Anda di halaman 1dari 183

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit (RS) merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam pasal 40 ayat (4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, diperlukan penyempurnaan terhadap penyelenggaraan
Akreditasi Rumah Sakit sehingga memenuhi standar. Akreditas diselenggarakan secara
berkala paling sedikit setiap 3 (tiga) tahun. Dari undang-undang tersebut diatas akreditasi
rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar melindungi masyarakat terhadap
mutu pelayanan dan kualitas serta diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem
pelayanan di rumah sakit (Depkes, 2009)
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mendukung, memotivasi, mendorong,
dan memperlancar proses pelaksanaan Akreditasi untuk semua Rumah Sakit. Pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan Akreditasi dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan/atau
Bupati/Walikota sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing dilaksanakan
melalui Direktur Jenderal yang dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
yang dibentuk oleh Pemerintah. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang dilakukan oleh
tenaga medis profesional terorganisir baik dari sarana prasarana kedokteran yang
permanen, pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis
serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (Supartiningsih, 2017). Operasional di
setiap RS pun sangat beragam, tergantung dari metode kepemimpinan, infrastruktur dan
dukungan teknologi informasi yang dimiliki (Kolodner, Cohn, Friedman, 2008)
Perawat merupakan salah satu tim pelayanan kesehatan terbesar yang dituntut untuk
meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Mutu pelayanan di rumah sakit ditinjau dari
sisi keperawatan meliputi aspek jumlah dan kemampuan tenaga profesional, motivasi
kerja, dana, sarana dan perlengkapan penunjang, manajemen rumah sakit yang perlu
disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Anggraeni, 2009).

1
Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
adalah dengan menggunakan standar praktik keperawatan. Standar praktik ini menjadi
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Salah satu bentuk
pelayanan keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan adalah
memberikan rasa tanggung jawab perawat yang lebih tinggi sehingga terjadi
peningkatan kinerja kerja dan kepuasan pasien. Pelayanan keperawatan ini akan lebih
memuaskan tentunya dengan penerapan model asuhan keperawatan professional atau
MAKP karena kepuasan pasien ditentukan salah satunya dengan pelayanan
keperawatan yang optimal.Hubungan yang baik antara pasien dan perawat dapat
dilakukan apabila menerapkan suatu model asuhan keperawatan yang baik. Dengan
demikian, maka pelayanan pasien menjadi sempurna sehingga dapat meningkatkan
kepuasan pasien selama di rumah sakit.
Dalam penerapan model asuhan keperawatan profesional, apabila tanggung jawab
atau peran perawat baik dalam hal dokumentasi, timbang terima, supervisi, dan
sentralisasi obat tidak dijalankan dengan baik, yang berarti menunjukkan kinerja kerja
perawat juga menurun (Nursalam,2011).Asuhan keperawatan yang rendah menyebabkan
mutu pelayanan keperawatan juga menurun dan akhirnya memicu ketidakpuasan
pasien, hal yang demikian akan terus menerus berulang jika tidak segera diatasi.
Apabila timbang terima yang diterapkan kurang terfokus pada masalah pasien maka
asuhan keperawatan yang diberikan juga tidak maksimal, sehingga mempengaruhi
kepuasan pasien. Karena semakin baik pelaksanaan timbang terima semakin tinggi
kepuasan pasien yang dirasakan. Apabila dokumentasi keperawatan mempunyai
hubungan yang sangat kuat terhadap kepuasan pasien. Pelaksanaan dokumentasi
keperawatan pada tingkat rendah atau kurang optimal biasanya dipengarahui banyak
faktor diantaranya kurang pengetahuan perawat terhadap dokumentasi keperawatan
yang baik, manfaat dokumentasi keperawatan, dan tidak adanya motivasi dari atasan.
Padahal untuk menerapkan Model Asuhan Keperawatan Profesional perlu adanya
dokumentasi keperawatan yang baik, seperti semakin baik pelaksanaan dokumentasi
keperawatan semakin baik pula pelaksanaan MAKP.Karena apabila hal ini berlanjut
maka mempengaruhi mutu asuhan keperawatan menjadi kurang baik, yang berakibat
terhadap menurunnya kepuasan pasien rendah. Semakin baik dalam pengisian

2
dokumentasi keperawatan akan membuat perencanaan keperawatan menjadi lebih baik
dan kepuasan pasien meningkat (Al-Assaf,2009). Kepuasan pasien akan tercapai bila
diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan
pasien dan keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan
tanggap kepada kebutuhan pasien.
Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan
keperawatan adalah pembenahan dalam manajemen keperawatan denganharapan adanya
faktor kelola yang optimal, sehingga mampu menjadi wahana peningkatan keefektifan
pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan terhadap pelayanan
keperawatan (Nursalam, 2011). Salah satu keberhasilan dari pelayanan keperawatan di
Rumah Sakit dipengaruhi oleh manajer keperawatan dalam melaksanakan peran-fungsi.
Menurut Suyanto (2009) menyatakan bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah
manajemen pelayanan kesehatan dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen
pelayanan keperawatan adalah pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang
perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang
keperawatan), manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan
manajemen bawah (kepala ruang perawatan). Manajemen keperawatan berhubungan denga
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staff (staffing),
kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling) aktivitas-aktivitas upaya
keperawatan atau divisi departemen keperawatan dan dari sub unit departemen
(Swansburg, 2009).
Proses manejemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai suatu
metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan
keduanya dapat saling mendukung, sebagaimana proses keperawatan, manajemen
keperawatan terdiri atas: pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil
pelayanan kesehatan merupakan tempat yang memungkinkan bagi perawat utuk
menerapkan ilmu dan kiatnya secara optimal. Namun perlu disadari, tanpa adanya tata
kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan kuat serta peran aktif dari seluruh pihak,
maka pelayanan keperawatan professional hanyalah akan menjadi teori semata.

3
Oleh karena itu perlunya perawat mengupayakan kegiatan penyelenggaraan Metode
Asuhan Kepeawatan Profesional (MAKP). Adapun elemen penerapan model MAKP yang
meliputi: 1) M1 (Ketenagaan dan pasien), 2) M2 (sarana prasarana), 3) Penerapan MAKP,
4) Sentralisasi obat, 5) Supervisi, 6) Timbang Terima, 7) Ronde keperawatan, 8) Discharge
planning, 9) Dokumentasi.
Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada Pontianak merupakan Rumah Sakit yang berlokasi
di Jl. Adi Sucipto Km. 6,5 Sei Raya Kab. Kubu Raya Prow. Kalimantan Barat. Rumah
Sakit ini sudah “Terakreditasi” pada tahun 2011 oleh KARS (Komisi Akreditasi Rumah
Sakit) dengan ketetaan Nomor : KARS – SERT / 77 / X / 2011.
Rumah Sakit ini terditi dari 8 bangsal. Ruang Kenanga merupakan salah satu ruang
pelayanan rawat inap (bangsal) Penyakit Dalam Laki-Laki yang sedang mengupayakan
kegiatan penyelenggaraan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP).
Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala ruangan, ketua tim, serta perawat pelaksana
lainnya mengenai beberapa kegiatan MAKP dinilai masih tidak berjalan dengan efektif.
Setiap kegiatan MAKP harus dijalankan dengan baik. Dengan adanya tata kelola yang
memadai, kemauan, dan kemampuan kuat serta peran aktif dari seluruh pihak, maka akan
mendapat outcome yang diinginkan antara lain :
1. Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan.
2. Masalah pasien dapat teratasi.
3. Perawat dapat:
a. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis.
b. Meningkatkan cara berpikir yang sistematis.
c. Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
e. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah pasien.
f. Meningkatkan kemampuan dalam memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
g. Meningkatkan kemampuan justifikasi.
h. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

4
Oleh karena itu, kami Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Tanjungpura
Angkatan VI merasa perlu untuk membahas secara mendalam mengenai masalah yang
menjadi kendala dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan Metode Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) di Ruangan Kenanga dan mencari alternatif berupa solusi sehingga
manajemen keperawatan di Ruang Kenanga meningkat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan Praktik Manajemen Keperawatan, mahasiswa diharapkan
dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen serta menyelenggarakan Metode Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) serta menunjukan sikap kepemimpinan yang
profesional dan mempunyai strategi pelayanan yang baik.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan kegiatan praktek kepemimpinan dan manajemen, mahasiswa
mampu :
a. Melaksanakan pengkajian di ruang Kenanga
b. Melaksanakan analisis situasi dan identifikasi masalah manajemen keperawatan
c. Melakukan kegiatan manajemen keperawatan di ruangan dalam bentuk :
1) Mampu membuat fungsi perencanaan model praktek keperawatan profesional di
ruangan antara lain:
a) Mampu membentuk rumusan filosofi, visi dan misi ruangan
b) Mampu membuat kebijakan dan prosedur kerja diruangan
c) Mampu membuat peraturan yang sesuai dengan standar etik keperawatan di
ruangan
d) Mampu membuat perencanaan strategi organisasi di ruangan
2) Mampu melaksanakan fungsi pengorganisasian di ruangan model praktek
keperawatan profesional antara lain :
a) Membuat struktur organisasi di ruang model praktek keperawatan profesional
b) Membuat uraian tugas/job desk di ruang model praktek keperawatan
profesional
c) Membuat pengorganisasian perawatan pasien di ruang model praktek
keperawatan profesional

5
d) Membuat klasifikasi pasien di ruang model praktek keperawatan profesional
e) Membuat pendokumentasian proses keperawatan di ruang model praktek
keperawatan profesional
f) Membuat sistem perhitungan tenaga keperawatan di ruang model praktek
keperawatan profesional
g) Membuat jadwal dinas ruangan berdasarkan Tim di ruang model praktek
keperawatan profesional
h) Membuat standar continuity of care
i) Membuat standar patient safety and profesional safety
3) Melaksanakan fungsi pengarahan dan pengawasan dalam ruangan di ruangan
model praktek keperawatan profesional antara lain :
a) Mampu menerapkan pemberian motivasi
b) Mampu melakukan komunikasi efektif antara lain :
 Operan
 Pre-conference
 Post-conference
 Ronde keperawatan
 Supervisi Keperawatan
 Discharge planning
 Dokumentasi Keperawatan
c) Mampu melakukan pendelegasian dengan baik
d) Mampu membentuk manajemen konflik
e) Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan baik
4) Melaksanakan fungsi pengendalian dalam bentuk audit hasil di ruangan model
praktek keperawatan profesional antara lain :
a) Mampu membentuk program pengendalian mutu di ruangan
b) Mampu melakukan pengembangan standar (SAK dan SOP)
c) Mampu melakukan penilaian penampilan kerja

6
C. Manfaat
1. Bagi pasien dan keluarga
Dengan adanya penyelenggaraan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
di Rumah Sakit diharapkan pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, pasien
dan keluarga merasa dihargai, dan merasa sebagai subjek bukan hanya sebagai objek
serta mendapat kenyamanan dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga tercapai
kepuasan klien yang optimal.
2. Bagi perawat
a. Tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
b. Terbinanya hubungan antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan
yang lain, dan perawat dengan pasien serta keluarga.
c. Tumbuh dan terbinanya akuntabilitas dan disiplin diri perawat.
d. Meningkatkan profesionalisme keperawatan.
3. Bagi rumah sakit
a. Mengetahui masalah-masalah yang ada di ruang Kenanga yang berkaitan dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
b. Dapat menganalisis masalah yang ada dengan metode SWOT serta menyusun
rencana strategi.
c. Mempelajari penerapan MPKP secara optimal.
d. Mempelajari penyelenggarakan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP).
4. Bagi Mahasiswa
a. Tercapainya pengalaman dalam pengelolaan suatu ruang rawat sehingga dapat
memodifikasi metode penugasan yang akan dilaksanakan.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan penerapan model
MPKP di Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada Pontianak.
c. Mengerti dan memahami penerapan atau aplikasi MPKP di dalam Rumah Sakit Tk.
II Kartika Husada Pontianak

7
C. Pratikan (Angkatan, Kelompok, Nama)
Daftar Nama Mahasiswa Praktik Stase Manajemen RS Tk. II Kartika Husada
Kabupaten Kubu RayaProgram Studi Profesi Ners Angkatan VI Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak

NO NIM NAMA MAHASISWA RUANGAN


1 I4052181004 LILI SANTI SAMBILOTO
2 I4052181005 JULIANTO MELATI
3 I4052181006 SAFRIZAL DAHLIA
4 I4052181007 WINDA AYU LESTARI KENANGA
5 I4052181008 BOB KRISTIAN LUIS SAMBILOTO
6 I4052181009 SELLY MALISA MELATI
7 I4052181010 UTIN YUNI KARTIKA DAHLIA
8 I4052181011 ENGELIA REZEKI TAMPUBOLON KENANGA
9 I4052181012 SARI HARI YANI SAMBILOTO
10 I4052181013 TRI HANDAYANI MELATI
11 I4052181014 JERISA ADVEN DOMINGGO DAHLIA
12 I4052181015 PIKA ROMANA KENANGA
13 I4052181016 SITI FATIMAH SAMBILOTO
14 I4052181017 KHAIRUN NISA MELATI
15 I4052181018 MUTHIA NANDA SARI DAHLIA
16 I4052181019 SUCI RAMADHANTY KENANGA
17 I4052181020 FITRI RATNAWATI SAMBILOTO
18 I4052181021 SISKA PUTRI UTAMI MELATI
19 I4052181022 AVELINTINA BRIGIDA CLEOPHATRA DAHLIA
20 I4052181023 AUDINA SAFITRI KENANGA
21 I4052181024 AULIA SAFITRI SAMBILOTO
22 I4052181025 YOSSY CLAUDIA EVAN MELATI
23 I4052181026 MAKHYAROTIL ASHFIYA DAHLIA
24 I4052181027 DESKA KURNIASARI KENANGA
25 I4052181028 LILI SEFTIANI SAMBILOTO
26 I4052181029 ULFA MUZLIYATI MELATI
27 I4052181030 RINDA FARLINA DAHLIA
28 I4052181031 DEVILIANI KENANGA
29 I4052181032 RIKI SULINDRA RAMADHAN SAMBILOTO
30 I4052181033 AGUNG TRIPUTRA MELATI
31 I4052181034 DESTURA DAHLIA
32 I4052181035 ANNISA ROSALITA KENANGA
33 I4052181036 ARIEF WIDODO SAMBILOTO
34 I4052181037 ANANDA MAHARANI PUTRI MELATI
35 I4052181038 ELSA AURELIA SUCI AVILLA DAHLIA
36 I4052181039 SITI ANNISA NURILHUDA KENANGA
37 I4052181040 EKA PUTRI FAJRIANI SAMBILOTO

BAB II
TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. RUMAH SAKIT
1. Definisi

8
Berdasarkan UU Nomor 44 tahun 2009 tentang tumah sakit menyebutkan adalah
institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi promotif,
preventive, kuratif dan rehabilitative) dengan menyelenggarakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah sakit adalah institusi kesehtan professional yang pelayanannya
diselenggarakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli lainya. Di dalam Rumah Sakit
terdapat ban

9
yak aktivitas dan kegiatan yang berlangsung secara berkaitan (Haliman & wulandari,
2012)
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehtan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehtan prorangan secara parnipurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes tahun 2010 tentang klasifikasi rumah
sakit)
2. Fungsi Rumah Sakit
Fungsi rumah sakit menurut UU Nomor 44 tahun 2009 yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

10
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidangkesehatan.
3. Jenis – Jenis Rumah Sakit
Jenis-jenis Rumah Sakit di Indonesia secara umum ada lima, yaitu Rumah Sakit
Umum, Rumah Sakit Khusus atau Spesialis, Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian,
Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan, dan Klinik (Haliman & Wulandari, 2012).
Berikut penjelasan dari lima jenis Rumah Sakit tersebut :
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum, biasanya Rumah Sakit Umum melayani segala jenis
penyakit umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (Ruang
gawat darurat).
Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya dan memberikan
pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat layanan rawat inap dan
perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin, laboratorium, dan sarana-
prasarana lain.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum beserta jumlah minimal tempat tidur yang
tersedia adalah:
1) Rumah Sakit umum kelas A - tempat tidur minimal 400 buah
2) Rumah Sakit umum kelas B - tempat tidur minimal 200 buah
3) Rumah Sakit umum kelas C - tempat tidur minimal 100 buah;
4) Rumah Sakit umum kelas D - tempat tidur minimal 50 buah.
b. Rumah Sakit Khusus atau Spesialis
Rumah Sakit Khusus atau Spesialis dari namanya sudah tergambar bahwa
Rumah Sakit Khusus atau Rumah Sakit Spesialis hanya melakukan
perawatan kesehatan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya Rumah Sakit untuk
trauma (trauma center), Rumah Sakit untuk Ibu dan Anak, Rumah Sakit Manula,
Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Rumah
Sakit Mata, Rumah Sakit Jiwa,
c. Rumah Sakit Bersalin, dan lain-lain;

11
Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian, Rumah Sakit ini berupa Rumah Sakit
Umum yang terkait dengan kegiatan pendidikan dan penelitian di Fakultas
Kedokteran pada suatu Universitas atau Lembaga Pendidikan Tinggi
d. Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan
Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit yang didirikan oleh suatu lembaga atau
perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga
tersebut.
e. Klinik
Merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir sama dengan Rumah Sakit,
tetapi fasilitas medisnya lebih.
4. Pemakai Jasa Rumah Sakit
Pemakai jasa rumah sakit khususnya di Indonesia dibedakan dalam tiga kategori:
a. Full Purchases
Pada kategori ini pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta merupakan
pelanggan yang terbesar.
b. Semi Buyers
Pemakai jasa yang tidak atau belum dapat membayar penuh nota tagihan rumah
sakit.
c. Prodeo User
Pemakai jasa yang sama sekali tidak sanggup membayar biaya perawatan rumah
sakit. Kelompok itu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
a. Kelompok yang secara material tidak sanggup membayar sesenpun
(disadvantage people).
b. Kelompok prodeo user “in optima forma” yang terdiri dari:
- Pasien yang meninggalkan rumah sakit tanpa izin.
- Pasien yang kurang puas dengan pelayanan rumah sakit.
- Pasien yang mendapat previlege social (ditanggung oleh badan)
Selain itu pasien berdasarkan keadaannya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Emergency Patien

12
Kehidupan pasien menghadapi situasi ancaman kematian sehingga memerlukan
pengobatan sesegera mungkin.
b. Urgent Patient
Pasien memerlukan pengobatan segera, bila ada penundaan yang
berkepanjangan dapat menimbulkan bahaya terhadap kehidupan pasien
c. Elective Patient.
Keadaan pasien yang tidak membahayakan kehidupannya.

B. STANDAR AKREDITASI DAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT


1. Definisi Akreditasi
Akreditasi rumah sakit ialah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada
rumah sakit karena telah memenuhi standar yang disyaratkan. Akreditasi rumah sakit
merupakan salah satu cara pemantauan bagi pelaksanaan pengukuran indikator kinerja
rumah sakit. Pengembangan penilaian terhadap kinerja rumah sakit merupakan tugas dari
pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan. Di dalam buku ”Pedoman
Penyelenggaraan Rumah Sakit” disebutkan bahwa rumah sakit diharuskan mempunyai
program peningkatan mutu baik internal maupun eksternal, untuk mengevaluasi seluruh
kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan bagi pasien.
Program peningkatan mutu internal dapat dilakukan dengan metode dan teknik yang
dipilih dan ditetapkan oleh rumah sakit. Program peningkatan mutu eksternal dapat
dilakukan melalui akreditasi, sertifikasi ISO dan lain-lain.
Sesuai dengan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1165 A
tahun 2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit, akreditasi Rumah Sakit di Indonesia
dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). KARS adalah organisasi
penyelenggara akreditasi yang bersifat fungsional, non struktural, independen dan
bertanggung jawab kepada Menteri. 8 Tugas KARS ialah melakukan perencanaan,
pelaksanaan, pengembangan dan pembinaan di bidang akreditasi rumah sakit sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan perkembangan akreditasi internasional.
Dalam melaksanakan tugasnya, KARS menjalankan fungsi: (1) perumusan kebijakan
dan tata laksana akreditasi rumah sakit, (2) penyusunan rencana strategi akreditasi rumah
sakit, (3) mengangkat dan memberhentikan tenaga surveyor, (4) menetapkan statuta

13
KARS dan dan aturan internal pelaksanaan survei akreditasi, (5) penetapan status
akreditasi dan penerbitan sertifikasi akreditasi, (6) penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan di bidang akreditasi dan mutu layanan rumah sakit, (7) pelaksanaan penelitian
dan pengembangan di bidang akreditasi.
Metode yang digunakan pada program akreditasi ialah sebagai berikut: (1) survei pra
akreditasi, rumah sakit menilai diri sendiri (self assessment) setelah menerima kuesioner
pra akreditasi, (2) survei akreditasi, survei dilakukan oleh surveyor yang ditugaskan oleh
KARS. Survei ini dilakukan di lokasi rumah sakit setelah kuesioner pra akreditasi
dievaluasi oleh KARS. Namun pada pelaksanaannya rumah sakit diminta menyusun
rencana kegiatan akreditasi dan dari rencana kegiatan rumah sakit tersebut Direktur
Jendral Pelayanan Medik menentukan jadwal pelaksanan survei, dan rumah sakit harus
mengirimkan self assessment.
KARS mempunyai surveyor yang bertugas mengadakan kunjungan lapangan (site
visit). Ada tiga kategori surveyor, yaitu (1) surveyor administrasi, melakukan survei
terhadap administrasi dan manajemen, rekam medik, pelayanan farmasi dan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja), (2) surveyor medik, melakukan survei terhadap
pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan radiologi, pelayanan laboratorium
dan pelayanan kamar operasi, (3) surveyor keperawatan, melakukan survei pada
pelayanan keperawatan, pengendalian infeksi nosokomial dan pelayanan perinatal risiko
tinggi.
2. Status Akreditasi
Hasil penilaian yang dilaksanakan KARS memberikan rekomendasi kepada Dirjen
YanMedik Dep.Kes.RI untuk sertifikasi yang menunjukkan status rumah sakit yang
dinilai. Sertifikasi yang diberikan sesuai rekomendasi dapat:
a. Tidak terakreditasi artinya: hasil penilaian mencapai "d 65% atau salah satu kegiatan
pelayanan hanya mencapai 60%.
b. Akreditasi bersyarat artinya: hasil penilaian mencapai 65%-75% dan berlaku satu
tahun.
c. Akreditasi penuh artinya: hasil penilaian mencapai "e" 75% berlaku 3 tahun.
d. Akreditasi istimewa diberikan apabila 3 tahun berturut-turut rumah sakit mencapai
nilai terakreditasi penuh dan status ini berlaku 5 tahun.

14
3. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan
Depkes RI (2008) menetapkan indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan sebagai
berikut:
a. Keselamatan pasien
Pasien aman dari kejatuhan, dekubitus, kesalahan pemberian obat dan cidera
akibat restrain.
b. Perawatan diri
Kebersihan dan perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi agar tidak menimbulkan masalah lain, misalnya penyakit kulit, rasa tidak
nyaman, infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
c. Kepuasan pasien
Tingginya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan ke perawatan tercapai, jika
terpenuhinya kebutuhan pasien atau keluarga terhadap pelayanan keperawatan yang
diharapkan.
d. Kecemasan
Cemas adalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan-akan terjadi
suatu yang dirasakan sebagai ancaman.
e. Kenyamanan
Rasa nyaman (comfort) adalah bebas dari rasa nyeri atau nyeri terkontrol.
f. Pengetahuan
Kemampuan pasien mengetahui informasi tentang penyakitnya, kondisi dan
perawatan yang diterimanya. Indikator pengetahuan terdiri dari pengetahuan tentang
penyakitnya dan discharge planning.
C. LAYANAN KEPERAWATAN
Kepmenkes RI Nomor 279/MENKES/SK/IV/2006 mendefinisikan pelayanan
keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan ditujukan kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan yang hakekatnya tindakan
keperawatan bersifat membantu. Perawat membantu pasien mengatasi masalah-masalah

15
sehat-sakit pada kehidupan sehari-harinya (Asmadi, 2008). Apabila perawat melakukan
tindakan keperawatan sesuai standar maka perawat dapat melindungi diri sendiri pada
bahaya tindakan legal dan yeng lebih penting adalah melindungi klien/pasien pada risiko
bahaya dan cedera. Layanan keperawatan dapat diamati dari praktik keperawatan yang
dilakukan oleh perawat saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien harus memenuhi standar dan kriteria profesi
keperawatan, serta mampu memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai
harapan instansi pelayanan kesehatan untuk mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi
harapan pasien (Yani, 2008). Beberapa aspek yang dapat menjadi indikator penerapan
sebuah layanan keperawatan pada pasien menurut Marini (2010), diantaranya adalah:
1. Aspek Perhatian
Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan harus sabar, bersedia memberikan pertolongan kepada pasien, perawat
harus peka terhadap setiap perubahan pasien dan keluhan pasien, memahami dan
mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. Perawat memperlakukan pasien
dengan baik dan tulus dalam pemenuhan kebutuhannya (Wahyuni, 2012). Perhatian
yang tulus seorang perawat pada pasien harus selalu dipertahankan, seperti bersikap
jujur dan terbuka serta menunjukkan perilaku yang sesuai (Videbeck, 2008).
2. Aspek Penerimaan
Aspek penerimaan merupakan sikap perawat yang selalu ramah dan ceria saat
bersama pasien, selalu tersenyum dan menyapa semua pasien. Perawat harus
menunjukkan rasa penerimaan yang baik terhadap pasien dan keluarga pasien,
menerima pasien tanpa membedakan agama, status sosial ekonomi dan budaya,
golongan dan pangkat, serta suku sehingga perawat menerima pasien sebagai pribadi
yang utuh. Penerimaan ialah sikap yang tidak menghakimi individu, bagaimanapun dan
apapun perilaku individu tersebut. Perawat menunjukkan sikap tegas dan jelas, tetapi
tanpa amarah atau menghakimi, sehingga perawat membuat pasien merasa utuh.
Perawat tidak kecewa atau tidak berespon negatif terhadap amarah yang meluap-luap,
atau perilaku buruk pasien menunjukkan penerimaan terhadap pasien (Videbeck, 2008).
3. Aspek Komunikasi

16
Aspek komunikasi merupakan sikap perawat yang harus mampu melakukan
komunikasi sebaik mungkin dengan pasien, dan keluarga pasien. Interaksi antara
perawat dengan pasien atau interaksi antara perawat dengan keluarga pasien akan
terjalin melalui komunikasi yang baik. Perawat menggunakan komunikasi dari awal
penerimaan pasien untuk menyatu dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi
digunakan untuk menentukan apa yang pasien inginkan berkaitan dengan cara
melakukan tindakan keperawatan. Perawat juga melakukan komunikasi dengan pasien
pada akhir pelayanan keperawatan untuk menilai kemajuan dan hasil akhir dari
pelayanan keperawatan yang telah diberikan. Kesimpulannya bahwa selama melakukan
layanan keperawatan, perawat menggunakan keterampilan komunikasi pada pasien,
keluarga pasien dan tim kesehatan lain (Arwani, 2012).
4. Aspek Kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang
baik dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat harus mampu mengupayakan agar
pasien mampu bersikap kooperatif. Perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan
pasien dan keluarga dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama
mengenali, memperjelas dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalah telah
diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan jenis bantuan apa yang
dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja sama secara kolaborasi dengan ahli
kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.
5. Aspek Tanggung Jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu
mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan
sampai pemulangan pasien (Swanburg, 2010). Perawat harus tahu bagaimana menjaga
keselamatan pasien, jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan
pasien, pertahankan agar pasien dan keluarga tetap mengetahui tentang diagnosis dan
rencana tindakan, pencatatan semua tindakan harus dilakukan dengan akurat untuk
melindungi kesejahteraan pasien (Priharjo, 2008).
D. MANAJEMEN SUMBER DAYA KEPERAWATAN

17
1. Unsur Manajemen dalam Konteks Layanan Keperawatan
Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di
antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan
efektivitas. Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni man, money, method,
machine, market, material dan information.
a. Man : Sumber daya manusia;
b. Money : Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
c. Method : Cara atau sistem untuk mencapai tujuan;
d. Machine : Mesin atau alat untuk berproduksi;
e. Material : Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;
f. Market : Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi;
g. Information : Hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.
2. Fungsi Manajemen dalam Konteks Layanan Keperawatan
Menurut Siagian (2008) dalam manajemen keperawatan (Asmuji (2012), fungsi
manajemen terdiri dari perencanaan, Pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan
penilaian
a. Perencanaan (planning) berisi philosophy, tujuan, sasaran, kebijakan, prosedur:
perawatan jangka panjang dan jangka pendek, kenyataan pencapaian, rencana
perubahan
b. Pengorganisasian (organizing) yaitu mempertahankan stuktur dan rencana yang
telah ditetapkan, mengorganisasikan pemberian rasa nyaman pasien, aktivitas
kelompok untuk mencapai tujuan unit, Type perawatan yang tepat pada klien,
Pengelompokan kegiatan unit mengacu pada tujuan unit, Power dan otonomi yang
dimiliki. Fungsi lain dari struktur organisasi termasuk uraian tugas, kekuatan dan
otoritas, didalam unsur penggorganisasian terdapat unsur staffing yaitu rekrutmen,
interviewing, orientasi, membuat skedule, pengembangan staff, pemberdayaan staf
c. Penggerakan (actuating), fungsi ini termasuk mempertahankan sumber daya
manusia, bertanggung jawab terhadap motivasi, managemen konflik, delegasi,
komunikasi, memfasilitasi kerjasama dan kolaborasi
d. Penilaian (evaluation) fungsi ini termasuk mempertahankan kinerja staff, kuality
kontrol, pertanggungan jawab biaya atau keuangan, legal dan kontrol etik,

18
profesional dan kolegial kontrol. Pada fungsi ini diharapkan untuk menilai
pencapaian tujuan, menilai pelaksanaan asuhan keperawatan, menilai kepuasan
pasien, menilai kepuasan kerja perawat, serta menilai performance apraisal atau
kinerja.

E. TATA KELOLA KLINIS KEPERAWATAN


1. Manajemen Resiko dan Patient Safety
a. Pengertian Patien Safety (Keselamatan Pasien)
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko, Identifikasi dan Pengelolaan Risiko
(Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan Implementasi
Solusi).
b. Tujuan Patient Safety
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahansehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
5) Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung rumah
sakit
6) Mempertahankan reputasi rumah sakit
7) Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien
c. Manfaat Patient Safety
1) Budaya safety meningkat dan berkembang
2) Komunikasi dengan pasien berkembang
3) Kejadian tidak diharapakn (KTD) menurun

19
4) Risiko klinis menurun
5) Keluhan berkurang
6) Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat
7) Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan
kepercayaan diri yang meningkat

d. Langkah Menuju Patient Safety


1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2) Memimpin dan mendukung staf untuk komitmen dan focus pada keselamatan
pasien di Rumah Sakit
3) Integrasikan manajemen risiko
4) Sistem pelaporan di Rumah Sakit
5) Komunikasi terbuka dengan pasien
6) Belajar dan berbagi pengalaman keselamatan pasien
7) Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
e. Sembilan Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan Solusi Life-
Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit).
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
1) Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM),yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error).
Solusi :
- NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko

20
- Memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang
dicetak lebih dulu
- Pembuatan resep secara elektronik.
2) Pastikan Identifikasi Pasien
Kegagalan mengidentifikasi pasien àkesalahan pengobatan, transfusi ,
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya, dsb
Rekomendasi :
- Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini
- Standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan
- Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini
- Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama
yang sama.
3) Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayananàterputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat
mengakibatkan cedera terhadap pasien
Rekomendasi :
- Memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis
- Memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima
- Melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4) Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah. Sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.

21
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam
ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasi :
- Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan
- Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur
- Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai prosedur
untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan
dibedah.
5) Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasi :
- Membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah
- Pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang
spesifik.
6) Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi
pasien.
Rekomendasi:
- Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh
medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan / atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi
- Komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana
pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7) Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).

22
Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasi :
Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci bila sedang
mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang
benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
8) Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasi:
- Perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan
- Pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap
pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah.
- Praktek jarum sekali pakai yang aman.
9) Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan
Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan
masalah ini.
Rekomendasi:
- Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs”
tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran
- Pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan tangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja

23
- Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan /
observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
f. Tujuh Standar Keselamatan Pasien
1) Hak Pasien
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). Kriteria:
- Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
- Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
- Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
2) Mendidik Pasien Dan Keluarga
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria:Keselamatan dalam pemberian
pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga
dapat:
- Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
- Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
- Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
- Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
- Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
- Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
- Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3) Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan Pelayanan
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.

24
Kriteria:
- Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
- Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya
- Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
- Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4) Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi
Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien.
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta KP. Kriteria:
- Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
- Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
- Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
- Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5) Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan PasienStandar:
- Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS ”.
- Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
KP & program mengurangi KTD.
- Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
- Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
- Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriteria:

25
- Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
- Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
- Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
- Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
- Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
- Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
- Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan
- Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
- Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien
6) Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standar:
- RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
- RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
- Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
- Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.

26
- Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

7) Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien


Standar:
- RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
- Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriteria:
- Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
- Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
g. Langkah Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety Adalah
1) Di Rumah Sakit
- Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter,
dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
- Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden
- Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
- Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
- Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.

27
2) Di Provinsi/Kabupaten/Kota
- Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah
sakit di wilayahnya
- Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
- Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah
sakit
3) Di Pusat
- Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia
- Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
- Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas
Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.
- Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.
2. Sistem Informasi Klinis
a. Pengertian manajemen sistem informasi kesehatan
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah suatu sistem pengelolaan data dan
informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematis dan
terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat Perturan perundang undangan yang
menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor
004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang
kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk
pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan
kabupaten/kota.Suatu sistem informasi terdiri dari data, manusia dan proses serta
kombinasi perangkat keras, perangkat lunak dan teknologi komunikasi. Penggunaan
informasi terdiri dari 3 tahap yaitu pemasukan data, pemrosesan, dan pengeluaran
informasi.
b. Sistem Informasi Kesehatan di masa Depan

28
Dalam upaya mengatasi fragmentasi data, Pemerintah sedang mengembangkan
aplikasi yang disebut Sistem Aplikasi Daerah (Sikda) Generik. Sistem Informasi
Kesehatan berbasis Generik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Input pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik atau computerized.
2) Input data hanya dilakukan di tempat adanya pelayanan kesehatan (fasilitas
kesehatan).
3) Tidak ada duplikasi (hanya dilakukan 1 kali).
4) Akurat, tepat, hemat sember daya (efisien) dan transfaran. Tejadi pengurangan
beban kerja sehingga petugas memiliki waktu tambahan untuk melayani pasien
atau masyarakat.
5) Data yang dikirim (uploaded) ke pusat merupakan data individu yang digital di
kirim ke bank data nasional (data warehouse).
6) Laporan diambil dari bank data sehingga tidak membebani petugas kesehatan
di Unit pelayanan terdepan.
7) Puskesmas dan Dinas Kesehatan akan dilengkapi dengan peralatan berbasis
komputer.
8) Petugas akan ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan untuk menerapkan
Sikda Generik.
9) Mudah dilakukan berbagai jenis analisis dan assesment pada data.
10) Secara bertahap akan diterapkan 3 aplikasi Sikda Generik yaitu Sistem
Informasi Manajemen Kesehatan, Sistem Informasi Dinas Kesehatan dan
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
c. Tujuan utama sistem informasi manajemen umumnya mencakup bidang
manajemen
1) Manajemen Sumber Daya Manusia (HRM = Human Resource Management)
2) Manajemen Prod
3) Manajemen Keuangan
d. Manfaat Sistem Informasi Kesehatan
Begitu banyak manfaat Sistem Informasi Kesehatan yang dapat membantu para
pengelola program kesehatan, pengambil kebijakan dan keputusan pelaksanaan di

29
semua jenjang administrasi (kabupaten atau kota, propvinsi dan pusat) dan sistem
dalam hal berikut :
1) Mendukung manajemen kesehatan
2) Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
3) Mengintervensi masalah kesehatan berdasarkan prioritas
4) Pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan kesehatan berdasarkan bukti
(evidence-based decision)
5) Mengalokasikan sumber daya secara optimal
6) Membantu peningkatan efektivitas dan efisiensi
7) Membantu penilaian transparansi
e. Peranan system informasi kesehatan
Menurut WHO, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6
“building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara.
Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
1) Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
2) Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan
teknologi kesehatan)
3) Health worksforce (tenaga medis)
4) Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
5) Health information system (sistem informasi kesehatan)
6) Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan
bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan.
Sub sistem manajemen dan informasi kesehatan merupakan subsistem yang
mengelola fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi
kesehatan dan hokum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang
penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar berhasil guna, berdaya guna,
dan mendukung penyelenggaraan ke-6 subsistem lain didalam SKN sebagai satu
kesatuan yang terpadu.
Adapun sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia, yaitu:

30
1) Upaya kesehatan
2) Penelitian dan pengembangan kesehatan
3) Pembiayaan kesehatan
4) Sumber daya manusia (SDM) kesehatan
5) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6) Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
7) Pemberdayaan masyarakat
Melalui hasil pengembangan sistem informasi ini maka diharapkan dapat
menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
1) Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan
standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
2) Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan
bersifat interoperable dengan jaringan lain.
3) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan
mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam
kluster unit pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai
komponen sistem di masa depan.
4) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan
kemampuan dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel
universal di dalam Wide Area Network yang efektif, homogen dan efisien
sebagai bagian dari jaringan sistem informasi pemerintah daerah.
5) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan,
mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan informasi
yang menyimpan direktori materi teknologi informasi yang komprehensif.
6) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari,
menganalisis, memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara
elektronis data/informasi bagi seluruh stakeholders.
7) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website dan
access point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat dimanfaatkan
secara luas dan bertanggung jawab dan dalam rangka memperbaiki

31
pelayanan kesehatan sehingga kepuasan pengguna dapat dicapai sebaik-
baiknya.
8) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan
pengembangan manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen,
penempatan, pendidikan dan pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian dan
pengembangan karir.
9) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit
organisasi pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan
dan kedokteran.
10) Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan
organisasi, untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan
kompetitif.
11) Mengarah pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.
b. Ruang Lingkup Sistem Informasi Kesehatan
Ruang lingkup Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan, mencakup pengelolaan
informasi dalam lingkup manajemen pasien (front office management). Lingkup
ini antara lain sebagai berikut:
1) Registrasi Pasien
Mencatat data/status pasien untuk memudahkan pengidentifikasian
maupun pembuatan statistik dari pasien masuk sampai keluar. Modul ini
meliputi pendaftaran pasien baru/lama, pendaftaran rawat inap/jalan, dan
info kamar rawat inap.
2) Rawat Jalan/Poliklinik yang tersedia di rumah sakit
Seperti: penyakit dalam, bedah, anak, obstetri dan ginekologi, KB,
syaraf, jiwa, THT, mata, gigi dan mulut, kardiologi, radiologi, bedah
orthopedi, paru-paru, umum, UGD, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Modul
ini juga mencatat diagnose dan tindakan terhadap pasien agar tersimpan di
dalam laporan rekam medis pasien.
3) Rawat Inap.

32
Modul ini mencatat diganosa dan tindakan terhadap pasien, konsultasi
dokter, hubungan dengan poliklinik/penunjang medis.
4) Penunjang Medis/Laboratorium
Mencatat informasi pemeriksaan seperti: ECG, EEG, USG, ECHO,
TREADMIL, CT Scan, Endoscopy, dan lain-lain.
5) Penagihan dan Pembayaran
Meliputi penagihan dan pembayaran untuk rawat jalan, rawat inap dan
penunjang medis (laboratorium, radiologi, rehab medik), baik secara
langsung maupun melalui jaminan dari pihak ketiga/asuransi/JPKM.Modul
ini juga mencatat transaksi harian pasien (laboratorium, obat, honor dokter),
daftar piutang, manajemen deposit dan lain-lain.
6) Apotik/Farmasi, yang meliputi pengelolaan informasi inventori dan
transaksi obat-obatan.
Melalui lingkup manajemen pasien tersebut dapat diperoleh
laporanlaporan mengenai:
- Pendapatan rawat inap dan jalan secara periodik (harian, bulanan dan
tahunan)
- Penerimaan kasir secara periodik,
- Tagihan dan kwitansi pembayaran pasien
- Rekam medis pasien
- Data kegiatan rumah sakit dalam triwulan (RL1),
- Data morbiditas pasien rawat inap (RL2a),
- Data morbiditas pasien rawat jalan (RL2b),
- Manajemen ketersediaan obat pada bagian farmasi/apotik,
- Penerimaan kasir pada bagian farmasi/apotik,
- Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat inap (RL2a1),
- Grafik yang menunjang dalam pengambilan keputusan.
- Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat jalan (RL2b1),
c. Konsep-konsep Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan

33
Ada beberapa konsep dasar yang harus dipahami oleh para pengembang atau
pembuat rancang bangun sistem informasi (designer). Konsep-konsep tersebut
antara lain:
1) Sistem informasi tidak identik dengan system komputerisasi
Pada dasarnya sistem informasi tidak bergantung kepada penggunaan
teknologi komputer.Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi
komputer dalam implementasinya disebut sebagai Sistem Informasi
Berbasis Komputer (Computer Based Information System).

2) Sistem informasi organisasi adalah suatu sistemyang dinamik


Dinamika sistem informasi dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh
dinamika perkembangan organisasi tersebut.Oleh karena itu perlu disadari
bahwa pengembangan sistem informasi tidak pernah berhenti.
3) Sistem informasi sebagai suatu sistem harusmengikuti siklus hidup system
Panjang pendeknya umur layak guna sistem informasi tersebut ditentukan
diantaranya oleh:
- Perkembangan organisasi semakin cepat
- Perkembangan teknologi informasi
4) Daya guna sistem informasi sangat ditentukan oleh tingkat integritas sistem
informasi itu sendiri.
Sistem informasi yang terpadu (integrated) mempunyai daya guna yang
tinggi, jika dibandingkan dengan sistem informasi yang terfragmentasi.
Usaha untuk melakukan integrasi sistem yang ada didalam suatu organisasi
menjadi satu sistem yang utuh merupakan usaha yang berat dengan biaya
yang cukup besar dan harus dilakukan secara berkesinambungan.
5) Keberhasilan pengembangan sistem informasi
Keberhasilan pengembangan sistem informasi sangat bergantung pada
strategi yang dipilih untukpengembangan sistem tersbut. Strategi yang
dipilih untuk melakukan pengembangan sistem sangat bergantung kepada

34
besar kecilnya cakupan dan tingkat kompleksitas dari sistem informasi
tersebut. Untuk sistem informasi yang cakupannya luas dan tingkat
kompleksitas yang tinggi diperlukan tahapan pengembangan seperti:
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan, Pembuatan Rancangan Global,
Pembuatan Rancangan Rinci, Implementasi dan Operasionalisasi.
Dalam pemilihan strategi harus dipertimbangkan berbagai factor seperti :
keadaan yang sekarang dihadapi, keadaan pada waktu system informasi siap
dioperasionalkan dan keadaan dimasa mendatang, termasuk antisipasi
perkembangan organisasi dan perkembangan teknologi. Ketidaktepatan
dalam melakukan prediksi keadaan dimasa mendatang, merupakan salah
satu penyebab kegagalam implementasi dan operasionalisasi sistem
informasi.
6) Pengembangan Sistem Informasi organisasi harusmenggunakan pendekatan
fungsi dan dilakukansecara menyeluruh (holistik).
Pengembangan sistem informasi dilakukan dengan menggunakan
pendekatan struktur organisasi dan pada umumnya mengalami kegagalan,
karena struktur organisasi sering kali kurang mencerminkan semua fungsi
yang ada didalam organisasi.
Sebagai pengembang sistem informasi hanya bertanggung jawab dalam
mengintegrasikan fungsi-fungsi dan sistem yang ada didalam organisasi
tersebut menjadi satu sistem informasi yang terpadu.Pemetaan fungsi-fungsi
dan sistem ke dalam unit-unit struktural yang ada di dalam organisasi
tersebut adalah wewenang dan tanggungjawab dari pimpinan organisasi
tersebut. Penyusunan rancang bangun/desain system informasi seharusnya
dilakukan secara menyeluruh sedangkan dalam pembuatan aplikasi bisa
dilakukan secara sektoral atau segmental menurut prioritas dan ketersediaan
dana. Pengembangan sistem yang dilakukan segmental atau sektoral tanpa
adanya desain sistem informasi yang menyeluruh akan menyebabkan
kesulitan dalam melakukan intergrasi sistem.
7) Informasi telah menjadi aset organisasi.

35
Dalam konsep manajemen modern, informasi telah menjadi salah satu
aset dari suatu organisasi, selain uang, SDM, sarana dan prasarana.
Penguasaan informasi internal dan eksternal organisasi merupakan salah
satu keunggulan kompetitif (competitive advantage), karena keberadaan
informasi tersebut:
- Menentukan kelancaran dan kualitas proses kerja
- Menjadi ukuran kinerja organisasi/perusahaan
- Menjadi acuan yang pada akhirnya menentukan kedudukan/peringkat
organisasi tersebut dalam persaingan lokal maupun global.

8) Penjabaran sistem sampai ke aplikasimenggunakan struktur hirarkis yang


mudah dipahami.
Dalam semua kepustakaan yang membahasa konsep sistem, hanya
dikenal istilah sistem dan subsistem. Hal ini akan menimbulkan kesulitan
dalam melakukan penjabaran sistem informasi yang cukup luas cakupannya.
Oleh karena itu, dalam penjabaran sering digunakan istilah Sistem,
Subsistem, Modul, Submodul, Aplikasi.
d. Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan pada Sistem Informasi Rumah Sakit
1) Rancang Bangun (desain) Sistem Informasi Rumah Sakit
Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS), sangat bergantung kepada jenis dari
rumah sakit tersebut.
2) Pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit
Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu
dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan
“sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan
yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah
sebagai berikut:
- SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan
Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat
waktu.

36
- SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus
informasi dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
- SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses
perencanaan maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai
tingkatan.
- SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan
hasil-guna terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah
sakit yang telah ada maupun yang sedang dikembangkan.
- SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi
terhadap perubahan dan perkembangan dimasa datang.
- Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu
dengan biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan
hasil dan manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang relatif
singkat.
- SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini
mungkin.
- Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan
masing-masing subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
- SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas,
bahkan bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer
(user friendly).
- SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal
mungkin perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di
Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan sistem yang baru.
- Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak
yang kuat terhadap pengembangan SIRS. Atas dasar dari penetapan
kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas, selanjutnya
ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran
Jangka Pendek Pengembangan SIRS, sebagai berikut:
a) Memiliki aspek pengawasan terpadu

37
b) Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah
dilaksanakan, akan tetapi cukup lengkap dan terpadu.
c) Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan
dukungan akan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu
melalui dukungan data yang bersifat dinamis.
d) Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi
dengan menekan pemborosan.
e) Terjaminnya konsistensi data.
f) Orientasi ke masa depan.
g) Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem
informasi yang telah ada maupun sedang dikembangkan, agar dapat
terus dikembangkan dengan mempertimbangkan integrasinya sesuai
Secara garis besar tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut:
- Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS,
- Penyusunan Rancangan Global SIRS
- Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS,
- Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik,
- Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan
pengadaan perangkat keras maupun perangkat lunak pendukung.
- Operasionalisasi dan Pemantapan.
Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer
Based Hospital Information System) memang sangat diperlukan untuk
sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun untuk membangun
sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup
besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam
pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun
dalam melakukan migrasi dari system yang lama pada sistem yang baru.
Selama manajemen rumah sakit belummenganggap bahwa informasi
adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka kebutuhan biaya
dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan
sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan informasi. \

38
Jika informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya
untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah
selayaknya masuk dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat
diberikan oleh rumah sakit itu. Hal ini disebabkan karena perubahan dari
sistem yang terotomasi menjadi sistem manual merupakan kejadian yang
sangat tidak menguntungkan bagi rumah sakit tersebut.

3. Prakrek Kolaboratif Interdisiplin


a. Definisi
Interprofessional collaborative practice (IPCP) didefinisikan sebagai suatu
kemitraan antara tim profesional kesehatan dan klien secara partisipatif, pendekatan
kolaboratif dan terkoordinasi untuk berbagi tujuan kesehatan dan sosial serta
pengambilan keputusan masalah (Orchard C, Curran V, & Kabene S., 2008).
Definisi lain lebih memandang pada bentuk aplikasinya yaitu model keperawatan
kolaboratif . Model perawatan kolaboratif didasarkan pada prinsip-prinsip
pengelolaan penyakit kronis yang meliputi pengiriman perawatan berbasis bukti
dalam kemitraan dengan pasien dan tim multidisiplin (Steel J, Geller, A.D, Tsung
A., et al , 2011; Gilbody S, Bower P, Fletcher J, et al; 2008).
Praktik kolaboratif dapat mencakup interaksi perawat-dokter dalam praktek
bersama, kolaborasi perawat dan dokter dalam pemberian pearawatan atau tim antar
disiplin atau komite. Tim praktik kolaboratif antardisiplin dapat terdiri atas unit
tunggal atau sekelompok unit dengan populasi klien yang sama. Sebagian besar
komite terdiri dari dokter, perawat,pekerja sosial, apoteker dan profesional
kesehatan lain (Velianoff, Neely dan Hall, 1993 dalam Blais,K.K., Hayes S.J.,
Kozier B., Erb G. (2008)
Kekompakan praktek kolaboratif antara perawat- dokter tercermin dari sikap dan
kecenderungan mereka untuk berperilaku pada setiap komponen model.
Kohesivitas ada ketika mereka yang bekerja sama memiliki kecenderungan untuk
mampu menggunakan lebih dari berbagi keahlian dari otonomi profesi mereka.

39
Konsep model interdisipliner ini juga menjadi konsep dalam beberapa penelitian.
Hasil penelitian Susilaningsih S.F., Mukhlas M., Sunartini, Utarini A (2011)
menyimpulkan bahwa dalam proses kolaborasi dokter dan perawat mempunyai
kecenderungan untuk menggunakan pendektan share expertis dari pada personal
outonomy. Hal ini sesuai dengan konsep kohesivitas kelompok. Perawat dan dokter
dapat bekerja sama secara kohesif pada alur proses pengelolaan pasien pengelolaan
secara tim. Landasan kegiatan praktik kolaboratif adalah prinsip-prinsip yang
bermanfatbagi klien. Adapaun karakteristik dan keyakinan yang merupakan dasar
perawatan kesehatan kolaboratif meliputi:
1) Klien memiliki hak untuk Menentukan
sendiri
2) Klien dan profesional kesehatan
berinteraksi dalam hubungan yang timbal balik; Ketergantungan klien dan
dominasi profesional diminimalkan, partisiplasi klien dalam proses perawatan
kesehatan dimaksimalkan.
3) Kesetaraan antara manusia diharapkan
dalam hubungan perawatan kesehatan
4) Tanggung jawab terhadap kesehatan
ada pada klien, bukan profesional kesehatan
5) Konsep kesehatan individu penting dan
logis untuk individu tersebut
6) Kolaborasi melibatkan negosiasi dan
pencapaian konsensus bukan mengajukan pertanyaan dan memberi perintah.
Merujuk pada standar praktik kolaborasi keperawatan, standar praktik
keperawatan kolaboratif didasarkan pada Standar Praktik Keperawatan Klinis ANA
tentang Kolaborasi. Dalam Standar VI yaitu standar kolaborasi: Perawat
berkolaborasi dengan pasien,keluarga dan pemberi perawatan kesehatan lain dalam
memberikan perwatan pasien dengan kriteria penilaian:
1) Perawat berkomunikasi dengan pasien, keluarga dan pemberi perawatan
kesehatan lain terkait dengan perwatan pasien dan peran keperwatan dalam
pemberian perawatan.

40
2) Perawat berkolaborasi dengan pasien, keluarga dan pemberi kesehatan lain
dalam merumuskan keseluruhan tujuan dan rencana perawatan dan dalam
keputusan yang terkait dengan perwatan dan pemberi layanan.
3) Perawat berkonsultasi dengan pemberi perawatan lesehatan lain tentang
pearwatan pasien, jika diperlukan.
4) Perawat melakukan rujukan termasuk pemberi kontinuitas pearwatan jika
diperlukan
Kegiatan kolaborasi yang baik dan efektif mempunyai Karakteristik Kolaborasi
yang efektif meliputi:
1) Tujuan dan sasaran umum yang didentifikasikan pada permulaan
2) Kompetens klinis dai masing-masing pemberi perawatan
3) Kompetensi interpersonal
4) Humor
5) Rasa percaya
6) Menghargai dan menghormati ;pengetahuan komplementer yang berbeda
b. Tujuan Praktik Kolaboratif
Menurut Blais, K.K., Hayes S.J., Kozier B., Erb G. (2008) tujuan dari praktik
kolaboratif adalah perawatan klien yang berkualitas tinggi dan kepuasan klien.
Selain itu banyak profesional keperawatan kesehatan meyakini bahwa kerangka
kerja kolaboratif multidiciplin dapat membatasi biaya serta meningkatkan kualitas.
Model pkraktik kolaboratif dinisiasikan untuk mencapai beberapa tujuan:
1) Memberikan perwatan yang berpusat pada klien dengan menggunakan
kerangka kerja multidisipliner yang terintegrasi dan partisipatif
2) Meningkatkan kontinuitas selama perawatan, sejak prehospitalisasi, kondisi
akut, sampai pemulangan dan pemulihan.
3) Meningkatkan kepuasan klien dan keluarga terhadap perwatan
4) Memberikan perawatan yang berkualitas, hemat biaya dan berbasis pada
penelitian yang diarahkan pada hasil.
5) Meningkatkan rasa saling menghargai, komunikasi, dan pemahaman antara
klien dan anggota tim perawat kesehatan
6) Menciptakan sinergi antar klien dan pemberi pearawatan

41
7) Memberikan keesempatan untuk membahas dan memmecahkan isu dan
masalah yang berhubungan dengan sistem
8) Membina hubungan interdependen dan pemahaman dikalangan pemberi
perawatan dan klien.
Adapun kompetensi sebagai dasar kolaborasi meliputi: Ketrampilan komunikasi,
Saling menghargai dan rasa percaya, Memberi dan menerima umpan balik,
Pengambilan keputusan dan Manajemen konflik. Peran perawat sebagai kolaborator
terdiri dari:
1) Dengan klien
- Mengakui, medukung dan mendorong ketrlibaatan aktif pasien dalam
pengambilan keputusan kesehatan.
- Mendorong rasa otonomi klien dan kesetaraan posisi dengan anggota tim
kesehatan lain
- Membantu klien menetapkaen tujuan dan sasaran yang disepakati untuk
perawatan kesehatan
- Memberikan konsultasi pada pasien dengan cara kolaboratif
2) Dengan rekan kerja
- Membagi keahlian personal dengan perawatan lain dan mendapatkan
ketrampilan orang lain untukmeningkatkan kualitas pelayanan
- Membina hubungan rasa saling percaya
3) Dengan profesional Perawat Kesehatan lain
- Mengakui kontribusi yang diberikan oleh tiap anggota tim antardisiplin
karena keahlian mereka dan gambaran situasi
- Mendengarkan pandangan tiap individu
- Membagi tanggung jawab perawatan kesehatan
- Berpartisipasi dalam penelitian antardisiplin kolaboratif untuk
meningkatkan pengetahuan tentang maslah atau situasi klinik.
c. Model Atau Pola Praktik Kolaborasi
Model praktek kolaborasi menurut Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,
(dalam Siegler & Whitney, 2000) ada 3 yaitu Model Praktek Hirarkis tipe I, tipe II,
tipe III.

42
1) Model praktik Hirarkis tipe I menekankan komunikasi satu arah, kontak
terbatas antara pasien dan dokter. Dokter merupakan tokoh yang dominan

2) Model Praktik Hirarkis tipe II menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan ant
3) Model Praktik Hirarkis III

Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi
pelayanan harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar,
menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada
satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus. Kolaborasi yang
dilakukan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya berorientasi

43
kepada pasien. Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat
menyesuaikan diri secara sdekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga
anggota kelompok dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai
terbentuknya diskusi dan pengambilan keputusan.apapun, praktik kolaborasi yang
baik harus dapat menyesuaikan diri secara sdekuat pada setiap lingkungan yang
dihadapi sehingga anggota kelompok dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien,
sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan keputusan (Paryanto, 2006).

d. M
1) Conceptual Model

44
Gambar 1. Conceptual Model (dikutip dari: Orchard C, Curran V, &
Kabene S., 2009)

Pada gambar 1 dijelaskan konsep model pasien center colaborative care.


Berdasarkan gambar tersebut beberapa faktor yang berkaitan dengan konsep
model. Faktor-faktor pendukung interdiciplinarry care tersebut meliputi:
kejelasan peran yang menghasilkan pemahaman dari peran-peran yang ada dan
diasumsikan oleh masing-masing anggota interdisipliner bahwa pengetahuan
yang mereka punyai adalah dibutuhkan untuk melakukan praktik kolaboratif;
Penilaian terhadap peran adalah penghormatan yang ditunjukkan terhadap satu
sama lain berdasarkan masing-masing pengetahuan anggota dan kontribusi
terhadap tim, pengembangan hubungan saling percaya di mana setiap anggota
mempercayai pengetahuan, pengambilan keputusan, kapasitas dan rasa etika
masing-masing disiplin, dan pembagian kekuasaan di mana ada keinginan

45
untuk memfasilitasi pembagian kekuasaan bersama dalam tim praktik
kolaboratif interdisplin. Selanjutnya pada gambar 2 Dijelaskan beberapa proses
kolaboratif yang terjadi dalam sebuah siklus/proses

Gambar 2. Change Process during team development (dikutip dari: Orchard C,


Curran V, & Kabene S., 2009)

Ada pun proses kolaboratif melewati beberapa fase yaitu:


- Fase sensitisasi
Selama fase ini proses perubahan ketidakseimbangan kekuasaan dan
berbagai nilai-nilai yang ada adalah tantangannya. Para profesional
kesehatan mengeksplorasi makna peran-peran mereka dan mengeksplorasi
proses pengambilan keputusan sehingga menciptakan kesadaran praktek
kolaboratif yang sedang dibangun.
- Fase eksplorasi
Pada fase ini profesional kesehatan mengeksplorasi peran mereka dan
mencari klarifikasi dari nilai mereka masing-masing untuk memasukannya
ke dalam praktik kolaboratif interdisplinier.

- Fase intervensi,

46
Tim profesional kesehatan bekerja dengan pasien mereka untuk
memperoleh pemahaman tentang bagaimana kedua wewenang dapat
dibagi dan peran masing-masing anggota dapat dihargai.
- Fase evaluasi,
Semua peserta menilai dampak kolaborasi mereka pada kepuasan
pasien dengan partisipasi mereka. Setiap komponen kerangka akan
dieksplorasi lebih lengkapdimulai dengan hambatan dan factor-faktor
pendukung untuk terciptanya praktik kolaboratif interdisiplin dan diikuti
oleh proses perubahan untuk memfasilitasi terlaksananya praktik
kolaboratif interdisiplin.
2) Konsep model Cohesiveness in Interdiciplinary Model of patient care
Kekompakan praktek kolaboratif antara perawat- dokter tercermin dari
sikap dan kecenderungan mereka untuk berperilaku pada setiap komponen
model. Kohesivitas ada ketika mereka yang bekerja sama memiliki
kecenderungan untuk mampu menggunakan lebih dari berbagi keahlian dari
otonomi profesi mereka. Konsep ini menjelaskan bahwa ketika melibatkan
dokter dan perawat, praktek kolaboratif dapat memberikan lebih besar
kesempatan untuk mendidik dan pasien berkonsultasi dengan tujuan
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan meningkatkan kepatuhan
terhadap pengobatan. Upaya kolaboratif berhasil bila ada pemahaman yang
jelas tentang hubungan dan tujuan, dengan memperhatikan co-wilayah /
tanggung jawab tumpang tindih atau bidang yang menjadi perhatian, saling
percaya dan rasa kesetaraan yang berkembang; dikembangkan bersama
struktur dan tanggung jawab bersama menciptakan kesadaran, wewenang dan
akuntabilitas diterima; dan saling memajukan visi di mana setiap anggota
melihat atau kepentingan dirinya.
Hal ini tercermin dalam konsep model penelitian yang dilakukan oleh
Susilaningsih S.F., Mukhlas M., Sunartini, Utarini A, (2011), disebutkan
dalam penelitian ini, budaya kolaboratif dibuat melalui empat komponen
model, yang terdiri dari Care path, kerja sama tim pada perawatan pasien,
terpadu dokumentasi perawatan pasien dan interdisipliner konferensi kasus.

47
Untuk setiap komponen, kemampuan kontrol, berbagi informasi, perhatian
bersama pada wilayah agar tidak terjadi tumpang tindih tanggung jawab atau
bidang yang menjadi perhatian, dan penataan intervensi adalah bahan utama.
Komponen tersebut dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini

Gambar 3. The conceptual framework the essence of colaborative practice on


interdiciplinary model of patient care (dikutip dari: Susilaningsih S.F., Mukhlas M.,
Sunartini, Utarini A, 2011)

e. Faktor Pendukung pelaksanaan Interdisciplinarry/Collaborative care


1) Klarifikasi peran
Fase ini disebut kejelasan peran yang didasarkan pada pemahaman
bahwa semua anggota kelompok disiplin berperan melalui
pengetahuan mereka dalam menjalankan peran tersebut. Setiap
disiplin profesional kesehatan perlu membahas dan mendapatkan:
- Pemahaman yang jelas tentang peran mereka sendiri dan keahlian
- Keyakinan pada kemampuan mereka sendiri,
- Pengakuan batas-batas disiplin mereka sendiri,

48
- komitmen terhadap nilai dan etika profesi mereka sendiri
- Pengetahuan tentang standar praktek disiplin mereka sendiri.
Kegiatan untuk membuat kejelasan memerlukan diskusi tentang
bentuk peran dalam keyakinan tertentu dan nilai-nilai yang mendasari
batas-batas disiplin masing-masing disiplin. Klarifikasi peran juga
memerlukan pembahasan seputar partisipasi pasien dalam perawatan
kesehatan.
Profesional kesehatan dan pasien awalnya perlu mengeksplorasi
pandangan mereka terhadap partisipasi penuh pasien sebagai anggota
tim interdisipliner. Inti untuk kejelasan peran adalah penerimaan
batas-batas peran pada masing-masing peran angota tim kolaboratif.
Oleh karena itu, selama proses sensitisasi penting semua peserta
menerima bahwa setiap anggota profesi memiliki hak dan tanggung
jawab utama untuk menyampaikan ide-ide dalam domain profesional
nya. Hal ini memungkinkan anggota kelompok untuk berbagi dan
bersama-sama sepakat untuk perubahan dalam praktek profesional
kolaboratif dengan mendorong dialog terbuka yang menghormati,
jujur dan terbuka.
2) Menghargai peran
Menghargai peran didasarkan pada rasa hormat satu sama lain
berdasarkan pengetahuan dan kontribusi masing-masing anggota
dalam tim. Menghargai peran diantara anggota profesional kesehatan
akan memfasilitasi berbagi ide, tanggung jawab, aspirasi, dan
ketidaksepakatan. Menilai kontribusi masing-masing profesional
kesehatan akan menciptakan iklim keterbukaan dan rasa hormat
dengan rasa aman tanpa ada kecurigaan atar kelompok tim.
3) Pengembangan hubungan saling percaya
Kepercayaan berkembang ketika ada rasa saling menghormati nilai-
nilai masing-masing anggota tim. Nilai yang diyakini penting untuk
kolaborasi kerja tim adalah - saling menghormati, kepercayaan, dan
sinergi. Saling menghormati berarti anggota tim memiliki "komitmen

49
terhadap nilai-nilai dan etika mereka, profesi sendiri, mengakui
keahlian rekan-rekan dan saling ketergantungan dalam praktek”.
Membina hubungan saling percaya antara kelompok-kelompok
kolaboratif menciptakan sinergi dan toleransi, komunikasi dapat
ditingkatkan, kerjasama , dan berbagi pengambilan keputusan sekitar
koordinasi perawatan pasien. Hubungan saling percaya akan jelas
apabila:
- Bila ada tanggung jawab bersama untuk perawatan pasien,
- Perawatan adalah usaha bersama semua angota tim,
- Pendekatan tim diadopsi dengan partisipasi bersedia ,
perencanaan bersama dan pengambilan keputusan,
- Kontribusi keahlian dan tanggung jawab bersama dialokasikan
melalui hubungan non-hirarkis, dan
- Kekuasaan dibagi berdasarkan pengetahuan dan keahlian
dibandingkan peran.
4) Pembagian kekuasaan
Proses pengembangan dan perubahan kearah perawatan pasien
dengan tim kolaborative interdisplin dapat dicapai melalui pembagian
kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan pengambilan
keputusan perlu dibagi dengan anggota lain dari tim.
f. Faktor Penghambat pelaksanaan Interdisciplinarry/Collaborative Care
Sumber konflik dalam tim praktik kolaboratif interdisiplin didapatkan
dari hasil ketidaktahuan dasar konseptual untuk praktik disiplin lain,
komunikasi yang buruk di antara anggota berbagai disiplin ilmu, sikap
chauvinistic, ketidakpercayaan, dan kurangnya kepercayaan terhadap
disiplin lainnya. Hanya sedikit profesional kesehatan yang memiliki
pengetahuan tentang lingkup praktek, keahlian, tanggung jawab, dan
kompetensi dari disiplin ilmu lainnya.Pada saat yang sama praktik
kolaboratif interdisiplin membutuhkan pengakuan terhadap kemampuan
peran dari disiplin lainnya serta menghormati lingkup masing-masing
disiplin ilmu dan keunikan fungsi.

50
Tim kolaboratif akan bekerja dalam sebuah organisasi yang memiliki
aturan sendiri, prosedur dan harapan, oleh karena itu budaya sebuah
organisasi dapat menciptakan hambatan bagi praktek kolaboratif
interdisplin. Sistem dalam sebuah organisasi mungkin kurang toleran
terhadap pengaturan praktek inovatif sehingga menghambat pembentukan
tim interdisipliner. Secara umum hambatan praktik kolaboratif interdisplin
dapat dibagi menjadi tematik yaitu ketidakseimbangan kekuasaan, struktur
organisasi, dan sosialisasi peran.
1) Struktur Organisasi
Strukturalisme Organisasi didefinisikan sebagai organisasi secara
administratif dan proses pengambilan keputusan yang diadopsi dalam
suatu lembaga untuk mencapai mandat yang diberikan oleh tingkatan
otoritas. Otoritas ini meliputi: tindakan dan ketetapan yang dibuat oleh
tingkat pusat dan propinsi, regulator provinsi dan nasional tentang
praktek profesional, lembaga akreditasi kesehatan nasional, sistem
peradilan, dan operator asuransi. Semua otoritas ini menempatkan
persyaratan tentang bagaimana lembaga kesehatan mengelola kegiatan
dan mengontrol profesional kesehatan yang berfungsi dalamnya.
Organisasi perlu melakukan pergeseran dari struktur birokrasi yang
kaku untuk memfasilitasi para profesional kesehatan yang
menyediakan perawatan pasien berpusat melalui tim kolaboratif
interdisiplin. Pergeseran ini akan sampai pada pengambilan keputusan
ke tingkat praktik dimana pasien datang untuk mencari pemecahan
masalah kesehatan mereka. Pergeseran ini diperlukan untuk membuat
perubahan pada cara memimpin dan mengendalikan praktek
profesional kesehatan 'untuk menyediakan lingkungan yang
mendukung dengan sumber daya yang dibutuhkan untuk
memberikanperawatan disetujui oleh tim kolaboratif dalam
berkonsultasi dengan pasien.
2) Ketidakseimbangan kekuasaan

51
Kekuasaan menurut Forbes & Fitzsimons (1993) adalah sebuah
konsep demokrasi dengan partisipasi sebagai hak dasar".
Ketidakseimbangan kekuasaan dibagi menjadi dua kategori: konflik
peran dan konflik tujuan. Konflik peran adalah hasil dari "tumpang
tindih kompetensi dan tanggung jawab, prasangka yang profesional
keehatan terhadap peran mereka sendiri, dan persepsi stereotype yang
profesional kesehatan pegang terhadapanggota disiplin lain". Adapun
konflik tujuan berkaitan dengan perbedaan nilai yang timbul dari
"filosofi yang berbeda, keyakinan agama, atau sosialisasi
profesional.".
Praktik kolaborasi antar displin di tatanan pelayanan kesehatan
didasarkan pada hubungan saling ketergantungan, dibangun di atas
rasa hormat, kepercayaan dan pemahaman tentang perspektif yang
unik dan saling melengkapi setiap profesi. Hal tersebut tidak dapat
terjadi tanpa resolusi dari ketidakseimbangan kekuasaan ini. Selain
itu, penerimaan pandangan oleh pasien juga harus dihormati dalam
praktik kolaboratif ini.
3) Sosialisasi peran
Menurut Clark (2010) pengembangan identitas dan pola praktek
dalam profesi kesehatan didasarkan pada proses sosialisasi dimana
pengetahuan, keterampilan, nilai, peran dan sikap terkait dengan
praktek profesional tertentu dibutuhkan. Setiap disiplin profeional
memiliki cara unik berpikir dan bertindak, dan dengan budayanya
sendiri. Budaya disiplin yang didirikan pada asumsi yang berlaku
tentang dasar epistemologis, perilaku dan normatif yang tepat pada
tindakan. Dengan demikian, setiap anggota dari disiplin kesehatan
membawa satu set budaya yang berbeda dari nilai-nilai tentang kerja
tim berdasarkan sosialisasi profesional, pengalaman pribadi dan
keyakinan.
Setelah memasuki praktek kolaboratif, profesional kesehatan harus
belajar untuk menerima belum dipahaminya praktek dan kepercayaan

52
anggota disiplin lainnya dalam berbagi proses perawatan pasien.
Akibatnya, sosialisasi peran harus diperluas untuk mencakup
kolaborasi dengan rekan-rekan profesional kesehatan lainnya.
f. Tahapan pelaksanaan Interdisciplinarry/Collaborative Care
Pembentukan model praktik kolaboratif interdisiplin akan membutuhkan
perubahan yang signifikan dari berbagai hal yang meliputi bagaimana cara
pendidikan pada profesionl kesehatan, bagaimana sistem kesehatan dilaksanakan,
dan bagaimana pasien berpartisipasi dalam perawatan mereka. Perubahan ini akan
membutuhkan partispasi profesional kesehatan dan pasien dalam mengatasi faktor-
faktor penghambat dan mengadopsi faktor – faktor pendukug yag telah ada.
Sebuah proses sensitisasi profesional kesehatan dengan mengeksplorasi makna
peran-peran mereka dan mengeksplorasi proses pengambilan keputusan sehingga
menciptakan kesadaran praktek kolaboratif yang sedang dibangun. Proses
perubahan ini berlanjut keeksplorasi yang menyediakan sarana untuk membangun
model untuk hubungan kerja kolaboratif diseluruh disiplin ilmu dan dengan pasien,
kemudian intervensi mana disepakati model praktek kolaboratif interdisplin diuji
dengan kelompok pasien, dan akhirnya evaluasi ketika hasil dari model yang
ditentukan dalam praktek kolaboratif interdisiplin. Berikut tahapan dalam
pelaksanaan praktek kolaboratif
1) Sensitisasi
Fokusnya adalah pada menciptakan kesadaran untuk kebutuhan untuk
mengubah dari model praktek saat ini. Selama proses sensitisasi tiga hambatan
untuk membangun IDCP, strukturalisme organisasi, ketidakseimbangan
kekuatan, dan sosialisasi profesional didiskusikan sebelumnya yang diajukan
oleh anggota kelompok. Partisipan mensharingkan berbagi masalah yang
mereka miliki tentang satu sama lain dan mitos yang berkaitan dengan
pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan disiplin ilmu lainnya.
Anggota kemudian saling membantu dalam menjelaskan kesalahan persepsi
tentang pengetahuan dan praktik masing-masing.Sebuah proses dalam tahap ini
juga dilakukan yaitu memilih group pasien tertentu untuk kemudian pasien ini
juga berbagi keinginan mereka dalam berinteraksi dengan berbagai profesional

53
kesehatan dan menjelaskan peran mereka yang ingin dimiliki dalam proses
perawatan kolaboratif .
2) Eksplorasi
Eksplorasi berfokus pada klarifikasi peran dan menilai kontribusi masing-
masing anggota tim menuju terwujudnya proses kolaboratif interdisipliner.
Anggota kemudian mempertimbangkan keterampilan-ketrampilan yang
tumpang tindih di antara kelompok. Pasien kemudian berbagi peran mereka
dalam proses perawatan kolaboratif interdisipliner. Masing-masing anggota
akhirnya sepakat kontribusi unik dari masing-masing angota tim kolaboratif
sehingga terjadi kejelasan peran dari masing-masing anggot tim. Langkah
selanjutnya adalah mengeksplorasi berbagi visi dan norma-norma praktik
dalam tim. Setelah tim profesional kesehatan membahasnilai-nilai dan
keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana mereka ingin bekerja sama,
mereka dapat mulai mengembangkan visi bersama mereka untuk praktek
kolaboratif.
3) Intervensi
Pada saat praktik kloaboratif interdisplin ini diuji obakan maka disarankan
pengujian model harus berfokus pada struktur, proses dan outcomes. Oleh
karena itu, pelaksanaan tim kolaboratif secara khusus berfokus pada menilai
pola kerja tim. Pola kerja tim tampaknya dibagi menjadi dua aspek yaitu tugas
(bagaimana tugas dicapai) dan pemeliharaan (berhubungan dengan tim
komunikasi antar kelompok).
4) Evaluasi
Evaluasi model praktek kolaboratif interdisiplin berfokus pada menilai
efektivitas tim. Empat fokus tersebut meliputi: proses tim, kepuasan anggota
tim dengan proses, hasil pasien, dan kepusan pasien. Oleh karena itu, baik
proses evaluasi formatif dan sumatif harus diadopsi untuk mengukur seberapa
baik tim kesehatan interdisipliner bekerja. Variabel untuk mengukur efektivitas
tim yang disarankan meliputi: perencanaan bersama , tujuan bersama ,
komunikasi terbuka , manajemen hambtan yang kreatif, strategi, pendelegasian
tugas dan evaluasi outcomes, kontribusi unik masing-masing anggota, latar

54
belakang pendidikan, bidang prestasi dan keterbatasan , bukti penyelesaian
tugas, kecukupan sumber daya.
4. Patient Centered Care
a. Definisi
Patient Centered Care (PCC) adalah mengelola pasien dengan merujuk dan
menghargai individu pasien meliputi preferensi/pilihan, keperluan, nilai – nilai,
dan memastikan bahwa semua pengambilan keputusan klinik telah
mempertimbangkan dari semua nilai – nilai yang diinginkan pasien (Frampton,
2008)
Institute Of Medicine (IOM) mendefinisikan PCC sebagaiasuhan yang
menghormati dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai – nilai pribadi
pasien. Serta memastikan bahwa nilai – nilai pasien menjadi panduan bagi
semua keputusan klinis (Shaller, 2008).
Sebuah organisasi seyogyannya menjadikan PCC sebagaiprioritas.
Beberapa organisasi telah mencantumkan filosofi PCC dalam misi organisasi.
Satu kesepakatan dari seluruh aspek mengisyaratkan bahwa mereka memulai
sebuah perjalanan yang masih panjang. Setiap hari dapat memberikan
kesuksesan, akan tetapi juga dapat menumbuhkan tantangan baru dan
kesempatan (Silow, 2008).
PCC menekankan bahwa pengelola rumah sakit perlu melihatdari perspektif
pasien atau membayangkan diri sendiri menjadi pasienuntuk dapat memahami
kebutuhan pasien dan menjadi rumah sakit yang fokus pada pasien. Seluruh
komponen rumah sakit, termasuk klinisi harus menerapkan konsep PCC dan
pola pikir bahwa pasien adalah satu – satunya pasien yang ada sehingga benar –
benar fokus, serta tidak membuat keputusan tanpa melibatkan pasien ( no
decision for me without me ) (Silow, 2008).
Rumah sakit menetapkan staf medis, keperawatan dan staf lain yang
bertanggung jawab atas pelayanan pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan
mengintegrasikan asesmen pasien. Pasien mungkin menjalani banyak jenis
pemeriksaan diluar dan didalam rumah sakit oleh berbagai unit kerja dan
berbagai pelayanan. Akibatnya, terdapat berbagai informasi, hasil tes dan data

55
lain di rekam medis pasien. Manfaatnya akan besar bagi pasien, apabila staf
yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama menganalisis temuan pada
asesmen dan mengkombinasikan informasi dalam suatu gambaran
komprehensif dari kondisi pasien. Dari kerjasama ini, kebutuhan pasien di
identifikasi, ditetapkan urutan kepentingannya, dan dibuat keputusan pelayanan
(Conway, 2011).
PCC merupakan inisiatif untuk meningkatkan pelayanan yang bervariasi,
termasuk upaya untuk meningkatkan model pelayanan penyakit kronis,
kompetensi budaya dan keragaman di tempat kerja. Faktanya komponen
konsep PCC terintegrasi membentuk sebuah pemikiran baru “ PCC untuk
kelompok rentan”. Upaya tersebut terjadi secara bersamaan dalam 4 level, yaitu :
1) Level organisasi, misalnya : struktur, proses, kepemimpinan, pendanaan,
teknologi informasi.
2) Level pasien, misalnya : navigasi, penterjemah, akses mudah, edukasi.
3) Level penyedia pelayanan, misalnya : pelatihan, tim interdisipliner,
keragaman, kompetensi budaya.
4) Level komunitas, misalnya : mencapai lebih dari target, rekrutmen,
dan kemitraan. (Silow, 2008).
b. Tujuan PCC
1) Perawatan diberikan secara tepat waktu, aman dan tepat sesuai dengan
standar profesi, persyaratan hukum dan perundang – undangan.
2) Perawatan selama transisi akan mencerminkan tingkat keterampilan
staf.
3) Perawatan terkoordinasi untuk memastikan hasil yang terbaik bagi pasien.
4) Tidak ada duplikasi perawatan pasien.
5) Suatu distribusi yang adil dari pekerjaan.
6) Sebuah pendekatan multidisiplin untuk pemberian perawatan.
7) Untuk memastikan pendekatan holistik dalam pelayanan keperawatan
yang mencerminkan praktek profesional saat ini.
8) Mengembangkan dan menerapkan “Model of Care”
- Komunikasi yang akurat dan tepat waktu dalam dokumentasi

56
- Profesional, ketrampilan, pendidikan, pemberi asuhan, loyalitas,
komitmen dan keunggulan
- Respek diri, budaya pasien dan organisasi
- Sikap positif
- Privasi
- Transisi pasien, sumber daya dan staf
c. Komponen PCC

Gambar Dimensions of PCC

Dalam pelaksanaannya, PCC terdiri dari 8 dimensi yaitu :


1) Menghormati nilai – nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan oleh
pasien
2) Koordinasi dan integrasi asuhan
3) Informasi, komunikasi dan edukasi
4) Kenyamanan fisik
5) Dukungan emosional dan penurunan rasa takut dan kecemasan
6) Keterlibatan keluarga dan teman
7) Asuhan yang berkelanjutan dan transisi yang lancar
8) Akses terhadap pelayanan (Bev Jhonson, 2008).

d. Penerapan PCC melalui Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012


1) Menghormati nilai – nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan pasien.
57
2) Pelayanan berpusat dan bermitra dengan pasien. Pasien dan keluarga
dilibatkan dan di-support untuk ikut serta dalam perawatan dan pembuatan
keputusan. Pasien bukan sebagai obyek saja, tetapi sebagai center of care
yang dilibatkan dalam perawatan dan decision making.
3) Perawat bertanggung jawab untuk memberikanproses yang mendukung
hak pasien & keluarganya selama dalam pelayanan Perawat menyampaikan
hak pasien dan keluarga selama dirawat di RS dan menghargai sebagai
individu yang unik dengan berbagai karakter. Setiap pasien dijelaskan
tentang hak – hak & tanggung jawab mereka dengan cara dan bahasa
yang dapat mereka pahami.
4) Pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati
nilai – nilai pribadi & kepercayaan pasien
5) Perawat mendengarkan dan menghormati pilihan pasien. Pengetahuan, nilai –
nilai yang dianut, dan background budaya pasien ikut berperan penting
selama perawatan pasien dan menentukan outcome pelayanan kesehatan
kepada pasien.
6) Perawat menghormati kebutuhan privasi pasien. Tiap pasien memiliki
karakeristik yang unik sebagai individu, masing – masing memiliki
kebutuhan yang berbeda. Tiap individu memiliki kebutuhan privasi yang
berbeda dan harus dipenuhi oleh perawat. Perawat dididik tentang peran
mereka dalam mengidentifikasi nilai – nilai & kepercayaan pasien serta
melindungi hak dan privasi pasien. (Silow, 2008).
e. Partisipasi keluarga dan teman dalam proses perawatan
1) RS mendukung keluarga dan teman untuk berpartisipasi dalam proses
pelayanan
Perawat mengajak keluarga dan teman pasien dalam membuat
perencanaan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi
program yang akan didapatkan oleh pasien. Keluarga berhak ikut serta dalam
pengambilan keputusan selama proses perawatan di RS, misalnya
menghormati keinginan & pilihan pasien atau keluarga untuk suatu pelayanan
atau membatalkan atau memberhentikan pengobatan.

58
2) Dukungan emosional dan sosial
Peran teman dan keluarga dapat diberikan dalam bentuk dukungan
emosional dan sosial, misalnya menemani pasien saat di rumah sakit,
memberikan informasi berkaitan dengan dunia luar selama pasien dirawat.
3) Informasi, Komunikasi, Edukasi
- Perawat memberikan edukasi untuk menunjang partisipasi pasien
& keluarga dalam pengambilan keputusan dan proses pelayanan
Edukasi tentang proses perawatan penting untuk membantu pasien
dan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat agar tidak
merasa dirugikan. Perawat berusaha mengurangi kendala fisik, bahasa
dan budaya serta penghalang lainnya dalam memberikan pelayanan
- Dilakukan asesmen kebutuhan pendidikan masing – masing pasien
dan dicatat di rekam medis
Komunikasi dan edukasi kepada pasien & keluarga diberikan dalam
format dan bahasa yang dapat dimengerti. Penggunaan bahasa dan
istilah ketika berinteraksi dengan pasien menyesuaikan dengan
pendidikan dan latar belakang pasien. Hal ini bertujuan agar pemberian
informasi dan edukasi dapat dipahami dan diterima dengan baik.
- Perawat menginformasikan kepada pasien & keluarga tentang asuhan
dan pelayanan, serta bagaimana cara mengakses/untuk mendapatkan
pelayanan tersebut. Penjelasan tentang fasilitas dan cara untuk
mengaksesnya perlu disampaikan saat pasien masuk, dapat berupa
booklet atau lembar balik dan bukan penjelasan secara lisan saja.
- Perawat berkolaborasi dengan dokter memberitahu pasien & keluarga,
dengan cara dan bahasa yang dapat dimengerti tentang proses
bagaimana mereka akan diberitahu tentang kondisi medis dan setiap
diagnosis pasti, bagaimana mereka ingin dijelaskan tentang rencana
pelayanan & pengobatan, serta bagaimana mereka dapat berpartisipasi
dalam keputusan pelayanan bila diminta oleh pasien dan keluarga.
- Pasien & keluarga diberi tahu tentang hasil asuhan dan
pengobatan termasuk kejadian yang tidak diharapkan (KTD). Perawat

59
memberitahu pasien & keluarganya tentang bagaimana mereka akan
dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan, termasuk hasil KTD
dan siapa yang akan memberitahukan
- Pasien & keluarganya mendapat penjelasan tentang pelayanan yang
ditawarkan, hasil yang diharapkan dan perkiraan biaya pelayanan
- Berkolaborasi dengan tim lain dalam menjelaskan perkiraan biaya
pelayanan selama pasien dirawat.
- Perawat memberikan penjelasan kepada pasien & keluarganya mengenai
proses untuk menerima dan bertindak terhadap keluhan, konflik dan
perbedaan pendapat tentang pelayanan pasien serta hak pasien untuk
berpartisipasi dalam proses.
4) Asuhan yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan transisi
yang lancar
- Semua pasien yang dilayani perawat harus diidentifikasi kebutuhannya.
Pelayanan direncanakan dan diberikan untuk memenuhi kebutuhan
pasien. Perawat memberikan pemahaman dan informasi detail tentang
pengobatan, penurunan kondisi fisik, kebutuhan diet dan informasi lain
terkait kebutuhan pasien.
- Kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan ditetapkan berdasarkan
asesmen awal
Pasien diterima berdasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan
mereka. Perlu adanya koordinasi dan perencanaan terkait pengobatan
yang berjalan dan perawatan setelah pulang, serta memastikan bahwa
pasien dan keluarga sudah memahami informasi tersebut.
- Perawat menjelaskan pada pasien fasilitas yang tersedia di rumah
sakit, misalnya pelayanan anestesi, pelayanan laboratorium, pelayanan
radiologi dan pelayanan diagnostik lain untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
- Perawat memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu
atau penundaan untuk pelayanan diagnostik & pengobatan

60
- Perawat berespon terhadap permintaan pasien & keluarganya untuk
pelayanan rohani atau sejenisnya berkenaan dengan agama dan
kepercayaan pasien
- Pasien dirujuk ke RS lain berdasarkan atas kondisi dan
kebutuhan pelayanan lanjutan. Perawat menjelaskan tentang proses
rujukan dan pemulangan pasien rawat inap atau rawat jalan, termasuk
perencanaan untuk kebutuhan transportasi pasien.
5) Akses terhadap pelayanan
- Memberikan informasi tentang akses lokasi rumah sakit terdekat,
klinik, perawat praktek mandiri dan dokter praktek Pasien
membutuhkan informasi cara yang mudah untuk mengakses
pelayanan kesehatan terdekat, terutama untuk pasien yang tinggal di
daerah yang jauh dari pelayanan kesehatan. Alternatif pelayanan
yang diperoleh di dokter praktik, praktik mandiri perawat, klinik
maupun polindes.
- Memberikan informasi yang jelas tentang layanan khusus yang dapat
diakses oleh pasien. Pasien dengan diagnosa tertentuselain dukungan
dari teman dan keluarga juga membutuhkan dukungan dari rekan
sebaya. Layanan khusus dapat berupa kelompok dukungan sebaya,
misalnya pada pasien HIV/AIDS atau pasien kusta.
6) Integrasi & Koordinasi
- Staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas
pelayanan pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan
mengintegrasikan asesmen pasien
- Ada prosedur untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan asuhan
yang diberikan kepada setiap pasien
- Mendisain dan melaksanakan proses untuk memberikan pelayanan
asuhan pasien yang berkelanjutan di dalam RS dan koordinasi antar para
tenaga medis
- Tenaga kesehatan profesional yang memberi pelayanan pasien
berkolaborasi dalam memberikan pendidikan

61
7) Kenyamanan fisik – Manajemen Nyeri
- Perawat mendukung hak pasien terhadap asesmen dan
manajemen nyeri yang tepat
Semua pasien Rawat inap dan Rawat jalan di skrining untuk rasa
sakit dan dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya. Pasien dibantu
dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
- Memberikan kenyamanan fisik
Perawat membantu pasien dalam aktifitas sehari – hari, menjaga
lingkungan dan rumah sakit tetap fokus, termasuk memastikan
pemenuhan kebutuhan pribadi pasien. Menjaga kebersihan dan
kenyamanan area sekitar pasien, menyediakan akses yang mudah
untuk dikunjungi oleh keluarga dan rekan pasien pada jam kunjung.
8) Dukungan emosional dan penurunan ansietas, termasuk pada pasien yang
akan meninggal.
- Pasien dapat mengalami kecemasan berlebihan terhadap kondisi klinis,
pengobatan dan prognosis.Kecemasan dapat muncul sebagai akibat
kurangnya informasi yang diberikan terkait penyakit pasien, bentuk
kecemasan berlebihan terhadap dampak penyakit pada dirinya sendiri
dan keluarga, serta dampak penyakit secara finansial.
- Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan
asesmen dan asesmen ulang sesuai kebutuhan individual mereka
Mengatur pelayanan akhir kehidupan sesuai dengan prosedur rumah
sakit. Asuhan pasien dalam proses kematian harus meningkatkan
kenyamanan dan kehormatannya. Perawat mendukung hak pasien untuk
mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih sayang pada akhir
kehidupannya

f. Faktor – faktor yang mempengaruhi PCC


1) Kepemimpinan

62
Faktor penting dalam PCC, baik di rumah sakit maupun rawat jalan adalah
komitmen dan keterlibatan pimpinan di tingkat CEO dan dewan direksi.
Transformasi organisasi yang dibutuhkan untuk mencapai asuhan
berkelanjutan dalam PCC tidak akan terjadi tanpa dukungan dan partisipasi
dari pimpinan. Pentingnya kepemimpinan dalam Teori Edgar Schein
mengidentifikasi hubungan erat antara kepemimpinan dan budaya dalam
suatu organisasi, yaitu :
- Budaya organisasi yang diciptakan oleh pemimpin, salah satu yang
paling menentukan adalah fungsi kepemimpinan.
- Jack Siversin, et all dokter ahli dalam budaya, telah
menerapkan konsep – konsep khusus untuk perawatan pasien melalui
model perubahan organisasi yang berfokus pada unsur pimpinan,
berbagi visi, budaya dan kekompakan antara manajemen dan medis,
serta pengawasan staf (D. Patient Centered Care, 2008).
2) Visi strategis
Kepemimpinan yang berkomitmen, dalam organisasi perlu
mengembangkan visi dan rencana strategis yang jelas untuk mengatur
bagaimana PCC akan masuk ke dalam prioritas dan proses secara
operasional sehari – hari. Pentingnya pernyataan visi dan misi yang jelas,
unsur – unsur sederhana yang dapat dengan mudah diulang dan tertanam
dalam kegiatan rutin bahwa semua anggota staf melaksanakan tugasnya
dengan baik. Menterjemahkan visi ke dalam cara berperilaku yang merupakan
kunci sukses dalam organisasi.
3) Keterlibatan pasien dan keluarga
Menurut konsep PCC, jika pasien harus benar – benar terlibat, maka
harus melibatkan keluarga mereka. Hal ini secara luas dipahami sebagai
teman dekat dan orang lain yang berpengaruh, bukan hanya kerabat keluarga,
yang dapat memberikan dukungan penting dan informasi selam proses
perawatan. Menurut Bevn Johnson Presiden Institute for Patient and Family
Centered Care, pasien dan keluarga harus terlibat dalam perawatan di
beberapa tingkatan, sesuai dengan rekomendasi IOM.

63
Tingkat pertama adalah titik pemberian perawatan, dimana pasien dan
keluarga dapat memberikan kontribusi pada proses pengumpulan informasi
tentang persepsi perawatan dan membantu dalam menganalisis dan
menanggapi strategi pengobatan. Tingkat kedua adalah mikrosistem klinis,
dimana pasien dan penasihat keluarga harus berpartisipasi sebagai anggota
penuh dari peningkatan kualitas dan tim desain ulang, berpartisipasi dari awal
dalam perencanaan, pelaksanaan dan mengevaluasi perubahan. Tingkat ketiga
adalah kepemimpinan organisasi, dimana perspektif dan suara pasien dan
keluarga sangat penting untuk peningkatan kualitas, perencanaan dan
kebijakan program pembangunan. Pasien dan keluarga harus
berpartisipasi dalam isu – isu seperti keselamatan pasien, desain
fasilitas, peningkatan kualitas, pendidikan pasien dan keluarga, etika dan
penelitian.
4) Memperhatikan lingkungan sebagai perawatan
Suatu organisasi yang berorientasi pada PCC harus membuat dan
memelihara suatu lingkungan dimana tenaga kerja merupakan aset yang
dihargai dan diperlakukan pada tingkat yang sama, martabat dan rasa hormat
bahwa organisasi mengharapkan staf untuk memberikan pelayanan kepada
pasien dan keluarga. Menekankan pentingnya perekrutan, pelatihan, evaluasi,
kompensasi dan mendukung staf berkomitmen untuk menerapkan PCC.
5) Pengukuran sistematis dan tanggapan
Dalam peningkatan kualitas kesehatan, pedoman bahwa organisasi tidak
dapat mengelola apa yang tidak dapat mereka ukur merupakan faktor
utama yang berkontribusi terhadap PCC. Kehadiran pelanggan mendengarkan
secara kuat yang memungkinkan organisasi untuk mengukur dan memantau
kinerja secara sistematis. Penting untuk mengalami proses dimana anggota
staf memainkan peran pasien dan mengalami layanan atau prosedur dengan
cara yang sama bahwa pasien dan keluarga memberikan umpan balik pada
pemberi pelayanan.
6) Kualitas lingkungan

64
Salah satu faktor terpenting yang berkontribusi pada PCC adalah kualitas
lingkungan fisik dimana perawatan disediakan. Sejak didirikan pada tahun
1978, Planetree telah merintis pendekatan baru untuk arsitektur dan desain
yang mengenali hubungan penting antara ruang fisik dan proses
penyembuhan. Bentuk desain yang ditawarkan, antara lain :
- Ucapan selamat datang pada keluarga pasien dan rekan
- Nilai manusia melalui teknologi
- Mengajak pasien untuk sepenuhnya berpartisipasi sebagai mitra dalam
perawatan mereka
- Memberikan fleksibilitas untuk perawatan setiap pasien secara personal
- Mendorong pemberi asuhan untuk bersikap responsif terhadap pasien
7) Dukungan teknologi
Faktor yang berkontribusi akhir menyerap hampir semua elemen di atas
adalah dukungan teknologi, khususnya teknologi informasi kesehatan yang
melibatkan pasien dan keluarga secara langsung dalam proses perawatan
dengan memfasilitasi komunikasi dengan pemberi asuhan dan menyediakan
akses yang memadai terhadap informasi yang dibutuhkan. Aplikasi teknologi
informasi kesehatan yang muncul dalam beberapa tahun terakhir, dari yang
sederhana email komunikasi antara pasien dan dokter melalui Web.
g. Hambatan pelaksanaan Patient Centered Care
Walaupun sudah berhasil, organisasi tetap harus berkaca pada hambatan
– hambatan dalam mencapai PCC, antara lain :
1) Kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan dokter
2) Kurangnya mendefinisikan batasan untuk mencapai keberhasilan staf yang
mungkin kewalahan untuk menentukan kesepakatan dengan tenaga
kesehatan lain, sosial, budaya dan faktor ekonomi pasien.
3) Persyaratan perekrutan yang ketat dapat menimbulkan hambatan untuk
memperoleh tenaga kesehatan dari lingkungan sekitar.
4) Kurangnya alat untuk mengukur dan memberikan reward kinerja PCC
5) Kendala finansial

65
6) Kebiasaan lama dari staf yang tidak mau merubah paradigma lama sebagai
penyedia layanan / hubungan atau relasi dengan pasien dan budaya serta
faktor sosial – ekonomi (Silow, 2008).
h. Penelitian terkait PCC
1) Penelitian Conway P, et all dengan judul Patient – Centered Care
categorization of U.S. health care expenditures mengkategorikan PCC
menjadi 7 kelompok dalam pelayanan kesehatan antara lain : penyakit
kronis, penyakit akut, trauma/injury, kesehatan gigi, ibu hamil/melahirkan,
cek up rutin, dan penyakit lain. Hasil penelitian ini digunakan untuk
melengkapi metode lain dan mungkin dapat merepresentasikan lebih baik
bagaimana pasien berinteraksi dengan pelayanan kesehatan. 19 Dengan
pembagian kategori tersebut diharapkan pemberian pelayanan lebih optimal.
2) Berdasarkan penelitian Economic and Social Research Institute pada
Januari 2006, dukungan utama institusi dalam penerapan PCC antara lain :
umpan balik dan pengukuran, keterlibatan pasien dan keluarga,
pengembangan staf, kepemimpinan, keterlibatan dalam berkolaborasi,
sebagai penentu utama, dukungan teknologi dan struktural, terintegrasi
dalam institusi (Silow, 2008). PCC apabila tidak diterapkan dengan baik
akan berdampak pada kurangnya umpan balik pada pelayanan, keterlibatan
pasien dan keluarga dalam pemberian informasi dan pembuatan
keputusan, pengembangan staf dan fungsi manajerial dalam leadership /
kepemimpinan (Mc. Nichol; & Silow, 2008).
i. Strategi organisasi dalam penerapan PCC
Dari deskripsi komponen inti PCC, masing – masing organisasi memiliki
strategi sendiri sesuai pemahaman organisasi (Silow, 2008).Beberapa strategi
yang dapat diterapkan antara lain :
1) Mempersiapkan lingkungan : mempersiapkan lingkungan fisik dan interaksi
secara personal dan familiar, tidak mengintimidasi.
Bentuk pelayanan :

66
- Seluruh tanda disampaikan dengan berbagai bahasa, papan nama staf
dengan pesan yang sesuai dengan bahasa pasien; staf mengenakan
pakaian tradisional yang merefleksikan keanekaragaman budaya.
- Penyesuaian fasilitas dengan budaya. Misalnya membentuk komite
untuk identifikasi lokasi sesuai dengan komunitas.
- Kunjungan rumah secara rutin pada keluarga pengungsi
2) Menghargai nilai pasien dan mengekspresikan kebutuhan : menyampaikan
informasi perawatan pasien dan prioritas; memberitahu dan melibatkan
pasien dan keluarga/pemberi asuhan dalam pengambilan keputusan;
perawatan pakaian secara personal; peningkatan rasa menghargai yang
bermutu, hubungan pasien dan penyedia layanan yang konsisten.
3) Memberdayakan pasien atau “aktivasi” : mendidik dan melibatkan pasien
dalam pengambilan keputusan, kebiasaan hidup yang sehat dan mengatur
diri.Bentuk pelayanan : Pusat belajar yang mudah dilihat, mudah
diakses dan staf yang ramah dengan menyediakan materi
pendidikan dalam berbagai bahasa, misalnya berupa booklet tentang
kesehatan.
4) Kompetensi sosial – kultural
Memahami dan mempertimbangkan budaya, status ekonomi dan
pendidikan, status kesehatan, pola keluarga / situasi, dan tradisi (termasuk
pengobatan tradisional/alternatif), berkomunikasi dalam bahasa dan level
pemahaman pasien.
5) Koordinasi dan integrasi dalam perawatan
Penilaian memerlukan pelayanan formal dan informal yang mungkin
memiliki dampak pada kesehatan atau treatment, menyediakan perawatan
berbasis tim, arahan atau manajemen perawatan, advokat untuk pasien dan
keluarga serta memastikan transisi yang halus antara penyedia layanan dan
fase perawatan yang berbeda.
6) Kenyamanan dan dukungan
Menekankan kenyamanan fisik, privasi, dukungan emosional, keterlibatan
keluarga dan teman.

67
7) Akses dan kemampuan mengendalikan
Menyediakan apa yang mungkin dibutuhkan pasien saat pengobatan di
rumah, waktu tunggu yang minimum, menyediakan pelayanan yang mudah,
meningkatkan akses dan arus pasien, membantu pasien mencapai
kemampuan untuk mengendalikan sistem kesahatan yang lebih baik.
5. Sistem Penjaminan Mutu dan Clinical Audit
a. Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan
pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan
Kesehatan Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009).
1) Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan profesionalisme
dalam pelayanan keperawatan, memberikan masukan kepada pimpinan rumah
sakit berkaitan dengan profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan, menyelesaikan masalah – masalah terkait dengan penerapan
disiplin dan etik keperawatan serta meningkatakan mutu pelayanan
keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut:
- Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui
kegitan terorganisasi
- Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien.
- Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya.
- Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan
moral perawat.
- Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan.
- Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur keperawatan.

68
- Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
- Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide – ide
baru.
- Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil
kinerja perawat untuk pengembangan karir. (Ayun,2014)
2) Kualitas Pelayanan (TQM)
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang menjadi
titik fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk meningkatkan
kualitas yang diterapkan pada produk, pelayanan dan manajemen perusahaan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, lahirlah suatu inovasi yang
dikenal dengan TQM. Menurut Tjiptono & Anastasia (2008) TQM merupakan
suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.” Dalam kualitas pelayanan
yang baik, terdapat beberapa jenis kriteria pelayanan, antara lain adalah sebagai
berikut :
- Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk menunggu
selama transaksi maupun proses pembayaran.
- Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan
maupun transaksi.
- Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan.
- Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber daya
manusia untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas pendukung
seperti komputer untuk mencari ketersediaan suatu produk.
- Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu yang
nyaman, aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan lain sebagainya
3) Dimensi Kualitas Pelayanan
- Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk
menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan

69
bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi pendukung, hingga penampilan
karyawan.
- Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan waktu,
tidak ada kesalahan, sikap simpatik, dan lain sebagainya.
- Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau
responsif serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah
dimengerti.
- Assurance
Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap sopan
santun karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang dimiliki,
sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
- Empati
Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada
pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen secara
akurat dan spesifik.
4) Prinsip - Prinsip TQM
Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem
yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen. Pendapat
lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell yang dikutip oleh Drs. M.N.
Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu
Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya,
melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan
perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat
prinsip utama dalam TQM, yaitu:
- Kepuasan Pelanggan
Dalam Total Quality Management, konsep mengenai kualitas dan
pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan
spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan.

70
Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu.
- Respek terhadap setiap orang.
Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreatifitas yang khas. Dengan demikian,
karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh
karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan
diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil
keputusan
- Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta, maksudnya bahwa
setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan.
- Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang
berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang
terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan koreksi
terhadap hasil yang diperoleh.
5) Metode Total Quality Management
Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar utama
yang merupakan pelopor dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W.
Edwards Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.
Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2009), sebagai berikut :
- Metode W. Edwards Deming
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming
mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu
dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan
pengendalian proses statistic (statistical process control = SPC). Deming
menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat membedakan
penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia
berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang

71
tidak dapat dihindari dalam kehidupan industri.Siklus Deming (Deming
Cycle), Siklus ini dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi
dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian
dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan
sinergi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994: 237). Siklus
Deming adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan
oleh W. Edward Deming yang terdiri atas empat komponen utama secara
berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
- Metode Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk digunakan
(fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa
harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Satu
kontribusi Juran yang paling terkenal adalah Juran’s Three Basic Steps to
Progress, diantaranya : a). Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar
kesinambungan yang dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang
mendesak. b). Mengadakan program pelatihan secara luas, c). Membentuk
komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
- Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan.
Dalil manajemen kualitas menurut Crosby adalah sebagai berikut :
a) Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau
kebaikan (goodness). Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak
menerangkan secara spesifik baik / bagus itu bagaimana. Definisi kualitas
menurut Corsby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratan
(conformance to requirements). Kurang sedikit saja dari persyaratannya
maka suatu barang atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan
tersebut dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan
organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau
persaingan.

72
b) Sistem Kualitas adalah pencegahan
Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian (appraisal). Suatu
produk dinilai pada akhir proses. Penilaian akhir ini hanya menyatakan
bahwa apabila baik, maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan
bila buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan
masalah, karena yang buruk akan selalu ada. Maka dari itu, sebaiknya
dilakukan pencegahan dari awal sehingga output-nya dijamin bagus serta
hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini dikenal the law of tens.
Maksudnya, bila kita menemukan suatu kesalahan di awal proses,
biayanya cuma satu rupiah. Akan tetapi, bila ditemukan di proses kedua,
maka biayanya menjadi 10 rupiah. Atas dasar itulah sistem kualitas
menurut Corsby merupakan pencegahan.
c) Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close
enough concept), misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen. Namun,
coba dihitung berapa besarnya inefisiensi 5 persen bila dikalikan dengan
penjualan. Bila diukur dalam rupiah, maka baru disadari besar sekali
nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai persentase, sehingga Crosby
mengajukan konsep kerusakan nol, yang menurutnya dapat tercapai bila
perusahaan melakukan sesuatu dengan benar sejak pertama proses dan
setiap proses.
b. Audit Klinik
1) Definisi
Audit klinik merupakan hasil suatu proses yang bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan pasien melalui tinjauan sistematis pelayanan terhadap
langkah-langkah eksplisit dan pelaksanaan perubahan dalam praktek jika
diperlukan (Dixon,2009). Hal ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur
tingkat kepatuhan terhadap pedoman praktek klinik berbasis bukti praktis, dan
merupakan cara yang berguna bagi tim rumah sakit untuk mengukur kinerja tim
saat ini dan kemudian mengidentifikasi kesenjangannya. Menurut Institut

73
Nasional untuk Kesehatan dan Clinical Excellence (NICE ,2012), Audit klinik
merupakan bagian integral dari clinical governance adalah proses peningkatan
kualitas yang bertujuan untuk meningkatkan perawatan pasien dan hasil
peninjauan secara sistematis melalui perawatan terhadap kriteria eksplisit dan
pelaksanaan perubahan. Aspek struktur, proses, dan hasil pelayanan yang dipilih
dan sistematis dievaluasi terhadap kriteria eksplisit. tempat, implementasi
perubahan pada individu, tim, atau tingkat pelayanan dan pemantauan digunakan
untuk peningkatan pelay mereka ternyata dibawah optimal. Pengertian klinik
dalam konteks ini meliputi kelompok medik dan keperawatan, dengan demikian
audit klinik dapat merupakan audit medik, audit keperawatan, atau gabungan
antara audit medik dan keperawatan.
2) Tujuan
Sebuah audit klinik bertujuan untuk memastikan kualitas bahwa kita sedang
melakukan hal-hal yang kita seharusnya dilakukan. Audit klinik bertujuan untuk
memfasilitasi
- Secara proaktif mengukur efektivitas dan kinerja kesehatan terhadap standar
yang telah disepakati
- Meningkatkan kualitas perawatan pasien dengan mengidentifikasi tindakan
untuk membuat praktek sesuai dengan standar-standar yang ada
- Memberikan jaminan kualitas pelayanan kepada pasien, dokter dan sistem
kesehatan.
- Audit klinik adalah alat yang dapat digunakan untuk menemukan seberapa
baik perawatan klinis sedang tersedia dan untuk mengetahui apakah ada
peluang untuk perbaikan. Audit klinik dapat digunakan untuk meningkatkan
aspek perawatan dalam berbagai topik. Ini juga dapat digunakan dalam
kaitannya dengan perubahan penyediaan pelayanan atau mengkonfirmasi
bahwa praktek saat memenuhi tingkat yang diharapkan dari kinerja.
3) Manfaat audit klinik:
- Audit klinik menawarkan cara untuk menilai dan meningkatkan perawatan
pasien, untuk menegakkan standar profesional dan melakukan hal yang
benar.

74
- Melalui audit klinik, staf kesehatan dapat mengidentifikasi dan mengukur
area risiko dalam layanan mereka.
- Kegiatan audit yang teratur membantu untuk menciptakan budaya perbaikan
kualitas dalam pengaturan klinis.
- Audit klinis merupakan pendidikan bagi peserta audit. Dengan pendekatan
evidence based practice yang terbaru
- Menawarkan kesempatan untuk meningkatkan kepuasan kerja.
- Hal ini semakin dianggap sebagai komponen penting dari praktek
profesional.
- Hal ini dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas kesehatan.
Audit klinik dapat dilakukan oleh setiap praktisi yang terlibat dalam
pelayanan pasien. Hal ini tidak terbatas pada hanya dokter. Audit klinik terutama
pada pengukuran praktek terhadap standar yang telah disepakati dan menerapkan
perubahan untuk memastikan bahwa semua pasien menerima standar pelayanan
yang sama.
Secara umum, auditor klinik melakukan berbagai jenis audit yang biasanya
mencakup: Audit dokumen penting (Files), audit sampel yang dipilih oleh
penyidik (termasuk dokumen penting tertentu), Audit organisasi, laboratorium
dan fasilitas khusus, sistem komputer validasi audit, audit vendor perangkat
lunak, audit database studi laporan audit klinik, dan audit pengajuan peraturan.
Jaminan kualitas tidak harus bingung dengan kualitas kontrol (QC). Quality
control adalah tanggung jawab orang-orang yang melaksanakan pekerjaan,
seperti monitor, penyidik atau data manager. SOP disediakan untuk memastikan
bahwa QC dibangun ke dalam prosesyang baik, namun audit dilakukan adalah
untuk pemeriksaan apakah QC telah dilakukan sesuai kebutuhan, dan apakah
hasil dari sebuah proses benar, di mana sampel dokumentasi / data diperiksa.
Pemilihan indikator yang terkait dengan area klinik yang penting meliputi :
- Asesmen pasien
- Pelayanan laboratorium
- Pelayanan radiologi dan diagnostik imaging
- Prosedur bedah

75
- Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
- Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera
- Penggunaan anestesi dan sedasi
- Penggunaan darah dan produk darah
- Ketersediaan, isi, dan penggunaan rekam medis pasien
- Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan
- Riset klinik
Paling sedikit lima penilaian terhadap upaya klinik harus dipilih dari
indikator yang ditetapkan.Indikator yang dipilih terkait dengan upaya
manajemen meliputi :
- Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi
kebutuhan pasien
- Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan oleh peraturan
perundang-undangan
- Manajemen risiko
- Manajemen penggunaan sumber daya
- Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
- Harapan dan kepuasan staff
- Demografi pasien dan diagnosis klinik
- Manajemen keuangan
- Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan
masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf.
Pada elemen penilaian, pimpinan klinik menetapkan indikator kunci untuk
setiap area klinik yang dipilih paling sedikit 5 dari 11 indikator dengan
memperhatikan muatan "ilmu" (science) dan "bukti" (evidence) untuk
mendukung setiap indikator. Penilaian mencakup struktur, proses dan hasil
(outcome), demikian pula cakupan, metodologi dan frekuensi ditetapkan untuk
setiap indikator, kemudian data penilaian klinik dikumpulkan dan digunakan
untuk melakukan evaluasi terhadap efektifitas dari peningkatan oleh petugas
dengan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam
mengumpulkan dan menganalisis data secara sistemik

76
4) Tahapan Audit Klinik
Audit klinik adalah suatu siklus yang diuraikan dalam lima tahap:
a. Tahap 1 Perencanaan audit
Untuk membuat suatu audit klinik yang sukses dalam mengindentifikasi
bidang keunggulan atau untuk memperbaiki suatu kekurangan diperlukan
suatu perencanaan dan persiapan yang efektif. Perencanaan dan persiapan
audit klinik tergantung dari keadaan khusus dari masing masing bidang
garap audit.
Perencanaan Audit dijelaskan dalam tiga langkah penting. Melibatkan
pemangku kepentingan. Semua pemangku kepentingan terkait harus diberi
kesempatan untuk berkontribusi pada audit klinis. Para pemangku
kepentingan harus terlibat dari awal siklus audit klinik dari pemeriksaan
sampai selesai. Siapa pun yang terlibat untuk pengadaaan atau menerima
perawatan dapat dianggap sebagai stakeholder dalam audit klinik. Oleh
karena itu, untuk menentukan siapa yang harus terlibat dalam menentukan
topik dan tujuan dari audit, maka perlu didentifikasi:
a) “Siapa yang terlibat dalam pemberian perawatan?”
Dukungan dari mereka yang terlibat dalam pemberian perawatan
dan komitmen mereka untuk berpartisipasi sangat penting untuk setiap
audit. Tanggung jawab spesifik dari semua pihak yang terlibat harus
diklarifikasi dan disetujui sebelum audit dimulai yaitu setiap orang
harus memahami tujuan dari audit dan peran mereka di dalamnya.
Karena sebagian besar praktek klinis melibatkan tim multi-profesional,
maka audit klinik harus mencakup praktek disiplin klinis dan manajerial
berbeda yang berkontribusi pada bidang topik audit yang relevan.
Ketika mempersiapkan untuk audit klinik, kesepakatan tentang
kepemimpinan dan kepemilikan audit harus dicapai serta tanggung
jawab atas pengelolaan hasil audit dan rekomendasi. Bila
memungkinkan, semua yang terlibat dalam audit harus mendukung dan
berkomitmen untuk mengubah terhadap sesuatu yang diperlukan oleh
hasil audit dan rekomendasi timbul.

77
b) Siapa yang menerima, menggunakan atau mendapatkan manfaat dari
perawatan atau jasa?
Ketika merencanakan setiap audit klinik, tim audit harus
mempertimbangkan manfaat yang mungkin diterima oleh pengguna
jasa dalam proses audit. Sebagai contoh, apakah itu akan bermanfaat
bagi pengguna pelayanan dengan mempertimbangkan pengalaman
mereka menerima perawatan klinis? Sekali lagi NHS Clinical
Governance Support Team (2009) merekomendasikan bahwa 10% dari
semua audit harus memiliki keterlibatan dengan pengguna layanan yang
aktif. Metode yang digunakan untuk melibatkan pengguna jasa di
proses audit klinik : mengumpulkan layanan umpan balik pengguna,
untuk surat keluhan, analisis komentar yang dibuat di forum pengguna
layanan, wawancara dengan pengguna jasa, survei pengguna layanan,
kelompok fokus, expert user group, pemeriksa insiden kritis.
c) Siapa yang memiliki wewenang untuk mendukung pelaksanaan
perubahan yang telah diidentifikasi?
Komitmen terhadap proses audit klinik harus dicari dari orangorang
dengan wewenang untuk menyetujui Perubahan yang timbul dari
rekomendasi audit, terutama jika mereka memiliki sumber daya
potensial konsekuensi atau implikasi untuk area layanan lain. Tahapan
untuk keterlibatan stakeholder Berbagai kelompok pemangku
kepentingan mungkin memiliki peran yang berbeda dan terlibat dalam
tahapan yang berbeda dari audit klinik.
b. Menentukan topik Audit
Ini adalah langkah yang sangat penting yang harus dipertimbangkan
dengan hati-hati. Subyek untuk audit klinik harus dipilih dengan maksud
untuk meningkatkan kualitas atau keselamatan perawatan atau penyediaan
layanan.
Klasifikasi system struktur, proses dan hasil dapat digunakan untuk
fokus pada topik area praktik yang dapat dipilih:

78
a) Struktur : sumber daya yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan,
lingkungan perawatan; Fasilitas yang tersedia, peralatan yang tersedia
(misalnya peralatan resusitasi); dokumentasi kebijakan, prosedur,
protokol
b) Proses : prosedur dan praktek yang diterapkan oleh staf, pengiriman dan
evaluasi perawatan, spesifik untuk proses atau layanan klinis/proses
administrasi.
c) Output : efek perawatan yang diterima oleh pengguna jasa sebagai
akibat dari penyediaan layanan kesehatan dan biaya untuk melayani
menyediakan perawatan yaitu hasil intervensi klinis.
5) Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal, performance
evaluation, development review, performance review and development.
Penilaian kinerja merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, penilaian
kinerja harus berpedoman pada ukuran–ukuran yang telah disepakati bersama
dalam standar kerja (Usman,2011)
Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai
dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian
kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar
praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat
dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan
produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan
dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan
proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,
membimbing perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat
yang berkompeten (Nursalam,2008). Menurut Nursalam (2008) manfaat dari
penilaian kerja yaitu:

79
- Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
- Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia
secara keseluruhannya.
- Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan
balik kepada mereka tentang prestasinya.
- Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai
tenaga yang cakap dan trampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan
dimasa depan.
- Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
- Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui
jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara
atasan dan bawahan.
Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan
deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan
keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan standar keperawatan
adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan
keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas
dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam menilai
kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik
keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Standar praktek keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesi) yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3)
Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

80
- Standar Satu: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria
pengkajian keperawatan, meliputi:
a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
b) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim
kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status
kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-
psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap
tingkat kesehatan yang optimal, resiko-resiko tinggi masalah
- Standar Dua: Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa
keperawatan. Adapun kriteria proses:
a) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi
masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.
b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda
atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
c) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan.
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru.
- Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:
a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana tindakan keperawatan.
b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.

81
c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.
d) Mendokumentasi rencana keperawatan.
- Standar Empat: Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
a) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien
- Standar Lima: Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun
kriteria prosesnya:
a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
c) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
d) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
e) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
6. Pengelolaan Staffing (Ketenagaan)
Hakekat ketenagakerjaan pada intinya adalah pengaturan, mobilisasi potensi, proses
motivasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan melalui
karyanya. Hal ini berguna untuk tercapainya tujuan individu, organisasi, ataupun
komunitas dimana ia berkarya.

82
a. TujuanKetenagaan:
1) Memenuhi kebutuhan harian unit
2) Mencapai tujuan organisasi
3) Mencegah terjadinya burnout
4) Mencegah terjadinya turn over yang tinggi
5) Memberikan perawatan berkualitas
6) Evaluasi secara periodik pelaksanaan penempatan perawat
7) Merekrut personilperawat yang berkualitas
8) Mendayagunakan semaksimal mungkin bakat dan ketrampilan setiap tingkatan
perawat melalui metode penugasan yang digunakan
9) Memberikan periode orientasi yang memadai pada personel baru
10) Menciptakan kondisi kerja yang dipaham ipersonel
11) Mengembangkan kebijasanaan personalia yang menarik bagi personel dan
mampu mendapatkan personel yang dapat bekerja secara efektif
12) Menciptakan rencana induk penempatan personel dalam rangka pengalokasian
jumlah personel
b. Permasalahan dalam Ketenagaan:
1) Keterbatasan anggaran
2) Kurangnya pemahaman pihak administrasi RS tentang kebutuhan tenaga dan
tujuan
3) Turn over
4) Cuti
5) Perekrutan dan seleksi perawat yang buruk
6) Pendayagunaan personel perawat yang belum tepat
c. Perencanaan Ketenagaan Keperawatan Di Ruangan:
Adapun beberapa rumus perhitungan ketenagaan yaitu:
- Rumus (dalam Gillies 1994 )
A : rata – rata jumlah jam perawatan/ klien/ hari
B : rata – rata jumlah klien per hari
C : jumlah hari/ tahun
D : hari liburmasing – masingperawat

83
E : jumlah jam kerjamasing – masingperawat
F : jumlah jam perawatan yang dibutuhkan/ tahun
G : jumlah jam perawatan yang diberikan/ tahun
H : jumlah perawat yang dibutuhkan unit tersebut
- Ratna Sitorus
Perawatan minimal : pagi 17% ,siang 14% ,malam 10%
Perawatan partial : pagi 27% ,siang 15% ,malam 7%
Perawatan total : pagi 30% ,siang 30% ,malam 20%
- Jumlah Kebutuhan Tiap shif menurut Warstell
Dinas pagi 47% ,Dinas Sore 35% ,Dinasmalam 17%
- Jumlah Kebutuhan tiap Shift Swansburg
Pagi 47% ,Siang 36% ,malam 14%
Komposisi berdasarkan kualifikasi
Perawatutama 56%
Perawatpelaksana 26%
Perawatpembantu 16%
- Metode Gillies ( melihat bentuk pelayanan )
Self care1/2 x 4 jam = 2 jam
Partial care 3/4 x 4 jam = 3 jam
Total care 1 – 11/2x 4 jam = 4 – 6 jam
Intensive Care 2 x 4 jam = 8 jam
Perawatan tidak langsung 60 menit/ klien
Pendkes 15 menit/ hari/ klien
Untuk ketenagaan sebagai antisipasi terdapat koreksi cadangan 20 %
- Metode Ratio

84
- Direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Depkes RI
Rata – rata jam perawatan :
Penyakit dalam 3,5 jam/ hari/klien
Bedah 4 jam/ hari/klien
Gawat 10 jam/hari/klien
Anak
Kebidanan
Hitung jumlah jam perawatan hari :
Jumlah Klien x rata – rata jam perawatan
Hitung jumlah tenaga
Jumlah Jam Perawatan/ jam kerjaefektif + factor koreksi
Factor Koreksi = loss day + non nursing job
*Factor Koreksi
Jumlah Hari Minggu/ tahun + Hari Besar x Jumlah Perawat
Jumlah hari kerja Efektif

*Non Nursing Job


( Jumlah Tenaga Keperawatan + Loss day ) x 2
100

85
7. Pengembangan Karir Professional
a. Pengertian
Jenjang karir profesional merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja dan
profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi.
Jenjang karir merupakan jalur mobilitas vertikal yang ditempuh melalui
peningkatan kompetensi, dimana kompetensi tersebut diperoleh dari pendidikan
formal berjenjang, pendidikan informal yang sesuai/relevan maupun pengalaman
praktik klinis yang diakui. Dengan arti lain, jenjang karir merupakan jalur untuk
peningkatan peran perawat profesional di sebuah institusi. Dalam penerapannya,
jenjang karir memiliki kerangka waktu untuk pergerakan dari satu level ke level
lain yang lebih tinggi dan dievaluasi berdasarkan penilaian kinerja.
Pengembangan sistem jenjang karir profesional bagi perawat dapat dibedakan
antara tugas pekerjaan (job) dan karir (career). Pekerjaan sebagai perawat diartikan
sebagai suatu posisi atau jabatan yang diberikan/ditugaskan, serta ada keterikatan
hubungan pertanggung jawaban dan kewenangan antara atasan dan bawahan, dan
mendapatkan imbalan penghargaan berupa uang. Karir sebagai perawat diartikan
sebagai suatu bidang kerja yang dipilih dan ditekuni oleh individu untuk dapat
memenuhi kepuasan kerja individu melalui suatu sistem dan mekanisme peringkat,
dan bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan pekerjaan (kinerja) sehingga pada
akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap bidang profesi yang dipilihnya.
Pemilihan karir dan meningkatkannya secara bertahap akan menjamin individu
perawat dalam mempraktikkan bidang profesinya, karena karir merupakan investasi
jangka panjang yang menghasilkan pengakuan dan penghargaan baik materi
maupun non materi sesuai level karir perawat yang disandangnya. Komitmen
terhadap karir, dapat dilihat dari sikap dan perilaku individu perawat terhadap
profesinya serta motivasi untuk bekerja sesuai dengan karir yang telah dipilihnya.
Dalam sistem jenjang karir profesional terdapat beberapa aspek yang saling
berhubungan yaitu kinerja, orientasi profesional dan kepribadian perawat, serta
kompetensi yang menghasilkan kinerja profesional.
Pengembangan karir profesional perawat mendorong perawat menjadi perawat
profesional atau Ners teregister (RN). Perawat profesional diharapkan mampu

86
berpikir rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri,
belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga dapat
meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang karir profesional perawat dapat
dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan berbasis
kompetensi serta pengalaman kerja dan kegiatan keprofesionalan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pengembangan sistem jenjang karir profesional perawat pada pedoman ini
ditujukan bagi perawat klinis yang melakukan praktik sebagai pemberi asuhan
keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Secara utuh jenjang karir profesional
di Indonesia terdiri dari 4 bidang, meliputi Perawat Klinis (PK), Perawat Manajer
(PM),Perawat Pendidik (PP) dan Perawat Peneliti/Riset (PR).
Setiap bidang memiliki 5 (lima) level, dimulai level generalis, dasar kekhususan,
lanjut kekhususan, spesialis, subspesialis/ konsultan. Untuk menjadi perawat
manajer level I dipersyaratkan memiliki kompetensi perawat klinis level II. Untuk
menjadi perawat pendidik level I dipersyaratkan memiliki kompetensi perawat
klinis level III. Untuk menjadi perawat peneliti level I dipersyaratkan memilliki
kompetensi perawat klinis level IV.
b. Level Karir dan Kompetensi
1) Level Karir dan Kompetensi Perawat di Rumah Sakit
Kompetensi perawat klinis di Rumah Sakit dideskripsikan sesuai level jenjang
karir perawat klinis (PK I – PK V). Kompetensi sesuai level pada perawat klinis
yaitu :
- Perawat Klinis I
Perawat klinis I adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan melakukan
asuhan keperawatan dasar dengan penekanan pada keterampilan teknis
keperawatan dibawah bimbingan. Kompetensi perawat klinis I yaitu:
a) Melakukan asuhan keperawatan (pengkajian, menetapkan diagnosis
keperawatan, menetapkan intervensi dan melaksanakan tindakan
keperawatan serta evaluasi) dengan lingkup keterampilan tehnik dasar.
b) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya dalam asuhan
keperawatan.

87
c) Melakukan komunikasi terapeutik di dalam asuhan keperawatan.
d) Menerapkan caring dalam keperawatan.
e) Menerapkan prinsip keselamatan klien.
f) Menerapkan prinsip Pengendalian dan Pencegahan Infeksi.
g) Melakukan kerjasama tim dalam asuhan keperawatan.
h) Menerapkan prinsip mutu dalam tindakan keperawatan.
i) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien terkait dengan kebutuhan
dasar.
j) Mengumpulkan data kuantitatif untuk kegiatan pembuatan laporan kasus
klien.
k) Mengumpulkan data riset sebagai anggota tim penelitian.
l) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa membedakan suku,
agama, ras dan antar golongan.
m)Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan terhadap pasien.
n) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
o) Menunjukkan sikap asertif.
p) Menunjukkan sikap empati.
q) Menunjukkan sikap etik.
r) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar dan pedoman
keperawatan.
s) Menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan asuhan keperawatan
sesuai kewenangannya.
t) Menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien dalam pengelolaan klien.
u) Menunjukkan sikap saling percaya dan menghargai antara anggota tim
dalam pengelolaan asuhan keperawatan.
- Perawat Klinis II
Perawat klinis II adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan holistik pada klien secara mandiri dan
mengelola klien/sekelompok klien secara tim serta memperoleh bimbingan
untuk penanganan masalah lanjut/kompleks. Kompetensi perawat klinis II
yaitu:

88
a) Melakukan asuhan keperawatan dengan tahapan dan pendekatan proses
keperawatan pada klien dengan tingkat ketergantungan partial dan total
care.
b) Menerapkan prinsip kepemimpinan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
c) Menerapkan konsep pengelolaan asuhan keperawatan pada sekelompok
klien.
d) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien untuk menentukan
intervensi keperawatan.
e) Menetapkan jenis intervensi keperawatan sesuai tingkat ketergantugan
klien.
f) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya dalam pemberian asuhan
keperawatan.
g) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai dengan karakteristik dan
masalah klien.
h) Menerapkan caring yang sesuai dengan karakteristik dan masalah klien.
i) Melakukan kajian insiden keselamatan klien dan manajemen risiko klinis.
j) Melakukan kajian terhadap kejadian dan risiko infeksi pada klien.
k) Melakukan kerjasama antar tim.
l) Menerapkan pengendalian mutu dengan satu metoda tertentu sesuai
kebijakan rumah sakit setempat.
m)Mengimplementasikan pengendalian mutu asuhan keperawatan.
n) Merumuskan kebutuhan belajar klien dan keluarga secara holistik sesuai
dengan masalah kesehatan klien.
o) Menyusun rancangan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar klien
dan keluarga.
p) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien dan keluarga.
q) Mengevaluasi ketercapaian edukasi kesehatan dan rencana tindak lanjut.
r) Melaksanakan preceptorsip pada tenaga perawat di bawah bimbingannya
dan praktikan.

89
s) Melakukan diskusi refleksi kasus untuk meningkatkan kualitas pemberian
asuhan keperawatan.
t) Menggunakan hasil penelitian dalam pemberian asuhan keperawatan.
u) Membantu pelaksanaan riset keperawatan deskriptif.
v) Melakukan survey keperawatan.
w) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa membedakan suku,
agama, ras dan antar golongan.
x) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan terhadap pasien.
y) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
z) Menunjukkan sikap asertif, menunjukkan sikap empati, menunjukkan
sikap etik, menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar dan
pedoman keperawatan, menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan
asuhan keperawatan sesuai kewenangannya, menunjukkan sikap kerja
yang efektif dan efisien dalam pengelolaan klien, menunjukkan sikap
saling percaya dan menghargai antara anggota tim dalam pengelolaan
asuhan keperawatan.

- Perawat Klinis III


Perawat Klinis III adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan komprehensif pada area spesifik dan
mengembangkan pelayanan keperawatan berdasarkan bukti ilmiah dan
melaksanakan pembelajaran klinis. Kompetensi perawat klinis III yaitu:
a) Melakukan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan tingkat
ketergantung partial dan total dengan masalah kompleks di area
keperawatan spesifik.
b) Menerapkan filosofi dasar keperawatan pada area keperawatan spesifik.
c) Menerapkan penyelesaian dan pengambilan keputusan masalah etik, legal
dalam asuhan keperawatan di unit keperawatan.
d) Menetapkan jenis intervensi keperawatan sesuai tingkat ketergantungan
klien pada lingkup area spesifik.

90
e) Menerapkan prinsip kepemimpinan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
f) Menerapkan konsep pengelolaan asuhan keperawatan pada unit ruang
rawat.
g) Menggunakan metode penugasan yang sesuai dalam pengelolaan asuhan
keperawatan di unit ruang rawat.
h) Menetapkan masalah mutu asuhan keperawatan berdasarkan kajian standar
dan kebijakan mutu.
i) Melaksanakan analisis akar masalah (RCA) dan membuat grading risiko
terhadap masalah klinis.
j) Mengidentifikasi kebutuhan belajar klien dan keluarga secara holistik
sesuai dengan masalah kesehatan klien di area spesifik.
k) Mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber yang tersedia untuk edukasi
kesehatan pada area spesifik.
l) Melakukan tahapan penyelesaian masalah etik, legal dalam asuhan
keperawatan.
m)Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai dengan karakteristik dan
masalah klien dan keluarga pada area spesifik.
n) Menerapkan caring yang sesuai dengan karakteristik dan masalah klien di
area spesifik.
o) Menerapkan prinsip kerjasama interdisiplin.
p) Melaksanakan pengendalian mutu asuhan keperawatan di unit.
q) Menyusun rancangan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar klien
dan keluarga pada area spesifik.
r) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien dan keluarga pada area
spesifik.
s) Mengevaluasi ketercapaian edukasi kesehatan pada area spesifik dan
rencana tindak lanjut.
t) Melaksanakan preceptorship dan mentorship pada area spesifik.
u) Menginterpretasi hasil penelitian dalam pemberian asuhan keperawatan
pada area spesifik.

91
v) Menggunakan hasil penelitian dalam pemberian asuhan keperawatan pada
area spesifik.
w) Melakukan riset keperawatan deskriptif analitik dan inferensial.
x) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa membedakan suku,
agama, ras dan antar golongan.
y) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan terhadap pasien.
z) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga,
menunjukkan sikap asertif, menunjukkan sikap etik, menunjukkan sikap
empati, menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar dan pedoman
keperawatan, menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan asuhan
keperawatan sesuai kewenangannya, menunjukkan sikap kerja yang efektif
dan efisien dalam pengelolaan klien, menunjukkan sikap saling percaya
dan menghargai antara anggota tim dalam pengelolaan asuhan
keperawatan.
- Perawat Klinis IV
Perawat klinis IV adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan pada masalah klien yang kompleks di area
spesialistik dengan pendekatan tata kelola klinis secara interdisiplin,
multidisiplin, melakukan riset untuk mengembangkan praktek keperawatan
serta mengembangkan pembelajaran klinis. Kompetensi perawat klinis IV
yaitu:
a) Melakukan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan tingkat
ketergantung total dengan masalah kompleks di area spesialistik.
b) Menetapkan jenis intervensi keperawatan pada lingkup masalah klien yang
kompleks di area spesialistik.
c) Menerapkan tata kelola klinis dalam pelayanan keperawatan.
d) Melakukan evaluasi efektifitas metode penugasan yang sesuai dalam
pengelolaan asuhan keperawatan di unit.
e) Merumuskan indikator keberhasilan intervensi keperawatan.
f) Menetapkan pengelolaan asuhan klien dengan masalah kompleks pada
area spesialistik.

92
g) Menetapkan upaya perbaikan mutu.
h) Melakukan tahapan penyelesaian masalah etik, legal dalam asuhan
keperawatan dalam berbagai lingkup pelayanan keperawatan.
i) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai dengan karakteristik
klien dengan masalah kompleks di area spesialistik.
j) Menerapkan prinsip caring yang sesuai dengan karakteristik dan masalah
klien dengan kasus spesialistik.
k) Melaksanakan risiko klinis menggunakan pendekatan Healthcare Failure
Mode & Effect Analysis atau Analisis Efek & Mode Kegagalan di
Pelayanan Kesehatan(HFMEA).
l) Menerapkan prinsip kerjasama secara interdisiplin/interprofesional.
m)Melakukan upaya perbaikan mutu asuhan keperawatan dengan
memberdayakan sumber terkait.
n) Melakukan pengendalian mutu asuhan keperawatan di beberapa unit.
o) Menyusun rancangan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar klien
dan keluarga pada area spesialistik.
p) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien dan keluarga pada area
spesialistik.
q) Mengevaluasi ketercapaian edukasi kesehatan pada area spesialistik dan
rencana tindak lanjut.
r) Melaksanakan preceptorship dan mentorship pada area spesialistik.
s) Menganalisis hasil penelitian dalam pemberian asuhan keperawatan pada
area spesialistik.
t) Menggunakan hasil penelitian dalam pemberian asuhan keperawatan pada
area spesialistik.
u) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa membedakan suku,
agama, ras dan antar golongan.
v) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan terhadap pasien.
w) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
x) Menunjukkan sikap asertif.
y) Menunjukkan sikap empati.

93
z) Menunjukkan sikap etik, menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan
standar dan pedoman keperawatan, menunjukkan tanggung jawab terhadap
penerapan asuhan keperawatan sesuai kewenangannya, menunjukkan sikap
kerja yang efektif dan efisien dalam pengelolaan klien, menunjukkan sikap
saling percaya dan menghargai antara anggota tim dalam pengelolaan
asuhan keperawatan.
- Perawat Klinis V
Perawat klinis V adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
memberikan konsultasi klinis keperawatan pada area spesialistik, melakukan
tata kelola klinis secara transdisiplin, melakukan riset klinis untuk
pengembangan praktik, profesi dan kependidikan keperawatan. Kompetensi
perawat klinis V yaitu:
a) Menerapkan prinsip caring yang sesuai dengan karakteristik dan masalah
klien yang kompleks di area spesialistik.
b) Merumuskan strategi penanganan akar masalah dan risiko klinis secara
lintas disiplin.
c) Menganalisis potensi risiko klinis dari intervensi keperawatan.
d) Menerapkan prinsip dan model kerjasama secara
interdisplin/interprofesional dalam pelayanan kesehatan, transdisiplin.
e) Menerapkan tata kelola klinis dalam pelayanan kesehatan.
f) Mengembangkan metode penugasan berdasarkan bukti ilmiah.
g) Merumuskan indikator kinerja kunci pengelolaan asuhan klien dengan
masalah kompleks pada area spesialistik sebagai acuan penilaian.
h) Mengembangkan metoda perbaikan mutu asuhan keperawatan berdasarkan
bukti ilmiah.
i) Menggunakan filosofi dasar keperawatan sebagai dasar keputusan dalam
pemberian asuhan keperawatan spesialistik.
j) Menyediakan pertimbangan klinis sebagai konsultan dalam asuhan
keperawatan klien dengan masalah klien yang kompleks di area
spesialistik.

94
k) Melakukan pembinaan tata laku dan pertimbangan etik profesi, legal
dalam lingkup pelayanan keperawatan.
l) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai dengan karakteristik,
masalah klien yang kompleks di area spesialistik sebagai konsultan.
m)Menyusun strategi penanganan akar masalah dan risiko klinis secara lintas
disiplin.
n) Menggunakan model kerjasama secara interdisiplin/interprofesional dalam
pelayanan kesehatan, transdisiplin.
o) Melakukan pemberian konsultasi klinis dalam asuhan keperawatan pada
klien dengan masalah kompleks pada area spesialistik.
p) Mengembangkan berbagai alternatif intervensi keperawatan berdasarkan
bukti ilmiah.
q) Mengembangkan sistem dalam menjaga mutu asuhan keperawatan secara
keberlanjutan.
r) Melaksanakan konsultasi dan edukasi kesehatan baik bagi peserta didik,
sejawat, klien, maupun mitra profesi sesuai kebutuhan.
s) Menyediakan advokasi sebagai konsultan dalam pelaksanaan
preceptorship dan mentorship.
t) Mengevaluasi hasil penelitian untuk merumuskan intervensi keperawatan.
u) Melakukan riset keperawatan semi eksperimental dan eksperimental.
v) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa membedakan suku,
agama, ras dan antar golongan.
w) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan terhadap pasien.
x) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
y) Menunjukkan sikap asertif.
z) Menunjukkan sikap empati, menunjukkan sikap etik, menunjukkan
kepatuhan terhadap penerapan standar dan pedoman keperawatan,
menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan asuhan keperawatan
sesuai kewenangannya, menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien
dalam pengelolaan klien, menunjukkan sikap saling percaya dan
menghargai antara anggota tim dalam pengelolaan asuhan keperawatan.

95
2) Level Karir dan Kompetensi Perawat di Pelayanan Primer
Kompetensi perawat di pelayanan primer saat ini difokuskan pada kompetensi
perawat komunitas secara umum. Kedepan akan dikembangkan kompetensi
perawat klinis di pelayanan primer menjadi lima sub bidang yang terdiri dari
kompetensi perawat komunitas, perawat keluarga, perawat gerontik, perawat
kesehatan kerja dan perawat kesehatan sekolah. Kompetensi sesuai level pada
perawat klinis yaitu :
- Perawat Klinis I
Perawat Klinis I adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan individu dalam konteks keluarga di tatanan
pelayanan primer atau di wilayah RW atau Dusun atau setaraannya.
Kompetensi perawat klinis I yaitu:
a) Melaksanakan praktik keperawatan sesuai dengan kode etik, kebijakan
lokal dan nasional.
b) Melakukan praktik keperawatan memperhatikan hak klien terkait privasi,
memperoleh informasi, kerahasiaan dan keamanan informasi, rasa aman
dan bermartabat, dan budaya.
c) Melakukan pengkajian kesehatan individu setiap anggota keluarga baik
beresiko maupun mempunyai masalah kesehatan.
d) Melakukan pemeriksaan fisik seluruh individu di dalam keluarga.
e) Mengidentifikasi faktor risiko kesehatan individu.
f) Mengidentifikasi kemampuan individu dan keluarga dalam
penanggulangan masalah kesehatan di keluarga.
g) Melakukan analisis data dan merumuskan diagnose keperawatan individu
dalam konteks keluarga
h) Melakukan penapisan masalah keperawatan individu di keluarga dan
fasilitas sarana primer.
i) Menetapkan tujuan pelayanan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar individu di keluarga.
j) Menetapkan rencana intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
dasar individu dengan melibatkan peran serta keluarga.

96
k) Melakukan tindakan keperawatan, penekanan pada upaya pemenuhan
kebutuhan dasar individu di sarana pelayanan primer atau di keluarga.
l) Melakukan evaluasi melalui penilaian tercapainya tujuan pemenuhan
kebutuhan dasar individu.
m)Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan format asuhan
keperawatan individu dalam konteks keluarga.
n) Melakukan rujukan klien kepada perawat atau fasilitas pelayanan
kesehatan setingkat lebih tinggi apabila mengidentifikasi kebutuhan
penanganan diluar kewenangan PK1.
o) Melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam praktik keperawatan
melalui keikutsertaan pada kegiatan ilmiah.
p) Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab
profesi.
- Perawat Klinis II
Perawat Klinis II adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga di wilayah desa atau Kelurahan
atau setaraannya. Kompetensi perawat klinis II yaitu :
a) Menunjukkanperilaku bertanggung gugat dan bertanggung jawab terhadap
keputusan dan tindakan profesional dalam melakukan asuhan keperawatan
keluarga.
b) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya dalam memberikan
asuhan keperawatan keluarga.
c) Melakukan pengkajian kesehatan keluarga baik beresiko maupun
mempunyai masalah kesehatan.
d) Mengidentifikasi faktor risiko masalah kesehatan keluarga.
e) Mengidentifikasi sumber daya keluarga sebagai faktor pendukung
kesehatan keluarga.
f) Melakukan analisis data hasil pengkajian keluarga secara komprehensif.
g) Merumuskan diagnosis keperawatan keluarga.
h) Melakukan penapisan masalah keperawatan keluarga.
i) Menyusun rencana intervensi keperawatan keluarga.

97
j) Mengimplementasikan tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
dasar keluarga dengan melibatkan anggota keluarga.
k) Melakukan penemuan kasus (case finding) pada keluarga berisiko.
l) Melakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kemandirian
keluarga dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan keluarga.
m)Melakukan pendampingan (coaching) pada keluarga dengan masalah
kesehatan.
n) Melakukan konseling individu dengan masalah kesehatan.
o) Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan dengan memperhatikan
kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan anggota
keluarga.
p) Melakukan rujukan penanganan masalah yang memerlukan penanganan di
luar kewenangannya.
q) Menggunakan hasil penelitian (evidence based practice) dalam praktik
keperawatan keluarga.
r) Menganalisis asuhan keperawatan yang diberikan untuk meningkatkan
kualitas pemberian asuhan keperawatan keluarga.
s) Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan format asuhan
keperawatan keluarga.
t) Menunjukan keterlibatan dalam pengembangan praktik keperawatan
profesional.
u) Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab
profesi.
v) Menunjukkan keterlibatan dalam kegiatan ilmiah keperawatan dengan
mengikuti seminar, pelatihan, workshop keperawatan.
w) Melaksanakan tugas sebagai mentor bagi PK I.
- Perawat Klinis III
Perawat klinis III adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan kelompok di komunitas atau di seting khusus
(sekolah, industri, panti, LAPAS) di wilayah Kecamatan. Kompetensi
perawat klinis III yaitu:

98
a) Menunjukkan perilaku bertanggung gugat dan bertanggung jawab terhadap
keputusan dan tindakan profesional dalam melakukan asuhan keperawatan
kelompok.
b) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya dalam memberikan
asuhan keperawatan kelompok.
c) Melakukan pengkajian kesehatan kelompok yang berisiko maupun
mempunyai masalah kesehatan.
d) Melakukan skrining kelompok yang berisiko tinggi.
e) Membuat peta masalah kesehatan kelompok.
f) Memimpin Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
g) Melakukan analisis data dari berbagai sumber untuk menegakkan diagnosa
keperawatan kelompok.
h) Melakukan penapisan masalah berdasarkan skala prioritas masalah
keperawatan kelompok.
i) Menyusun rencana intervensi keperawatan pada kelompok berdasarkan
tiga level pencegahan.
j) Melakukan berbagai jenis tindakan keperawatan komunitas berbasis
masyarakat dengan pendekatan promotif dan preventif.
k) Mendokumentasikan secara akurat dan tepat waktu sesuai standar.
l) Mengelola kelompok swabantu (self help group) di masyarakat atau di
seting khusus sesuai kebutuhan.
m)Melakukan penemuan kasus (case finding) pada kelompok di masyarakat
dan di setting khusus.
n) Melakukan pendampingan (coaching) pada kelompok dengan masalah
kesehatan.
o) Melakukan konseling kelompok dengan masalah kesehatan.
p) Melakukan tindakan pencegahan cedera pada kelompok risiko tinggi.
q) Melakukan pembinaan kader.
r) Melakukan kampanye hidup bersih dan sehat.
s) Menyusun proposal promosi kesehatan pada kelompok.
t) Melaksanakan kerja tim kesehatan pada kelompok.

99
u) Mampu menampilkan kemampuan leadership secara efektif.
v) Mampu mengelola pelayanan keperawatan komunitas di tingkat
kabupaten/kota.
w) Melakukan rujukan kasus kelompok sesuai dengan jenjang sistem rujukan.
x) Menggunakan hasil riset dalam pemberian asuhan keperawatan kelompok.
y) Menyusun laporan program kesehatan pada kelompok.
z) Melakukan surveilans terhadap potensi wabah di masyarakat tingkat
Kecamatan, melakukan monev program kesehatan tingkat Kecamatan,
menyusun rencana strategis program kesehatan tingkat Kecamatan,
melakukan advokasi kesehatan bagi masyarakat yang mempunyai masalah
kesehatan, melakukan analisis pencapaian program kesehatan tingkat
Kecamatan, melakukan bimbingan teknis kepada mahasiswa keperawatan,
melakukan bimbingan teknis dan supervisi kepada Perawat Klinis II.
- Perawat Klinis IV
Perawat klinis IV adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten
atau Kota. Kompetensi perawat klinis IV yaitu :
a) Menunjukkanperilaku bertanggung gugat dan bertanggung jawab terhadap
keputusan dan tindakan profesional dalam melakukan asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat.
b) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya dalam memberikan
asuhan keperawatan kesehatan masyarakat.
c) Mendesain instrumen pengkajian kebutuhan masyarakat dan masalah
kesehatan masyarakat memperhatikan faktor risiko atau kerentanan
kesehatan.
d) Menetapkan indikator pengukuran data yang menunjang masalah
keperawatan kesehatan masyarakat.
e) Menetapkan masalah kesehatan prioritas untuk selanjutnya dilakukan
survei mawas diri (SMD).
f) Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat
kabupaten atau kota.

100
g) Membuat peta masalah kesehatan di tingkat kabupaten atau kota.
h) Mengidentifikasi berbagai sumber dan potensi yang mendukung
penyelesaian masalah keperawatan kesehatan masyarakat.
i) Melakukan pengolahan data dengan perhitungan statistik berdasarkan
hasil survei mawas diri.
j) Melakukan analisis data kuantitaif dan kualitatif dari hasil pengkajian
komunitas di tingkat kabupaten atau kota.
k) Merumuskan diagnosa keperawatan kesehatan komunitas.
l) Menyusun plan of action (POA) untuk menyelesaikan masalah
keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat kabupaten atau kota.
m)Mengelola kelompok khusus tingkat kabupaten atau kota.
n) Melakukan surveilans atau pelacakan kasus masalah kesehatan masyarakat
di tingkat kabupaten atau kota.
o) Melakukan bimbingan atau pembinaan kesehatan masyarakat berdasarkan
sasaran program kesehatan prioritas di tingkat kabupaten atau kota.
p) Membuat peta wilayah rawan masalah kesehatan berdasarkan kasus
penyakit di tingkat kabupaten atau kota.
q) Mengorganisir pemantauan kasus penyakit ditiap wilayah kecamatan.
r) Melakukan kerjasama dengan sumber daya masyarakat untuk kegiatan
promotif dan preventif.
s) Melakukan ”kampanye hidup sehat” di tingkat Kabupaten/Kota.
t) Mampu menampilkan kemampuan leadership secara efektif.
u) Mampu mengelola pelayanan keperawatan komunitas di tingkat
Kabupaten/Kota.
v) Melakukan rujukan kasus atau masalah kesehatan kepada pihak yang lebih
kompeten.
w) Melakukan pembinaan kesehatan terhadap kelompok risiko tinggi atau
rentan.
x) Monitoring dan evaluasi triwulan dan tahunan.
y) Menyusun laporan tahunan pembinaan kesehatan wilayah di tingkat
kabupaten atau kota.

101
z) Membuat resume singkat tolak ukur keberhasilan pembinaan wilayah
untuk masing-masing kecamatan, menetapkan rencana kerja tahun yang
akan datang berdasarkan hasil rapat monitoring dan evaluasi, melakukan
advokasi kesehatan masyarakat di tingkat Kabupaten/Kota, menunjukkan
keterlibatan dalam membuat kebijakan kesehatan dan sosial, memberikan
umpan balik, saran perubahan di lingkungan praktiknya di tingkat
kabupaten atau kota, melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam
praktik keperawatan Kompetensi PK IV, mengikuti pendidikan
berkelanjutan sebagai wujud tanggungjawab profesi, mengembangkan
kompetensi diri sebagai PK IV, melakukan bimbingan teknis dan supervisi
kepada Perawat Klinis III.
- Perawat Klinis V
Perawat klinis V adalah jenjang perawat klinis dengan kemampuan
melakukan asuhan keperawatan masyarakat dengan masalah kesehatan
kompleks di tingkat provinsi.Kompetensi perawat klinis V yaitu :
a) Menunjukkan perilaku bertanggung gugat dan bertanggung jawab terhadap
keputusan dan tindakan profesional dalam melakukan asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat.
b) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya dalam memberikan
asuhan keperawatan kesehatan masyarakat.
c) Mendesain instrumen pengkajian kebutuhan masyarakat dan masalah
kesehatan komplek dengan memperhatikan faktor risiko atau kerentanan
kesehatan.
d) Menetapkan indikator pengukuran data yang menunjang masalah
keperawatan kesehatan masyarakat yang kompleks.
e) Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat
provinsi.
f) Mengidentifikasi berbagai sumber dan potensi yang mendukung
penyelesaian masalah keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat
provinsi.

102
g) Melakukan analisis data kuantitaif dan kualitatif dari hasil pengkajian
komunitas di tingkat provinsi.
h) Merumuskan diagnosa keperawatan kesehatan komunitas.
i) Menyusun plan of action (POA) untuk menyelesaikan masalah
keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat provinsi.
j) Melakukan surveilans atau pelacakan kasus masalah kesehatan masyarakat
di tingkat provinsi.
k) Melaksanakan peran konsultan di bidang keperawatan komunitas.
l) Menunjukkan keterlibatan dalam penyusunan dan penentuan kebijakan
nasional maupun global.
m)Melakukan advokasi untuk penyelesaian masalah kesehatan komunitas di
tingkat provinsi.
n) Melaksanakan advokasi terhadap pengambil keputusan di wilayahnya
dalam upaya promosi kesehatan.
o) Menerapkan prinsip-prinsip negosiasi, manajemen konflik dan politik
untuk penyelesaian masalah kesehatan masyarakat.
p) Mengkoordinasikan pengembangan dan implementasi program promosi
kesehatan.
q) Mampu menampilkan kemampuan leadership secara efektif.
r) Mampu mengelola pelayanan keperawatan komunitas di tingkat provinsi.
s) Melakukan keterampilan interpersonal yang baik meliputi komunikasi
efektif, penilaian dan coaching, supervisi eksternal, kerjasama antar tim,
dan sebagai mediator dalam penyelesaian masalah keperawatan komunitas.
t) Menunjukan keterlibatan dalam penentuan legislasi yang mempengaruhi
praktik keperawatan.
u) Mengaplikasikan penelitian yang relevan dalam praktik keperawatan
komunitas berdasarkan evidence base practice.
v) Menunjukkan keterlibatan dalam mengembangkan kemitraan interdisiplin
dan intersektoral dalam meningkatkan kesehatan, individu, keluarga,
kelompok dan komunitas.

103
w) Menyusun laporan tahunan pembinaan kesehatan wilayah di tingkat
provinsi.
x) Membuat resume singkat tolok ukur keberhasilan pembinaan wilayah
untuk masing-masing Kabupaten/Kota.
y) Menetapkan rencana kerja tahun yang akan datang berdasarkan hasil rapat
monitoring dan evaluasi.
z) Menghasilkan riset keperawatan semi eksperimen dan eksperimen,
melakukan analisis hasil penelitian untuk merumuskan intervensi
keperawatan, melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam praktik
keperawatan kompetensi PK V, mengikuti pendidikan berkelanjutan
sebagai wujud tanggungjawab profesi, mengembangkan kompetensi diri
sebagai PK V, melaksanakan tugas sebagai pembimbing atau mentor bagi
PK IV.
c. Persyaratan Sistem Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis
Peningkatan ke jenjang karir profesional yang lebih tinggi, perawat klinis harus
melalui pengembangan profesional berkelanjutan dan pengakuan terhadap
kemampuan yang didasarkan kepada pengalaman kerja dan kinerja praktik
keperawatan, serta memenuhi persyaratan tingkat pendidikan, pengalaman kerja
klinis keperawatan sesuai area kekhususan serta persyaratan kompetensi yang telah
ditentukan.
Peningkatan jenjang karir profesional melalui pengembangan profesional
berkelanjutan yang berdasarkan pendidikan dapat dilakukan melalui dua (2) cara
yaitu pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi
(sertifikasi) antara lain:
1) Pendidikan Formal
- Perawat Klinis I (PK I)
Perawat Klinis I (Novice) memiliki latar belakang pendidikan D-III
Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun dan menjalani masa
klinis level I selama 3 - 6 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 1
tahun dan menjalani masa klinis level I selama 2 -4 tahun. Perawat Klinis
I harus mempunyai sertifikat pra klinis.

104
- Perawat Klinis II
Perawat klinis II (Advance Beginner) memiliki latar belakang pendidikan
D-III Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun dan menjalani
masa klinis level II selama 6 - 9 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja
≥ 3 tahun dan dan menjalani masa klinis level II selama 4 - 7 tahun.
Perawat Klinis II harus mempunyai sertifikat PK I.
- Perawat Klinis III
Perawat klinis III (competent) memiliki latar belakang pendidikan D-III
Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 10 tahun dan menjalani masa
klinis level III selama 9 - 12 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 7
tahun dan menjalani masa klinis level III selama 6 - 9 tahun atau Ners
Spesialis I dengan pengalaman kerja 0 tahun dan menjalani masa klinis
level III selama selama 2 - 4 tahun. Perawat klinis III lulusan D-III
Keperawatan dan Ners harus mempunyai sertifikat PK II.
- Perawat Klinis IV
Perawat klinis IV (Proficient) memiliki latar belakang pendidikan Ners
dengan pengalaman kerja ≥ 13 tahun dan menjalani masa klinis level IV
selama 9 – 12 tahun atau Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja ≥ 2
tahun dan dan menjalani masa klinis level IV selama 6 – 9 tahun. Perawat
Klinis IV harus mempunyai sertifikat PK III.
- Perawat Klinis V
Perawat klinis V (Expert) memiliki latar belakang pendidikan Ners
Spesialis I dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun dan mempunyai sertifikat
PK IV atau Ners Spesialis II (Konsultan) dengan pengalaman kerja 0
tahun. Perawat klinis V menjalani masa klinis level 5 sampai memasuki
usia pensiun.
2) Pendidikan Berkelanjutan Berbasis Kompetensi (Sertifikasi)
- Perawat Klinis I (PK I)
Perawat Klinis I (Novice) memiliki latar belakang D-III Keperawatan
dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun dan menjalani masa klinis level I
selama 3 - 6 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun dan

105
menjalani masa klinis level I selama 2 -4 tahun. Perawat klinis harus
mempunyai sertifikat pra klinis.
- Perawat Klinis II
Perawat klinis II (Advance Beginner) memiliki latar belakang D-III
Keperawatan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun dan menjalani masa
klinis level II selama 6 - 9 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 3
tahun dan menjalani masa klinis level II selama 4 - 7 tahun. Perawat klinis
II harus mempunyai sertifikat PK I.
- Perawat Klinis III
Perawat klinis III (competent) memiliki latar belakang D-III Keperawatan
dengan pengalaman kerja ≥ 10 tahun dan menjalani masa klinis level III
selama 9 - 12 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 7 tahun dan
menjalani masa klinis level III selama 6 - 9 tahun. Perawat klinis III harus
mempunyai sertifikat PK II dan sertifikasi teknikal.
- Perawat Klinis IV
Perawat klinis IV (Proficient) memiliki latar belakang D-III Keperawatan
dengan pengalaman kerja ≥ 19 tahun dan menjalani masa klinis level IV
sampai memasuki masa pensiun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 13
tahun dan dan menjalani masa klinis level IV selama 9 – 12 tahun. Perawat
klinis IV harus mempunyai sertifikat PK III serta sertifikasi teknikal II.
- Perawat Klinis V
Perawat klinis V (Expert) memiliki latar belakang Ners dengan
pengalaman kerja ≥ 22 tahun dan menjalani masa klinis level V sampai
memasuki usia pensiun. Perawat klinis V harus mempunyai sertifikat PK
IV serta sertifikasi teknikal II.

106
BAB III

HASIL KAJIAN SITUASI

A. PROFIL
1. Gambaran Umum Rumah Sakit TK II Kartika Husada
Rumah Sakit TK II Kartika Husada Kabupaten Kubu Raya merupakan Rumah Sakit
yang berada dibawah naungan militer XII/Tanjungpura yang bertugas melayani
kesehatan seluruh prajurit TNI dan PNS serta melayani masyarakat umum. Rumah Sakit
TK II Kartika Husada memiliki areal tanah seluas 31.798 m 3 berlokasi di Kelurahan Parit
Baru Kecamatan Sungai Raya Jalan Adisucipto km 6,5 Kabupaten Kubu Raya, dengan
luas bangunan 5061 m2.
Rumah Sakit Kartika Husada sudah “Terakreditasi” pada tahun 2011 oleh KARS
(Komisi Akreditasi Rumah Sakit) dengan ketetapan nomor : KARS-SERT/77/X/2011.
Sebelumnya, rumah sakit ini bernama Rumkit TK III Kartika Husada dan berubah
menjadi Rumkit TK II Kartika Husada pada tahun 2012 dengan dasar:
1) Peraturan Panglima TNI Nomor : 8 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Status Rumah
Sakit Tingkat II Di Lingkungan TNI.
2) Peraturan KASAD Nomor : Perkasad / 8 / VI / 2012 Tentang Penigkatan Status 6
Rumah Sakit Dari Tingkat III menjadi Tingkat II di Jajaran Kodam VI/MLW,
IX/UDY, XII/TPR, XVI/PTM, XVII/CEN dan IM.
2. Gambaran Umum Ruangan
Ruang rawat inap kenanga merupakan ruang perawatan yang terdiri dari ruang
perawatan penyakit dalam laki-laki dan HCU. Ruang penyakit dalam laki-laki
mempunyai kapasitas untuk perawatan pasien sebanyak 37 tempat tidur, yang terdiri dari
3 kelas yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III.
Ruangan kenanga dipimpin oleh seorang Kepala Ruangan yang dibantu oleh 2 Katim
dan 18 Perawat pelaksana. Di dalam ruangan terdapat ruang perawat/ nurse station, loker
penyimpanan obat, lemari, kulkas, tempat tidur.

107
3. Visi, Misi, Tujuan
3.1. Visi
“Menjadi Rumah Sakit Pilihan Pertama Dan Kebanggaan Bagi Prajurit TNI, PNS
KEMHAN dan Keluarganya Serta Masyarakat Umum Di Wilayah Kalimantan Barat”
1) Analisa
Visi adalah serangkaian kata yang menunjukkan impian, cita-cita atau nilai inti
sebuah organisasi, perusahaan atau instansi. Visi merupakan tujuan masa depan
sebuah instansi, organisasi, atau perusahaan. Visi juga adalah pikiran-pikiran yang
ada di dalam benak para pendiri. Pikiran-pikiran tersebut adalah gambaran tentang
masa depan yang ingin dicapai.
Berdasarkan pengertian tersebut visi Rumah Sakit TK II Kartika Husada yaitu
menjadi rumah sakit pilihan pertama dan kebanggaan bagi prajurit TNI, PNS
Kemham dan masyarakat umum.
2) Standar
Syarat Menurut Yusuf Hamdan (2001)
1) Audiens sasaran (target audience)
2) Rentang cakupannya (5 sd 10 tahun)
3) Penggunaan kalimat dan pemilihan kata harus sedemikian rupa sehingga
memenuhi standard
4) Menggunakan kalimat menantang
5) Menggunakan pernyataan unik atau khas
6) Mampu menciptakan kesan positif (brand image) tentang sesuatu yang ingin
dicapai di masa depan.
3.2. Misi
a. Memberikan PelayananKesehatan kepada Prajurit TNI, PNS KEMHAN dan
keluarganya serta masyarakat umum secara komprehensif dengan mengedepankan
mutu dan keselamatan pasien.
b. Melaksanakan dukungan kesehatan yang handal
c. Mewujudkan SDM yang berkualitas

108
1) Analisa
Pernyataan misi adalah tujuan yang melekat setiap organisasi sampai
organisasi bubar kelak. Misi juga dapat diganti jika organisasi bubar dan diganti
dengan organisasi yang baru, organisasi berganti produk dan organisasi
melakukan transformasi besar-besaran.
Berdasarkan misi tersebut Ruang Kenanga sudah sesuai yaitu memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu bagi kepada Prajurit, PNS, dan masyarakat
umum secara professional dan manusiawi, serta mengedepankan keselamatan
pasien, dan memberikan kesehatan yang handal.
2) Standar
 Harus ditulis pendek, singkat, tajam, mudah diingat, unik, realistis, menggambar
kondisi saat ini, kurang dari 25 kata
 Mampu menggambarkan maksud keseluruhan organisasi
 Mengandung keyakinan dasar, filosofi, prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan aspirasi
organisasi
 Harus mengandung siapa penanggungjawab diatasnya atau organisasinya
 Harus mengandung pernyataan tentang batasan aktivitas yang dilakukan,
mencakup produk, pasar, dan geografi atau kedudukan organisasi dimana mereka
melakukan aktivitas
 Mampu menyatakan secara tegas tentang kemampuan dasar dan keunggulan
kompetitif yang dimiliki
 Mampu menyampaikan nilai-nilai yang diharapkan dan diperoleh bagi
penanggungjawab organisasinya.
3.3. Motto
R: Respect
S: Senyum, Sapa, Salam, Sentuh, Sembuh
K: Kualitas
H: Humanis

109
1) Analisa
Moto adalah kalimatatau kata yang digunakan sebagai semboyan atau
pedoman yang menggambarkan motivasi, semangat, dan tujuan dari suatu
organisasi.
Berdasarkan pengertian tersebut motto Rumah Sakit TK.II Kartika Husada
sudah sesuai yaitu menerima pasien yang datang sesuai keluhan dan memerlukan
asuhan keperawatan. Menerima dengan ramah dan melayani setiap pasien yang
datang.
3.4. Tata Tertib Di Rumah Sakit Tingkat II Kartika Husada
I. Ketentuan Bagi Pengunjung Dan Keluarga Pasien
1. Jam Berkunjung
Tabel 3.1
Jam berkunjung di RS TK II Kartika Husada
No Hari Pagi Sore Malam
1 Senin s.d Sabtu Jam : Jam : Jam :
10.00-12.00 16.00-17.00 18.30-21.00
2 Minggu Jam : Jam : Jam :
08.00-12.00 16.00-17.00 18.30-21.00
2. Sesudah jam berkunjung, pengunjung dan keluarga pasien diharapkan segera
meninggalkan rung perawatan
3. Pasien dapat ditunggu oleh 1 ( satu) orang anggota keluarga dan diberikan
kartu penunggu pasien yang diperoleh dari petugas ruang perawatan
4. Apabila dibutuhkan penunggu pasien lebih dari 1 (satu) orang dan atas
pertimbangan petugas ruangan, maka keluarga dapat mengurus surat ijin
menunggu dan diwajibkan mengisi buku kunjungan pasien dari petugas
ruangan.
5. Kartu penunggu pasien berlaku untuk 1 (satu) orang.
II. Ketentuan-Ketentuan Lain
1. Tidak membawa senjata api dan senjata tajam
2. Tidak membawa anak kecil dibawah 1 tahun masuk ke ruang perawatan
3. Tidak membuat gaduh dan ribut

110
4. Tidak membawa barang berharga misalnya : (Laptop, HP, Perhiasan, dll) atau
uang dalam jumlah besar. Apabila terjadi kehilangan, tidak menjadi tanggung
jawab Rumah Sakit Kartika Husada.
5. Tidak merokok diseluruh area rumah sakit
6. Tidak mencuci dan menjemur pakaian di seluruh area rumah sakit
7. Tidak membuang sampah sembarangan
3.5. Hak dan Kewajiban Pasien
Hak Dan Kewajiban Pasien Serta KeluargaDi Rumah Sakit Kartika Huasada
Rumah Sakit Tk.II Kartika Husada bertanggung jawab untuk melindungi dan
mengedepankan hak pasien dan keluarga sesuai UU RI No.44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit yaitu :
1. Pasien berhak memperoleh infromasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit
2. Pasien berhak mendapatkan informasi hak dan kewajiban pasien
3. Pasien berhak mendapatkan layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi
4. Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional
5. Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisen sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi
6. Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang di dapatkan
7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
8. Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang di deritanyakepada
dokter lain yang mempunyai surat ijin praktek baikdi dalam maupun di luar
rumah sakit
9. Pasien berhak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data – data medisnya
10.Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi diagnostis tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko, dan komplikasi yang

111
mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta biaya
pengobatan
11.Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
12.Pasien berhak di damping keluarganya dalam keadaan kritis
13.Pasien berhak menjalakan ibadah sesuai dengan agama/kepercayaan yang dianut
selama hal itu tidak mengganggu pasien yang lainnya
14.Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah ssakit
15.Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku rumah sakit
terhadap dirinya
16.Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan keprcayaan yang dianutnya
17.Pasien berhak mengungat dan/ atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata maupun pidana
18.Pasien berhak mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesaui dengan ketentuan
Kewajiban Pasien Dan Keluarga
1. Menaati segala peraturan dan tata tertib yang berklaku di rumah sakit
2. Mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatan
3. Memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang
diderita kepada dokter yang merawat
4. Melunasi/memberikan imbalan jasa atas pelayanan rumah sakit/dokter
5. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

112
B. UNSUR INPUT (5M)

1. M1- Man (Sumber Daya Manusia)

1.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit

Bagan 3.1
Struktur Organisasi Rumah Sakit

113
1.2. Ketenagaan di Rumah Sakit

Tabel 3.2
Jumlah Ketenagaan di Rumah Sakit TK II Kartika Husada

1 Dokter Spesialis Bedah Mulut 1 org


2 Dokter Spesialis Bedah Umum 2 org
3 Dokter Spesialis Orthopedi 2 org
4 Dokter Spesialis Peny. Dalam 3 org
5 Dokter Spesialis Mata 1 org
6 Dokter Spesialis Jiwa 2 org
7 Dokter Spesialis Kandungan 3 org
8 Dokter Spesialis THT-KL 1 org
9 Dokter Spesialis Anak 2 org
10 Dokter Spesialis Syaraf 1 org
11 Dokter Spesialis Anasthesi 2 org
12 Dokter Umum 17 org
13 Dokter Gigi 2 org
14 S1 Apoteker 3 org
15 S1 Kesehatan Masyarakat 2 org
16 S1 Keperawatan 12 org
17 D IV Fisioterapi 1 org
18 D IV Kebidanan 2 org
19 D IV Kesling 1 org
20 D III Kesling 1 org
21 D III Analis Kesehatan 7 org
22 D III Kebidanan 24 org
23 D III Keperawatan Gigi 5 org
24 D III Manajemen RS 1 org
25 D III Fisioterapi 2 org
26 D III Radiologi 4 org
27 D III Keperawatan Gizi 1 org
28 D III Farmasi 5 org
29 D III Keperawatan 95 org
30 D III Rekam Medis 1 org
31 S1 Administrasi Negara 1 org
32 S1 Biologi 1 org
33 S1 Ekonomi 4 org
34 S1 Pendidikan Agama 1 org
35 D IV Akuntansi 1 org
36 D III Komputer 1 org
37 D III Bahasa Asing 1 org
38 D III Akuntansi 2 org

114
39 D III Administrasi 1 org

1.3. Strukur Organisasi Ruangan

Bagan 3.2
Struktur Organisasi di Ruangan Kenanga RS TK II Kartika Husada
PERAWAT PERAWAT
PELAKSANA PELAKSANA
1. Deden Suharyadi, KARU 1. Supartono, Amd.
Amd.Kep Yuli Kurniasari, S.Kep Kep
2. Ghania T.C, Amd. 2. Devi Rosilinda,
Kep S.kep., Ners
3. Suci Rahayu, Amd, 3. Nurlisda, Amd. Kep
Kep 4. Rifa’i, S. Kep., Ners
4. Titim Sonia,
KATIM 1 Amd. 5. Ade Ghozali,
KATIM 2 Amd.
Kep
Arina Merlianti, S.Kep., Ners Kep
Meri Sucianarida, S.Tr.Kep
5. Dian Pratiwi, Amd. 6. Uun Kurniasih, Amd.
Kep Kep
6. Desi Dikta, Amd. 7. Iwan Kurniawan,
Kep Amd. Kep
7. Erna Sitorus, Amd. 8. Rozi Kamarullah,
Kep Amd. Kep
8. Asi Nurazizah, 115 9. Fitra Wulandari,
Amd. Kep Amd, Kep
9. Febriana K,
Amd.Kep
1.4. Ketenagaan di Ruangan

Tenaga di ruangan Kenanga RS TK II Kartika Husada terdiri dari 21 perawat,

Tabel 3.2
Jumlah Tenaga di Ruangan Kenanga RS TK II Kartika Husada
No. Nama Jenis Pendidikan Jabatan

1 Yuli Kurniasari, S.Kep PNS S1 Kep Ka. Ruangan


2 Arina Merlianti, S.Kep., Ners Non PNS S1 Kep Ners Katim 1

3 Meri Sucianarida, S.Tr.Kep Non PNS D4 Kep Katim 2


4 Deden Suharyadi, Amd.Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
5 Ghania T.C, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana

116
6 Suci Rahayu, Amd, Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
7 Titim Sonia, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
8 Dian Pratiwi, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
9 Desi Dikta, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
10 Erna Sitorus, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
11 Asi Nurazizah, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
12 Febriana K, Amd.Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
13 Supartono, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
14 Devi Rosilinda, S.kep., Ners Non PNS S1 Kep Ners Pelaksana
15 Nurlisda, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
16 Rifa’i, S. Kep., Ners Non PNS S1 Kep Ners Pelaksana
17 Ade Ghozali, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
18 Uun Kurniasih, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
19 Iwan Kurniawan, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
20 Rozi Kamarullah, Amd. Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana
21 Fitra Wulandari, Amd, Kep Non PNS D3 Kep Pelaksana

1.5. Pembagian Dinas

Tabel 3.3
Pembagian Jadwal Dinas Tenaga di Ruangan Kenanga RS TK II Karika Husada
Shift Dinas
Tenaga Libur Total
Pagi Sore Malam
Karu 1 0 0 0 1
Katim 1 1 0 0 2
Perawat 4 4 4 6 18
Pelaksana
Petugas 2 1 0 0 3
Kebersihan
Total 24

1.6. Jumlah Pasien

Tabel 3.4

117
Jumlah pasien di ruangan Kenanga RS TK II Kartika Husada
Jumlah Pasien Januari Februari Maret April Mei Juni
Pasien BPJS 137 152 138 148 160 118
Pasien Dinas 47 43 38 49 27 32
Pasien Umum 33 40 22 43 31 32
Total 217 235 240 198 218 182

1.7. Tingkat Ketergantungan Pasien

Tabel 3.5
Tingkat Ketergantungan Pasien di Ruangan Kenanga RS K II Kartika Husada
Tingkat Ketergantungan
Hari Tanggal Jumlah Pasien
Minimal Parsial Total
Senin 24 Juni 2019 24 1 0 25
Selasa 25 Juni 2019 23 1 0 24
Rabu 26 Juni 2019 22 3 0 25
Kamis 27 Juni 2019 16 6 0 22
Jumat 28 Juni 2019 20 5 0 25
Sabtu 29 Juni 2019 19 7 1 27
Minggu 30 Juni 2019 20 10 0 30
Senin 1 Juli 2019 18 6 0 22
Selasa 2 Juli 2019 15 5 0 20
Rabu 3 Juli 2019 20 6 0 26
Kamis 4 Juli 2019 20 8 1 29
Jumat 5 Juli 2019 16 4 0 20
Sabtu 6 Juli 2019 15 4 0 19
Minggu 7 Juli 2019 12 2 0 14
Senin 8 Juli 2019 17 4 1 22
Selasa 9 Juli 2019 16 5 1 22
Rabu 10 Juli 2019 16 5 1 22
Kamis 11 Juli 2019 10 4 2 16
Jumat 12 Juli 2019 15 5 2 22
Sabtu 13 Juli 2019 12 1 2 15
Minggu 14 Juli 2019 13 4 1 18
Senin 15 Juli 2019 12 4 1 17
Selasa 16 Juli 2019 21 9 1 32
Rabu 17 Juli 2019 17 5 0 22

1.8. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Perawat

Tabel 3.6
Perhitungan Jumlah Tenaga Harian Perawat Berdasarkan Rumus Douglass
Hari Tanggal Shif Tingkat Ketergantungan Jumlah

118
Minimal Parsial Total
Senin 24 Juni Pagi 6 x 0,17 9 x 0,27 0 x 0,36 3,45
2019 Sore 6 x 0,14 9 x 0,15 0 x 0,30 2,19
Malam 6 x 0,07 9 x 0,10 0 x 0,20 1,32
Selasa 25 Juni Pagi 9 x 0,17 12 x 0,27 0 x 0,36 4,77
2019 Sore 12 x 0,14 11 x 0,15 0 x 0,30 3,33
Malam 10 x 0,07 11 x 0,10 0 x 0,20 1,8
Rabu 26 Juni Pagi 12 x 0,17 11 x 0,27 0 x 0,36 5,01
2019 Sore 13 x 0,14 9 x 0,15 0 x 0,30 3,17
Malam 12 x 0,07 7 x 0,10 0 x 0,20 1,54
Kamis 27 Juni Pagi 11 x 0,17 8 x 0,27 0 x 0,36 4,03
2019 Sore 11 x 0,14 7 x 0,15 0 x 0,30 2,59
Malam 11 x 0,07 7 x 0,10 0 x 0,20 1,47
Jumat 28 Juni Pagi 19 x 0,17 5 x 0,27 0 x 0,36 4,58
2019 Sore 19 x 0,14 5 x 0,15 0 x 0,30 3,14
Malam 20 x 0,07 5 x 0,10 0 x 0,20 1,9
Sabtu 29 Juni Pagi 18 x 0,17 7 x 0,27 1 x 0,36 4,95
2019 Sore 18 x 0,14 7 x 0,15 1 x 0,30 3,57
Malam 19 x 0,07 7 x 0,10 1 x 0,20 2,03
Minggu 30 Juni Pagi 18 x 0,17 9 x 0,27 0 x 0,36 5,49
2019 Sore 19 x 0,14 9 x 0,15 0 x 0,30 4,01
Malam 20 x 0,07 10 x 0,10 0 x 0,20 2,4
Senin 1 Juli 2019 Pagi 18 x 0,17 4 x 0,27 0 x 0,36 4,14
Sore 18 x 0,14 5 x 0,15 0 x 0,30 3,27
Malam 18 x 0,07 6 x 0,10 0 x 0,20 1,87

Selasa 2 Juli 2019 Pagi 14 x 0,17 3 x 0,27 0 x 0,36 3,19


Sore 14 x 0,14 5 x 0,15 0 x 0,30 4,21
Malam 15 x 0,07 5 x 0,10 0 x 0,20 1,55
Rabu 3 Juli 2019 Pagi 17 x 0,17 5 x 0,27 0 x 0,36 4,24
Sore 18 x 0,14 5 x 0,15 0 x 0,30 3,27
Malam 20 x 0,07 5 x 0,10 0 x 0,20 1,9
Kamis 4 Juli 2019 Pagi 20 x 0,17 6 x 0,27 1 x 0,36 5,38
Sore 20 x 0,14 7 x 0,15 1 x 0,30 4,15
Malam 20 x 0,07 8 x 0,10 1 x 0,20 2,4
Jumat 5 Juli 2019 Pagi 13 x 0,17 4 x 0,27 0 x 0,36 3,29
Sore 15 x 0,14 4 x 0,15 0 x 0,30 2,7
Malam 16 x 0,07 4 x 0,10 0 x 0,20 1,52
Sabtu 6 Juli 2019 Pagi 15 x 0,17 3 x 0,27 0 x 0,36 3,36
Sore 15 x 0,14 4 x 0,15 0 x 0,30 2,7
Malam 15 x 0,07 4 x 0,10 0 x 0,20 1,45
Minggu 7 Juli 2019 Pagi 12 x 0,17 2 x 0,27 0 x 0,36 2,58
Sore 12 x 0,14 2 x 0,15 0 x 0,30 1,98
Malam 12 x 0,07 2 x 0,10 0 x 0,20 1,04

119
Senin 8 Juli 2019 Pagi 13 x 0,17 3 x 0,27 0 x 0,36 3,02
Sore 15 x 0,14 4 x 0,15 0 x 0,30 2,7
Malam 17 x 0,07 4 x 0,10 0 x 0,20 1,59
Selasa 9 Juli 2019 Pagi 13 x 0,17 4 x 0,27 1 x 0,36 3,65
Sore 16 x 0,14 5 x 0,15 1 x 0,30 3,29
Malam 16 x 0,07 5 x 0,10 1 x 0,20 1,82
Rabu 10 Juli 2019 Pagi 13 x 0,17 4 x 0,27 1 x 0,36 3,65
Sore 16 x 0,14 5 x 0,15 1 x 0,30 3,29
Malam 16 x 0,07 5 x 0,10 1 x 0,20 1,82
Kamis 11 Juli 2019 Pagi 7 x 0,17 3 x 0,27 2 x 0,36 2,72
Sore 10 x 0,14 4 x 0,15 2 x 0,30 2,6
Malam 10 x 0,07 4 x 0,10 2 x 0,20 1,5
Jumat 12 Juli 2019 Pagi 15 x 0,17 5 x 0,27 2 x 0,36 4,61
Sore 15 x 0,14 5 x 0,15 2 x 0,30 3,45
Malam 15 x 0,07 5 x 0,10 2 x 0,20 1,95
Sabtu 13 Juli 2019 Pagi 8 x 0,17 1 x 0,27 2 x 0,36 2,35
Sore 10 x 0,14 1 x 0,15 2 x 0,30 2,15
Malam 12 x 0,07 1 x 0,10 2 x 0,20 1,34
Minggu 14 Juli 2019 Pagi 12 x 0,17 3 x 0,27 1 x 0,36 3,21
Sore 12 x 0,14 3 x 0,15 1 x 0,30 2,43
Malam 13 x 0,07 4 x 0,10 1 x 0,20 1,51
Senin 15 Juli 2019 Pagi 12 x 0,17 0 x 0,27 1 x 0,36 2,4
Sore 12 x 0,14 4 x 0,15 1 x 0,30 2,58
Malam 12 x 0,07 4 x 0,10 1 x 0,20 1,44
Selasa 16 Juli 2019 Pagi 19 x 0,17 8 x 0,27 1 x 0,36 5,75
Sore 20 x 0,14 8 x 0,15 1 x 0,30 4,3
Malam 20 x 0,07 9 x 0,10 1 x 0,20 2,5
Rabu 17 Juli 2019 Pagi 17 x 0,17 4 x 0,27 0 x 0,36 3,97
Sore 17 x 0,14 4 x 0,15 0 x 0,30 2,98
Malam 17 x 0,07 5 x 0,10 0 x 0,20 1,49

1.9. Penyakit Terbanyak

Tabel 3.7
Penyakit Terbanyak di Ruang Kenanga RS TK II Kartika Husada
No. Nama Diagnosa Jumlah
1. DISPEPSIA 36
2. CHF 29
3. GEA 25
4. DIABETES MELLITUS 21
5. DHF 18
6. THYPOID 16
7. TB PARU 15
8. CHEPALGIA 11
9. N-STEMI 11
120
10. CKD 8
2. M2-Material/Machine (Sarana dan Prasarana)

2.1. Inventaris Barang dan Alat Kesehatan di Ruang Kenanga

Tabel 3.8
Daftar Inventaris Barang dan Alat Kesehatan
di Ruang Kenanga RS TK II Kartika Husada
N Kondisi
Nama Alat Jumlah
O B R RB
BARANG INVENTARIS
1 Sarung Bantal Hijau 11 9 2
2 Sarung Bantal Kembang 9 9
3 Selimut Wol 7 7
4 Sprei Hijau 9 9
5 Sprei Kembang/biru 30 30
6 Bantal Dewasa 36 32 4
7 Kasur pasien Dewasa Buas 36 28 3 5
8 Kursi penunggu kotak 36 36
9 Meja pasien 36 34 2
10 Pengaman tempat tidur 29 28 1
11 Tempat tidur 36 35 1
12 Tiang infuse 31 22 9
13 Kulkas 7 7
14 TV 9 9
15 Remote TV 9 9
16 AC 20 20
17 Jam dinding 1 1
18 Dispenser 1 1
19 Rak Sepatu 1 1
20 Troli Visit 1 1
21 Troli EKG 1 1
ALKES
1 Ambubag Dewasa 1 1
2 Lemari Obat 1 1

121
3 Pinset Chirugi 1 1
4 Blood warmer 1
5 Bak Instrumen Kecil 1 1
6 Kom Tutup Kecil 1 1
7 EKG 1 1 1
8 Gunting perban 1 1
9 Torniqued 1 1
10 Kereta O2 1 1
11 Korentang 1 1
12 Kursi Roda 3 3
13 Manometer 2 2
14 Nebulizer 3 2 1
15 Mayo Dewasa 1 1
16 Reflek Hamer 1 1
17 Sterilisator Keing 1 1
18 Suction Dewasa 1 1
19 Tensimeter dewasa 1 1
20 Timbangan BB 1 1
21 Troly Obat 1 1
22 Tromol Besar 1 1
23 Urinal Plastik 2 1 1
24 Pispot 2 2
25 Stetoskop 2 2

2.2. Fasilitas Petugas


Adapun fasilitas yang disediakan untuk petugas kesehatan di ruang Kenanga RS TK
II Kartika Husada :
a. Kamar ganti perawat
b. Rak sepatu 2 item di depan kamar perawat dan ruang karu
c. Nurse station di depan dari pintu utama ruangan
d. Kulkas dalam kondisi aktif dan baik
e. Telepon ruangan 1 item dalam kondisi aktif dan baik
f. Computer 1 set dalam kondisi aktif dan baik
2.3. Fasilitas Pasien
Fasilitas yang disediakan sesuai dengan tingkatan kelas ruangan. Di ruang
Kenanga terbagi menjadi tiga kelas yaitu Kelas I, II dan III. Fasilitas kelas I yaitu
kulkas, televisi, lemari kecil, AC. Fasilitas kelas II yaitu AC dan lemari kecil.
Fasilitas kelas III yaitu 2 kipas angin, dan lemari kecil.

122
3. M3-Method (Metode Pemberian Asuhan Keperawatan)
3.1. Proses Asuhan Keperawatan
a. Penerapan Pemberian Model Asuhan Keperawatan (MAKP)
Penerapan MAKP diruang Kenanga menggunakan metode tim. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Kepala Ruang Kenanga metode tim merupakan
metode yang diterapkan karena pasien di ruang Kenanga cukup banyak dan
lebih mudah untuk diterapkan. Dalam penerapan metode tim setiap shift
perawat dibagi menjadi dua. Tim ruang kiri dan ruang kanan. Ketua tim
bertanggung jawab dalam mengarahkan anggotanya namun juga membantu
menyelesaikan tugas memberi asuhan keperawatan jika pasien banyak dan
anggota mengalami kesulitan. Berdasarkan wawancara dengan perawat
ruangan metode tim yang diterapkan belum berjalan optimal, perawat
mengatakan bahwa kurangnya tenaga setiap shift dinas untuk dibagi menjadi
dua tim, jadi proses pemberian asuhan keperawatan tidak dibagi sesuai tim
melainkan dikerjakan bersama-sama. Berdasarkan pengamatan pemberian
asuhan keperawatan dilakukan secara bersama-sama secara bergantian tidak
dibagi sesuai metode tim.
b. SBAR dan TBK
Berdasarkan wawancara dengan katim di ruangan Kenanga, perawat di
ruang kenanga selalu menuliskan laporan setiap shift yang mencakup lima
aspek SBAR yaitu Situation, Background, Assesment dan Recomendation di
buku laporan yang terbagi menjadi dua yaitu laporan tim 1 dan laporan tim 2.
Selain itu perawat selalu menerapkan TBK dengan baik, setiap menerima
konsulan atau perintah dari dokter maka perawat melakukan tulis, baca dan
konfirmasi ulang.
c. Orientasi Pasien Baru
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perawat orientasi pasien
baru telah dilakukan dengan memasangkan gelang kepada pasien. Berdasarkan
pengamatan orientasi pasien baru di ruang Kenanga belum berjalan secara
optimal dimana beberapa kali pengamatan perawat tidak menjelaskan fungsi
penggunaan gelang, tata tertib, serta tidak mengajarkan klien cuci tangan.

123
d. Timbang Terima
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruang dan beberapa perawat di
ruangan, perawat ruangan selalu melakukan timbang terima tiap pergantian shif
secara tertulis dan lisan. Namun hasil observasi didapatkan bahwa sistem
timbang terima dilakukan di nurse station saja tanpa ke ruang perawatan/bed
pasien. Menurut kepala ruang Kenanga metode timbang terima yang dilakukan
dengan mengunjungi tiap ruang perawatan/bed pasien dirasa sulit untuk
diterapkan menimbang jumlah ruang dan bed yang cukup banyak.
e. Ronde Keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan ronde keperawatan
pernah dilakukan oleh bagian Instalasi Pendidikandengan cara
mempresentasikan satu kasus di satu ruangan di RS Kartika Husada. Namun
ronde ini tidak dilakukan secara rutin. Di ruang Kenanga ronde keperawatan
dilakukan secara spontan yakni jika ada masalah atau kasus diruangan maka
akan dilakukan musyawarah antar perawat dan kadang juga melibatkan dokter.
f. Supervisi Keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang Kenanga, supervisi
dilakukan setiap satu bulan sekali oleh tim supervisi yang diambil dari tiap-tiap
kepala ruang dan ketua tim ruangan yang akan melakukan supervisi di seluruh
ruangan secara bergantian sesuai jadwal yang telah ditentukan, jadi supervisi
ruangan tidak hanya dilakukan oleh kepala ruang kenanga saja tapi dilakukan
oleh tiap kepala ruangan dan ketua tim ruang lain juga. Supervisor bertugas
mengecek ruangan serta mengobservasi tindakan perawat pelaksana kemudian
memberikan evaluasi kepada perawat yang bersangkutan. Supervisi yang
dilakukan di RS TK II Kartika Husada telah memiliki format tersendiri yang
berisi jumlah pasien dalam kategori BPJS, Dinas dan Umum, jumlah pasien
yang rawat inap, rawat jalan, meninggal, APS, dan rujuk, serta kondisi-kondisi
pasien lain seperti pasien nyeri, kritis, pasien transfuse, pasien yang menjalani
operasi dll.
g. Discharge Planning

124
Discharge Planning di ruang Kenanga sudah dilakukan dan cukup optimal
karena disampaikan secara lisan dan tertulis dalam bentuk kertas yang akan
dibawa oleh pasien saat akan pulang. Dimana sebelum pasien pulang dijelaskan
terlebih dahulu terkait penggunaan obat, kapan harus kontrol serta perubahan
gaya hidup jika diperlukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Namun
berdasarkan observasi beberapa kali perawat hanya menjelaskan penggunaan
obat, kontrol serta perubahan gaya hidup pada keluarga pasien.
h. Pengelolaan Sentralisasi Obat
Sentralisasi obat di ruang Kenanga sudah dilakukan, seluruh obat pasien
sudah dibedakan didalam loker obat masing-masing pasien yang ditandai
dengan nomor kamar dan nama pasien. Di ruangan Kenanga juga terdapat
tempat penyimpanan obat emergency. Alur sentralisasi obat antara pasien
umum dan pasien BPJS sama yaitu obat diresepkan oleh dokter kemudian
diserahkan pada keluarga untuk mengambil resep ke depo farmasi, setelah itu
obat berdasarkan resep diserahkan depo ke keluarga, lalu keluarga
menyerahkan obat ke perawat dengan tanda bukti serah terima obat, cairan
infus diberikan perawat ke keluarga untuk disimpan di lemari pasien sedangkan
obat-obatan disimpan perawat sesuai loker pasien yang telah tersedia.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana, tehnik
pendokumentasian sentralisasi obat sudah dilakukan sesuai ketentuan yang
berlaku. Pendokumentasian dilakukan dengan mencatat obat-obatan yang
diberikan sesuai jadwal di lembar daftar pemberian obat di masing-masing
rekam medis pasien. Namun belum ada laporan khusus yang berisikan catatan
seluruh obat yang masuk (nama pasien, nama obat, jumlah obat, dosis
pemberian, waktu pemberian dan cara pemberian).
Pengelolaan obat emergensi yang ada di ruangan Kenanga sudah memenuhi
standar sesuai SOP penyimpanan dan pengontrolan obat emergensi. Obat
emergensi/ obat LASA (Look Alike Sound Alike) yang ada di dalam troli
emergensi telah diletakkan di laci tersendiri dan diberi label LASA. Sediaan
obat emergensi yang ada di ruangan dilakukan pengecekan setiap pagi secara
rutin.

125
i. Dokumentasi Perawatan
Pendokumentasian yang berlaku di ruang Kenanga adalah sistem SOAP
(Subject, Object, Analize, and Planning) yaitu suatu sistem pendokumentasian
yang berorientasi pada pasien. Sistem pendokumentasian dengan SOAP di
ruang Kenanga dilakukan sesuai pergantian jam dinas.
Kepala ruangan mengatakan rekam medis menyediakan format pengkajian
dengan format lembar ceklis untuk ruangan. Berdasarkan hasil wawancara
perawat mengatakan pengkajian yang digunakan sudah cukup mudah dan
dirasa telah komprehensif mengkaji masalah klien. Perawat juga mengatakan
bahwa format pengkajian tersebut telah direvisi beberapa kali sehingga dirasa
semakin baik.
3.2. Proses Manajemen Keselamatan Pasien
Analisa berdasarkan hasil kajian pada RS Tentara Tk. II Katika Husada menurut
6 sasaran manajemen risiko dan keselamatan pasien yaitu sebagai berikut:
a. Ketepatan Identifikasi Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa yang ada, Ruang kenanga telah
melaksanakan manajemen ketepatan Identifikasi Pasien dengan baik, yaitu telah
memasangkan gelang tanda identifikasi pasien tetapi tidak menjelaskan tentang
fungsi gelang yang digunakan oleh pasien, perawat selalu memberikasi
ketepatan pasien sebelum melaksanakan tindakan seperti memberikan injeksi.
b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Ruang kenanga selalu menerapkan komunikasi yang baik, menerapkan
metode TBK (Tulis, Baca dan Konfirmasi). Setiap ada konsulan dan perintah
dari dokter maka perawat akan langsung menuliskan, membaca serta
mengkonfirmasi ulang. Selain komunikasi antar perawat-dokter, komunikasi
antar perawat juga berjalan dengan baik, adanya laporan setiap shift dan operan
secara lisan dan tulisan.
c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Ruang kenanga telah melaksanakan peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai dengan baik, yaitu telah memisahkan obat-obatan emergency dan
non-emergency serta melabeli obat tersebut. Adapun Ruang Kenanga belum

126
memiliki etiket infus sehingga infus yang diberikan kepada pasien tidak berisi
lengkap dengan keterangan jenis cairan dan apakah ada obat yang diberikan
kepada cairan tersebut.
d. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien
Ruang Kenanga telah melaksanakan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-
pasien dengan melengkapi dan melakukan surgical checlist dan melakukan
pemberian obat sesuai indikasi.
e. Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan wawancara dengan perawat di ruang Kenanga, perawat telah
melaksanakan pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan seperti
selalu melakukan tindakan mencuci tangan dengan menggunakan 6 langkah.
Namun berdasarkan pengamatan perawat tidak memberikan penkes terkait cuci
tangan pada klien dan keluarga.
f. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
Ruang Kenanga telah melakukan pengurangan pasien resiko jatuh dengan
baik tetapi belum efektif, bedasarkan wawancara dengan ketua tim, ruangan
telah melakukan skoring resiko jatuh kepada pasien yang masuk, telah
menentukan skoring ringan-berat kepada pasien tersebut. Tetapi terkadang tidak
dilakukan implementasi untuk patient safety tersebut. Implementasi yang
seharusnya dilakukan yaitu diberi identitas untuk menunjukkan bahwa pasien
tersebut memiliki resiko jatuh dengan cara memberi gelang identitas dengan
resiko jatuh, gantungan resiko jatuh, dan memasang kedua side rail tempat tidur
pasien.
3.3. Proses Asuhan Pasien Kolaboratif
Perawat di ruangn Kenanga berkolaborasi dengan dokter dalam masalah
pelayanan pasien. Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien dan melaporkan
kepada dokter yang menangani pasien, menerima instruksi pengobatan,
memberikan obat sesuai instruksi serta bersama-sama dokter menyelesaikan
kesulitan yang dialami pasien.
4. M4- Money (Sumber Dana)

127
Sumber dana di ruang Kenanga sebagian besar berasal dari rumah sakit yang
diperoleh dari APBN yang disusun oleh Tim Renprograr di RS TK II Kartika Husada
sesuai kebutuhan rumah sakit. Selain itu sumber dana berasal dari pembiayaan pasien
yaitu anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan biaya sendiri (umum).
4.1. Rincian Biaya Ruang Rawat Inap
Biaya perawatan di Ruang Rawat Inap (Ranap) disesuaikan dengan tingkatan
kelas. Adapun rincian biaya perawatan di Ranap yaitu
Tabel 3.9
Rincian biaya perawatan di Ruang Rawat Inap RS TK II Kartika Husada
Sewa
Visit Dokter Jasa
Kelas Kamar Konsul
Perawat
RP DPJP Fungsional
ICU 700.000 150.000 50.000 150.000 75.000
VVIP 800.000 150.000 50.000 150.000 70.000
VIP 600.000 125.000 40.000 110.000 50.000
I 195.000 90.000 30.000 90.000 35.000
II 140.000 75.000 25.000 80.000 20.000
III 90.000 65.000 20.000 70.000 15.000
Bayi 90.000 75.000 25.000 80.000 20.000
Bayi Dirawat dengan 190.000 75.000 25.000 80.000 20.000
Inkubator
Keterangan :
a. Biaya administrasi dan materai
‘- di bawah Rp 1.000.000 Rp 35.000
Rp 1.000.000 s/d Rp 2.000.000 Rp 45.000
Rp 2.000.000 Rp 55.000
b. Tarif makan sudah termasuk dalam tariff rawat inap
Tarif makan pasien umum VIP Rp 45.000, Kelas I Rp. 40.000, Kelas II Rp
35.000, Kelas III 32.500
c. Tarif kamar ICU sudah termasuk penggunaan dan peralatan standar ICU
kecuali penggunaan ventilator sesuai tarif (tariff pemeriksaan dan tindakan non
bedah), tarif ventilator Rp 240.000 per hari
d. Tarif tindakan di ICU ditambahkan 20% dari tindakan yang ada

128
129
4.2. Rincian Biaya Pelayanan di Ruang Rawat Inap

Tabel 3.10
Rincian Biaya Pelayanan di Ruang Rawat Inap RS TK II Kartika Husada
RAB
Jasa HAR Material Operasional
No Jenis Penerimaan PNBP Satuan Tarif
Non
Medis Paramedis
Medis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 EKG Pertindakan 66.000 40.000 9.000 2.000 8.000 7.000
Pemakaian ventilator (per hari) Pertindakan 240.000 24.000 72.000 3.600 28.800 111.600
Pemakaian monitor EKG (per hari) Pertindakan 12.000 12.000 36.000 1.800 14.400 55.800
Pemakain syringe pump (per hari) Pertindakan 95.000 9.500 28.500 1.425 11.400 44.175
Pemakain infussion pump (per hari) Pertindakan 95.000 9.500 28.500 1.425 11.400 44.175
Pemakaian DC shock Pertindakan -
 Dokter spesialis Pertindakan 180.000 108.000 16.200 1.395 11.160 43.245
 Dokter umum Pertindakan 95.000 57.000 8.550 736 5.890 22.824
 Perawat Pertindakan 65.000 26.000 19.500 4888 3.900 15.113
Pemasangan mayo tube Pertindakan 15.000 1.500 9.000 113 900 3.488
Nebulizer (dokter) Pertindakan 35.000 26.250 2.625 153 1.225 4.747
Nebulizer (perawat) Pertindakan 30.000 12.000 9.000 225 1.800 6.975
Injeksi (IM, Iv, SC, Pengambilan Pertindakan 5.000 5.000
sampel PMI)
Pasang infuse Pertindakan -
 Dokter Pertindakan 25.000 7.500 17.500
 Perawat Pertindakan 25.000 7.500 17.500
Pasang infuse dengan penyulit Pertindakan - - -
 Dokter Pertindakan 35.000 10.500 24.500
 Perawat Pertindakan 35.000 10.500 24.500
Perawatan infuse Pertindakan 12.000 - 8.400 90 720 2.790
Pasang catheter (dokter) Pertindakan 65.000 48.750 4.875 284 2.275 8.816
Pasang catheter (perawat) Pertindakan 60.000 24.000 18.000 450 3.600 13.950

130
Lepas catheter (dokter) Pertindakan 30.000 22.500 2.250 131 1.050 4.069
Lepas catheter (perawat) Pertindakan 28.000 11.200 8.400 210 1.680 6.510
Pasang NGT (dokter) Pertindakan 60.000 45.000 4.500 263 2.100 8.138
Pasang NGT (perawat) Pertindakan 50.000 20.000 15.000 375 3.000 11.625
Lepas NGT (dokter) Pertindakan 20.000 15.000 1.500 88 700 2.713
Lepas NGT (perawat) Pertindakan 17.000 6.800 6.800 128 1.020 3.953
Bilas / cuci lambung Pertindakan 31.000 3.100 3.100 233 1.860 7.208
Jasa pasang Oksigen (1 jam) Pertindakan 17.000 1.750 1.750 84 670 2.596
Jasa pasang Oksigen (24 jam) Pertindakan 22.000 2.750 2.750 96 770 2.984
Pemakaian Oksigen Pertindakan -
1-2 LPM/ jam Pertindakan 20.000 - - 500 4.000 15.500
3-4 LPM/ jam Pertindakan 30.000 - - 750 6.000 23.250
5-6 LPM/ jam Pertindakan 45.000 - - 1.125 9.000 34.875
7 LPM lebih/ jam Pertindakan 95.000 - - 2.375 19.000 73.625
Observasi (ketat) Pertindakan 55.000 - 16.500 963 7.700 29.838
Mengganti laken Pertindakan 11.000 - 7.700 83 660 2.558
Suction Pertindakan -
 1 kali Pertindakan 28.000 2.800 16.800 210 1.680 6.510
 Per hari Pertindakan 50.000 5.000 30.000 375 3.000 11.625
Semprot glyserin Pertindakan 15.000 1.500 9.000 113 900 3.488
Lavement Pertindakan -
 Rendah Pertindakan 35.000 3.500 21.000 263 2.100 8.138
 Tinggi Pertindakan 40.000 4.000 24.000 300 2.400 9.300
Cerument prop (dr. Umum) Pertindakan 95.000 71.250 7.125 416 3.325 12.884
Cerument prop (perawat) Pertindakan 60.000 24.000 18.000 450 3.600 13.950
Memandikan badan (total care) per Pertindakan 60.000 - 48.000 300 2.400 9.300
hari
Memandikan pasien Pertindakan 28.000 - 22.400 140 1.120 4.340
Memasang pispot Pertindakan 11.000 - 8.800 55 440 1.705
Sit bath Pertindakan 28.000 - 22.400 140 1.120 4.340
Resusitasi cardio pulmonary Pertindakan - - - - - -
 Dokter Pertindakan 180.000 135.000 13.500 788 6.300 24.413

131
 Perawat Pertindakan 95.000 38.000 28.500 713 5.700 22.088
Pemasangan gips Pertindakan 245.000 183.750 18.375 1.072 8.575 33.228
Insisi tumor jinak Pertindakan - - - - - -
Diameter < 5 cm Pertindakan 300.000 225.000 22.500 1.313 10.500 40.688
Diameter < 5 cm Pertindakan 600.000 450.000 45.000 2.625 21.000 81.375
Treadmill test Pertindakan 365.000 180.000 36.500 3.713 29.700 115.088

132
5. M5 - Market (Pemasaran)
Rumah Sakit TK II Kartika Husada memiliki visi, misi serta motto dalam sistem
pemasaran. Adapun visi dari RS TK II Kartika Husada yaitu “Menjadi Rumah Sakit
Pilihan Pertama Dan Kebanggaan Bagi Prajurit TNI, PNS KEMHAN dan Keluarganya
Serta Masyarakat Umum Di Wilayah Kalimantan Barat” Hal ini menunjukkan bahwa
RS TK II Kartika Husada merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan bagi
prajurit PNS serta masyarakat umum. Adapun misi dari RS TK Kartika Husada
yaituMemberikan Pelayanan Kesehatan kepada Prajurit TNI, PNS KEMHAN dan
keluarganya serta masyarakat umum secara komprehensif dengan mengedepankan mutu
dan keselamatan pasien, Melaksanakan dukungan kesehatan yang handal, Mewujudkan
SDM yang berkualitas Berdasarkan misi yang diterapkan rumah sakit sudah mencakup
indicator mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yakni adanya pelayanan yang
mengedepankan mutu dan keselamatan pasien.
5.1. Efisiensi BOR

Tabel 3.11
Pehitungan BOR Ruangan Kenanga RS TK II Kartika Husada
No Tanggal Jumlah Jumlah tempat BOR
pasien tidur
1 24-Jun-19 32 37 32/37 x 100% = 87%
2 25-Jun-19 19 37 19/37 x 100% = 51%
3 26-Jun-19 23 37 23/37 x 100% = 62%
4 27-Jun-19 17 37 17/37 x 100 % = 46 %
5 28-Jun-19 25 37 25/37 x 100 % = 68%
6 29-Jun-19 27 37 27/37 x 100 % = 77%
7 30-Jun-19 30 37 30/37 x 100 % = 81%
8 1-Jul-19 22 37 22/37 x 100 % = 59%
9 2-Jul-19 20 37 20/37 x 100 % = 54%
10 3-Jul-19 26 37 26/37 x 100 % = 70%
11 4-Jul-19 29 37 29/37 x 100 % = 78%
12 5-Jul-19 20 37 20/37 x 100% = 54%
13 6-Jul-19 19 37 19/37 x 100% = 51%
14 7-Jul-19 14 37 14/37 x 100% = 38%
15 8-Jul-19 22 37 22/37 x 100% = 59%
16 9-Jul-19 22 37 22/37 x 100% = 59%
17 10-Jul-19 22 37 22/37 x 100% = 59%
18 11-Jul-19 16 37 16/37 x 100% = 43%

133
19 12-Jul-19 22 37 22/37 x 100% = 59%
20 13-Jul-19 15 37 15/37 x 100% = 41%
21 14-Jul-19 18 37 18/37 x 100% = 49%
22 15-Jul-19 17 37 17/37 x 100% = 46%
23 16-Jul-19 32 37 32/37 x 100% = 87%
24 17-Jul-19 22 37 22/37 x 100% = 59%

5.2. Kepuasan Kerja Perawat


Berdasarkan wawancara dengan beberapa perawat di ruang Kenanga, perawat
merasa beban kerja di ruang Kenanga cukup berat dikarenakan jumlah pasien yang
banyak dan sumber tenaga perawat dirasa kurang memadai. Rumah sakit belum
pernah melakukan survei terkait kepuasan kerja perawat di Ruang Kenanga
5.3. Kepuasan Pasien
Di ruang Kenanga sudah memiliki kotak saran serta tersedia kontak yang dapat
dihubungi jika memiliki kritik dan saran bagi pelayanan di Ruang Kenanga.
Berdasarkan hasil wawancara pada beberapa pasien di ruang Kenanga, pelayanan
yang diberikan cukup memuaskan, setiap tindakan dijelaskan oleh perawat, jika
pasien bertanya dijawab dengan penjelasan yang mudah dipahami. Namun
beberapa pasien juga mengeluh pelayanan yang diberikan lambat. Hal ini dapat
terjadi karena besarnya beban kerja dan jumlah pasien yang banyak.

134
C. Analisa

1. Analisa SWOT

NO KEGIATAN STERNGTH WEAKNESS OPPURTUNITY THREAT

1 M1- MAN 1. Adanya motivasi 1. Kurang jelasnya 1. Adanya program 1. Adanya tuntutan yang tinggi
( Sumber yang kuat dari wewenang antar pelatihan/seminar khusus dari masyarakat untuk
Daya perawat ruangan staff yang dibuktikan terkait dengan pelayanan kesehatan yang
Manusia ) untuk dengan tugas yang pemberdayaan staff; lebih professional;
mengembangkan kurang sesuai
kemampuan diri. dengan peran 2. Adanya kesempatan untuk 2. Makin tingginya kesadaran
melanjutkan pendidikan ke masyarakat akan hukum
2. Mampu 2. Tidak ada bagian jenjang yang lebih tinggi; tentang kesehatan;
bekerjasama administrasi khusus
dengan baik dan yang mengatur 3. Adanya kerjasama yang baik 3. Makin tingginya kesadaran
saling membantu rincian administrasi antar perawat; masyarakat akan pentingnya
dalam penyelesaian pasien sehingga kesehatan.
4. Adanya kebijakan
tugas menambah beban pemerintah yang mengatur
kerja staff ruangan
3. Adanya tentang profesionalisasi
pemberdayaan staff perawat.
dengan
mengikutsertakan
staff untuk
mengikuti pelatihan
dan seminar yang
disesuaikan dengan
kebutuhan ruangan

2 M2- Material 1. Memiliki sarana 1. Belum optimalnya 1. Adanya anggaran dari rumah 1. Persaingan antar RS yang
Lokasi, dan prasarana yang penggunaan tempat sakit untuk pembaharuan semakin kuat terutama RS
Sasaran dan mendukung sampah infeksius sarana dan prasarana. swasta yang jumlahnya

135
Prasarana pelayanan di rumah dan non-infeksius meningkat;
sakit; dan safety box
sehingga sampah 2. Tidak terpantaunya secara
2. Lokasi nurse kadang tidak keseluruhan sarana dan
station yang terpisah; prasarana yang terdapat di
terletak di antara dalam ruangan;
ruangan pasien 2. Tempat mencuci
dapat memudahkan tangan bagi pasien 3. Adanya tuntutan dari
perawat untuk dan pengunjung masyarakat untuk
memberikan dengan hand rubs mendapatkan sarana dan
pelayanan kepada pengganti wastafel prasaran yang memadai.
pasien; kurang; hanya
tersedia 1 di ruang
3. Terdapat peraturan kelas III dan 2 di
yang jelas tentang lobby ruangan.
tata tertib pasien
dan keluarga;

4. Terdapat struktur
organisasi dan visi
misi rumah sakit

5. Rumah sakit sudah


terakreditasi

6. Terdapat daftar
inventaris barang
dan alat kesehatan
di ruangan

7. Terdapat papan
berisi daftar nama
pasien, no
ruangan/bed, dokter

136
penanggung jawab
serta alamat pasien

3 M3 – Method 1. Terdapat model 1. Pelaksanaan MAKP 1. Adanya mahasiswa profesi 1. Kemajuan ilmu keperawatan
MAKP asuhan model tim belum ners yang dapat yang berkembang pesat
keperawatan sesuai harapan memberikan role model menuntut perawat untuk
professional dikarenakan dalam praktik manajemen selalu memperbaharui
(MAKP) yang kurangnya tenaga keperawatan dan pengetahuan dan skillnya;
digunakan di perawat setiap shift memberikan informasi
ruangan; dinas yang tidak terbaru mengenai ilmu 2. Beban kerja yang tinggi
sebanding dengan keperawatan; sehingga membuat perawat
2. Terdapat jumlah pasien yang kurang mempunyai waktu
dokumentasi dalam cukup banyak 2. Adanya kerjasama yang baik untuk mencari informasi
bentuk pencatatan antara mahasiswa profesi terbaru mengenai
dan laporan; 2. Orientasi pasien baru ners dengan perawat perkembangan ilmu
yang tidak ruangan; keperawatan.
3. Terlaksananya dilaksanakan secara
komunikasi yang optimal, perawat 3. Terdapat kerjasama antara
efektif antara tidak menjelaskan institusi Fakultas kedoteran
perawat dan tim tata tertib dan Untan dengan RS
kesehatan lain; penggunaan gelang,
4. Adanya laporan 3. Timbang terima
jaga setiap belum dilaksanakan
pergantian jam secara optimal,
dinas. hanya dilakukan
secara lisan dan
tertulis, tidak
mengunjungi tiap
ruangan/bed pasien

4. Discharge Planning
belum dilaksanakan

137
secara optimal,
beberapa kali
perawat hanya
menjelaskan
penggunaan obat di
rumah kepada
keluarga tidak
kepada pasien
langsung

5. Penerapan Patient
Safety yang belum
berjalan dengan
optimal

4. M4-Money 1. Adanya sistem 1. Tidak terdapat 1. Ada kesempatan untuk 1. Adanya tuntutan dari
(Sumber pelayanan yang petugas administrasi menggunakan instrument masyarakat akan pelayanan
dana) ditanggung BPJS khusus, tugas dan medis dengan re-use sehingga adminstrasi yang cepat
tanggung jawab menghemat pengeluaran
2. Adminisrasi dan adminstrasi dipegang
keuangan diatur oleh kepala ruang
dengan sistem
komputerisasi

5. M5-Market 1. Pelayanan 1. Kapasitas pasien 1. Adanya program pelatihan 1. Adanya untutan masyarakat
(Pemasaran) didasarkan dengan melebihi kapasitas bagi tenaga di ruangan terhadap peningkatan
visi, misi dan motto tenaga 2. Adanya peningkatan mutu
pelayanan yang dilakukan 2. Persaingan dengan rumah
rumah sakit
sakit lain
2. Pelayanan
diberikan pada
seluruh pasien
dengan status
dinas/prajurit PNS,

138
umum, dan BPJS

2. Inventarisasi Masalah

No Data Pendukung Masalah

1 DS: Metode tim belum berjalan secara optimal

139
- Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan metode tim yang
diterapkan belum berjalan optimal, perawat mengatakan bahwa kurangnya
tenaga setiap shift dinas untuk dibagi menjadi dua tim, jadi proses
pemberian asuhan keperawatan tidak dibagi sesuai tim melainkan
dikerjakan bersama-sama.
DO:

- Berdasarkan pengamatan pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara


bersama-sama secara bergantian tidak dibagi sesuai metode tim
2 Ds : Orientasi pasien baru belum berjalan optimal

- Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perawat orientasi pasien


baru telah dilakukan dengan memasangkan gelang kepada pasien
Do :

- Berdasarkan pengamatan orientasi pasien baru di ruang Kenanga belum


berjalan secara optimal dimana beberapa kali pengamatan perawat tidak
menjelaskan fungsi penggunaan gelang, tata tertib, serta tidak mengajarkan
klien cuci tangan..

3 DS: Penerapan timbang terima yang belum optimal

- Berdasarkan wawancara dengan kepala ruang dan beberapa perawat di


ruangan, perawat ruangan selalu melakukan timbang terima tiap pergantian
shif secara tertulis dan lisan.
- Menurut kepala ruang Kenanga metode timbang terima yang dilakukan
dengan mengunjungi tiap ruang perawatan/bed pasien dirasa sulit untuk

140
diterapkan menimbang jumlah ruang dan bed yang cukup banyak
DO:

- Hasil observasi didapatkan bahwa sistem timbang terima dilakukan di nurse


station saja tanpa ke ruang perawatan/bed pasien.
4 DS: Dicharge Planning belum dilaksanakan secara
optimal
- Discharge Planning di ruang Kenanga sudah dilakukan dan cukup optimal
karena disampaikan secara lisan dan tertulis dalam bentuk kertas yang akan
dibawa oleh pasien saat akan pulang. Dimana sebelum pasien pulang
dijelaskan terlebih dahulu terkait penggunaan obat, kapan harus kontrol serta
perubahan gaya hidup jika diperlukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan
DO:

- Namun berdasarkan observasi beberapa kali perawat hanya menjelaskan


penggunaan obat, kontrol serta perubahan gaya hidup pada keluarga pasien.

5. DS : Patent Safey belum berjalan optimal

- Berdasarkan wawancara dengan ketua tim, ruangan telah melakukan


skoring resiko jatuh kepada pasien yang masuk, telah menentukan skoring
ringan-berat kepada pasien tersebut. Tetapi terkadang tidak dilakukan
implementasi untuk patient safety tersebut
- Berdasarkan wawancara dengan perawat di ruang Kenanga, perawat telah
melaksanakan pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
seperti selalu melakukan tindakan mencuci tangan dengan menggunakan 6

141
langkah
DO :

- Memasangkan gelang tanda identifikasi pasien tetapi tidak menjelaskan


tentang fungsi gelang yang digunakan oleh pasien
- Ruang Kenanga belum memiliki etiket infus sehingga infus yang diberikan
kepada pasien tidak berisi lengkap dengan keterangan jenis cairan dan
apakah ada obat yang diberikan kepada cairan tersebut.
- Tidak tampak penggunaan gelang identitas dengan resiko jatuh, gantungan
resiko jatuh, dan memasang kedua side rail tempat tidur pasien.
- Namun berdasarkan pengamatan perawat tidak memberikan penkes terkait
cuci tangan pada klien dan keluarga.

3. Analisa Masalah

Berdasarkan analisa data tersebut di atas dapat disimpulkan pernyataan sebagai berikut :

No Masalah

1 Metode tim belum berjalan secara optimal


2 Orientasi pasien baru belum berjalan optimal
3 Penerapan timbang terima yang belum optimal
4 Dicharge Planning belum dilaksanakan secara optimal
5 Patent Safey belum berjalan optimal

142
4. Prioritas Masalah

Teknik prioritas masalah yang digunakan adalah teknik kriteria matrik ( Criteria Matrix Technique ), yaitu teknik
pemungutan suara dengan menggunakan kriteria tertentu, secara sederhana dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu
sebagai berikut :
a. Kecenderungan besar dan seringnya kejadian masalah (Magnitude = Mg)
b. Besarnya kerugian yang ditimbulkan (Severity = Sv)
c. Bisa dipecahkan (Managebelity = Mn)
d. Perhatian perawat terhadap masalah (Nursing Concern = Nc)
e. Ketersediaan sumber daya (Affordability = Af)

143
No Masalah Mg Sv Mn Nc Af Jumlah Prioritas

1 Metode tim belum berjalan secara 4 3 5 5 1 18 V


optimal

2 Orientasi pasien baru belum berjalan 4 5 5 5 3 22 I


optimal

3 Penerapan timbang terima yang 5 4 5 5 2 21 III


belum optimal

4 Dicharge Planning belum 3 5 4 4 3 19 IV


dilaksanakan secara optimal

5 Patent Safey belum berjalan optimal 5 5 4 5 3 22 II

D. Rencana Strategis Dan Rencana Operasional

NO KEGIATAN TUJUAN URAIAN TUGAS SASARAN WAKTU TEMPAT PENANGGUNG


JAWAB
1 Mengoptimal Mampu 1. Mengadakan praktik Perawat ruangan Kontinyu Ruang Kenanga 1. Deviliani
kan menerapkan manaejemen dalam Kenanga RS RS TK II 2. Audina
penerapan orientasi pasien bentuk roleplay Kartika Husada Kartika Husada Safitri
orientasi baru yang manajemen keperawatan
pasien baru efektif tentang orientasi pasien
baru
2. Menjelaskan fungsi
penggunaan gelang pada
pasien, tata tertib rumah
sakit, pencegahan infeksi

144
dengan mencuci tangan 6
langkah
2 Patent Mampu 1. Mengkaji ulang resiko Perawat ruangan Kontinyu Ruang Kenanga 1. Deska
Safey belum menguatkan dan jatuh pasien ketika pasien Kenanga RS RS TK II Kurniasari
berjalan meningkatkan baru masuk ke ruangan Kartika Husada Kartika Husada 2. Winda Ayu
optimal Patient safety lestari
kenanga
and
professional 2. Menggolongkan pasien
safet apakah memiliki resiko
jatuh yang tinggi.
3. Melakukan pemasangan
side rail tempat tidur
4. Memasang gantungan
resiko jatuh.
5. Menyediakan poster-
poster langkah cuci
tangan di ruangan untuk
mencegah penularan
infeksi nosokomial
6. Menyosialisasikan cara
cuci tangan kepada pasien
dan keluarga untuk
mencegah infeksi
nosokomial
7. Membuat dan
menyediakan etiket cairan
infuse dan
mensosialisasikannya

3 Mengoptimal Mampu 1. Mengadakan praktik Perawat ruangan Kontinyu Ruang Kenanga 1. Siti Annisa
kan timbang melakukan manaejemen dalam Kenanga RS RS TK II Nuril Huda
terima timbang terima bentuk roleplay Kartika Husada Kartika Husada 2. Deska
secara optimal manajemen keperawatan Kurniasari
tentang timbang terima

145
2. Mempertahankan metode
timbang terima secara
lisan dan tulisan
3. Membuat laporan setiap
shift
4. Melakukan timbang
terima dengan
mengunjungi setiap
ruangan/bed pasien
4 Melaksana Mampu 1. Mengadakan praktik Perawat ruangan Kontinyu Ruang Kenanga 1. Suci
kan melakukan manaejemen dalam Kenanga RS RS TK II Ramadhanty
Dicharge discharge bentuk roleplay Kartika Husada Kartika Husada 2. Engelia
Planning planning secara manajemen keperawatan Rezeki
secara optimal tentang discharge Tampubulon
optimal planning
2. Melaksanakan discharge
planning dengan
mengunjungi bed/ruangan
klien dan menjelaskan
pada klien dan keluarga
5 Mengoptimal Meningkatkan 1. Mengadakan praktik Perawat ruangan Kontinyu Ruang Kenanga 1. Winda Ayu
kan program kualitas SDM manaejemen dalam bentuk Kenanga RS RS TK II Lestari
metode tim roleplay manajemen Kartika Husada Kartika Husada 2. Pika Romana
keperawatan
2. Melakukan pembagian tim
dan jadwal dinas
3. Membuat buku aplusan
dinas
4. Memberikan bahan
pertimbangan kepada
pihak manajemen rumah
sakit untuk menambah
jumlah karyawan
administrasi sehingga
perawat dapat
melaksanakan asuhan

146
keperawatan secara
maksimal.

147
BAB IV

IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan terhadap hasil dari proses
keperawatan. Implementasi pada suatu kelompok diperlukan suatu kerja sama dari berbagai
pihak agar tercapainya suatu tujuan atau hasil yang optimal sesuai dengan kriteria hasil dari
perencanaan. Implementasi merupakan suatu yang bersifat tekstua lmenjadi factual atau dari
persepsi menjadiaksi.
Berdasarkan hasil dari seminar awal dan kesepakatan kepala Ruangan Ruang Kenanga RS TK
II Kartika Husada didapatkan kesepakatan perencanaan yang telah disusun sebelumnya, maka
dari itu kelompok mencoba melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah
disepakati sesuai dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki oleh kelompok. Beberapa
perencanaan telah kelompok implementasikan dan di evaluasi
Adapun implementasi dan evaluasi dilaksanakan mulai minggu kedua praktik manajemen
keperawatan yaitu pada tanggal 1 Juli 2019 – 20 Juli 2019. Implementasi yang dilakukan di
Ruang Kenanga RS TK II Kartika Husada berfokus pada masalah-masalah yang telah didapat
pada pengkajian di minggu pertama praktik manajemen keperawatan. Adapun masalah-masalah
tersebut yaitu (1) Orientasi pasien baru yang belum optimal, (2) Patient Safety yang belum
optimal, (3) Timbang terima yang belum optimal, (4) Discharge planning, serta (5) Penerapan
metode tim.

148
A. Implementasi dan Evaluasi
RENCANA
INDIKATOR
NO STRATEGI KEGIATAN IMPLEMENTASI EVALUASI TINDAK
KEBERHASILAN
LANJUT
1 Mengoptimalkan 1. Mengadakan 1. Terlaksananya Tanggal : 4 Juli 1. Telah 1. Melaksanakan
orientasi pasien baru praktik roleplay 2019-17 Juli 2019 dilaksanakan roleplay
manaejemen manajemen 1. Melaksanakan orientasi keperawatan
dalam keperawatan orientasi pasien pasien baru tentang
bentuk tentang orientasi baru setiap shift setiap shift orientasi pasien
roleplay pasien baru pagi, sore dan yaitu pagi, baru hingga
manajemen 2. Pasien tau dan malam sore dan tanggal 20 Juli
keperawatan mengerti fungsi 2. Melaksanakan malam mulai 2019
tentang penggunaan penjelasan dari tanggal 4 2. Mengevaluasi
orientasi gelang, tata tertib fungsi juli-17 juli pengetahuan
pasien baru rumah sakit, penggunaan 2019 pasien dan
2. Menjelaskan pencegahan gelang pada sebanyak 28 keluarga
fungsi infeksi dengan pasien baru, pasien baru setelah diberi
penggunaan mencuci tangan 6 pemasangan 2. Pasien tau dan penjelasan
gelang pada langkah dan 5 gelang, mengerti terkait fungsi
pasien, tata momen. penjelasan tata terkait fungsi penggunaan
tertib rumah tertib rumah penggunaan gelang pada
sakit, sakit, gelang pada pasien baru,
pencegahan demonstrasi pasien baru, pemasangan
infeksi cuci tangan 6 pemasangan gelang,
dengan langkah dan 5 gelang, penjelasan tata
mencuci momen pada penjelasan tertib rumah
tangan 6 setiap pasien tata tertib sakit,
langkah 5 baru rumah sakit, demonstrasi
moment demonstrasi cuci tangan 6
cuci tangan 6 langkah dan 5
langkah dan 5 momen pada
momen pada setiap pasien
setiap pasien baru
baru

149
2. Mengoptimalkan 1. Mengkaji 1. Skoring resiko Tanggal : 4 Juli 1. Skoring 1. Melanjutkan
patient safety ulang resiko jatuh diisi setiap 2019-17 Juli 2019 resiko jatuh program
jatuh pasien pasien masuk 1. Melakukan diisi dan klien pemasangan
ruang kenanga pengkajian digolongkan gantungan
ketika pasien
2. Side rail resiko jatuh menjadi resiko jatuh
baru masuk terpasang pada dengan mengisi resiko jatuh dan
ke ruangan klien dengan scoring resiko rendah, pemasanagan
kenanga resiko jatuh\ jatuh sedang dan side rail tempat
2. Menggolong 3. Klien dengan 2. Memasang side tinggi. tidur untuk
kan pasien resiko jatuh rail pada klien Berdasarkan pasien dengan
apakah diberi tanda dengan resiko hasil resiko jatuh
(gantungan jatuh pengisian sedang sampai
memiliki
resiko jatuh di Tanggal : 5 Juli scoring mulai tinggi sampai
resiko jatuh bed klien) 2019-17 Juli 2019 dari tanggal 4 roleplay
yang tinggi. 4. Klien dan 3. Memasang juli 2019-17 keperawatan
3. Melakukan keluarga gantungan resiko juli 2019 berakhir
pemasangan diajarkan cara jatuh pada pasien dengan 2. Melanjutkan
side rail mencuci tangan pasien dengan resiko jatuh penggunaan
tempat tidur 6 langkah dan 5 resiko jatuh tinggi : 7 , etiket infus
momen sedang-tinggi pasien dengan
4. Memasang
5. Tersedia etiket Tanggal : 4 Juli 2019 resiko jatuh
gantungan infuse dan – 17 Juli 2019 sedang : 10 ,
resiko jatuh. diterapkan pada 4. Mendemonstrasi pasien dengan
5. Menyosialis setiap klien kan cuci tangan resiko jatuh
asikan cara 6 langkah dan 5 rendah : 11
cuci tangan momen 2. Side rail
kepada Tanggal : 7 Juli 2019 tempat tidur
– 17 Juli 2019 dipasang pada
pasien dan
5. Menyediakan pasien dengan
keluarga eiket infuse dan resiko jatuh
untuk mengisi setiap yaitu
mencegah memberi atau sebanyak 28
infeksi mengganti cairan pasien selama
nosokomial infuse klien tggl 4-17 juli
6. Membuat 2019 dan
diberi
dan

150
menyediaka penjelasan
n etiket kepada
cairan infuse keluarga
3. Pasien dengan
dan
resiko jatuh
mensosialisa sedang dan
sikannya tinggi
dipasangkan
gantungan
resiko jatuh
sebanyak 17
pasien
4. Pasien baru
dan keluarga
mempraktekk
an cuci tangan
6 langkah dan
5, Tanggal 10
dan 11 Juli
dilaksanakan
edukasi cuci
tangan 6
langkah dan 5
momen pada
semua klien
dan keluarga
sebanyak 30
orang
5. Etiket infus
dipasang dan
diisi setiap
kali memberi
dan
mengganti
cairan infus

151
3 Mengoptimalkan 1. Mengadakan 1. Terlaksananya Tanggal : 4 Juli 1. Terlaksanany Melanjutkan
timbang terima praktik roleplay 2019 - 17 Juli 2019 a timbang timbang terima
manaejemen manajemen 1. Melaksanakan terima setiap dengan metode
dalam keperawatan role play pergantian yang efektif
bentuk tentang timbang manajemen shift secara
roleplay terima dengan keperawatan lisan, tulisan Mengajak perawat
manajemen mempertahankan tentang dan untuk melakukan
keperawatan metode timbang timbang terima mengunjungi timbang terima
tentang terima lisan dan dengan masing- dengan
timbang tulisan serta melaksanakan masing bed mengunjungi bed
terima menambah timbang terima klien klien
2. Mempertaha kegiatan timbang secara lisan, 2. Laporan
nkan metode terima dengan tulisan dan SBAR selalu
timbang mengunjungi mengunjungi diisi setiap
terima secara masing-masing bed klien shift
lisan dan bed klien 2. Membuat
tulisan 2. Adanya laporan laporan SBAR
3. Membuat SBAR setiap shift setiap shift
laporan
SBAR setiap
shift
4. Melakukan
timbang
terima
dengan
mengunjungi
setiap
ruangan/bed
pasien
4. Mengoptimalkan 1. Mengadakan Terlaksananya role Tanggal : 5 juli Sebelum pulang Melanjutkan
Discharge Planning praktik play manajemen 2019-17 Juli 2019 klien pelaksanaan
manaejemen keperawatan tentang Melakukan mendapatkan discharge planning
dalam discharge planning discharge planning penjelasan yang telah berjalan
bentuk dengn mengunjungi dengan menjelaskan mengenai
roleplay bed/ruangan klien penggunaan obat penggunaan obat
manajemen dan menjelaskan pada dirumah, modifikasi dirumah,

152
keperawatan klien dan keluarga gaya hidup jika modifikasi gaya
tentang diperlukan, kapan hidup yang
discharge harus kontrol diperlukan, kapan
planning kepada klien dan harus kontrol.
2. Melaksanaka keluarga setiap shift Sebanyak 24
n discharge jika ada pasien pasien telah
planning pulang serta diberikan
dengan melepas gelang discharge
mengunjungi identitas klien planning mulai
bed/ruangan dari tanggal 5 juli
klien dan 2019-17 juli 2019
menjelaskan
pada klien Beberapa klien
dan keluarga menanyakan
ulang untuk
memastikan hal-
hal yang belum
dimengerti
kepada perawat
5. Mengoptimalkan 1. Mengadakan 1. Terlaksananya Tanggal : 4 Juli Metode tim Melanjutkan
metode tim praktik role play 2019-17 Juli 2019 dilaksanakan program yang telah
manaejemen manajemen 1. Dilaksanakan setiap shift dan ada serta
dalam keperawatan metode tim adanya laporan mengevaluasi
bentuk tentang metode dalam pemberian tim 1 dan 2 setiap hambatan dalam
roleplay tim asuhan shift. pelaksanaannya
manajemen 2. Adanya dua tim keperawatan
keperawatan dalam setiap shift yang terdiri dari
tentang dinas tim ruang kanan
metode tim 3. Adanya buku dan tim ruang
2. Melakukan laporan/aplusan kiri
pembagian yang terdiri dari 2. Katim menulis
tim dan laporan im 1 dan laporan tim 1 dan
jadwal dinas tim 2 2 setiap shift
3. Membuat
buku aplusan
dinas

153
4. Memberikan
bahan
pertimbanga
n kepada
pihak
manajemen
rumah sakit
untuk
menambah
jumlah
karyawan
administrasi
sehingga
perawat
dapat
melaksanaka
n asuhan
keperawatan
secara
maksimal.

B. Faktor Kesulitan dan Faktor Pendukung


N KEGIATAN HAMBATAN DUKUNGAN
O
1. Orientasi pasien baru Hambatan dalam pelaksanaan orientasi Adanya dukungan dari karu, katim dan
pasien baru yaitu banyaknya pasien dan perawat ruangan pada mahasiswa dengan
beberapa kali pelaksanaan orientasi pasien mengingatkan untuk melakukan orientasi
baru dilaksanakan tidak beruntutan dimana pasien baru pada pasien yang belum
klien telah dipasangkan gelang oleh perawat diberikan orientasi walaupun telah
ruangan atau perawat IGD dan baru dipasangkan gelang
diberikan penjelasan mengenai fungsi
pemasangan gelang, dan lainnya
2. Patient Safety Hambatan dalam patient safey yaitu klien Tersedianya fasilitas bagi pasien dan
dan keluarga masih sedikit yang menerapkan keluarga untuk cuci tangan 6 langkah
cuci tangan 6 langkah dan 5 momen dengan menggunakan hand rub yang telah
walaupun telah diberi penjelasan tersedia

154
3. Timbang terima Hambatan dalam timbang terima yaitu waktu Adanya motivasi yang tinggi untuk
yang dibutuhkan untuk mengunjungi masing- berubah sehingga tidak keberatan dengan
masing bed klien cukup panjang sehingga penambahan waktu dinas sedikit lebih
akan menambah jam kerja perawat lama untuk dilakukan timbang terima
secara efektif
4. Discharge Planning Tidak ditemukan hambatan dalam Perawat ruangan selalu menerapkan
pelaksanaan discharge planning discharge planning dan memberikan
motivasi kepada mahasiswa dengan
mengingatkan dan memberi kesempatan
kepada mahasiswa untuk menerapkan
discharge planning
5. Metode Tim Hambatan dalam pelaksanaan metode tim Adanya metode modifikasi tim-primer
kurang lebih sama dengan permasalahan di bagi tenaga minim dengan sesuai dengan
ruangan yaitu minimnya tenaga kerja kondisi ruangan kenanga dimana
sehingga metode tim yang digunakan tidak pemberian asuhan keperawatan tetap
berjalan sesuai aturan dimana beberapa kali dibagi menjadi dua tim yang dibagi oleh
tim 1 juga membantu kerja tim 2 namun Karu, Katim bertanggung jawab membagi
laporan tetap dibuat terpisah. tugas masing-masing tim dan juga
membantu menyelesaikannya serta
membuat laporan, keuntungan metode ini
yaitu tim satu dapat membantu tim lainnya
dalam menyelesaikan tugas jika terdapat
kesulitan. Menurut Andung (2017)
Modifikasi Tim-Primer adalah gabungan
atau kombinasi dari model MAKP Tim
dan MAKP Primer yang digunakan
dengan beberapa alasan, yaitu:
Keperawatan primer tidak digunakan
secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S-1
Keperawatan atau setara; Keperawatan tim
tidak digunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan
pasien terfragmentasi pada berbagai tim;
melalui kombinasi kedua model tersebut

155
diharapkan komunitas asuhan
keperawatan terdapat pada primer, karena
saat ini perawat yang ada di rumah sakit
sebagian besar adalah lulusan D-3 dan
SPK sehingga bimbingan tentang asuhan
keperawatan diberikan oleh perawat/ketua
tim. Penelitian Andung (2017)
mempunyai kondisi yang kurang lebih
sama dengan ruang kenanga RS TK II
Kartika Husada dimana kapasitas tempat
tidur sebanyak 32 bed, dengan tenaga
perawat ners sebanyak 2 orang, D3
sebanyak 16 orang dan SPK sebanyak 4
orang. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut didapatkan kinerja perawat
dengan metode modifikasi tim-primer
berjalan dengan baik terutama pada
kegiatan timbang terima, discharge
planning, sentralisasi obat, dan
dokumentasi keperawatan.

156
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pelayanan keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan adalah
memberikan rasa tanggung jawab perawat yang lebih tinggi sehingga terjadi peningkatan
kinerja kerja dan kepuasan pasien. Pelayanan keperawatan ini akan lebih memuaskan
tentunya dengan penerapan model asuhan keperawatan professional atau MAKP karena
kepuasan pasien ditentukan salah satunya dengan pelayanan keperawatan yang optimal.
Dalam penerapan model asuhan keperawatan profesional, apabila tanggung jawab atau
peran perawat yaitu dalam hal dokumentasi, timbang terima, supervisi, dan sentralisasi
obat tidak dijalankan dengan baik, yang berarti menunjukkan kinerja kerja perawat juga
menurun. Proses MAKP yang optimal dapat menjadi peningkatan mutu pelayanan
keperawatan juga rumah sakit dan akan meningkatkan kepuasan pasien.
Ruang Kenanga RS TK II Kartika Husada telah menjalankan MAKP yakni mulai dari
penggunaan metode tim dalam memberikan asuhan keperawatan, senantiasa melaksanakan
timbang terima, orientasi pasien baru, sentralisasi obat, discharge planning, supervisi dan
dokumentasi keperawatan serta manajemen keselamatan pasien. Namun beberapa proses
tersebut juga belum berjalan optimal dikarenakan beban kerja yang cukup berat diruang
kenanga dengan tenaga perawat yang cukup minim. Pelaksanaan roleplay manajemen
keperawatan tentang timbang terima, orientasi pasien baru, discharge planning serta
manajemen keselamatan pasien dalam hal pencegahan resiko jatuh dan resiko infeksi
berjalan dengan baik dengan adanya dukungan penuh baik dari rumah sakit, karu ruang
Kenanga, Katim serta perawat ruangan. Adanya motivasi untuk berubah sehingga
pelaksanaan perbaikan MAKP dapat berjalan sesuai harapan.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan bagi rumah sakit untuk mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan dengan memberi dukungan penuh baik dari segi fasilitas sarana dan prasarana
agar penerapan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat tercapai. Diharapkan juga
bagi rumah sakit untuk mempertahankan dan meningkatkan bentuk pengawasan terkait

157
proses MAKP di masing-masing unit ruang di rumah sakit agar proses MAKP dapat
berjalan dengan baik dan terarah.
2. Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat untuk menjalankan proses pemberian asuhan keperawatan
sesuai dengan standar yakni berpedoman dengan SOP yang telah ada, serta
mempertahankan proses MAKP yang telah berjalan dengan baik dan senantiasa
memperbaiki dan meningkatkan proses MAKP yang belum berjalan optimal. Selain itu
meningkatkan profesionalisme, meningkatkan kualitas dengan mengikuti berbagai
macam pelatihan serta mengembangkan ilmu-ilmu baru yang dapat menjadi sarana
pengembangan mutu pelayanan keperawatan itu sendiri.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa untuk lebih kritis serta bersama-sama rumah sakit dan
perawat untuk memberikan saran solusi bagi masalah manajemen keperawatan sebagai
salah satu bentuk latihan bagi mahasiswa dan sebagai pengalaman mahasiswa dalam
mengelola suatu unit terkecil manajemen yaitu bangsal.

158
DAFTAR PUSTAKA

Andung, P.J.R., Sudiwati, N.L.P.E., Maemunah, N (2017). Gambaran Kinerja Perawat Dalam
Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (Makp) Modifikasi Tim-Primer Di
Ruangan Dahlia Rsud Umbu Rara Meha Waingapu Sumba Timur. Nursing News, 2(3), 746-
758.
Azwar. (2006). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran. Pemecahan
Masalah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Badi'ah,&dkk. (2009). Hubungan motivasi perawat dengan kinerja perawat di ruang rawat inap
rumah sakit daerah panembahan senopati bantul tahun 2008. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan , 74-82.
Bev Jhonson, et all. 2008. Partnering with Patients and families to design a patient – and family
centered health care system. Institute for – Patient – and family – centered care.
www.ipfcc.org.
Blais,K.K., Hayes S.J., Kozier B., Erb G. (2008). Praktik Keperawatan Profesional: Konsep dan
Perspektif, edisi 4. Jakarta : EGC.
Conway P, et all. 2011. Patient – Centered Care categorization of US health care
expenditures. PubMed.
Dehghani K, Allard R, Gratton J, Marcotte L. (2011). Trends in Duration of Hospitalization for
Patients with Tuberculosis in Montreal, Canada from 1993 to 2007. Can J Public
Health;102 (2) :108-11.
Depkes RI, (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
RumahSakit.
Dewi, Mursidah. (2012). Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap Penerapan
Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal
Health & Sport Agustus 2012; 5(3): 646-655.
Frampton, S, et all. (2008). Patient Centered Care Improvement Guide. Inc. and Picker
Institute.
Haliman dan Wulandari. (2012). Cerdas Memilih Rumah Sakit. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Hidayah, Nur. (2014). Manajemen Model AsuhanKeperawatanProfesional (Makp) Tim dalam
Peningkatan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014.

159
Holmquist L, Russo CA, Elixhauser A. (2006). Tuberculosis Stays in U.S. Hospitals,.
Healthcare Cost & Utilization Project (Agency for Healthcare Research & Quality)
Kemenkumham. (2009). UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta:
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemenkes RI. (2011). Panduan Keselamatan Pasien. Jakarta
Kolodner R, Cohn S, Friedman C. (2008). Health Information Technology: Strategic Initiatives,
Real Progress. Health Aff Millwood. Washington. Vol. 5: 383-391
Mc. Nichol, E, et all. (2008). Expanding Nursing and Health Care Practice : Leadership and
Management. D. Patient Centered Care. The Institute of Medicine.
Meestera D K., Verspuy, M., , K.G. Monsieursa, K. G ., Bogaerta,V. B. (2013). SBAR improves
nurse–physician communication and reduces unexpected death:A pre and post
intervention study. Resuscitation xxx (2013) xxx– xxx
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
340/Menkes/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Muninjaya, Gde AA. (2009). Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC
Nasution, M., (2009). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Notoatmojo, Soekidjo. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Orchard C, Curran V, & Kabene S., (2009). Creating a Culture for Interdisciplinary
Collaborative Professional Practice. Med Educ Online [serial online] 2009;10:11.
Poder, Thomas G;Bellemare, Christian;Bédard, Suzanne K;He, Jie;Lemieux, Renald (2010).
New Design of Care: Assessment of an Interdisciplinary Orthopaedic clinic with a pivot
nurse in the province of quebec. Orthopaedic Nursing; Nov/Dec 2010; 29, 6; ProQues
Price, SA. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vol 2 Konsep Klinis Proses-. Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Rangkuti, Freddy .(2006). Analisis SWOT tenik membelah kasus bisnis. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Siegler, L., Eugenia, Fay, Whitney, W. (2000). Kolaborasi Perawat Dokter, Perawatan Orang
Dewasa dan Lansia. Jakarta: EGC.

160
Sirota, T. (2008). Issues In Nursing Nurse/physician relationships Improving or not. Nursing 2008,
Volume 37, Number 1.
Smit M.E and Tremethick J. M, (2013). Development of an international interdisciplinary
course: A strategy to promote cultural competence and collaboration. Nurse Education in
Practice 13 (2013) 132 136
Steel J, Geller, A.D, Tsung A., et al . (2011) Randomized controlled trial of a collaborative care
intervention to manage cancer-related symptoms:lessons learned. Clinical Trials 2011; 8:
298–310
Asmuji. (2012). Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Susilaningsih S.F., Mukhlas M., Sunartini, Utarini A (2011). Kolaborasi dokter-perawat dalam
asuhan pasien pada model pelayanan rawat inap terpadu. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol. 14, No. 2 Juni 2011.
Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit.
Yogjakarta :MitraCendikia Press.
Swansburg, RC. (2009). Management and leadership for nurse administrators (5th ed.).
Sudbury, MA: Jones and Bartlett Learning.
Usman, Husaini. (2011). Manajemen. Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Wibowo. (2008). Manajemen perubahan (edisi kedua). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Witarto. (2009). Memahami Sistem Informasi. Jakarta: Penerbit Informatika.

161
LAMPIRAN

A. JADWAL RENCANA KERJA


B. MEDIA / INSTRUMEN POA
C. FORMAT PENILAIAN
D. DAFTAR HADIR PRAKTIK MANAJEMEN KEPERAWATAN
E. DOKUMENTASI

162
A. JADWAL RENCANA KERJA
Tanggal Pagi Sore Malam Rencana Kegiatan
1 Juli 2019 Deska Kurniasari Pika Romana Winda Ayu Lestari Persiapan pembagian
Annisa Rosalita Suci Ramadhanty Engelia Rezeki Karu, Katim dan
Siti Anisa Nurilhuda Audina Safitri Tampubulon Perawat Pelaksana
2 Juli 2019 Deska Kurniasari Suci Ramadhanty Winda Ayu Lestari 1. Persiapan
Annisa Rosalita Audina Safitri Pika Romana pembagian Karu,
Siti Anisa Nurilhuda Deviliani Katim dan Perawat
Pelaksana
2. Persiapan
Diseminasi Awal
3 Juli 2019 Engelia Rezeki Audina Safitri Pika Romana Persiapan Role Play
Tampubulon Deska Kurniasari Suci Ramadhanty 1. Orientasi pasien baru
Annisa Rosalita Deviliani 2. Patient safety
Siti Anisa Nurilhuda 3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
4 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Deska Kurniasari Suci Ramadhanty Role Play
Engelia Rezeki Deviliani Audina Safitri 1. Orientasi pasien
Tampubulon Siti Anisa Nurilhuda baru
Annisa Rosalita 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
5 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Deviliani Audina Safitri Role Play
Engelia Rezeki Annisa Rosalita Deska Kurniasari 6. Orientasi pasien
Tampubulon Siti Anisa Nurilhuda baru
Pika Romana 7. Patient safety
8. Timbang terima
9. Discharge planning
10. Metode tim
6 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Engelia Rezeki Deviliani Role Play

163
Pika Romana Tampubulon Deska Kurniasari 1. Orientasi pasien
Siti Anisa Nurilhuda Suci Ramadhanty baru
Annisa Rosalita 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high alert
7 Juli 2019 Pika Romana Winda Ayu Lestari Deviliani Role Play
Suci Ramadhanty Engelia Rezeki Annisa Rosalita 1. Orientasi pasien
Siti Anisa Nurilhuda Tampubulon baru
Audina Safitri 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high alert
8 Juli 2019 Suci Ramadhanty Winda Ayu Lestari Engelia Rezeki Role Play
Audina Safitri Pika Romana Tampubulon 1. Orientasi pasien
Siti Anisa Nurilhuda Deska Kurniasari Annisa Rosalita baru
2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material

164
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high alert
9 Juli 2019 Suci Ramadhanty Winda Ayu Lestari Engelia Rezeki Role Play
Audina Safitri Pika Romana Tampubulon 1. Orientasi pasien
Deviliani Deska Kurniasari Siti Anisa Nurilhuda baru
2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high alert
10 Juli 2019 Deviliani Pika Romana Winda Ayu Lestari Role Play
Annisa Rosalita Suci Ramadhanty Siti Anisa Nurilhuda 1. Orientasi pasien
Audina Safitri baru
2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high alert

Mempersiapkan

165
presentasi diseminasi
akhir
11 Juli 2019 Engelia Rezeki Suci Ramadhanty Winda Ayu Lestari Role Play
Tampubulon Deviliani Pika Romana 1. Orientasi pasien
Deska Kurniasari baru
Annisa Rosalita 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high
alert
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
12 Juli 2019 Engelia Rezeki Deska Kurniasari Pika Romana Role Play
Tampubulon Deviliani Suci Ramadhanty 1. Orientasi pasien
Annisa Rosalita baru
Siti Anisa Nurilhuda 2. Patient safety
Audina Safitri 3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Melengkapi material
1. Etiket infuse
2. Etiket tong sampah
infeksius dan non-
infeksius
3. Etiket obat high alert
Mempersiapkan

166
presentasi diseminasi
akhir
13 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Deska Kurniasari Suci Ramadhanty Role Play
Engelia Rezeki Deviliani Audina Safitri 1. Orientasi pasien
Tampubulon baru
Siti Anisa Nurilhuda 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
14 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Deviliani Audina Safitri Role Play
Pika Romana Siti Anisa Nurilhuda Deska Kurniasari 1. Orientasi pasien
Annisa Rosalita baru
2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
15 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Engelia Rezeki Deska Kurniasari Role Play
Pika Romana Tampubulon Annisa Rosalita 1. Orientasi pasien
Deviliani Suci Ramadhanty baru
Siti Annisa Nurilhuda 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
16 Juli 2019 Winda Ayu Lestari Engelia Rezeki Annisa Rosalita Role Play

167
Pika Romana Tampubulon Siti Annisa Nurilhuda 1. Orientasi pasien
Deviliani Suci Ramadhanty baru
Audina Safitri 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
17 Juli 2019 Engelia Rezeki Winda Ayu Lestari Pika Romana Role Play
Tampubulon Suci Ramadhanty Deviliani 1. Orientasi pasien
Audina Safitri baru
Deska Kurniasari 2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
18 Juli 2019 Audina Safitri Winda Ayu Lestari Engelia Rezeki Role Play
Deska Kurniasari Suci Ramadhanty Tampubulon 1. Orientasi pasien
Siti Anisa Nurilhuda Annisa Rosalita Deviliani baru
2. Patient safety
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir
19 Juli 2019 Pika Romana Suci Ramadhanty Winda Ayu Lestari Role Play
Audina Safitri Deska Kurniasari Siti Anisa Nurilhuda 1. Orientasi pasien
Annisa Rosalita baru
2. Patient safety

168
3. Timbang terima
4. Discharge planning
5. Metode tim
Mempersiapkan
presentasi diseminasi
akhir

169
B. MEDIA / INSTRUMEN POA
1. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

SOP PELAKSANAAN SERAH TERIMA TUGAS JAGA (OPERAN)


N
i
l
a
Kriteria i
No Penilaian
T
i
d
a
Ya k
A Tahap Pre Interaksi
1 Menyiapkan tempat untuk serah terima tugas jaga. Operan
dilakukan di depan pintu atau di nurse station dengan suara
perlahan untuk menjaga privacy pasien
2 Mengumpulkan Karu, PN, AN untuk ikut dalam operan
jaga
B Tahap Kerja
1 Memulai dengan doa bersama
2 Mengenalkan diri dan tanggung jawabnya
3 Menyebutkan identitas pasien: nama, umur, diagnosis
medis
4 Menjelaskan diagnosis keperawatan
5 Menjelaskan tindakan keperawatan yang telah dilakukan
6 Menjelaskan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilakukan
7 Menginformasikan jenis dan waktu rencana tindakan
keperawatan yang belum dilakukan
8 Menyebutkan perkembangan pasien yang ada selama shift
9 Menginformasikan pendidikan kesehatan yang telah
dilakukan (bila ada)
10 Menyebutkan terapi dan tindakan medis beserta waktunya
yang dilakukan selama shift
11 Menyebutkan tindakan medis yang perlu dilakukan untuk
shift selanjutnya
12 Menginformasikan kepada pasien/keluarga nama perawat
shift berikutnya pada akhir tugas
13 Mengobservasi dan menginspeksi keadaan pasien,
menanyakan keluhan-keluhan pasien (dalam rangka
klarifikasi)
14 Mengakhiri operan jaga
C Tahap Terminasi
Mendokumentasikan operan jaga

170
SOP PELAKSANAAN PEMBERIAN INFORMASI PASIEN BARU

Kriteria Nilai
No Penilaian
Ya Tidak
Pre Interaksi
Mengumpulkan data pasien
Menyiapkan tempat untuk memberikan informasi
Menyiapkan media (lembar balik) dan blangko bukti
pemberian informasi pasien baru
Orientasi
Memberikan salam dengan tersenyum dan memperkenalkan
diri (nama dan peran perawat)
Mempersilakan pasien/keluarga untuk duduk berhadapan
dengan perawat
Menanyakan nama panggilan kesukaan pasien/keluarga
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan beserta tujuan
Kerja
Melakukan pemberian informasi pasien baru, antara lain:
a. Menjelaskan materi informasi yang akan diberikan
b. Menjelaskan petugas yang akan merawat
c. Menjelaskan waktu konsultasi
d. Menjelaskan hak/kewajiban pasien/keluarga
e. Menjelaskan peraturan dan tata tertib
-Tarif pelayanan
-Tata tertib penunggu dan pengunjung
-Pedoman administrasi pasien pulang
• Pasien umum
• Pasien BPJS
• Pasien Jamkesmas
• Pasien Jamsostek
f. Menjelaskan bahwa perkembangan kondisi dan rencana
perawatan pasien akan disampaikan oleh PN setiap pagi
atau
sewaktu-waktu bila diperlukan
g. Menjelaskan perencanaan perawatan lanjutan (discharge
planning)
h. Menjelaskan fasilitas ruang rawat
i. Menjelaskan tentang cuci tangan
Mengklarifikasi kejelasan pasien/keluarga terhadap
informasi yang telah disampaikan
3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
Terminasi
Menyimpulkan hasil kegiatan
Memberikan reinforcement positive pada pasien/keluarga
Merencanakan tindak lanjut kepada pasien/keluarga dan
rencana pertemuan selanjutnya
Mengakhiri kegiatan dengan salam
Dokumentasi
Perawat dan pasien/keluarga menandatangani bukti
pemberian informasi pasien baru pada blangko rekam
medik yang telah tersedia

171
SOP PELAKSANAAN PERENCANAAN PASIEN PULANG
(DISCHARGE PLANNING)
N
i
l
a
Kriteria i
No Penilaian
T
i
d
a
Ya k
A Tahap Pre Interaksi
1 Mengidentifikasi kebutuhan perawatan lanjut di rumah
2 Menyiapkan data pasien (surat pulang, kartu kontrol, dll)
3 Menyediakan ruangan yang nyaman untuk memberikan
discharge planning
B Tahap Kerja
1 Mempersilakan pasien atau keluarga masuk ke ruangan
yang telah disediakan
2 Memberi salam pada pasien dan keluarga
3 Memperkenalkan diri
4 Menjelaskan tujuan kegiatan
5 Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan
discharge planning
6 Memberikan penkes kepada pasien berupa pengetahuan
maupun keterampilan sesuai dengan hasil identifikasi
kebutuhan perawatan di rumah:
a. Menjelaskan pedoman 1 (perawatan di rumah)
b. Menjelaskan pedoman 2 (pengobatan)
c. Menjelaskan pedoman 3 (periksa ulang/kontrol)
d. Menjelaskan pedoman 4 (latihan/exercise)
7 Memberikan penjelasan tertulis yang dibutuhkan (leaflet
dll)
8 Menginformasikan tentang pelayanan kesehatan terdekat di
wilayah yang dapat dijangkau oleh pasien
9 Memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga untuk
bertanya
10 Memberikan reinforcement kepada pasien/keluarga
11 Mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam
C Tahap Terminasi
Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakukan

172
SOP METODE MODIFIKASI TEAM - PRIMER

173
DEFINISI Pengorganisasian pelayanan / askep yang dilakukan perawat
professional untuk sekelompok klien semenjak masuk rumah
sakit sampai pulang (tanggung jawab total).
Perawat melakukan dua pendekatan dengan metode tim dan
primer yaitu melalui kombinasi kedua model ini diharapkan
terdapat kontinuitas asuhan keperawatan dan akontabilitas
asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer.
TUJUAN Menyediakan informasi tentang pelaksanaan metode
Modifikasi Tim Primer
PERSIAPAN 1. Menyiapkan jadwal shift
2. Menyiapkan penyimpanan obat baik itu lemari obat,
tempat obat, surat persetujuan dan lembar obat.
3. Menyiapkan List pasien
4. Menyiapkan alat – alat yang akan dilakukan untuk
tindakan
RUANG 1. Model keperawatan primer tidak digunakan secara
LINGKUP murni karena sebagain perawat primer harus mempunyai
latar belakang pendidikan pada tingkat S1 Keperawatan
atau setara.
2. Model tim tidak digunakan secara murni karena pada
metode ini tanggung jawab tentang asuhan keperawatan
pasien terfragmentasi pada berbagai tim. Hal ini sukar
menunjuk-kan akontabilitas tenaga keperawatan.
 Metode ini cocok digunakan dalam ruangan :
1. Ruang ICCU/ CVCU
2. Ruang Bedah
3. Ruang Interna
4. Ruang ICU
5. Ruang NICU
INFORMASI 1. Pemimpin tim didelegasikan untuk membuat penugasan
UMUM bagi anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
2. Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan
demokratik dan partisipatif dalam berinteraksi dengan ang-
gota tim.
3. Tim bertanggung jawab perawatan total yang diberikan ke-
pada kelompok pasien.
4. Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar da-
174
pat sukses.
5. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan terdapat
2. SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) & LEAFLET
Terlampir

175
C. FORMAT PENILAIAN
Terlampir

176
D. DAFTAR HADIR PRAKTIK MANAJEMEN KEPERAWATAN
Terlampir

177
E. DOKUMENTASI
1. Orientasi pasien baru

Pemasangan gelang
pasien pada pasien baru
dan menjelaskan
fungsinya

Menjelaskan serta
mendemonstrasikan 6
langkah cuci tangan yang
baik dan benar

Menjelaskan serta tata


tertib RS kepada pasien/
keluarga

178
2. Patient Safety

Menjelaskan serta
memasang tanda side rell
di samping tempat tidur
pasien

Menjelaskan serta
memasang tanda fall risk
di tempat tidur pasien

Memastikan side rail dan


tanda fall risk di tempat
tidur pasien

179
3. Timbang terima

Timbang terima ke bed


pasien

Timbang terima antar


perawat ruangan –
mahasiswa - dokter

Timbang terima antar shift

180
4. Discharge Planning

Discharge Planning
melepas gelang pasien

Discharge Planning
mengenai resep obat
pulang dan aturan pakai
(dosis)

Memberikan penkes
kepada pasien berupa
pengetahuan sesuai
kebutuhan dalam
perawatan di rumah

181
5. Metode Tim

Mahasiswa sedang
roleplay sebagai Karu

Katim I & II serta PP


roleplay sesuai fungsi dan
peran

Penjelasan mengenai fungsi


dan peran oleh Karu, CI, PP
di Ruangan sebelum roleplay

182
6. Lain-Lain

Pemasangan etiket infus Limbah Infeksius


Limbah Non Infeksius

183

Anda mungkin juga menyukai