan Appendicogram

Tanggal pemeriksaan : 11 September 2013


Oleh : dr. E, Sp. Rad
Hasil pemeriksaan :
Apendicogram : tak tampak kontras pada appendix, tak tampak indentasi
pada coecum
Kesan : apendicogram negative, kemungkinan adanya apendisitis belum
dapat di kesampingkan.
f. Persiapan Operasi
Persiapan pasien yang dilakukan di ruang penerimaan IBS RSUD Wates
Kulon Progo meliputi pemeriksaan fisik dan administrasi. Pasien roced ke
IBS pada pukul 09.20 WIB. Perawat yang bertugas di ruang penerimaan
mengganti baju pasien dengan baju khusus operasi dari IBS, dan memakaikan
topi operasi atau penutup kepala kepada pasien kemudian perawat melakukan
serah terima pasien dengan perawat bangsal.
1) Persiapan Pasien
Perawat melakukan verifikasi dokumen / status pasien :
a) Benar pasien (identitas pasien)
b) Gelang identitas terpasang (lengkap, benar)
c) Penandaan lokasi operasi (ada)
d) Puasa sesuai ketentuan (pasien puasa sejak pukul 01.00 WIB)
e) Perhiasan (pasien tidak memakai perhiasan)
f) Gigi palsu (pasien memakai gigi palsu sejumlah 2)
g) Riwayat alergi (pasien tidak mempunyai riwayat alergi)
h) Sesak nafas (pasien tidak mempunyai riwayat sesak nafas)
i) IV line, dower cateter (pasien terpasang Infus RL 500cc, tidak

24
terpasang kateter)
j) Pemberian rocedural profilaksis (ceftriaxon 1gr pada pukul 10.00
WIB). Sudah dilakukan skin test di Ruang Anggrek, hasil skin test
rocedur, obat sudah disertakan.
2) Persiapan Administratif
a) Assesmen pra bedah (lengkap)
b) Assesmen pra anestesi (lengkap)
c) Inform consent anestesi (lengkap)
d) Inform consent tindakan operasi (lengkap)
e) Penandaan sisi lokasi operasi (sudah ditandai)
f) Lembar hasil lab dan rontgen (lengkap)
g) Lembar askep, lembar laporan operasi, durante operasi (sudah
disiapkan)
2. Analisa Data Pre-Operatif
Tabel 3.5 Analisa Data Pre-Operatif

N Data Fokus Problem Etiologi


o
1 DS : Nyeri akut Agen cedera
biologi
Pasien mengatakan nyeri (apendisitis)
P : bergerak
Q : senut-senut
R : perut sebelah kanan bawah,
pinggang kanan dan pada ulu hati
S : skala 5
T : hilang timbul
DO :
 Pasien tampak menahan nyeri
 Pasien tampak memegangi area
perut kanan bawah
 Vital sign :
TD : 114/84 mmHg

25
Suhu : 36,8oC
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 98%
 Skala nyeri : 5
2 DS : Ansietas Perubahan dalam
status kesehatan
Pasien mengatakan cemas akan (tindakan operasi)
dilakukan operasi
DO :
 Pasien bertanya “operasinya
bagaimana dan berapa lama ?”
 Skala kecemasan pasien dengan
skala HARS skor 21 (kecemasan
sedang)
 Vital sign :
TD : 114/84 mmHg
Suhu : 36,8oC
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 98%

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (apendisitis)

b. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan (tindakan


operasi)

26
4. Inervensi Pre Operatif
Tabel 3.6 Intervensi Pre Operatif
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawaan Manajemen nyeri
agen cedera biologi selama 15 menit diharapkan nyeri
(apendisitis) dapat berkurang dengan criteria hasil : a. Kaji nyeri secara komprehensif
Kontrol nyeri b. Observasi respon non-verbal pada klien
akibat nyeri
a. Melaporkan nyeri berkurang, skala
nyeri 0-3 (visual analog scale) c. Observasi akibat dari nyeri terhadap
kualitas hidup klien (nafsu makan,
b. Ekspresi wajah rileks tidur, dll)
c. Pasien mampu melakukan teknik d. Modifikasi lingkungan yang dapa
napas dalam mencetuskan nyeri
d. Tanda vital dalam batas normal e. Beri informasi mengenai nyeri kepada
klien
e. TD : 100-140 mmHg ( rocedu)
dan 60-90 mmHg (diastole) f. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengontrol nyeri
f. Nadi : 60-100 x/menit
g. Kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain untuk memberikan
analgesic jika nyeri sudah tidak
terkontrol
2 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction :
perubahan dalam status keperawatan selama 15 menit
kesehatan (tindakan operasi) diharapkan masalah cemas berkurang a. Ciptakan suasana yang tenang dan
dengan criteria hasil : berikan pendekatan
b. Jelaskan semua langkah-langkah

27
Anxiety Level : termasuk efek selama indakan
a. Tidak ada ekspresi tegang c. Berada disamping pasien untuk
mendukung keamanan pasien dan
b. Tidak ada perubahan TTV secara mengurangi kecemasan
drastic
d. Dorong pasien untuk mengungkapkan
Anxiety self control : respon verbal tentang perasaan dan
a. Mencari informasi untuk persepsi dari kecemasan
mengurangi cemas e. Identifikasi ketika kecemasan berubah
b. Menggunakan srategi koping yang f. Nilai respon verbal dan non verbal dari
efektif untuk mengurangi cemas tanda-tanda kecemasan

5. Implementasi dan Evaluasi Pre – Operatif


Tabel 3.7 Implementasi dan Evaluasi Pre – Operatif
No
Diagnosa Implementasi Evaluasi
.
1. Nyeri akut berhubungan dengan Tanggal : 13 September 2019 Tanggal : 13 September 2019
agen cedera biologi
(apendisitis) Jam : 09.15 WIB Jam : 09.20 WIB
1. Mengkaji nyeri secara S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
komprehensif
P : Bergerak
2. Mengobservasi respon non verbal
pada klien akibat nyeri Q : senut-senut

3. Mengobservasi akibat nyeri R : perut kanan bawah


terhadap kualias hidup klien S:3
(ADL)
T : hilang timbul

28
4. Memodifikasi lingkungan yang O:
dapat mencetuskan nyeri dengan
menempatkan klien berada jauh - Pesien tampak lebih rileks
dari kebisingan suara - Pasien mampu melakukan nafas
5. Memberi informasi mengenai dalam
nyeri - Pasien memahami tentang nyeri
6. Mengajarkan tehnik nafas dalam - Vital sign :
TD : 114/84 mmHg
Suhu : 36,8oC
Nadi : 110 x/menit
RR : 18 x/menit
SpO2 : 98%
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan pasien di pindah
ke kamar operasi
2. Ansietas berhubungan dengan Tanggal : 13 September 2019 Tanggal : 13 September 2019
perubahan dalam status
kesehatan (tindakan operasi) Jam : 09.15 WIB Jam : 09.20 WIB
1. Memberi salam kepada pasien S : Pasien mengatakan cemas masih ada,
namun sedikit berkurang
2. Memberi semangat kepada pasien
O : pasien tampak sudah sedikit tenang,
3. Menganjurkan pasien untuk pasien memahami informasi yang
berdoa diberikan, pasien sudah memulai untuk
4. Menciptakan suasana yang tenang berdoa, skala HARS pasien 19 (Ringan)
A : Ansietas berkurang sebagian

29
5. Menjelaskan proses operasi secara P : Menganjurkan pasien untuk tetap
umum tenang dan melanjutkan tindakan
operasi
6. Berada disamping pasien untuk
mendukung keamanan pasien dan
mengurangi kecemasan
7. Mengidentifikasi ulang skala
kecemasan klien (Skala Hars)

30
B. ASUHAN KEPERAWATAN INTRA-OPERATIF
1. Pengkajian
a. Persiapan Perawat
Perawat di ruang penerimaan bertugas untuk mengkonfirmasi identitas pasien
dan perlengkapan administrasi. Perawat rocedural menyiapkan set rocedural
dan set gown, set drapping, memasang duk mayo, mengecek mesin suction dan
electric cauter, mempersiapkan rocedural. Perawat sirkuler memposisikan pasien
di meja operasi dengan posisi supinasi yang sebelumnya dipasang pengaman
pasien, dan mempersiapkan dokumentasi operasi.
Menyiapkan kamar operasi meliputi :
1) Mengatur meja operasi
2) Mengecek nyala dan mengatur lampu operasi
3) Menyiapkan perlak dan under pad di atas meja operasi
4) Menyiapkan mesin electric couter
5) Menyiapkan rocedu mayo instrument
6) Menyiapkan dan memastikan instrument bedah umum dan linen dalam
keadaan steril
7) Menyiapkan mesin suction
8) Menyiapkan tempat sampah medis, non medis dan safety box
9) Menyiapkan tempat jas dan duk kotor
b. Alat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tabel 3.8 Alat dan Bahan Medis Habis Pakai

31
Bahan Medis Jumlah
Sarung tangan steril 4 pasang
Alcohol 70 % 50 cc
Povidon iodine 10 % 50 cc
Chlorhexidine gluconat 4 % 5 cc
NaCl 500 ml 1 flabot
Bisturi no. 20 1 buah
Spuit 10 cc 1 buah
Aquabides 25 cc 1 buah
Foley catheter no. 14 1 buah
Jelly 1 buah
Urine bag 1 buah
Kassa 20 lembar
Benang :
- Cutgut Chromic no. 0 tapper 1 buah
(absorsable)
- Silk no. 2.0 tapper (absorsable) 1 buah
- Dafilon no 2.0 cutting (non
absorsable) 1 buah
Hipafix ukuran 10 x 20 cm 1 buah
Underpad 1 buah
c. Pot jaringan 1 buah Persiapan Instrumen
Steril
Tabel 3.9 Instrumen Steril
Nama Instrumen Jumlah
Bengkok 1 buah
Bowl 2 buah
Pinset cirurgis 2 buah
Pinset anatomis 2 buah
Scapel mess no. 4 1 buah
Hemostatic forceps pean 8 buah
Doek klem 4 buah
Gunting metzembaum 1 buah
Babcock 1 buah
Needle holder 2 buah
Gunting ligature 1 buah
Sponge holding forceps 1 buah
Allis klem 1 buah
Hak langenbeck 2 buah

32
Hak middledorf 2 buah
Pen cauter pendek 1 buah
Kocker 1 buah

d. Persiapan duk steril yang terdiri dari :


1) Jas operasi : 4 buah
2) Lap tangan : 4 buah
3) Duk sedang : 2 lembar
4) Duk besar : 2 lembar
e. Persiapan pasien
1) Membantu memindahkan pasien dari brankar ke meja operasi
2) Membantu posisi pasien sesuai tindakan prosedur operasi
3) Memasang pulse oxymeter, saturasi, ground (negative plate)
Sebelum dilakukan pembiusan atau induksi oleh dokter Anestesi, pasien
dilakukan verifikasi SIGN IN oleh perawat sirkuler :

33
SIGN IN

Tabel 3.10 SIGN IN

Sebelum induksi anastesi (SIGN IN)


Diisi pukul 09.50 WIB
1 Pasien telah dikonfirmasi Benar pasien (menanyakan langsung
identitas pasien dan dicocokan dengan
a. Identitas pasien gelang identitas pasien )
Nama : Nn. R
Tanggal lahir : 28 – 07 – 1999
MR : 7324XX
Gelang identitas : ada, warna pink
Diagnosa : Apendisitis kronis
b. Prosedure Memastikan kepada pasien terhadap
prosedur tindakan operasi
c. Informed consent operasi Ada
d. Informed consent anestesi Ada

2 Lokasi operasi sudah diberi Ya


tanda
3 Mesin dan obat-obat anestesi Ya
sudah di cek lengkap
4 Pulse oximeter sudah Ya
terpasang dan berfungsi
5 Apakah pasien mempunyai Tidak
riwayat alergi ?
6 Resiko kesulitan bernafas / Tidak
resiko aspirasi ?
7 Resiko kehilangan darah Tidak
lebih dari 500 ml (7 ml/kg
BB pada anak)

34
Tim anastesi dan perawat sirkuler memposisikan pasien duduk. Tim anestesi
melakukan pembiusan secara regional anastesi (Sub Aranoid Block). Perawat
sirkuler memasang negative plate pada betis kanan. Perawat sirkuler memasang
foley catheter no.14 dan diisi dengan aquabides 15 cc untuk pengunci. Perawat
sirkuler melakukan teknik rocedu pada area abdomen pasien dengan cairan
chlorehexidine gluconat 4% lalu dibilas dengan NaCl.
f. Prosedur
1) Tim operasi memakai pakaian khusus kamar operasi lengkap dengan goggle
(kacamata), masker, tutup kepala, apron, sepatu boot.
2) Tim operasi melakukan cuci tangan bedah sesuai standar, memakai jas operasi
dan sarung tangan steril dengan cara tertutup.
3) Perawat instrument mempersiapkan set rocedural, set linen, dan BAHP.
4) Perawat rocedural menyiapkan / menata rocedural operasi sesuai dengan
yang diperlukan (menghitung rocedural dan kasa yang akan dipakai).
5) Asisten operator melakukan skin preparasi pada medan yang akan di insisi
dengan rocedu 70 % dilanjutkan dengan iodine povidon 10 % seluas ± 30 cm
disekitar daerah insisi (abdomen menyeluruh dari bawah diafragma sampai
1/3 femur atas) diulangi 3 kali.
g. Prosedur Draping
1) Setelah dilakukan skin preparasi selanjutnya melakukan draping dengan
memasang duk besar pada bagian atas dan bawah kemudian memsang duk
sedang dibagian samping kanan dan kiri lalu difiksasi dengan duk klem.
2) Perawat sirkuler memasang pen couter ke mesin ESU (Electro Surgical Unit)
dan memasang selang suction.
3) Tim menempati posisinya masing-masing, meja mayo didekatkan.

35
B
4 3 A

D C
2
1
E 6 5

Gambar 3.1 Setting Kamar Operasi


Keterangan :
1. Perawat sirkuler A. Mesin anestesi
2. Dokter anestesi B. Mesin ESU
3. Dokter operator C. Meja operasi
4. Asisten 2 D. Suction
5. Asisten 1 E. Meja instrument
6. Perawat instrument F. Meja linen

h. Perawat sirkuler membacakan time out sebelum insisi


Tabel 3.11 Time Out
Sebelum Insisi (Time Out)
Diisi pukul 10.15 WIB
1 Konfirmasi seluruh Sudah
anggota tim nama dan Anestesor : dr. Sya, Sp. An
peran Penata anestesi : NW, AMK
Operator : dr. SS, Sp. B
Asisten 1 : HR, SST
Asisten 2 : RW, SST
Instrumentator : Ehr, S.Kep., Ns
Sirkuler : Ve, Amd. Kep
2 Konfirmasi nama pasien, Pasien sudah dikonfirmasi

36
prosedur dan lokasi insisi Nama : Nn. R
Diagnosa : Apendisitis kronis
Lokasi insisi : McBurney
3 Konfirmasi pemberian Antibiotik : Ceftriaxone
rocedural profilaksis dan Dosis : 1 gr
dosis Masuk jam 10.00 WIB
Sudah dilakukan skin test di ruangan,
hasil skin test negative
4 Antisipasi kejadian kritis Dokter bedah : antisipasi kehilangan
darah yang dipersiapkan (tidak ada)
Dokter anestesi : adakah terdapat hal
penting mengenai pasien yang perlu
diperhatikan ? (tidak ada)
Perawat : alat lengkap jumlah 33, kassa
20, jarum 3, sudah steril.
5 Foto appendicogram Ya
sudah ditayangkan

i. Perjalanan Operasi
1) Mempersilahkan operator memimpin do’a
2) Perawat instrument memberikan mess dan pinset cirurgis kepada operator
untuk insisi lokasi operasi 1/3 lateral dextra, dari lapisan epidermis sampai
subkutis. Bersamaan dengan perawat instrument memberikan pean dan kassa
pada asisten untuk depp perdarahan pada area insisi.
3) Perawat instrument memberikan middle dorf untuk membuka subkutis agar
menambah lapang pandang operator untuk melanjutkan insisi fascia scarpa.
4) Setelah fascia scarpa terbuka perawat instrument memberikan pean untuk
melakukan split pada M Obliqus externus dan M Obliqus internus.
5) Instrument memberikan langenbeck kecil ke asisten 1 untuk membuka otot
agar menambah lapang pandang operator untuk melakukan split pada M
tranversus sampai peritoneum terlihat.

37
6) Perawat instrument memberikan 2 pean kepada asisten operator untuk
mengklem peritoneum kesisi atas dan bawah.
7) Perawat instrument memberikan gunting jaringan ke operator, untuk
membuka peritoneum.
8) Perawat rocedural memberikan pinset anatomis kepada operator untuk
mengidentifikasi apendiks.
9) Perawat rocedural memberikan babcock dan allis klem ke operator untuk
mengangkat appendik.
10) Perawat instrument memberikan pean kepada asisten operator untuk
mengklem meso apendiks dan perawat instrument memberikan gunting
jaringan kepada operator untuk memotong meso apendiks yang menyatu
dengan apendiks.
11) Perawat rocedural memberikan needle holder dengan benang silk 2.0 serta
pinset anatomis kepada operator untuk menjahit meso apendiks yang sudah
dipotong dengan tehnik simpul melingkar. Serta memberikan gunting ligature
(gunting benang) kepada asisten operator.
12) Perawat rocedural memberikan mess no. 20 ke operator untuk memotong
apendiks serta memberikan kasa betadin kepada asisten operator untuk
mengompres apendiks yang sudah dipotong.
13) Perawat rocedural memberikan needle holder dengan benang silk 2.0 serta
pinset anatomis kepada operator untuk menjahit apendiks yang sudah
dipotong dengan tehnik simpul melingkar. Serta memberikan gunting ligature
(gunting benang) kepada asisten operator.
14) Perawat instrument memberikan kasa NaCl menggunakan pean kepada asisten
operator untuk memastikan tidak ada perdarahan.
15) Perawat instrument memberikan NaCl dalam bowl kepada asisten 2 untuk
membersihkan sebelum peritoneum ditutup.
j. Perawat instrument dan perawat sirkuler melakukan sign out
Tabel 3.12 Sign Out

38
Sign Out
Diisi pukul 10.45 WIB
No Indikator Pre-Operasi Post Operasi
1 Kassa 20 pcs 20 pcs (15 terpakai, sisa 5)
2 Jarum 3 3
3 Instrument 33 33
4 Perdarahan murni tabung - -
suction
5 Perdarahan kassa - 30 cc (kassa basah terpakai
6x5 cc)

k. Monitoring Hemodinamik Selama Operasi


Table 3.13 Hasil Monitoring Hemodinamik Selama Operasi
No Jam Tekanan Nadi RR SpO2 (%)
Darah (x/menit) (x/menit)
(mmHg)
1 10.05 114/84 110 18 98
2 10.20 109/64 89 14 97
3 10.40 110/51 82 12 97

l. Proses penutupan insisi


1) Perawat instrument memberikan 4 pean ke asisten 1 untuk mengklem bagian
peritoneum 4 sisi arah mata angin.
2) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang catgut cromic
0 ke operator serta pinset anatomis untuk menjahit peritoneum fat dengan
tehnik continue locking. Bersamaan dengan perawat instrument memberikan
gunting ligature ke asisten 2.
3) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang rocedu 0 ke
operator serta pinset anatomis untuk mengaitkan otot dengan teknik jahitan
simple. Asisten 2 membantu untuk menggunting benang.
4) Perawat instrument memberikan kasa NaCl kepada asisten untuk
membersihkan area jahitan.
5) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang catgut cromic

39
0 ke operator serta pinset anatomis untuk menjahit fascia sampai subkutis
dengan tehnik continue locking. Bersamaan dengan perawat instrument
memberikan gunting ligature ke asisten 2.
6) Perawat instrument memberikan needle holder bersama benang Dafilon 2.0
cutting ke operator serta pinset cirurgis untuk menjahit kutis dengan teknik
jahitan simple.
7) Setelah selesai menjahit kutis, asisten 2 membersihkan area insisi dengan kasa
NaCl kemudian dikeringkan dengan kasa.
8) Asisten 1 dan asisten 2 menutup luka insisi dengan sufratul dilapisi kassa
steril secukupnya lalu difiksasi dengan hepafix
9) Perawat instrument dan perawat sirkuler memasukkan jaringan apendik ke
dalam pot jaringan dan diberi barcode.
10) Perawat instrument merapikan instrument. Instrumen yang terpakai
didesinfeksi selama 15 menit, lalu dicuci menggunakan sikat, dikeringkan,
dibungkus, dikirim ke CSSD.

40
2. Analisa Data Intra Operatif
Tanggal : 13 September 2019
Tabel 3.14 Analisa Data Intra Operatif
No Data Fokus Problem Etiologi
1 DS : - Resiko infeksi Prosedur invasif
DO :
 Dilakukan insisi pada daerah Mc.
Burney sepanjang 10 cm
 Lama operasi dari jam 10.15 –
10.45

3. Diagnosa Keperawatan Intra-Operatif


Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

41
4. Intervensi Intra-Operatif
Tabel 3.15 Intervensi Intra-Operatif
N Diagnosa NOC NIC
o
1 Resiko infeksi Kontrol Infeksi : Kontrol infeksi intra-operatif
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan operasi 1. Pertahankan lingkungan rocedu selama proses
prosedur invasive selama 30 menit diharapkan resiko pembedahan.
infeksi tidak terjadi dibuktikan 2. Memonitor tanda dan gejala infeksi
dengan rocedur hasil : 3. Inpeksi kondisi luka / insisi bedah
1. Terkendalinya infeksi 4. Bersihkan ruangan dan atur penerangan di ruang
2. Luka dan keadaan sekitar bersih operasi
5. Berikan rocedural profilaksis sesuai ketentuan
6. Perawat melakukan scrubbing, gowning, gloving
sesuai universal precautions
7. Buka perlengkapan steril dan instrument
menggunakan teknik rocedu
8. Bantu dalam melakukan drapping pada pasien
9. Monitor daerah seteril untuk menjaga kesterilannya
10. Pertahankan kerapian dan perawatan ruangan untuk
membatasi kontaminasi dengan tetap menjaga
kesterilan selama operasi berlangsung.

42
5. Implementasi dan Evaluasi Intra Operasi
Tabel 3.16. Implementasi dan Evaluasi Intra Operasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Resiko infeksi Tanggal 13-9-2019 jam 10.15 WIB Tanggal 13-9-2019 jam 10.45
berhubungan dengan 1. Mempertahankan lingkungan S:-
prosedur invasive rocedu selama proses pembedahan O:
2. Membersihkan ruangan dan atur - Antibiotik profilaksis ceftraixone 1 gr
penerangan di ruang operasi diberikan jam 10.00 WIB
3. Memberikan rocedural profilaksis - Scrubbing, gawning, gloving sesuai
sesuai ketentuan standar
4. Tim bedah melakukan scrubbing, - Menjaga kebersihan selama operasi
gowning, gloving sesuai standar - Sudah dilakukan drapping
5. Membuka perlengkapan steril dan - Membuang kasa pada tempat sampah
instrument menggunakan teknik infeksius
rocedu - Terdapat luka sayatan ± 10 cm
6. Membantu dalam melakukan - Terdapat jahitan : 12 jahitan
drapping pada pasien - Tidak ada tanda-tanda infeksi
7. Memonitor daerah steril untuk - Vital sign :
menjaga kesterilannya TD : 110/51 mmHg
8. Menginpeksi kulit / jaringan Nadi : 82 x/menit
disekitar area pembedahan Suhu : 35oC
9. Mempertahankan kerapian dan RR : 12 x/menit
perawatan ruangan untuk membatasi SpO2 : 100 %
kontaminasi dengan tetap menjaga A : Resiko infeksi berhubungan dengan
kesterilan selama operasi prosedur rocedur
berlangsung. P : Tetap pertahankan teknik aseptik

43
C. ASUHAN KEPERAWATTAN POST OPERATIF
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nomor RM : 73-24-xx
Tanggal operasi : 13 September 2019
Nama : Nn. R
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Diagnosa medis : Apendisitis Kronis
Tindakan operasi : Apendiktomi
Ruang : Recovery Room IBS RSUD Wates
Jam / tanggal : 10.50 WIB / 13 September 2019
b. Keadaan umum
1) Pasien dalam keadaan sadar
2) Terpasang infuse Asering di tangan kiri
3) Terpasang kateter no 14 dengan jumlah urine pada urine bag masih minimal
4) Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah 0/0.
5) Irama nafas teratur, pasien terpasang oksigen 3 liter/menit di recovery room.
6) CRT < 3 detik, membrane mukosa tidak sianosis
7) Bromage score
Tabel 3.17 Bromage score
Nilai
No Kriteria Score
10.50 11.00 11.10 11.20
1 Gerakan penuh dari tungkai 0
2 Tak mampu ekstensi tungkai 1
3 Tak mampu fleksi lutut 2 2
4 Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3 3 3 3

44
8) Monitoring tanda-tanda vital
Tabel 3.18 Monitoring tanda-tanda vital
No Jam Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu SpO2
1 10.50 114/73 mmHg 91 x/menit 12 x/menit 35,6oC 97 %
2 11.00 117/69 mmHg 97 x/menit 16 x/menit 36 oC 97 %
3 11.10 125/84 mmHg 97 x/menit 19 x/menit 36 oC 99 %
4 11.20 125/84 mmHg 93 x/menit 18 x/menit 36,3 oC 98 %

2. Analisa Data Post Operatif


Tabel 3.19 Analisa Data Post Operatif
N
Data Fokus Problem Etiologi
o
1 DS : pasien mengatakan kakinya masih Resiko jatuh Agen
belum bias digerakkan, masih terasa farmaseutikal
kebas (efek anestesi)
DO :
 Pasien dengan regional anestesi
 Kekuatan otot ekstremitas bawah 0/0
 Skore bromage 3

3. Diagnosa Keperawatan
Resiko jatuh berhubungan dengan agen farmaseutikal (efek anestesi)

45
4. Intervensi Post Operatif
Tabel 3.20 Intervensi Post Operatif
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Resiko jatuh Pemulihan pasca bedah : Transportasi : antar fasilitas
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi keterbatasan fisik dan
agen farmaseutikal (efek selama 30 menit diharapkan kejadian kognitif yang dapat meningkatkan
anestesi) jatuh tidak terjadi dengan rocedur potensi jatuh
hasil : 2. Gunakan transportasi yang
1. Pasien sadar setelah anestesi selesai dibutuhkan sesuai kondisi pasien
2. Pasien aman tidak jatuh 3. Pastikan bahwa pasien telah stabil
3. Pasien kooperatif dan mampu untuk dipindahkan antar
4. Pasien mampu bergerak dan fasilitas/ telah memenuhi persyaratan
berkomunikasi penilaian bromage score
4. Berikan laporan klinis antar perawat
mengenai pasien ke fasilitas penerima
dan dokumentasikan laporannya
5. Gunakan side rail pada bagian kiri
dan kanan untuk mencegah jatuh dari
tempat tidur

46
5. Implementasi dan Evaluasi Post Operatif
Tabel 3.20 Implementasi dan Evaluasi Post Operatif
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Resiko jatuh Tanggal 13 Semptember 2019 jam S:-
berhubungan dengan 10.50 O:
agen farmaseutikal (efek 1. Mengidentifikasi keterbatasan  Pasien aman dan terhindar dari resiko
anestesi) fisik dan kognitif yang dapat jatuh
meningkatkan potensi jatuh  Pasien dipindahkan menggunakan
2. Memindahkan pasien dengan easy move
teknik yang benar dan aman  Pasien sadar dan bisa bernafas
3. Memasang side rail pada spontan
bagian kiri dan kanan untuk  Bromage score 2
mencegah jatuh dari tempat  Terpasang tanda fall risk di gelang
tidur pasien
4. Melakukan penilaian bromage A : Resiko jatuh berhubungan dengan agen
score farmaseutikal (efek anestesi) teratasi
5. Memonitor kembalinya fungsi P:
sensori dan motorik  Tetap dampingi pasien sebelum
pindah ke ruang perawatan
 Tetap pasang side rail selama pasien
di recovery room
 Bantu pindahkan pasien ke brancart
bangsal dengan hati-hati

Keadaan pasien sudah layak untuk pindah ke bangsal, pasien keluar dari Recovery Room jam 11.20 WIB.

47
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks fermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan (Mansjoer,dkk. 2009).
Keputusan mengambil keputusan apendiktomi didasarkan pada hasil pemeriksaan
fisik, penunjang dan juga atas dasar persetujuan keluarga pasien setelah mendapatkan
penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dengan segala aspeknya (inform
consent). Ssuhan keperawatan perioperatif apendisitis kronis dengan tindakan
apendiktomi di kamar bedah RSUD Wates dilakukan secara komprehensif meliputi pre-
operatif, intra-operatif dan post-operatif.
Asuhan keperawatan tersebut dilakukan melalui tahap-tahap kegiatan yang meliputi
pengkajian, rocedur keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Asuhan
keperawatan perioperatif pada pasien Nn. R dengan tindakan Appendiktomi meliputi :
1. Pre operatif
Fase ini adalah kelanjutan dari perawatan yang sudah dilakukan di bangsal terutama
menyangkut persiapan pasien, pada fase ini dilakukan :
a. Pengkajian data demografi, keluhan utama, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,
pola fungsi kesehatan, pemeriksaan penunjang, dan verifikasi persiapan sebelum
operasi.
b. Setelah melalui analisa data dirumuskan 2 diagnosa keperawatan yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (Appendiksitis)
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan (tindakan
operasi)
c. Setelah implementasi dan dilakukan evaluasi pada rocedur ansietas dengan hasil
telah dilakukan penjelasan prosedur dan efeknya, menemani pasien dan
memberikan dorongan, sehingga cemas mulai berkurang dan skala HARS

48
menjadi 19 (ringan).
2. Intra operatif
Pada fase ini dilakukan:
a. Pengkajian pada persiapan perawat, persiapan alat dan ruang kemudian persiapan
pasien
b. Melalui analisa disimpulkan ada 1 rumusan rocedur yaitu :
Resiko infeksi dengan roced resiko prosedur invasive (Operasi Appendiktomi).
c. Setelah implementasi dilakukan evaluasi dengan hasil
Usaha untuk mengontrol infeksi dan meminimalkan resiko sudah dilakukan
optimal
3. Post operatif
Pada fase ini dilakukan :
a. Pengkajian klien dengan post operatif terutama pada kesadaran dan pemulihan
efek anestesi pasca bedah
b. Melalui analisa disimpulkan ada 1 rumusan rocedur yaitu :
Resiko jatuh dengan roced resiko agen farmaseutikal (efek anestesi).
c. Dilakukan implementasi dengan hasil :
Pasien aman tidak jatuh

B. SARAN
1. Bagi Perawat dan Rumah Sakit
a. Diharapkan semakin meningkatkan pemberian pelayanan yang optimal dan
rocedural serta menjunjung tinggi disiplin ilmu keperawatan dalam pemberian
asuhan keperawatan perioperatif.
b. Diharapkan tetap mempertahankan pendokumentasian tindakan asuhan
keperawatan perioperatif karena merupakan hal yang sangat penting dilakukan
karena merupakan bukti legal serta tanggung jawab sebagai perawat.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
a. Tetap menjaga kebersihan luka untuk menjaga terjadingan infeksi silang dan

49
mematuhi semua anjuran dokter dalam kesinambungan pengobatan.
b. Budayakan perilaku hidup sehat guna mencapai standart kesehatan yang lebih
baik

50
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


http://www.academia.edu/12956687/Makalah_Apendisitis
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisologi. Alih bahasa oleh Andry
Hartono. Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk. 2009. Kapita selekta kedokteran Edisi 5 jilid 4. Jakarta : medika
aeusculapis FKUI
Mohamad Judha dan Rizki Erwanto, 2011. Anatomi fisiologi rangkuman sederhana
belajar anatomi fisiologi, Jakarta : EGC
Ovedolf , 2009. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan, edisi 2. Jakarta : EGC
Schwart, 2009. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dan Bare. 2009. Buku ajar keperawatan medical bedah, edisi 10
vol. 2. Jakarta : EGC
Wilson dan Goldman, 2011. Buku saku keperawatan pediatric, vol 6, edisi 5. Jakarta :
EGC

LAMPIRAN

1. Hasil Apendicogram

51
2. Hasil Apendiktomi

Panjang apendik 10 cm

52

Anda mungkin juga menyukai