Rabies merupakan salah satu penyakit tertua dan paling ditakuti manusia,
pertama kali dikenal di Mesir (Zaman Pemerintahan Kerajaan Babilonia) dan
Yunani Kuno sekitar tahun 2300 sebelum Masehi. Rabies selanjutnya ditemukan
di sebagian besar dunia, termasuk Indonesia. Sedangkan Negara-negara yang
bebas rabies adalah Australia, Selandia Baru, Inggris, Belanda, Kepulauan Hawaii
(Amerika Serikat), dan sejumlah pulau-pulau terpencil di Pasifik.
Penyebab
Rabies disebabkan oleh virus yang termasuk dalam keluarga Rhabdoviridae dan
genus Lyssavirus. Rhabdovirus merupakan golongan virus yang bentuknya
menyerupai peluru, dengan panjang kira-kira 180 nm dan garis tengahnya 75
nm. Pada permukaannya terdapat bentuk-bentuk pancang (spikes) yang
panjangnya 9 nm.
Virus rabies peka terhadap panas. Suspensi virus sudah diinaktifkan pada suhu
50 selama 15 menit. Fenol, eter, chloroform, formaldehid dan basa ammonium
kuartener dapat menginaktifkan virus rabies.
Gejala Klinis
Gejala klinis rabies mirip pada sebagian besar spesies, tetapi sangat bervariasi
antar individu. Setelah terjadi gigitan hewan penderita rabies, masa inkubasi
biasanya antara 14-90 hari tetapi bisa sampai 7 tahun. 95% masa inkubasi
rabies 3-4 bulan, dan hanya 1% kasus dengan inkubasi 7 hari sampai 7 tahun.
Karena lamanya masa inkubasi tersebut kadang-kadang pasien tidak dapat
mengingat kapan terjadinya gigitan.
Gejala klinis pada hewan dikenal dua bentuk yaitu bentuk beringas dan bentuk
paralisis. Bentuk beringas hewan menjadi gelisah, gugup, agresif dan menggigit
apa saja yang ditemuinya, respon berlebihan pada suara dan sinar, takut air
(hydrophobia) dan keluar air liur berlebihan (hipersalivasi).
Rabies pada manusia biasanya melalui kontak dengan binatang anjing, kera,
kucing, serigala, kelelawar melalui gigitan atau kontak virus lewat air liur dengan
luka. Infeksi lain yaitu melalui inhalasi dilaporkan pada orang yang mengunjungi
gua-gua kelelewar tanpa adanya gigitan. Virus masuk ke dalam ujung saraf yang
ada pada otot di tempat gigitan dan memasuki ujung saraf tepi sampai mencapai
sistem saraf pusat yang biasanya pada sumsum tulang belakang selanjutnya
menyerang otak.
Gejala awal rabies pada manusia berupa demam disertai rasa kesemutan pada
tempat gigitan, malaise (rasa tidak enak badan), mual, dan rasa nyeri di
tenggorokan. Selanjutnya disusul dengan gejala cemas, gelisah dan reaksi
berlebihan terhadap rangsangan sensoris (stimulus-sensitive myoclonus). Tonus
otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala-gejala hipersalivasi,
hiperlakrimasi, pupil dilatasi dan paralisis, koma kemudian berakhir dengan
kematian.
Dengan tertularnya Bali sebagai daerah wabah baru sejak 1 Desember 2008
melalui Peraturan menteri Pertanian No.1637/2008 maka daerah bebas sampai
saat ini adalah NTB, NTT kecuali Pulau Flores, Maluku, Irian Jaya (sekarang
Papua), Kalimantan Barat, Pulau Madura dan sekitarnya, Pulau-pulau di sekitar
Pulau Sumetera, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.
Rabies pada manusia telah menimbulkan banyak korban. Dari tahun 1977 hingga
1978 sebelas provinsi mencatat 142 kasus rabies pada manusia. Selama periode
1979-1983 di Indonesia telah dilaporkan 298 kasus rabies dengan rata-rata 60
kasus per tahun. Penyebaran daerah rabies berjalan terus sampai sekarang. Pada
dekade Sembilan puluhan kejadian di Pulau Sumetera per tahun tidak kurang
dari 1000 kasus hewan ditemukan menderita rabies. Sedangkan kasus rabies
yang dilaporkan di Pulau Flores selama tahun 1997-2005 dari 11.786 jumlah
gigitan hewan penular rabies (HPR), sebanyak 149 orang dinyatakan meninggal
(1,35%). Insiden rata-rata per tahun kasus rabies pada manusia memang kecil
dibandingkan dengan penyakit menular lainnya namun efek psikologisnya sangat
besar terutama pada manusia yang telah digigit anjing dan secara ekonomis
sangat merugikan karena dapat mengancam kepariwisataan.
Untuk perawatan kepada orang sesudah digigit oleh anjing atau dicurigai
menderita rabies yang terpenting adalah perawatan pada luka/tempat gigitan.
Pertama luka dibiarkan mengeluarkan banyak darah, kemudian luka dibersihkan
dengan sabun dan selanjutnya luka didesinfeksi (bisa dengan alkohol 40-70%,
basa ammonium kuartener, atau yodium tincture). Virus dalam luka dapat
dinetralisir dengan suntikan infiltrasi jaringan di sekitar luka dengan serum imun
atau dengan menebarkan bedak desinfektan dalam luka.