Anda di halaman 1dari 65

HUBUNGAN ANTARA LOVESTYLE, GENDER

ATTITUDE DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH


PADA REMAJA DI SEKOLAH SMK SWASTA KOTA
TANGERANG
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Program Studi Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
LULU MARYADIANA
NIM : 15212057

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN (STIKES) YATSI TANGERANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang
berjudul “Hubungan antara lovestyle, gender attitude dengan perilaku seks pra-
nikah pada remaja di sekolah SMK swasta Kota Tangerang”.
Dalam menyusun proposal ini, penulis sadar banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih atas segala bantuan dan
bimbingannya kepada :
1. Ibu Ida Faridah, S. Kp, M. Kes selaku Ketua STIKes Yatsi Tangerang.
2. Ibu Ns. Febi Ratnasari, S. Kep, M. Kep selaku Kaprodi S1
Keperawatan.
3. Bapak Ns. Rangga Saputra, S. Kep selaku Penanggung Jawab Tingkat
4A Keperawatan.
4. Ibu Lastri Mei Winarni, S. ST., M. Keb selaku Dosen Pengajar Mata
Kuliah Metodologi Penelitian.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena
itu, penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki proposal ini.

Tangerang, 18 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Remaja dan Gaya Cinta (Lovestyle) .................................. 7
A. Remaja ............................................................................................ 7
B. Pengertian Gaya Cinta .................................................................... 9
2.2 Gender Attitude .................................................................................... 12
A. Pengertian ....................................................................................... 12
B. Diskriminasi Gender ...................................................................... 15
C. Kesetaraan Gender .......................................................................... 17
2.3 Perilaku Seks Pra-Nikah ..................................................................... 17
A. Definisi ........................................................................................... 17
B. Jenis Perilaku Seksual .................................................................... 20
C. Dampak Seks Pranikah ................................................................... 21
D. Upaya Pencegahan Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja
......................................................................................................... 22
2.4 Kerangka Teori .................................................................................... 23
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 24

ii
3.2 Hipotesis .............................................................................................. 25
3.3 Definisi Operasional ............................................................................ 25
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ................................................................................. 28
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 28
4.4 Instrumen dan Cara Pengambilan Data ............................................... 30
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................................. 33
4.6 Pengolahan dan Analisa Data .............................................................. 33
4.7 Etika Penelitian ................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan aktivitas seksual antara wanita dan pria ......................... 19
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 25

iv
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Siklus respons seksual manusia ..................................................... 20


Skema 2.2 Kerangka Teori .............................................................................. 23
Skema 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 24

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
From Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 2
Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3
Informed Consent / Penjelasan Penelitian
Lampiran 4
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5
Kuesioner

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10
hingga 19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25
tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun.
Sementara itu, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah. Perbedaan definisi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
kesepakatan universal mengenai batasan kelompok usia remaja. Namun
begitu, masa remaja itu diasosiasikan dengan masa transisi dari anak-anak
menuju dewasa. Masa ini merupakan periode persiapan menuju masa
dewasa yang akan melewati beberapa tahapan perkembangan penting
dalam hidup. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami
tahapan menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas,
akuisisi kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta
kemampuan bernegosiasi (abstract reasoning) (WHO, 2015).
Hasil survei Departemen of Health & Human Services (2018)
terhadap siswa sekolah menengah di Amerika serikat didapatkan data 41%
siswa pernah melakukan hubungan seksual dan hampir 230.000 bayi lahir
dari remaja putri yang berusia 15-19 tahun (Ningsih, Utami & Huda,
2018).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2017, perilaku seks pranikah remaja di Indonesia mencapai 14,6%.
Angka ini terbilang tinggi.Yang mengejutkan, sebagian besar remaja
beralasan berhubungan seks pranikah karena penasaran (Roudhoh, 2018).
Di indonesia, ada sekitar 4,5% remaja laki-laki dan 0,7% remaja
perempuan usia 15-19 tahun yang mengaku pernah melakukan seks
pranikah. Pada remaja usia 15-19 tahun, proporsi terbesar berpacaran
pertama kali pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33,3% remaja perempuan dan
34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada

1
2

saat mereka belum memiliki keterampilan hidup (life skills) yang


memadai, sehingga mereka berisiko memiliki perilaku pacaran yang tidak
sehat antara lain melakukan hubungan seks pranikah (KKRI, 2014) (Sari,
Darmana & Muhammad, 2018).
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2014
menemukan 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah berani melakukan
hubungan seksual pranikah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mendapati bahwa 62,7% remaja Sekolah Menegah Pertama (SMP) di
Indonesia sudah tidak perawan. BKKBN mencatat meningkatnya kasus
hubungan seksual dikalangan remaja Indonesia akibat mudahnya
mengakses informasi mengenai masalah seksual melalui internet.Remaja
saat ini sudah menganggap hubungan seksual adalah hal yang biasa
dilakukan ketika remaja sedang berpacaran (Rahmawati & Devy, 2016).
Menurut data Kemenkes RI tahun (2015), usia 15-17 tahun adalah
proporsi terbesar berpacaran pertama kali sekitar 33,3% remaja
perempuan dan 34,5% remaja laki-laki berusia 15-19 tahun telah
berpacaran saat usia mereka di bawah 15 tahun.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahub 2012 aktivitas remaja
dalam berpacaran menunjukan berpegangan tangan adalah hal yang paling
banyak mereka lakukan (72% remaja wanita dan 80% remaja pria).
Remaja pria cenderung lebih banyak melaporkan perilaku berciuman
(48%) dibandingkan dengan remaja wanita (30%) dan meraba atau
merangsang bagian tubuh yang sensitif (sejumlah 30% remaja pria dan 6%
remaja wanita) (Masni & Hamid, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan Parihat (2015) tentang Perilaku
Berisiko dan Faktor Risiko Kejadian Seks Pranikah pada Siswa/Siswi
SMA sederajat di Kota Tangerang adalah dari data penelitian ini diketahui
responden yang pernah berkontak fisik (pegangan tangan, memeluk atau
mencium pipi) sebesar (58,3%), mencium bibir (22,4%), memegang
payudara kekasih (8,4%), memegang alat kelamin hingga terangsang
(6,5%), pernah bersetubuh (2,8%), melakukan bersetubuh 1 kali seminggu
3

(1,0%). Menurut Rasyidillah (2017) Peresepsi Remaja Tentang


Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja di Kota Tangerang dengan
prosentase sebesar 66,49%. Peneliti ini menemukan remaja yang
berperilaku mengarah pada pergaulan bebas, hubungan laki-laki dan
perempuan yang disadari hasrat atau keinginan (libido), saling ketertarikan
pada lawan jenis, keduanya saling mencintai, melakukan hubungan
seksual dengan pacar ditempat sepi, berganti-ganti pacar memperluas
pergaulan dan pengalaman.
Brief Notes (2017) remaja merupakan kelompok yang memiliki
resiko tinggi terhadap pergaulan saat ini, yang berdampak pada kehamilan
tidak diinginkan sebesar 1,97% (KKR, 2013), tererkait dengan informasi
mengenai aborsi, pada laporan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2012 menemukan aborsi pun turut meningkat
12,5% remaja di Indonesia yang menyetujui praktek aborsi, secara
kumulatif persentase penderita HIV/AIDS untuk usia 15-19 tahun adalah
sebesar 2,7% (Ditjen PP & PL, Kementerian Kesehatan, 2016 dalam
Lembaga Demografi, 2017).
Bagi remaja diharapkan agar apa yang tidak didapat anak dirumah,
dapat diperolehnya disekolah. Selain itu, dengan adanya informasi
pengetahuan seksual yang berisikan konsep diri, inteligensi, dan juga
peran sosial diharapkan remaja dapat lebih baik dalam memilih dan
mempercayai teman dan mengerti tentang batasan-batasan dalam
pergaulan, sehingga tidak ikut terjerumus dalam pengaruh negatif teman
dan lingkungannya, kesalahan dan penyimpangan seksual yang dapat
mengganggu kesehatan fisik dan mental remaja.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMK swasta Kota
Tangerang berdasarkan wawancara dengan Guru Bimbingan dan
Konseling (BK). Dilingkungan sekolah ada siswa yang berpacaran adalah
sebesar 4,5%, seperti ngobrol, duduk berdua memisahkan diri dari teman-
temannya, pulang tidak tepat pada waktu jam sekolah. Didapatkan juga
dari segi perilaku menyimpang mengenai perilaku seks pranikah pada
4

siswa, tiga sampai lima tahun terakhir, saat ini ditemukan ada
siswa yang hamil diluar nikah sebesar 1,3%, perilaku tersebut dilakukan
berawal dari coba-coba dan dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan.
Dengan adanya perilaku siswa tersebut Guru BK akan memanggil wali
murid atau orangtua siswa untuk datang kesekolah, dan diberikan
bimbingan konseling, namun jika siswa terjadi hamil diluar nikah, siswa
tersebut akan dikeluarkan dari sekolah sesuai dengan peraturan.
Berdasarkan uraian diatas, mengenaigaya pacaran dan perilaku
yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja sangat kompleks. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Lovestyle, Gender Attitude Dengan Perilaku Seks Pra-Nikah
Pada Remaja Di Sekolah SMK Swasta Kota Tangerang”.

1.2 Rumusan Masalah


Perilaku siswa masih banyak yang tidak mentaati peraturan
sekolah.Pemahaman siswa tentang pacaran dimaknai sebagai bukti sayang,
remaja mengaku beralasan berhubungan seks pranikah karena saling
ketertarikan pada lawan jenis, perhatian, melakukan hubungan seksual
dengan pacar karena saling mencintai, memperluas pergaulan dan
pengalaman.Penelitian ini penting untuk diteliti dengan alasan bahwa
sikap laki-laki dan perempuan dalam berpacaran dapat mempengaruhi
perilaku seks pranikah dikalangan remaja.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memfokuskan
penelitian tentang Hubungan Lovestyle, Gender Attitude Dengan Perilaku
Seks Pra-Nikah Pada Remaja Di Sekolah SMK Swasta Kota Tangerang.

1.3 Pertanyaan Penelitian


a. Bagaimana karakteristik responden yang akan dijadikan sampel?
b. Bagaimana distribusi frekuensi lovestyle di sekolah SMK swasta Kota
Tangerang?
5

c. Bagaimana distribusi frekuensi gender attitude di sekolah SMK swasta


Kota Tangerang?
d. Bagaimana distribusi frekuensi perilaku seks pranikah pada remaja di
sekolah SMK swasta Kota Tangerang?
e. Bagaimana hubungan antara lovestyle dengan perilkau seks pranikah
pada remaja di sekolah SMK swasta Kota Tangerang?
f. Bagaimana hubungan gender attitude dengan perilaku seks pranikah
pada remaja di sekolah SMK swasta Kota Tangerang?
g. Bagaimana hubungan antara lovestyle, gander attitude dengan perilaku
seks pranikah pada remaja di sekolah SMK swasta Kota Tangerang?

1.4 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara lovestyle, gender attitude dengan perilaku seks pranikah
pada remaja di sekolah SMK Swasta Kota Tangerang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden : umur, jenis kelamin.
b. Mengetahui distribusi frekuensi lovestyle di sekolah SMK
Swasta Kota Tangerang.
c. Mengetahui distribusi frekuensi gender attitude di sekolah SMK
Swasta Kota Tangerang.
d. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku seks pranikah pada
remaja di sekolah SMK Swasta Kota Tangerang.
e. Mengetahui hubungan antara lovestyle dengan perilkau seks
pranikah pada remaja.
f. Mengetahui hubungan gender attitude dengan perilaku seks
pranikah pada remaja.
6

1.5 Manfaan Penelitian


a. Bagi Remaja
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat pada remaja
agar dapat lebih peduli pada sikap cinta dari kasih sayang yang kuat,
sehingga dapat berperilaku secara wajar dan tidak melanggar norma-
norma yang berlaku.

b. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat menjadi salah satu literatur bagi seluruh
komponen sekolah khususnya bagi siswa siswi dalam penelitian
selanjutnya, dan menjadi tolak ukur khususnya dalam gaya cinta, sikap,
dan perilaku siswa siswi dengan perilaku seks pranikah di sekolah.

c. Bagi Profesi Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai gaya cinta remaja terhadap perilaku seksual pranikah,
sehingga dapat menjadi langkah awal bagi perawat untuk merencanakan
pemberian pendidikan dan pelayanan di bidang kesehatan reproduksi
remaja. Selain itu, sebagai tindakan preventif dan promotif untuk
mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari sikap remaja yang
mendukung terhadap perilaku seksual pranikah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Remaja dan Gaya Cinta(Lovestyle)


A. Remaja
Karyanti (2018) masa remaja adalah peralihan dari masa pubertas
menuju masa dewasa.Remaja merupakan masa perkembangan sikap
tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian
(independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian
terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Seseorang diesbut remaja
apabila dia telah berkembang ke arah matangan seksual dan memantapkan
identitasnya sebagai individu terpisah dari keluarga, persiapan diri
menghadapi tugas, menentukan masa depannya, dan berakhir saat
mencapai usia matang secara hukum (Pieter & Lubis, 2010). Dalam
budaya Amerika, periode remaja dipandang sebagai masa “Strom &
Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi
dan melamun tentang cinta dan perasaan teraliansi (tersisihkan) dari
kehidupan sosial budaya orang dewasa (Karyanti, 2018).

1. Perkembangan Remaja
Tahapan perkembangan remaja dikemukakan oleh Konopka
(Agustiani, 2009) dimana remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Remaja pada usia ini biasanya memiliki perubahan dalam
dirinya dimana remaja awal mulai berkeinginan untuk mengubah
peran dirinya dari seorang kanak-kanak menjadi lebih dewasa
dengan ciri perilaku seperti ingin melakukan hal-hal tertentu tanpa
perlu bantuan dari orangtua atau hal lainnya yaitu denga lebih
mengandalkan teman sebayanya dalam kesehariannya.

7
8

b. Remaja tengah (15-18 tahun)


Proses dimana remaja mulai mencoba untuk mengalami hal-hal
baru dengan mengubah cara berpikir yang tentu saja dalam hal ini
masih dapat dikontrol oleh dirinya.
c. Remaja akhir (19-22 tahun)
Pada tahap ini remaja mengubah peran dirinya menjadi lebih
dewasa dari tahapan remaja sebelumnya dengan ciri seperti mencoba
berperan penting ketika berada pada lingkungan yang menurut
dirinya bisa memperlihatkan bagaimana seseorang bisa berubah
menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.

Rentang usia remaja antara 12 tahun sampai 21 tahun. Menurut


Konopka (Yusuf, 2014) masa remaja meliputi : (a) remaja awal : 12-
15 tahun; (b) remaja madya : 15-18 tahun; (c) remaja akhir : 19-22
tahun. Menurut Monks, Knoer & Haditono (Desmita, 2015:190)
membedakan usia remaja atas empat bagian, yaitu : (a) masa pra-
remaja atau pra-pubertas (10-12 tahun); (b) masa remaja awal atau
pubertas (12-15 tahun); (c) masa remaja pertengahan (15-18 tahun);
dan (d) masa remaja akhir (18-21 tahun) (Karyanti, 2018).

2. Perkembangan Psikologis
Mansur (2012) ciri masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami
perubahan dengan cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan
masa dewasa.Fungsi organ seksual mengalami perkembangan yang
kadang-kadang menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya
perkelahian, bunuh diri, dan sebaginya.Menurut (Pieter & Lubis, 2010)
keadaan emosi remaja masih labil karena hal ini erat berhubungannya
dengan keadaan hormon. Remaja dikatakan matang secara emosi, jika
mampu mengontrol emosi, menunggu dalam mengungkapkan emosi,
mengungkap emosi dengan cara lebih dapat diterima, kritis terlebih
dahulu sebelum bereaksi, dan emosional lebih stabil. Remaja sudah
9

mulai berpikir kritis sehingga ia akan melawan lingkungannya, bila


tidak memahami cara berpikir remaja, akan timbul perilaku
menyimpang. Remaja yang standar perilaku kurang realistik bagi diri
sendiri akan merasa bersalah apabila mereka tidak mampu mencapai
standar yang telah ditetapkan, penyesuaian diri dapat di rusak remaja
dengan cara menolak.
Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada
lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua
kurang mengerti, kemudian melarangnya, akan menimbulkan masalah,
dan remaja akan bersikap tertutup terhadap orang tuanya (Mansur,
2012).

B. Pengertian Gaya Cinta (Lovestyle)


Gaya cinta merupakan sikap dan ketersediaan individu untuk
bereaksi terhadap perasaan kasih sayang yang dimiliki untuk berbagi
bersama terhadap pasangan mereka. Gaya cinta berkembang karena
perkembangan pada masa anak-anak menjadi sumber penting bagi
timbulnya perbedaan bentuk atau gaya cinta pada masing-masing individu
etnis kelekatan itu antara lain secure adults (nyaman dengan intimasi,
penyayang), avoidant adult (kurang nyaman atau kurang mempercayai
pasangan, pengkritik, dan kurang perhatian), dan anxious atau ambivalent
adult (hubungan cinta sebagai obsesi, daya tarik emosi, dan kecemburuan)
(Taylor, 2009).
Cinta adalah suatu perasaan yang positif dan deberikan pada
manusia atau benda lainnya.Menurut Hendrick (1986) cinta adalah emosi
inetens, misalnya, gairah, obsesi, atau emosional stabil dan afiliatif
(kedekatan, keterikatan, persahabatan).Hal ini dapat terjadi pada siapa
saja.Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan
semasa.Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman
dan penggunaan didalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat
yang berbeda. Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan
10

ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik


yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih
sayang.jenis cinta dibagi menjadi 5 jenis yaitu ludus, eros, storge, pragma,
dan agape.
Jenis cinta ludus merupakan tipe seseorang yang tidak
berkomitmen terhadap cinta dan menganggap cinta sebagai permainan
dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis.Tipe cinta ini adalah paling
mengutamakan penampilan seseorang secara fisik, dan mengganggap seks
sebagai kesenangan (Hendrick and Hendrick, 1992; Jacobs, 1992). Orang
yang mempunyai jenis cinta ludus ini akan sangat mudah melakukan seks
pra-nikah dalam menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis. Aktivitas
seksual yang dilakukan hanya untuk sekedar kesenangan dan tanpa
melibatkan emosional (perasaan).
Tipe cinta eros adalah tipe cinta yang romantis dan penuh
gairah.Tipe ini mengganggap cinta yang paling penting itu dalam bentuk
fisik (physicly).Selain itu, tipe cinta ini lebih mengutamakan pada
pengalaman emosional, cinta pada pandangan pertama, dan cenderung
melibatkan aktivitas seksual dini dalam mengekspresikan perasaan melalui
kontak seksual.Pada jenis ini cinta eros dianggap sebagai sesuatu yang
berharga sepanjang komitmen dengan pasangan terus berjalan.Tipe cinta
ini eros merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan hubungan
dan seksual (Fricker and Moore, 2002). Hal ini karenakan tipe ini
merupakan tipe yang penuh dengan gairah yang akan menghasilkan
kepuasan seksual melalui kontak seksual.
Sedangkan storge adalah tipe cinta yang berasal dari hubungan
yang lama, yang biasanya berawal dari persahabatan yang lama
(Shaluhiyah, 2006).Persahabatan akrab yang membuahkan cinta
merupakan jenis cinta ini.Tipe storge ini menggangap seks tidak menjadi
prioritas.Hal ini dikarenakan hubungan yang terjalin berawal dari
pertemanan, maka cinta ini disirami dengan emosi-emosi yang dalam dan
saling menghargai. Ada aktivitas dan minta yang sama, serta saling bagi
11

pengalaman dan perhatian. Para penganutnya tak mencari nafsu dan


kesenangan belaka, tapi berkonsentrasi pada pembentukan partnership
yang seimbang.Hal ini menunjukan jenis cinta storge lebih kecil dalam
melakukan seks pra-nikah.
Jenis cinta pragma, tipe ini merupakan kombinasi antara storge
dan ludus.Tipe ini menggunakan perhitungan rasional dalam memilih
pasangannya.Untuk menggambarkan tipe ini dikenal sebagai tipe yang
merencanakan cinta (love planning).Hal ini dikarenakan, tipe cinta ini
menggunakan kriteria kecocokan dalam memilih pasangan (cinta)
(Hendrick 1986).Orang pragmatis adalah orang yang realis dan
praktis.Oleh karena itu, penganut cinta pragma pun demikian.Hubungan
yang dijalin tipe orang yang memiliki cinta ini adalah untuk hubungan
jangka panjang.Tipe cinta pragma ini jika sudah menemukan kecocokan
dalam kriteria cinta yang dimiliki, juga melibatkan aktivitas seksual
sebagaimananya cinta ludus.
Tipe cinta agape merupakan kombinasi eros dan storge.Jenis cinta
agape penuh perhatian pribadi, melihat cinta sebagai sesuatu yang intens
dan penuh persahabatan, dan kualitas cinta dengan keinginan saling
menolong (altruisme), dimana kebutuhan yang dicintai didahulukan
daripada kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
Dalam sikap gaya cinta mempunyai kelebihan dan kekurangan,
biasanya individu cenderung memiliki dua sampai tiga jenis dari sikap
tersebut dalam sebuah relasi yang dijalin mereka. Sikap yang positif
adalah gaya cinta yang menyenangkan dan terjalin dalam suasana yang
hangat, biasanya ada dalam bentuk gaya cinta kawan baik (storge), juga
(agape) yang merupakan kombinasi eros dan storge. Sementara untuk
ketiga gaya cinta (ludus, eros, pragma) lebih menguras tenaga dan bisa
membawa dampak sikap negatif (Taylor, 2009).
Berdasarkan penelitian dan kajian tentang teori cinta yang
dilakukan dari tahap ketahap, dapat disimpulkan bahwa cinta memiliki
perbedaan dalam bentuk, jenis, dan gaya yang kemudian diterapkan dalam
12

diri masing-masing individu. Menurut model kelekatan (attachment), gaya


cinta ini berkembang karena perkembangan pada masa anak-anak menjadi
sumber penting bagi timbunya perbedaan bentuk atau gaya cinta pada
masing-masing individu (Dayaksini & Hudaniah, 2009; Taylor, 2009).

2.2 Gender Attitude


A. Pengertian
Gender Attitude adalah yang berarti jenis kelamin dan tingkah laku
atau perilaku seseorang dalam berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan
sesama manusia.Seseorang yang bersikap sopan santun, belum tentu
memiliki attitude yang bagus.Sebaliknya seseorang yang memiliki attitude
tinggi, belum tentu juga memiliki sikap sopan santun(Syofwan, 2018).
Sikap juga akan membentuk kecenderungan dalam berpikir, berpersepsi
dan bertindak, berfungsi sebagai pemberi motivasi, bersifat menetap dan
memiliki kemampuan untuk menilai atau mengevaluasi, Notoatmodjo
(2010).Berdasarkan gender pembagian peran sosial dimana peran laki-laki
dan perempuan ditentukan perbedaan fungsidan tanggungjawab antara
perempuan atau laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya
dan dapat berubah atau diubah sesuai dengan perkembangan
zaman(Mandang, Lumi, Manueke, & Tando, 2016).
Suwarni & Arfan (2015) permasalahan hubungan gender yang
asimetris masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai sebab utama dari
permasalahan-permasalahan perempuan saat ini termasuk yang berkaitan
dengan hak dan kesehatan reproduksi. Ketidakberdayaan perempuan
adalah sebagai akibat dari kontruksi sosial yang selama ini menempatkan
perempuan pada kedudukan yang subordinat. Dibidang reproduksi,
ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari hubungan yang tidak
berimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksual dan
reproduksi seperti tercermin dalam kasus pemkasaan hubungan kelamin
yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila
terjadi pada remaja dapat menyebabkan hamil di usia muda.
13

Purnoma (2013) ketidakadilan kodrat adalah sesuatu yang mutlak,


given dan tidak dapat dirubah oleh konstruksi dan kekuatan
apapun.Tampaknya, wacana gender, juga selalu digelayuti oleh persoalan
seputar kodrati dan non-kodrati, terkait dengan peran-peran sosial laki-laki
dan perempuan di jagat ini.Filsafat Barat yang mendasari kelahiran
sejumlah ideologi perlu dirunut kontribusinya dalam melahirkan konsepsi
kodrati dan non-kodrati bagi kedua jenis kelamin manusia ini. Metafisika
Barat yang melahirkan teori-teori identitas, dikhotomi dan kodrati, hingga
saat ini diposisikan sebagai “tersangka” bagi pendefinisian secara tidak
adil dan tidak setara antara laki-laki dan perempuan.
Suwandi (2019) ketidaksetiaan laki-laki dan perempuan memiliki
struktur dan fungsi yang berbeda.Otak laki-laki bagian otak reptile-nya
lebih besar dibandingkan otak perempuan.Karena bagian otak reptilnya
lebih besar dan lebih aktif, wajar apabila laki-laki mempunyai perilaku
lebih kasar dan perempuan lebih lembut.Kalau sedang emosional, laki-laki
cenderung menggunakan fisiknya, seperti memukul, membanting,
menendang, dan berkata kasar.Sedangkan perempuan, dalam menyikapi
perasaan emosionalnya, bertindak lebih hati-hati, lembut dan
terkontrol.Sebaliknya dalam hal terkait dengan fungsi otak manusia, orang
perempuan justru lebih tajam dan lebih peka dalam menangkap situasi
yang terjadi disekitarnya.Itu sebabnya, perasaan emosi perempuan lebih
berkesan berlangsung (bertahan) lama daripada orang laki-laki yang cepat
bereaksi dan bertindak (tidak berlarut terlalu dalam) menurut emosi.
Surbakti (2010) menghormati perbedaan menjunjung tinggi
kesetaraan peran berkaitan dengan sikap, yakni kemampuan menghargai
dan menghormati orang lain. Dalam hal ini kaum laki-laki haruslah
mampu menghargai dan menghormati peran kaum perempuan karena
masing-masing pihak memainkan peran sesuai dengan
fungsinya.Demikian juga, kaum perempuan haruslah mampu menerima
dan mendukung peran kaum laki-laki dalam relasi dan interaksi mereka.
Sebagai contohnya, bagaimanapun gagah perkasanya sebagai seorag laki-
14

laki, tetap memerlukan seorang perempuan untuk melanjutkan keturunan.


Tanpa peran seorang perempuan mustahil Anda mampu melanjutkan
keturunan karena sebagai laki-laki, Anda tidak diperlengkapi dengan
rahim yang memungkinkan Anda hamil.Sama halnya, betapa cantiknya
seorang perempuan tetap membutuhkan seorang laki-laki untuk
menghamili anda guna melanjutkan keturunan.Dengan demkian laki-laki
dan perempuan sebenarnya menemukan kesempurnaan didalam diri
pasangan. Itulah penegasan bahwa sebagai manusia memang makhluk
sosial yang memerlukan kerja sama dengan sesama.
Hidayat & Azra (2013) kekuasaan kedudukanlaki-laki dan
perempuan adalah sama dihadapan Allah. Islam mengakui kedudukan
antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduannya diciptakan dari
satu nafs (living entility), dimana yang satu tidak memiliki keunggulan
atas yang lain. Al-Qur’an sendiri tidak secara tegas menjelaskan bahwa
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam sehingga kedudukan dan
statusnya lebih rendah.
Masriyah (2015) keperawanan dan keperjakaan, mitos yang
berkembang dimasyarakat berabad-abad, selaput darah yang utuh itu akan
berdarah sebanyak-banyaknya pada malam pertama ketika si pengantin
perempuan melakukan hubungan seks dengan si pengantin pria yang tak
lain adalah suaminya. Darah yang keluar itu dapat terlihat membercaki
gaun putih yang dikenakan si pengantin putriatau sprei putih yang menjadi
alas tepat tidur yang mereka gunakan berhubungan seks.Jika darah itu
tidak keluar, si pengantin putri dianggap hina, tidak suci karena tidak
memiliki keperawanan lagi.“Seseoeang gadis yang dianggap tidak
memiliki keperawanan lagi bisa dikenai hukuman mati secara fisik, secara
moral atau paling tidak diceraikan jika hal itu ketahuan”.Padahal, tidak
semua selaput dara bisa berdarah pada saat melakukan hubungan seks
yang pertama kalinya.Tetapi, hanya sedikit lelaki yang mau memahami hal
ini (Pranoto, 2010). Dalam Islam tentang keperawanan sudah sangat jelas,
Islam mengharuskan setiap pemeluknya baik laki-laki maupun
15

perempuan untuk senantiasa menjaga kehormatannya dan tidak


menyerahkan kesuciannya, kecuali pada pasangan hidup yang sah menurut
agama. Jadi setiap wanita wajib menjaga keperawanan dan hanya boleh
menyerahkannya kepada sang suami. Sementara setiap lelaki wajib
menjaga keperjakannya dan hanya boleh menyerahkannya kepada sang
istri.
Diperlukan pemahaman tentang gender attitude yang tepat pada
remaja sehingga mereka dapat berperilaku sehat dalam berinteraksi sesama
manusia. Selain itu orang tua juga perlu memberikan pemahaman kepada
anak remajanya sejak dini agar mereka dapat berperilaku yang sehat dan
positif dalam kehidupan (Suwarni & Arfan, 2015).

B. Diskriminasi Gender
Kumalasari & Andhyantoro (2012) diskriminasi berarti setiap
pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis
kelamin yang mempunyai tujuan mengurangi atau menghapus pengakuan,
penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia.Menurut, Mandang,
Lumi, Manueke, & Tando (2016) perbedaan Gender dapat menimbulkan
berbagai masalah yang dapat merugikan.Masalah perbedaan gender
sebagai berikut :
1. Gender dan Stereotip
Gender dan Stereotip yaitu pelabelan pada kaum perempuan, dan
hal ini sangatlah merugikan bagi perempuan.Contohnya; Bila
perempuan bersolek mecari perhatian kaum lelaki, sehingga bila ada
perempuan yang diperkosa, maka yang disalahkan adalah perempuan
tersebut padahal ini bisa saja menjadi salah satu kaum laki-laki yang
merkosa tadi.
2. Gender dan Kekerasan (violence)
Gender dan Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault)
baik terhadap fisik ataupun integritas mental psikologis
seseorang.Contohnya :
16

a. Gender-related-violence atau kekerasan terhadap gender, yang


disebabkan karena adanya ketidaksetaraan seperti: Pemerkosaan:
perbuatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan seksual dengan
cara memaksa orang lain tanpa kerelaan yang bersangkutan.
Ketidakrelaan ini seringkali tidak nampak karena berbagai faktor,
seperti ketakutan, malu, terpaksa karena ekonomi, sosial maupun
budaya.
b. Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang
terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan
untuk melakukan seks dan perilaku lainnya yang secara verbal
ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual dapat terjadi
dimana saja dan kepada siapa baik ditempat umum seperti : bis,
pasar, sekolah, kantor dan lain sebagainya.
3. Subordinasi atau penomorduaan
Adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin lebih rendah atau
dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin
lainnya.Contohnya : Sejak dulu, perempuan mengurus pekerjaan
domestik sehingga perempuan dianggap sebagai “orang rumah” atau
“teman yang ada di belakang”.
4. Marginalisis
Adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis
kelamin dari arus atau pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan.
Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang
pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki.
5. Beban ganda atau double burden
Adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimanan yang
bersangkutan bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis
kelamin lainnya.Kaum perempuan mengerjakan hampir 90% dari
pekerjaan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, bagi perempuan yang
bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah publik, mereka juga
17

masih harus mengerjakan pekerjaan domestik (Kumalasari &


Andhyantoro, 2012).

C. Kesetaraan Gender
Menurut Mandang, Lumi, Manueke, & Tando (2016) terwujudnya
kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki sebagai berikut :
1. Memiliki akses, memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
2. Memiliki kesempatan berpartisipasi, memiliki wewenang dan
tanggungjawab.
3. Memperoleh manfaat yang setara dan adil, semua gender memiliki hak
untuk memperoleh manfaat yang sama.

2.3 Perilaku Seks Pra-Nikah


A. Definisi
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar.Perilaku
dibagi menjadi dua yaitu perilaku tertutup merupakan bentuk respons
seseorang yang sifatnya tertutup dan perilaku terbuka adalah respons yang
ditunjukan dalam menanggapi stimulasi yang dapat diamati secara nyata
melalui suatu tindakan (Jaya, 2015). Kumpulan reaksi, perbuatan,
aktivitas, tanggapan ataupun jawaban yang dilakukan seseorang, seperti
proses berpikir, bekerja, hubungan seks, dan sebagainya (Pieter & Lubis,
2010).
Perilaku seks pranikah adalah segala tingkah laku remaja yang
didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang
dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri (Abrori &
Qurbaniah, 2017).Menurut (Banun, 2012) perilaku seksual pranikah
adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai
atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan.
18

Perilaku seksual adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja


berhubungan dengan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun
dari luar dirinya (Notoatmodjo, 2011).menurut (Sarwono, 2011) perilaku
seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk
tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.Objek
seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam
khayalan atau diri sendiri (Purwoastuti, 2015).Tujuan perilaku seksual
adalah untuk menarik lawan jenisnya seperti, mulai berdandan,
mengerlingkan mata, merayu, menggoda dan bersiul.Menjadi aktif secara
seksual memiliki arti yang lebih luas daripada hanya melakukan
persetubuhan.Orang dapat terangsang nafsunya ketika memikirkan hal-hal
yang menggairahkan, bila mereka mencium dan merangkul seseorang
yang mereka cinta, bila mereka menyentuh bagian-bagian tubuh yang
sensitif, atau bila mereka melihat gambar-gambar atau menonton cerita-
cerita yang menggairahkan atau romantis.
Aktivitas seksual yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan
seksual, perilaku seksual seperti, berfantasi, masturbasi, cium pipi, cium
bibir, petting atau berhubungan intim.Seringkali orang merasa mereka
tidak aktif secara seksual sampai mereka benar-benar melakukan
hubungan seks atau persetubuhan.Aktivitas manusia digerakan oleh usaha
untuk mencapai pemuasan yang menyenangkan dari hasrat-hasrat yang
berakar dalam ‘libido’ atau energi psikis instingtual.Selama perkembangan
seksual yang normal, individu menekan atau memendam hasrat atau
keinginan yang dirasa tidak patut (Scott, 2012).
19

Tabel 2.1 Perbedaan aktivitas seksual antara wanita dan pria


menurut Pieter & Lubis (2010)
Wanita Pria
Cenderung pada kegairahan dan Cenderung kegairahan seksualnya
romantis sebagai integral seksual secara independensi, agresi,
tertutup mengenai pengalaman bergairah, mencintai, dan terbuka
seksual pengalaman seksual.
Cenderung malu-malu, konservatif, Cenderung pada kekuatan, terbuka
dan self-conscious. dan moderat.
Menekankan pada hubungan Menekankan pada kenikmatan fisik
komitmen konteks seks. semata.
Lebih menekankan pada kultur, Lebih banyak pada kepuasan birahi.
sosial, dan situasional.
Asosiasi seksnya pada cinta dan Asosiai seksnya pada ketertarikan
keintiman emosional. kepuasan fisik.

Syam (2010) mengatakan seks telah menjadi bagian yang tak


terpisahkan dari kehidupan manusia.Seks bisa bercorak natural (alami) dan
juga nutural (tidak alami). Seks dinamakan bercorak natural karena
tindakan seksual adalah sesuatu yang bersifat fisikal-manusiawi, namun ia
juga merupakan suatu tindakan yang merupakan hasil kontruksi manusia.
Seks juga bukan hanya soal kenikmatan ragawi juga bukan hanya
hubungan intim antara laki-laki dan perempuan lebih dari itu seks juga
berkaitan dengan peradaban manusia dimasa depan.
Pada kelompok remaja, perilaku seks pranikah semakin dianggap
normatif dan tidak menjadi hal yang tabu lagi seperti dahulu.Salah satu
bentuk perilaku seks pranikah yang paling permisif adalah dilakukannya
hubungan seks. Beberapa studi mengenai perilaku seks mengungkapkan
angka dimana hubungan seks pertama kali dilakukan di usia muda, sekitar
usia sekolah menengah atas atau awal masa perkuliahan dengan rentang
usia 16 hingga 18 tahun (Rahardjo & Salve, 2014).
20

Skema 2.1 Siklus respons seksual manusia menurut Pieter & Lubis (2010)
Fase Nafsu
(Stimulus seksual muncul sebagai respons terhadap stimulus atau fantasi seks)

Fase Terangsang
(Kenikmatan seksual subjektif dan tanda-tanda fisiologis keterangsangan seks)
Pada laki-laki: terlihatnya penis semakin membesar (meningkatnya aliran darah)
Pada perempuan: vasocangestion (darah mengumpul pada pelvis)

Fase Plateau
(Periode singkat sebelum mengalami orgasme)

Fase Orgasem
Pada laki-laki: adanya ejakulasi
Pada perempuan: konstraksi ½ dinding vagina

Fase Resolusi
(Menurunnya keterangsangan pasca orgasme)

B. Jenis Perilaku Seksual


Jenis perilaku seksual menurut (Abrori & Qurbaniah, 2017)
bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian
samapi intercoursemeliputi :
1. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual,
seperti dibibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang
dapat menimbulkan rangsangan seksual.Berciuman dengan bibir
tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan
mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah yang disebut
french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/soul
kiss.
21

2. Necking
Berciuman disekitar leher ke bawah.Necking merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan
pelukan yang lebih mendalam.
3. Petting
Perilaku menggesek-gesekan bagian tubuh yang sensitif, seperti
payudara dan organ kelamin.Merupakan langkah yang lebih mendalam
dari necking.Ini termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh
pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang
daerah kemaluan, baik didalam atau diluar pakaian.
4. Intercrouse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan
pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk
kedalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual.

C. Dampak Seks Praikah


Pengaruh buruk akibat hubungan seks pranikah bagi remaja adalah
kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak mampu
mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan
hubungan seks pranikah. Bagi remaja laki-laki tidak lagi perjaka dan
remaja putri tidak lagi perawan, resikonya akan berdampak penyakit
menular seperti gonore, sifilis, herpes simpleks (genitalis) klamidia,
kondiloma akuminata dan HIV/AIDS. Kehamilan yang tidak diinginkan,
pengguguran kandungan, infeksi organ produksi, trauma kejiwaan,
kemungkinan tidak dapat melanjutkan dan kesempatan bekerja,
melahirkan bayi cacat fisik atau kurang sehat.Bagi keluarga, menimbulkan
aib keluarga, menambah beban ekonomi, memengaruhi kejiwaan bagi
anak karena adanya tekanan (ejekan) dari masyarakat. Bagi masyarakat,
meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat
menurun, selanjutnya meningkatkan angka kematian ibu dan
22

bayi. Untuk meningkatkan beban ekonomi masyarakat sehingga derajat


kesehatan masyarakat menurun (Kumalasari & Andhyantoro, 2012).

D. Upaya Pencegahan Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja


Menurut Irianto (2015). Perilaku seks pranikah dikalangan remaja saat
ini sudah cukup parah, peranan agama dan keluarga sangat penting untuk
mengantisipasi perilaku remaja tersebut.Pada masa remaja, mereka selalu
mempunyai keinginan untuk mengetahui, mencoba dan mencontoh segala
hal. Oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan pada remaja untuk
terhindar dari perilaku seks yang menyimpang yaitu dengan upaya-upaya
sebagi berikut :
1. Mempertebal keimanan guna membentangi diri dari perilaku seks
pranikah.
2. Membatasi pergaulan antara remaja pria dan wanita agar tidak terlalu
bebas.
3. Membuat peraturan yang melarang ditampilkan dan ditayangkan acara
tontonan yang berbau pornografi dan porno aksi.
4. Peran orang tua sebagai penanggung jawab utama terhadap kebaikan
perilaku anak harus mencurahkan perhatiannya bagi perkembangan dan
pergaulan anak agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
23

2.4 Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.2 Kerangka teori

Perkembangan
Cinta
psikologis
- Tertarik
pada
lawan Gaya cinta
jenis ludus, eros,
storge,
pragma, dan
Perilaku seks pranikah :
agape.
- kissing
- necking
- petting
- Perilaku - intercrouse
gender
- Diskriminasi
gender

Sumber : Karyanti, 2018; Pieter & Lubia, 2010; Agustini, 2009; Mansur,
2012; Hendrich, 1986 ; Hendrick, 1992 & Jacobs, 1992; Fricker & Moore,
2002; Shaluhiyah, 2006; Dayaksini & Hudaniah, 2009; Taylor, 2009;
Syofwan, 2018; Notoatmodjo, 2010; Mandang, Lumi, Manueke & Tando,
2016; Suwarni & Arfan, 2015; Purnomo, 2013; Surbakti, 2010; Hidayat &
Azra, 2013; Pranoto, 2010; Masriyah, 2015; Suwandi, 2019; Kumalasari &
Andhyantoro, 2012; Jaya, 2015; Abrori & Qurbaniah, 2017; Banun, 2012;
Notoatmodjo, 2011; Saewono, 2011; Purwoastuti, 2015; Scott, 2012;
Syam, 2010; Rahardjo & Salve, 2014; Irianto, 2015.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Tahap yang penting dalam suatu penelitian adalah menyusun kerangka
konsep.Konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan
suatu hal yang khusus.Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diamati dan dikur
secara langsung. Agar dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep hanya
dapat diamati melalui nama variabel. Dari variabel itulah konsep dapat
diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2012).
Secara Oprasional kerangka konsep dalam penelitian di definisikan
sebagai variabel-variabel yang akan diteliti dari konsep-konsep terpilih,
bagaimana hubungan antara variabel-variabel dan hal-hal indikator untuk
mengukur variabel-variabel (Dharma, 2011).
Kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu
variabel independen adalah yang mempengaruhi (bebas) dan dependen adalah
yang dipengaruhi (terikat). Variabel idependen yaitu gaya cinta dan gender
attitude, dan variabel dependen yaitu perilaku seks pranikah. Secara
sistematis kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Skema 3.1 Kerangka Konsep


Variabel Independen Variabel Dependen

Gaya Cinta (Lovestyle) :


- Sikap positif
- Sikap negatif
Perilaku seks pranikah
pada :
- Melakukan
- Tidak melakukan
Gender Attitude :
- Perilaku positif
- Perilaku negatif

24
25

3.2 Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai dugaan sementara.Setiap melakukan
hipotesis, ada dua kemungkinan jawaban yang disimbolkan H. H simbol
untuk melihat apakah ada pengaruh antara variabel pengaruh atau dipengaruhi
(Donsu, 2016).
Penelitian ini menetaptkan hipotesa sebagai berikut :
(Ha) : Ada Hubungan antara lovestyle, gender attitude dengan perilaku seks
pranikah pada remaja di sekolah SMK swasta Kota Tangerang.

3.3 Definisi Operasional


Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran
atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta
pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2012).

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat Ukur & Skala Ukur Skor
Operasional Cara Ukur
Karakteristik
Responden

Umur Satuan waktu Kuesioner. Interval Mean, median,


yang Responden modus
mengukur memberi
keberadaan tanda check
responden list (√) pada
terhitung data
mulai saat demografi
dilahirkan dilembar
sampai saat kuesioner
penelitian
dilakukan

Jenis Kelamin Perbedaan Kuesioner. Nominal 1. Laki-laki


antara laki-laki Responden 2. Perempuan
dengan memberi
perempuan tanda check
secara biologis list (√) pada
sejak data
26

dilahirkan demografi
dilembar
kuesioner

Independent Sikap dan Kuesioner ini Ordinal Sikap positif


Gaya cinta ketersediaan menggunakan jika nilai >mean
(Lovestyle) individu untuk skala
bereaksi guttman, Sikap negatif
terhadap dengan jika nilai <mean
perasaan kasih jawaban
sayang yang setuju (S) dan
dimiliki untuk tidak setuju
berbagi (TS). Terdiri
bersama dari 6
terhadap pertanyaan
pasangan positif dan 4
mereka pertanyaan
(Taylor, negatif.
2009).

Gender Jenis kelamin Kuesioner ini Ordinal Perilaku positif


attitude dan tingkah menggunakan jika nilai >mean
laku atau skala
perilaku guttman, Perilaku negatif
seseorang dengan jika nilai <
dalam jawaban mean
berinteraksi setuju (S) dan
ataupun tidak setuju
berkomunikasi (TS). Terdiri
dengan sesama dari 4
manusia pertanyaan
(Syofwan, positif dan 3
2018). pertanyaan
negatif.

Dependent
Perilaku seks Segala tingkah Kuesioner Ordinal Tidak
pranikah pada laku yang Pengisian melakukan seks
remaja dilakukan oleh pertanyaan pranikah jika
responden kuesioner nilai
mengenai menggunakan
perilaku skala gutman. Melakukan seks
seksualnya, Yang terdiri pranikah jika
meliputi dari nilai
26

kissing, 12pertanyaan
necking, negatif. Jika
petting dan responden
intercourse menjawab Ya
mendapatkan
nilai 2, jika
menjawab
Tidak
mendapatkan
nilai 1.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif
korelasi desain penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antar
variabel, yaitu untuk melihat hubungan gaya cinta, gender attitude dengan
perilaku seks pranikah di SMK swasta Kota Tangerang dengan menggunakan
pendekatan cross sectional, yaitu mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen dengan melakukan pengukuran pada saat
bersamaan (Donsu, 2016).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMK PGRI 109 Tangerang, SMK
Yuppentek 1, SMK Nusantara Tangerang.Penelitian dan pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Mei 2019.

4.3 Populasi dan Sampel


A. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti atau dapat memberikan informasi (data) penelitian (Siyoto &
Sodik, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah
di SMK swasta Kota Tangerang berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Kota Tangerang, remaja laki-laki berjumlah 80.938 dan perempuan
berjumlah 82.731 dengan total keseluruhan remaja laki-laki dan
perempuan adalah 163.669. Penelitian ini dilakukan di 3 SMK swasta
terpilih di Kota Tangerang.SMK swasta terpilih tersebut adalah SMK
PGRI 109 Tangerang, SMK Yuppentek 1, SMK Nusantara Tangerang.

27
28

B. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Siyoto &
Sodik, 2015). Teknik sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan
metode simple random sampling pemilihan sempel dengan cara ini untuk
mencapai sampling setiap elemen diseleksi secara acak (Nursalam, 2015).
Maka untuk menghitung besar sampel dalam penelitian ini menggunakan
rumus slovin :

n= N
1 + N (e2)

Keteraangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = kesalahan yang dapat ditolerir = 5% (0,05)

n= 163.669
1 + 163.669 . (0,052)

= 163.669
1 + 163.669 . (0,0025)

= 163.669
1 + 409.17

= 163.669
41.017
= 399

Jadi sempel dari penelitian ini 399 responden.Masing-masing sekolah 399 dibagi
3 maka 133 responden.
29

1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu


populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Siswa dan siswi usia 15-18 tahun.
b. Siswa dan siswi yang bersedia menjadi responden.
c. Siswa dan siswi yang hadir saat penelitian dilaksanakan.
2. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
tidak memenuhi kriteria dari studi karena berbagai sebab (Nursalam
2015).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Siswa dan siswi usia diatas 19 tahun.
b. Siswa dan siswi yang sudah menikah.
c. Siswa dan siswi yang sedang sakit.

4.4 Instrumen dan Cara Pengambilan Data


A. Instrumen
Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner, yaitu daftar
pertanyaan atau formulir lain terkait pencatatan yang telah disusun untuk
memperoleh data sesuai dengan yang diinginkan peneliti. Kuesioner atau
angket mengacu pada kerangka konsep dan teori yang telah disusun. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen berupa kuesioner atau
daftar pertanyaan tertutup tentang gaya cinta (lovestyle) dan perilaku
perbedaan jenis kelamin (gender attitude) dengan perilaku seks pranikah
pada remaja.
1. Kuesioner A
Pada kuesioner A berupa data demografi yang berisi nama, umur, jenis
kelamin.
2. Kuesioner B
Pada kuesioner B membahas tentang gaya cinta (lovestyle), terdiri dari
10 pertanyaan dengan menggunakan skala guttman, dengan jawaban
setuju (S) dan tidak setuju (TS), dari 10 pertanyaan tersebut terdapat 6
30

pertanyaan positif, dan 4 pertanyaan negatif. Pada pertanyaan positif


jika responden menjawab setuju (S) maka diberikan skor 2, dan jika
menjawab tidak setuju (TS) maka diberikan skor 1.Sedangkan
pertanyaan negatif jika responden menjawab setuju (S) maka diberikan
skor 1, dan jika menjawab tidak setuju (TS) maka diberikan skor 2.
3. Kuesioner C
Kuesioner C pada penelitian ini membahas tentang gender attitude,
terdiri dari 7 pertanyaan yang di adopsi dari Suwarni & Arfan (2015)
dengan menggunakan skala guttman, dengan jawaban setuju (S) dan
tidak setuju (TS), dari 7 pertanyaan tersebut terdapat 4 pertanyaan
positif, dan 3 pertanyaan negatif. Pada pertanyaan positif jika responden
menjawab setuju (S) maka diberikan skor 2, dan jika menjawab tidak
setuju (TS) maka diberikan skor 1.Sedangkan pertanyaan negatif jika
responden menjawab setuju (S) maka diberikan skor 1, dan jika
menjawab tidak setuju (TS) maka diberikan skor 2.
4. Kuesioner D
Kuesioner D membahas tentang perilaku seks pra-nikah , terdiri dari 12
pertanyaan negatif dengan menggunakan skala guttman, jika responden
menjawab Ya mendapatkan skor 2, dan jika responden menjawab Tidak
maka mendapatkan skor 1.

B. Cara Pengambilan Data


Cara pengumpulan data adalah jabaran dari instrumen
penelitian.Pengumpulan data adalah prosedur yang sistemis dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan.Teknik pengumpulan data
hubunngan lovestyle, gender attitude dengan perilaku seks panikah pada
remaja menggunakan kuesioner. Setelah mendapatkan izin dari
pembimbing untuk menggunakan tiga kuesioner tersebut, selanjutnya
peneliti mengajukan surat kepada Sekolah SMK Voctech 1 Tangerang
untuk meminta ijin melakukan uji validitas dengan membagikan kuesioner
sebanyak 30 kepada siswa siswi. Setelah peneliti mendapatkan ijin dari
31

pihak sekolah, kemudian peneliti membagikan kuesioner kepada siswa


siswi dengan menjelaskan tujuan dalam memenuhi salah satu syarat dari
penelitian, dan tahap selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data
dengan menggunakan SPSS, setelah kuesioner dinyatakan valid, peneliti
kemudian membawa surat permohonan izin dari STIkes YATSI
Tangerang ke SMK PGRI 109 Tangerang, SMK Yuppentek 1, SMK
Nusantara Tangerang untuk melakukan penelitian pada siswa dan siswi
yang memenuhi kriteria.
Peneliti sebelumnya datang ke SMK PGRI 109 Tangerang, SMK
Yuppentek 1, SMK Nusantara Tangerang untuk izin penelitian ke Guru
(TU) tata usaha. Setelah mendapat izin, peneliti bertemu dengan Guru
(BK) bimbingan dan konseling di masing-masing sekolahan untuk
meminta data siswa yang terlihat berpacaran dan yang pernah terjadinya
hamil diluar nikah yang berada di wilayah SMK PGRI 109 Tangerang,
SMK Yuppentek 1, SMK Nusantara Tangerang.
Tahap persiapan dilaksanakan setelah peneliti mendapat izin dari
tiga pihak sekolah untuk melakukan penelitian di institusi sekolah SMK
swasta Kota Tangerang (SMK PGRI 109 Tangerang, SMK Yuppentek 1,
SMK Nusantara Tangerang).Setelah di terima maka peneliti menemui
partisipan untuk menjelaskan tujuan penelitian dan mengajukan kesiapan
calon partisipan untuk menjadi partisipan.Setelah partisipan setuju, maka
tahap selanjutnya adalah peneliti meminta partisipan untuk
menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan (informed
consent).Tahap awal adalah partisipan mengisi karakteristik, dan
selanjutnya partisipan melakukan pengisian kuisionerlovestyle, gender
attitude dan perilaku seks pranikah.
Setelah partisipan teridentifikasi memenuhi kriteria inklusi
penelitian, maka peneliti membagikan lembar kuisioner kepada partisipan
dan dihimbau untuk menjawab sesuai dengan yang terjadi di lingkungan.
Selama proses tersebut, peneliti berada ditempat partisipan untuk
menjelaskan jika ada yang kesulitan memahami kuisioner penelitian.
32

Proses pengumpulan data dilaksanakan selama satu hari pada tanggal


sekian 16-23 Mei dan dilakukan mulai pukul 13:00 WIB di SMK swasta
Kota Tangerang dan menyesuaikan waktu dengan responden saat
melakukan door to door.
Terminasi ini dilakukan setelah pengumpulan data dirasa cukup,
setelah validasi dilakukan dengan partisipan, peneliti memberi informasi
bahwa proses pengumpulan data penelitian telah selesai dan tahap
selanjutnya adalah pemberian souvenir sebagai ucapan terimakasih peneliti
kepada partisipan.

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas


A. Validitas
Validitas diartikan sebagai aspek kecermatan pengukuran,
menghasilkan data yang tepat dan juga memberikan gambaran yang
cermat mengenai data (Donsu, 2016). Kuesioner pada penelitian ini di uji
validitas di SMK Yapintek Kota Tangerang. Berdasarkan uji validitas pada
kuesioner love style sebanyak 10 pertanyaan, kuesioner gender attitude
sebanyak 7 pertanyaan dan kuesioner perilaku seks pra-nikah sebanyak 12
pertanyaan.
Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 30 responden
maka nilai r table dapat diperoleh melalui table r product moment person
dengan df = n-2, jadi df = 30-2=28, maka r table = 0,3610. Butir
pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r table.
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Kuesioner Love Style
No Pertanyaan R hitung R tabel
1 Love style 1 0,393 0,3610
2 Love style 2 0,601 0,3610
3 Love style 3 0,393 0,3610
4 Love style 4 0,393 0,3610
5 Love style 5 0,601 0,3610
6 Love style 6 0,393 0,3610
7 Love style 7 0,601 0,3610
32

8 Love style 8 0,393 0,3610


9 Love style 9 0,601 0,3610
10 Love style 10 0,393 0,3610
(Sumber : Hasil Validitas Pengisian Kuisioner Juli 2019)

Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Kuesioner Gender Attitude
No Pertanyaan R hitung R tabel
1 Attitude 1 0,692 0,3610
2 Attitude 2 0,529 0,3610
3 Attitude 3 0,692 0,3610
4 Attitude 4 0,692 0,3610
5 Attitude 5 0,529 0,3610
6 Attitude 6 0,692 0,3610
7 Attitude 7 0,592 0,3610
(Sumber : Hasil Validitas Pengisian Kuisioner Juli 2019)

Tabel 4.3
Hasil Uji Validitas Kuesioner Perilaku Seks Pranikah
No Pertanyaan R hitung R tabel
1 Perilaku seks 0,714 0,3610
pranikah 1
2 Perilaku seks 0,495 0,3610
pranikah 2
3 Perilaku seks 0,714 0,3610
pranikah 3
4 Perilaku seks 0,495 0,3610
pranikah 4
5 Perilaku seks 0,714 0,3610
pranikah 5
6 Perilaku seks 0,624 0,3610
pranikah 6
7 Perilaku seks 0,495 0,3610
pranikah 7
8 Perilaku seks 0.550 0,3610
pranikah 8
9 Perilaku seks 0,495 0,3610
pranikah 9
10 Perilaku seks 0,714 0,3610
pranikah 10
11 Perilaku seks 0,495 0,3610
pranikah 11
32

12 Perilaku seks 0,714 0,3610


pranikah 12
(Sumber : Hasil Validitas Pengisian Kuisioner Juli 2019)

B. Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas dilanjutkan dengan uji reliabilitas.
Uji reliabilitas merupakan upaya untuk menstabilkan dan melihat adakah
konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan, yang berkaitan dengan
kontruksi dimensi variabel. Konstruksi dimensi ini bisa berupa kuesioner
(Donsu, 2016). Reliabilitas menunjukkan apakah pengukuran
menghasilkan data yang konsisten jika instrument digunakan kembali
secara berulang. Untuk dapat diputuskan reliable atau tidak, nilai r hitung
dibandingkan dengan nilai r tabel (Sugiyono, 2016).
Teknik analisis yang digunakan adalah dengan cara melakukan uji
Cronbach Alpha untuk menentukan apakah instrument reliable atau tidak
menggunakan batasan 0,6. Menurut Sekaran (1992) dalam Priyatno (2014)
adalah :
1. Cronbach alpha < 0,6 = kurang baik
2. Cronbach alpha 0,7 = dapat diterima
3. Cronbach alpha > 0,8 = baik
Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan oleh peneliti di SMK
Yapintek Kota Tangerang, dengan 30 responden didapatkan hasil :
kuesioner love style sebesar 0,707, kuesioner gender attitude 0,749 dan
kuesioner perilaku seks pra-nikah 0,749, maka seluruh kuesioner
dinyatakan reliable yang dapat diterima. Semua prosedur ini dilakukan
dengan penggunaan program SPSS 20.
32

Tabel 4.4
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Variabel Jumlah Item Jumlah Item Uji Reliabilitas
Sebelumnya Item Valid
Sesudah
Love style 10 10 10 0,707
Gender 7 7 7 0,749
attitude
Perilaku seks 12 12 12 0,749
pra-nikah
(Sumber : Hasil Reliabilitas Pengisian Kuisioner Juli 2019)

Keterangan : kuesioner love style sebesar 0,707, kuesioner gender


attitude 0,749 dan kuesioner perilaku seks pra-nikah 0,749, maka seluruh
kuesioner dinyatakan reliable yang dapat diterima. Semua prosedur ini
dilakukan dengan penggunaan program SPSS 20. Variabel love style 10
item, variabel gender attitude 7 item dan variabel perilaku seks pra-nikah
12 item semuanya dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian.

4.6 Pengolahan dan Analisa Data


A. Pengolahan Data
Setelah data berhasil dikumpulkan, maka langkah berikutnya yang
harus dilakukan adalah menganalisis data tersebut.Namun, sebelumnya
Anda melakukan analisis data, ada empat hal yang harus Anda lakukan
terlebih dahulu terhadap data penelitian yang sudah terkumpul (Putra,
2012).
33

Cleaning. Tahapan ini dilakukan saat mengumpulkan data


kuesioner dari responden atau ketika memeriksa lembar observasi.Periksa
kembali jawaban responden atau hasil observasi, mungkin ada yang ganda
atau belum dijawab.
Coding. Memberi kode identitas responden untuk menjaga
kerahasiaan identitasnya dan mempermudah proses penelusuran biodata
responden. Adapun menetapkan kode untuk scoring jawaban responden
atau hasil observasi yang telah dilakukan.
Scoring.Tahapan ini dilakukan setelah ditetapkan kode
jawaban.Sehingga, setiap jawaban responden atau hasil observasi dapat
diberikan skor.
Entering. Setelah proses scoring selesai, lalu masukan data kedalam
komputer, seperti memasukannya kedalam program SPSS (statistical
product and service solutions).

B. Analisa Data
Adapun rancangan analisa data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara :
1. Analisa Univariat
Peneliti melakukan analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.Pada
umumnya dalam analisis hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2018). Analisa univariat
dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan data demografi
responden yang berupa nama, umur, gaya cinta (lovestyle), gender
attitude dan perilaku seks pranikah.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi square
merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila
dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana data berbentuk
nomila dan sampelnya besar (Sugiyono, 2017). Peneliti menggunakan
34

tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kemaknaan sebesar 5%. Bila p


value ≤ 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna dan apabila p
value ≥ 0,05 berarti perhitungan statistik tidak bermakna.

4.7 Etika Penelitian


Notoatmodjo (2012) kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika
yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak
peneliti, pihak yang diteliti (Subjek penelitian).Etika dalam penelitian
menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan
penelitian. Pelaku penelitian atau penelitian dalam menjalankan tugas
meneliti atau melakukan penelitian hendaknya memgang teguh sikap ilmiah
(scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun
mungkin penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau
membahayakan bagi subjek penelitian, dalam melaksanakan sebuah
penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh yakni :
Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human
dignity).Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
tersebut.Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek
untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi
(berpartisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat
subjek penelitian, peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subjek
(inform concent) yang mencakup : Penjelasan manfaat penelitian, penjelasan
kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, penjelaasan
manfaat yang didapatkan, persetujuan penelitian dapat menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek
penelitian kapan saja, jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas
dan informasi yang diberikan oleh responden.
Menghormati privasi dan kerahasian subjek peneliti (respect for privacy
and confidentiality).Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu
termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi.
Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada
orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi
mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek.
Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and
inclusiveness).Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan
kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian.Untuk itu, lingkungan penelitian
perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian.
Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat
semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian
pada khususnya.Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang
merugikan bagi subjek. Maka setiap penelitian yang dilakukan oleh siapa
saja, termasuk para peneliti kesehatan hendaknya, Memenuhi kaidah
keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral, kejujuran, kebebasan,
dan tanggung jawaban, upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan,
kesejahteraan, martabat, dan peradaban manusia, serta terhindar dari segala
sesuatu yang menimbulkan kerugian atau membahayakan subjek penelitian
pada umumnya.

46
BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan love style dan


gender attitude dengan perilaku seks pra-nikah pada remaja di SMK
Swasta Kota Tangerang Tahun 2019. Penyebaran instrument penelitian
dilakukan pada bulan Juli 2019 kepada responden siswa siswi di SMK
PGRI 109 Tangerang, SMK Yuppentek 1, SMK Nusantara Tangerang,
yang sesuai dengan kriteria inklusi.
Analisa data yang pertama kali dilakukan adalah analisa univarat yaitu
untuk mengetahui distribusi frekuensi love style, gender attitude dan
perilaku seks pra-nikah, sedangkan analisis yang kedua yaitu analisis
bivariat dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
love style dan gender attitude dengan perilaku seks pranikah pada remaja
SMK Swasta di Kota Tangerang Tahun 2019.

5.1. Gambaran Karakteristik Usia pada anak remaja di SMK Swasta di


Kota Tangerang
Tabel 5.1
Gambaran Usia Remaja
Usia Jumla Presentas Mean Media Mod Minimu Maximu
n e m m
h (n) e
15 105 26.3
16 95 23.8
17 75 23.8
16.55 16.00 18 15 18
18 124 31.1
Tota 399 100,0
l
(Sumber : Hasil Pengisian Kuisioner Juli 2019)

47
Berdasarkan tabel 5.1 diatas mayoritas responden adalah berusia 18 tahun
yaitu berjumlah 124 responden dengan presentase 31.1%. Dengan nilai
mean sebesar 16.55, median 16.00, minimum 15 dan nilai maksimum
sebesar 18.

5.2. Gambaran Karakteristik Jenis Kelamin pada anak remaja di SMK


Swasta di Kota Tangerang
Tabel 5.2
Gambaran Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentase (%)
Laki – laki 172 43,1
Perempuan 227 56,9
Total 399 100,0
(Sumber : Hasil pengisian kuesioner Juli 2019)
Berdasarkan tabel 5.2 diatas didapatkan hasil moyoritas responden
pada penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 227
responden (56,9%) sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 172
responden (43,2%).

5.3. Analisa Univariat


Analisa univariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
distribusi frekuensi pada variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen meliputi love style dan gender attitude sedangkan
dependen meliputi perilaku seks pra-nikah pada remaja di SMK Swasta
Kota Tangerang 2019.

5.4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel


Independen Love Style

48
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Love Style Responden di SMK Swata di
Kota tangerang tahun 2019 (n=399)
Variabel Jumlah (n) Presentase
Independen Love
Style
Sikap Negatif 183 45,9
Sikap Positif 216 54,1
Total 399 100
(Sumber : Hasil pengisian kuesioner Juli 2019)
Berdasarkan tabel 5.4 diatas didapatkan hasil moyoritas responden
pada penelitian ini adalah love style dengan sikap positif yaitu sebanyak 216
responden (54,1%) sedangkan love style dengan sikap negative sebanyak
183 responden (45,9%).

5.4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel


Independen Gender Attitude
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Gender Attitude Responden di SMK Swata
di Kota tangerang tahun 2019 (n=399)
Variabel Jumlah (n) Presentase
Independen Attitude
Gender
Perilaku Negatif 238 59,6
Perilaku Positif 161 40,4
Total 399 100
(Sumber : Hasil pengisian kuesioner Juli 2019)
Berdasarkan tabel 5.5 diatas didapatkan hasil moyoritas responden
pada penelitian ini adalah gender attitude dengan sikap negatif yaitu
sebanyak 238 responden (59,6%) sedangkan gender attitude dengan sikap
positif sebanyak 161 responden (40,4%).

49
5.4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel
Dependen Perilaku Seks Pra-nikah pada Remaja
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Perilaku Seks Pra-nikah pada Remaja
Responden di SMK Swata di Kota tangerang tahun 2019
(n=399)
Variabel Dependen Jumlah (n) Presentase
Perilaku Seks
Pranikah pada
Remaja
Melakukan 237 59,4
Tidak Melakukan 162 40,6
Total 399 100
(Sumber : Hasil pengisian kuesioner Juli 2019)
Berdasarkan tabel 5.6 diatas didapatkan hasil moyoritas responden
pada penelitian ini adalah perilaku seks pra-nikah yang melakukan yaitu
sebanyak 237 responden (59,4%) sedangkan perilaku seks pra-nikah yang
tidak melakukan sebanyak 162 responden (40,6%).

5.4. Analisa Bivariat

50
Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan love style dan gender attitude dengan perilaku seks pranikah pada
remaja di SMK Swasta Kota Tangerang 2019. Analisis bivariat yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan korelasi.

5.5.1. Hubungan Love Style dengan Perilaku Seks Pranikah pada


Remaja di SMK Swasta Kota Tangerang 2019
Tabel 5.7
Crosstabulation Berdasarkan Love Style dengan Perilaku Seks
Pranikah pada Remaja di SMK Swasta Kota Tangerang 2019
(n=399)
Perilaku Seks Pranikah P value
Love Style Melakukan Tidak Total (contin OR
melakukan uity)
N % N % N %
Sikap 183 45,9 0 0 183 45,9
Negatif 0.000 5,259
Sikap Positif 54 13,5 162 40,6 216 54,1
Total 237 59,4 162 40,6 399 100,0

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan hasil dari 399 responden yang


memiliki love style sikap negatif dengan perilaku seks pranikah yang
melakukan sebanyak 183 responden (45,9%), sedangkan responden
yang memiliki love style sikap negatif dengan perilaku seks pranikah
yang tidak melakukantidak ada responden (0%). Responden yang
memiliki love style sikap positif dengan perilaku seks pranikah yang
melakukan sebanyak 54 responden (13,5%), sedangkan responden
yang memiliki love style sikap positif dengan perilaku seks pranikah
yang tidak melakukan sebanyak 163 responden (40,6%).
Berdasarkan tabel di crosstabulation didapatkan hasil tabel
2x2 dengan nilai expected tidak ada yang kurang dari 5, jadi untuk

51
membaca P value dilihat di Continuity correction dengan P value
0,000 < 0,05 maka dapat dinyataan Ho ditolak artinya ada
hubungan antara love style dengan perilaku seks pranikah pada
remaja di SMK Swasta Kota Tangerang 2019. Sedangkan nilai Odd
Ratio adalah 5,259 maka resiko siswa yang Love Style negative 5
kali lebih besar melakukan seks pranikah.

5.5.2. Hubungan Gender Attitude dengan Perilaku Seks Pranikah


pada Remaja di SMK Swasta Kota Tangerang 2019
Tabel 5.8
Crosstabulation Berdasarkan Gender Attitude dengan Perilaku
Seks Pranikah pada Remaja di SMK Swasta Kota Tangerang
2019 (n=399)
Perilaku Seks Pranikah P value
Attitude
Melakukan Tidak Total (contin OR
Gender
melakukan uity)
N % N % N %
Perilaku 183 45,9 55 13,7 238 59,6
Negatif
0.000 6,593
Perilaku 54 13,5 107 26,9 161 40,4
Positif
Total 237 59,4 162 40,6 399 100,0

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan hasil dari 399 responden yang


memiliki attitude gender perilaku negatif dengan perilaku seks
pranikah yang melakukan sebanyak 183 responden (45,9%),
sedangkan responden yang memiliki attitude gender perilaku
negatifdengan perilaku seks pranikah yang tidak melakukan
sebanyak 55 responden (13,7%). Responden yang memiliki attitude
gender perilaku positif dengan perilaku seks pranikah yang
melakukan sebanyak 54 responden (13,5%), sedangkan responden

52
yang memiliki attitude gender perilakupositif dengan perilaku seks
pranikah yang tidak melakukan sebanyak 107 responden (26,9%).
Berdasarkan tabel di crosstabulation didapatkan hasil tabel 2x2
dengan nilai expected tidak ada yang kurang dari 5, jadi untuk
membaca P value dilihat di Continuity correction dengan P value
0,000 < 0,05 maka dapat dinyataan Ho ditolak artinya ada
hubungan antara attitude genderdengan perilaku seks pranikah pada
remaja di SMK Swasta Kota Tangerang 2019. Sedangkan nilai Odd
Rasio adalah 6,593 maka resiko siswa yang Gender Attitude negative
6 kali lebih besar melakukan seks pranikah dibanding dengan yang
positif.

53
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Usia


Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.1 mayoritas responden adalah
berusia 18 tahun yaitu berjumlah 124 responden dengan presentase 31.1%.
Dengan nilai mean sebesar 16.55, median 16.00, minimum 15 dan nilai
maksimum sebesar 18.
Usia adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan sampai dengan sekarang
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Usia seseorang merupakan salah satu
karakteristik individu yang besarnya mempengaruhi fungsi biologis dan
psikologis individu. Menurut WHO, usia remaja dalam rentang usia 10-19
tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014,
remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan Menurut
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia
remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah
6.2. Karakteristik jenis kelamin
Berdasarkan tabel 5.2 diatas mayoritas jenis kelamin adalah perempuan
yaitu sebanyak 227 responden (56,9%), sedangkan yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 172 responden (43,1%). Hal ini didukung penelitian yang
dilakukan oleh Aprilia Yesi (2016) dengan judul hubungan antara Gaya
Cinta (Love Style) remaja SMA dengan aktivitas seksual berisko HIV AIDS
dimana jenis mayoritas jenis kelamin adalah perempuan, karena menurut
Christoperson dan Conner (2012) bahwa perbedaan anatara laki laki dan
perempuan dalam berperilaku seksual disebabkan oleh faktor biologis dan
seksual.
6.3. Analisa Univariat
6.4.1. Distribusi Frekuensi Love Style
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan dari 399 responden dengan
hasil tingkat sikap Love Style negative sebanyak 183 responden

54
(45,9%) dan hasil tingkat sikap Love Style positif sebanyak 216
responden (54,1%). Hal ini disebabkan dalam sikap gaya cinta
mempunyai kelebihan dan kekurangan, biasanya individu cenderung
memiliki dua sampai tiga jenis dari sikap tersebut dalam sebuah
relasi yang dijalin mereka. Sikap yang positif adalah gaya cinta yang
menyenangkan dan terjalin dalam suasana yang hangat, biasanya ada
dalam bentuk gaya cinta kawan baik (storge), juga (agape) yang
merupakan kombinasi eros dan storge. Sementara untuk ketiga gaya
cinta (ludus, eros, pragma) lebih menguras tenaga dan bisa
membawa dampak sikap negatif (Taylor, 2009).
Namun Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aprilia Yesi (2016) dengan judul hubungan antara
Gaya Cinta (Love Style) remaja SMA dengan aktivitas seksual
berisko HIV AIDS, yang mana didapatkan bahwa sebagian besar
responden responden melakukan gaya cinta yang negative yaitu gaya
cinta Pragma yaitu sebanyak 26 responden (28,9%).
Hal ini dikarenakan menurut (Pieter & Lubis, 2010)
keadaan emosi remaja masih labil karena hal ini erat
berhubungannya dengan keadaan hormon. Remaja sudah mulai
berpikir kritis sehingga ia akan melawan lingkungannya, bila tidak
memahami cara berpikir remaja, akan timbul perilaku menyimpang.
Remaja yang standar perilaku kurang realistik bagi diri sendiri akan
merasa bersalah apabila mereka tidak mampu mencapai standar yang
telah ditetapkan, penyesuaian diri dapat di rusak remaja dengan cara
menolak Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik
kepada lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini
orang tua kurang mengerti, kemudian melarangnya, akan
menimbulkan masalah, dan remaja akan bersikap tertutup terhadap
orang tuanya (Mansur, 2012).

55
6.4.2. Distribusi Frekuensi Gender Attitude
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan dari 399 responden dengan
hasil perilaku negative sebanyak 238 orang (59,6%) dan hasil hasil
perilaku positif sebanyak 161 orang (40,4%).
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri
Wulandari (2016) dengan judul Perilaku Seksual Pranikah Berisiko
Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Remaja SMKN Tandun
Kabupaten Rokan Hulu, didapatkan bahwa responden yang memiliki
persepsi gender yang tradisional sebanyak 180 responden (47,4%),
sedangkan persepsi gender yang modern sebanyak 200 responden
(52,6%).
Menurut Suwarni & Arfan (2015) permasalahan hubungan
gender yang asimetris masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai
sebab utama dari permasalahan-permasalahan perempuan saat ini
termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan reproduksi.
Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari kontruksi
sosial yang selama ini menempatkan perempuan pada kedudukan
yang subordinat. Dibidang reproduksi, ketidakberdayaan perempuan
itu terlihat dari hubungan yang tidak berimbang antara laki-laki dan
perempuan dalam hal seksual dan reproduksi seperti tercermin dalam
kasus pemkasaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila terjadi pada remaja
dapat menyebabkan hamil di usia muda.

6.4.3. Perilaku seks pranikah


Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan dari 399 responden dengan
hasil yang melakukan seks pranikah sebanyak 237 orang (59,4%)
dan hasil yang tidak melakukan sebanyak 162 orang (40,6%).
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dian Novita Sari (2018) dengan judul pengaruh faktor predisposisi,

56
pemungkin, dan pendorong terhadap perilaku seksual di SMA
Asuhan Daya Medan didapatkan bahwa responden yang berperilaku
seks ringan sebanyak 67 responden (73,6%), sedangkan yang
berperilaku seks berat sebanyak 24 responden (26,4%) dikarnakan
pada penelitian ini tingkat keyakinan agama pada seluruh responden
masih tergolong kuat. Menurut asumsi peneliti remaja yang memiliki
tingkat agama yang tinggi, maka keyakinan serta ketaan terhadap
ajaran agama akan mengendalikan aktivitasnya terutama aktivitas
seksual remaja yang tidak memiliki tingkat keyakinanyang kuat,
ajaran agama, atau norma, tidak batasan dalam beraktivitas apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan

6.4. Analisa Bivariat


6.5.1. Hubungan Love Style dengan Perilaku Seks Pranikah
Berdasarkan hasil uji Chi Square bahwa P value 0,000 < 0,05
maka dapat dinyatakan Ho ditolak artinya ada hubungan antara Love
Style dengan perilaku seks pranikah pada remaja di SMK Swasta
Tahun 2019.
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa tingkat gaya
cinta seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam melakukan seks
pranikah. Hal ini dapat ditujukan dengan semakin tinggi tingkat gaya
cinta negative responden maka perilaku seks pranikah responden
semakin tinggi.
Namun hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Aprilia Yesi (2016) dengan judul hubungan antara Gaya Cinta
(Love Style) remaja SMA dengan aktivitas seksual berisko HIV AIDS
di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember, didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara antara Gaya Cinta (Love Style) remaja
SMA dengan aktivitas seksual berisko HIV AIDS dengan dengan
nilai v palue 0,664(>0,05), karena peneliti berasumsi bahwa semakin

57
negative gaya cinta remaja maka semakin tinggi pula tingkat seks
pranikah pada remaja dan sebaliknya.
6.5.2. Hubungan gender attitude dengan perilaku seks pranikah
Berdasarkan hasil uji Chi Square bahwa P value 0,000 < 0,05
maka dapat dinyatakan Ho ditolak artinya ada hubungan antara
Gender Attitude dengan perilaku seks pranikah pada remaja di SMK
Swasta Tahun 2019.
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa tingkat gaya
cinta seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam melakukan seks
pranikah. Hal ini dapat ditujukan dengan semakin tinggi perilaku
negative gender attitude responden maka perilaku seks pranikah
responden semakin tinggi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Linda
Boediarsih (2016) dengan judul Persepsi Remaja tentang Peran
Gender dan Gender Seksualitas, didapatkan bahwa terdapat
hubungan antara persepsi peran gender dan gender seksualitas
dengan pengalaman seksual dalam pacaran, dengan nilai v palue
0,005(<0,05). Peneliti berasumsi bahwa semakin negative persepsi
gender Attitude remaja maka semakin tinggi pula tingkat
penyimpangan seks pranikah pada remaja dan sebaliknya.
Menurut Suwarni & Arfan (2015) permasalahan hubungan
gender yang asimetris masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai
sebab utama dari permasalahan-permasalahan perempuan saat ini
termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan reproduksi.
Dibidang reproduksi, ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari
hubungan yang tidak berimbang antara laki-laki dan perempuan
dalam hal seksual dan reproduksi seperti tercermin dalam kasus
pemakasaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila terjadi pada remaja
dapat menyebabkan hamil di usia muda.

58
DAFTAR PUSTAKA

*Buku

Abrori.,& Qurbaniah, M. (2017). Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. UM


Pontianak Pers

Dayaksini, T., & Hudaniah.(2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

Dharma, K.K. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan: Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hsil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media

Donsu, Tine, D.J. (2016). Metodelogi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press

Hidayat, K., & Azra, A. (2013). Pancasila Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah

Irianto, K. (2015). Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta

Jaya, K. (2015). Keperawatan Jiwa. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara


Publisher

Karyanti.(2018). Dance Counseling. Yogyakarta: Deepublish Publisher

Kumalsari, I., & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi Untuk


Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta Selatan: Salemba
Medika

Mansur, E. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika
Mandang, J., Freike, L., Iyam, M., Naomy, M.T. (2016). Kesehatan Reproduksi
dan Pelayanan Keluarga Berencana (KB). Bogor: IN Media

Masriyah, E. (2015). Konstruksi Realitas Keperawatan Wanita No Virgin. Serang:


Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Poltik Universitas Sultan Ageng Tirtyasa

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka


Cipta

Notoatmodjo, S. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

59
Notoatmodo, S. (2018). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta

Nursalam.(2015). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Pieter, Z.H., & Lubis, L.N. (2010).Pengantar Psikologi dalam Keperawatan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Pranoto, N. (2010). Her Story Sejarah Perjalanan Payudara. Yogyakarta: Kanisius

Putra, R.S. (2012). Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah.


Yogyakarta: D-Medika

Purwoastuti, E., & Elisabeth, S.W. (2015). Mutu Pelayanan Kesehatan dan
Kebidanan. Jakarta: Pustaka Baru Press

Sarwono, S.W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada

Scott, Jhon. (2012). Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Siyoto, S., & Sodik, A. (2015). Dasar Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Literasi
Media Publishing

Sugiyono.(2017). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Surbakti, M.A. (2010). Gangguan Kebahagiaan Anda dan Solusinya. Jakarta: PT


Elex Komptindo

Suwandi, M. (2019).Perempuan dan Politik Dalam Islam. Yogyakarta:


Deepublish

Syam, Nur. (2010). Agama Pelacur: Dramaturgi Transendental. Yogyakarta: LkiS

Syofwan, A. (2018). Lef’s Change or Lose. Seri Motivasi Menjadi Pemenang

Taylor, S.E., Letitia, A.P., & David O.S. (2009).Psikologi Sosial. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group

*Jurnal

Banun, F.O.S.S. (2012). Perilaku Seks Bebas Pada Anggota Club Motor X Kota
Semarang. Jurnal of health Educatio

Ficker, J., & Moore, S. (2002). Relationship Satisfaction: The Role of Love Styles
and Attachment Styles. Current Research in Social Psychology (CRISP)

Hendrick, C., & Hendrick, S.S. (1986).Theory and Methods of Love. Journal of
Personality and Social Psychology

Hendrick, C., & Hendrick, S.S. (1992).Romantic love. Sage London

Jacobs, J.R. (1992). Facilitator of Romantic Attraction and Their Relation to


Lovestyle. Social behavior and personality

Masni.,& Hamid, F.St. (2018) Determinan Perilaku Seksual Berisioko pada


Remaja Makassar (Studi Kasus Santri Darul Arqam Gombora dan SMAN
6). Jurnal MKMI. Volume 14 No. 1 Maret 2018

Ningsih, P., Utami, S., & Huda, N. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Metode Permainan Redi (Roda Edukasi Dan Insprirasi) Terhadap
Pengetahuan Remaja Putri Untuk Mencegah Seks Pranikah.JOM FKp.
Volume 5 No. 2 Juli-Desember 2018

Rahmawati, D.C., & Devy, R.S. (2016). Dukungan Sosial Yang Mendorong
Perilaku Pencegahan Seks Pranikah Pada Rema SMA X Di Kota
Surabaya.Jurnal Promkes. Volume 4 No. 2 Desember 2016

Sari, N.D., Darmana, A., & Muhammad.I. (2018). Pengaruh Faktor Predisposisi,
Pemungkin, Dan Pendorong Terhadap Perilaku Seksual Di SMA Asuhan
Daya Medan. Jurnal Kesehatan Global. Volume 1 No. 2 Mei 2018

Shaluhiyah , Z. (2006). Sexual lifestyle and interction ao university student in


Central Java, Indonesia and their implication for sexual and reproductive
health. Thesis University of Exeter

Suwarni, L., & Arfan, I. (2015). Hubungan Antara Lovestyle, Sexual Attitude,
Gender Attitude Dengan Perilaku Seks Pra-Nikah. Jurnal Vokasi
Kesehatan. Volume 1 No. 1 Januari 2015

*Skripsi

Parihat, D.R. (2015). Perilaku Berisiko dan Faktor Risiko Kejadian Seks Pranikah
Pada Siswa/Siswi SMA Sederajat Di Kota Tangerang Selatan Tahun
2015.Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Rasyidillah, A. (2017). Persepsi Remaja Tentang Perilaku Seks Pranikah. Skripsi.


Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
*Artikel Online

Brief Notes. (2017). Ringkasan Studi “Prioritaskan Kesehatan Reproduksi Remaja


Untuk Menikmati Bonus Demografi”. Brief Notes Lembaga Demografi
FEB UI Juni 2017. www.ldfebui.org diakses 20 April 2019

Kemenkes RI. Kesehatan Reproduksi Dan Seksual Bagi Calon Pengantin. (2015).
http://kesga.kemkas.go.id/images/pedoman/buku%20saku%20kesprodiaks
es 20 April 2019

Roudhoh, N. (2018). Seks Pranikah Remaja Tinggi. bantenraya.com. diakses 20


April 2019

World Health Organization (WHO). (2015). Adolescent Development : Topics at


Giance.http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescent/d
ov/en/#. diakses 20 April 2019
A. KUESIONER (A)
Jawablah daftar pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda check list (√)
pada kotak dan mengisi pada isian titik-titik yang telah tersedia.
Nama Inisial :
Umur : ….. Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

B. KUESIONER (B)
1. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda check list (√)
pada kolom jawaban yang anda anggap sesuai dengan diri anda.
2. Setiap peryantaan terdiri dari 2 kolom, dengan keterangan sebagai berikut:
S : Setuju berarti anda melakukan tindakan sesuai pernyataan

TS : Tidak Setuju berarti anda tidak melakukan tindakan sesuai

pernyataan

3. Apabila anda ingin mengganti pilihan jawaban anda berilah tanda = pada
jawaban yang anda pilih sebelumnya, kemudian berikan tanda check list
(√) pada jawaban yang baru.
4. Pastikan tidak ada pernyataan yang terlewati.
5. Setelah anda selesai memberi pilihan untuk seluruh pernyataan,
diharapkan untuk segera mengembalikannya.

“SELAMAT MENGERJAKAN”
No Pernyataan S TS
1. Saya dan pacar saya saling berarti dan saling membutuhkan
satu sama lain.
2. Jenis hubungan cinta yang paling baik tumbuh dari hubungan
persahabatan yang lama
3. Yang terbaik adalah mencintai seseorang yang mempunyai
latar belakang yang hampir sama dengan kita
4. Ketika pacar/pasangan saya tidak memberikan perhatian
kepada saya, maka saya merasa menderita (sakit)
5. Satu pertimbangan penting dalam memilih pasangan apakah
dia memikirkan karir saya
6. Saya berusaha menggunakan kemampuan saya untuk
membantu pasangan saya melewati masa yang sulit
7. Pasangan saya akan marah jika dia mengetahui beberapa hal
yang saya lakukan bersama dengan orang lain.
8. Saya menikmati hubungan percintaan dengan beberapa
pasangan (lawan jenis)
9. Ketika pasangan mengacuhkan saya, terkadang saya
melakukan hal bodoh demi mendapatkan perhatiannya
10. Lebih baik saya menderita dibandingkan pacar/pasangan saya
yang menderita

C. KUESIONER (C)
1. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda check list(√) pada
kolom jawaban yang anda anggap sesuai dengan diri anda.
2. Setiap peryantaan terdiri dari 2 kolom, dengan keterangan sebagai berikut:
S : Setuju berarti anda melakukan tindakan sesuai pernyataan

TS : Tidak Setuju berarti anda tidak melakukan tindakan sesuai

pernyataan

3. Apabila anda ingin mengganti pilihan jawaban anda berilah tanda = pada
jawaban yang anda pilih sebelumnya, kemudian berikan tanda check list
(√) pada jawaban yang baru.
4. Pastikan tidak ada pernyataan yang terlewati.

“SELAMAT MENGERJAKAN”
No Pernyataan S TS
1. Perempuan mempunyai kesempatan yang sama dengan
laki-laki dalam semua bidang didalam kehidupannya
2. Laki-laki dan perempuan seharusnya dihargai dengan cara
yang berbeda
3. Laki-laki kedudukannya adalah sebagai pemegang
kekuasaan (pemimpin)
4. Keperawanan perempuan lebih diutamakan daripada
keperjakaan laki-laki sebelum menikah
5. Laki-laki boleh mempunyai pasangan seks lebih banyak
karena sudah menjadi kodratnya
6. Dalam suatu hubungan antara perempuan dan laki-laki
ketidaksetiaan sama diantara keduanya
7. Laki-laki dan perempuan yang menikah seharusnya
pendidikannya seimbang

D. KUESIONER (D)
Berikan tanda check list (√) pada jawaban berikut sesuai pengalaman teman-
teman.
 Pernah Berpacaran 1. Ya ( )
2. Tidak ( )

“SELAMAT MENGERJAKAN”
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda pernah pergi berduaan dengan pacar
anda ?
2. Apakah anda pernah menggandeng tangannya saat
jalan berdua ?
3. Apakah anda pernah merangkul pacar anda ?
4. Apakah anda pernah berpelukan dengan pacar anda
?
5. Apakah anda pernah mencium kening/pipi pacar
anda ?
6. Apakah anda pernah mencium bibir pasangan anda
?
7. Pernakah anda berciuman (mencium bibir, leher dan
sekitarnya) sampai berpelukan ?
8. Apakah anda pernah meraba payudara, paha dan
organ kelamin pasangan anda ?
9. Pernahkah anda melakukan onani atau masturbasi
ketika dorongan seks meninggi ?
10. Pernahkah anda menempelkan/menggesek-gesekan
alat kelamin anda kepada pasangan anda dengan
memakai pakaian atau tidak memakai pakaian ?
11. Pernahkah anda melakukan hubungan intim ?
12. Dalam menjalin hubungan percintaan (pacaran),
apakah anda pernah melakukan mengulum alat
kelamin pasangan (seks oral) ?

Anda mungkin juga menyukai