Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Dari aspek demografi dan kependudukan, golongan balita merupakan


segmen penting paling bawah atau menjadi dasar dari piramida penduduk. Oleh
sebab itu, Cukup memprihatinkan, angka kematian bayi di Kalimantan Barat
pada tahun 1997 lebih tinggi dari angka kematian bayi nasional. Angka
kematian bayi secara nasional hanya 41,44 per 1000 kelahiran hidup, tetapi
angka kematian bayi di Kalimantan Barat mencapai angka 46,75 per 1000
kelahiran hidup. Pada tahun 1999, berdasarkan penelitian Badan Pusat Statistik
Kalimantan Barat, angka kematian bayi di empat Kabupaten Kalimantan Barat
sangat tinggi. Kabupaten Sanggau menempati urutan teratas yakni 68.42 per
1000 kelahiran hidup, Kabupaten Pontianak 41.20, Kota Pontianak 21.19 dan
Sambas 40. Demikian juga halnya dengan angka kematian kasar periode 1990-
1995, mencapai angka 8,0 per 1000 penduduk Kalimantan Barat masih di atas
rata-rata angka kematian nasional yakni 7,5 per 1000 penduduk 1. Tingkat
kesejahteraan sosial dan tingkat kemiskinan penduduk Kalimantan Barat juga
menyebabkan angka kematian balita (bayi 1-5 tahun) cukup tinggi. Bahkan
secara nasional pada tahun 1999 menempati urutan ke 8 tertinggi. Pada tingkat
propinsi, Bengkayang menempati urutan ke 8 kabupaten terbanyak mempunyai
jumlah keluarga miskin2.
Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang
Kalimantan Barat, pada tahun 2003 tercatat, jumlah penduduk keseluruhan
10.413 jiwa, dari jumlah tersebut 2100 jiwa diantaranya balita. Pada tahun 2003
angka kelahiran tercatat 144 jiwa dan kematian balita di tahun yang sama
tercatat 26 jiwa. Tahun 2004 jumlah penduduk keseluruhan 12.265 jiwa, 1631
jiwa diantaranya balita. Kelahiran tercatat ditahun yang sama 356 jiwa,
kematian balita tercatat ditahun yang sama berjumlah 19 jiwa 3. Data pada bulan
Mei 2005 - Juni 2005 jumlah balita yang memperoleh imunisasi di desa
Dharma Bhakti tepatnya dusun Dungkan dan dusun Sebetung Menyala serta
desa Setia Jaya tepatnya dusun Sentibak hanya sebanyak 77 balita. Sedangkan
di desa-desa lainnya di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak pada
periode Mei 2006 - Juni 2006 hanya sebanyak 559 balita yang memperoleh
imunisasi, jadi dapat dikatakan sepanjang periode itu hanya 38,994% balita
yang mendapatkan imunisasi selebihnya 61,006% balita belum mendapatkan
imunisasi. Mengenai balita yang lainnya ternyata tidak dapat ditemukan data
yang menyatakan bahwa balita tersebut pernah mendapatkan imunisasi di
Puskesmas Teriak. Penduduk di Indonesia yang berobat jalan, jenis fasilitas
yang sering digunakan oleh penduduk adalah Puskesmas (30,5%), kemudian
praktek dokter (27,1%) dan petugas kesehatan (22,8%). Penduduk yang tinggal
di daerah perkotaan lebih cenderung berobat jalan ke praktek dokter (35,0%)
sementara Puskesmas dan ke petugas kesehatan masing-masing hanya 27,8%
dan 16,1%, klinik KIA/BP (5,7%), dukun (2,3%), lainnya (2,8%). Bagi
penduduk desa, fasilitas kesehatan paling banyak digunakan untuk berobat
adalah ke Puskesmas (32,9%), ke petugas kesehatan (28,7%), ke dokter
(20,1%), dukun (2,8%), klinik KIA/BP (2,0%), lainnya (8,8%)4.
TUJUAN
a. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita di
Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan kepala keluarga yang
mempunyai balita terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang
mempunyai balita.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh ketersediaan ketergantungan jarak
pemukiman keluarga yang mempunyai balita dengan Puskesmas
terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh kualitas pelayanan Puskesmas
terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
4. Mengetahui bagaimana pengaruh sosio kultural masyarakat setempat
terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
5. Mengetahui bagaimana pengaruh pengetahuan kepala keluarga yang
mempunyai balita terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang
mempunyai balita.
6. Mengetahui bagaimana pengaruh sikap dari petugas kesehatan di
Puskesmas terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang
mempunyai balita.
7. Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat sosial ekonomi keluarga
terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional . Subyek penelitian ini adalah keluarga yang
mempunyai balita di kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang Kalimantan
Barat. Jumlah populasi sebanyak 265 keluarga. Metode pengambilan sampel
dengan simple random sampling, dengan jumlah sampel 25% dari jumlah
populasi, sampel berjumlah 67 keluarga. Adapun dari 67 sampel itu dibagi lagi
menjadi 23 sampel yang jarak tempat tinggalnya dekat dengan Puskesmas dan
44 sampel yang jarak tempat tinggalnya dekat dengan Puskesmas.
Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah faktor
pelayanan kesehatan ketersediaan dan ketergantungan jarak, faktor kualitas
pelayanan Puskesmas, faktor sikap dari petugas kesehatan, Faktor pendidikan
kepala keluarga, Faktor pengetahuan, Faktor tingkat sosial ekonomi, faktor
sosio kultural. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah
pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner.
Sebelum diserahkan kepada responden yang sesungguhnya, maka kuesioner
terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada 20 responden yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan subyek penelitian. Uji validasi dilakukan
dengan melihat koefisiensi korelasi antar skor masing-masing item, kemudian
dibandingkan dengan skor total. Perhitungan dengan menggunakan teknik
korelasi spearman. Uji validitas tersebut diperoleh nilai r di atas 0,450 (interval
kepercayaan 95%), sehingga kuesioner dapat digunakan untuk penelitian. Uji
reliabilitas juga menggunakan teknik spearman, hasil reliabilitas menunjukan
koefisiensi di atas 0,450.
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara
terstruktur sesuai dengan panduan kuesioner yang telah dibuat. Kuesioner
langsung ditanyakan kepada responden oleh peneliti sendiri dan peneliti
memberi tanda (X) terhadap alternatif yang dipilih responden. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh peneliti melalui penelitian
yaitu, data tentang faktor pelayanan kesehatan ketersediaan dan ketergantungan
jarak, kualitas pelayanan, sikap dari petugas kesehatan, pendidikan,
pengetahuan, tingkat sosial ekonomi, sosio kultural, dan pemanfaatan
Puskesmas dari responden langsung sebagai sumber data. Analisis data, peneliti
menggunakan analisis yang disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel
kuantitas dari variabel yang telah diteliti dalam bentuk persentase dari jumlah
yang dihasilkan dibagi jumlah sampel dikalikan 100%. Dimana pengaturannya
dibagi berdasarkan kategori baik jika > 75%, kategori cukup antara 60-75%,
kategori kurang baik jika <60%. Hipotesis diuji dengan menggunakan analisis
pearson correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) and correlation is
significant at the 0,01 level (2-tailed) dan Anova, untuk menguji apakah
korelasi tersebut signifikan atau tidak maka nilai tersebut dibandingkan dengan
nilai hasil analisa data, jika hasil analisa data berada di bawah 0,01 atau 0,05
maka hipotesis penelitian dinyatakan bermakna.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Responden dan Lokasi Penelitian
Responden penelitian ini 100% terdiri dari suku Dayak yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang. Suku
Dayak berdomisili di beberapa desa yang meskipun tidak terisolasi sama
sekali, tetapi sebagian lokasi penelitian belum dapat diakses dengan
kendaraaan umum. Lokasi penelitian yang berada di Desa Dharma Bhakti
Dusun Sebetung Menyala adalah salah satu lokasi penelitian yang untuk dapat
mencapai daerah itu, hanya dapat diakses dengan kendaraan bermotor roda dua
pada musim panas. Pada musim hujan jalanan setapaknya becek dan medannya
naik turun. Jarak dari jalan raya 3 kilometer. Responden mayoritas mata
pencariannya bertani dengan menggarap ladang berpindah tempat, bersawah
tadah hujan dan menderes karet. Upah minimum regional (UMR) di daerah itu
adalah Rp 18.000 / 12 jam kerja ditambah Rp 5000 / jam kerja lembur.
Masyarakat masih banyak yang meyakini bahwa dukun dapat mengobati
berbagai penyakit.
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Puskesmas
oleh keluarga yang mempunyai balita di Kecamatan Teriak Kabupaten
Bengkayang Kalimantan Barat.
A. Pendidikan
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat
di daerah Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat pada
umumnya masih tergolong rendah, hal ini dapat terlihat pada tabel 1 di bawah
ini:

Tabel 1: Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan


kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak
tahun 2005
Tingkat pendidikan kepala keluarga Jumlah KK Prosentase (%)
Tidak sekolah 11 16,42
SD 27 40,31
SLTP 18 26,86
SLTA 11 16,42
Perguruan tinggi 0 0
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan kepala
keluarga yang menjadi responden peneliti di Kecamatan Teriak Kabupaten
Bengkayang Kalimantan Barat sebagian besar sangat rendah. Dimana sebesar
83,58% dari responden tidak mengenyam pendidikan SLTA, bahkan 16,42%
diantaranya tidak sekolah. Meskipun demikian, mereka adalah masyarakat
yang dinamis dalam arti kata terbuka terhadap perubahan yang mendatangkan
manfaat dalam kehidupannya. Harapan masyarakat yang tinggi untuk hidup
sehat, membuat mereka bersedia memanfaatkan Puskesmas sebagai sarana
pelayanan kesehatan bagi balitanya.

Tabel 2: Distribusi pengaruh tingkat pendidikan


kepala keluarga hubungannya terhadap pemanfaatan Puskesmas
di wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teriak Tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Tingkat Pendidikan
Kurang Tidak
Kepala Keluarga
Baik Cukup Baik memanfaatkan Jumlah
Tidak sekolah 1 2 7 1 11
SD 9 3 15 0 27
SLTP 5 6 6 1 18
SLTA 3 3 5 0 11
Perguruan Tinggi 0 0 0 0 0
Jumlah 18 14 33 2 67
Sumber: data primer

Setelah di uji analisis data pada tabel 2, diperoleh besarnya koefisien


korelasi anova sebesar 0,205. Berdasarkan hasil analisa tersebut, hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh faktor pendidikan kepala
keluarga terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai
balita tidak dapat dibuktikan kebenarannya, hal ini bertolak belakang dengan
hasil penelitian Ruspita (2001), yang menyatakan ada hubungan antara
pendidikan responden dengan ketidak hadiran balita di Posyandu5.

B. Ketersediaan dan ketergantungan jarak


Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat pada tahun
2005 terdiri dari 7 desa, wilayah kerja yang memiliki 7 desa tersebut
mempunyai 1 Puskesmas induk, 2 Puskesmas pembantu, 7 Polindes, tenaga
dokter tidak ada, 6 orang bidan, 5 orang perawat. Lokasi penelitian yang berada
di desa Dharma Bhakti dan desa Setia Jaya tidak mempunyai Puskesmas.
Berdasarkan observasi peneliti, di kedua desa tersebut masing- masing
mempunyai Polindes dan sesungguhnya bidan desa yang ditugaskan di Polindes
daerah tersebut memang ada, tetapi jarang berada di Polindes saat dikunjungi
oleh masyarakat yang membutuhkan jasanya. Berdasarkan observasi, hanya
bidan desa yang berada di desa Setia Jaya yang lebih sering berada di Polindes
tempatnya bertugas. Polindes tersebut letaknya di Peranuk dan dikelilingi oleh
beberapa dusun di sekitarnya, dimana masyarakat di dusun-dusun itu jika ingin
mencapai Polindes tersebut rata-rata menempuh perjalanan kaki sejauh 1-5 Km.
Polindes yang berada di desa Dharma Bhakti terletak di dusun Sayung, Desa
Setia Jaya Terletak 13 Km dari Ibu kota Kecamatan Teriak, untuk menuju
Puskesmas Kecamatan Teriak yang berada di Sepogot, warga harus naik
kendaraan umum dari desanya menuju Dusun Sayung, kemudian mereka harus
menunggu lagi kendaraan umum dengan jurusan Sayung menuju Sepogot.
Pengamatan peneliti, jumlah kendaraan umum yang melewati Sepogot dimana
Puskesmas itu berada, hanya berkisar 3 atau 4 armada, dimana antara satu
armada dengan armada lainnya tenggang waktu lewatnya dapat mencapai satu
jam atau lebih. Hal ini yang kadang membuat warga enggan ke Puskesmas
tersebut jika bukan karena kebutuhan yang mendesak.
Observasi peneliti menemukan, masyarakat di dusun Sebetung Menyala
yang merupakan salah satu lokasi tempat penelitian, letak dusun itu 3 Km dari
jalan raya yang dapat dilalui oleh kendaraan umum. Untuk mencapai dusun
tersebut harus berjalan kaki melalui jalan setapak karena tidak ada kendaraan
umum yang dapat melaluinya, jalan tersebut melintasi areal persawahan tadah
hujan dan kebun karet yang medannya berbukit (tidak rata) milik warga dan
keadaan jalannya becek, licin dan berlumpur jika musim hujan tiba. Masyarakat
yang mempunyai sepeda dapat menggunakannya sebagai sarana transportasi
jika jalanan kering pada musim kemarau.

Tabel 3: Karakteristik responden berdasarkan pemanfaatan sarana


transportasi (cara masyarakat) menuju Puskesmas di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Teriak tahun 2005

Transportasi (cara warga menuju puskesmas) Jumlah Prosentase


KK (%)
Naik kendaraan 38 56,72
Berjalan kaki 1Km (tidak ada sarana transportasi) 6 8,96
Berlalan kaki >3Km dilanjutkan dengan naik 23 34,33
kendaraan umum
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Pada umumnya masyarakat yang berada di desa Dharma Bhakti dusun
Dungkan dan dusun Sebetung Menyala tidak memanfaatkan Puskesmas yang
berada di kecamatan Teriak tepatnya Puskesmas Sepogot wilayah mereka
sendiri. Karena kendaraan umum yang melewati lokasi Puskesmas itu masih
sangat terbatas dan butuh waktu lebih lama untuk mencapai lokasi tersebut,
masyarakat di kedua desa itu lebih memilih Puskesmas yang berada di
Kecamatan Bengkayang Kota, yang walaupun kenyataannya lokasinya lebih
jauh tetapi mereka lebih senang, karena lebih mudah diakses dengan kendaraan
umum.
Tabel 4: Distribusi pengaruh transportasi / cara warga menuju Puskesmas
hubungannya terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga
yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Transportasi (cara warga
Tidak
Menuju Puskesmas)
Baik Cukup Kurang Memanfaatan Jumlah
Naik Kendaraan 11 9 17 1 38
Berjalan Kaki 1 Km
(Tidak Ada Sarana transportasi) 5 0 1 0 6
Berjalan Kaki 3 Km
Dilanjutkan Naik kendaraan 2 4 16 1 23
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer

Observasi peneliti menemukan sesungguhnya minat keluarga yang


mempunyai balita untuk memeriksakan tumbuh kembang balitanya ke Pusat
pelayanan kesehatan (Posyandu dan Puskesmas) cukup tinggi ini ditunjukkan
dengan kedatangan mereka mengunjungi Posyandu yang diselenggarakan
Petugas Puskesmas dibantu kader Posyandu yang aktif di desanya. Tetapi Jika
melakukan pemeriksaan di Puskesmas hanya dilakukan warga jika anaknya
sakit. Peneliti mengamati, selain karena di desanya tidak ada Puskesmas,
kenyataan bahwa sulitnya mengakses sarana transportasi umum juga membuat
enggannya warga mengunjungi Puskesmas jika bukan karena kebutuhan yang
mendesak. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan salah satunya
ditentukan oleh ketersediaan fasilitas serta kemudahan untuk mencapainya.
Pernyataan Abertnathy dan Screms, 1971 cit Friedman, 1998, menyatakan
dekatnya suatu fasilitas dan kemampuan mengakses ke suatu pelayanan primer
merupakan determinan utama yang dihubungi oleh keluarga, ini menyatakan
jarak yang dekat tidak sepenuhnya menjamin adanya pengambilan keputusan
untuk memanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tetapi kemampuan
mengakses sarana transportasi umum juga memegang peranan yang tidak kalah
penting.
Tabel 5: Distribusi responden berdasarkan jarak tempat tinggal keluarga
dengan Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Teriak tahun 2005

Jarak puskesmas domisili keluarga Jumlah Prosentase (%)


KK
Dekat (< 2 Km) 3 4,48
Jauh (3-5 Km) 20 29,85
Sangat jauh (> 5 Km) 44 65,67
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Tabel 5 menunjukkan 65,67% keluarga bertempat tinggal dengan jarak
>5Km dari Puskesmas, tetapi keluarga tetap mengunjungi Puskesmas. Jarak
yang jauh sesungguhnya tidak terlalu dipermasalahkan justru sarana
transportasi yang sulit menjadi pemicu enggannya keluarga memanfaatkan
Puskesmas.
Tabel 6: Distribusi pengaruh jarak domisili keluarga dengan Puskesmas
hubungannya terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga
yang mempunyai balita di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Jarak Puskesmas -
Tidak
Domisili Keluarga
Baik Cukup Kurang Memanfaatkan Jumlah
Dekat (<2 Km) 1 1 1 0 3
Jauh (3-5 Km) 7 3 9 1 20
Sangat Jauh (> 5 Km) 10 9 24 1 44
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer
Berdasarkan hasil analisis data tabel 5 dan tabel 6, diperoleh besarnya
koefisien korelasi pearson 0,053. Berdasarkan nilai hasil analisa tersebut,
ternyata hipotesis penelitian yang menyatakan ada pengaruh faktor ketersediaan
dan ketergantungan jarak terhadap pemanfaatan puskesmas oleh keluarga
yang mempunyai balita tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sesuai dengan
penelitian Hafiah (2001), yang menyatakan tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara responden yang rumahnya dekat dan responden yang
rumahnya jauh dengan penolong persalinan tidak berhubungan dengan
pemilihan penolong persalinan, penelitian Tudiono (1996), Hakimi (1999) dan
Wijayanti (1999) yang menyatakan waktu tempuh penolong persalinan tidak
berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan. Sesuai dengan kenyataan
didapat dari penelitian ini, ternyata jarak tidak mempunyai pengaruh terhadap
pemanfaatan Puskesmas tetapi kemungkinan faktor kemudahan dalam
mengakses sarana tranportasi umum memegang peranan penting terhadap
pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga di Kecamatan Teriak.
C. Kualitas pelayanan
Untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang kualitas pelayanan
yang diselenggarakan Puskesmas, dari kuesioner yang ditanyakan maka
didapatkan distribusi responden berdasarkan data tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7: Distribusi responden berdasarkan penilaian kualitas pelayanan


di Puskesmas wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak tahun
2005

Kualitas Pelayanan Puskesmas Jumlah Prosentase (%)


Baik 27 40,30
Cukup 11 16,42
Kurang Baik 29 43,28
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Dari tabel 7 di atas hanya sebanyak 40,30% kepala keluarga yang
menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang diselenggarakan baik. Kenyataan
yang tidak dapat dianggap remah adalah 43,28% kepala keluarga ternyata
mempunyai penilaian bahwa kualitas yang diselenggarakan oleh Puskesmas
kurang baik. Hal ini cukup memprihatinkan, ada apa atau bagaimana
sebenarnya pelayanan Puskesmas tersebut?
Observasi peneliti menemukan, meski sebagian warga menyatakan
ketidak puasan mereka terhadap kualitas pelayanan yang diselenggarakan
Puskesmas, kenyataannya mereka tetap memanfaatkan jasa pelayanan
Puskesmas bagi pemeriksaan tumbuh kembang balitanya. Hal ini juga
ditunjukkan dengan data Puskesmas kunjungan imunisasi dan pemeriksaan
tumbuh kembang balita periode Mei-Juni 2005 sebesar 38,994%, karena di
daerah Kecamatan Teriak tidak terdapat Klinik swasta atau dokter praktek,
sedangkan Polindes ketersediaannya juga terbatas dan meskipun gedung
Polindesnya ada tetapi tidak ada petugasnya, maka tidak ada alternatif lain bagi
warga selain memanfaatkan Puskesmas yang tersedia.

Tabel 8: Distribusi pengaruh kualitas pelayanan Puskesmas hubungannya


terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang
mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Kualitas
Tidak
Pelayanan Puskesmas
Baik Cukup Kurang Memanfaatkan Jumlah
Baik 4 7 15 1 27
Cukup 4 2 5 0 11
Kurang Baik 10 4 14 1 29
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer

Berdasarkan analisis data pada tabel 8 diperoleh besarnya koefisiensi


korelasi pearson 0,327. Berdasarkan hasil analisa data tersebut maka hipotesis
penelitan yang mengatakan ada pengaruh faktor kualitas pelayanan terhadap
pemanfaatan Puskesmas tidak terbukti kebenarannya. Hal ini berbeda dengan
penelitian Supiati (2001) yang menyatakan faktor paling dominan dalam
pengambilan keputusan ibu hamil untuk menggunakan ANC adalah faktor
kualitas pelayanan kesehatan khususnya ANC.

D. Sosio Kultural
Untuk menilai apakah masih kental pengaruh kebudayaan
masyarakatnya maka didapatkan data seperti dalam tabel 9 di bawah ini:
Tabel 9: Distribusi responden berdasarkan sosio kultural di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Teriak tahun 2005

Sosio kultural Jumlah KK Prosentase (%)


Baik 16 23,88
Cukup 18 26,87
Kurang Baik 16 23,88
Tidak baik 17 25,37
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Merubah suatu kebiasaan memang tidak gampang tetapi dengan diberi
pengertian dengan bahasa yang mudah dimengerti dan pendekatan yang akrab
secara kekeluargaan, ada kemungkinan keluarga dapat merubah pendapat dan
cara pandang yang keliru yang telah diyakininya selama ini. Menurut WHO,
1980 cit. Notoatmodjo, 2003, perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan
penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan
suatu pola hidup masyarakat yang umumnya disebut kebudayaan.
Observasi peneliti menemukan, mayoritas warga mata pencariannya
adalah bertani dengan merambah hujan untuk dijadikan ladang berpindah
tempat setiap tahunnya. Warga masih memegang tradisi leluhurnya bahwa
setiap hutan pasti ada jubata penunggunya, oleh sebab itu, setiap berpindah
area ladang mereka selalu memberi persembahan (dapat berupa darah ayam
atau darah anjing) kepada sang jubata penunggu tersebut untuk mohon izin.
Oleh sebab itu, sebagian warga yang mempunyai anggota keluarga yang sakit,
orang tersebut tidak langsung dibawa ke pusat pelayanan kesehatan, keluarga
meyakini bahwa si sakit mendapat gangguan roh penunggu yang tidak
mengizinkan mereka berladang di lokasi tersebut. Oleh keluarganya, si sakit
dirasa perlu didatangkan orang pintar untuk mengadakan upacara balian atau
balenggang untuk mengusir roh jahat yang telah mengganggu tubuh anak atau
saudaranya. Peneliti juga mengamati, orang tua balita sering meyakini bahwa
anaknya yang masih bayi jika sakit demam tinggi karena terkena jarring
hujan panas, akhirnya keluarga membawa bayi tersebut menjumpai orang
pintar untuk membuatkan penawar jarring hujan panas untuk anaknya. Jika
dirasa sakit sibayi tidak sembuh, keluarga pada akhirnya akan membawa
anaknya ke tempat pelayanan kesehatan. Akibatnya kepercayaan yang sudah
menjadi kebudayaan ini akhirnya beberapa balita terpaksa mengalami
keterlambatan dalam memperoleh kesembuhan atau penanganan dari tenaga
kesehatan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari
kahidupan bersama suatu masyarakat. Kebudayaan selalu berubah, baik lama
maupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Perilaku yang normal
adalah salah satu aspek kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai
pengaruh yang dalam terhadap perilaku. Persepsi perilaku sehat-sakit sangat
erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Menurut
Notoatmodjo (1993), konsep analisa perilaku sakit, yaitu:
a. proses pencarian penyembuhan
b. proses pengobatan
c. proses penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala dirasakan
d. proses mengobati sendiri dengan berbagai obat yang dibeli di toko obat
dan proses menghentikan pengobatan yang sedang berjalan.
Observasi peneliti juga menemukan, adanya warga yang membeli obat-
obatan di warung untuk mengobati balitanya yang sakit atau mencoba
mengobati balitanya sendiri dengan obat-obat tradisional yang belum teruji
kebenarannya. Hal ini justru sangat membahayakan keselamatan balitanya,
karena tanpa pemeriksaan yang teliti balita telah dicekoki oleh obat yang belum
tentu tepat untuk mengatasi penyebab sakitnya. Observasi peneliti, langkah
akhir yang ditempuh keluarga adalah memang akan membawa balitanya ke
Puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tetapi alternatif itu
dipilih setelah balita-balita yang sakit tidak kunjung sembuh. Dari perilaku
sakit ini maka perilaku pencarian pelayanan kesehatan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. tidak melakukan tindakan
b. mengobati sendiri
c. mencari pengobatan dengan membeli obat diwarung / toko
d. mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan pemerintah
e. mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan

Tabel 10: Distribusi pengaruh sosio kultural hubungannya terhadap


pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita
di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Sosio Kultural
Tidak
Baik Cukup Kurang Memanfaatkan Jumlah
Baik 5 4 7 0 16
Cukup 3 4 10 1 18
Kurang Baik 4 1 10 1 16
Tidak Baik 6 4 7 0 17
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer

Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada tabel 10 di atas


diperoleh besarnya koefisien korelasi pearson 0,465. Berdasarkan hasil
analisis data tersebut maka hipotesis penelitian yang menyatakan ada
pengaruh faktor sosio kultural terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga
yang mempunyai balita tidak dapat dibuktikan kebenarannya, hal ini bertolak
belakang dengan teori WHO, 1980.
E. Pengetahuan
Upaya peneliti untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya
pengetahuan warga dalam hal ini khususnya keluarga yang mempunyai balita
terhadap Program Puskesmas untuk balita, peneliti mendapatkan hasil seperti
pada tabel 11 di bawah ini:
Tabel 11: Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang
Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak
tahun 2005
Pengetahuan tentang Puskesmas Jumlah KK Prosentase (%)
Baik 38 56,72
Cukup 15 22,39
Kurang Mendapatkan Pengetahuan 14 20,90
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Melihat dari data tabel 11 di atas kenyataan yang ada di lapangan masih
terdapat sejumlah keluarga yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang
Puskesmas sehingga keluarga tersebut belum memanfaatkan Puskesmas secara
optimal. Rosita (2003) yang mengatakan bahwa pengetahuan berhubungan
dengan pengambilan keputusan dan hubungan tersebut bermakna.
Hal ini sesuai dengan observasi peneliti yang menemukan, meskipun
beberapa responden ternyata tidak mempunyai pengetahuan yang cukup baik
tentang program-program Puskesmas khususnya untuk balita, tetapi diantara
mereka tetap bersedia membawa balitanya ke Posyandu yang diselenggarakan
di desanya. Meskipun tidak begitu memahami tentang imunisasi, tetapi mereka
tetap merasa bahwa hal itu penting bagi anaknya. Walau mereka tidak mengerti
program penanggulangan gizi buruk dan program penanggulangan diare,
mereka senang datang karena berharap nanti anaknya akan diberi susu dan
kacang hijau, mereka juga tidak menolak jika diberi oleh petugas Posyandu
shaset oralit, mereka merasa cukup tahu saja kapan saat harus memberikan
oralit itu kepada anaknya dan bagaimana cara membuat larutan oralit itu untuk
diminumkan kepada anaknya.

Tabel 12: Distribusi pengaruh pengetahuan tentang Puskesmas


hubungannya terhadap pemanfaatan Puskesmas di wilayah
kerja Kecamatan Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Tidak Memanfaatkan Jumlah
Baik 11 11 15 1 38
Cukup 3 1 11 0 15
Kurang 4 1 8 1 14
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer

Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada tabel 12, diperoleh


besarnya koefisiensi korelasi pearson 0,352. Berdasarkan hasil analisis data
tersebut maka hipotesis penelitian yang menyatakan ada pengaruh faktor
pengetahuan terhadap pemanfaatan puskesmas oleh keluarga yang mempunyai
balita tidak dapat dibuktikan kebenarannya, hal ini diperkuat oleh penelitian
Hafizah (2001) yang mengatakan pengetahuan tidak berhubungan dengan
pemilihan penolong persalinan, penelitian Djohari dkk (1985) menyebutkan
adanya kecenderungan warga pedesaan di Yogyakarta untuk mengimunisasi
anggota keluarga mereka sedangkan mereka sendiri tidak mengetahui
pengetahuan tentang imunisasi.

F. Sikap dari petugas kesehatan


Upaya peneliti dalam menilai sikap yang diperlihatkan atau ditunjukan
oleh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas dalam melayani pengunjung
Puskesmas, peneliti mengkategorikan sikap petugas kesehatan seperti dalam
tabel 13 di bawah ini:

Tabel 13: Distribusi penilaian responden di wilayah kerja


Puskesmas Kecamatan Teriak tentang sikap petugas Puskesmas
tahun 2005

Sikap Petugas Kesehatan Jumlah Prosentase (%)


Baik 13 19,40
Cukup Baik 16 23,88
Kurang Baik 20 29,85
Gagal Menunjukan Sikap Baik 18 26,87
Total 67 100
Sumber: data primer
Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% keluarga
mempunyai pandangan yang negatif terhadap sikap petugas Puskesmas, lebih
memprihatinkan lagi ternyata 26,87% responden menyatakan petugas kesehatan
di Puskesmas gagal menunjukan sikap baik dalam melayani warga yang
membutuhkan pelayanan kesehatan.
Ketika mengamati dalam kehidupan sehari-hari, peneliti menemukan
walau warga mengeluhkan pernah mendapat perlakuan yang kurang
menyenangkan dari petugas kesehatan khususnya dalam hal ini Puskesmas,
mereka tidak terlalu memendam ketidak senangan itu. Bagi masyarakat tidak
mampu, mereka tidak punya pilihan lain jika ingin sembuh, satu-satunya
adalah Puskesmas yang biayanya dapat terjangkau oleh mereka. Walau kadang
ditemukan juga, sebelum ke Puskesmas, diantara mereka ada yang telah
mengupayakan penyembuhan melalui jalur alternatif.
Purwanto (1998) menyatakan bahwa pembentukan sikap tidak terjadi
begitu saja, melainkan, sikap terbentuk karena melalui suatu proses tertentu
melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu lain di
sekitarnya. Ini bukan berarti bahwa sikap tidak bisa berubah, seiring dengan
tingginya kuantitas interaksi antara petugas dan masyarakat, akan tercipta
peluang besar terjadi perubahan sikap petugas kesehatan untuk ke arah ke yang
lebih baik.

Tabel 14: Distribusi pengaruh sikap petugas Puskesmas hubungannya


terhadap pemanfaatan Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Sikap
Tidak
Petugas Puskesmas
Baik Cukup Kurang Memanfaatkan Jumlah
Baik 5 3 5 0 13
Cukup Baik 5 3 7 1 16
Kurang Baik 4 4 12 0 20
Tidak Bersikap Baik 5 2 10 1 18
Jumlah 19 12 34 2 67
Sumber: data primer

Hasil analisis data penelitian pada tabel 14, diperoleh besarnya koefisien
korelasi Pearson 0,247. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, ternyata
hipotesis penelitian yang menyatakan ada pengaruh faktor sikap dari petugas
kesehatan terhadap pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai
balita tidak terbukti kebenarannya. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Rosita
(2003) yang menyatakan sikap hanya berpengaruh 1% dalam pengambilan
keputusan, sedangkan 99% ditentukan oleh faktor lain.

G. Sosial ekonomi
Dalam upaya peneliti menilai sosial ekonomi keluarga yang mempunyai
balita untuk melihat bagaimana hubungannya dengan pemanfaatan Puskesmas,
peneliti mendapatkan data seperti pada tabel 15 di bawah ini:

Tabel 15: Distribusi jumlah pendapatan keluarga per bulan


di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak tahun 2005

Jumlah pendapatan keluarga per bulan Jumlah KK Prosentase (%)


< Rp 500.000 51 76,12
Rp 500.000 Rp 1.000.000 15 22,39
> Rp 1.000.000 1 1,49
Total responden 67 100
Sumber: data primer
Tabel 15 di atas menunjukkan sebagian besar keluarga yang berada di
kecamatan Teriak kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat mempunyai tingkat
sosial ekonomi rendah, 76,12% hanya mempunyai penghasilan < Rp
500.000/bulan. Sebanyak 22,39% keluarga mempunyai penghasilan Rp
500.000-1.000.000/bulan dan 1,49% mempunyai penghasilan > Rp1.000.000.

Tabel 16: Distribusi pengaruh pendapatan keluarga per bulan terhadap


pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita
di wilayah kerja Kecamatan Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas
Pendapatan Rata-Rata
Tidak
Keluarga Per Bulan
Baik Cukup Kurang Memanfaatkan Jumlah
< Rp 500.000 15 11 24 2 52
Rp 500.000 Rp
1.000.000 2 2 10 0 14
> Rp 1.000.000 1 0 0 0 1
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer

Dengan melihat keadaan secara langsung di lapangan, bercocok tanam


padi yang dibudi dayakan petani melalui ladang berpindah hanya dapat dipanen
satu kali dalam jangka waktu satu tahun, itu pun jika tidak mengalami gagal
panen. Begitu juga halnya dengan padi yang dibudidayakan pada sawah tadah
hujan yang mempunyai ketergantungan pada alam dengan mengandalkan
musim yang cocok, mereka paling banyak dua kali periode masa tanam padi
dalam jangka waktu satu tahun. Hanya keluarga tertentu yang memanfaatkan
tenggang masa tanam padi untuk membudidayakan palawija di area
persawahannya. Pada umumnya masyarakat tidak menanam palawija di
sawahnya pada tenggang masa tanam berikutnya. Sebagian keluarga yang
memiliki kebun karet ketika musim hujan belum tiba mereka menderes karet
untuk menjual latexnya. Tetapi hal itu tidak dapat mereka lakukan jika musim
hujan tiba. Hasil dari kebun karet memang tidak dapat dijadikan sumber
penghasilan yang tetap. Selain musim hujan, kemarau yang lama juga
mempunyai efek yang kurang baik terhadap tanaman karet, karena jika lama
tidak turun hujan maka pohon karet akan mengalami rontok daun, sehingga saat
di deres tidak menghasilkan latex yang banyak. Masa kemarau panjang biasa
dimanfaatkan petani karet untuk menghentikan sementara kegiatannya
menderes karet yaitu membersihkan area perkebunannya dengan menebas
rumput sambil menunggu permulaan musim hujan agar segera memberi pupuk
kembali pada tanaman karetnya. Dengan mata pencarian dan penghasilan
seperti yang tertera di atas dibandingkan dengan upah minimum regional
(UMR) di Bengkayang sebesar Rp 18.000 / 12 jam kerja dan Rp 5000 / jam
lembur, angka < Rp 500.000 tersebut diatas masih berada di bawah UMR dapat
dipastikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dalam
jangka waktu satu bulan.
Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan, peneliti dapat
mengkategorikan bahwa sosial ekonomi keluarga yang mempunyai balita
seperti dalam tabel 17 di bawah ini:

Tabel 17: Distribusi responden berdasarkan sosial ekonomi di wilayah


kerja Puskesmas Kecamatan Teriak 2005

Sosial ekonomi Jumlah KK Prosentase (%)


Baik 21 31,34
Cukup 0 0
Kurang 30 44,78
Sangat tidak mampu 16 23,88
Total responden 67 100
Sumber: data primer

Berdasarkan data dari tabel 15, 16, 17, diperoleh data distribusi pengaruh sosial
ekonomi terhadap pemanfaatan Puskesmas dalam tabel 18 di bawah ini:
Tabel 18: Distribusi pengaruh sosial ekonomi terhadap pemanfaatan
Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak
tahun 2005

Tingkat Pemanfaatan Puskesmas


Sosial ekonomi Baik Cukup Kurang Tidak memanfaatkan Jumlah
Baik 1 2 2 0 5
Cukup 5 2 9 0 16
Kurang 7 5 18 1 31
Tidak baik 5 4 5 1 15
Jumlah 18 13 34 2 67
Sumber: data primer

Hasil analisis data tabel 20 diperoleh besarnya koefisien korelasi


Pearson 0,876. Penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh yang
bermakna antara tingkat sosial ekonomi terhadap pemanfaatan puskesmas oleh
keluarga yang mempunyai balita, hasil ini bertolak belakang dengan penelitian
Wibowo (1984) mengatakan masyarakat dari social ekonomi rendah pada
umumnya lebih sedikit mempunyai kesempatan menjangkau fasilitas pelayanan
kesehatan dan Agustina (2000) yang menyatakan bahwa faktor pendapatan
sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam pemilihan pelayanan
ANC, semakin tinggi tingkat pendapatan semakin banyak pilihan untuk
menggunakan pelayanan ANC.

H. Pemanfaatan Puskesmas oleh Keluarga


Untuk menilai apakah keluarga ada atau tidak memanfaatkan Puskesmas
atau keluarga menganggap Puskesmas itu perlu untuk kepentingan pelayanan
kesehatan bagi balitanya, peneliti memperoleh hasil seperti pada tabel 19 di
bawah ini:
Tabel 19: Distribusi responden berdasarkan pemanfaatan Puskesmas di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Teriak tahun 2005

Pemanfaatan Puskesmas Jumlah KK Prosentase (%)


Baik 18 26,86
Cukup 13 19,40
Kurang 34 50,75
Tidak menanfaatkan Puskesmas 2 2,99
Total responden 67 100
Sumber: data primer

Melihat dari tabel 19 di atas, hanya 26,86% saja keluarga yang


memanfaatkan Puskesmas dengan baik, tetapi lebih dari 50% keluarga kurang
memanfaatkan Puskesmas, bahkan sekitar 2,99% keluarga ternyata tidak pernah
memanfaatkan Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi balitanya.
Data dari tabel 19 di atas memang menunjukan bahwa Puskesmas masih perlu
mengoreksi diri, apa yang menyebabkan masih tingginya prosentase warga
yang tidak memanfaatkan Puskesmas.
Peneliti mengamati, koordinasi antara Petugas dengan keder-kader yang
ada di masyarakat ternyata masih kurang. Ini ditunjukkan dengan jadwal
kegiatan Posyandu yang mengalami perubahan tetapi tidak diketahui warga,
sehingga membuat warga menanti-nanti kedatangan petugas yang tidak kunjung
tiba di lokasi, sampai akhirnya warga memutuskan bubar sendiri dari tempat
penyelenggaraan Posyandu di desanya.. Kader yang ada di desa juga kurang
tanggap terhadap permasalahan kesehatan balita di desanya.
Peneliti mengamati beberapa keluarga dengan balita resiko tinggi
kekurangan gizi, ternyata luput dari pantauan petugas Puskesmas. Dalam
periode satu bulan, selain menyelenggarakan Posyandu, petugas Puskesmas
hampir tidak pernah terjun langsung ke rumah-rumah warga untuk melihat
bagaimana sesungguhnya kualitas kesehatan balita di wilayah binaannya.
Masyarakat yang mayoritas berasal dari pendidikan rendah pada umumnya sulit
menerima atau memahami informasi kesehatan yang disampaikan melalui
leaflet dan brosur, tanpa ada contoh langsung yang dapat mereka amati sehari-
hari. Dengan melihat contoh yang ada, disadari ataupun tidak, masyarakat
cenderung mengadopsi segala sesuatu yang mereka anggap baik dan ada
manfaatnya dalam kehidupan mereka.
Menurut pengamatan peneliti, masyarakat di sana cenderung dapat
menerima perubahan, jika ada role model yang dapat membaur bersama dan
bersedia menghargai kebudayaan atau segala sesuatu yang mereka yakini
kebenarannya selama ini. Seorang asing yang baru pertama kali datang di
komunitas mereka, jangan sekali-kali memaksa mereka untuk menerima
sesuatu keyakinan yang baru yang bertentangan dengan adat dan kebudayaan
nenek moyang mereka atau melanggar norma-norma masyarakat setempat, jika
orang asing tersebut tidak ingin terkena hukum adat yang masih sangat
dijunjung tinggi oleh masyarakat di sana. Pendekatan secara perlahan dengan
membangun atau membina komunikasi yang baik dengan warga dan tokoh
masyarakat, elemen-elemen atau organisasi pembinaan kesejahteraan keluarga
(PKK) atau orang berpengaruh lainnya yang ada di komunitas tersebut, adalah
langkah jitu untuk meraih perhatian mereka. Sehingga secara perlahan mereka
tergerak hatinya untuk memanfaatkan Puskesmas sebagai tempat pelayanan
kesehatan bagi balitanya.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian
dapat disimpulkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pemanfaatan
Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita di Kecamatan Teriak
Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh faktor pendidikan kepala keluarga terhadap
pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
2. Tidak ada pengaruh faktor ketersedian dan ketergantungan Jarak terhadap
pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
3. Tidak ada pengaruh faktor kualitas pelayanan Puskesmas terhadap
pemanfaatan Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
4. Tidak ada pengaruh faktor sosio kultural terhadap pemanfaatan Puskesmas
oleh keluarga yang mempunyai balita.
5. Tidak ada pengaruh faktor pengetahuan terhadap pemanfaatan Puskesmas
oleh keluarga yang mempunyai balita.
6. Tidak ada pengaruh faktor sikap petugas kesehatan terhadap pemanfaatan
Puskesmas oleh keluarga yang mempunyai balita.
7. Tidak ada pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pemanfaatan Puskesmas
oleh keluarga yang mempunyai balita.
Secara umum dapat dikatakan tidak ada pengaruh faktor pendidikan,,
ketersediaan dan ketergantungan jarak, kualitas pelayanan, sosio kultural,
pengetahuan, sikap, sosial ekonomi terhadap pemanfaatan Puskesmas di
wilayah kerja Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dalam penyelenggaraan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Yth:
1. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., PhD Wakil Dekan Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2. dr. Sunartini, Sp.A (K). PhD selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
3. Akhmadi, SKp. M.Kes selaku pembimbing I
4. Wenny Artanty Nisman, S. Kep. Ns selaku pembimbing II
5. Widyawati, SKp. M.Kes selaku penguji
6. Gubernur Propinsi Kalimantan Barat, Bupati Daerah Tingkat II
Bengkayang, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkayang beserta staf,
Camat Teriak, Kepala Puskesmas Teriak
7. Teristimewa peneliti ucapkan terimakasih kepada masyarakat Kecamatan
Teriak yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Propil Kesehatan Kabupaten/ Kota Kalimantan Barat, 2001
2. Data Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat, 2003
3. Sistem Informasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkayang, 2004
4. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2002
5. Ruspita, Mimi. 2001. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kehadiran
Balita di Posyandu di Desa Kangkung Kecamatan Kangkung Kabupaten
Dati II Kendal Jawa Tengah. Skripsi

Anda mungkin juga menyukai