Anda di halaman 1dari 8

ASKEP GIGITAN ANJING / ASKEP RABIES

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies.
B. Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :

Virus rabies.
Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

C. Patofisiologi
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi
kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan
berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak,
dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf
menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Banyak hewan yang bisa menularkan
rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing

D. ManifestasiKlinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa
inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling
pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila
gigitan terdapat di banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan
pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai
dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam.
Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan
mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit
luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa
menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena
hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).
E. Pemeriksaan Fisik

Palpasi : Apakah ada kaku kuduk atau tidak


Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen
Adakah pembesaran lien dan hepar
Auskultasi : Adakah suara napas tambahan
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya
Adakah bunyi tambahan
Adakah bradicardi atau tachycardia
Peristaltik usus
Perkusi : Apakah ada distensi abdomen
Infeksi : Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale .
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah
otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
5. Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik
akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl

G. Tindakan Pengobatan
1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit
hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit
kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih
lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang
buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena
hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.

2.Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera
mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot
dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah
mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies,
dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

3.Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada
saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di
tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari
1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.

4.Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan
berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada
hari 0 dan 2).

5.Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.


Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan
atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan,
tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif
untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin
maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan
gejala-gejala rabies.

H. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera
setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang
berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :

1.Dokter hewan.
2.Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
3.Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada
anjing banyak ditemukan.
4. Para penjelajah gua kelelawar.
5.Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun,
sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan
dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN RABIES


I. PENGKAJIAN
Pengkajian mengenai:
a. Status Pernafasan
- Peningkatan tingkat pernapasan
- Takikardi
- Suhu umumnya meningkat (37,9 C)
- Menggigil
b. Status Nutrisi
- kesulitan dalam menelan makanan
-berapa berat badan pasien
- mual dan muntah
- porsi makanan dihabiskan
- status gizi
c. Status Neurosensori
-Adanya tanda-tanda inflamasi
d.Keamanan
-kejang
-kelemahan
e. Integritas Ego
- Klien merasa cemas
- Klien kurang paham tentang penyakitnya
Pengkajian Fisik Neurologik :
1. Tanda tanda vital
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
Fontanel : menonjol, rata, cekung
Bentuk Umum Kepala
3. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
Alam perasaan
Labilitas
6. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
Refleks tendo superfisial
Reflek patologi
II. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
2. Demam berhubungan dengan viremia
3. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
III. Intervensi
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan,
dengan kriteria hasil :
-pasien bernafas,tanpa ada gangguan.
-pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas
-respirasi normal (16-20 X/menit)
a. Obsevasi tanda- tanda vital pasien terutama respirasi.
b.Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2.
c. Beri posisi yang nyaman.
a. Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
b. O2 membantu pasien dalam bernafas.
c. posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.

2. Demam berhubungan dengan viremia Setelah dilakukan tindakan keperawatan


diharapkan demam pasien teratasi, dengan criteria hasil :
- Suhu tubuh normal (36 370C).
- Pasien bebas dari demam.
a.Kaji saat timbulnya demam
b.Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
c. Berikan kompres hangat
d.Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
a.untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat penurunan suhu
tubuh.
d. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

3. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit. Setelah


diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien
menurun/hilang,dengan kriteria hasil :
-Melaporkan cemas berkurang sampai hilang
-Melaporkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakit pasien
-Keluarga menerima keadaan panyakit yang dialami pasien.
a.Kaji tingkat kecemasan keluarga.
b. Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
c. Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien. a. Untuk mengetahui tingkat
cemas,dan mengambil cara apa yang akan digunakan
b. informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi tingkat kecemasan
keluarga.
c. Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3X24 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda
infeksi.
Kriteria Hasil:
-Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia.
-TTV dalam batas normal
a.Kaji tanda tanda infeksi
b.Pantau TTV,terutama suhu tubuh.
c.Ajarkan teknik aseptik pada pasien
d.Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien.
e. Lakukan perawatan luka yang steril.
a.Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan untuk menentukan tindakan
keperawatan berikutnya.
b.Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan umum pasien. Perubahan suhu
menjadi tinggi merupakan salah satu tanda tanda infeksi.
c.Meminimalisasi terjadinya infeksi
d.Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
e.Perawatan luka yang steril meminimalisasi terjadinya infeksi.
IV. Evaluasi
b. Dx 1 :- pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas
-pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas.
b. Dx 2 : - Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum.
- Pasien bisa menelan dengan baik
-Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
c. Dx 3 : -Suhu pasien normal (36-370C)
- Pasien tidak mengeluh demam
d. Dx 4 :- Keluarga pasien tidak cemas lagi.
- Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian
pengobatan.
e. Dx 5 :-Pasien tidak mengalami cedera.
- Pasien tidak mengalami kejang
f. Dx 6 : -Tidak ada tanda tanda infeksi seperti : kalor,dolor,tumor,dubor,dan
fungsionalasia.
-Luka pasien terjaga dan terawat.

Anda mungkin juga menyukai