Anda di halaman 1dari 170

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF NY. H DENGAN


DIAGNOSA MEDIS CARCINOMA MAMMA DEXTRA TINDAKAN
OPERASI MODIFIED RADICAL MASTECTOMY (MRM) DI CENTRAL
OPERATING THEATRE (COT) RUMAH SAKIT PERGURUAN TINGGI
NEGERI UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2021

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Profesi Ners di Fakultas
Keperawatan Universitas Hasanuddin

OLEH :

FITRA ARDILLAH S.Kep

R014 19 2016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
ii
ABSTRAK
Fitra Ardillah, S.Kep. R014192016. ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF NY. H
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CARCINOMA MAMMA DEXTRA TINDAKAN OPERASI
MODIFIED RADICAL MASTECTOMY (MRM) DI CENTRAL OPERATING THEATRE (COT)
RUMAH SAKIT PERGURUAN TINGGI NEGERI UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN
2021 dibimbing oleh Musmulyono Yusuf.
Latar Belakang: Carsinoma mammae atau kanker payudara merupakan gangguan dalam
pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang biak
dan menginfiltrasi jarinagan limfe dan pembuluh darah. Berbagai jenis penatalaksanaan operatif
untuk carsinoma mammae adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical
Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy (NSP) dan
Breast Conserving Treatment (BCT). MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara
beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor dan fasia pektoral serta diseksi aksila level
I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut.
Tujuan: Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Carsinoma mammae dengan tindakan
Modified Radical Mastectomy (MRM).
Hasil: Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan data yang mendukung penegakan diagnosis
keperawatan. Diagnosa yang muncul pada pre operasi yaitu ansietas, pada intra operasi muncul
diagnosa berupa hipotermia, risiko cedera, risiko infeksi dan risiko kekurangan volume cairan,
sementara pada post operasi muncul diagnosa nyeri akut dan risiko jatuh.
Pembahasan: Dari ketujuh diagnosa yang ditegakkan mulai dari pre operasi, intra operasi, hingga
post operasi merupakan diagnosa yang umumnya muncul pasien dengan tindakan Modified Radical
Mastectomy (MRM). Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada fase inta operatif untuk
pembedahan berongga seperti MRM adalah memastikan jumlah kasa dan instrumen lainnya yang
digunakan sebelum menutup luka operasi.
Kesimpulan: intervensi bedah pada pasien carsinoma mammae bertujuan untuk meeningkatkan
kualitas hidup dari segi kesehatan. Tindakan pembedahan wajib memperhatikan keselamatan
pasien, kesiapan pasien, dan prosedur yang akan dilakukan. Kesalahan yang biasa terjadi saat
dikamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah prosedur operasi ataupun salah pasien. Komunikasi
interprofesi yang efektif merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan
keselamatan pasien dan dapat meminimalisir kesalahpahaman.
Kata Kunci: Carsinoma mammae, Modified Radical Mastectomy (MRM), diagnosa keperawatan

iii
ABSTRACT
Fitra Ardillah, S.Kep. R014192016. PERIOPERATIVE NURSING CARE NY. H WITH
MEDICAL DIAGNOSIS CARCINOMA MAMMA DEXTRA OPERATING ACTION
MODIFIED RADICAL MASTECTOMY (MRM) AT CENTRAL OPERATING THEATER
(COT) HOSPITAL OF DEGREE HOSPITALITY OF HASANUDDIN UNIVERSITY IN 2021
supervised by Musmulyono Yusuf.
Background: Carcinoma mammae or breast cancer is a disorder in the growth of normal mammary
cells where abnormal cells arise from normal cells, multiply and infiltrate the lymph nodes and blood
vessels. Various types of operative management for breast carcinoma are Classic Radical
Mastectomy (CRM), Modified Radical Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM),
Nipple Sparing Mastectomy (NSP) and Breast Conserving Treatment (BCT). MRM is the surgical
removal of all breast tissue along with the tumor, nipple areola complex, skin over the tumor and
pectoral fascia and axillary dissection level I-II. This operation is performed on early stage and
locally advanced breast cancer.
Objective: To determine nursing care in patients with Carsinoma mammae with Modified Radical
Mastectomy (MRM).
Results: The assessment was carried out to collect data that supports the establishment of a nursing
diagnosis. The diagnoses that appear in pre surgery are anxiety, intra-surgery diagnoses appear in
the form of hypothermia, risk of injury, risk of infection and risk of deficient fluid volume, while
postoperative diagnosis appears acute pain and risk of falling.
Discussion: Of the seven diagnoses that were enforced, from preoperative, intra-operative, to
postoperative, were the diagnoses that generally appeared in patients with Modified Radical
Mastectomy (MRM). One of the things that need to be considered in the intra operative phase for
hollow surgery such as MRM is to ensure the amount of gauze and other instruments used before
closing the surgical wound.
Conclusion: surgical intervention in breast cancer patients aims to improve the quality of life in
terms of health. Surgery must pay attention to patient safety, patient readiness, and the procedure to
be performed. The mistakes that usually occur when in the operating room are the wrong location
of the operation, wrong surgical procedures or the wrong patient. Effective interprofessional
communication is a very influential factor in improving patient safety and can minimize
misunderstandings.
Keywords: Carsinoma mammae, Modified Radical Mastectomy (MRM), nursing diagnosis

iv
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas penulis lafaskan melainkan ucapan puji syukur
kehadirat Allah subhanah wa taala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Profesi Ners ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Perioperatif Ny. H Dengan Diagnosa Medis Carcinoma
Mamma Dextra Tindakan Operasi Modified Radical Mastectomy (Mrm) Di Central
Operating Theatre (Cot) Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri Universitas
Hasanuddin Tahun 2021”. Selama proses penyusunan laporan akhir Profesi Ners
ini, penulis mengalami berbagai hambatan dan kesulitan. Akan tetapi, berkat
bimbingan, arahan, masukan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak akhirnya
hambatan dan kesulitan yang dihadapi penulis dapat diatasi. Terlepas dari itu,
perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat.

1. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Si selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Hasanuddin

2. Dr. Takdir Tahir, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Profesi

Ners Fakultas Keperawatan

3. Musmulyono Yusuf, S.Kep.,Ns.,MHPA selaku pembimbing yang

senantiasa memberi masukan dan arahan-arahan dalam penyempurnaan

penyusunan laporan akhir Profesi Ners ini.

4. Takdir Tahir, S.Kep.,Ns.,M.Kes dan Muh. Yusuf Bandu, S.Kep.,Ns

selaku tim penguji yang memberi banyak masukan dan arahan demi

penyempurnaan laporan akhir Profesi Ners ini.

5. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin.

v
6. Seluruh preseptor institusi dan preseptor klinik di RSUP Wahidin

Sudirohusodo, RSUD Labuang Baji dan RSPTN Universitas

Hasanuddin.

7. Ayah dan Ibu saya yang selalu mendoakan dan memberi dukungan baik

berupa dukungan moril maupun dukungan materi demi menunjang

kelancaran segala kebutuhan saya dalam menyelesaikan perkuliahan.

8. Terima kasih kepada sahabat-sahabat baikku Flavia Enykustia dan

Riventi Pali’ Kamoda yang selalu setia membatu saya dalam kesulitan

dan selalu berjuang bersama hingga saat ini.

9. Teman-teman seperjuangan Profesi Ners yang sudah banyak

memotivasi dan menyalurkan energi positif.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

berkontribusi banyak memberikan bantuan dan dukungan dalam

penyusunan laporan akhir Profesi Ners ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadarai bahwa

penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf dalam

penyusunan laporan akhir Profesi Ners ini, karena sesungguhnya kebenaran

sempurna hanya milik Allah SWT semata. Oleh karena ini, penulis senantiasa

mengharapkan masukan yang konstruktif sehingga penulis dapat berkarya lebih

baik di masa yang akan datang. Akhir kata mohon maaf atas segala salah dan khilaf.

Makassar, 18 Januari 2021

Fitra Ardillah

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………………..…….....i
Abstrak..........................................................................................................................................................iii
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….………………vi
DAFTAR ISI……………………………………………..........…………………………………………iiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………..………………........viii

LAPORAN KASUS UJIAN KOMPREHENSIF………………………………………………………….1


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………….74
LAMPIRAN………………………………………………………………..……………………………………….75

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Laporan kritisi jurnal ....................…………………………………………………………76


Lampiran 2 : Askep perioperatif Apendektomi……………………......………………………………….89
Lampiran 3 : Askep perioperatif Craniotomi…………………………………………….....……………125

viii
UJIAN KOMPREHENSIF
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF NY. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CARCINOMA MAMMA DEXTRA TINDAKAN OPERASI MODIFIED RADICAL
MASTECTOMY (MRM) DI CENTRAL OPERATING THEATRE (COT) RUMAH SAKIT
PERGURUAN TINGGI NEGERI UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2021

Ujian komprehensif ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Ners (Ns)

OLEH:

FITRA ARDILLAH

R014192016

PRAKTEK PEMINATAN KLINIK KEPERAWATAN PERIOPERATIF


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
(KONSEP MEDIS)
A. Definisi
Carsinoma mammae atau kanker payudara merupakan gangguan dalam

pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal,

berkembang biak dan menginfiltrasi jarinagan limfe dan pembuluh darah (Nurarif,

2015). Kanker payudara adalah suatu tumor (maligna) yang berkembang dari selsel di

payudara. Biasanya kanker payudara tumbuh di lobulus yaitu kelenjar yang

memproduksi susu, atau pada duktus saluran kelenjar susu yaitu saluran yang

menghubungkan lobulus ke puting susu. Kanker payudara tumbuh dan berkembang

dengan cepat tanpa terkoordinasi di dalam jaringan dan menyebar ke pembuluh darah

(Putra, 2015).

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Menurut Brunner dan Suddart dalam NANDA, (2015), penyebab kanker payudara

belum dapat ditentukan, tetapi terdapat beberapa faktor genetik. Kanker payudara

memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus

payudara. Pada awalnya hanya terdapat hyperplasia sel dengan perkembangan sel-sel

yang atipikal dan kemudian berlanjut menjadi karsinoma insitu dan sel menjadi massa.

Hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium juga berperan dalam pembentukan kanker

payudara (estradiol dan progesteron mengalami perubahan dalam lingkungan seluler).

Menurut Putra (2015) faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker payudara

terbagi menjadi dua kelompok yaitu faktor resiko yang dapat diubah dan faktor resiko

tidak dapat diubah. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut :

2
1. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Obesitas

Obesetitas adalah kegemukan yang diakibatkan oleh kelebihan lemak

dalam tubuh. Jaringan lemak dalam tubuh merupakan sumber utama

estrogen, jadi jika memiliki jaringan lemak lebih banyak berarti memiliki

estrogen lebih tinggi yang meningkatkan risiko kanker payudara.

b. Pecandu alkohol

Alkohol bekerja dengan meningkatkan kadar darah didalam insulin

darah, seperti faktor pertumbuhan atau insulin like growth factors (IGFs)

dan estrogen. Oleh karena itu alkohol dapat meningkatkan risiko kanker

payudara.

c. Perokok berat

Rokok merupakan salah satu faktor risiko kanker payudara pada

perempuan, rokok mengandung zat-zat kimia yang dapat mempengaruhi

organ – organ tubuh. Menurut penelitian WHO menyatakan setiap jam

tembakau rokok membunuh 560 oranng di seluruh Dunia. Kematian

tersebut tidak terlepas dari 3800 zat kimia yang sebagian besar

merupakan racun dan karsinogen (zat pemicu kanker).

d. Stres

Stres dapat menjadi faktor risiko kanker payudara karena stres pisikologi

yang berat dan terus menerus dapat melemahkan daya tahan tubuh dan

penyakit fisik dapat mudah menyerang.

3
e. Terpapar zat karsinogen

Zat karsinogen di antaranya yaitu zat kimia, radiasi, dan pembakaran

asap tembakau. Zat karsinogen dapat memicu tumbuhnya sel kanker

payudara (Depkes, 2015).

2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Faktor genetik atau keturunan

Kanker payudara sering dikatakan penyakit turun temurun, ada dua gen

yang dapat mewarisi kanker payudara maupun ovarium yaitu gen

BRCA1 (Brest Care Susceptibility Gene 1) dan BRCA2 (Brest Care

Susceptibility Gene 2) yang terlibat dari perbaikan DNA (Deoxyribo

Nucleic Acid). Kedua gen ini hanya mencapai 5% dari kanker payudara,

jika pasien memiliki riwayat kelurga kanker payudara uji gen BRCA

dapat dilakukan. Jika memiliki salah satu atau kedua gen BRCA1 dan

BRCA2 risiko terkena kanker payudara akan meningkat, BRCA1

berisiko lebih tinggi kemungkinan 60%-85% berisko kanker payudara

sedangkan BRCA2 berisiko 40% - 60% berisiko kanker payudara.

b. Faktor seks atau jenis kelamin

Perempuan memiliki risiko lebih besar mengalami kanker payudara,

tetapi laki-laki juga dapat terserang kanker payudara. Hal ini disebabkan

laki-laki memiliki lebih sedikit hormon estrogen dan progesteron yang

dapat memicu pertumbuhan sel kanker, selain itu payudara laki-laki

sebagian besar adalah lemak, bukan kelenjar seperti perempuan.

4
c. Faktor usia

Faktor risiko usia dapat menentukan seberapa besar risko kanker

payudara. presentase risiko kanker payudara menurut usia yaitu, dari

usia 30-39 tahun berisiko 1 dari 233 perempuan atau 0,43%, usia 40-49

tahun berisiko 1 dari 69 perempuan atau 1,4%, usia 50-59 tahun berisiko

1 dari 38 perempuan atau 2,6%, usia 60-69 tahun berisiko 1 dari 27

perempuan atau 3,7%. Jadi, Semakin tua usia seseorang kemungkinan

terjadinya kanker payudara semakin tinggi karena kerusakan genetik

(mutasi) semakin meningkat dan kemampuan untuk beregenerasi sel

menurun.

d. Riwayat kehamilan

Perempuan yang belum pernah hamil (nullipara) memiliki risiko kanker

payudara lebih tinggi. Pertumbuhan sel payudara pada usia remaja

bersifat imatur (belum matang) dan sangat aktif. Sel payudara yang

imatur lebih rentan mengalami mutasi sel yang abnormal, ketika

seseorang hamil akan mengalami kematuran sel pada payudaranya dan

menurunkan risiko kanker payudara.

e. Riwayat menstruasi

Perempuan yang mendapatkan menstruasi pertama kali sebelum umur

12 tahun (menarche dini) berisiko 2-4 kali lebih tinggi terkena kanker

payudara. Risiko yang sama juga dimiliki perempuan yang menopause

pada usia di atas 55 tahun. Setelah wanita menstruasi akan mengalami

perubahan bentuk tubuh tidak terkecualai payudara, payudara akan

5
mulai tumbuh dan terdapat hormon yang dapat memicu pertumbuhan

sel abnormal.

f. Riwayat menyusui

Perempuan yang menyusui anaknya, terutama selama lebih dari satu

tahun, berisiko lebih kecil menderita kanker payudara. Selama

menyusui, sel payudara menjadi lebih matang (matur). Dengan

menyusui mentruasi akan mengalami penundaan. Hal ini akan

mengurangi paparan hormon estrogen terhadap tubuh sehingga

menurunkan risiko kanker payudara.

C. Jenis-jenis Ca Mammae

Secara umum jenis kanker payudara dapat dibagi menjadi tiga yaitu kanker

payudara non-invasive, kanker payudara invasive dan kanker payudara paget’s disease.

Uraian lengkapnya sebagai berikut: (Putra, 2015)

1. Kanker payudara non-invasive

Kanker terjadi pada kantong (tube) susu (penghubung antara alveolus,

kelenjar yang memproduksi susu, dan puting payudara). Jenis kanker ini biasanya

disebut dengan kanker carsinoma insitu, dimana kanker payudara belum menyebar

ke bagian luar jaringan kantong susu.

2. Kanker payudara invasive

Sel kanker merusak seluruh kelenjar susu serta menyerang lemak dan

jaringan di sekitarnya. Pada tahap ini kanker telah menyebar keluar dari kantong

susu dan menyerang jaringan disekitarnya, bahkan menyebabkan metastase seperti

ke jaringan kelenjar limfe.

6
3. Paget’s Disease

Kanker bermula tumbuh di saluran susu, kemudian menyebar ke kulit areola

dan puting. Tandanya terlihat kulit pecah-pecah, memerah, dan mengeluarkan

cairan. Penyembuhan pada jenis kanker ini lebih baik jika tidak disertai dengan

massa.

Klasifikasi kanker payudara menurut stadium dan harapan hidup: (National Cancer

Institute-surveilance, Epidemiology and Result (SEER), 2001 dalam NANDA, 2015).

1. Stadium 0

Tidak terbukti adanya tumor primer, tidak ada tumor dalam kelenjar getah

bening region, tidak ada metastase ke bagian lain, dan memeiliki harapan hidup

99% selama 5 tahun kedepan.

2. Stadium I

Tumor berukuran kurang atau sama dengan 2 cm, tidak ada tumor dalam

kelenjar getah bening region, tidak ada metastase jauh dan memiliki harapan hidup

92% selama 5 tahun kedepan.

3. Stadium IIA

Tumor tidak ditemukan pada payudara, tetapi sel-sel kanker ditemukan di

kelenjar getah bening di ketiak yang terletak di bawah lengan dapat

berpindahpindah, tidak mengalami metastase jauh dan memiliki harapan hidup

82% selama 5 tahun kedepan.

7
4. Stadium IIB

Tumor berukuran lebih besar dari 2 cm tidak lebih dari 5 cm, sel-sel kanker

ditemukan di kelenjar getah bening di ketiak yang terletak di bawah lengan dapat

berpindah-pindah dan tidak mengalami metastase jauh.

5. Stadium IIIA

Tumor tidak ditemukan di payudara, tetapi ditemukan di kelenjar getah

bening melekat bersama atau pada struktur yang lain, tidak ada metastase jauh dan

memiliki harapan hidup 47% selama 5 tahun kedepan.

6. Stadium IIIB

Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan,

juga terdapat luka bernanah di payudara atau didiagnosis sebagai inflammatory

breast cancer, menyebar ke kelenjar getah bening dan memiliki harapan hidup 44%

selama 5 tahun kedepan.

7. Stadium IV

Ukuran tumor sudah tidak dapat ditentukan dan telah menyebar atau

bermetastasis ke lokasi yang jauh, seperti tulang, paru-paru, liver, tulang rusuk, atau

organ-organ tubuh lainnya dan memiliki harapan hidup 15% selama 5 tahun

kedepan.

D. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala kanker payudara pada stadium awal biasanya massa tunggal,

massa teraba keras dan padat, dapat digerakan atau terfiksasi pada kulit atau jaringan

yang berada dibawahnya, tidak memiliki batasan yang jelas atau tidak teratur. Tanda

lanjutan lainnya berupa adanya rabas pada puting atau terjadi retraksi pada puting,

8
edema atau cekungan pada kulit, payudara tidak simetris, dan pembesaran nodus limfe

aksila. Pasien yang menderita Carsinoma mamme biasanya ada yang merasakan nyeri

dan ada yang tidak merasakan nyeri, dan berat badan menurun menunjukan adanya

metastase (Nurarif, 2015).

E. Patofisiologi

Kanker payudara terjadi karena hilangnya control atau poliferasi sel payudara dan

apoptosis sehingga sel payudara berpoliferasi secara terus-menerus. Hilangnya fungsi

apoptosis menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan

DNA. Bila terjadi mutase gen maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan

hilang, sehingga sel-sel abnormal berpoliferasi terus-menerus. Peningkatan jumlah sel

yang tidak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker.

Tumor jinak biasanya merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah

yang menyerupai kantong, sel-sel yang menyebar kemudian akan tumbuh berkembang

di tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas atau kanker

baru. Keganasan kanker payudara ini dengan menyerang sel-sel normal disekitarnya,

terutama sel-sel yang lemaah. Sel kanker akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara

penderita akan membesar tidak seperti biasanya. Ca mammae pertama kali menyebar ke

kelenjar aksila regional. Lokasi metastasis paling jauh yaitu tulang, hati, paru, pleura

dan otak (Heffner, 2005).

Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada

jaringan payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya.

Penyakit payudara ganas sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas

sesudah masa menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya

9
berbeda dengan berbagai penyakit berbahaya lainnya. Beberapa tumor yang dikenal

sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe

ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual

pada jaringan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor

“Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker

payudara hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone

treatment (endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy) (Smeltzer &

Bare, 2013).

F. Penatalaksanaan

Penangan pada pasien kanker payudara meliputi:

1. Mastektomi

Mastektomi adalah pmbedahan yang dilakukan untuk mengangkat payudara.

Tipe-tipe mastektomi menurut Martin dan Griffin (2014) terbagi menjadi 7 yaitu:

a. Mastektomi radikal luas

Terdiri prosedur di atas di tambah eksisi klenjar limfe mammae internal.

Beberapa bagian rusuk harus diangkat untuk mencapai kelenjar mammae

internal. Operasi ini jarang dilakukan

b. Mastektommi radikal (haisted klasik)

Melalui insisi vertikal, seluruh payudara diangkat dengan batas kulit yang

bermakna disekitar puting, areola, dan tumor. Otot pektoralis mayor dan

minor diangkat, vena aksila dipotong. Dalam pembedahan kulit yang tipis

ditinggalkan.

10
c. Mastektomi radikal modifikasi

Seluruh payudara dan sebagian besar kelenjar limfe pada aksila

diangkat,vena aksila dipotong, otot pektoralis dipertahankan.

d. Mastektomi sederhana (total)

Seluruh payudara diangkat, tetapi kelenjar aksila dan otot pektoralis tidak.

Apabila kanker telah menyebar, aksila diradiasi atau dilakukan mastektomi

radikal.

e. Mastektomi sebagian (reseksi segmen, reseksi potongan)

Tumor dan besar segmen di sekitar jaringan payudara, dibawah fasia, dan

kulit di atasnya diangkat biasanya sekitar sepertiga payudara.

f. Lumpektomi, tilektomi atau eksisi lokal

Tumor berukuran 3 cm sampai 5 cm jaringan pada kedua sisi diangkat,

memepertahankan jaringan dan kulit payudara lainnya.

g. Mastektomi subkutan

Jaringan payudara, termasuk kedua aksila, diangkat melalui insisi di bawah

payudara. Semua kulit payudara, termasuk puting dan areola serta tonjolan

jaringankecil di bawah puting, dibiarkan ditempatnya. Implan silikon

disisipkan, baik pada saat pembedahan awal atau beberapa bulan

sesudahnya.

2. Radioterapi

Radiotrapi yaitu proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan

menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang

masih tersisa di payudara setelah operasi. Tindakan ini mempunyai efek kurang

11
baik seperti tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar

payudaar menghitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari

radiasi. Pengobatan ini biasanya diberikan bersamaan dengan lumpektomi atau

mastektomi (Putra, 2015).

3. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam

bentuk pil, kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Sistem

ini diharapkan mencapai target pada pengobatan kanker yang kemungkinan telah

menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien

mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan

yang diberikan pada saat kemoterapi (Putra, 2015).

4. Terapi Hormonal

Terapi ini biasa disebut trapi anti-estrogen yang sistem kerjannya memblok

kemampuan estrogen dalam menstimulus perkembangan kanker payudara (Putra,

2015).

5. Lintas metabolisme

Asam bifosfonat merupakan senyawa penghambat aktivitas osteoklas dan

resorbsi tulang yang sering digunakan untuk melawan osteoporosis yang diinduksi

oleh ovarian suppression, hiperkalsemia dan kelainan metabolisme tulang,

menunjukan evektivitas untuk menurunkan metastasis sel kanker payudara menuju

tulang. Penggunaan asam bifosfonat dalam jangka panjang dapat menimbulkan

efek samping seperti osteonekrosis dan turunnya fungsi ginjal (Nurarif, 2015).

12
G. Kompikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit kanker payudara stdium lanjut atau

pasca mastektomi yaitu, metastase ke organ lain seperti tulang rusuk menjadi kanker

tulang, terjadi limfederma karena saluran limfe untuk menjamin aliran balik limfe ke

sirkulasi umum tidak berfungsi dengan adekuat karena nodus eksilaris dan sistem limfe

diangkat.

H. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan : (Nurarif, 2015)

1. Scan (misalnya, MRI, CT) dilakukan untuk diagnostik, identifikasi metastatik

dan evaluasi.

2. Termografi yaitu suatu cara yang menggunakan sinar infra red.

3. Mamografi untuk mendeteksi massa maligna kecil dalam 2 tahun sebelum

kanker dapat dipalpasi

4. Biopsi untuk mendiagnosis adanya BRCA1 dan BRCA2 (Breast Cancer

Susceptibility Gene). 2.1.5.5 USG (ultrasonografi) untuk membedakan lesi

solid dan kistik.

5. Pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan kimia darah.

MODIFIED RADICAL MASTECTOMY (MRM)

Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara.

Modalitas ini memberikan kontrol lokoregional yang dapat dibuktikan dengan

pemeriksaan histopatologi dan dari spesimen operasi dapat ditentukan tipe dan grading

tumor, status kelenjar getah bening aksila, faktor prediktif dan faktor prognosis tumor

(semua faktor diatas tidak bisa diperoleh dari modalitas lain). Berbagai jenis operasi pada

13
kanker payudara adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical

Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy

(NSP) dan Breast Conserving Treatment (BCT) (Suyatno dan Pasaribu, 2014).

MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor,

nipple areola komplek, kulit diatas tumor dan fasia pektoral serta diseksi aksila level I-II.

Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis

operasi yang banyak dilakukan. (Suyatno dan Pasaribu, 2014).

Gambar 1. Modified Radical Mastectomy

Indikasi pasien MRM :

1. Pasien kanker payudara dengan stadium I, II

2. Pasien penderita kanker payudara yang tidak memiliki kontra indikasi

3. Pasien dengan tumor jinak yang berpotensi menjadi kanker, tetapi tanpa metastasis

jauh.

14
Kontraindikasi MRM :

1. Perluasan edema pada kulit

2. Munculnya nodul satelit pada kulit

3. Pengerasan pada dinding dada

4. Edema extremitas atas

5. Kanker Payudara inflamasi

6. Kelenjar getah bening aksila dan kelenjar getah bening supraklavikula terlalu besar

dan keras

7. Pektoralis mayor disebabkan oleh serangan atau metastasis jauh pada otot dada dan

kelenjar getah bening

Teknik Operasi

Secara singkat tekhnik operasi dari mastektomi radikal dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Penderita dalam general anaesthesia, lengan ipsilateral dengan yang dioperasi

diposisikan abduksi 900 , pundak ipsilateral dengan yang dioperasi diganjal bantal

tipis.

2. Desinfeksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan leher, bagian

bawah sampai dengan umbilikus, bagian medial sampai pertengahan mammma

15
kontralateral, bagian lateral sampai dengan tepi lateral skapula. Lengan atas

didesinfeksi melingkar sampai dengan siku kemudian dibungkus dengan doek steril

dilanjutkan dengan mempersempit lapangan operasi dengan doek steril

3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payudara, maka ulkus harus ditutup dengan kasa

steril tebal ( buick gaas) dan dijahit melingkar.

4. Dilakukan insisi (macam –macam insisi adalah Stewart, Orr, Willy Meyer, Halsted,

insisi S) dimana garis insisi paling tidak berjarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian

dibuat flap. Ketebalan flap ± 0.5 cm.

5. Flap atas sampai dibawah klavikula, flap medial sampai parasternal ipsilateral, flap

bawah sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus

dorsi dan mengidentifikasi vasa dan. N. Thoracalis dorsalis

6. Mastektomi disertai dengan memotong m.pektoralis dimulai dari bagian medial

menuju lateral sambil merawat perdarahan, terutama cabang pembuluh darah

interkostal di daerah parasternal selanjutnya muskulus pektoralis dipotong dekat

dengan origonya.

7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila Level I

(lateral m. pektoralis minor), Level II (di belakang m. Pektoralis minor) dan level

III ( medial m. pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi pada daerah vasa

aksilaris, karena dapat mengakibatkan edema lengan. Vena-vena yang menuju ke

jaringan mamma diligasi. Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan n. Thoracalis

longus, dan thoracalis dorsalis, interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya

16
didiseksi dan akhirnya jaringan mamma dan KGB aksila dan m.pektoralis terlepas

sebagai satu kesatuan (en bloc)

8. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0,9%.

9. Semua alat-alat yang dipakai saat operasi diganti dengan set baru, begitu juga

dengan handschoen operator, asisten dan instrumen serta doek sterilnya.

10. Evaluasi ulang sumber perdarahan

11. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar ( redon no. 14) diletakkan dibawah vasa

aksilaris, sedang drain yang lebih kecil ( no.12) diarahkan ke medial.

12. Luka operasi ditutup lapis demi lapis

Komplikasi operasi

1. Dini : Pendarahan, lesi n. Thoracalis longus, lesi n. Thoracalis dorsalis.

2. Lambat : Infeksi, nekrosis flap, wound dehiscence, seroma, edema lengan,

kekakuan sendi bahu

Perawatan setelah operasi

Pasca bedah penderita dirawat di ruangan dengan mengobservasi produksi drain,

memeriksa Hb pasca bedah. Rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin dengan melatih

pergerakan sendi bahu. Drain dilepas bila produksi masing-masing drain < 20 cc/24 jam.

Umumnya drain sebelah medial dilepas lebih awal, karena produksinya lebih sedikit. Bila

luka operasi baik, umumnya jahitan dilepas hari ke12 s/d 14. Perawatan yang efektif adalah

17
salah satu faktor penting dari berhasilnya suatu tindakan operasi, mencegah kekambuhan,

meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien. Setelah operasi diharap memperhatikan

pencegahan penyebaran, memperhatikan pengeringan pada bekas luka, memperhatikan

keadaan tubuh pasien, proses pengeringan luka dan sistem pengeluaran, pasien mulai bisa

melatih tungkai bagian atasnya.

18
PKDM CA Mammae

Perubahan genetik Ketidakseimbangan hormon Lingkungan (radiasi,


estrogen dan progesteron diet, obesitas, alcohol)

Mutasi yang
menyebabkan Mempengaruhi epitel payudara Estrogen dalam tubuh ↑
protoonkogen dan
penekanan tumor di
epitel payudara Reseptor hormon berinteraksi dengan transforming
growth faktor dan pertumbuhan fibroblast

Mempengaruhi mekanisme autokrin perkembangan tumor

CA MAMMAE
Mendesak jaringan sekitar, Pembesaran pada salah satu payudara Mammae asimetris
sel saraf dan pembuluh darah

PEMBEDAHAN

Post operasi
Pre operasi Intra operasi

Pengalaman operasi Tindakan invasif Prosedur anestesi Suhu ruangan 19˚C Adanya luka post
pertama pasien op

Perdarahan General Anestesi Tubuh


terpajan Kerusakan Efek anestesi
Pasien merasa cemas
terhadap prosedur Terdapat suhu rendah lapisan mulai menghiang
operasi yang akan Risiko defisit port the ↓ Kesadaran jaringan
dilakukan volume cairan entry kuman
Hipotermia Pelepaan
Pengambilan Terputusnya mediator nyeri
Ansietas Risiko Infeksi kontinuitas
fungsi pernafasan
dengan ventilator jaringan
Impuls ke otak

Risiko Injury Keterbatasan


gerak Presepsi nyeri

Gangguan Nyeri Akut


mobilitas
fisik

Risiko Jatuh
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. ASKEP TEORI
1. Pengkajian

a. Identitas pasien

b. Kaji Keadaan Psikis : gelisah, ansietas, ketakutan,kesakitan

c. Keluhan utama pasien

d. Riwayat penyakit sekarang

e. Riwayat penyakit terdahulu

f. Riwayat penyakit keluarga

g. Status nutrisi : BB, puasa, tinggi badan

h. Keseimbangan cairan dan elektrolit

i. Ada tidaknya gigi palsu, pemakaian lensa kontak, atau cat kuku dan implan

prosthesis lainnya

j. Pemeriksaan Tingkat kesadaran

k. Pemeriksaan Tanda-tanda vital

l. Pengkajian kulit, kepala, mata, pemeriksaan leher, pemeriksaan thoraks,

pemeriksaan abdomen, pemeriksaan ekstremitas

m. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain

2. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi:

 Ansietas

Intra Operasi :

 Hipotermia

21
 Risiko Cedera

 Risiko Infeksi

 Risiko Defisit Volume Cairan

Post Operasi :

 Nyeri Akut

 Risiko Jatuh

22
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF (PNDS)
PRE OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 3A Respon Ansietas O.500: Pasien atau keluarga Mengidentifikasi status psikososial (A.510)
perilaku pasien dan X4-00146 menunjukkan pengetahuan tentang Menilai mekanisme koping (A.510.6)
keluarga: status psikososial yang diharapkan  Tinjau pola koping pasien dan
Pengetahuan terhadap prosedur keefektifannya
 Pasien mengungkapkan urutan  Minta pasien untuk menggambarkan
kejadian yang diharapkan sebelum metode saat ini untuk mengatasi stres
dan segera setelah operasi  Mendorong pasien untuk mengungkapkan
 Pasien menyatakan harapan yang perasaan
realistis mengenai pemulihan dari  Menentukan metode komunikasi dan
prosedur dukungan yang paling efektif
 Pasien dan anggota keluarga  Mengevaluasi ketersediaan dan efektivitas
mengidentifikasi tanda dan gejala sistem pendukung
untuk dilaporkan ke ahli bedah Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan pasien
atau penyedia layanan kesehatan dan keluarga (A.530)
Menerapkan langkah-langkah untuk
memberikan dukungan psikologis (Im.510)
 Menilai tanda dan gejala kecemasan atau
ketakutan ( misalnya , insomnia pra
operasi, ketegangan otot, tremor , mudah
tersinggung, gelisah, diaphoresis, takipnea,
takikardia, tekanan darah tinggi, wajah
pucat atau kemerahan, perilaku menarik
diri)
 Berikan informasi dan jawab pertanyaan
dengan jujur

23
 Memberikan suasana kepedulian dan
perhatian ( misalnya , pendekatan privasi
yang tidak menghakimi, empati, rasa
hormat)
 Menawarkan metode alternatif untuk
meminimalkan kecemasan ( misalnya ,
musik, humor)
 Jelaskan tujuan persiapan pra operasi
sebelum implementasi
Mengevaluasi respon fisik dari rencana
tindakan (E.520)
 Mengevaluasi efektivitas sistem
pendukung
 Memverifikasi kemampuan pasien untuk
memahami informasi
 Memberikan waktu yang diperlukan untuk
memproses informasi
 Tinjau rencana asuhan keperawatan
dengan pasien dan anggota keluarga

24
INTRA OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Respon Hipotermia O. 290: Suhu tubuh inti pasien berada Menilai risiko hipotermia yang tidak disengaja
fisiologis X26-00006 dalam kisaran yang diharapkan atau (A.200.1)
terapeutik Mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi
 Suhu pasien adalah lebih dari 36 ° mengalami hipotermia yang tidak disengaja untuk
C (96,8 ° F) pada saat keluar dari dimasukkan tetapi tidak terbatas pada pasien :
ruang operasi atau selama  Dengan suhu dasar sebelum operasi kurang
prosedur dari atau sama dengan 36 ° C (96,8 ° F)
 Suhu pasien sengaja  Di lingkungan bedah yang dingin
dipertahankan pada 33 ° C (91, 4  Dengan tubuh tinggi permukaan / kg dan
° F) untuk menurunkan rendah subkutan lemak coklat untuk
metabolisme sel tingkat isolasi meningkat dari kehilangan
panas ( e g , bayi, neonatus, balita)
 Dengan gangguan metabolisme
Menerapkan langkah-langkah termoregulasi (
Im . 280)
 Pilih perangkat pemantauan dan
pengaturan suhu berdasarkan kebutuhan
pasien yang teridentifikasi
 Mengoperasikan pemantauan suhu dan
perangkat regulasi sesuai dengan instruksi
tertulis
Monitor parameter fisiologis ( Im . 370)
 Pantau tanda vital ( mis. , tekanan darah,
monitor jantung atau detak dan ritme EGC,
laju pernapasan, suhu)
 Pantau pasien untuk perubahan integritas
kulit ( misalnya , denyut nadi perifer,

25
warna kulit , suhu, turgor, isi ulang kapiler,
jika sesuai)
 Gunakan selimut untuk menghangatkan
pasien
Mengevaluasi respons terhadap ukuran
termoregulasi (E.260)
 Menilai dan mendokumentasikan suhu
tubuh pasien
 Menafsirkan dan mengkomunikasikan data
suhu pasien kepada anggota tim perawatan
kesehatan yang sesuai untuk evaluasi lebih
lanjut dan tindakan yang sesuai
 Laporkan suhu pasien ke perawat PACU
untuk menentukan metode perawatan
pasca operasi yang sesuai.
2. Domai 1 Risiko O. 10: Pasien terbebas dari tanda dan Mengidentifikasi status fisiologis (A.210)
Keselamatan injuri/cedera gejala cedera yang berhubungan  Mengevaluasi membran bukal, sklera, dan
X29-00035 dengan sumber panas kulit ( misalnya , kekeringan, sianosis,
 Kondisi kulit pasien, selain penyakit kuning)
sayatan bedah, tidak berubah Laporkan penyimpangan dalam hasil studi
antara masuk dan keluar dari OR diagnostik (A.340)
atau ruang prosedur  Mengkomunikasikan status kesehatan
 Pasien melaporkan kenyamanan fisiologis ( misalnya , laporan verbal,
termoregulasi catatan pasien) kepada anggota tim yang
 Status neuromuskuler pasien sesuai
tidak berubah antara masuk dan  Bekerja sama dengan penyedia layanan
keluar dari ruang operasi atau kesehatan lain tentang hasil studi
prosedur diagnostik atau temuan penilaian
Menilai kondisi kulit dasar (A.240)
 Mengevaluasi keberadaan denyut nadi
perifer, meminta persepsi pasien tentang

26
nyeri, dan mengidentifikasi gangguan
mobilitas saat pasien terjaga
 Monitor kondisi kulit pasien
 Menilai risiko pasien untuk cedera kulit
yang berhubungan dengan sumber panas
 Menilai kulit untuk cedera dari perangkat
invasif ( mis. , Tabung, saluran
pembuangan, kateter yang tinggal, kabel)
 Mengidentifikasi diagnosis keperawatan
yang menggambarkan tingkat risiko cedera
kulit pasien terkait bahaya termal.
Menerapkan perangkat keamanan (Im.80)
 Memeriksa lingkungan bedah untuk
mengetahui peralatan atau kondisi yang
menimbulkan risiko keselamatan dan
mengambil tindakan pemulihan
 Memilih perangkat keselamatan
berdasarkan kebutuhan pasien dan
prosedur operasi atau invasif yang
direncanakan
 Menerapkan perangkat keselamatan pada
pasien sesuai dengan rencana perawatan,
pedoman praktik yang berlaku , kebijakan
fasilitas, dan petunjuk yang
didokumentasikan
 Memastikan bahwa perangkat keselamatan
tersedia, bersih, bebas dari ujung yang
tajam, dengan bantalan yang sesuai, dan
berfungsi dengan baik sebelum digunakan
Memonitor parameter psikologis ( Im . 370)

27
 Pantau tanda vital ( mis. , tekanan darah,
monitor jantung atau detak dan ritme EGC,
laju pernapasan, suhu
 Pantau pasien untuk perubahan integritas
kulit ( misalnya , denyut nadi perifer,
warna kulit, suhu, turgor, isi ulang kapiler,
jika sesuai)
Mengevaluasi tanda dan gejala cedera fisik
pada kulit dan jaringan (E.10)
 Menginspeksi dan mengevaluasi kulit
pasien, tonjolan tulang, situs tekanan, area
yang disiapkan, dan jaringan di sekitarnya
untuk tandatanda irigasi atau cedera (
misalnya , perubahan warna, ruam, lecet,
lecet, area yang menonjol)
 Melaporkan perbedaan yang tidak terduga
kepada anggota tim perawatan kesehatan
yang sesuai.
3. Domai 1 Risiko infeksi O.280: Pasien terbebas dari tanda dan Menilai kerentanan terhadap infeksi (A.350)
Keselamatan X28-00004 gejala infeksi Menerapkan teknik aseptik (Im.300)
 Luka pasien bebas dari tanda dan  Menetapkan dan memelihara bidang steril
gejala infeksi dan nyeri,  Menerapkan prinsip teknik aseptik
kemerahan, bengkak, drainase,  Melakukan persiapan kulit
atau penyembuhan tertunda pada  Menjamin sanitasi lingkungan
saat keluar. perioperative
 Pasien memiliki luka bedah yang  Mematuhi kewaspadaan standar dan
bersih dan tertutup terutama berbasis transmisi
dengan balutan kering dan steril  Tutup luka saat prosedur selesai
saat keluar dari OR  Merawat tempat sayatan, tempat alat
 Pasien tidak demam dan bebas invasif ( misalnya , pipa endotrakeal, pipa
dari tanda dan gejala infeksi trakeostomi, pipa drainase, kateter

28
 Antibiotik pra operasi dan pasca perkutan, alat akses vaskular ), sistem
operasi diberikan sesuai pedoman drainase urin, dan sistem drainase lainnya.
yang direkomendasikan Melindungi dari kontaminasi silang (Im.300.1)
 Minimalkan kontaminasi silang dengan
memahami dan menerapkan praktik
pengendalian infeksi saat menyiapkan
instrumen dan perlengkapan untuk
digunakan
 Mengikuti protokol yang ditetapkan untuk
desinfeksi tingkat tinggi
 Menerapkan teknik aseptik Pantau bidang
steril
 Pastikan pintu ke OR mengingatkan
tertutup mengharapkan lalu lintas pasien
dan personel yang diperlukan
 Melakukan kebersihan tangan
 Memakai pakaian bedah bersih, kering,
baru dicuci yang dimaksudkan untuk
digunakan di ruang bedah
 Menutupi rambut kepala dan wajah,
termasuk cambang, untuk meminimalkan
penyebaran mikroba di lingkungan
 Menjaga kuku tetap pendek, bersih, sehat,
dan bebas dari kuku palsu atau akrilik
 Melakukan antiseptik tangan bedah
Memulai kontrol lalu lintas (Im.300.2)
 Membatasi akses ke ruang bedah hanya
untuk personel yang berwenang
 Catat nama semua individu yang
berpartisipasi dalam prosedur operasi atau
invasif dan mereka yang hadir di ruang OR

29
atau prosedur, baik secara langsung atau
tidak langsung, berpartisipasi dalam
prosedur operasi atau invasif ( misalnya ,
siswa perwakilan industri)
 Mempertahankan pola lalu lintas searah
untuk barang yang akan diproses ulang
untuk ruang operasi atau ruang prosedur;
memindahkan item dari area
dekontaminasi ke area pemrosesan, dan
setelah pemrosesan, ke area penyimpanan.
 Mencegah material kotor memasuki area
terlarang
 Pindahkan persediaan dari area terlarang,
jika ada, melalui OR atau ruang prosedur
ke koridor semiterbatas.
Memberikan terapi antibiotik yang diresepkan
seperti yang diperintahkan (Im.220.2)
 Tentukan apakah perintah dokter untuk
terapi antibiotik telah ditulis dan sesuai
dengan praktik terbaik saat ini atau praktik
berbasis bukti
 Konfirmasikan kepatuhan pasien dengan
terapi profilaksis yang diresepkan dan
diperintahkan untuk diberikan sendiri
 Menilai pasien sebelum memberikan dan
menunda atau menahan pengobatan jika
perlu
 Memastikan bahwa obat yang benar
diberikan kepada pasien yang tepat, dalam
dosis yang tepat, melalui rute yang benar,
pada waktu yang tepat

30
 Catat tanggal kedaluwarsa Mengenali dan
mengidentifikasi efek samping, reaksi
toksik, dan alergi obat
 Mengevaluasi respons pasien terhadap
pengobatan yang diberikan
 Minta perintah dari dokter untuk dosis
berulang antibiotik profilaksis jika
prosedur pembedahan berlangsung lebih
dari empat jam atau terjadi kehilangan
banyak darah.
Mengevaluasi kemajuan penyembuhan luka
(E.200)
 Mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor
risiko penyembuhan luka
 Mengevaluasi status luka
 Memantau suhu tubuh pasien
 Laporkan tanda dan gejala infeksi
4. Domain 2 Risiko kekurangan O.300: Keseimbangan cairan, Mengidentifikasi faktor-faktor yang
Respon Fisiologis volume cairan elektrolit, dan asam-basa pasien berhubungan dengan peningkatan risiko
X18-00028 dipertahankan pada atau ditingkatkan perdarahan atau ketidakseimbangan cairan dan
dari tingkat dasar elektrolit (A.310)
 Tanda-tanda vital pasien dan  Menetapkan dan memverifikasi
dalam kisaran yang diharapkan keperawatan
saat keluar dari OR, ruang  Menilai tanda vital
prosedur, atau unit perawatan  Menilai kondisi pasien terkait cedera
pasca anestesi (PACU) traumatis atau perdarahan abnormal
 Tekanan darah dan denyut nadi  Disampaikan dengan dokter atau penyedia
pasien berada dalam kisaran yang perawatan anestesi jika data penilaian yang
diharapkan dan tetap stabil tidak biasa atau tanda dan gejala
dengan perubahan posisi pada ketidakseimbangan cairan, elektrolit, atau
asam basa dicatat

31
saat dipindahkan ke PACU dan  Mengidentifikasi dan memverifikasi
keluar dari PACU ketersediaan darah atau pengganti plasma
 Output urin pasien berada dalam Mengidentifikasi status fisiologis (A.210)
kisaran yang diharapkan saat  Mengevaluasi membran bukal, sklera dan
keluar dari OR, ruang prosedur, kulit ( misalnya , kekeringan , sianosis,
atau PACU. icterus)
Menerapkan teknik hemostasis (Im.340)
 Menyediakan perlengkapan, instrumentasi,
dan teknik bedah yang tepat sesuai
kebutuhan untuk mengontrol perdarahan
Memantau parameter fisiologis (Im.370)
 Memantau parameter fisiologis termasuk
asupan dan keluaran, gas darah arteri,
kadar elektrolit, status hemodinamik, dan
konsentrasi oksigen arteri (SaO 2 )
 Pantau tanda-tanda vital
 Pantau tanda-tanda hipovolemia dan
hipervolemia
 Memantau kehilangan cairan ( mis. ,
Perdarahan, diare, keringat, pengeluaran
urin, muntah)
 Memperkirakan kehilangan darah dan
cairan
Menetapkan akses IV (Im.200.1)
 Menetapkan dan mempertahankan akses
IV perifer untuk mengelola cairan IV,
obat-obatan, dan produk darah sesuai
perintah dokter
Kolaborasi dalam manajemen cairan dan
elektrolit (Im.210.1)

32
 Memverifikasi prosedur dan
mengantisipasi serta mengenali kehilangan
cairan
 Mengantisipasi persyaratan penggantian
untuk volume besar, prosedur kehilangan
cairan
 Mengelola atau mempersiapkan pemberian
terapi cairan
 Pantau asupan dan keluaran
 Mengevaluasi respons pasien terhadap
manajemen cairan
Mengevaluasi respons terhadap pemberian
cairan dan elektrolit (E.220)
 Memantau asupan dan keluaran, gas darah
arteri, kadar elektrolit, status
hemodinamik, dan SaO 2)
 Memperkirakan kehilangan darah dan
cairan
 Memantau tanda dan gejala kelebihan atau
kekurangan volume cairan
 Pantau respons pasien terhadap terapi
cairan dan elektrolit yang diresepkan

33
POST OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Respon Nyeri akut O330: Pasien menunjukkan dan / atau Menilai pengendalian nyeri (A.360)
fisiologis X38-00132 melaporkan kontrol nyeri yang  Tinjau penilaian pasien untuk jenis nyeri
memadai yang dirawat dan kondisi medis
 Pasien bekerja sama dengan  Tinjau protokol pengobatan saat ini
berbaring diam selama prosedur  Meminta pasien mengungkapkan
intraoperatif menggunakan keefektifan pengobatan dengan alat
anestesi lokal blok. penilaian yang diakui (misalnya, skala
 Tanda vital pasien saat keluar dari numerik, skala wajah)
OR sama dengan atau meningkat  Menawarkan informasi kepada pasien dan
dari nilai sebelum operasi. anggota keluarga tentang nyeri, tindakan
 Pasien secara verbal mengontrol pereda nyeri, skala penilaian, dan data
rasa sakit. penilaian lainnya untuk dilaporkan
 Pantau pasien untuk kesesuaian isyarat
verbal dan nonverbal.
Menerapkan pedoman nyeri (Im.310)
 Tinjau penilaian pasien untuk jenis nyeri
yang dirawat, kondisi medis, dan status
kesehatan
 Tinjau pedoman nyeri fasilitas
 Mendokumentasikan tingkat nyeri yang
dinyatakan pasien saat ini
 Posisi nyaman kecuali ada kontraindikasi
 Menentukan apakah rejimen memenuhi
kebutuhan pasien yang diidentifikasi
 Memantau hubungan kemajuan pasien
dengan pengendalian nyeri
 Memantau efektivitas pedoman nyeri

34
 Memberi obat sesuai resep
 Analgesik yang diresepkan menurut
protokol
Menerapkan metode alternatif pengendalian
nyeri ( Im . 310.1)
 Minta pasien untuk mengungkapkan
keefektifan rejimen pengobatan
 Kaji pengobatan nyeri nonpengobatan (
mis. , Terapi dingin, terapi panas,
gangguan musik, terapi relaksasi,
rehabilitasi fisik, visualisasi, mondar-
mandir , stimulasi saraf listrik transkutan
 Mengidentifikasi gaya koping pasien dan
pengaruh budaya terkait manajemen nyeri
 Libatkan anggota keluarga dan orang
penting lainnya dalam
 Pantau kemajuan dalam penatalaksanaan
nyeri pasien
 Mengevaluasi tanggapan pasien.
Berkolaborasi pemberian analgesik (Im.310.2)
 Tinjau penilaian untuk jenis nyeri yang
dirawat dan kondisi medis pasien
 Tinjau protokol pemberian pengobatan
 Memantau proses administrasi
 Memberikan pengajaran terkait analgesia
yang dikendalikan pasien
 Mengevaluasi respons pasien terhadap
pemberian obat.
Mengevaluasi tanggapan terhadap intervensi
manajemen nyeri (E.250)

35
 Mengidentifikasi dan mendokumentasikan
bagaimana pasien mengekspresikan rasa
sakit ( misalnya , ekspresi wajah, mudah
tersinggung, gelisah, verbalisasi)
 Mengevaluasi sifat nyeri dan setiap
perubahan tingkat nyeri setelah intervensi
manajemen nyeri
3. Domai 1 Risiko jatuh O. 120: Pasien terbebas dari tanda dan Mengidentifikasi status musculoskeletal (A.20)
Keselamatan X69-00155 gejala cedera yang berhubungan Kaji status fungsional dari sistem otot dan rangka
dengan pemindahan / pengangkutan dengan memperhatikan rentang gerak, mobilitas,
deformitas dan kekuatan otot
 Pasien bebas tanda dan gejala  Kaji keterbatasan fungsional saat pasien
jatuh yang berhubungan dengan terjaga dan responsif
pemindahan / pengangkutan pada  Kaji gangguan mobilitas saat pasien terjaga
saat keluar dari ruang OR atau dan responsive
saat prosedur
 Kaji rentang gerak saat pasien terjaga dan
responsif
Transpost sesuai dengan kebutuhan individu
(Im.30)
 Mengidentifikasi pasien dengan benar
Menjelaskan apa yang dapat diharapkan
pasien sebelum memulai transfer /
transportasi
 Menilai gangguan mobilitas
 Beradaptasi rencana perawatan untuk
mobilitas
 Melakukan atau mengarahkan transfer
pasien
 Posisikan pasien untuk menjaga
pernapasan dan sirkulasi
 Menjaga kesejajaran tubuh selama transfer

36
 Menerapkan perangkat pengamanan
 Rencanakan untuk kebutuhan khusus
selama pengangkutan dan transfer
Mengevaluasi statistic musculoskeletal (E.290)
Mengamati dan memantau status musculoskeletal
selama fase perawatan perioperatif
 Mengevaluasi batasan fungsional
 Megevaluasi gangguan mobilitas
 Mengevaluasi rentang gerak

37
BAB III

ASKEP PERIOPERATIF

FORMAT PENGKAJIAN PERIOPERATIF (COT)


Tgl/Jam Pengkajian : Senin, 21 Desember 2020 / 08.00 WITA
I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Ny. H

b. Umur : 40 Tahun

c. Agama : Islam

d. No RM : 144956

e. Diagnosa Medis : Carcinoma mammae dextra

2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG JAWAB


a . Nama : Ny. S

b. Agama : Islam

c. Hubungan dengan : Orang tua

pasien

Asal
pasien □ Rawat Jalan
 Rawat Inap

38
II. RINGKASAN RIWAYAT PENYAKIT DAN TUJUAN PEMBEDAHAN
Ny. H masuk ruang operasi dengan diagnosa medis carcinoma mammae dextra

yang sebelumnya dirawat di ruang perawatan, pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan

bahwa payudara sebelah kanannya terasa keras dan padat serta memiliki bentuk yang tidak

simetris dengan payudara kiri. Klien tidak mengeluh nyeri, namun klien mengeluh cemas

terhadap tindakan operasinya karena ini merupakan operasi pertamanya. Klien rencana akan

dilakukan operasi modified radical mastectomy (MRM).

Tindakan operasi modified radical mastectomy (MRM) adalah suatu tindakan

pembedahan onkologis pada tumor ganas payudara dengan mengangkat seluruh jaringan

payudara yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkim payudara, areola, puting susu dan kulit

diatas tumornya disertai diseksi kelenjat getah bening aksila ipsilateral serta otot pektoralis

mayor dan minor secara enbloc.

A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama: Klien merasa cemas

Riwayat Penyakit : □ DM □ Asma □ Hepatitis □ Jantung □ Hipertensi □ HIV


2
 Tidak ada
3. Riwayat Operasi/anestesi : Ada √ Tidak ada

4. Riwayat Alergi : □ Ada, sebutkan.................. √ Tidak ada

5. Jenis Operasi: Elektif

6. TTV: Suhu :36,70C, Nadi :100 x/mnt, Respirasi : 20 x/mnt, TD :120/80mmHg

7. TB/BB: 155 cm/51 Kg

8. Golongan Darah: A Rhesus: +

RIWAYAT PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL

39
Status Emosional: □ Tenang □ Bingung √ Kooperatif □ Tidak Kooperatif
9.
□ Menangis □ Menarik diri

10. Tingkat Kecemasan: □ Tidak Cemas √ Cemas

11. Skala Cemas:

□ 0 = Tidak Cemas

 1 = Mengungkapkan kerisauan

□ 2 = Tingkat perhatian tinggi

□ 3 = Kerisauan tidak berfokus

□ 4 = Respon simpate-adrenal

□ 5 = Panik

12. Skala Nyeri menurut VAS (Visual Analog Scale)

Tidak nyeri Nyeri Nyeri Sedang Nyeri Berat Sangat Nyeri Tak
Ringan Nyeri Tertahankan
□ 4-5 □ 6-7
0-1

□ 2-3 □ 8-9 □ 10
13. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:
Normal
Jika Tidak Normal, Jelaskan
Ya Tidak

Kepala √ - Kepala simetris, tidak teraba benjolan, tidak


ada nyeri tekan
- Wajah klien tampak tegang
- Konjungtiva tidak tampak anemis

40
- Hidung tidak ada sekret
- Mulut tampak bersih
- Daun telinga tampak bersih dan tidak ada
nyeri tekan
Leher √ - Tidak ada pembesaran thyroid

Dada √ - Payudara tidak simetris


- Teraba padat dan keras pada payudara
kanan
- Pengembangan dada simetris dan tidak
terdengan suara tambahan
Abdomen √ - Tidak ada pembesaran abdomen

Genitalia √ - Tidak ada kelainan pada genetalia

Integumen √ - Terdapat vitiligo, berbatas tegas

Ekstremitas √ - Tidak ada kelainan


- Terpasang infus RL di tangan kiri 20 TPM

B. INTRA OPERASI
1. Anastesi dimulai jam : 08.45 WITA
2. Pembedahan dimulai jam : 10.00 WITA
3. Jenis anastesi :
√ General ETT □Umum □ Lokal □ Nervus blok □……………

4. Posisi operasi :
√ Terlentang □ litotomi □ tengkurap/knee chees □ lateral: □ kanan □ kiri

□ lainnya......

5. Catatan Anestesi: Anastesi General ETT


6. Pemasangan alat-alat :
Airway: □ Terpasang ETT no :7,.0 □ Terpasang LMA no:......... □ OPA

√ O2 Nasal

41
7. TTV :
Suhu 36.5 oC , Nadi: 125 x/mnt, □ Teraba √ Kuat, □ Lemah, √ Teratur, □ Tidak
Teratur,

RR : 14 x/mnt, TD: 103/53 mmHg, Saturasi O2: 100%

8. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas


Normal
Keterangan
Ya Tidak

Kepala √ - Terpasang ETT

Leher √ - Tidak dapat dikaji

Dada √ - Dilakukan operasi MRM

Abdomen √ - Tidak dapat dikaji

Genitalia √ - Terpasang kateter urin ukuran 16

Integumen √ - Dilakukan insisi untuk MRM

Ekstremitas √ - Terpasang infus RL pada tangan


sebelah kiri 20 TPM

Total cairan masuk : 500 cc

√ Infus : RL: 500 cc

□Tranfusi : - cc

Total cairan keluar : 350 cc

√ Urine : 100 cc

√ Perdarahan : 250 cc

Balance cairan : 150 cc

42
9. Instrument yang digunakan (alat dan bahan)
Alat On Steril
 Surgical light/lampu operasi
 Meja mayo, meja trolli, meja operasi
 Eletro Surgical Unit ( ESU)
 Mesin suction
 Oksigen sentral dan vacum sentral
 Standar infus
 Tempat sampah infeksi dan non infeksi
 Safety box untuk benda tajam (jarum benang jahit, jarum disposible, potongan ampul,
pisau bedah (blade)
 Kursi
 Mesin anastesi dan obat-obatan
Linen Steril Set
 4 jas operasi/gaun
 4 duk kecil
 2 duk besar tanpa lubang (layar kaki, dan tangan)
 1 duk besar berlubang
Alat Steril
 Kom (Round Bowl) : 2 buah
 Nierbekken (kidney Disk) : 1 buah
 Duk klem (Towel Clampt) : 5 buah
 Hemostatic kocher forcep : 2 buah
 Pinset siruggis (Tissue forceps) : 2 buah
 Pinset anatomis (Disecting forceps) : 2 buah
 Pinset bakar (cauter) : 1 buah
 Hemostatic forcep large : 4 buah
 Hemostatic forsep small : 4 buah
 Scalpel handle no.3 : 1 buah
 Sponge holding : 3 buah

43
 Yankauer/canula suction : 1 buah
 Gunting benang : 1 buah
 Gunting jaringan : 2 buah
 Needle Holder (Neakpuder) : 2 buah
Bahan Habis Pakai (BHP)
 Aquades 25 ml : 1 buah
 Kasa steril : 4 bungkus
 NaCl 0.9% (500 ml) : 1 botol
 Iodin povidon : 250 ml
 Formalin : 500 ml
 Dispo 10 cc : 1 buah
 Daryant-tulle 10 x 10 : 1 buah
 Bisturi no. 15 : 1 buah
 Gloves steril 61/2 : 3 buah
 Gloves steril 71/2 : 1 buah
 Monopolar electrosurgery : 1 buah
 Transofix : 2 buah
 Urine cateter No.16 : 1 buah
 Urine Bag : 1 buah
 Underpad non steril : 1 buah
 Benang absorbable 3.0 : 3 buah
 Benang absorbable 1 : 2 buah
 Benang absorbable 4.0 : 3 buah
 Benang non absorbable : 2 buah
 Selang suction : 1 buah
 Pensil/ knife holder : 1 buah
10. Pelaksanaan Pembedahan
- Pasien posisi supine dilakukan general anesthesi
- Aseptic antiseptic dengan povidone iodine, kemudian drapping

44
- Dilakukan incisi steward pada mammae dextra, incisi diperdalam lapis demi
lapis
- Dilakukan flap kearah cranial sampai dibawah infraclavicula, kearah medial
sampai parasternalis ipsilateral dextra, kearah caudal sampai inframamary
fold, kearah lateral sampai tepi anterior musculus latissimus dorsi, sambil
kontrol perdarahan dan mengidentifikasi vasa dan N.thoracalis dorsalis
- Dilakukan mastectomy dan diseksi kelenjar axilla, didapatkan satu
pembesaran KGB axilla dextra
- Cuci lapangan operasi, kontrol perdarahan
- Pasang dua buah drain, drain pertama kearah axilla, drain kedua kearah
anterior dari musculus pectoralis mayor
- Jahit luka operasi lapis demi lapis
- Operasi selesai.
11. Peran Mahasiswa
Pada operasi ini, mahasiswa melakukan observasi tindakan operasi yang
dilakukan mulai dari pre intra dan post operasi.

C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke :
Pindah ke ICU/PICU/NICU, jam - WITA

PACU , Jam 14.00 WITA

2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah √ Pusing √ Nyeri luka operasi


□ Kaki terasa baal □ Menggigil □ lainnya....
3. Keadaan umum : □ Baik √ Sedang □ Sakit berat
4. TTV : Suhu: 36.7 oC , Nadi: 95 x/mnt, RR: 24x/mnt, TD: 120/80 mmHg, Saturasi O2:
98 %
5. Kesadaran : √ CM □ Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma
6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:
Normal
Jika Tidak Normal, Jelaskan
Ya Tidak

45
Kepala √ - Tidak terdapat benjolan pada
kepala
- Telah terpasang oksigen dengan
nasal kanul sebanyak 2 liter
Leher √ - Tidak ada kelainan

Dada √ - Luka post op MRM

Abdomen √ - Tidak ada kelainan

Genitalia √ - Terpasang kateter

Integumen √ - Kerusakan integritas kulit dan


jaringan akibat pembedahan
- Kulit teraba dingin
Ekstremitas √ - Terpasang infus pada tangan
sebelah kanan

Skala Nyeri menurut VAS ( Visual Analog Scale )

Tidak nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Berat Sangat Nyeri Tak


Ringan Sedang Nyeri Tertahankan
□ 0-1 □ 6-7
2-3
□ 4-5 □ 8-9 □ 10
Skala Nyeri menurut VAS ( Visual Analog Scale )
Pengkajian skala nyeri menurut VAS (Visual analog scale)
Klien mengatakan merasakan sakit pada perut pada bagian operasinya, wajah
klien tampak meringis
P : Post op MRM
Q : Tertusuk-tusuk

46
R : Payudara kanan menyebar ke axilla
S : 5 VAS
T : ± 10 menit

47
ANALISA DATA

SYMPTOM PROBLEM ETIOLOGI


Pre Operasi
DS : Ansietas Ancaman status terkini
Klien mengatakan merasa
cemas karena akan
menjalani operasi
DO :
Raut wajah tampak gugup
dan tegang
Skala cemas 1
(mengungkapkan kerisauan)
TTV :
Suhu :36,70C, Nadi :100 x/mnt,
Respirasi : 20 x/mnt, TD
:120/80mmHg, RR : 18
x/menit
Intra Operasi
DS : Hipotermia Suhu lingkungan rendah
Klien mengatakan
ruangannya dingin
DO :
Suhu ruangan 18°C
Klien tampak menggigil
Permukaan kulit teraba
dingin

Faktor risiko :
Risiko injury Prosedur bedah
Waktu pembedahan

48
Penggunaan peralatan listrik
(ESU)
Efek anastesi (general
anestesi)

Faktor risiko :
Risiko infeksi Prosedur invasif
Prosedur pembedahan,
terdapat luka insisi payudara
kanan

Faktor resiko :
Terdapat daerah insisi pada Resiko kekurangan volume Kehilangan cairan
payudara kanan, adanya cairan
perdarahan sekitar 250 cc,
urine ouput : 100 cc
Post Operasi Nyeri akut Agens cedera fisik
(prosedur bedah)
DS :
Klien mengatakan
merasakan sakit pada
payudara kanan hingga
axilla
DO :
Wajah klien tampak
meringis
P : Post op MRM
Q : Tertusuk-tusuk

R : Payudara kanan
menyebar ke axilla
S : 5 VAS
T : ± 10 menit

49
Faktor resiko : Risiko jatuh Efek anestesi
Klien masih dalam pengaruh
obat anastesi, klien tampak
mengantuk, klien berbaring
di tempat tidur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi:

1. Ansietas b.d ancaman pada status terkini

Intra Operasi :

1. Hipotermia b.d suhu lingkungan


2. Risiko injuri dengan faktor risiko prosedur bedah
3. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif
4. Risiko kekurangan volume cairan dengan faktor risiko kehilangan cairan

Post Operasi :

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (prosedur bedah)


2. Risiko jatuh dengan faktor risiko efek anestesi

50
RENCANA KEPERAWATAN (meliputi pre, intra dan post operasi)
PRE OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 3A Ansietas O.500: Pasien atau keluarga Mengidentifikasi status psikososial (A.510)
Respon perilaku X4-00146 menunjukkan pengetahuan tentang Menilai mekanisme koping (A.510.6)
pasien dan status psikososial yang diharapkan  Tinjau pola koping pasien dan
keluarga: terhadap prosedur keefektifannya
Pengetahuan  Pasien mengungkapkan urutan  Minta pasien untuk menggambarkan
kejadian yang diharapkan metode saat ini untuk mengatasi stres
sebelum dan segera setelah  Mendorong pasien untuk
operasi mengungkapkan perasaan
 Pasien menyatakan harapan  Menentukan metode komunikasi dan
yang realistis mengenai dukungan yang paling efektif
pemulihan dari prosedur  Mengevaluasi ketersediaan dan
 Pasien dan anggota keluarga efektivitas sistem pendukung
mengidentifikasi tanda dan Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan
gejala untuk dilaporkan ke ahli pasien dan keluarga (A.530)
bedah atau penyedia layanan Menerapkan langkah-langkah untuk
kesehatan memberikan dukungan psikologis (Im.510)
 Menilai tanda dan gejala kecemasan
atau ketakutan ( misalnya , insomnia
pra operasi, ketegangan otot, tremor ,
mudah tersinggung, gelisah,
diaphoresis, takipnea, takikardia,
tekanan darah tinggi, wajah pucat atau
kemerahan, perilaku menarik diri)

51
 Berikan informasi dan jawab
pertanyaan dengan jujur
 Memberikan suasana kepedulian dan
perhatian ( misalnya , pendekatan
privasi yang tidak menghakimi, empati,
rasa hormat)
 Menawarkan metode alternatif untuk
meminimalkan kecemasan ( misalnya ,
musik, humor)
 Jelaskan tujuan persiapan pra operasi
sebelum implementasi
Mengevaluasi respon fisik dari rencana
tindakan (E.520)
 Mengevaluasi efektivitas sistem
pendukung
 Memverifikasi kemampuan pasien
untuk memahami informasi
 Memberikan waktu yang diperlukan
untuk memproses informasi
 Tinjau rencana asuhan keperawatan
dengan pasien dan anggota keluarga

52
INTRA OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Respon Hipotermia O. 290: Suhu tubuh inti pasien Menilai risiko hipotermia yang tidak
fisiologis X26-00006 berada dalam kisaran yang disengaja (A.200.1)
diharapkan atau terapeutik Mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi
 Suhu pasien adalah lebih dari mengalami hipotermia yang tidak disengaja
36 ° C (96,8 ° F) pada saat untuk dimasukkan tetapi tidak terbatas pada
keluar dari ruang operasi atau pasien :
selama prosedur  Dengan suhu dasar sebelum operasi
 Suhu pasien sengaja kurang dari atau sama dengan 36 ° C
dipertahankan pada 33 ° C (91, (96,8 ° F)
4 ° F) untuk menurunkan  Di lingkungan bedah yang dingin
metabolisme sel  Dengan tubuh tinggi permukaan / kg
dan rendah subkutan lemak coklat
untuk tingkat isolasi meningkat dari
kehilangan panas ( e g , bayi, neonatus,
balita)
 Dengan gangguan metabolisme
Menerapkan langkah-langkah
termoregulasi ( Im . 280)
 Pilih perangkat pemantauan dan
pengaturan suhu berdasarkan
kebutuhan pasien yang teridentifikasi
 Mengoperasikan pemantauan suhu dan
perangkat regulasi sesuai dengan
instruksi tertulis
Monitor parameter fisiologis ( Im . 370)

53
 Pantau tanda vital ( mis. , tekanan
darah, monitor jantung atau detak dan
ritme EGC, laju pernapasan, suhu)
 Pantau pasien untuk perubahan
integritas kulit ( misalnya , denyut nadi
perifer, warna kulit , suhu, turgor, isi
ulang kapiler, jika sesuai)
 Gunakan selimut untuk menghangatkan
pasien
Mengevaluasi respons terhadap ukuran
termoregulasi (E.260)
 Menilai dan mendokumentasikan suhu
tubuh pasien
 Menafsirkan dan mengkomunikasikan
data suhu pasien kepada anggota tim
perawatan kesehatan yang sesuai untuk
evaluasi lebih lanjut dan tindakan yang
sesuai
 Laporkan suhu pasien ke perawat
PACU untuk menentukan metode
perawatan pasca operasi yang sesuai.
2. Domai 1 Risiko O. 10: Pasien terbebas dari tanda Mengidentifikasi status fisiologis (A.210)
Keselamatan injuri/cedera dan gejala cedera yang  Mengevaluasi membran bukal, sklera,
X29-00035 berhubungan dengan sumber panas dan kulit ( misalnya , kekeringan,
 Kondisi kulit pasien, selain sianosis, penyakit kuning)
sayatan bedah, tidak berubah Laporkan penyimpangan dalam hasil studi
antara masuk dan keluar dari diagnostik (A.340)
OR atau ruang prosedur

54
 Pasien melaporkan  Mengkomunikasikan status kesehatan
kenyamanan termoregulasi fisiologis ( misalnya , laporan verbal,
 Status neuromuskuler pasien catatan pasien) kepada anggota tim
tidak berubah antara masuk yang sesuai
dan keluar dari ruang operasi  Bekerja sama dengan penyedia layanan
atau prosedur kesehatan lain tentang hasil studi
diagnostik atau temuan penilaian
Menilai kondisi kulit dasar (A.240)
 Mengevaluasi keberadaan denyut nadi
perifer, meminta persepsi pasien
tentang nyeri, dan mengidentifikasi
gangguan mobilitas saat pasien terjaga
 Monitor kondisi kulit pasien
 Menilai risiko pasien untuk cedera kulit
yang berhubungan dengan sumber
panas
 Menilai kulit untuk cedera dari
perangkat invasif ( mis. , Tabung,
saluran pembuangan, kateter yang
tinggal, kabel)
 Mengidentifikasi diagnosis
keperawatan yang menggambarkan
tingkat risiko cedera kulit pasien terkait
bahaya termal.
Menerapkan perangkat keamanan (Im.80)
 Memeriksa lingkungan bedah untuk
mengetahui peralatan atau kondisi yang

55
menimbulkan risiko keselamatan dan
mengambil tindakan pemulihan
 Memilih perangkat keselamatan
berdasarkan kebutuhan pasien dan
prosedur operasi atau invasif yang
direncanakan
 Menerapkan perangkat keselamatan
pada pasien sesuai dengan rencana
perawatan, pedoman praktik yang
berlaku , kebijakan fasilitas, dan
petunjuk yang didokumentasikan
 Memastikan bahwa perangkat
keselamatan tersedia, bersih, bebas dari
ujung yang tajam, dengan bantalan
yang sesuai, dan berfungsi dengan baik
sebelum digunakan
Memonitor parameter psikologis ( Im . 370)
 Pantau tanda vital ( mis. , tekanan
darah, monitor jantung atau detak dan
ritme EGC, laju pernapasan, suhu
 Pantau pasien untuk perubahan
integritas kulit ( misalnya , denyut nadi
perifer, warna kulit, suhu, turgor, isi
ulang kapiler, jika sesuai)
Mengevaluasi tanda dan gejala cedera fisik
pada kulit dan jaringan (E.10)
 Menginspeksi dan mengevaluasi kulit
pasien, tonjolan tulang, situs tekanan,
area yang disiapkan, dan jaringan di

56
sekitarnya untuk tandatanda irigasi atau
cedera ( misalnya , perubahan warna,
ruam, lecet, lecet, area yang menonjol)
 Melaporkan perbedaan yang tidak
terduga kepada anggota tim perawatan
kesehatan yang sesuai.
3. Domai 1 Risiko infeksi O.280: Pasien terbebas dari tanda Menilai kerentanan terhadap infeksi
Keselamatan X28-00004 dan gejala infeksi (A.350)
 Luka pasien bebas dari tanda Menerapkan teknik aseptik (Im.300)
dan gejala infeksi dan nyeri,  Menetapkan dan memelihara bidang
kemerahan, bengkak, drainase, steril
atau penyembuhan tertunda  Menerapkan prinsip teknik aseptik
pada saat keluar.  Melakukan persiapan kulit
 Pasien memiliki luka bedah  Menjamin sanitasi lingkungan
yang bersih dan tertutup perioperative
terutama dengan balutan  Mematuhi kewaspadaan standar dan
kering dan steril saat keluar berbasis transmisi
dari OR  Tutup luka saat prosedur selesai
 Pasien tidak demam dan bebas  Merawat tempat sayatan, tempat alat
dari tanda dan gejala infeksi invasif ( misalnya , pipa endotrakeal,
 Antibiotik pra operasi dan pipa trakeostomi, pipa drainase, kateter
pasca operasi diberikan sesuai perkutan, alat akses vaskular ), sistem
pedoman yang drainase urin, dan sistem drainase
direkomendasikan lainnya.
Melindungi dari kontaminasi silang
(Im.300.1)
 Minimalkan kontaminasi silang dengan
memahami dan menerapkan praktik

57
pengendalian infeksi saat menyiapkan
instrumen dan perlengkapan untuk
digunakan
 Mengikuti protokol yang ditetapkan
untuk desinfeksi tingkat tinggi
 Menerapkan teknik aseptik Pantau
bidang steril
 Pastikan pintu ke OR mengingatkan
tertutup mengharapkan lalu lintas
pasien dan personel yang diperlukan
 Melakukan kebersihan tangan
 Memakai pakaian bedah bersih, kering,
baru dicuci yang dimaksudkan untuk
digunakan di ruang bedah
 Menutupi rambut kepala dan wajah,
termasuk cambang, untuk
meminimalkan penyebaran mikroba di
lingkungan
 Menjaga kuku tetap pendek, bersih,
sehat, dan bebas dari kuku palsu atau
akrilik
 Melakukan antiseptik tangan bedah
Memulai kontrol lalu lintas (Im.300.2)
 Membatasi akses ke ruang bedah hanya
untuk personel yang berwenang
 Catat nama semua individu yang
berpartisipasi dalam prosedur operasi
atau invasif dan mereka yang hadir di

58
ruang OR atau prosedur, baik secara
langsung atau tidak langsung,
berpartisipasi dalam prosedur operasi
atau invasif ( misalnya , siswa
perwakilan industri)
 Mempertahankan pola lalu lintas searah
untuk barang yang akan diproses ulang
untuk ruang operasi atau ruang
prosedur; memindahkan item dari area
dekontaminasi ke area pemrosesan, dan
setelah pemrosesan, ke area
penyimpanan.
 Mencegah material kotor memasuki
area terlarang
 Pindahkan persediaan dari area
terlarang, jika ada, melalui OR atau
ruang prosedur ke koridor semiterbatas.
Memberikan terapi antibiotik yang
diresepkan seperti yang diperintahkan
(Im.220.2)
 Tentukan apakah perintah dokter untuk
terapi antibiotik telah ditulis dan sesuai
dengan praktik terbaik saat ini atau
praktik berbasis bukti
 Konfirmasikan kepatuhan pasien
dengan terapi profilaksis yang
diresepkan dan diperintahkan untuk
diberikan sendiri

59
 Menilai pasien sebelum memberikan
dan menunda atau menahan
pengobatan jika perlu
 Memastikan bahwa obat yang benar
diberikan kepada pasien yang tepat,
dalam dosis yang tepat, melalui rute
yang benar, pada waktu yang tepat
 Catat tanggal kedaluwarsa Mengenali
dan mengidentifikasi efek samping,
reaksi toksik, dan alergi obat
 Mengevaluasi respons pasien terhadap
pengobatan yang diberikan
 Minta perintah dari dokter untuk dosis
berulang antibiotik profilaksis jika
prosedur pembedahan berlangsung
lebih dari empat jam atau terjadi
kehilangan banyak darah.
Mengevaluasi kemajuan penyembuhan luka
(E.200)
 Mengidentifikasi dan mengevaluasi
faktor risiko penyembuhan luka
 Mengevaluasi status luka
 Memantau suhu tubuh pasien
 Laporkan tanda dan gejala infeksi
4. Domain 2 Risiko O.300: Keseimbangan cairan, Mengidentifikasi faktor-faktor yang
Respon Fisiologis kekurangan elektrolit, dan asam-basa pasien berhubungan dengan peningkatan risiko
volume cairan dipertahankan pada atau perdarahan atau ketidakseimbangan cairan
X18-00028 ditingkatkan dari tingkat dasar dan elektrolit (A.310)

60
 Tanda-tanda vital pasien dan  Menetapkan dan memverifikasi
dalam kisaran yang diharapkan keperawatan
saat keluar dari OR, ruang  Menilai tanda vital
prosedur, atau unit perawatan  Menilai kondisi pasien terkait cedera
pasca anestesi (PACU) traumatis atau perdarahan abnormal
 Tekanan darah dan denyut nadi  Disampaikan dengan dokter atau
pasien berada dalam kisaran penyedia perawatan anestesi jika data
yang diharapkan dan tetap penilaian yang tidak biasa atau tanda
stabil dengan perubahan posisi dan gejala ketidakseimbangan cairan,
pada saat dipindahkan ke elektrolit, atau asam basa dicatat
PACU dan keluar dari PACU  Mengidentifikasi dan memverifikasi
 Output urin pasien berada ketersediaan darah atau pengganti
dalam kisaran yang diharapkan plasma
saat keluar dari OR, ruang Mengidentifikasi status fisiologis (A.210)
prosedur, atau PACU.  Mengevaluasi membran bukal, sklera
dan kulit ( misalnya , kekeringan ,
sianosis, icterus)
Menerapkan teknik hemostasis (Im.340)
 Menyediakan perlengkapan,
instrumentasi, dan teknik bedah yang
tepat sesuai kebutuhan untuk
mengontrol perdarahan
Memantau parameter fisiologis (Im.370)
 Memantau parameter fisiologis
termasuk asupan dan keluaran, gas
darah arteri, kadar elektrolit, status
hemodinamik, dan konsentrasi oksigen
arteri (SaO 2 )

61
 Pantau tanda-tanda vital
 Pantau tanda-tanda hipovolemia dan
hipervolemia
 Memantau kehilangan cairan ( mis. ,
Perdarahan, diare, keringat,
pengeluaran urin, muntah)
 Memperkirakan kehilangan darah dan
cairan
Menetapkan akses IV (Im.200.1)
 Menetapkan dan mempertahankan
akses IV perifer untuk mengelola
cairan IV, obat-obatan, dan produk
darah sesuai perintah dokter
Kolaborasi dalam manajemen cairan dan
elektrolit (Im.210.1)
 Memverifikasi prosedur dan
mengantisipasi serta mengenali
kehilangan cairan
 Mengantisipasi persyaratan
penggantian untuk volume besar,
prosedur kehilangan cairan
 Mengelola atau mempersiapkan
pemberian terapi cairan
 Pantau asupan dan keluaran
 Mengevaluasi respons pasien terhadap
manajemen cairan
Mengevaluasi respons terhadap pemberian
cairan dan elektrolit (E.220)

62
 Memantau asupan dan keluaran, gas
darah arteri, kadar elektrolit, status
hemodinamik, dan SaO 2)
 Memperkirakan kehilangan darah dan
cairan
 Memantau tanda dan gejala kelebihan
atau kekurangan volume cairan
 Pantau respons pasien terhadap terapi
cairan dan elektrolit yang diresepkan

POST OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Respon Nyeri akut O330: Pasien menunjukkan dan / Menilai pengendalian nyeri (A.360)
fisiologis X38-00132 atau melaporkan kontrol nyeri yang  Tinjau penilaian pasien untuk jenis
memadai nyeri yang dirawat dan kondisi medis
 Pasien bekerja sama dengan  Tinjau protokol pengobatan saat ini
berbaring diam selama  Meminta pasien mengungkapkan
prosedur intraoperatif keefektifan pengobatan dengan alat
menggunakan anestesi lokal penilaian yang diakui (misalnya, skala
blok. numerik, skala wajah)
 Tanda vital pasien saat keluar  Menawarkan informasi kepada pasien
dari OR sama dengan atau dan anggota keluarga tentang nyeri,
meningkat dari nilai sebelum tindakan pereda nyeri, skala penilaian,
operasi. dan data penilaian lainnya untuk
 Pasien secara verbal dilaporkan
mengontrol rasa sakit.  Pantau pasien untuk kesesuaian isyarat
verbal dan nonverbal.
Menerapkan pedoman nyeri (Im.310)

63
 Tinjau penilaian pasien untuk jenis
nyeri yang dirawat, kondisi medis, dan
status kesehatan
 Tinjau pedoman nyeri fasilitas
 Mendokumentasikan tingkat nyeri yang
dinyatakan pasien saat ini
 Posisi nyaman kecuali ada
kontraindikasi
 Menentukan apakah rejimen memenuhi
kebutuhan pasien yang diidentifikasi
 Memantau hubungan kemajuan pasien
dengan pengendalian nyeri
 Memantau efektivitas pedoman nyeri
 Memberi obat sesuai resep
 Analgesik yang diresepkan menurut
protokol
Menerapkan metode alternatif
pengendalian nyeri ( Im . 310.1)
 Minta pasien untuk mengungkapkan
keefektifan rejimen pengobatan
 Kaji pengobatan nyeri nonpengobatan (
mis. , Terapi dingin, terapi panas,
gangguan musik, terapi relaksasi,
rehabilitasi fisik, visualisasi, mondar-
mandir , stimulasi saraf listrik
transkutan
 Mengidentifikasi gaya koping pasien
dan pengaruh budaya terkait
manajemen nyeri
 Libatkan anggota keluarga dan orang
penting lainnya dalam

64
 Pantau kemajuan dalam
penatalaksanaan nyeri pasien
 Mengevaluasi tanggapan pasien.
Berkolaborasi pemberian analgesik
(Im.310.2)
 Tinjau penilaian untuk jenis nyeri yang
dirawat dan kondisi medis pasien
 Tinjau protokol pemberian pengobatan
 Memantau proses administrasi
 Memberikan pengajaran terkait
analgesia yang dikendalikan pasien
 Mengevaluasi respons pasien terhadap
pemberian obat.
Mengevaluasi tanggapan terhadap
intervensi manajemen nyeri (E.250)
 Mengidentifikasi dan
mendokumentasikan bagaimana pasien
mengekspresikan rasa sakit ( misalnya ,
ekspresi wajah, mudah tersinggung,
gelisah, verbalisasi)
 Mengevaluasi sifat nyeri dan setiap
perubahan tingkat nyeri setelah
intervensi manajemen nyeri
3. Domai 1 Risiko jatuh O. 120: Pasien terbebas dari tanda Mengidentifikasi status musculoskeletal
Keselamatan X69-00155 dan gejala cedera yang (A.20)
berhubungan dengan pemindahan / Kaji status fungsional dari sistem otot dan
pengangkutan rangka dengan memperhatikan rentang gerak,
mobilitas, deformitas dan kekuatan otot
 Pasien bebas tanda dan gejala  Kaji keterbatasan fungsional saat
jatuh yang berhubungan pasien terjaga dan responsif
dengan pemindahan /
pengangkutan pada saat keluar

65
dari ruang OR atau saat  Kaji gangguan mobilitas saat pasien
prosedur terjaga dan responsive
 Kaji rentang gerak saat pasien terjaga
dan responsif
Transpost sesuai dengan kebutuhan
individu (Im.30)
 Mengidentifikasi pasien dengan benar
Menjelaskan apa yang dapat
diharapkan pasien sebelum memulai
transfer / transportasi
 Menilai gangguan mobilitas
 Beradaptasi rencana perawatan untuk
mobilitas
 Melakukan atau mengarahkan transfer
pasien
 Posisikan pasien untuk menjaga
pernapasan dan sirkulasi
 Menjaga kesejajaran tubuh selama
transfer
 Menerapkan perangkat pengamanan
 Rencanakan untuk kebutuhan khusus
selama pengangkutan dan transfer
Mengevaluasi statistic musculoskeletal
(E.290)
Mengamati dan memantau status
musculoskeletal selama fase perawatan
perioperatif
 Mengevaluasi batasan fungsional

66
 Megevaluasi gangguan mobilitas
 Mengevaluasi rentang gerak

67
IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN

Pre operasi
Diagnosa Keperawatan : Ansietas b.d ancaman pada status terkini
Hari/ Implementasi Evaluasi

Tanggal

Senin, 21 Pukul 08.00 WITA Pukul 08.15 WITA


Desember Mengkaji tingkat kecemasan klien
2020 Hasil : klien mengatakan merasa cemas karena akan S:
Klien mengatakan cemasnya berkurang dengan teknik
menjalani operasi
relaksasi nafas dalam, klien merasa lebih tenang dan tidak
takut.
Pukul 08.05 WITA
Memberi dukungan kepada klien dan mendampinginya O:
Hasil : perawat memberi semangat kepada klien dan  Kegelisahan klien tampak berkurang
mendampingi klien, serta menjelaskan prosedur operasi  Wajah klien tampak lebih tenang
yang akan dijalani
A : Ansietas teratasi
Pukul 08.08 WITA
P : Intervensi dihentikan
Mengajarkan klien melakukan teknik relaksasi nafas
dalam.
Hasil :klien mampu melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam. Klien melakukan relaksasi nafas dalam 5 kali

68
Intra operasi
Diagnosa Keperawatan : Hipotermia
Hari/ Implementasi Evaluasi

Tanggal

Senin, 21 Pukul 09.00 WITA Pukul 09.45 WITA


Desember Monitor reaksi nonverbal klien S :-
2020 Hasil : klien tampak menggigil
Pukul 09.00 WITA
Membantu klien menggunakan pemanas pasif O:
(selimut)
 Klien tidak menggigil
Hasil : klien dipasangi selimut, hingga menutupi
seluruh kaki dan tubuhnya  Kien tampak merasa nyaman

A : Hipotermi teratasi

P : Pertahankan selimut dan warmer pada klien jika menggigil

Diagnosa Keperawatan : Risiko injury dengan faktor risiko prosedur bedah


Hari/ Implementasi Evaluasi

Tanggal

Senin, 21 Pukul 09. 30 WITA Pukul 10.45 WITA


Desember Kaji ulang identitas pasien sebelum insisi
2020 dimulai, apakah ada riwayat kelainan kulit S:-
O:

69
Hasil : Nama Ny. H, dengan diagnose Ca  Ruam tidak ada, lecet tidak ada
Mammae, rencana tindakan MRM, klien tidak  Cedera akibat gesekan tidak ada
memiliki riwayat kelainan kulit pada daerah  Vital Signs dalam rentang normal
operasi hanya terdapat vitiligo di lengan dan kaki. TD :110/67 mmHg RR : 22 x/menit
N : 119x/menit Spo2 : 100%
Pukul 09.35 WITA  Tidak sianosis
Inspeksi kondisi kulit klien  CRT < 3 detik
Hasil : kondisi kulit klien normal, lembab, tidak
A : Cedera akibat posisi perioperatif dan prosedur bedahtidak
terdapat bekas luka post op
terjadi

Pukul 09.35 WITA P : Tetap pantau risiko cedera sampai operasi selesai
Atur posisi pasien saat diatas bed operasi
Hasil : pasien diposisikan lateral dengan
tambahan support, bantal busa, dan armrest

Pukul 08.30 WITA


Alasi bed operasi dengan linen bersih
Hasil : bed operasi diberikan alas untuk
mencegah kulit lecet

Pukul 09.40 WITA


Memonitor vital sign:
Hasil :
TD :98/54 mmHg RR : 18 x/menit
N : 121 x/menit Spo2 : 100%

Pukul 09. 40 WITA


Melakukan pemberian oksigenasi sesuai indikasi

70
Hasil : klien di intubasi dengan ETT no.7.0 dan
OPA (Hijau)

Pukul 10.30 WITA


Memonitor output selama operasi berlangsung
Hasil : output urine 100 cc

Diagnosa Keperawatan : Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif


Hari/ Implementasi Evaluasi

Tanggal

Senin, Pukul 08.30 WITA Pukul 11.00 WITA


21 Desember Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan S:-
2020 keperawatan O : Tidak ada tanda-tanda infeksi selama operasi
Hasil : seluruh petugas operasi dokter operator,
asisten dokter, scrube nurse, sirculating nurse dan A : Infeksi tidak terjadi
mahasiswa telah mencuci tangan P:

Pukul 09.00 WITA  Simpan gaun dan handscoon yang telah dipakai
Menggunakan sabun antimikroba untuk cuci  Cuci tangan setelah melakukan tindakan
tangan
Hasil : selesai mencuci tangan menggunakan
sabun clorhexidine gluconate 4%

Pukul 08.45 WITA


Observasi dalam menggunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung

71
Hasil : dokter operator, asisten dokter dan scrube
nurse selesai menggunakan handscoon steril dan
baju sebagai alat pelindung diri

Pukul 09.00 WITA


Mempertahankan teknik steril dimeja operasi
Hasil : digunakan kain steril dan duk steril selama
operasi berlangsung

Pukul 09.30 WITA


Membatasi petugas operasi selama prosedur
Hasil : jumlah petugas yang keluar masuk
dibatasi begitu juga jumlah mahasiswa

Pukul 10.00 WITA


Membantu mempertahankan lingkungan aseptik
selama prosedur pembedahan
Hasil : pintu kamar operasi dipastikan selalu
tertutup

Diagnosa Keperawatan : Risiko kekurangan volume cairan


Senin, Pukul 10.30 WITA Pukul 12.00
21 Desember Mengidentifikasi penyebab perdarahan S: -
2020 Hasil : klien dilakukan insisi pada dada yaitu
O:
pengangkatan payudara
 Klien diinsisi pada daerah dada yaitu pengangkatan payudara
Pukul 11.00 WITA

72
Monitor tanda-tanda vital  TTV : TD: 102/67 mmHg, Nadi: 116 x/mnt, RR : 22 x/mnt,,
Hasil : TD: 102/67 mmHg, Nadi: 116 x/mnt, RR : Saturasi O2: 100 %
22 x/mnt,, Saturasi O2: 100 %
 Intake cairan sebanyak 500 cc, urin output 100 cc, dan
perdarahan sebanyak 250 cc
Pukul 11.30 WITA A: Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Monitor status cairan yang meliputi intake dan
output
P: Pertahankan intervensi
Hasil : intake cairan sebanyak 500 cc NaCl, urin
output 100 cc, dan perdarahan sebanyak 250 cc

Pukul 11.30 WITA


Mempertahankan patensi IV line
Hasil : sedang terpasang RL 500 cc/ 22 tpm

Post operasi
Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut b.d agens cedera fisik
Hari/ Implementasi Evaluasi

Tanggal

Senin, 21 Pukul 14.00 WITA Pukul 14.00 WITA


Desember Mengkaji tingkat nyeri melalui isyarat verbal dan S:
2020 non verbal pada respon nyeri . Klien mengatakan masih nyeri pada bagian bekas operasinya
Hasil : Klien mengeluh nyeri pada abdomen
P : Postop MRM O:
Q : Tertusuk-tusuk  Klien nampak meringis

73
R : Payudara kanan menyebar ke axilla  P : Postop MRM
S : 5 VAS  Q : Tertusuk-tusuk
T : ± 10 menit  R : Abdomen
Memonitor TTV :  S : 5 VAS
Suhu: 36.7 oC , Nadi: 95 x/mnt, RR: 24x/mnt,
 T : ± 10 menit
TD: 120/80 mmHg, Saturasi O2: 98 %
TTV:
Suhu: 36.7 oC , Nadi: 95 x/mnt, RR: 24x/mnt, TD: 120/80
mmHg, Saturasi O2: 98 %
Pukul 14.10 WITA
Menganjurkan klien dalam melakukan relaksasi A : Nyeri akut (Belum teratasi)
napas dalam
Hasil :klien melakukan relaksasi nafas dalam P : Lanjutkan intervensi
sebanyak 3 kali  Kaji tingkat nyeri melalui isyarat verbal dan non verbal pada
Pukul 14.00 WITA respon nyeri .
Pemberian terapi analgetik.  Anjutkan klien dalam penggunaan relaksasi nafas dalam.
Hasil :Telah dinjeksikan obat analgetik ketorolac  Pemberian terapi analgetik.
30 mg

Diagnosa Keperawatan : Risiko jatuh

Senin, Pukul 13.00 WITA Pukul 13.20 WITA


21 Desember Mengkaji tingkat kesadaran klien S :-
2020 Hasil : klien masih dalam pengaruh anastesi
O:
Pukul 13.20 WITA  Pasien masih dalam pengaruh anastesi
Memasang pengaman pada kedua sisi tempat tidur  Klien telah terbangun namun dalam pengaruh anastesi
Hasil : Tempat tidur klien telah terpasang
pengaman tempat tidur A : Resiko jatuh tidak terjadi

74
Pukul 13.30 WITA P ; Intervensi dipertahankan di ruang perawatan
Menempatkan klien pada tempat tidur dengan roda
terkunci
Hasil : roda tempat tidur dalam keadaan terkunci

75
LAMPIRAN-LAMPIRAN

76
LAMPIRAN 1
LAPORAN KRITISI JURNAL
PRAKTIK PROFESI PEMINATAN KLINIK KEPERAWATAN PERIOPERATIF
“Efficacy of forced‐ air warming for preventing perioperative hypothermia and related
complications in patients undergoing laparoscopic surgery: A randomized controlled trial”

Oleh

FITRA ARDILLAH
R014192016

PRESEPTOR

(Musmulyono Yusuf, S.Kep., Ns.,MHPA)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

77
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipotermia terjadi ketika inti tubuh (kepala dan tubuh) mengalami penurunan suhu

dari 36,5 °C - 37,5 °C menjadi <36 °C (da Silva & Peniche Ade,2014). Kira-kira, 45%

sampai 70% pengalaman pasien bedah mengalami hipotermia karena efek anestesi yang

menyebabkan inti kehilangan panas dengan redistribusi dan kehilangan panas dari

permukaan tubuh ke ruang operasi (OR) tanpa peningkatan produksi panas (Sessler,2016).

Jika langkah-langkah pemanasan perioperative tidak memadai, suhu inti bisa turun sekitar

2 °C sampai 6 °C (Horosz & Malec ‐ Milewska, 2013), mengarah ke berbagai komplikasi

(Chiang et al., 2014; Harder, Ross, & Paul, 2013; Jeyadoss, Thiruvenkatarajan, Watts,

Sullivan, & Wijk, 2013). Pedoman pencegahan hipotermia menekankan pada pemeliharaan

normothermia untuk pasien bedah (Bashaw, 2016; Hooper et al., 2009). Namun, hanya ada

sedikit data tentang efek perangkat pemanas yang berbeda selama seluruh periode

perioperatif operasi laparoskopi toraks atau perut, termasuk di unit perawatan

postanaesthesia (PACU).

Hipotermia perioperatif dapat menyebabkan kerusakan fisik dan ketidaknyamanan,

meningkatkan komplikasi pasca operasi, kematian (Pikus & Hooper, 2010), dan biaya

(Sessler, 2016). Mencegah hipotermia perioperative adalah prioritas keselamatan pasien

(The National Institute for Health and Clinical Excellence, 2008). Peningkatan suhu

intraoperative, pemantauan suhu dan penyediaan perangkat pemanas secara aktif

meningkat prognosis pasien dan mengurangi komplikasi (Radauceanu, Dragnea, & Craig,

2009)

Isolasi pasif, termasuk selimut dan kaus kaki (Hooper et al.,2009), sering digunakan

untuk mencegah hipotermia perioperatif, seperti pemanasan aktif, menggunakan sistem

78
pemanasan radiasi (RWS) (Torrie, Yip, & Robin-son, 2005), perangkat forced ‐ air

warming (FAW) (Pu et al., 2014), selimut pemanas (Tanaka et al., 2013), sirkulasi air kasur

(Hasegawa, Negishi, Nakagawa, & Ozaki, 2012), dan pakaian sirkulasi air (Insler et al.,

2008). FAW pra operasi mungkin mencegah hipotermia perioperatif (de Brito Poveda,

Clark, & Galvao, 2013), seperti halnya FAW intraoperatif (Warttig, Alderson, Campbell,

& Smith, 2014). Pemanasan udara buatan juga dapat mengurangi kejadian hipotermia

pasca operasi dalam anestesi umum (John et al., 2016) dan pasien bedah laparoskopi (Pu et

al., 2014). FAW Prewarmed selama 10, 20, atau 30 menit sebelum operasi inti berkurang

secara signifikan perubahan suhu antara tidak hangat dan sebelum hangat ( P <.001) pasien

anestesi umum; tanpa prapemanasan, 69% dari pasien mengalami hipotermia pasca

anestesi (36 °C) (Horn et al., 2012).

Meskipun peningkatan baru-baru ini dalam bedah laparoskopi invasif minimal

(Horn et al., 2012), hanya 3 penelitian yang menyelidiki kemanjuran FAW pada pasien

bedah laparoskopi. Dalam studi percobaan acak pada 16 pasien kolesistektomi laparoskopi,

kelompok FAW (suhu, 41 °C) memiliki suhu inti intraoperatif akhir yang lebih tinggi dari

kelompok kontrol kasur air yang bersirkulasi (suhu, 38 °C) ( P <.05) (Matsuzaki et al.,

2003). Dalam sebuah penelitian yang membandingkan 21 laparoskopi pasien

kolesistektomi dalam kelompok FAW (suhu, 43 °C) dengan 21 pasien kelompok kontrol

RWS (sistem diatur pada 100 W / cm 2 ), suhu inti intraoperatif grup FAW adalah 0,08 °C

lebih tinggi dari kelompok RWS (P = 0,42) (Wong, Walker, & Bradley, 2004). Pu et al

(2014) menemukan insiden hipotermia intraoperatif yang secara signifikan lebih rendah

dan kehilangan darah intraoperatif pada pasien laparoskopi menggunakan FAW daripada

kelompok kontrol yang dihangatkan dengan selimut. Selanjutnya, kelompok FAW

memiliki lebih sedikit komplikasi intraoperatif dan pasca operasi, termasuk ileus,

menggigil pasca operasi, dan nyeri pasca operasi. Bagaimanapun, perbedaan antara

79
kelompok suhu inti dianalisis hanya pada satu titik waktu, tanpa mempertimbangkan efek

pretest atau kontrol untuk efek perkembangan kelompok (Chiu, Justice, & Melton, 2016).

B. Tujuan

Tujuan dari kritisi jurnal ini adalah untuk mengetahui isi jurnal lebih lanjut dengan

membedah jurnal melihat kelengkapan yang ada pada jurnal tersebut serta menilai

kelayakan jurnal untuk diaplikasikan kepada pasien.

80
BAB II
KRITISI JURNAL
A. Penilaian Elemen Dasar

1. Gaya penulisan : Penelitian tersebut menggunakan gaya penulisan yang benar dan

mudah di pahami.

2. Kualifikasi Penulis : Penelitian ini sesuai dengan latar belakang pendidikan penulis

yaitu keperawatan.

3. Judul : Judul telah menggambarkan isi penelitian yaitu efektivitas pemanas udara

buatan untuk mencegah hipotermia perioperatif dan komplikasi pada pasien yang

menjalani operasi laparoskopi.

4. Abstrak :

Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas pemanasan udara buatan untuk mencegah

hipotermia perioperatif dan komplikasi pada pasien yang menjalani laparoskopi

Metode: Sebanyak 127 peserta yang menjalani operasi laparoskopi toraks atau perut

akhir direkrut antara Januari dan November 2015. Para pesertanya adalah secara acak

dialokasikan untuk intervensi (pemanasan udara buatan, n = 64) dan kelompok kontrol

(isolasi pasif, n = 63). Suhu inti esofagus diukur selama operasi, sedangkan suhu inti

timpani diukur setiap 30 menit sebelum operasi secara efektif dan di unit perawatan

postanaesthesia (PACU). Tingkat menggigil dan nyeri, jumlah perdarahan, dan efek

samping pada jantung diukur sebelum transfer dari unit perawatan postanaesthesia

(PACU). Persamaan estimasi umum digunakan untuk data analisis.

Hasil: Kelompok intervensi memiliki efikasi pemanasan yang lebih baik daripada

kelompok kontrol antara 90 dan 330 menit selama operasi. Kelompok intervensi

memiliki lebih sedikit komplikasi dibandingkan kelompok kontrol dalam hal

perdarahan intraoperatif, waktu untuk menghangatkan kembali hingga 36 °C, tingkat

nyeri dan tingkat menggigil di PACU.

81
Kesimpulan: Pemanasan udara buatan dapat meningkatkan efikasi pemanasan dan

mengurangi komplikasi hipotermia perioperatif pada pasien yang menjalani operasi

laparoskopi.

5. Referensi: Semua referensi telah disitasi dengan benar dan mengunakan style

American Psychological Association (APA).

B. Validitas

1. Tujuan/ masalah penelitian

Tujuan yang ditetapkan jelas, yaitu untuk mengetahui efektivitas pemanasan udara

buatan untuk mencegah hipotermia perioperatif dan komplikasi pada pasien yang

menjalani laparoskopi.

P : Pasien dengan operasi laparoskopi

I : Pemberian pemanas udara buatan atau Forced Air Warming (FAW)

C : Pemberian isolasi pasif

O : Mencegah hipotermia perioperative dan komplikasinya

T : Selama periode perioperative

2. Tinjauan pustaka

Tinjauan pustaka yang disajikan menunjukkan adanya signifikansi penelitian dan

mayoritas bersumber dari peneliian primer.

3. Sampel

Sebanyak 127 partisipan menjalani laparoskopi toraks atau operasi perut

direkrut dari 1500 tempat tidur rumah sakit pendidikan antara Januari dan November

2015. Peserta diambil secara acak dialokasikan ke kelompok intervensi (FAW, n = 64)

atau kelompok kontrol (isolasi pasif, n = 63). Kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

 Usia ≥ 20 tahun,

 Menjalani operasi laparoskopi toraks atau perut dengan waktu anestesi >1 jam

82
 Normothermia sebelum operasi

 Kondisi dasar American Society of Anesthesiologists (ASA) kelas I dan

II. Pasien dengan suhu tubuh ≥37,5 °C atau ≤36 °C, mereka yang menjalani

operasi darurat, pasien hamil, dan pasien dengan hipotiroidisme atau

ketidakstabilan hemodinamik mengalami pengecualian

Ukuran sampel dihitung menggunakan G ‐ Power versi 3.1.9.2 soft-ware (Situs

web: http://www.gpower.hhu.de/) . Uji t digunakan untuk menilai perbedaan antara 2

cara independen. Ukuran efek ditetapkan pada 0,5 (2 sisi), kesalahan α pada 0,05, dan

daya pada 0,8 (Faul, Erdfelder, Lang, & Buchner, 2007). Ukuran sampel setidaknya

128 partisipan diperlukan, dari 151 pasien yang direkrut untuk penelitian ini, 20 tidak

memenuhi kriteria inklusi dan 3 memilih untuk tidak berpartisipasi.

4. Ethical Consideration

Badan Peninjau Institusional rumah sakit menyetujui penelitian ini (persetujuan

etis no. CF14275B). Peserta baik-baik saja diinformasikan melalui surat tujuan studi,

prosedur, kerahasiaan, dan anonimitas, dan hak asasi manusia mereka sepenuhnya

dipertimbangkan oleh para peneliti. Semua peserta diberikan informasi persetujuan

tertulis. Peserta bebas untuk berpartisipasi atau mengundurkan diri kapan saja tanpa

berpengaruh pada perawatan mereka.

5. Metodologi

Desain penelitian jelas, yaitu Randomized Controlled Trial.

6. Follow up dan analysis (consort statement)

Berdasarkan hasil perbandingan gambaran karakteristik responden kelompok

intervensi dan kelompok kontrol bahwa kelompok tersebut serupa dengan Tingkat

signifikansi data ditetapkan P >0,05 Sehingga dapat disipulkan sampel penelitian ini

homogen.

83
7. Blinding

Penelitian ini menggunakan double blinding pada kelompok intervensi.

C. Reliabilitas

1. Data Analisis/ Hasil Penelitian

Perangkat lunak IBM SPSS Statistics (versi 22.0, IBM Corp, Armonk, New

York) digunakan untuk analisis. Karena ukuran sampelnya ˃50, uji kolmogorov‐

smirnov digunakan untuk mendeteksi normalitas data. P adalah> .05, menunjukkan

normalitas. Chi-squared dan uji t independen digunakan untuk menguji homogenitas

data demografis dari kelompok. Uji t berpasangan dilakukan untuk menilai perbedaan

antara perubahan suhu preintervention dan postintervention dan persamaan estimasi

umum (GEE) untuk memperkirakan perbedaan perubahan suhu sebelum operasi dan

pasca operasi antara kelompok (Chiu et al., 2016). Chi-kuadrat dan uji t independen

dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan antara kelompok dalam postintervensi

komplikasi. Pasien dikeluarkan dari analisis jika mereka tidak pernah menerima

pengobatan, diacak tetapi tidak memenuhi syarat untuk studi, atau hilang kontrol.

(Fitzmaurice, Laird & Were, 2004).

Satu pasien yang menunjukkan ketidakstabilan hemodinamik selama operasi

dan dikirim ke unit perawatan intensif dikeluarkan. Jadi, data untuk 1/128 (0,78%)

pasien hilang.

Hasil Penelitian

Dari 151 pasien yang membutuhkan operasi laparoskopi toraks atau perut, 23

tidak memenuhi kriteria inklusi dan 3 menolak untuk berpartisipasi, menyisakan 128

pasien (64 di setiap kelompok). Selama operasi, 1 pasien dari kelompok kontrol

dikeluarkan karena ketidakstabilan hemodinamik; dengan demikian, 127 pasien

akhirnya dimasukkan (kelompok eksperimen, n = 64, dan kelompok kontrol, n = 63).

84
a. Gambaran umum klinis kelompok

Usia rata-rata keseluruhan adalah 58,8 ± 13,8 tahun, dan indeks massa tubuh

rata-rata 24,8 ± 3,9 kg / m2 . Sebagian besar peserta dinilai sebagai ASA kelas

II. Peserta menjalani laparoskopi lobektomi paru, laparoskopi prostatektomi, dan

nefrektomi laparoskopi. Kelompok tidak berbeda secara signifikan dalam atribut

pribadi atau manajemen medis.

b. Efektivitas pemanasan intraoperatif dari FAW pada pasien yang menjalani

operasi laparoskopi

Uji t independen dilakukan untuk membandingkan 636 pembacaan suhu

esofagus intraopersi dalam kelompok eksperimen dengan 615 bacaan dalam

kelompok kontrol. Berarti karakteristik suhu pra operasi kelompok intervensi dan

kontrol homogeny (36.28 °C ± 0.37 °C dan 36.25 °C ± 0.31 °C, masing-masing, P

= .652).

Khasiat pemanasan pada kelompok intervensi tidak berbeda dari kelompok

kontrol segera setelah anestesi atau pada 30 menit setelah operasi, meskipun lebih

baik dari kelompok kontrol pada 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, dan 330

menit saat operasi.

Analisis persamaan estimasi umum dilakukan pada perbedaan antar kelompok

dalam perubahan suhu sebelum pembedahan, setelah anestesi, dan sampai 400

menit setelah operasi. Sebuah matriks korelasi kerja yang dapat dipilih untuk

dikontrol pengaruh waktu, dan kesalahan standar yang digunakan untuk

menghitung signifikansi (Hubbard et al., 2010; Koper & Manseau, 2009).

Kelompok (kelompok intervensi vs kontrol), titik waktu (posttest vs pretest), dan

efek interaksi (kelompok × titik waktu) dianalisis untuk memahami korelasi setiap

titik waktu suhu. Interaksi yang signifikan menunjukkan efikasi pemanasan yang

85
berbeda secara signifikan antar kelompok. Penurunan suhu yang lebih kecil dalam

kelompok intervensi menyatakan bahwa intervensi eksperimental lebih berefek

pada pemanasan.

Suhu esofagus sebelum operasi dari kelompok intervensi tidak lebih tinggi

secara signifikan dari pada kelompok kontrol (36,28 ° C vs 36,25 ° C, masing-

masing, P = 0,745). Suhu inti peserta kelompok kontrol pada 9 titik waktu dari

segera setelah anestesi hingga 240 menit saat operasi semuanya jauh lebih rendah

(P< .001) dibandingkan suhu sebelum operasi setelah mengontrol pretest dan efek

pertumbuhan negatif pada kelompok kontrol, suhu berubah segera setelah anestesi

dan pada 30 dan 60 menit setelahnya operasi tidak berbeda secara signifikan antara

kedua kelompok. Namun, khasiat pemanasan FAW lebih unggul dari insulasi pasif

mulai dari 90 hingga 330 menit saat operasi.

c. Pengaruh FAW pada hipotermia komplikasi pada pasien yang menjalani

operasi laparoskopi

Perbedaan rata-rata yang signifikan mean difference (MD) pada komplikasi

antara kelompok dalam hal kehilangan darah total intraoperatif (MD = 69 mL, P =

.033), waktu yang dibutuhkan untuk menghangatkan kembali hingga 36 ° C (MD =

58.1 menit, P <.011), dan derajat nyeri (MD = 1.5, P = .039) dan menggigil ( P =

.036). Di PACU, pasien kelompok kontrol membutuhkan waktu dua kali lebih lama

dari pada kelompok intervensi untuk dihangatkan kembali 36 ° C. Namun,

kehilangan darah total di ruang pemulihan (MD = 19 mL, P = .153) dan penggunaan

analgesia ( P = .248) tidak berbeda nyata. Tidak ada kejadian buruk pada jantung

yang terjadi pada kedua kelompok.

86
D. Aplikabilitas

Hasil penelitian dihubungkan dengan tinjauan pustaka dan dibandingkan dengan

penelitian lain serupa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa FAW bisa

mengurangi komplikasi hipotermia termasuk kehilangan darah, pasca operasi nyeri, dan

menggigil pada pasien operasi laparoskopi. Keterbatasan dari penelitian dilihat dari

perbedaan waktu operasi antara operasi toraks dan operasi perut, <20 pengukuran diperoleh

untuk suhu intraoperative 270 hingga 400 menit setelah operasi pada kedua kelompok. Oleh

karena itu, data ini tidak dapat dimasukkan dalam analisis GEE. Jadi, efikasi FAW

intraoperatif diperkirakan untuk yang 240 menit pertama operasi. Penelitian selanjutnya

harus mengurangi interval antara pengukuran suhu untuk meningkatkan ukuran sampel dan

melacak waktu.

87
BAB III
KESIMPULAN

Kemanjuran pemanasan FAW mirip dengan isolasi pasif dari induksi anestesi sampai

30 menit setelah pembedahan tetapi unggul dari 60 hingga 240 menit saat operasi. Pada analisis

GEE, FAW unggul lebih rendah dari isolasi pasif 90 hingga 330 menit saat operasi. Pemanasan

buatan memiliki khasiat pemanasan yang lebih baik untuk pasien dengan anestesi umum untuk

jangka waktu lama. Kami mengkonfirmasi bahwa FAW bisa mengurangi komplikasi

hipotermia termasuk kehilangan darah, pasca operasi nyeri, dan menggigil pada pasien operasi

laparoskopi. Studi masa depan dapat mengeksplorasi kemanjuran perangkat penghangat yang

berbeda pada pembedahan pasien yang menggunakan desain multinasional berskala besar.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jurnal ini dapat dijadikan evidence based

practice pada pasien perioperatif untuk mengurangi kejadian hopotermia dan komplikasi

yang muncul. Hal ini dilihat dari sampel yang digunakan dalam penelitian ini homogen,

minimnya risiko ya ng ditimbulkan dan tingkat keefektivitasan sangat mendukung untuk

diterapkan.

88
DAFTAR PUSTAKA

Alfonsi, P., Bekka, S ., Aegerter P. (2019). Prevalence of hypothermia on admission


to recovery room remains high despite a large use of forced-air warming
devices: Findings of a non-randomized observational multicenter and
pragmatic study on perioperative hypothermia prevalence in France. PLoS
One. doi: 10.1371/journal.pone.0226038
Alparslan, P., Alparslan, K., Hosten, T., Ertargin, M., Ozdamar, D., Toker, K., Solak
M. (2017). Comparison of forced-air warming systems in prevention
of intraoperative hypothermia. J Clin Monit Comput DOI 10.1007/s10877-
017-0017-z
NIEH H.-C. & SU S.-F. (2016). Meta-analysis: effectiveness of forced-air warming
for prevention of perioperative hypothermia in surgical patients. Journal of
Advanced Nursing 00(0), 000–000. doi: 10.1111/jan.13010
Sumida,H., Sugino, S., Kuratani, N., Konno, D., Hasegawa J-I., and Yamauchi, M.
(2019). Effect of forced-air warming by an underbody blanket on end-of-
surgery hypothermia: a propensity score-matched analysis of 5063 patients.
BMC Anesthesiology. doi: 10.1186/s12871-019-0724-8
Tyvold, S.S. (2019). Preventing hypothermia in outpatient plastic surgery by self-
warming or forced-air-warming blanket A randomised controlled trial. Eur
J Anaesthesiol 2019; 36:843–850. doi: 10.1097/EJA.0000000000001087

89
LAMPIRAN 2
ASKEP PERIOPERATIF
APPENDISITIS DENGAN TINDAKAN APPENDIKTOMI

FITRA ARDILLAH R014192016

NURUL AFRIANI KADAR R014192026

Preseptor

(Musmulyono Yusuf, S.Kep., Ns.,MHPA)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

90
BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih

,2010). Appendisitis yaitu peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (appendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi

bertambah parah, appendiks itu bisa pecah (Smeltzer & Bare, 2011).

Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendisitis akut adalah penyebab

paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,

penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Morbiditas sekitar

250.000 kasus dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat dan kematian pada

tahun 2002, 480 kematian terjadi terkait dengan penyakit usus buntu di Amerika

Serikat (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).

B. Fisiologi

Apendiks mampu menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir

tersebut secara normal mengalir ke luen dan selanjutnya menuju sekum. Adanya

hambatan pada aliran lendir di muara apendiks dapat menjadi salah satu

penyebab terjadinya apendisitis.

C. Etiologi

Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya apendisitis seperti sumbatan

lumen apendiks yang merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan

91
limfe, tumor apendiks, dan cacing askaris. Selain hal tersebut, penyebab lainnya

di duga karena parasite seperti Entamoeba histolyca (Sjamsuhidayat & de jong,

2012).

Berdasarkan studi epidemiologi, kebiasaan makan makanan rendah serta dan

pengaruh konstipasi juga sangat berperan terhadap terjadinya apendisitis.

Dimana konstipasi mampu meningkatkan tekanan intracranial yang dapat

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa sehingga mempermudah timmbulnya

apendisitis akut (Sjamsuhidayat & de jong, 2012).

D. Patofisiologi

Apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat

terlipat atau tersumbat (kemungkinan disebabkan oleh fekalit atau massa keras

dari feses, tumor, atau benda asing). Proses inflamasi ini menyebabkan

peningkatan tekanan intraluminal, sehingga menimbulkan nyeri abdomen dan

progresif dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen

(Smeltzer & Bare, 2012).

Patofisiologi apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen.

Obstruksi lumen apendiks disebabkan oelh penyempitan lumen akibat

hyperplasia jaringan limfoid submucosa.

Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air

dan terbentuklah fekolit yang akhirnya menjadi penyebab sumbatan

tersebut.sumbatan lumen tersebut menyebabkan keluhan sakit disekitar

92
umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi

kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari lumen ke lapisan mukosa,

submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis kemudian

terjadilah peritonitis lokal kanan bawah, hal ini menyebabkan suhu tubuh mulai

naik. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding

apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen meningkat

maka akan terjadi perforasi yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh dan

menetap tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai dari apendisitis akuta

yakni sederhana tanpa perforasi, kemudian menuju apendisitis akuta perforata

yani apendisitis gangrenosa.

E. Manifestasi Klinis

Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun

tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di

sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah dan

umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke

kanan bawah ke titik Mc. Burney dan nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas

letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidayat & de

Jong, 2012).

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan,

mual, dan hilangnya nafsu makan, dan selain itu nyeri tekan lepas juga sering

93
dijumpai pada klien dengan apendisitis. Nyeri dapat dirasakan saat defekasi atau

pun saat berkemih Nyeri saat defekasi menunjukkan bahwa ujung apendik

berada di dekat rektum, sedangkan nyeri saat berkemih menunjukkan bahwa

letak ujung apendik dekat dengan kandung kemihh atau ureter (Smeltzer & Bare,

2012). Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat

menimbulkan gejala dantanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidayat &

de Jong, 2012).

F. Komplikasi

Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda dengan spontan,

namun penyakit ini mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan

mengalami perforasi. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, sehingga

observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut. Perforasi dapat terjadi

dengan menimbulkan tanda-tanda seperti nyeri, spasme otot dinding perut

kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang

terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis. Apabila perforasi dengan

peritonitis umum telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat

segera ditegakkan (Mansjoer, 2012).

Komplikasi seperti abses apendik, akan teraba massa di kuadran kanan

bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Trom

94
boplebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi, tetapi merupakan

komplikasi yang letal. Hal tersebut dapat dicurugai apabila ditemukan demam

sepsis, menggigil, hepatomegali dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks.

Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah abses subfrenikus dan fokal sepsis

intraabdomen lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan

(Mansjoer, 2012).

G. Penatalaksanaan

Peritonitis umum yang terjadi dapat dilakukan operasi untuk menutup asal

perforasi dan tindakan penunjang adalah tirah baring dalam posisi semi fowler,

pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang,

pemberian antibiotik berspektrum luas dan dilanjutkan antibiotik yang sesuai

hasil kultur, tranfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik

secara intensif. Apabila terbentuk abses apendik, terapi dini yang dapat diberikan

adalah kombinasi antibiotik (ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau

klindamisin). Menggunakan sediaan ini, maka abses akan menghilang dan dapat

dilakukan apendektomi 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif

dan abses yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif

harus segera dilakukan drainase (Mansjoer, 2012).

Salah satu tindakan yang dapat pula dilakukan pada apendisitis adalah

tidakan apendiktomi. Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi

pengangkatan apendiks (Haryono, 2012). Apendiktomi merupakan pengobatan

melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit apendisitis atau

95
penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Apendiktomi dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti

peritonitis atau abses (Marijata dalam Pristahayuningtyas, 2015).

Dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita apendiksitis

dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat

menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan

pembedahan. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan

lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus.

Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing

askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat

menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti

E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).

Abses appendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin

mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu

beberapa hari (Price & Wilson, 2009).

1. Indikasi

a. Appendicitis acute

b. Appendicitis cronik

c. Peri appendicular infiltrate dalam stadium afroid

d. Appendix terbawa pada waktu laparotomy untuk operasi kandung

empedu

96
2. Anestesi

a. Anastesi umum

b. Anastesi local

c. Spinal anastesi

3. Macam insisi

a. Gridiron incision (Mc Burnay incision)

Incise tegak lurus yang menghubungkan spina iliaka anterior posterior

(SIAS) dan umbilicus pada batas 1/3 lateral, 1/3 tengah garis ini.

Panjang incise ± 6-7 cm, 1/3 diatas dan 2/3 dibawah garis penghubung

SIAS dan umbilicus (sebelah kanan ini). Keuntungannya :

 Caecum lebih sukar dipegang

 Kemungkinan kontaminasi lebih besar

 Terutama digunakan pada wanita untuk sekaligus mengexplorasi

ednexa, genetalia interna, atau dalam keadaan meragukan.

b. Incisi paramedian kanan

c. Incisi transversal

4. Teknik operasi

a. Desinfeksi kulit lapangan operasi dengan ether, jodium atau alcohol

b. Pasang duk steril

c. Dibuat incise gridiron, diperdalam sampai aponeurosis musculus

obliqus externus.

97
d. Aponeurosis musculus obliqus externus (MOE) dibuka secara tumpul

searah dengan setar-seratnya dengan pinset dan gunting kea rah

craniolateral dan mediokaudal, MOE disishkan ke kanan kiri dengan

demikian akan tampak musculus obliqus internus (MOI) yang serat-

seratnya transversal.

e. MOI dibuka secara tumpul dengan gunting dan pinset searah serat-

seratnya, akan tampak musculus transversus abdominis.

f. Musculus transversus abdominis dibuka secara tumpul juga sampai

fascia transversa akan tampak pre peritoneal fat (warna kuning).

g. Pasang wondhak yang masing-masing dipegang oleh asisten dan

instrument

h. Dengan pinset chirurgis peritoneum diangkat (pakai dua buah pinset)

dan digunting diantara kedua pinset tersebut, dengan kocher sonde

peritoneum dibuka lebih lanjut ke cranial dan caudal (dapat dengan

tuntunan dua jari peritoneum digunting) pasang mikulicz.

i. Lakukan evaluasi, apakah keluar cairan atau tidak, darah atau pus, bila

pus lakukan pengambilan untuk pemeriksaan bakteriologis. Cairan yang

keluar kemnudian dihisap.

j. Kemudian carilah caecum dengan tanda-tanda warna putih, terdapat

teana coli, dindingnya tebal, terdapat appendices epiploicea. Kadang-

kadang caecum tidak tampak setelah peritoneum dibuka hal ini mungkin

disebabkan malrotasi, maldescencus, situs inversus. Bila caecum tidak

98
tampak setelah peritoneum dibuka maka dengan jari telunjuk yang

dimasukkan kedalam cavum peritoneal kea rah keluar dan geserkan

sepanjang dinding dengan abdomend, kemudian dinding lateral

abdomend, angkat caecum kea rah luka incise. Bila caecum tidak

ditemukan maka geser jari telunjuk melintang/melewati fossa iliaca

menuju vasa iliaka kemudian kea rah atas (upward) menuju ke

mesenterium dari ileum terminalis, ikuti ini mkearah luar dan tentukan

ileocaecaljunction kemudian keluarkan caecum kearah luka incise. Bila

ileocaecal junction tidak dapat ditentukan maka sedikit di atah

subhepatik dan quadrant kiri bawah, pada anak-anak lokasi caecum

masih diatas, juga pada ibu hamil.

k. Setelah ketemu caecum diangkat dengan dua jari (dengan kasa yang

telah dibasahi) dan pinset anatomis. Caecum ditarik kea rah bawah,

keluar dan keatas, dan biasanya appendix akan ikut keluar. Bila caecum

ditemukan tetapi appendix tidak maka selidiki/carilah appendix

dibelakang caecum atau ileum terminalis. Bila masih tidak ditemukan

maka caecum harus dimobilisir dengan cara membuat garis refleksi

peritoneum sepanjang tepi luar caecum . sisihkan caecum kearah dalam

dan keatas maka appendix akan tampak pada jaringan retroperitoneal

atau dibelakang caecum. Bila appendix mudah/ikut keluar dengan

ditariknya caecum atau appendix terletak retrocaecal maka diteruskan

dengan retrograde appendectomy.

99
1) Antegrade appendectomy

a) Setelah appendix keluar maka mesenterium dipegang dengan klem

arteri dekat ujung appendix, arteri appendicularis diligasi dengan

simpul yang menembus mesappendixdidekat pangkal/basis

appendix.

b) Setelah arteri appendicularis diligasi maka kemudian dipotong pada

bagian distal dari ligasi dan diteruskan untuk memotong

mesappendix. Kemudian dua buah crush clamps dipakai untuk

menjepit pangkal appendix dapat juga memakai kocher.

c) Pangkal appendix dicrush (untuk merusak mukosa appendix agar

setelah diligasi selalu menempel sehingga tidak terbentuk fistel).

d) Crush clamp yang lebih dekat denga caecum dilepaskan, kemudian

appendix diligasi pada daerah yang telah dicrush tersebut, ligase

plain catgut.

e) Buat tabakzak naad sekitar pangkal appendix pada jarak ± 1 cm pada

lapoisan seromuscularis caecum, dengan zyde 2-0atau 3-0.

Appendix dilapisi kasa steril kemudian dipotong dengan scalpel

yang telah dicelupkan terlebih dahulu kedalam yodium atau dapat

dicauter, lokalisasi pemotongan appendix yaitu pada tempat diantara

crush clamp yang belum dilepas dan diligasi (alat-alat yang dipakai

untuk memotong appendix juga disingkirkan).

100
f) Appendix stomp dipegang dengan pinset anatomis melalui bagian

bawah jahitan tabak zak naad kemudian dipotong kedalam caecum

sambil mempererat tabak zak naad sedikit demi sedikit, pegangan

pinset pada appendix stomp juga dilepas pelan-pelan. Kemudian

tabak zak naad diikat erat, dan mulai dengan penjahitan

mesappendix stomp.

g) Mesappendix stomp dijahit mulai pada perlekatannya dengan

appendix sampai arteri appendicularis.

h) Diatas appendix stomp yang telah diinvaginasi ke dalam caecum

dapat dibuat overhecting cukup 1 kali saja setelah tabak zak naad

dieratkan. Hemostasis mesappendix harus baik.

i) Setelah itu caecum dimasukkan ke dalam kembali. Periksa sekali

lagi, baru setelah keadaan baik-baik saja mulai penutupan luka yaitu

 Peritoneum dijahit jelujur festoon (plain catgut)

 Otot dijahit simpul (catgut)

 Aponeurosis dijahit simpul (chromic catgut)

 Fat dijahit simpul (plain catgut)

 Kulit dijahit simpul (zyde)

101
2) Retrograde appendectomy

a) Setelah caecum keluar tetapi appendix sukar dikeluarkan, maka

mesappendix dibasis appendix dibuka dengan sonde atau klem

(membuat lubang pada mesenterium.)

b) Setelah klem masuk dalam mesappendix ujung klem tetap dibuka

(jangan dikatubkan), kemudian basis appendix di crush dengan

kocher yang dimasukkan diantara ujung-ujung klem dalam

mesappendix, lalu basis appendix diikat pada daerah yang di crush

tersebut.

c) Setelah distal dari ikatan ini kemudian dijepit dengan klem dan

setelah itu basis appendix dipotong di antara ikatan dan klem ini.

d) Buat tabakzak naad appendix stomp, kemudian stomp diinvaginasi

dan tabak zak naad dieratkan.

e) Mesappendix dipegang dengan klem dan dipotong secara retrograde

kemudian appendix dapat diikat/di tarik keluar.

f) Bila ternyata caecum oedem maka jangan dibuat tabak zak naad,

olek karena caecum menjadi rapuh, maka dapat dilakukan penjahitan

overhecting pada empat bagian yaitu jahitan dimulai dari lateral

kemedial dan dari atas lalu kebawah sendiri baru bagian

tengahnyadapat overhecting secara mattress.

102
g) Bila appendix tertutup dengan omentum maka omentum dipotong,

karena bila appendix dilepaskan dari omentum mungkin terjadi

kebocoran.

h) Bila ternyata pada explorasi appendix taka pa-apa maka teruskan

untuk mengexplorasi dengan steldeeper ke :

 Atas : Bila bau asam mungkin perforasi lambung, bila terdapat

cairan hijau mungkin terdapat perforasi duodenum atau

kandung empedu.

 Bawah : Ileum terminalis Tarik keluar ± 1,5 m maka mungkin

didapat Diverticle Meckel. Bila pada explorasi appendix

ternyata terdapat tanda-tanda radang maka tidak perlu dilakukan

explorasi ke bagian lain.

Masalah yang banyak terjadi pada penderita post apendiktomi menurut

Wilkinson & Ahern (2013):

a. Nyeri akut

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

c. Hambatan mobilitas fisik

d. Konstipasi

e. Resiko kekurangan volume cairan

f. Ansietas

g. Resiko infeksi

h. Bersihan jalan napas tidak efektif

103
i. Defisit pengetahuan

Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendiksitis telah ditegakkan,

antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat

diberikan setelah diagnosa di tegakan Apendektomi dilakukan sesegara mungkin

untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dengan anastesi

umum spinal dengan insisi abdomen bawah dengan laparaskopi, yang merupakan

metode terbaru yang sangat efektif

Pra Operatif

1. Observasi

Dalam 8 – 12 jam setelah kaluhan tanda dan gejala apendiksitis

seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu di

lakukan. Pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan, laksatif tidak di

berikan. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah di ulang

secara periodik, foto thoraks dan abdomen dilakukan untuk mencari

kemungkinan ada penyulit lain.

2. Infus intravena di gunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat

dan menggantikan cairan yang telah hilang

3. Terapi Antibiotik dapat di berikan untuk mencegah infeksi

Pasca Operatif

Perlu dilakukan obsevasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, syock, hipertermi, atau gangguan pernafasan. Baringkan

104
pasien dalam posisi semi fowler. Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan

organ abdomen. Pasien di katakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan. Pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada

perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal.

Berikan minum mulai dari 15 ml/jam selama 4 - 5 jam lalu naikan menjadi

30 ml/jam. Keesokan hari nya di berikan makanan saring, dan hari berikutnya di

berikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi di anjurakan untuk duduk tegak di

tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari berikutnya pasien boleh berdiri dan

duduk di luar kamar. Pada hari ke 5 atau 7 jahitan dapat di buka di angkat dan

pasien diperbolehkan pulang.

105
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep pre operatif

1. Persiapan pra operatif


a. Fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum

operasi antara lain:

1) Status Kesehatan Fisik Secara Umum Sebelum dilakukan

pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan

secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik

lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,

status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin,

fungsi imunologi, dan lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat

yang cukup karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan

mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang

memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil.

2) Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi

badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar

protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.

Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum

pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk

perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan

106
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan

mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.

3) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Balance cairan perlu

diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.

Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang

normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan

fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam

basa dan ekskresi metabolik obat- obatan anastesi. Jika fungsi

ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik.

4) Pencukuran Daerah Operasi Pencukuran pada daerah operasi

ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang

dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat

menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/

menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Daerah

yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan

daerah yang akan dioperasi.

5) Personal Hygiene Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk

persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan

sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang

di operasi.

107
b. Psikologis

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi

dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya

frekuensi denyut jantung dan pernafasan, tekanan darah, gerakan-

gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab,

gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan

sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa

digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat

perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien

dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti

adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor

pendukung/support system.

108
Obstruksi lumen apendiks Perubahan kondisi tubuh Penatalaksanaan dini tidak adekuat
Peningkatan Hiperistaltik
Peningkatan sekresi cairan dan lendir
Kurang paparan informasi Hospitalisasi
dari mukosa secara terus menerus
Ransangan viseral meningkat (N. Vagus)

Defisiensi Pengetahuan Cemas


Sekresi mukosa menumpuk dalam apendiks
Mual, muntah
Ansietas
Peningkatan tekanan dalam lumen
Intake nutrisi kurang
Perangsangan pirogen di hipotalamus
Bakteri lebih mudah berkembangbiak Replikasi bakteri, Pembentukan Pus
KTIDAKSEIMBANGAN NUTRISI
Memicu pengeluaran prostaglandin
KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
Bakteri/mikroorganisme di usus besar Abses pecah
berinvasi ke dalam dinding apendiks
Suhu tubuh meningkat
Aliran limfe terganggu Perforasi
APENDISITIS
Memacu kerja thermostat hipotalamus
Mukosa apendiks menebal
Bakteri menyebar ke organ lain dan
Mengaktifkan respon imunitas tubuh masuk kedalam pebuluh darah
Hipertermi
Edema
Peningkatan produksi leukosit Bakterimia
Terbentuk bendungan aliran vena pada
dinding apendiks
Leukosit terkumpul pada lumen Tubuh merespon dengan mencegah aliran
Intake cairan tidak adekuat
Trombosis darah yang terinfeksi masuk ke organ
Terbentuk pus dan abses lain yang masih sehat
Dehidrasi terinfeksi ke organ lain yg masih
Aliran darah arteri terganggu`
Hipotensi
Merangsang saraf perangsang nyeri
Apendiks tidak mendapatkan suplai darah Kekurangan volume cairan
Risiko Syok
Nyeri Akut 109
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF (PNDS)
PRE OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Acute pain O330 : Patient demonstrates and/or Assesses pain control (A.360)
Physiologic response X38-00132 reports adequate pain control  Review patient assessment for type of pain
 The patient’s vital signs at being treated and medical condition
discharge from the OR are equal  Review current treatment protocol
to or improved from preoperative  Requests patient verbalize effectiveness of
values. treatment with recognized assessment tool
 The patient verbalizes control of (eg, numerical scale, face scale)
pain.  Offers information to patient and family
members about pain , pain relief measures,
rating scales, and other assessment data to
report
 Monitor patient for congruence of verbal
and nonverbal cues.
Implements pain guidelines (Im.310)
 Review patient assessment for type of pain
being treated, medical condition, and
health status
 Review facility pain guidelines
 Documents patient’s current stated pain
level
 Positions for comfort unless
contraindicated
 Determines whether regimen meets
patient’s identified need
 Monitors relationship of patient progress to
pain control
 Monitors pain guideline effectiveness
Implements alternative methods of pain control
(Im. 310.1)

110
 Ask patient to verbalize effectiveness of
treatment regimen
 Review non medication pain treatments
(eg, cold therapy, heat therapy, music
distraction, relaxation therapy, physical
rehabilitation, visualization, pacing,
transcutaneous electrical nerve stimulation
 Identifies patient’s coping style and
cultural influences regarding pain
management
 Includes family members and significant
other in educational process
 Monitor progress in management of
patient’s pain
 Evaluates patient’s responses.
Evaluates responses to pain management
interventions (E.250)
 Identifies and documents how the patient
expresses pain (eg, facial expression,
irritability, restlessness, verbalization)
 Evaluates the nature of the pain and any
changes in pain level after pain
management interventions
2. Domain 3A Anxiety O.500 : Patient or designated support Identifies psychosocial status (A.510)
Behavioral X4-00146 person demonstrates knowledge of the Assesses coping mechanism (A.510.6)
responses patient expected psychosocial responses to the  Review patient’s coping pattern and its
and family procedure effectiveness
:knowledge  The patient verbalizes the  Ask patient to describe current methods of
sequence of events to expect dealing with stress
before and immediately after  Encourages patient to express feelings
surgery  Determines the most effective methods of
 The patient states realistic communication and support
expectations regarding recovery  Evaluates availability and effectiveness of
from procedure support system
Identifies patient and designated support
person’s educational needs (A.530)

111
Implements measures to provide psychological
support (Im.510)
 Assesses for signs and symptoms of
anxiety or fear (eg, preoperative insomnia,
muscle tenseness, tremors, irritability,
change in apetite, restlessness, diaphoresis,
tachypnea, tachycardia, elevated blood
pressure, facial pallor or flushing,
withdrawn behavior)
 Provide information and answer questions
honestly
 Provides an atmosphere of care and
concern (eg, privacy nonjudgmental
approach, empathy, respect)
 Offers alternative methods to minimize
anxiety (eg, music, humor)
 Explain purpose of preoperative
preparations before implementation
Includes patient or designate support persons in
perioperative teaching (Im. 700)
Explains expected sequence of events (Im. 700.2)
Evaluates psychosocial response to plan of care
(E.520)
 Evaluates effectiveness of support system
 Verifies patient’s ability to understand
information
 Provides necessary time to process
information
 Review nursing care plan with patient and
family members

112
INTRA OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Hypothermia O. 290 : The patient’s core body Assesses risk for inadvertent hypothermia
Physiologic response X26-00006 temperature is within expected or (A.200.1)
therapeutic range Identifies patients at high risk for inadvertent
 The patient’s temperature is hypothermia to include but no limited to patient’s:
temperature is greater than 36° C  With preoperative baseline temperature
(96,8° F) at time of discharge less than or equal to 36° C (96,8° F)
from the operating or procedure  In a cold surgical environment
room  With high body surface/kg and low
 The patient’s temperature is subcutaneous brown fat for insulation
intentionally maintained at 33° C increases rate of heat loss (eg, infants,
(91, 4° F) to lower cell neonates, toddlers)
metabolism  With metabolic disorders
Implements thermoregulation measures (Im.
280)
 Select temperature monitoring and
regulation devices based on identified
patient needs
 Operates temperature monitoring and
regulation devices according to
manufacturers written instruction
Monitors physiological paarmeters (Im. 370)
 Monitor vital sign (eg, blood pressure,
heart monitor or EGC rate and rhythm,
respiratory rate, temperature
 Monitor patient for changes in skin
integrity (eg, peripheral pulses, skin color,
temperature, turgor, capillary refill, as
appropriate)
 Apply warming blanket
Evaluates response to thermoregulation
measures (E.260)

113
 Assesses and documents patient’s body
temperature at frequent intervals
 Interprets and communicates patient
temperature data to appropriate members
of health care team for further evaluation
and action as appropriate
 Report patient’s temperature to PACU
nurses for determination of appropriate
postoperative treatment methods

2. Domai 1 Safety Risk for injury O. 10 : Patient is free from signs and Identifies physiological status (A.210)
X29-00035 symptoms of injury related to thermal  Evaluates buccal membranes, sclera, and
sources skin (eg, dryness, cyanosis, jaundice)
 Patient’s skin condition, other Report deviation in diagnostic study result
than the surgical incision, is (A.340)
unchanged between admission  Communicates physiological health status
and discharge from the OR or (eg, verbal reports, patient record) to
procedure room appropriate team members
 Patient reports comfort at the  Collaborates with other health care
thermoregulation device site providers regarding diagnostic study
 Patient’s neuromuscular status is results or assessment findings
unchanged between admission Assesses baseline skin condition (A.240)
and discharge from the OR or  Evaluates presences of peripheral pulses,
procedure room solicits patient’s perception of pain, and
identifies mobility impairments while
patient is awake
 Assesses patient’s skin condition
 Assesses patient’s risk for skin injury
related to thermal sources
 Assesses skin for injury from invasive
devices (eg, tubes, drains, indwelling
catheters, cables)
 Identifies the nursing diagnoses that
describe the patient’s degree of risk for
skin injury related to thermal hazards.
Applies safety devices (Im.80)

114
 Examines the surgical environment for
equipment or conditions that pose a safety
risk and takes corrective action
 Selects safety devices based on the
patient’s needs and the planned operative
or invasive procedure
 Applies safety devices on the patient
according to the plan of care, applicable
practice guidelines, facility policies, and
manufacturers documented instructions.
 Ensures that safety devices are readily
available, clean, free of sharp edges,
padded as appropriate, and in working
order before use
Monitor psychological parameters (Im. 370)
 Monitor vital sign (eg, blood pressure,
heart monitor or EGC rate and rhythm,
respiratory rate, temperature
 Monitor patient for changes in skin
integrity (eg, peripheral pulses, skin color,
temperature, turgor, capillary refill, as
appropriate)
Evaluates for signs and symptoms of physical
injury to skin and tissue (E.10)
 Inspects and evaluates the patient’s skin,
bony prominences, pressure sites, prepped
area, and adjacent tissue for signs of
irrigation or injury (eg, discoloration, rash,
abrasions, blisters, raised areas)
 Solicits for complaints of pain or
discomfort in areas other than the surgical
incision
 Solicits for complaints of numbness or
tingling (eg, thermoregulation device site,
site of positioning aids)

115
 Reports unexpected variance to appropriate
members of the health care team.
3. Domai 1 Safety Risk for infection O.280 : Patient is free from signs and Assesses susceptibility for infection (A.350)
X28-00004 symptoms of infection Classifies surgical wound (A.350.1)
 The patient’s wound is free from  Class II (clean-contaminated) wounds:
signs and symptoms of infection Operative wounds in which the respiratory,
and pain, redness, swelling, alimentary, genital, or urinary tract in
drainage, or delayed healing at entered under controlled conditions and
time of discharge without unusual contamination. Specially
 The patient has a clean, primarily procedures involving the biliary tract,
closed surgical wound covered appendix, vagina, and oropharynx are
with dry, sterile dressing at included in this category, provide no
discharge from the OR evidence of infection or major break in
 The patient is afebrile and free technique is encountered
from signs and symptoms of Implements aseptic technique (Im.300)
infection  Establishes and maintains the sterile field
 Preoperative and postoperative  Applies principles of aseptic technique
antibiotics given according to  Performs skin preparation
recommended guidelines  Ensures perioperative environmental
sanitation
 Adheres to standard and transmission-
based precaution
 Dresses wound at completion of procedure
 Cares for incision sites, invasive-devices
sites (eg, endotracheal tube, tracheostomy
tube, drainage tube, percutaneous catheter,
vascular access devices), urinary drainage
systems, and other drainage systems.
Protects from cross-contamination (Im.300.1)
 Minimize cross-contamination by
understanding and implementing infection
control practices when preparing
instruments and supplies for use
 Follows established protocols for high
level disinfection

116
 Implements aseptic technique
 Monitors the sterile field
 Ensure the doors to the OR remind closed
expect for necessary patient and personnel
traffic
 Contain contamination by developing and
implementing appropriate traffic patterns
based on design of surgical suite or
procedure room.
 promotes personnel health and hygiene
 excludes personnel with acute infection or
skin lesions from the practice setting
 performs hand hygiene
 wears clean, dry, freshly, laundered
surgical attire intended for use in the
surgical suite
 wears long-sleeved jacked that is snapped
or buttoned closed when not scrubbed
 covers head and facial hair, including
sideburns, to minimize microbial dispersal
within the environment
 wears single high-efficiency mask when
open sterile supplies and equipment are
present or where scrubbed persons may be
located
 Keeps fingernails short, clean, healthy, and
free of artificial or acrylic nails.
 Wears shoes covers when gross
contamination of the feed can be
reasonably expected
 Performs surgical hand antiseptic
Initiates traffic control (Im.300.2)
 Keep doors to OR or procedure rooms
closed except during movement of

117
patients, personnel, supplies, and
equipment
 Restricts access to surgical suite to
authorized personnel only
 Record names of all individuals who
participate in the operative or invasive
procedure and those who are present in the
OR or procedure room, whether directly or
indirectly, participating in the operative or
invasive procedure (ie, industry
representative students)
 Maintains unidirectional traffic pattern for
items to be reprocessed for the surgical
suite or procedure room; moves items from
decontamination area to processing area,
and after processing, to storage areas.
 Prevents soiled materials from entering
restricted area
 Move supplies from restricted area, if
present, through ORs or procedure room to
semi-restricted corridor.
Administers prescribed antibiotic therapy as
ordered (Im.220.2)
 Determine if physician order for antibiotic
therapy have been written and coincide
with current best practices or evidence-
based practice
 Confirm patient compliance with
prescribed prophylactic therapies ordered
to be self-administered
 Assesses patient before administering and
delays or withholds medication if
necessary
 Confirms correct medication is
administered to the right patient, in the

118
right dose, via the right route, at the right
time
 Recognizes and identifies adverse effects,
toxic reactions, and medication allergies
 Evaluates the patient’s response to
medication administered
 Request order from physician for repeat
doses of prophylactic antibiotic if surgical
procedure lasts longer than four hours or
major blood loss occurs.
Monitor for signs and symptoms of infection
(Im.360)
Minimize the length of invasive procedure by
planning care (Im. 760)
Administers care to wound sites (Im.290)
 Dresses wound at completion of procedure
 Selects dressing materials based on clinical
needs
 Observes characteristics of wound
drainage
 Changed dressings over closed wounds
 Assesses wound if patient has signs and
symptoms of infection (eg, fever, unusual
wound pain, redness and head at the
wound site, edema)
 Cleans all areas of the wound as order
prescribe using antiseptic technique
 Aseptically removes skin suture or staples
according to physician orders from the
healed wound
Evaluates progress of wound healing (E.200)
 Identifies and evaluates patient’s risk
factors that impair wound healing
 Evaluates wound status
 Monitors temperature for elevation

119
 Provides wound care consist with wound
class
 Report signs and symptoms of infection

4. Domain 2 Risk for deficient O300 : Patient’s fluid, electrolyte, and Identifies factors associated with an increased
Physiologic response fluid volume acid-base balances are maintained at or risk for hemorrhage or fluid and electrolyte
X18-00028 improved from baseline levels imbalance (A.310)
 The patient’s vital signs and  Establishes and verified nursing
within expected range at  Assesses vital sign
discharge from the OR, procedure  Assesses patient condition related to
room, or post anesthesia care unit traumatic injury or abnormal bleeding
(PACU)  Confers with physician or anesthesia care
 The patient’s blood pressure and provider if unusual assessment data or
pulse are within expected range signs and symptoms of fluid, electrolyte, or
and remain stable with position acid-base imbalances are noted
change at time of transfer to  Identifies and verifies availability of blood
PACU and discharge from PACU or plasma replacement
 The patient’s urinary output is Identifies physiological status (A.210)
within expected range at  Evaluates buccal membranes, sclera and
discharge from the OR, procedure skin (eg, dryness, cyanosis, jaundice)
room, or PACU. Implements hemostasis technique (Im.340)
 Provides supplies, instrumentation, and
appropriate surgical techniques as needed
to control hemorrhage
Monitors physiological parameters (Im.370)
 Monitors physiological parameters
including intake and output, arterial blood
gases, electrolyte levels, hemodynamic
status, and arterial oxygen concentration
(SaO2)
 Monitors vital signs
 Monitors for signs hypovolemia and
hypervolemia
 Monitors fluid loss (eg, bleeding, diarrhea,
perspiration, urine output, vomiting)
 Estimates blood and fluid loss

120
 Monitors wound drainage
Establishes IV access (Im.200.1)
 Establishes and maintains peripheral IV
access to administer IV fluids,
medications, and blood products per
physician order
Collaborates in fluid and electrolyte
management (Im.210.1)
 Verifies procedure and anticipates and
recognizes fluid loss
 Anticipates replacement requirements for
large volume, fluid loss procedures
 Administers or prepares for administration
of fluid therapy
 Monitors intake and output
 Evaluates patient’s response to fluid
management
Evaluates response to administration of fluids
and electrolyte (E.220)
 Monitors intake and output, arterial blood
gases, electrolyte levels, hemodynamic
statuses, and SaO2)
 Estimates blood and fluid loss
 Monitors for signs and symptoms of fluid
volume excess or deficit
 Monitors patient’s response to prescribed
fluid and electrolyte therapy

POST OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis

121
1. Domain 2 Acute pain O330 : Patient demonstrates and/or Assesses pain control (A.360)
Physiologic response X38-00132 reports adequate pain control  Review patient assessment for type of pain
 The patient’s vital signs at being treated and medical condition
discharge from the OR are equal  Review current treatment protocol
to or improved from preoperative  Requests patient verbalize effectiveness of
values. treatment with recognized assessment tool
 The patient verbalizes control of (eg, numerical scale, face scale)
pain.  Offers information to patient and family
members about pain , pain relief measures,
rating scales, and other assessment data to
report
 Monitor patient for congruence of verbal
and nonverbal cues.
Implements pain guidelines (Im.310)
 Review patient assessment for type of pain
being treated, medical condition, and
health status
 Review facility pain guidelines
 Documents patient’s current stated pain
level
 Positions for comfort unless
contraindicated
 Determines whether regimen meets
patient’s identified need
 Monitors relationship of patient progress to
pain control
 Monitors pain guideline effectiveness
 Administers medication as prescribed
 Prescribed analgesics according to protocol
Implements alternative methods of pain control
(Im. 310.1)
 Ask patient to verbalize effectiveness of
treatment regimen
 Review non medication pain treatments
(eg, cold therapy, heat therapy, music

122
distraction, relaxation therapy, physical
rehabilitation, visualization, pacing,
transcutaneous electrical nerve stimulation
 Identifies patient’s coping style and
cultural influences regarding pain
management
 Includes family members and significant
other in educational process
 Monitor progress in management of
patient’s pain
 Evaluates patient’s responses.
Collaborates in initiating patient-controlled
analgesia (Im.310.2)
 Review assessment for type of pain being
treated and patient medical condition
 Review treatment protocol for
administration
 Monitors administration process
 Provides teaching related to patient-
controlled analgesia
 Evaluates patient’s response to medication
administration.
Evaluates responses to pain management
interventions (E.250)
 Identifies and documents how the patient
expresses pain (eg, facial expression,
irritability, restlessness, verbalization)
 Evaluates the nature of the pain and any
changes in pain level after pain
management interventions

123
124
Daftar Pustaka

Doenges, M. E., Moorhuose, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans
guidelines for individualizing client care across the life span (8 ed.).
Philadelphia: Davis comphany.

Mitchell, R. N., Kumar, V., Abbas, A. K., & Fausto, N. (2008). Buku saku dasar
patologis penyakit robbins & cotran (7 ed.). Jakarta: EGC.
Petersen, Carol.(2011). Perioperative nursing data set, the perioperative nursing
vocabulary 3rd edition. USA. Association of periOperative Registered
Nurses (AORN)

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2009). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit (4 ed., Vol. 2). Jakarta: ECG.

Rohen, J. W., & Lutjen-Drecoll, E. (2009). Embriologi fungsional perkembangan


sistem fungsi organ manusia. Jakarta: EGC.

Silbernagl, S., & Lang, F. (2006). Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:
EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2011). Buku ajar keperawatan medikal bedah
brunner & suddarth (8 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

125
LAMPIRAN 3

ASKEP PERIOPERATIF
TRAUMA KEPALA DENGAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
CRANOTOMI

FITRA ARDILLAH R014192016

NURUL AFRIANI KADAR R014192026

Preseptor

(Musmulyono Yusuf, S.Kep., Ns.,MHPA)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

126
BAB I KONSEP MEDIS
A. Defenisi Trauma Kepala

Trauma merupakan penyebab terbanyak kematian pada usia di bawah

45 tahun dan lebih dari 50% merupakan trauma kapitis. Trauma kepala

merupakan salah satu bentuk cedera otak non degenerative yang disebabkan

oleh benturan, pukulan, ataupun hentakan mendadak pada kepala atau suatu

luka tembus di kepala yang mengganggu fungsi otak normal (Centers for

Disease Control and Prevention, 2015) dan dapat dapat menyebabkan

gangguan fisik dan mental yang kompleks, defisit kognitif, psikis, intelektual,

dan kain-lain yang bersifat sementara maupun menetap (Atmadja, 2016)

Menurut Brain Injury Association (2006) dalam Erny (2019) cedera

kepala merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun

benturan fisik dari luar, yang dapat mengubah kesadaran yang dapat

menimbulkan kerusakan fungsi kognitif maupun fungsi fisik. Trauma kapitis

(trauma kepala) adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung

maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu

gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen

(Ganz, 2011).

B. Klasifikasi

Pada trauma kapitis perlu diperhatikan adanya perubahan kesadaran

setelah trauma. Kesadaran dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale

(GCS). GCS adalah suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat

kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek yang

127
dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal

respons), dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons). Cedera kepala

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS yaitu: George

(2009) dalam Putri (2017)

1. Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan

berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama

dirawat di rumah sakit < 48 jam.

2. Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan

otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat di

rumah sakit setidaknya 48 jam.

3. Cedera Kepala Berat (CKB) bila score GCS < 9 dalam waktu > 48 jam

setelah traum

C. Etiologi

Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor,

jatuh, kecelakaan industry, serangan dan yang berhubungan dengan olahraga,

serta trauma persalinan. Menurut Manjoer (2011), cedera kepala penyebab

sebagian besar kematian dan kecacatran utama pada kelompok usia produktif

dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.

128
D. Manifestasi Klinis

Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:

1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:

a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

mastoid)

b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargi.

3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan

di otak menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

129
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi

pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan

atau posisi abnormal ekstrimitas

E. Komplikasi

Komplikasi akibat cedera kepala:

1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala

berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia,

hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif,

perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status

vegetatif.

2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga

subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis

cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan

terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan

serebrospinal persisten.

3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami

kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma

yang lama, fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.

4. Hematom subdural kronik.

5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi

dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi

130
akibat cedera vestibular (konkusi labirintin) Adams (2000) dalam Putri

(2017)

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos kepala.

Foto polos kepala memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah dalam

mendeteksi perdarahan intracranial, oleh karena itu sejak ditemukannya

CT-scan Foto polos kepala sudah mulai ditinggalkan.

2. Spinal X-Ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi

(perdarahan atau rupture atau fraktur)

3. Thorax X Ray

Untuk mengidentifikasi kondisi pulmo

4. Analisa gas darah

Menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernapasan

5. CT-scan kepala.

CT-scan kepala merupakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan

intrakranial. Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani

pemeriksaan CT-scan. CT-Scan digunakan untuk memperlihatkan secara

spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang

infark atau ischemia serta posisi yang pasti Indikasi CT-scan:

a. Mata hanya membuka bila ada rangsang sakit (nilai GCS <12)

131
b. Terdapat penurunan kesadaran nilai GCS <14 dan tidak membaik

dalam 1 Kam setelah diobservasi ataupun 2 jam setelah trauma.

c. Terdapat fraktur atau depresi pada dasar tengkorak atau trauma

penetrasi.

d. Terdapat penurunan kesadaran atau tanda defisit neurologi baru.

e. Kesadaran penuh GCS 15 tanpa fraktur tetapi nyeri kepala berat dan

persisten terdapat setidaknya 2 kali muntah pada selang waktu yang

berbeda.

f. Ada riwayat gangguan pembekuan darah seperti menggunakan obat

antikoagulan dan penurunan kesadaran amnesia dan tampak gejala

defisit neurologi.

6. Magnetic resonance imaging (MRI) kepala.

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Teknik

pencitraan ini lebih sensitif dibandingkan CT-scan namun pemeriksaan

MRI membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT-scan. (Perdossi,

2006)

G. Penatalaksanaan

Tatalaksana cedera kepala secara umum, pasien dengan cedera kepala

harusnya dirawat di rumah sakit untuk observasi. Pasien harus dirawat jika

terdapat penurunan tingkat kesadaran, fraktur kranium dan tanda neurologis

fokal. Cedera kepala ringan dapat ditangani hanya dengan observasi

neurologis dan membersihkan atau menjahit luka / laserasi kulit kepala.

132
Untuk cedera kepala berat, tatalaksana spesialis bedah saraf sangat

diperlukan setelah resusitasi dilakukan.

Aspek spesifik terapi cedera kepala dibagi menjadi dua kategori:

a. Bedah

1) Intrakranial: evakuasi bedah saraf segera pada hematom yang

mendesak ruang.

2) Ekstrakranial: inspeksi untuk komponen fraktur kranium yang

menekan pada laserasi kulit kepala. Jika ada, maka hal ini

membutuhkan terapi bedah segera dengan debridement luka dan

menaikkan fragmen tulang untuk mencegah infeksi lanjut pada

meningen dan otak.

b. Medikamentosa

1) Bolus manitol (20%, 100 ml) intravena jika terjadi peningkatan

tekanan intrakranial. Hal ini dibutuhkan pada tindakan darurat

sebelum evakuasi hematom intrakranial pada pasien dengan

penurunan kesadaran.

2) Antibiotik profilaksis untuk fraktur basis cranii.

3) Antikonvulsan untuk kejang.

4) Sedatif dan obat-obat narkotik dikontraindikasikan, karena

dapat memperburuk penurunan kesadaran

133
CRANIOTOMY

1. Definisi

Kraniotomi (craniotomy atau craniectomy) berasal dari kata

cranium yang berarti tengkorak/tulang kepala dan tomia yang berarti

memotong. Jadi, kraniotomi merupakan suatu prosedur pembedahan

yang dilakukan dengan membuka sebagian tulang kepala untuk

mendapatkan akses ke rongga kepala (A'la, Dewi, & Siswoyo, 2019).

Kraniotomi adalah prosedur pembedahan pada kranium, atau bagian

tengkorak yang melindungi otak. Pada kraniotomi, bagian tengkorak

yang bernama flap tulang (bone flap) akan dibuka atau diangkat untuk

menjangkau otak, melakukan biopsi, atau mengurangi tekanan

intrakranial. Apabila dikembalikan ke posisi semula, maka tulang akan

ditahan dengan baut dan plat logam. Jika flap tulang diangkat permanen,

maka prosedur ini disebut kraniektomi.

Kraniotomi dapat dikategorikan berdasarkan teknik bedah dan

bagian otak yang dibedah. Berdasarkan teknik, kraniotomi dapat

menggunakan teknik lubang kunci atau burr (melubangi tengkorak

dengan pengeboran) atau skull base, untuk pembedahan yang kompleks

atau riskan. Sedangkan untuk letak bagian otak, kraniotomi dibedakan

menjadi parietal, suboccipital, frontotemporal, dan temporal. Namun,

ada kasus di mana pembedahan dilakukan pada lebih dari satu bagian

otak (Zhang & Gelb, 2018)

134
Sebelum tindakan operasi, pasien dan keluarga perlu memahami

betul tentang diagnosa, rencana tindakan yang akan dilakukan, teknik

yang akan digunakan, tujuan tindakan dan manfaat yang diharapkan,

hingga risiko yang mungkin terjadi. Pasien/keluarga juga perlu

mengetahui apakah ada jalan lain yang dapat ditempuh selain operasi,

dan apa-apa yang mungkin terjadi apabila pasien/keluarga memilih untuk

tidak dilakukan operasi.

2. Tujuan Pembedahan

Kraniotomi dapat dilakukan dengan tujuan untuk (Zhang & Gelb,

2018) (Suwarman; Gunadi, Mariko;, 2013)

a. Menghentikan pendarahan intrakranial – Ini adalah akumulasi

darah pada otak karena pecahnya arteri. Arteri seringkali pecah

karena kondisi lain, misalnya bertambahnya tekanan pada dinding

arteri atau cedera otak traumatis. Pendarahan intrakranial dapat

menyebabkan sel otak mati.

b. Menyembuhkan penyakit yang berlokasi di otak – Contohnya

adalah tumor otak (jinak dan ganas), aneurisma, atau cedera

traumatis. Penyakit ini dapat menimbulkan tekanan intrakranial atau

peningkatan tekanan dari cairan serebrospinal. Jika tidak segera

diobati, penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen

atau kematian.

135
c. Melakukan biopsi – Biopsi otak adalah prosedur pengambilan

sampel jaringan otak untuk analisis mikroskopis. Prosedur ini sering

digunakan untuk menentukan keganasan tumor.

d. Melakukan aspirasi – Hampir serupa dengan biopsi, aspirasi adalah

pengambilan sampel cairan untuk analisis.

e. Mengobati penggumpalan darah – Darah akan menggumpal

ketika ada cedera yang menyebabkan trombosit saling berkumpul.

Kondisi ini dapat menyumbat arteri dan meningkatkan tekanan

dalam otak.

f. Mengobati patah tulang pada tengkorak – Tengkorak adalah

salah satu tulang terkuat di tubuh, karena fungsinya sebagai

pelindung otak, yang sangat lunak. Akan tetapi, tengkorak juga dapat

mengalami patah tulang apabila terkena benturan keras.

g. Memasang suatu alat – Implan saraf biasanya digunakan untuk

bypass area otak yang sudah tidak berfungsi akibat penyakit, seperti

stroke atau cedera.

3. Cara Kerja Kraniotomi

Sebelum kraniotomi, pasien harus berkonsultasi dengan spesialis

bedah saraf untuk merencakan pembedahan. Hal yang akan dibahas saat

konsultasi adalah:

136
a. Saat perawatan pra-bedah, pasien diharapkan untuk:

1) Menjelaskan riwayat kesehatannya, termasuk obat yang

dikonsumsi, penyakit lain, kebiasaan seperti merokok, serta

faktor lain yang dapat memengaruhi proses dan hasil

pembedahan.

2) Menjalani tes fisik dan saraf untuk memastikan kondisi fisik dan

mentalnya memungkinkan untuk menjalani kraniotomi

3) Menyiapkan diri sebelum prosedur dengan berhenti merokok,

mengonsumsi obat (misalnya steroid untuk mengendalikan

pembengkakan), menggunakan sampo antiseptik, menginap di

rumah sakit selama beberapa hari, dan lain-lain.

4) Bekerja sama dengan anggota tim bedah lainnya, termasuk ahli

anestesi

b. Saat kraniotomi:

1) Pasien akan diminta mengenakan baju khusus bedah, kemudian

ia dibawa ke ruang bedah. Lalu, pasien akan dibaringkan di meja

operasi.

2) Obat bius biasanya diberikan melalui infus, supaya pasien tidak

merasakan sakit. Pada bedah otak tanpa pembiusan, pasien akan

tetap terjaga setelah tengkorak dibuka (untuk kasus awake

craniotomy)

137
3) Lalu, pasien dihubungkan ke alat yang memonitor tanda vital,

seperti tekanan darah dan detak jantung. Kateter juga

dimasukkan ke kandung kemih untuk mengeluarkan urin.

4) Rambut di area pembedahan akan dicukur, lalu diberi antiseptik.

5) Dokter bedah akan membuka tengkorak dengan bor.

6) Gergaji khusus akan digunakan untuk mengangkat flap tulang

7) Hal pertama yang terlihat adalah dura mater atau lapisan luar

dari meninges otak. Dokter bedah akan membuka dura mater

secara perlahan, hingga otak terlihat.

8) Kemudian, perawatan otak akan dimulai dengan alat bedah

kecil. Pada beberapa kasus, dokter bedah akan menggunakan

endoskopi atau MRI sebagai panduan. Bila ada kelebihan

cairan, maka cairan tersebut akan dikeluarkan dulu sebelum

operasi dimulai. Ini biasanya terjadi pada kasus tekanan

intrakranial atau pendarahan otak.

9) Setelah pembedahan usai, jaringan yang terbuka akan dijahit.

Flap tulang akan dipasang kembali dan ditahan dengan kawat,

baut, dan plat logam.

10) Dokter bedah juga akan menjahit sayatan pada kulit serta

memperban kepala.

138
4. Indikasi

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah

sebagai berikut (Savitri, 2012) :

a. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

b. Adanya tanda herniasi/lateralisasi

c. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,

dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.

d. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

e. Mengurangi tekanan intracranial

f. Mengevakuasi bekuan darah

g. Mengontrol bekuan darah

h. Pembenahan organ-organ intracranial

i. Tumor otak,

j. Perdarahan (hemorrage),

k. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)

l. Peradangan dalam otak

m. Trauma pada tengkorak

5. Tahapan Operasi Kraniotomi

Ada tiga tahap dalam operasi kraniotomi, yaitu praoperasi, proses

operasi, dan pasca operasi. Khusus pada tahapan pasca operasi, pasien

sangat diharapkan untuk mengikuti petunjuk dokter.

139
a. Praoperasi

Jika kondisi pasien memerlukan kraniotomi, hal pertama yang

akan Pasien jalani adalah melakukan pemeriksaan CT scan guna

melihat lokasi bagian otak pasien yang memerlukan prosedur

kraniotomi. Pada tahapan ini akan dilakukan juga pemeriksaan fungsi

saraf dan akan diminta menjalani puasa selama 8 jam. Pastikan pasien

sudah memberi informasi pengobatan yang sedang dijalani, maupun

riwayat alergi yang Pasien miliki.

b. Proses operasi

Pada proses operasi, kraniotomi akan dimulai dengan

menyayat lapisan kulit kepala yang kemudian dijepit dan ditarik

memperjelas kondisi di dalam. Kemudian tulang tengkorak akan

dibor. Setelah bagian tersebut selesai, tulang tengkorak akan dipotong

dengan menggunakan gergaji khusus. Langkah selanjutnya, tulang

diangkat dan dokter mulai mengakses bagian otak yang perlu

ditangani.Setelah pembukaan tulang tengkorak telah selesai, bagian

otak yang mengalami kerusakan atau masalah akan diperbaiki, bahkan

diangkat. Jika tindakan sudah selesai dilakukan, bagian tulang dan

kulit kepala akan direkatkan kembali dengan menggunakan jahitan,

kawat, atau staples bedah. Namun, jika Pasien memiliki tumor pada

tulang tengkorak atau tekanan rongga kepala tinggi, maka penutupan

tulang tersebut mungkin tidak langsung dilakukan.

140
c. Pascaoperasi

Pada pascaoperasi, dokter akan memantau kondisi pasien dan

melakukan beberapa hal seperti, meminta pasien berbaring dengan

posisi kepala lebih tinggi daripada posisi kaki, untuk mencegah kepala

dan wajah bengkak. Setelah stabil, pasien akan dilatih menghirup

napas dalam-dalam untuk mengembalikan fungsi paru-paru. Dokter

juga akan melakukan pemeriksaan dan memberikan terapi untuk

sistem saraf. Dan sebelum pasien pulang, dokter akan mengajari

beberapa cara untuk menjaga kebersihan area luka operasi.

Selama pemulihan, pasien butuh banyak istirahat beberapa

minggu sampai energi pasien kembali pulih. Pasien juga perlu

memerhatikan baik-baik aktivitas yang dilakukan. Tidak boleh

mengendarai kendaraan atau mengangkat beban terlalu berat untuk

mencegah ketegangan pada bagian bekas sayatan. Tunggu sampai

dokter memperbolehkan pasien melakukan hal-hal tersebut.

6. Risiko Operasi Kraniotomi

Semua komplikasi yang mungkin terjadi harus dipertimbangkan

sebelum dimulainya pembedahan. Diperlukan persiapan untuk

pengobatan komplikasi ini. Komplikasi intraoperatif yang sering terjadi

adalah obstruksi jalan nafas, kejang, gelisah, mual-muntah, dan

diperlukannya anestesi umum. Komplikasi lain yang jarang terjadi

adalah emboli udara (pada operasi fossa posterior) (Bisri, 2013)

141
a. Komplikasi Jalan Nafas

Bila pasien mengalami penurunan frekuensi nafas, SpO2 , atau

obstruksi total jalan nafas, dokter anestesi harus merencanakan

secara sistematis untuk mengatasi masalah ini. Bila masalahnya

adalah oversedasi, maka pemberian sedasi harus dihentikan dan bila

diperlukan bantuan jalan nafas dengan chin-lift atau dengan mask

dan bantuan nafas. Akan tetapi, bila hilangnya jalan nafas

disebabkan karena kejang, atau karena masalah intrakranial, maka

diperlukan intubasi. Teknik dan pemilihan insersi pipa endotrakhea

bergantung pada keahlian dokter anestesi tersebut. Bila pasien

bangun dapat diinduksi dengan propofol, opioid, tanpa atau dengan

pelumpuh otot.

b. Kejang

Kebanyakan kejang terjadi saat stimulasi listrik ketika melakukan

pemetaan cortical, tapi bila pasien mempunyai riwayat kejang

sebelum pembedahan, maka kejang dapat terjadi setiap saat.

Pengobatannya adalah segera membuat diagnosa dan terapi secepat

mungkin. Pasien memerlukan proteksi dari cedera terutama akibat

pergerakan saat kejang yang hebat. Bila kejang berlangsung lama,

jalan nafas harus dibebaskan. Kejang dapat dihentikan dengan dosis

kecil pentotal (50mg), propofol (20mg), atau midazolam 1–2 mg,

dosis ulangan mungkin diperlukan bila kejang tetap berlangsung.

142
Antikonvulsan yang bekerja lama seperti fenitoin mungkin

diperlukan. Ada bukti yang nyata bahwa irigasi cortex dengan

larutan dingin dapat menolong.

c. Mual dan Muntah

Mual-muntah intraoperatif sering terjadi selama operasi epilepsi.

Akan tetapi, kejadian selama AC untuk operasi tumor sangat rendah

dan komplikasi yang terjadi pascabedah lebih sedikit dibandingkan

dengan anestesi umum. Bila terjadi mual-muntah dapat diterapi

dengan ondansetron.

d. Pasien tidak kooperatif

Kadang-kadang beberapa pasien menjadi sangat gelisah, agitasi,

atau tidak kooperatif selama prosedur walaupun nampaknya

penilaian prabedah adekuat dan diperkirakan pasien dapat dilakukan

AC. Pada beberapa pasien kejadian tersebut adalah akibat dari

pemakaian propofol. Terapinya adalah dengan mendangkalkan level

sedasi sehingga kita dapat berkomunikasi dengan pasien, mengubah

obat yang diberikan, mendalamkan level sedasi, atau dirubah ke

anestesi umum.

143
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. KONSEP TEORI

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas pasien

b. Masuk melalui dan dengan cara ?

c. Keluhan utama : mual, muntah, sakit kepala, penurunan kesadaran,

gangguan penglihatan, kejang, perubahan status mental

d. Riwayat keluarga apakah ada keluarga yang menderita kasus yang

sama

e. Riwayat penyakit yang diderita

f. Riwayat operasi

g. Psikososial/ekonomi

h. Pemeriksaan fisik

1) Mata : penglihatan kabur atau mengalami kebutaan

2) Hidung :adanya gangguan penciuman

3) Telinga : adanya gangguan pendengaran

4) Respirasi : tampak sesak

5) Kardiovaskuler : takikardi

6) Gastrointestinal : mual, muntah, intoleransi makan

7) Nutrisi : terdapat malnutrisi, dekubitus

144
8) Neurologi : sakit kepala hebat, letargi, koma, paralise, kelemahan,

vertigo

9) Integument : warna kulit kemerahan, atrifi/deformitas

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pre Operasi

1) Nyeri akut

2) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini

b. Intra

Operasi

1) Hipotermia

2) Risiko cedera

3) Risiko infeksi

4) Risiko kekurangan volume cairan

c. Post

Operasi

1) Nyeri Akut

145
-Faktor genetik Pertumbuhan Massa
- paparan bahan sel otak Tumor otak dalam otak
kimia abnormal bertambah

Obstruksi sirkulasi cairan Penekanan


serebrospinalis dari jaringan otak Penatalaksanaankra
ventrikel lateral ke sub terhadap sirkulasi niotomi
arachnoid darah dan O2

Luka
Hidrochepalus Penurunan suplai insisipembedahan
O2 kejaringan
Kerusakan aliran otak akibat Port
darah keotak obstruksi sirkulasi d’entrymikroorganis
otak me
Perpindahan cairan Hipoksia serebral
Risikoinfeksi
kejaringan serebral

Peningkatan volume
intrakranial
Resiko Tubuh melakukan
ketidakefetiktifan kompensasi
perfusi jaringan otak
Peningkatan TIK Gangguan sistem
Kompensasi (butuh pernafasan
waktu lama)

Tidak terkompensasi Weezing / Mengi


Nyeri kepala

Ketidakefektifan
Kompresi subkortikal
Fungsi otak menurun pola napas
& batang otak

Kerusakan neuro Kehilangan auto


mototik Meransang rerfluks
regulasi serebral

Kelemahan otot Mual / muntah (Nervus


Iritasi pusat vegal
progresif IX dan X)
dimedula oblongata

Hambatan mobilitas Ketidakseimbangan


Gangguan sistem
fisik nutrisi kurang dari
pencernaan
kebutuhan tubuh

Risiko jatuh
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF (PNDS)
PRE OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Acute pain O330 : Patient demonstrates and/or Assesses pain control (A.360)
Physiologic response X38-00132 reports adequate pain control  Review patient assessment for type of pain
 The patient’s vital signs at being treated and medical condition
discharge from the OR are equal  Review current treatment protocol
to or improved from preoperative  Requests patient verbalize effectiveness of
values. treatment with recognized assessment tool
 The patient verbalizes control of (eg, numerical scale, face scale)
pain.  Offers information to patient and family
members about pain , pain relief measures,
rating scales, and other assessment data to
report
 Monitor patient for congruence of verbal
and nonverbal cues.
Implements pain guidelines (Im.310)
 Review patient assessment for type of pain
being treated, medical condition, and
health status
 Review facility pain guidelines
 Documents patient’s current stated pain
level
 Positions for comfort unless
contraindicated
 Determines whether regimen meets
patient’s identified need
 Monitors relationship of patient progress to
pain control
 Monitors pain guideline effectiveness
Implements alternative methods of pain control
(Im. 310.1)
 Ask patient to verbalize effectiveness of
treatment regimen
 Review non medication pain treatments
(eg, cold therapy, heat therapy, music
distraction, relaxation therapy, physical
rehabilitation, visualization, pacing,
transcutaneous electrical nerve stimulation
 Identifies patient’s coping style and
cultural influences regarding pain
management
 Includes family members and significant
other in educational process
 Monitor progress in management of
patient’s pain
 Evaluates patient’s responses.
Evaluates responses to pain management
interventions (E.250)
 Identifies and documents how the patient
expresses pain (eg, facial expression,
irritability, restlessness, verbalization)
 Evaluates the nature of the pain and any
changes in pain level after pain
management interventions
2. Domain 3A Anxiety O.500 : Patient or designated support Identifies psychosocial status (A.510)
Behavioral X4-00146 person demonstrates knowledge of the Assesses coping mechanism (A.510.6)
responses patient expected psychosocial responses to the  Review patient’s coping pattern and its
and family procedure effectiveness
:knowledge  The patient verbalizes the  Ask patient to describe current methods of
sequence of events to expect dealing with stress
before and immediately after  Encourages patient to express feelings
surgery  Determines the most effective methods of
 The patient states realistic communication and support
expectations regarding recovery  Evaluates availability and effectiveness of
from procedure support system
Identifies patient and designated support
person’s educational needs (A.530)
Implements measures to provide psychological
support (Im.510)
 Assesses for signs and symptoms of
anxiety or fear (eg, preoperative insomnia,
muscle tenseness, tremors, irritability,
change in apetite, restlessness, diaphoresis,
tachypnea, tachycardia, elevated blood
pressure, facial pallor or flushing,
withdrawn behavior)
 Provide information and answer questions
honestly
 Provides an atmosphere of care and
concern (eg, privacy nonjudgmental
approach, empathy, respect)
 Offers alternative methods to minimize
anxiety (eg, music, humor)
 Explain purpose of preoperative
preparations before implementation
Includes patient or designate support persons in
perioperative teaching (Im. 700)
Explains expected sequence of events (Im. 700.2)
Evaluates psychosocial response to plan of care
(E.520)
 Evaluates effectiveness of support system
 Verifies patient’s ability to understand
information
 Provides necessary time to process
information
 Review nursing care plan with patient and
family members
INTRA OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Hypothermia O. 290 : The patient’s core body Assesses risk for inadvertent hypothermia
Physiologic response X26-00006 temperature is within expected or (A.200.1)
therapeutic range Identifies patients at high risk for inadvertent
 The patient’s temperature is hypothermia to include but no limited to patient’s:
temperature is greater than 36° C  With preoperative baseline temperature
(96,8° F) at time of discharge less than or equal to 36° C (96,8° F)
from the operating or procedure  In a cold surgical environment
room  With high body surface/kg and low
 The patient’s temperature is subcutaneous brown fat for insulation
intentionally maintained at 33° C increases rate of heat loss (eg, infants,
(91, 4° F) to lower cell neonates, toddlers)
metabolism  With metabolic disorders
Implements thermoregulation measures (Im.
280)
 Select temperature monitoring and
regulation devices based on identified
patient needs
 Operates temperature monitoring and
regulation devices according to
manufacturers written instruction
Monitors physiological paarmeters (Im. 370)
 Monitor vital sign (eg, blood pressure,
heart monitor or EGC rate and rhythm,
respiratory rate, temperature
 Monitor patient for changes in skin
integrity (eg, peripheral pulses, skin color,
temperature, turgor, capillary refill, as
appropriate)
 Apply warming blanket
Evaluates response to thermoregulation
measures (E.260)
 Assesses and documents patient’s body
temperature at frequent intervals
 Interprets and communicates patient
temperature data to appropriate members
of health care team for further evaluation
and action as appropriate
 Report patient’s temperature to PACU
nurses for determination of appropriate
postoperative treatment methods

2. Domai 1 Safety Risk for injury O. 10 : Patient is free from signs and Identifies physiological status (A.210)
X29-00035 symptoms of injury related to thermal  Evaluates buccal membranes, sclera, and
sources skin (eg, dryness, cyanosis, jaundice)
 Patient’s skin condition, other Report deviation in diagnostic study result
than the surgical incision, is (A.340)
unchanged between admission  Communicates physiological health status
and discharge from the OR or (eg, verbal reports, patient record) to
procedure room appropriate team members
 Patient reports comfort at the  Collaborates with other health care
thermoregulation device site providers regarding diagnostic study
 Patient’s neuromuscular status is results or assessment findings
unchanged between admission Assesses baseline skin condition (A.240)
and discharge from the OR or  Evaluates presences of peripheral pulses,
procedure room solicits patient’s perception of pain, and
identifies mobility impairments while
patient is awake
 Assesses patient’s skin condition
 Assesses patient’s risk for skin injury
related to thermal sources
 Assesses skin for injury from invasive
devices (eg, tubes, drains, indwelling
catheters, cables)
 Identifies the nursing diagnoses that
describe the patient’s degree of risk for
skin injury related to thermal hazards.
Applies safety devices (Im.80)
 Examines the surgical environment for
equipment or conditions that pose a safety
risk and takes corrective action
 Selects safety devices based on the
patient’s needs and the planned operative
or invasive procedure
 Applies safety devices on the patient
according to the plan of care, applicable
practice guidelines, facility policies, and
manufacturers documented instructions.
 Ensures that safety devices are readily
available, clean, free of sharp edges,
padded as appropriate, and in working
order before use
Monitor psychological parameters (Im. 370)
 Monitor vital sign (eg, blood pressure,
heart monitor or EGC rate and rhythm,
respiratory rate, temperature
 Monitor patient for changes in skin
integrity (eg, peripheral pulses, skin color,
temperature, turgor, capillary refill, as
appropriate)
Evaluates for signs and symptoms of physical
injury to skin and tissue (E.10)
 Inspects and evaluates the patient’s skin,
bony prominences, pressure sites, prepped
area, and adjacent tissue for signs of
irrigation or injury (eg, discoloration, rash,
abrasions, blisters, raised areas)
 Solicits for complaints of pain or
discomfort in areas other than the surgical
incision
 Solicits for complaints of numbness or
tingling (eg, thermoregulation device site,
site of positioning aids)
 Reports unexpected variance to appropriate
members of the health care team.
3. Domai 1 Safety Risk for infection O.280 : Patient is free from signs and Assesses susceptibility for infection (A.350)
X28-00004 symptoms of infection Classifies surgical wound (A.350.1)
 The patient’s wound is free from  Class II (clean-contaminated) wounds:
signs and symptoms of infection Operative wounds in which the respiratory,
and pain, redness, swelling, alimentary, genital, or urinary tract in
drainage, or delayed healing at entered under controlled conditions and
time of discharge without unusual contamination. Specially
 The patient has a clean, primarily procedures involving the biliary tract,
closed surgical wound covered appendix, vagina, and oropharynx are
with dry, sterile dressing at included in this category, provide no
discharge from the OR evidence of infection or major break in
 The patient is afebrile and free technique is encountered
from signs and symptoms of Implements aseptic technique (Im.300)
infection  Establishes and maintains the sterile field
 Preoperative and postoperative  Applies principles of aseptic technique
antibiotics given according to  Performs skin preparation
recommended guidelines  Ensures perioperative environmental
sanitation
 Adheres to standard and transmission-
based precaution
 Dresses wound at completion of procedure
 Cares for incision sites, invasive-devices
sites (eg, endotracheal tube, tracheostomy
tube, drainage tube, percutaneous catheter,
vascular access devices), urinary drainage
systems, and other drainage systems.
Protects from cross-contamination (Im.300.1)
 Minimize cross-contamination by
understanding and implementing infection
control practices when preparing
instruments and supplies for use
 Follows established protocols for high
level disinfection
 Implements aseptic technique
 Monitors the sterile field
 Ensure the doors to the OR remind closed
expect for necessary patient and personnel
traffic
 Contain contamination by developing and
implementing appropriate traffic patterns
based on design of surgical suite or
procedure room.
 promotes personnel health and hygiene
 excludes personnel with acute infection or
skin lesions from the practice setting
 performs hand hygiene
 wears clean, dry, freshly, laundered
surgical attire intended for use in the
surgical suite
 wears long-sleeved jacked that is snapped
or buttoned closed when not scrubbed
 covers head and facial hair, including
sideburns, to minimize microbial dispersal
within the environment
 wears single high-efficiency mask when
open sterile supplies and equipment are
present or where scrubbed persons may be
located
 Keeps fingernails short, clean, healthy, and
free of artificial or acrylic nails.
 Wears shoes covers when gross
contamination of the feed can be
reasonably expected
 Performs surgical hand antiseptic
Initiates traffic control (Im.300.2)
 Keep doors to OR or procedure rooms
closed except during movement of
patients, personnel, supplies, and
equipment
 Restricts access to surgical suite to
authorized personnel only
 Record names of all individuals who
participate in the operative or invasive
procedure and those who are present in the
OR or procedure room, whether directly or
indirectly, participating in the operative or
invasive procedure (ie, industry
representative students)
 Maintains unidirectional traffic pattern for
items to be reprocessed for the surgical
suite or procedure room; moves items from
decontamination area to processing area,
and after processing, to storage areas.
 Prevents soiled materials from entering
restricted area
 Move supplies from restricted area, if
present, through ORs or procedure room to
semi-restricted corridor.
Administers prescribed antibiotic therapy as
ordered (Im.220.2)
 Determine if physician order for antibiotic
therapy have been written and coincide
with current best practices or evidence-
based practice
 Confirm patient compliance with
prescribed prophylactic therapies ordered
to be self-administered
 Assesses patient before administering and
delays or withholds medication if
necessary
 Confirms correct medication is
administered to the right patient, in the
right dose, via the right route, at the right
time
 Recognizes and identifies adverse effects,
toxic reactions, and medication allergies
 Evaluates the patient’s response to
medication administered
 Request order from physician for repeat
doses of prophylactic antibiotic if surgical
procedure lasts longer than four hours or
major blood loss occurs.
Monitor for signs and symptoms of infection
(Im.360)
Minimize the length of invasive procedure by
planning care (Im. 760)
Administers care to wound sites (Im.290)
 Dresses wound at completion of procedure
 Selects dressing materials based on clinical
needs
 Observes characteristics of wound
drainage
 Changed dressings over closed wounds
 Assesses wound if patient has signs and
symptoms of infection (eg, fever, unusual
wound pain, redness and head at the
wound site, edema)
 Cleans all areas of the wound as order
prescribe using antiseptic technique
 Aseptically removes skin suture or staples
according to physician orders from the
healed wound
Evaluates progress of wound healing (E.200)
 Identifies and evaluates patient’s risk
factors that impair wound healing
 Evaluates wound status
 Monitors temperature for elevation
 Provides wound care consist with wound
class
 Report signs and symptoms of infection

4. Domain 2 Risk for deficient O300 : Patient’s fluid, electrolyte, and Identifies factors associated with an increased
Physiologic response fluid volume acid-base balances are maintained at or risk for hemorrhage or fluid and electrolyte
X18-00028 improved from baseline levels imbalance (A.310)
 The patient’s vital signs and  Establishes and verified nursing
within expected range at  Assesses vital sign
discharge from the OR, procedure  Assesses patient condition related to
room, or post anesthesia care unit traumatic injury or abnormal bleeding
(PACU)  Confers with physician or anesthesia care
 The patient’s blood pressure and provider if unusual assessment data or
pulse are within expected range signs and symptoms of fluid, electrolyte, or
and remain stable with position acid-base imbalances are noted
change at time of transfer to  Identifies and verifies availability of blood
PACU and discharge from PACU or plasma replacement
 The patient’s urinary output is Identifies physiological status (A.210)
within expected range at  Evaluates buccal membranes, sclera and
discharge from the OR, procedure skin (eg, dryness, cyanosis, jaundice)
room, or PACU. Implements hemostasis technique (Im.340)
 Provides supplies, instrumentation, and
appropriate surgical techniques as needed
to control hemorrhage
Monitors physiological parameters (Im.370)
 Monitors physiological parameters
including intake and output, arterial blood
gases, electrolyte levels, hemodynamic
status, and arterial oxygen concentration
(SaO2)
 Monitors vital signs
 Monitors for signs hypovolemia and
hypervolemia
 Monitors fluid loss (eg, bleeding, diarrhea,
perspiration, urine output, vomiting)
 Estimates blood and fluid loss
 Monitors wound drainage
Establishes IV access (Im.200.1)
 Establishes and maintains peripheral IV
access to administer IV fluids,
medications, and blood products per
physician order
Collaborates in fluid and electrolyte
management (Im.210.1)
 Verifies procedure and anticipates and
recognizes fluid loss
 Anticipates replacement requirements for
large volume, fluid loss procedures
 Administers or prepares for administration
of fluid therapy
 Monitors intake and output
 Evaluates patient’s response to fluid
management
Evaluates response to administration of fluids
and electrolyte (E.220)
 Monitors intake and output, arterial blood
gases, electrolyte levels, hemodynamic
statuses, and SaO2)
 Estimates blood and fluid loss
 Monitors for signs and symptoms of fluid
volume excess or deficit
 Monitors patient’s response to prescribed
fluid and electrolyte therapy
POST OP
No. Domain Nursing Outcome Interventions
Diagnosis
1. Domain 2 Acute pain O330 : Patient demonstrates and/or Assesses pain control (A.360)
Physiologic response X38-00132 reports adequate pain control  Review patient assessment for type of pain
 The patient’s vital signs at being treated and medical condition
discharge from the OR are equal  Review current treatment protocol
to or improved from preoperative  Requests patient verbalize effectiveness of
values. treatment with recognized assessment tool
 The patient verbalizes control of (eg, numerical scale, face scale)
pain.  Offers information to patient and family
members about pain , pain relief measures,
rating scales, and other assessment data to
report
 Monitor patient for congruence of verbal
and nonverbal cues.
Implements pain guidelines (Im.310)
 Review patient assessment for type of pain
being treated, medical condition, and
health status
 Review facility pain guidelines
 Documents patient’s current stated pain
level
 Positions for comfort unless
contraindicated
 Determines whether regimen meets
patient’s identified need
 Monitors relationship of patient progress to
pain control
 Monitors pain guideline effectiveness
 Administers medication as prescribed
 Prescribed analgesics according to protocol
Implements alternative methods of pain control
(Im. 310.1)
 Ask patient to verbalize effectiveness of
treatment regimen
 Review non medication pain treatments
(eg, cold therapy, heat therapy, music
distraction, relaxation therapy, physical
rehabilitation, visualization, pacing,
transcutaneous electrical nerve stimulation
 Identifies patient’s coping style and
cultural influences regarding pain
management
 Includes family members and significant
other in educational process
 Monitor progress in management of
patient’s pain
 Evaluates patient’s responses.
Collaborates in initiating patient-controlled
analgesia (Im.310.2)
 Review assessment for type of pain being
treated and patient medical condition
 Review treatment protocol for
administration
 Monitors administration process
 Provides teaching related to patient-
controlled analgesia
 Evaluates patient’s response to medication
administration.
Evaluates responses to pain management
interventions (E.250)
 Identifies and documents how the patient
expresses pain (eg, facial expression,
irritability, restlessness, verbalization)
 Evaluates the nature of the pain and any
changes in pain level after pain
management interventions
Daftar Pustaka
A'la, M. Z., Dewi, P. D., & Siswoyo. (2019). Analisis Masalah Keperawatan pada
Pasien Post Kraniotomi di RSD Dr.Soebandi Jember (Studi Retrospektif
Januari 2016-Desember 2017). Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta,
Volume 3 Nomor 3, 677-683..

Atmadja, A. S. (2016). Indikasi Pembedahan pada Trauma Kepala. Jakarta Timur.

Bisri, T. (2013). Awake Craniotomy Can be Done Humanly? Jurnal Komplikasi


Anastesi, Volume 1 Nomor 1, 73-81.

Centers for Disease Control and Prevention. (2015). Traumatic Brain Injury In the
United States: Epidemiology and Rehabilitation. Atlanta: GA : Author.

Erny. (2019). Trauma Kepala: Klasifikasi Hingga Pemantauan Jangka Panjang.


Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, Volume 8 Nomor 2, 42-58.

Ganz, J. C. (2011). Head Injury Management Guidelines for General. Journal of


Neurosciences in Rural Practice, Volume 2, 198-201.

Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:


Media Aesculapius.

Petersen, Carol.(2011). Perioperative nursing data set, the perioperative nursing


vocabulary 3rd edition. USA. Association of periOperative Registered
Nurses (AORN)
Putri, C. M. (2017). Hubungan Antara Cedera Kepala dan Terjadita Vertigo di
Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.

Savitri, N. C. (2012). Asuhan Keperawatan pada Tn S Post Craniotomy dengan


Diagnosa Cedera Kepala Berat di Intensive Care Unit. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suarsedewi, D. W. (2017). Pin Site Care Using Chlorhexidine; Case Study Report.
Jurnal Jumantik, Volume 2 Nomor 1, 1-10.

Suwarman; Gunadi, Mariko;. (2013). Scalp Nerve Block pada Kraniotomi Evakuasi
Pasien Moderate Head Injury dengan Subdural Hemorrhage dan
Intracerebral Hemorrhage Frontotemporoparietal Dekstra Mencegah Stress
Response Selama dan Pascabedah. Jurnal Anastesi Perioperatif, Volume 1
Nomor 3, 197-204.

Zhang, K., & Gelb, W. A. (2018). Awake craniotomy: indications, benefits, and
techniques. Rev Colomb Anestesiol, 46–51.

Anda mungkin juga menyukai