Anda di halaman 1dari 69

PERSEPSI REMAJA TERHADAP

HUBUNGAN SEKSUAL BEBAS


DI SLTP K. IMMANUEL PONTIANAK

Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat S-1

Disusun Oleh

Dame PBH NN. Purba


04/182095/EIK/432

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2005
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan

rahmatNya serta dengan kehendakNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

dengan judul Persepsi Remaja Terhadap Hubungan Seksual Bebas di SLTP K

Immanuel Pontianak.

Dalam Penyusunan skripsi ini terdapat permasalahan yang dihadapi

peneliti, namun berkat dukungan, bimbingan serta bantuan yang diberikan kepada

penulis maka skripsi ini dapat diselesaikan.

Untuk itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Dra. Sumarni D.W.,M.Kes selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi

ini.

2. Bapak Ibrahim Rahmat, S.Kp., S.Pd., M.Kes. selaku pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan saran dan petunjuk dalam menyelesaikan

skripsi ini.

3. Ibu Sumarni M.Psi. selaku pembimbing III yang telah memberikan saran

dan masukan yang bermanfaat.

4. Kepala Sekolah SLTP K Immanuel Pontianak yang telah memberikan ijin

untuk melakukan penelitian.

5. Kepala Sekolah SLTP St.Petrus Pontianak yang telah memberikan ijin

untuk melakukan studi pendahuluan.

2
6. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan perhatian selama

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Pada Ayahanda tercinta Kombes (Pol).Drs.V.H.P. Purba, SH. Yang telah

memberikan dukungan baik secara moril dan materil serta kasih sayangnya

kepada penulis dalam perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan

skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Kasih Karunia Tuhan menyertai kita semua, penulis menyadari

bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu, kritik dan

saran dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, terima kasih.

Yogyakarta, Desember 2005

Penulis.

3
DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN. ii
KATA PENGANTAR. iii
DAFTAR ISI .. v
DAFTAR TABEL .. vii
DAFTAR GAMBAR . viii
DAFTAR LAMPIRAN . ix
ABSTRAK . x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah .. 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 5
E. Keaslian Penelitian . 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Kepustakaan 9
1. Remaja . 9
2. Persepsi 11
3. Hubungan Seksual Bebas 13
B. Landasan Teori .. 21
C. Kerangka Konsep Penelitian . 24
D. Pertanyaan Penelitian 25

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Rancangan Penelitian 26
B. Tempat dan Waktu Penelitian .. 26
C. Populasi dan Sampel 26

4
D. Variabel Penelitian .. 27
E. Defenisi Operasional 27
F. Instrumen Penelitian 28
G. Uji Validitas dan Reliabilitas .. 28
H. Analisis Data 29
I. Pelaksanaan Penelitian . 31
J. Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .... 33
B. Hasil Penelitian ... .. 33
1. Karakteristik Responden 33
2. Persepsi Remaja Tentang Aspek Biologis . 35
3. Persepsi Remaja Tentang Aspek Psikologis .. 38
4. Persepsi Remaja Tentang Aspek Sosial . 40
5. Persepsi Remaja Tentang Aspek Perilaku . 41
6. Persepsi Remaja Tentang Aspek Kultur Budaya .. 43
C. Pembahasan ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .. 49
B. Saran 49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian . 34

Tabel 2. Persepsi remaja tentang seks bebas ditinjau

dari aspek biologis .. 35

Tabel 3. Persepsi remaja tentang seks bebas ditinjau

dari aspek psikologis. 38

Tabel 4. Persepsi remaja tentang seks bebas ditinjau

dari aspek sosial ... 40

Tabel 5. Persepsi remaja tentang seks bebas ditinjau

dari aspek perilaku . 42

Tabel 6. Persepsi remaja tentang seks bebas ditinjau

dari aspek kultur budaya .. 44

6
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Landasan Teori 24

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian .. 24

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persyaratan menjadi responden

Lampiran 2. Kuesioner

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas

Lampiran 4. Tabulasi Data

Lampiran 5. Surat ijin penelitian dari Fakultas/Universitas

Lampiran 6. Surat pernyataan telah melakukan penelitian di SLTP K Immanuel

Pontianak.

8
INTI SARI

Latar belakang: Dari Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)


yang dilakukan pada tahun 2002-2003 didapatkan 2,4 % atau sekitar 511.336
orang dari 21.264.000 junlah remaja berusia 15-19 tahun dan 8,6 % atau sekitar
1.727.929 orang dari 20.092.200 remaja berusia 20-24 tahun yang belum menikah
di Indonesia, pernah melakukan hubungan seks pra nikah dan lebih banyak terjadi
pada remaja perkotaan. Fenomena ini menunjukan bahwa perilaku seks bebas
dikalangan remaja di berbagai kota khususnya Pontianak semakin meningkat
Permasalahan remaja tersebut mengakibatkan terjadinya seks pranikah yang
meningkat sehingga memberi dampak seperti kehamilan, pernikahan usia muda
dan tingkat aborsi yang tinggi.
Tujuan : Mengetahui persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas di SLTP
K Immanuel Pontianak.
Metode : Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dengan susunan deskriptif analitik
dan dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data itu dengan
menggunakan kuesioner. Subyek penelitian adalah siswa-siswi SLTP K.
Immanuel Pontianak kelas I dan kelas II yang sedang melaksanakan proses belajar
dan bersedia menjadi responden yang berjumlah 80 orang responden dengan
menggunakan metode simple random sampling dan variabel yang diteliti yaitu
persepsi remaja siswa SLTP K. Immanuel Pontianak terhadap hubungan seksual
bebas dalam bentuk prosentase untuk tiap-tiap tabel.
Hasil : penelitian adalah persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas
ditinjau dari aspek biologis 86,25%, aspek psikologis 78,75%, aspek sosial 77,5%,
aspek perilaku 92,5% dan aspek kultur budaya 78,75%.
Kesimpulan : Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas di tinjau dari
aspek biologis, aspek psikologi, aspek social, aspek perilaku dan aspek kultur
budaya adalah baik.

Kata kunci: Persepsi, remaja, hubungan seksual bebas

9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja sebagai sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam

pembangunan nasional karena remaja nantinya yang akan meneruskan

pembangunan dan citi-cita bangsa kita. Kualitas remaja salah satunya dipengaruhi

oleh kondisi kesehatan termasuk didalamnya kesehatan reproduksi. Kesehatan

reproduksi yang buruk akan menyebabkan rendahnya kualitas generasi muda dan

sebaliknya kesehatan reproduksi remaja yang baik dapat mendukung

pembangunan nasional. Oleh karenanya kelompok usia remaja perlu dapat

penanganan dan perhatian khusus dalam peningkatan kualitasnya. Saat ini jumlah

total penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 211.063.000 orang dengan

kelompok usia remaja 14-24 tahun berjumlah 41.728.000 orang (BPS, 2004)

Remaja adalah mereka yang berusia 14-24 tahun ( Sanderowiyz & Paxman,

1985 cit Sarwomo, 2003) dan menurut WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun

sebagai batasan usia remaja (Muangman, 1980). Masa remaja merupakan masa

peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangannya yang

dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa ( Gunarsa, 1978) sehingga

perkembangan seksualitasnya merupakan faktor penting. Oleh karena itu,

perilaku seksual remaja pantas menjadi perhatian agar mereka bisa menyalurkan

dorongan seksnya secara positif dan sehat serta bertanggung jawab.

Proporsi penduduk berusia remaja yang cukup besar ini dapat menimbulkan

berbagai masalah karena ada beberapa perilaku remaja yang mengarah ke hal-hal

10
yang mengkhawatirkan. Remaja secara fisik maupun psikologis sangat mudah

terpengaruh oleh perubahan lingkungan sosial dan budaya sehingga tidak sedikit

yang kemudian melakukan perilaku yang merugikan kesehatan diri sendiri,

keluarga maupun bangsa. Perilaku beresiko tinggi yang sangat terkait dengan

kesehatan reproduksi antara lain merokok, mengkonsumsi napza (narkotika,

alcohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya) serta melakukan hubungan seksual

pra nikah.

Perilaku seks pra nikah dapat menyebabkan kehamilan yang tidak

diinginkan (KTD), aborsi, perceraian pasangan keluarga muda, terjangkitnya

penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Dari Survei Kesehatan

Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) yang dilakukan pada tahun 2002-2003

didapatkan 2,4 % atau sekitar 511.336 orang dari 21.264.000 junlah remaja

berusia 15-19 tahun dan 8,6 % atau sekitar 1.727.929 orang dari 20.092.200

remaja berusia 20-24 tahun yang belum menikah di Indonesia, pernah melakukan

hubungan seks pra nikah dan lebih banyak terjadi pada remaja perkotaan (5,7%)

dimana secara keseluruhan prosentase laki-laki berusia 15-24 tahun belum

menikah melakukan hubungan seks pra nikah lebih banyak dibandingkan wanita

dengan usia yang sama. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesi (SDKI) pada tahun 2002-2003 memperlihatkan bahwa sekitar 8,3% dari

wanita menikah berusia 15-19 tahun di Indonesia memiliki anak pertama

kurang dari 8 bulan sesudah perkawinan, data tersebut mengindikasikan terjadinya

kehamilan pra nikah. Menurut hasil survei BKKBN-LDFE UI pada tahun 2002 di

11
Indonesia terjadi 2,4 juta kasus aborsi pertahun dan sekitar 21% dilakukan oleh

remaja.

Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pontianak pada tahun

2004 telah melakukan survey , dan hasil survey menunjukkan 73 dari 587 remaja

yang diinterview setuju melakukan hubungan seks pra nikah juga dengan pacar.

Sementara hasil dari data konseling di klinik PKBI Pontianak menunjukkan angka

masalah pacar 271 remaja dari 587 remaja untuk periode Januari

Desember 2004.

Fenomena ini menunjukan bahwa perilaku seks bebas dikalangan remaja di

berbagai kota khususnya Pontianak semakin meningkat. Pelanggaran nilai-nilai

norma yang berlaku di masyarakat terjadi karena remaja melakukan hubungan

seks pra nikah. Perilaku remaja tersebut di pengaruhi oleh berbagai keadaan

tertentu yang dapat menimbulkan permasalahan seksualitasnya diantaranya

keadaan fisiologis yaitu perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual

remaja sehingga peningkatan ini memerlukan penyaluran dalam bentuk tingkah

laku seksual tertentu. Akan tetapi penyaluran tidak dapat segera dilakukan karena

adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum yang menetapkan batas

usia menikah (sedikitnya 16 tahun wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun

karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang

tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).

Permasalahan remaja mengakibatkan terjadinya seks pra nikah yang

meningkat sehingga memberi dampak separti kehamilan, pernikahan usia muda,

tingkat aborsi yang tinggi, maka penulis berfikir perlu untuk dilakukan penelitian

12
mengenai persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas dengan mengambil

sampelnya di Sekolah Menengah Pertama karena tidak terdapat informasi yang

cukup mengenai kesehatan reproduksi remaja di sekolahnya. Penelitian ini hanya

terbatas pada Sekolah Menengah Pertama Kristen Immanuel Pontianak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

pokok yaitu Bagaimana persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas di

SLTP Immanuel Pontianak ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas di SLTP K.

Immanuel Pontianak.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas

di kalangan remaja ditinjau dari aspek biologis SLTP K. Immanuel

Pontianak.

b. Untuk mengetahui persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas

di kalangan remaja ditinjau dari aspek psikologis SLTP K.

Immanuel Pontianak.

c. Untuk mengetahui persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas

di kalangan remaja ditinjau dari aspek sosial SLTP K. Immanuel

Pontianak.

13
d. Untuk mengetahui persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas

di kalangan remaja ditinjau dari aspek perilaku SLTP K. Immanuel

Pontianak.

e. Untuk mengetahui persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas

di kalangan remaja ditinjau dari aspek kultural SLTP K. Immanuel

Pontianak.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memacu penelitian lanjutan yang berhubungan

dengan pencegahan perilaku seksual bebas kepada remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi profesi kesehatan

Untuk meningkatkan pelayanan keperawatan komunitas dalam

pencegahan serta penangan perilaku seksual bebas pada remaja.

b. Bagi siswa/siswi SLTP

Penelitian ini dapat merupakan tambahan pengetahuan dan

wawasan terhadap masalah yang terkait dengan kesehatan

reproduksi terutama mengenai pengetahuan tentang persepsi

hubungan seksual.

c. Bagi institusi sekolah

Dengan adanya hasil penelitiuan ini dapat dijadikan dasar

pengajuan tambahan kurikulum atau muatan lokal mengenai

kesehatan reproduksi.

14
d. Bagi keluarga

Meningkatkan peran serta keluarga dalam pencegahan dan

penanganan perilaku seksual bebas pada remaja.

e. Bagi masyarakat

Meningkatkan peran serta masyarakat sebagai kontrol sosial dalam

penanganan perilaku seksual bebas pada remaja.

f. Bagi lembaga PKBI

Sebagai acuan dalam penanganan perilaku seksual bebas remaja

dan pencegahan dampak yang ditimbulkannya.

g. Bagi peneliti

Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai penelitian dan prosesnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa yang pernah dilakukan antara lain adalah:

1. Widjanarko,M (1999) yang berjudul seksualitas remaja di kotamadya

Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada daerah perkotaan, khususnya

yang berdekatan dengan terminal bus Umbulharjo Yogyakarta, perbedaan

penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko dengan penelitian yang

dilakukan sekarang oleh peneliti yaitu sifat penelitiannya kualitatif yang

menitik beratkan eksplorasi pada pemahaman remaja tentang penularan

dan cara pencegahan AIDS, dengan memperoleh gambaran tersebut

melalui dua belas informan yang berusia 14 24 tahun, sedangkan pada

penelitian yang dilakukan peneliti bersifat kuantitatif dan data yang

15
dikumpulkan dengan metode kuesioner tertutup untuk mengetahui

hubungan tingkat pengatahuan dan sikap remaja terhadap persepsi

hubungan seksual bebas.

2. Sitaresmi, N.M (2002) yang berjudul Persepsi Siswa Putri Tentang

Kesehatan Reproduksi di kotamadya Yogyakarya. Subyek penelitian pada

siswa putri sekolah lanjutan pertama di kotamadya yogyakarta. Perbedaan

penelitian yang dilakukan Sitaresmi dengan penelitian sekarang,

penelitiannya menggunakaan disain penelitian cross sectional analitik,

yang bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa SLTP putri tentang tanda

kematangan reproduksi, kehamilan, abortus, penyakit menular seksual

serta determinannya sedangkan pada penelitian peneliti menggunakan

disain cross sectional non analitik yang subyek penelitiannya pada remaja

SLTP yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap remaja terhadap persepsi hubungan seksual bebas.

3. Prastuti, E (2001) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Seks dan

Pelatihan Asertivitas Terhadap Sikap Remaja Mengenai Seks Pra Nikah,

adalah penelitian yang bersifat kuantitatif, perbedaan penelitian yang

dilakukan oleh Prastuti dengan peneliti ialah penelitiannya dengan subyek

pada mahasiswa Universitas Negeri Malang dan pada penelitiannya

menggunakan skala Likert yang mengukur sikap ( kognitif, afeksi, dan

psikomotor ) terhadap seks pranikah yang menekan pemberian treatment

berupa pendidikan seks dan pelatihan asertivitas yang kemudian dilakukan

uji hipotesis menggunakan analisis varians sementara pada penelitian yang

16
di lakukan oleh peneliti tidak ada hipotesis tapi hanya berupa pertanyaan

penelitian dan pada kuesioner hanya di batasi pada kognitif dan dengan

subyek pada remaja di sekolah menengah pertama tanpa melakukan

pendidikan seks terlebih dahulu ataupun pelatihan asertivitas.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Kepustakaan

1. Remaja

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) remaja adalah mereka yang

berusia (15 24 tahun) sebagai usia pemuda (Youth) dalam rangka keputusan

menetapkan tahun 1985 sebagai tahun pemuda internasional (Sanderowitz &

Paxman, 1985 cit Sarwono, 2003). Sesuai tahap perkembangannya Sarwono

membagi (1991: 103) Remaja menjadi dua tahap yaitu : tahap remaja awal (14

17 tahun) untuk laki laki atau (13 17 tahun) untuk perempuan dan remaja

akhir (17 21 tahun) untuk pria dan wanita.

Badan kesehatan dunia (WHO, 1993, cit Sarwono, 2003) memberikan

batasan usia (10 19 tahun) dan mendefinisikan tiga criteria yaitu : pertama

biologik adalah suatu masa di mana individu berkembang suatu dari saat

pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekunder sampai ia mencapai

kematangan seksual, kedua psikologik merupakan individu yang mengalami

perkembangan dari pola identifikasi dari masa kanak kanak menjadi dewasa,

ketiga adalah sosial ekonomi yaitu peralihan dari ketergantungan sosial

ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman,

1980)

Remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke dewasa, Dimana

mereka mulai mempersiapkan diri menuju dewasa, termasuk aspek seksualnya.

Sedangkan menurut Csikszentimihalyi dan Larson (1984 : 19) menyatakan

18
bahwa remaja adalah restrukturisasi kesadaran yaitu puncak perkembangan

jiwa ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi entropy yaitu

kesadarannya masih belum utuh belum tersusun rapi ke kondisi negentropy

yaitu isi kesadaran tersusun baik, pengetahuan yang satu terkait dengan yang

lain.

Masa remaja ditandai dengan kematangan fungsi reproduksi atau disebut

masa pubertas, pada masa ini mereka mulai meninggalkan perilaku yang

dianggap kekanak kanakan dan mulai mengadopsi perilaku yang diharapkan

sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. G.Stanley Hall mengatakan

masa ini adalah masa penyesuaian atas perubahan yang terjadi pada tubuhnya

sehingga mengalami Storm and stress sedangkan Erikson (Berge , 1983)

lebih menekankan pada perkembangan psikososial bahwa tugas perkembangan

remaja adalah untuk memecah koflik identitas diri untuk menjadi orang dewasa

yang unik unuk mencari peran yang penting dalam kehidupannya.

Menurut Trastotenojo (1996) bahwa masa remaja merupakan tahap akhir

pematangan sosiobiologis manusia, masa tumbuh kembang cepat adanya pacu

tumbuh (growth spurt) pematangan seksual sekunder yang dapat berimplikasi

luas pada aspek fisik dan sosial sehingga timbul masalah masalah khusus

remaja yang memerlukan penanganan khusus pula, dengan demikian dalam

pengenalan identitas dirinya remaja akan mempunyai konotasi otonomi dalam

meliputi persepsi seksualitasnya yang berdampak pada perilaku seksual

tertentu. Kelompok remaja sangat rawan terutama terhadap perilaku

pengambilan resiko disbanding dengan kelompok populasi lainnya. Penelitian

19
menunjukkan bahwa perilaku remaja adalah fungsional, terencana dan sadar

terhadap perkembangan normal remaja yaitu faktor faktor sosial yang

berpengaruh pada kesehatan remaja (Santos, 1994).

2. Persepsi

a. Pengertian.

Persepsi adalah pengamatan seseorang yang berasal dari kemampuan

kognisi yang di pengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, wawasan, dan

pengetahuan (Marat, 1982). Berdasarkan teori kognitif umumnya menerima

pandangan psikologi Gestalt tentang persepsi. Scheerer (1954) menyatakan

bahwa persepsi adalah representasi fenomenal tentang obyek distal sebagai

hasil pengorganisasian obyek distal itu sendiri, mediun dan rangsang

proksimal. Selanjutnya masalah persepsi menurut Bruner (1957) mengatakan

bahwa persepsi adalah proses kategori (Cit Sarwono , 2003).

Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek obyek) dan

organisme itu berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah

satu kategori (golongan) obyek obyek atau peristiwa peristiwa. Proses

menghubungkan ini adalah proses aktif yang dimana individu yang

bersangkutan dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat

mengenali atau memberi arti kepada masukan tersebut.

Persepsi juga bersifat kategorial inferensial (menarik kesimpulan)

sehingga persepsi bervariasi dapat di percaya maka disini letak pentingnya

pengambilan keputusan dalam persepsi. Menurut Bruner, persepsi paling

sederhana sekalipun menuntut suatu pengambilan keputusan. Keputusan

20
menentukan kategori dan kategori menentukan arti, selanjutnya keputusan

yang satu menyebabkan harus dibuatnya keputusan yang berikutnya lagi dan

seterusnya. Sehingga kita menjumpai serangkaian keputusan dalam suatu

persepsi (cit Sarwono, 2003)

Menurut Walgito (2001) persepsi melalui proses penemuan dan

interpretasi kenyataan yang ditemukan oleh pengertian dan pengetahuan yang

dimiliki sebelumnya sehingga pandangan tentang dunia ditentukan oleh

gabungan hal hal yang diketahui oleh individu dan dirasakan individu.

Adapun kaitannya dengan perilaku sesuai pandangan Kotler (1997) bahwa

perilaku di pengaruhi beberapa faktor , antara lain faktor psikologis yang

terdiri dari : motivasi kebutuhan manusia , persepsi seseorang berpengaruh

terhadap perilakunya , pengetahuan dan pembelajaran , keyakinan dan sikap.

Sedangkan pendapat Kwick (cit. Notoatmodjo, 1997) bahwa perilaku

terhadap kesehatan di pengaruhi faktor dalam diri manusi dan luar manusia,

perubahan perilaku akibat faktor dalam diri seseorang dapat diketahui melalui

persepsi, sikap dan dorongan emosional.

Teori tindakan beralasan menurut Ajzen dan Fishbein (1980, cit. Azwar,

1995) bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan

keputusan yang teliti dan beralasan yang berdampak terhadap :

1). Perilaku ditentukan oleh sikap spesifik terhadap sesuatu

2). Perilaku di pengaruhi oleh sikap juga oleh norma subyektif

3). Sikap terhadap suatu norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat

untuk berperilaku tertentu.

21
Norma subyektif adalah persepsi individu untuk melakukan atau tidak

melakukan perilaku.

Proses persepsi pada manusia dimulai proses fisik yaitu suatu proses yang

dimulai dengan adanya berbagai stimulus dari lingkukngan luar diri manusia

yang diterima alat indera / reseptor.

b. Faktor terbentuknya persepsi

Persepsi menjadikan seseorang dapat mengambil keputusan dan

membentuk fungsi kognitif serta respon terhadap lingkungan yang berubah

(Pithcard, 1986), Faktor terbentuknya persepsi berasal dari kognitif sesorang

yang dipengaruhi oleh pendidikan, usia, pendapat, pengalaman. Persepsi

memiliki tiga dimensi yang berkaitan dengan konsep diri yaitu pengetahuan,

pengharapan, evaluasi, (Calhoun & Acocella, 1990).

3. Hubungan seksual bebas

a. Seksualitas

Seksualitas berasal dari kata sex yang menurut As Hornby (cit Simposium

Seksualitas, UGM, 1980) berarti sebagai berikut :

1) Being male of Female

2) Sexual activity and everything connected with it

3) Sexsual intercourse

Menurut the Marian Webster- Dictionary artinya sexsual activity dan

intercourse. Menurut WJS Poerwadaminta, seksualitas berkenaan dengan

perkara percampuran antara laki-laki dan perempuan. Dalam bahasa sederhana,

Seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar

22
dan cirri-ciri seksualnya yang khusus (Robret P.Jr., 1997 cit Salim, 2000),

sehingga untuk menyalurkannya membutuhkan ikatan yang sah berupa

perkawinan.

Perkawinan atau pernikahan ialah pertalian yang sah antara seorang laki-

laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama (Subekti, 1994).

Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hukum perdataan

yang berarti bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang

memenuhi persyaratan yang ditetapkan kitab undang-undang hukum perdata

(Burgelilijk wetboek, cit Subekti, 1994).

Secara fisiologis remaja memasuki usia subur dan produktif yang telah

mencapai kematangan organ-organ reproduksi baik remaja laki-laki maupun

remaja wanita. Hal itu mendorong setiap individu untuk melakukan hubungan

social baik dengan sesame jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya

mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebaya.

Pergaulan bebas yang tidak terkendali secara normative dan etika moral antar

remaja yang berlainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seksual diluar

nikah (Dariyo, 2004)

Hubungan seksual atau bersetubuh yang dianggap benar menurut etika,

moral dan agama adalah jika dilakukan melalui sebuah ikatan pernikahan antara

seorang laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh rasa cinta. Jika aktivitas

seksual tersebut dilakukan sebelum pernikahan disebut hubungan seksual bebas

dan aktivitas seksual seperti ini akan menimbulkan ketakutan terhadap

kehamilan di luar nikah, penyakit menular seksual, ataupun merasa berdosa.

23
Berlawanan dengan ajaran yang didapat seorang remaja dari orangtuanya,

pada dasarnya remaja justru ingin menikmati seks yang seharusnya belum boleh

dilakukan (Dianawati, 2003)

Adanya ikatan perkawinan tersebut dapat menghindarkan seseorang dan

pasangannya dari bermacam dampak akibat perilaku seksual tidak terkontrol.

Adapun perilaku seksual yang khusus antara laki-laki dan perempuan yang

dilakukan sebelum adanya ikatan pernikahan ataupan perkawinan dan hidup

bersama layaknya sepasang suami istri adalah tergolong perilaku seks bebas

(Fahrudin, 2004).

Ditinjau menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhajadmo (1999) seksulitas

merupakan suatu konsep, konstruksi social terhadap nilai,orientasi dan perilaku

yang berkaitan dengan seks, sehingga tidaklah mudah akibat yang akan di

tanggung bagi pelaku seksual bebas karena seksualitas itu sendiri terkait

berbagai dimensi yang sangat luas. Seperti menurut Wahyudi (2000), yaitu:

1) Dimensi biologis : merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan

funsional organ reproduksi,termasuk didalamnya bagaimana menjaga

kesehatan dan mengfungsikannya secara optimal.

2) Dimensi psikologis : berkaitan dengan bagaimana menjalankan fungsi

seksual, sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimana dinamika

aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap

seksualitas itu sendiri.

3) Dimensi sosial : merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas

muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan

24
diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana

sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

4) Dimensi perilaku : menunjukan bagaimana seksualitas diterjemahkan

menjadi perilaku seksual.

5) Dimensi kultural moral menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan

moral mampunyai penilaian terhadap seksualitas.

b. Hubungan seksual.

Hubungan seksual adalah perilaku yang sering muncul karena adanya

dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual

melalui berbagai perilaku. Permasalahan seksual yang dihadapi remaja adalah

dorongan seksual yang sudah meningkat sementara secara normatif mereka

yang belum menikah tidak di izinkan untuk melakukan hubungan seksual,

selain itu usia kematangan seksual (biologis) ternyata belum diimbangi oleh

kematangan psikososial dan belum memahami resiko perilaku dan siap

menerimanya, kemampuan mengelola dorongan seksual dan kemampuan

mengambil keputusan secara matang, akibatnya rasa ingin tahu yang sangat

kuat, keinginan bereksplorasi dan memahami dorongan seksual mengalahkan

pemahaman tentang norma (Hurlock, 1997).

c. Bentuk hubungan seksual.

Dalam hal bentuk berbagai perilaku seksual dapat dikategorikan kedalam

berbagai kelompok, jika dilakukan sendiri yaitu dengan menyentuh, meraba

dan mempermainkan alat kelamin sendiri sehingga memberikan perasaan

nikmat sampai mancapai klimaknya di sebut masturbasi atau onani dalam

25
(Nurhajadmo, 1999). Jika dilakukan dengan orang lain disebut senggama

(hubungan seksual).Berdasarkan jenisnya, perilaku hubungan seksual dapat

dikategorikan dalam homoseksual dan lesbian (dengan orang yang sama jenis

kelaminnya) dan heteroseksual (dengan berbeda jenis kalaminnya).

Berdasarkan caranya, perilaku seksual dikelompokkan dalam oral seks

(melalui mulut), anal seks (melalui anus), dan vaginal seks yaitu melalui alat

kelamin wanita (Nurhajadmo, 1999). Sedangkan M.Wahyudi (2000) perilaku

seksual secara rinci berupa ; berfantasi, berpegangan tangan,

berciuman,meraba, berpelukan, masturbasi (wanita) atau onani (laki-laki), oral

seks, petting (menempelkan alat kelamin) dan intercourse (senggama).

Kemajuan teknologi dan informasi cenderung mempengaruhi persepsi

remaja terhadap seksualitas karena dengan adanya penyebaran informasi yang

diadopsi dari kebudayaan barat melalui media massa dan teknologi canggih

seperti radio, siaran televisi, video, internet, telepon genggam, dan majalah

yang dapat meningkatkan rangsangan seksual akibatnya bagi remaja yang

tidak dapat menahan diri dari kompleksnya permasalahan tersebut akan

cenderung melanggar larangan hubungan seks pranikah tersebut.

Dengan sendirinya, keadaan itu membuka peluang lebih besar terjadinya

hubungan seks pranikah.Hal tersebut memberikan fasilitas munculnya

penyakit menular seksual (PMS), kehamilan yang tidak diinginkan berdampak

kelahiran anak diluar nikah, aborsi, dan terputusnya sekolah serta gangguan

psikologis dapat berupa depresi (Simkins, 1984 ; 53 cit Sarwono, 2003).

26
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja.

1) Faktor pendorong perilaku seksual pada remaja adalah :

a) Berlimpahnya rangsangan seksual,kerenggangan hubungan

keluarga, lemahnya iman dan keagamaan (Sarwono, 1987).

b) Meningkatnya libido seksualitas (Sarwono, 2003)

c) Penundaan usia perkawinan (Tiitarsa, 1996, sarwono, 2003)

d) Kurangnya pendidikan seks pada remaja, sehingga buta terhadap

masalah seks (Sarwono, 1987).

e) Pergaulan yang makin bebas dab peluang yang diberikan orang tua

di zaman sekarang pada remajanya (Naek, 1998 cit Salim, 2000)

f) Motivasi, menurut Hersey dan Blanchard (cit Rusmiati, 2001)

perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau

termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Begitu juga

dengan perilaku seksual, ada orang yang melakukan hubungan

seksual karena tujuan memperoleh uang misalnya pada wanita runa

susila (WTS), memperoleh rasa aman dan perlindungan atau

sekedar untuk memperoleh kesenangan dari dorongan seksual

semata.

g) Keluarga, menurut Oom (cit. Wahyudi, 2000) kurangnya

komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat

memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual. Keluarga

yang dapat menjalankan fungsi kontrol afeksi/.kehangatan,

penanaman nilai moral dan komunikasi secara terbuka dapat

27
membantu anak menyalurkan dorongan seksual dengan secara

selaras dengan nilai dan norma yang berlaku.

h) Pergaulan, usia anak remaja 15-20 tahun merupakan masa dimana

remaja lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya

dibandingkan dengan orang tua dan onggota keluarga yang lain

(Hurlock, 1997). Maka dari itu perilaku seksual merekapun sangat

dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya.

i) Teknologi dan informasi, media massa yang terdiri dari media

cetak dan elektronik ternyata sangat mempengaruhi perilaku

seorang anak, (Mc Carthy, 1957) menyatakan bahwa frekuensi

menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang

berkolerasi positif dengan indicator agresi seperti konflik dengan

orang tua, berkelahi dan perilaku lain sebagai menifestasi dari

dorongan seksual yang dirasakannya, (cit. Sendi.W.T, 1997)

j) Norma kehidupan yang berkembang dan kontrol sosial di

masyarakat terkiat erat dengan pandangan atau nilai-nilai

masyarakat terhadap seks. Semakin permisif (Serba boleh) nilai-

nilai itu, makin besar kecenderungan remaja untuk melakukan hal-

hal yang makin melibatkan mereka dalam hubungan fisik

(Sarwono, 2004). Pergaulan seks bebas (free seks) yang pada masa

lalu sangat ketat dikontrol masyarakat, saat ini tidak lagi tidak

diperdulikan. Melemahnya kontrol sosial dalam masyarakat

menyebabkan perubahan ukuran-ukuran moralitas. Pernikahan

28
tidak lagi mengandung nilai moral yang disakralkan, melainkan

hanya merupakan nilai formal administrasi untuk pengakuan

sistem sosial di masyarakat. Kehamilan diluar nikah menjadi

sesuatu yang diterima masyarakat tanpa lagi dengan reaksi moral

dan sanksi sosial, melainkan hanya dianggap sebagai kecelakaan

manusiawi yang menjadi beban masing-masing individual dan

keluarganya bukan beban masyarakat (Sutjipta, 2005)

2) Faktor yang mencegah perilaku seksual pada remaja.

Nilai-nilai seksual adalah nilai-nilai yang diakui remaja itu sendiri

yang berkaitan erat dengan pandangan masyarakat sendiri terhadap

seks. Makin permisif (serba boleh) nilai-nilai itu, maka makin besar

kecenderungan remaja untuk melakukan hal-hal yang makin dalam

melibatkan mereka dalam hubungan fisik antar remaja yang berlainan

jenis kelamin. Beberapa penelitian mengungkapkan nilai-nilai yang

terungkap ada dua golongan yaitu ; tradisional konservatif (permisif)

dan nilai tradisional dalam perilaku seks yang paling utama adalah

tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Nilai tercermin

dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan kegadisan seoarang

wanita sebelum menikah (Sarwono, 2003), nilai-nilai seksual pada pria

dan wanita, dari penelitian di AS menunjukan hal-hal berikut :

a) Laki-laki cenderung dari pada wanita untuk menyatakan bahwa

mereka sudah berhubungan seks dan sudah aktif berperilaku

seksual (Fieldman, Turner & Araujo, 1999 : Hayes, 1987)

29
b) Remaja putri menghubungkan seks dengan cinta (Michel

dkk, 1994). Alasan mereka untuk berhubungan seks adalah

cinta, sementara pada remaja pria kecenderungan jauh lebih

kecil (Cassell, 1984).

c) Sebagian besar hubungan seks remaja diawali dengan

agresifitas pada remaja pria dan selanjutnya remaja putrilah

yang menentukan sampai batas mana agresifitas pria itu dapat

dipenuhi (Goodchilds & Zellman, 1984).

d) Remaja pria cenderung menekan dan memaksa remaja

putri mitranya untuk berhubungan seks, namun remaja pria

tidak merasa memaksa (Crump dkk, 1996).

B. Landasan Teori

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) remaja adalah mereka yang

berusia 15-24 tahun sebagai usia pemuda dalam rangka keputusan menetapkan

tahun 1985 sebagai Tahun Pemuda Internasional (Sanderowitz & Paxman, 1985

cit. Sarwono, 2003).

Persepsi adalah pengamatan seseorang yang berasal dari kemampuan

kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, wawasan dan

pengetahuan (Marat, 1982). Menurut Walgito (2001) persepsi melalui proses

penemuan dan interpretasi kenyataan yang ditemukan oleh pengertian dan

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga pandangan tentang dunia

ditentukan oleh gabungan hal-hal yang diketahui individu dan dirasakan individu.

Persepsi menjadikan seseorang dapat mengambil keputusan dan membentuk

30
fungsi kognitif serta respon terhadap lingkungan yang berubah (Pithcard, 1986),

faktor terbentuknya persepsi berasal dari kognitif seseorang yang dipengaruhi

oleh pendidikan, usia, pendapatan dan pengalaman. Persepsi memiliki tiga

dimensi yang berkaitan dengan konsep diri yaitu pengetahuan, pengharapan, dan

evaluasi (Calhoun dan Acocella, 1990).

Menurut The Marian Webster-dictionary artinya seksual activity dan

intercourse. Menurut WJS Poerwadamita seksualitas berkenaan dengan perkara

percampuran antara laki-laki dan perempuan .

Ditinjau menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhajadmo (1999) seksualitas

merupakan suatu konsep, konstruksi sosial terhadap nilai, orientasi dan perilaku

yang berkaitan dengan seks, sehingga tidaklah mudah akibat yang akan

ditanggung bagi pelaku seksual bebas karena seksualitas itu sendiri terkait

berbagai dimensi yang sangat luas. Seperti menurut Wahyudi (2000), yaitu :

1) Dimensi biologis : merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan

fungsional organ reproduksi, termasuk didalamnya bagaimana menjaga

kesehatan dan mengfungsikannya secara optimal.

2) Dimensi psikologis : Berkaitan dengan bagaimana menjalankan fungsi

seksual, sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimana dinamika

aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap

seksualitas itu sendiri.

3) Dimensi sosial : merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas itu

muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri

31
dengan tuntutan peran dari lingkungan social, serta bagaimana sosialisasi

peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

4) Dimensi perilaku : Menunjukan bagaimana seksualitas diterjemahkan menjadi

perilaku seksual.

5) Dimensi kultural moral menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral

mempunyai penilaian terhadap seksualitas.

Menurut M.Wahyudi (2000) perilaku seksual secara rinci berupa;

berfantasi, berpegangan tangan, berciuman, meraba, berpelukan, masturbasi

(wanita), atau onani (laki-laki), oral seks, petting (menempelkan alat kelamin) dan

intercourse (senggama).

Berlimpahnya rangsangan seksual, kerenggangan hubungan keluarga,

lemahnya iman dan keagamaan (Sarwono, 1987), meningkatnya libido

seksualitas, penundaan usia perkawinan, kurangnya pendidikan seks (Sarwono,

1987), pergaulan yang semakin bebas (Salim, 2000), motivasi menurut Hersey

dan Blanchard (cit Rusmiati, 2001), keluarga, pergaulan (Hurlock, 1997).

Teknologi dan informasi menurut pakar (Mc.Carthy,1975), merupakan faktor

pendorong perilaku sexual pada remaja. Sedangkan faktor yang mencegah

perilaku sexual pada remaja adalah nilai-nilai seksual yang diakui oleh remaja itu

sendiri yang berkaitan erat dengan pandangan masyarakat sendiri terhadap seks.

32
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Pendidikan
Usia Persepsi Rangsangan/ Faktor psikologis,
Pendapatan Masukan faktor luar dan
Pengetahuan tertentu dalam diri
manusia
Pengambilan
keputusan Seksualitas Dimensi :
Biologis
Psikologis
Sosial
Perilaku
Berlimpahnya rangsangan seksual, Kultural
meningkatnya libido seks, penundaan
usia perkawinan kekurangan pendidikan
seks, pergaulan yang semakin bebas dan
keluarga

Gambar 1. Skema Landasan Teori.

C. Kerangka Konsep Penelitian

33
Persepsi Seksualitas

Baik
Dimensi :
Biologis
Psikologis Sedang
Sosial
Perilaku
Kultural
Kurang

Gambar 2. Skema Kerangka Konsep Penelitian.

D. Pertanyaan Penelitian

Dengan adanya kerangka konsep penelitian tersebut, peneliti merumuskan

pertanyaan penelitian yaitu :

1. Bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas di kalangan

remaja ditinjau dari aspek biologis di SLTP K. Immanuel Pontianak ? .

2. Bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas di kalangan

remaja ditinjau dari aspek psikologis di SLTP K. Immanuel Pontianak ?

3. Bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas di kalangan

remaja ditinjau dari aspek sosial di SLTP K. Immanuel Pontianak ?

4. Bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas di kalangan

remaja ditinjau dari aspek perilaku di SLTP K. Immanuel Pontianak ?

34
5. Bagaimana persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas di kalangan

remaja ditinjau dari aspek kultural di SLTP K. Immanuel Pontianak ?

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif non eksperimen dengan susunan

deskriptif analitik dan dengan rancangan cross sectional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SLTP K IMMANUEL Pontianak dari bulan Juli

hingga bulan September 2005.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

35
Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa/I kelas I dan kelas II di

SLTP K IMMANUEL Pontianak yang berjumlah 400 orang.

2. Sampel

Cara pengambilan sample pada penelitian ini dengan menggunakan simple

random sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 September 2005

sampai 29 September 2005 terhadap 200 orang kelas I dan 200 orang kelas II.

Cara penentuan besarnya sample menurut Ari Kunto, 2002 yaitu 20 % dari

jumlah populasi dengan jumlah sebagai berikut : Kelas I = 200 x 20% = 40

siswa, dan Kelas II = 200 x 20%= 40 siswa dan dalam penelitin ini sampel yang

digunakan adalah yang memenuhi kriteria :

a. Inklusi

1). Siswa/I SLTP kelas I dan kelas II yang sedang melaksanakan proses

belajar

2). Bersedia menjadi responden

D. Varibel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu persepsi remaja

siswa terhadap hubungan seksual bebas.

E. Defenisi Operasional

1. Remaja yaitu individu yang berusia 10 14 tahun.

2. Persepsi remaja adalah : pandangan individu terhadap lingkungannya yang

menjadi dasar dalam membuat keputusan atau tindakan. Dalam hal ini perspsi

sexualitas pra nikah yang ditinjau dari aspek biologis, psikologis, sosial dan

moral, yang diukur dengan skala sikap likert.

36
3. Seksual bebas adalah aktifitas seksual ataupun hubungan seksual yang

dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah ditinjau dari

aspek-aspek seksualitas (biologis, psikologis, social, kultural, perilaku) akan

diukur dengan persetujuan skala likert. Seksualitas dinilai mulai dari

berfantasi, berpegangan tangan, berciuman, meraba, berpelukan, masturbasi

(wanita) atau onani (laki-laki), oral seks, petting (menempelkan alat kelamin)

dan intercourse (senggama).

4. Persepsi remaja tentang aspek biologis adalah yang berkaitan dengan anatomi

tubuh atau kematangan organ-organ seksual.

5. Persepsi remaja tentang aspek psikologis adalah ekspresi jiwa terhadap

hubungan seksual bebas.

6. Persepsi remaja tentang aspek sosial adalah penyesuaian diri remaja dengan

tuntutan peran dari lingkungan sosial.

7. Persepsi remaja tentang aspek perilaku adalah tindakan yang dilakukan oleh

remaja dalam hubungan seks bebas.

8. Persepsi remaja tentang aspek kultur budaya adalah sikap dan ketentuan suku,

budaya bangsa terhadap hubungan seksual bebas.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan kuesioner yang terdiri dari ; pertanyaan

mengenai identitas dan karakteristik subjek penelitian yaitu umur siswa, kelas

siswa, jenis kelamin, penghasilan orangtua, tempat tinggal dan pernyataan-

pernyataan untuk mengetahui persepsi siswa tentang seksualitas pranikah.

37
G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan realibilitas dilakukan dengan uji coba kuesioner yang akan

digunakan. Uji coba kuesioner dilakukan di SLTP St Petrus Pontianak yang

memiliki karekteristik yang sama kemudian dilakukan uji validitas. Untuk

melihat tingginya validitas berdasarkan kriteria dilakukan komputasi korelasi

antara skor test dengan skor kriteria dengan menggunakan rumus korelasi Pearson

(Azwar, 2003)

Rumus :

XY (X)(Y)/n
RXY = ---------------------------------
[X - (X )/n][Y - (Y) / n]
Keterangan :

X dan Y : skor masing-masing data

N : banyaknya subjek

Hasil dari kuesioner, r tabel > 0,05, sehingga seluruh item dinyatakan valid

(r hasil = 0,09 sebagai nilai terendah dan r hasil = 1 sebagai nilai tertinggi).

Uji reliabilitas yang digunakan adalah pendekatan test ulang (test-

retest), yaitu menyajikan test 2 kali pada satu kelompok subjek dengan

tenggang waktu diantara kedua penyajian tersebut. Untuk memperoleh

koefisien realibilitas dengan cara ini, dihitung koefisien korelasi linier antara

distribusi skors subjek pada pemberian test yang pertama dan distribusi skor

subjek pada pemberian test yang kedua.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data terkumpul, adapun data-data

sebagai berikut:

38
1. Melakukan pengecekan kembali kelengkapan data-data yang terkumpul

untuk kemudian diklasifikasikan, setelah data terkumpul dilakukan

pengkodean terhadap variable yang terdapat dalam daftar pertanyaan.

2. Mentabulasi data yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden,

meliputi:

a. Memberi skoring terhadap item-item yang perlu diberi skor dengan

cara mengubah tingkat persetujuan kedalam nilai kuantitatif, dan

pertanyaan tentang persepsi seksual bebas diukur dengan skala

sikap liker: Sangat setuju (SS)=4, setuju (S)=3, Tidak setuju

(TS)=2, Sangat tidak setuju sekali (STS)=1 untuk pertanyaan

favorabel. Pada pertanyaan unfavorabel sebaliknya, Sangat tidak

setuju (STS)=4, Tidak setuju (TS) =3, Setuju(S)=2, Sangat

Setuju(SS)=1.

b. Kuesioner yang telah terisi di cek kelengkapannya agar memenuhi

syarat untuk diolah, adapun syarat-syarat kuesioner yang dapat

diolah adalah sebagai berikut:

1). Pengisian sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan

2). Pengisian jelas

3). Tidak ada lembar yang hilang

Kuesioner yang memenuhi syarat selanjutnya akan dianalisa secara

manual dengan menganalisa jawaban yang diberikan dalam kuesioner.

Jumlah jawaban yang benar selanjutnya dijumlahkan dan dimasukan

dalam rumus :

39
X
P= --------- x 100 %
n

Keterangan

P = Prosentase (%)

X = Jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah nilai maksimal

Untuk menginterprestasikan nilai prosentase yang diperoleh maka nilai

tersebut dimasukan kedalam standar kriteria obyektif sebagai berikut :

Baik : Jawaban yang benar antara 76%-100%

Sedang : Jawaban yang benar antara 56%-75%

Kurang : Jawaban yang benar kurang dari 55%

(Ari Kunto,1998)

I. Pelaksanaan Penelitian

1. Uji Coba Instrumen

Kuesioner yang digunakan dilakukan uji validitas dan reabilitas instrumen

artinya kuesioner dilaksanakan ujicoba bahasa, apakah siswa mengerti atau

memahami maksud dari pertanyaan yang diajukan sehingga siswa diharapkan

dapat menentukan pilihan jawaban sesuai dengan persepsinya setelah siswa

membaca kuesionernya.

Uji coba bahasa dilaksanakan pada siswa SLTP St.Petrus Pontianak kelas I

dan Kelas II dengan jumlah 25 siswa. Kemudian dari semua item diklarifikasikan

kepada siswa apakah siswa mengerti terhadap maksud pertanyaan dengan mengisi

40
kolom yang tersedia. Apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti, bahasa

dapat disederhanakan agar mudah dimengerti. Uji coba kuesioner ini dilaksanakan

pada tanggal 19 September 2005 dan hasil uji coba instrumen diperoleh hasil

bahwa siswa dapat memahami maksud pertanyaan kuesioner.

2. Seleksi Data

Setelah kuesioner disebarkan kepada siswa kelas I dan Kelas II SLTP K

Immanuel Pontianak untuk pengambilan data penelitian, kemudian data

dikumpulkan dan diperiksa terhadap semua item pertanyaan dengan maksud

untuk mengetahui apakah kuesioner sudah terisi dan memenuhi syarat. Adapaun

kuesioner yang memenuhi syarat adalah :

a). Pengisian sesuai dengan petunjuk yang telah ditentukan.

b). Pengisian jelas dan tidak meragukan

c). Lembar lengkap atau tidak ada yang hilang

d). Semua item pertanyaan terisi atau dijawab.

Apabila ada kuesioner yang tidak memenuhi syarat maka dianggap batal

dan tidak terpakai sebagai data penelitian.

Pengambilan data dilaksanakan tanggal 26 September 2005 pada 80 siswa

dengan pengisian maksimal 60 menit. Setelah hasil pengisian kuesioner diperiksa

dan seluruhnya memenuhi syarat, dengan demikian kuesioner sebanyak 80 dapat

dilanjutkan untuk dilaksanakan pengolahan data.

J. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengalami beberapa kesulitan antara lain :

1. Dalam pengurusan ijin, penulis memerlukan waktu yang lama, karena lokasi

41
penelitian di Pontianak (berada di luar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta),

sehingga memerlukan ijin dari bagian Sospol Pemerintah Daerah DIY.

2. Tidak mencantumkan variabel lain yang berhubungan dengan persepsi siswa

tentang hubungan seks bebas, karena keterbatasan biaya dan waktu serta

tenaga.

3. Memerlukan biaya transportai yang cukup besar dan waktu yang lama, karena

berada di luar Pulau Jawa.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Kristen Immanuel terletak di

Jl.Sutoyo Pontianak berdiri pada tahun 1979, berbentuk sebuah yayasan, dan

bernaung di bawah Yayasan Kristen Immanuel Pontianak. Selain SLTP yayasan

ini juga memiliki sekolah dasar (SD) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA).

Adapun fasiltas sekolah ini, memiliki 12 ruangan kelas belajar yang dilengkapi

dengan ruangan aula, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan,

ruang olah raga tertutup dan ruangan hidroponik untuk pengembangan/ penelitian

42
beberapa jenis tanaman sebagai latihan siswa serta unit kesehatan sekolah (UKS).

Jumlah guru pengajar sebanyak 29 orang, dengan tingkat pendidikan sarjana

Strata-1 sebanyak 7 orang (24%), diploma D-3 sebanyak 22 orang (76%). Pada

saat penelitian ini dilakukan jumlah siswa SLTP K Immanuel ini sebanyak 508

siswa, mayoritas siswa tersebut adalah warga negara Indonesia keturunan

(Tionghoa), hanya 5 % warga pribumi yaitu suku batak, dayak dan jawa. Siswa

SLTP K Immanuel Pontianak ini umumnya beragama protestan,2 orang beragama

katolik dan 1 orang beragama islam.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Karakteristik subyek pada penelitian ini dapat di lihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian periode September 2005

Total
No S u b y e k
n %
1 Kelas :
- Kelas I 40 50
- Kelas II 40 50
Jumlah 80 100
2 U m u r :
- 12 tahun 40 50
- 13 tahun 25 31,25
- 14 tahun 10 12,5
- 15 tahun 5 6,25
Jumlah 80 100
3 Jenis Kelamin :
- Laki-laki 10 12,5
- Perempuan 70 87,5
Jumlah 80 100
4 Penghasilah orang tua :
- < Rp. 1.000.000 16 20

43
- Rp. 1.000.000 2.000.000 36 45
- > Rp. 2.000.000 28 35
Jumlah 80 100
5 Tempat tinggal :
- Orang tua 63 78,75
- Keluarga orangtua 10 12,5
- Rumah Kos-kosan 7 8,75
Jumlah 80 100
6 Pendidikan seksual yang pernah
didapat :
- Di sekolah 10 12,5
- Media massa 6 7,5
- Tidak pernah 64 80
Jumlah 80 100

Subyek dari kelas I (50%) dan kelas II (50%), subyek yang berumur 12

tahun lebih banyak yang berjumlah 40 (50%), yang berumur 13 tahun 25

(31,25%), yang berumur 14 tahun 10 (12,5%) dan yang berumur 15 tahun ada 5

(6,25%). Pada penelitian ini,responden yang diambil adalah kelas I dan kelas II,

sehingga responden lebih banyak berusia 12 tahun dan 13 tahun. Sebagian besar

siswa tinggal dengan orang tua berjumlah 63 (78,75%) sedangkan yang tinggal

dengan keluarga orang tua 10 (12,5%) dan sisanya rumah kost-kostan 7

(8,75%),jumlah responden yang tinggal dengan orang tua berjumlah 78,75%,ini

dikarenakan karena responden dan orang tua berdomisili di Pontianak. Sedangkan

yang tinggal dengan keluarga orang sebesar 12,5% ini dimungkinkan karena usia

responden yang masih relatif muda,sehingga orang tua tidak berani untuk

membiarkan hidup sendiri.

Pendidikan seksual yang didapat di sekolah sebanyak 10(12,5%) dan

6(7,5%)responden mendapat pendidikan seksual melalui media massa,sedangkan

64(80%) responden tidak pernah mendapat pendidikan seksual, ini dikarenakan

44
tidak adanya kurikulum pendidikan seksual disekolah SLTP.K.Immanuel

Pontianak.

2. Persepsi Remaja Terhadap Hubungan Seksual Bebas ditinjau dari Aspek

Biologis

Pada pernyataan persepsi seksualitas remaja ditinjau dari aspek biologis

didapatkan, beberapa pernyataan seperti hubungan seksual boleh dilakukan remaja

yang sudah mengalami kematangan pada organ-organ seksualnya yaitu sebagian

kecil remaja, masing-masing sebanyak (5%) dan (10%) menjawab sangat setuju

dan setuju, sedangkan yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju

masing-masing (47,5%) dan (37,5%). Dari hasil di atas menunjukkan bahwa

persepsi remaja pada pernyataan ini adalah baik.

Tabel 2. Persepsi remaja terhadap hubungan seks bebas ditinjau dari Aspek
Biologis periode September 2005

Total Jawaban
No Pe rny a t a a n SS S TS STS
N % n % n % n %
1 Hubungan seksual 4 5 8 10 38 47,5 30 37,5
boleh dilakukan
remaja yang sudah
mengalami
kematangan pada
organ-organ
seksualnya.
2 Hubungan seks 4 5 5 6,25 34 42,5 37 46,25
bebas pada remaja
merupakan
pelampiasan
kebutuhan bilogis
yang alamiah pada
insan yg jatuh cinta

45
3 Kehamilan 37 46,25 27 33,75 6 7,5 10 12,5
merupakan faktor
resiko, dikarenakan
melakukan
hubungan seks
sebelum menikah.

4 Ketika organ 6 7,5 12 15 35 43,75 27 33,75


reproduksi sudah
mengalami
kematangan
merupakan saatnya
boleh melakukan
hubungan seks.

5 Saat pacaran 3 3,75 8 10 22 27,5 47 58,75


merupakan saat
untuk merasakan
pengalaman seksual
bersama orang yang
dicintai.

Untuk pernyataan seperti hubungan seks pada remaja merupakan

pelampiasan kebutuhan biologis yang alamiah pada insane yang jatuh cinta yaitu

sebagian kecil remaja masing-masing sebanyak (5%) dan (6,25%) yang menjawab

sangat setuju dan setuju. Sedangkan yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak

setuju masing-masing (42,5%) dan (46,25%).

Ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan deteksi

Bernas: 28 september 2004 bahwa melakukan hubungan seks pra nikah dengan

pacar sendiri sebagai ungkapan rasa cinta (14,1%) serta untuk memenuhi

kebutuhan biologisnya sebanyak (23,9%), dan bila ditinjau dari nilai seksual pada

wanita seperti pendapat Michel dkk (1994) bahwa remaja putri menghubungkan

seks dengan cinta.

46
Untuk pernyataan kehamilan merupakan faktor resiko, dikarenakan

melakukan hubungan seks sebelum menikah remaja menjawab (46,25%) sangat

setuju dan (33,75%) setuju, sedangkan yang menjawab tidak setuju dan sangat

tidak setuju masing-masing (7,5%) dan (12,5%). Hal ini menandakan bahwa

remaja menyadari hubungan seks bebas mempunyai faktor resiko kehamilan yang

ditunjang pula pada remaja yag menjawab sangat tidak setuju (37,5%) dan tidak

setuju (47,5%) ketika organ-organ reproduksi sudah mengalami kematangan,

merupakan saatnya boleh melakukan hubungan seks.

Untuk pernyatan saat pacaran merupakan saat untuk merasakan pengalaman

seksual bersama orang yang dicintai masing-masing sebanyak 3,75% dan 10%

menjawab sangat setuju dan setuju, sedangkan yang menjawab tidak setuju dan

sangat tidak setuju masing-masing (27,5%) dan (58,75%). Hal diatas menunjukan

bahwa masih ada remaja menganggap pengalaman seksual bersama orang yang

dicintai adalah suatu puncak kematangan atau kedewasaan diri. Persepsi remaja

tentang seks bebas ditinjau dari aspek biologis adalah baik.

3. Persepsi Remaja Terhadap Hubungan Seksual Bebas ditinjau dari Aspek

Psikologis

Tabel 3. Persepsi Remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari Aspek
Psikologis periode September 2005

Total Jawaban
No Pe rny a t a a n SS S TS STS
n % n % n % n %
1 Hubungan seksual 7 8,75 11 13,75 25 31,25 37 46,25
boleh dilakukan
sebagai ekspresi
cinta yang tulus dari
pasangan.
2 Hubungan seks 18 22,5 24 30 19 23,75 19 23,75

47
merupakan puncak
keseriusan menuju
jenjang pernikahan.

3 Hubungan seks 32 40 33 41,25 12 15 3 3,75


membuat jiwa tidak
tenteram.

4 Bila seseorang 32 40 33 41,25 9 11,25 6 7,5


melakukan
hubungan seks
bebas akan
merendahkan
dirinya sendiri.

5 Pergaulan bebas di 41 51,25 22 27,5 9 11,25 8 10


kalanagn remaja
dapat merusak masa
depannya.

Ditinjau dari aspek Psikologi sebagian remaja sangat sutuju dan setuju

bahwa hubungan seksual boleh dilakukan sebagai ekspresi cinta yang tulus dari

pasangan masing-masing (8,75%) dan (13,75%) dan yang menjawab tidak setuju

dan sangat tidak setuju masing-masing (31,25%) dan (46,25%). Ternyata masih

ada remaja yang belum mengetahui cara mengekspresikan cinta dengan benar di

usia mereka yang relatif muda, padahal masih banyak kegiatan yang bersifat

positif yang dilakukan untuk mengekspresikan rasa cinta tersebut, walaupun

demikian persepsi remaja pada pernyataan ini adalah baik.

Pada pernyataan hubungan seks merupakan puncak keseriusan menuju

jenjang pernikahan, masing-masing 18 dan 24 responden (22,5% dan

30%),kenyataan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramli Bandi

(1990) alasan yang mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks sebelum

menikah adalah alasan perkawinan (4,1%), sebagian kecil lainnya sangat tidak

48
setuju dan tidak setuju bahwa bila seseorang melakukan hubungan seks bebas

akan merendahkan dirinya sendiri, masing-masing sebanyak 9 dan 6 (11,26% dan

7,5%).

Pada pernyataan hubungan seks bebas membuat jiwa tidak tentram masing-

masing (40%) dan (41,25%) yang menjawab sangat setuju dan setuju sedang kan

yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju masing-masing (15%) dan

(3,75%). Pada pernyataan diatas dapat dilihat masih ada remaja yang tidak setuju

bahwa hubungan seks bebas itu membuat jiwa tidak tentram.Hal ini didukung

oleh 15 dari 80 responden atau masing-masing 9 (11,25%)responden menjawab

tidak setuju dan sangat tidak setuju 6 ( 7,5%) responden pada pernyataan Bila

seseorang melakukan hubungan seks bebas akan merendahkan dirinya sendiri.

Pada pernyataan pergaulan bebas dikalangan remaja dapt merusak masa

depannya, masing-masing sebanyak(51,25%) dan (27,5%) menjawab sangat

setuju dan setuju sedangkan yang menjawan tidak setuju dan sangat tidak setuju

masing-masing-masing (11,25%) dan (10%).Disini dapat kita lihat bahwa

sebagian besar remaja atau (79,75%) mengetahui dan mengerti dampak dari

pergaulan bebas tersebut.

4. Persepsi Remaja Terhadap Hubungan Seksual Bebas ditinjau dari Aspek

Sosial

Pada aspek sosial, terdapat pernyataan yang perlu diperhatikan oleh

semua pihak yang bersangkutan pada remaja bahwa sebagian kecil menjawab

sangat setuju dan setuju hubungan seks sebelum menikah merupakan hak pribadi

seseorang, masing-masing 3 dan 7 atau berjumlah 10 (3,75% dan 8,75%).

49
Hal ini menunjukkan adanya gejala penurunan kesadaran akan tanggung

jawab sosial akibat pergaulan yang makin bebas sehingga ada kecenderungan

sebagian remaja menganggap bahwa melakukan hubungan seks bebas merupakan

hak pribadi dan pilihan bebas setiap orang yag didukung dengan pernyataan

yang sangat tidak setuju dan tidak setuju sebanyak 69 responden ( 58,75% dan

27,5%), juga dilihat pula pada sebagian kecil remaja menganggap saat pacaran

merupakan saat untuk merasakan pengalaman seksual bersama orang yang

dicintai sebanyak (3,75%) sangat setuju dan (10%) setuju, serta sangat setuju dan

setuju remaja sebanyak 8 (10%) bahwa hubunga seks pra nikah merupakan hal

yang wajar dilakukan oleh seseorang yang berpacaran.

Tabel 4. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari Aspek
Sosial periode September 2005

Total Jawaban
No Pe rny a t a a n SS S TS STS
n % n % n % n %
1 Hubungan seks 4 5 4 5 31 38,75 41 51,25
merupakan hal yang
wajar dilakukan
oleh seseorang yang
sedang berpacaran.
2 Hubungan seks 3 3,75 7 8,75 37 46,25 33 41,25
sebelum menikah
merupakan hak
pribadi seseorang.
3 Hubungan seks 4 5 14 17,5 41 51,25 21 26,25
sebelum menikah
merupakan pilihan
bebas setiap orang.
4 Hubungan seks 5 6,25 9 11,25 29 36,25 37 46,25
merupakan trend
yang biasa diikuti
remaja yang

50
modern.
5 Bila seseorang 16 20 23 28,75 29 36,25 12 15
sudah bertunangan
boleh-boleh saja
hidup serumah
dengan orang yang
dicintainya.
6 Hubungan seks saat 1 1,25 14 17,5 31 38,75 34 42,5
orang berpacaran
sudah merupakan
hal yang lazim di
era modern seperti
sekarang ini.
7 Menyesuaikan diri 31 38,75 28 35 15 18,75 6 7,5
dengan tuntutan
peran lingkungan
sosial dengan cara
menolak pergaulan.

5. Persepsi Remaja Terhadap Hubungan Seksual Bebas ditinjau dari Aspek

Perilaku

Tabel 5.Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari Aspek
Perilaku periode September 2005.

Total Jawaban
No Pe rny a t a a n SS S TS STS
n % n % n % n %
1 Banyak akibat buruk 61 76,25 13 16,25 3 3,75 3 3,75
yang timbul dari
hubungan seks
bebas.
2 Bila melakukan 52 65 19 23,75 6 7,5 3 3,75
hubungan seks
sebelum menikah
merupakan aib bagi
keluarga.
3 Berhubungan seks 30 37,5 24 30 20 25 6 7,5
dengan pacar sendiri
merupakan seks
bebas.

51
4 Kegadisan 69 86,25 9 11,25 2 2,5 - -
seseorang
perempuan penting
untuk dijaga.
5 Berhubungan seks 12 15 21 26,25 28 35 19 37,75
dengan tunangan
sendiri merupakan
hal yang wajar.

Pada Tabel 5. Persepsi Remaja tentang Seks Bebas ditinjau dari Aspek

Perilaku di bawah ini menunjukkan bahwa masing-masing menjawab (3,75%)

tidak setuju dan sangat tidak setuju sedangkan yang menjawab sangat setuju dan

setuju (76,25%) dan (16,25%).pada pernyataan ini dapat kita lihat bahwa 74

(92,5%) menjawab sangat setuju dan setuju,berarti dapat kita nilai bahwa persepsi

remaja dari aspek perilaku pada pernyataan terbebut adalah baik. Pernyataan ini

didukung pula dengan pernyataan bila melakukan hubungan seks sebelum

menikah merupakan aib bagi keluarga yaitu 71 responden atau masing-masing

(65%) dan (23,75%) yang menjawab sangat setuju dan setuju,dan dapat dinilai

pada pernyataan ini persepsi remaja tersebut baik.

Pada pernyataan berhubungan seks dengan pacar sendiri merupakan seks

bebas, masing-masing (37,5%) dan (30%) menjawab sangat setuju dan setuju

sedangkan yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju masing-

masing(25%) dan (7,5%). Dari pernyataan tersebut dapat kita nilai bahwa persepsi

remaja adalah sedang. Disisi lain dapat terlihat pula tingginya angka yang masih

menjunjung tinggi nilai-nilai seksual tradisional, lebih dari setenggahnya

menjawab sangat setuju (86,25%) dan setuju menjawab (11,25%) bahwa

kegadisan seorang perempuan penting untuk di jaga.

52
Pada nilai-nilai seksual antara laki-laki dan perempuan jika dilihat dari

jumlah sample antara laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang maka sulit

untuk menilai kecenderungan nilai seksual pada laki-laki karena responden yang

di dapat hanya 10 orang.

Pada pernyataan berhubungan seks dengan tunangan sendiri merupakan hal

yang wajar masing-masing responden menjawab (15%) dan (26,25%) sangat

setuju dan setuju dan yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju masing-

masing (35%) dan (37,75%).Pada pernyataan ini dapat kita nilai bahwa persepsi

remaja dari aspek perilaku adalah sedang karena sebanyak 33 remaja yang masih

sangat setuju dan setuju.

6. Persepsi Remaja Terhadap Hubungan Seksual Bebas ditinjau dari Aspek

Kultur Budaya.

Tabel 6. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari


Aspek Kultur Budaya September 2005

Total Jawaban
No Pe rny a t a a n SS S TS STS
n % n % n % n %
1 Hubungan seks 5 6,25 5 6,25 24 30 46 57,5
bebas pada remaja
merupakan budaya
masyarakat
Indonesia.
2 Hubungan seks 47 58,75 16 20 8 10 9 11,25
bebas pada remaja
sangat bertentangan
dengan budaya
Indonesia.
3 Setiap adapt istiadat 44 55 24 30 6 7,5 6 7,5
suku bangsa di

53
Indonesia melarang
hubungan seks pada
remaja.

Ditinjau dari aspek kultur budaya sebagian remaja tidak setuju dan sangat

tidak setuju bahwa hubungan seks bebas pada remaja merupakan budaya

masyarakat masing-masing 24 dan 46 responden (30% dan 57,5%) sedangkan

yang menjawab setuju dan sangat setuju masing-masing 6,25%. Pada pernyataan

ini dapat kita lihat bahwa paersepsi remaja pada pernyataan ini adalah baik

meskipun ada sebagian remaja menjawab sangat setuju dan setuju.Pernyataan dan

penilaian diatas didukung pula dengan jawaban masing-masing (58,75% dan

20%) sangat setuju dan setuju untuk pernyataan hubungan seks pada remaja

sangat bertentangan dengan budaya Indonesia dan yang menjawab tidak setuju

dan sangat tidak setuju masing-masing (10% dan11,25%)

Pada peryataan setiap adat istiadat suku bangsa di Indonesia melarang

hubungan seks pada remaja, masing masing (55%) dan (30%) sangat setuju dan

setuju sedangkan yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju masing-

masing (7,5%).Pada pernyataan ini dapat dinilai juga bahwa persepsi remaja pada

pernyataan ini adalah baik.

C. Pembahasan

1. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari aspek

biologis

Untuk aspek biologis nilai tertinggi didapat pada item saat pacaran

merupakan saat untuk merasakan pengalaman seksual bersama orang yang

dicintai yaitu 47 orang (58,75%) yang menjawab sangat tidak setuju dan 22 orang

54
(27,5%) yang menjawab tidak setuju. Nilai terendah juga terdapat pada item ini

yaitu 3 orang (3,75%) dan 8 orang (10%). Angka tersebut menunjukkan bahwa

persepsi remaja SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik,ini tidak sesuai dengan

pernyataan pada latar belakang di atas, hal ini dikarenakan oleh pendidikan

agama yang didapat dan kematangan emosional di salurkan dengan kegiatan yang

positif.

Menurut pendapat Adams (1980) bahwa terdorong oleh sifat remaja yang

impulsif, ketidak pastian identitas seksual, kurang matangnya tingkat emosional

dan kognitif serta romantisme aktivitas seks,mempengaruhi remaja melakukan

aktivitas seks yang sering tidak direncanakan. Dengan demikian karena terdorong

oleh sifatnya yang impulsif tersebut aktivitas seksual dan romantisme sebuah

hubungan yang seharusnya didapatkan setelah menikah, telah dirasakan lebih dini

tanpa memikirkan akibat yang terjadi dan dirasakan kemudian.

2. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari aspek

psikologis

Untuk aspek psikologi nilai tertinggi didapat pada item pergaulan bebas

dikalangan remaja dapat merusak masa depannya yaitu 41 orang (51,25%) yang

menjawab sangat setuju dan 22 orang(27,5%) yang manjawab setuju, sedangkan

untuk nilai terendah didapat pada item hubungan seks membuat jiwa tidak tentram

yaitu 3 orang (3,75) yang menjawab sangat tidak setuju dan 12 orang (15%) yang

menjawab tidak setuju. Angka tersebut menunjukan bahwa persepsi remaja di

SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik.

55
Meskipun angka diatas sangatlah sedikit atau lebih bersifat kasuistik namun

hal tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja bahwa sebagian remaja tersebut

memiliki keinginan agar sebuah hubungan yang dibangunnya mencapai

pernikahan sehingga hubungan seksual bebas dijadikan tolak ukur keseriusan

menuju jenjang pernikahan.

Sementara norma-norma sosial menuntut persyaratan lebih tinggi untuk

dilakukan perkawinan dan adanya undang-undang yang membatasi usia minimum

dari perkawinan yaitu undang-undang R I No. 1 / 1974 tentang perkawinan, pasal

7 ayat 1 menyataka bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pria sudah berusia

mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun. Ditambah lagi pada

pasal 6 ayat 2 yang menyatakan untuk melangsungkan pernikahan,seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat ijin kedua orang tua.

Dalam usaha untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, para orang

tua menyadari bahwa persiapan yang lebih lama diperlukan untuk lebih menjamin

masa depan anak-anak mereka sehingga para orang tua menyuruh anak-anaknya

menyelesaikan sekolah terlebih dahulu baru mengawinkan mereka (Sarwono,

2003), dengan demikian adanya kebutuhan biologis semenjak seseorang tersebut

telah mencapai kematangan pada organ-organ seksualnya menjadi terhambat dan

akhirnya mengakibatkan seks bebaspun terjadi.

3. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari aspek

sosial

Untuk aspek sosial nilai tertinggi di dapat pada item hubungan seks

sebelum menikah merupakan hak pribadi seseorang yaitu 41 orang (51,25%) yang

56
menjawab setuju dan 21 orang (26,25%) yang menjawab sangat tidak setuju,

sedangkan untuk nilai terendah di dapat pada item hubungan seks merupakan hal

yang wajar dilakukan oleh seseorang yang sedang berpacaran yaitu 4 orang (5%)

untuk yang masing-masing yang menjawab sangat setuju dan setuju. Angka

tersebut menunjukan bahwa persepsi remaja SLTP K Immanuel Pontianak adalah

baik. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan latar belakang, ini di karenakan

remaja SLTP K Immanuel Pontianak menganggap aktivitas seks dan keserba

bolehan adalah hal yang tabu.

Hal tersebut seperti dikatakan Charles,1990 (Calhoun & Acocella, 1995)

bahwa fenomena yang paling menonjol adalah munculnya kebebasan dan

keserbabolehan terhadap aktivitas seks yang sebelumnya dianggap tabu.

Pergeseran nilai-nilai yang terjadi dalam masyarakat juga menjadi faktor pemicu

yang lain (Sarwono, 1981), serta merupakan perubahan standar dalam perilaku

seksual (Darling dkk, 1984).

4. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari aspek

perilaku

Pada aspek perilaku nilai tertinggi di dapat pada item banyak akibat buruk

yang timbul dari hubungan seks bebas yaitu 61 orang (76,26%) yang menjawab

sangat setuju dan 13 orang (16,25%) yang menjawab setuju, sedangkan untuk

nilai terendah di dapat pada item kegadisan seorang perempuan penting untuk

dijaga yaitu 2 orang(2,5%) yang menjawab tidak setuju dan tidak ada yang

menjawab sangat tidak setuju. Angka tersebut menunjukan bahwa persepsi remaja

di SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik. Hal ini dikarenakan oleh remaja di

57
SLTP K Immanuel berpendapat bahwa hubungan seks boleh dilakukan sesudah

menikah.

Seperti yang di kemukakan Sarwono (2003) yaitu nilai tradisional dalam

perilaku seks yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum

menikah, nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan

kegadisan seorang wanita sebelum menikah. Kegadisan seorang wanita seringkali

dilambangkan sebagai mahkota atau harta yang paling berharga atau tanda

kesucian ataupun tanda kesetiaan pada suami.

5. Persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas ditinjau dari aspek

kultur budaya

Pada aspek kultur budaya nilai tertinggi di dapat pada item hubungan seks

bebas pada remaja sangat bertentangan dengan budaya Indonesia yaitu 47 orang

(58,75%) yang menjawab sangat setuju dan 16 orang (20%) yang menjawab

setuju, sedangkan untuk item terendah terdapat pada item hubungan seks bebas

pada remaja merupakan budaya masyarakat Indonesia yaitu 5 orang (6,25%)

masing-masing menjawab sangat setuju dan setuju. Angka tersebut menunjukan

bahwa persepsi remaja di SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik.

Persepsi remaja pada setiap pernyataan diaspek kultur budaya baik, masih

perlu dilakukan penanganan khusus, Seperti yang dikatakan Trastotenojo (1996)

bahwa masa remaja merupakan tahap akhir pematangan sosiobiologis

manusia,masa tumbuh kembang cepat adanya pacu tumbuh (growth spurt)

pematangan seksual sekunder yang dapat berimplikasi luas pada aspek fisik dan

sosial sehingga timbul masalah-masalah khusus remaja yang memerlukan

58
penanganan khusus pula,dengan demikian dalam pengenalan identitas dirinya

remaja akan mempunyai konotasi otonomi dalam meliputi persepsi

seksualitasnya.

Karena peneliti lahir dan besar di Pontianak, peneliti melihat dan

berpendapat bahwa ada budaya pada suku atau masyarakat Tionghoa yang

menikahkan putrinya di usia muda (13-15 tahun) ke pendatang yang berwarga

Negara Taiwan dan Singapura. Adapun alasan para orang tua tersebut adalah

untuk mendatangkan uang sehingga mendapatkan kehidupan yang layak dan

orang tua berfikir tidak perlu untuk menyekolahkan anaknya.

Tingginya permasalahan remaja mengakibatkan terjadinya seks pra nikah

yang meningkat sehingga memberi dampak seperti kehamilan, pernikahan usia

muda dan tingkat aborsi yang tinggi tidak di alami oleh semua remaja di

Pontianak, khususnya di SLTP K Immanuel, karena latar belakang pendidikan

yang dimiliki, pendidikan yang di dapat di rumah dan di sekolah, pendidikan yang

didapat sejak kecil serta bimbingan orang tua dan guru.

59
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan :

1. Persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas dikalangan remaja

ditinjau dari aspek biologis di SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik,

karena 86,25% atau 69 orang yang tidak setuju bahwa saat pacaran

merupakan saat untuk merasakan pengalaman seksual bersama orang yang

dicintai

60
2. Persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas dikalangan remaja

ditinjau dari aspek psikologis di SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik,

karena 78,75% atau 63 orang yang menjawa setuju jika pergaulan bebas di

kalangan remaja dapat merusak masa depannya.

3. Persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas dikalangan remaja

ditinjau dari aspek sosial di SLTP K Immanuel Pontianak adalah baik,

karena 77,5% atau 62 orang yang menjawab tidak setuju jika hubungan

seks sebelum menikah merupakan pilihan bebas setiap orang.

4. Persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas dikalangan remaja

ditinjau dari aspek perilaku di SLTP K Immanuel Pontianak baik, karena

92,5% atau 77 orang yag menjawab setuju untuk item banyak akibat buruk

yang timbul dari hubungan seks bebas.

5. Persepsi remaja tentang hubungan seksual bebas dikalangan remaja

ditinjau dari aspek kultur budaya di SLTP K Immanuel Pontianak adalah

baik, karena 78,75% atau 63 orang yang menjawab setuju untuk item

hubungan seks bebas pada remaja sangat bertentangan dengan Budaya

Indonesia.

B. Saran

1. Bagi profesi kesehatan dan lembaga PKBI setempat untuk dapat

menjadikan remaja SLTP K Immanuel Pontianak sebagai cakupan kerja

nya dalam memberikan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi

khususnya mengenai dampak atau akibat dari seks bebas.

61
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar

dengan metode penelitian lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1980, Simposium Seksualitas, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta

Anonim 2004, Survei Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja di Pontianak. PKBI

Ahmad, w, p., 1993, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan. CV. Rajawali. Jakarta

Arikunto, S.,2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta

Calhoun dan Acocell, 1990, Psikologi Tentang Penyesuaian dan hubungan


kemanusiaan (Edisi ke-3). Mc Graw-Hill, IKIP Semarang Press

Darling, C.A., Kallen D.J. & Van Dusen, J.E.1984. Sex in Transition, 1900-1980.
journal of Youth and Adoloscence

62
Dhina, F., 2003, Perbedaan Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seks Pra Nikah
Antara Siswa SLTA Yang Mendapat Pendampingan Tentang Kesehatan
Reproduksi, Fakultas Psikologi, UGM. Yogyakarta

Fahrudin.A, 2004, Cara Mudah Menakar Kondisi Psikoseks. Tes psikologi untuk
Mengetahui Seberapa Sehatkah Kehidupan Seksual Anda. Pustaka
Banuaju

Gunarsa, s. d., dan Gunarso, Y. S. D. 1978, Psikologi Remaja. Jakarta, BPK


Gunung Mulia

Marat, 1982, Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya, Edisi Pertama,


Gilalia Indonesia. Jakarta

Muangman, D. 1980, Adollescent Fertility Study in Thailand, ICARP Search,


April

Notoatmodjo, s., 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta

Notoatmodjo, s., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi, Rineka


Cipta, Jakarta

Pithcard, M,J. 1986, Medicine and The Behavior Sciences Health and Allied
Profesion. London Edward Arnold: 60-70

Prastuti, E., 2001, Pengaruh Pendidikan Seks dan Pelatihan Asertivitas Terhadap
Sikap Remaja Mengenai Seks Pra Nikah. Fakultas Psikologi, UGM.
Yogyakarta

Sarwono, W. S.,1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja. Jakarta.


CV. Rajawali

Sarwono, W.S., 1987, Laporan Hasil Penelitian Masalah-Masalah Remaja di


Kupang, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan. Jakarta: Sahaja

Sarwono, W.S., 2001, Psikologi Remaja (Cetakan ke-6) Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Sarwono, W.S., 2003, Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Rajawali pers

Sitaresmi, N.M., 2002, Persepsi Siswa Putri Tentang Kesehatan Reproduksi di


Kotamadya. Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, UGM,
Yogyakarta

63
Trastotenojo, M.1996, wadah Interdisiplin/Multi Bidang Kedokteran Remaja.
Remaja Dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
yang Terpadu. Bina Pediatri

Wahyudi, 2002, Kesehatan Reproduksi Remaja. Cetakan Ketiga : Yogyakarta

Widjanarko,M., 1999, Seksualitas Remaja. Seri Laporan. Kerja Sama Ford


Foundation dengan Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadja
Mada, Yogyakarta

Persyaratan Menjadi Responden

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia

untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian dengan

judul persepsi remaja terhadap hubungan seksual bebas di SLTP K.

Immanuel Pontianak tahun 2005.

Nama : (cukup inisial saja)

64
Umur : .. (tahun)

Jenis Kelamin : ..

Alamat : ..

Saya mengetahui bahwa keterangan yang saya berikan bermanfaat

bagi penelitian ini.

Pontianak,

(
)

HUBUNGAN SEKSUAL BEBAS

IDENTITAS

Nomor Penelitian (Diisi Oleh Petugas) :

Nomor Absen :

Tanggal Pengisian Kuesioner :

Kelas :

Umur :

Jenis Kelamin :

65
PENGHASILAN ORANG TUA PER BULAN
a. < Rp. 1.000.000,-

b. Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 2.000.000,-

c..> Rp. 2.000.000,-

TEMPAT TINGGAL :
a. Orang Tua

b. Keluarga dari orang tua

c. Rumah kost-kostan

PENDIDIKAN SEKSUAL YANG PERNAH DIDAPAT :


a. Di Sekolah

b. Seminar / diskusi

c. Media massa dan elektronik

d. Tidak pernah

Petunjuk Pengisian

Beri cheklist pada jawaban yang sesuai dengan persepsi anda.


Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Persepsi Remaja Tentang Seksual Bebas ditinjau dari Aspek Biologis

No PERNYATAAN SS S TS STS
1 Hubungan seks boleh dilakukan remaja yang sudah
mengalami kematangan pada organ-organ
seksualnya.

66
2 Hubungan seks bebas pada remaja merupakan
pelampiasan kebutuhan biologis yang alamiah pada
insan yg sedang jatuh cinta.
3 Kehamilan merupakan faktor resiko, dikarenakan
melakukan hubungan seks sebelum menikah.
4 Ketika organ-organ reproduksi sudah mengalami
kematangan, merupakan saatnya boleh melakukan
hubungan seks.
5 Saat pacaran merupakan saat untuk merasakan
pengalaman seksual bersama orang yg dicintai.

Persepsi Remaja Tentang Seksual Bebas ditinjau dari Aspek Psikologis


No PERNYATAAN SS S TS STS
1 Hubungan seks boleh dilakukan sebagai ekspresi
cinta yg tulus dari pasangan.
2 Hubungan seks merupakan puncak keseriusan
menuju jenjang pernikahan.
3 Hubungan seks bebas membuat jiwa tidak
tenteram.
4 Bila seseorang melakukan hubungan seks bebas
akan merendahkan dirinya sendiri.
5 Pergaulan bebas di kalangan remaja dapat merusak
masa depannya.

Persepsi Remaja Tentang Seksual Bebas ditinjau dari Aspek Sosial

No PERNYATAAN SS S TS STS
1 Hubungan seks merupakan hal yg wajar dilakukan
seseorang yg sedang berpacaran.
2 Hubungan seks sebelum menikah merupakan hak
pribadi seseorang.
3 Hubungan seks sebelum menikah merupakan
pilihan bebas setiap orang.
4 Hubungan seks merupakan trend yg biasa diikuti
remaja yg modern.
5 Bila seseorang sudah bertunangan boleh-boleh saja
hidup serumah dengan orang yg dicintainya.
6 Hubungan seks saat orang berpacaran sudah
merupakan hal yg lazim di era modern seperti

67
sekarang ini.
7 Menyesuaikan diri dengan tuntutan peran
lingkungan sosial dengan cara menolak pergaulan
bebas.

Persepsi Remaja Tentang Seksual Bebas ditinjau dari Aspek Perilaku

No PERNYATAAN SS S TS STS
1 Banyak akibat buruk yg timbul dari hubungan seks
bebas.
2 Bila melakukan hubungan seks sebelum menikah
merupakan aib bagi keluarga.
3 Berhubungan seks dengan pacar sendiri merupakan
seks bebas.
4 Kegadisan seseorang perempuan penting untuk
dijaga.
5 Berhubungan seks dengan tunangan sendiri
merupakan hal yang wajar.

Persepsi Remaja Tentang Seksual Bebas ditinjau dari Aspek Kultur/Budaya

No PERNYATAAN SS S TS STS
1 Hubungan seksual bebas pada remaja merupakan
budaya masyarakat Indonesia.
2 Hubungan seks bebas pada remaja sangat
bertentangan dengan budaya Indonesia.
3 Setiap adat istiadat suku bangsa di Indonesia
melarang hubungan seks bebas pada remaja.

68
69

Anda mungkin juga menyukai