Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”Urtikaria “

Dosen Pembimbing :

Ester Mei Frida Girsang,S.Kep,Ns,M.Kes

Tugas Ini Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medical Bedah II

Disusun oleh :

Nama :Melva Rehulina Sihite

NPM :17-081-111-009

UNIVERSITAS DARMA AGUNG


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Asuhan keperawatan pada pasien Urtikaria”.

Dalam penyelesaian makalah ini kami banyak mendapatkan masukan dari berbagai
pihak, terutama dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk belajar
menulis karya tulis sederhana dan memberikan masukan demi perbaikan makalah ini sehingga
dapat menambah wawasan kami serta untuk teman-teman yang telah ikut membantu dalam
pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing atau pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dan teman-teman yang
dengan caranya masing-masing turut serta memberi masukan guna memperkaya isi makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam susunan
maupun isinya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa S1
Keperawatan khususnya.

Medan, 08 januari 2019

Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................. 2
BAB I .......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
2. Tujuan .................................................................................................................................. 4
BAB II ......................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 5
A. Definisi .................................................................................................................................. 5
Anatomi Fisiologi Sistem Imun ............................................................................................... 5
B. Klasifikasi ..................................................................................................................... 9
C. Etiologi ......................................................................................................................... 10
D. Patofisiologi ................................................................................................................. 11
E. Manifestasi Klinis ....................................................................................................... 12
F. Komplikasi .................................................................................................................. 12
G. Pemeriksaan diagnostik ............................................................................................... 13
H. Penatalaksanaan Medis ................................................................................................ 13
I. ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA .............................................................. 14
A. Pengkajian .............................................................................................................................. 14
B. Diagnosa ............................................................................................................................. 15
C. Intervensi ............................................................................................................................. 15
E. Evaluasi .............................................................................................................................. 20
I. ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA .............................................................. 20
BAB III...................................................................................................................................... 25
P E N U T U P ........................................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 25
B. Saran ........................................................................................................................................ 25
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakatdan golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis
terhadap alergi lingkungan. Walaupun faktor lingkunan merupakan faktor penting, faktor genetik
dalam manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu
menunjukkan bahwa sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan sebelumnya. Penyakit
alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit alergi
merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. (WHO ARIA tahun 2001)

2. Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang berbagai alergi yang dapat ditimbulkan, terutama
pada Rhinitis Alergi dan Urtikaria. Mulai dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul, serta
penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit tersebut.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem imunologi : Urtikaria
2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan Urtikaria
3. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan Urtikaria
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan Urtikaria
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan Urtikaria
6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada penyakit Urtikaria
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh
haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali
menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait
dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)

Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai dengan
adanya pembentukan “bilur-bilur” – pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan
bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah satu bentuk urtikaria
akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama adalah
didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons
terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel
mast.(Tony, 2005)

Anatomi Fisiologi Sistem Imun

A. Pengertian sistem imun


Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus,
bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein
tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi
menjadi tumor. (Wikipedia.com)
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

B. Fungsi dari Sistem Imun


Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum
tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan
platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.
Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan sebelum lepas ke dalam
sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting yang dikenal
sebagai toleransi diri.
Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan limfatik.
Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan dan para-aorta daerah.
Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.
Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah bening dan limpa, jaringan
limfoid juga ditemukan di tempat lain, terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan
saluran urogenital.

C. Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan pada system imun atau yang sering dikenal dengan nama respon
imunitas, terbagi menjadi 2 yaitu respon non spesifik dan respon spesifik. Respon non spesifik
tidak ditujukan terhadap sel/bakteri/virus tertentu. Contoh respon non spesifik adalah inflamasi,
interferon, natural killer dan komplemen. Sedangkan respon spesifik lebih ditujukan terhadap
sel/ bakteri/ virus tertentu. Contoh dari aktivitas respon spesifik adalah limfosit B yang
memberikan respon antibodi/ immunoglobulin (Ab/Ig) dan limfosit T.
1. Respon Imunitas Non Spesifik:
Inflamasi
Inflamsi sering disebut juga peradangan (radang). Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi
mikrobial dan agen fisik seperti trauma, luka bakar, dan jaringan nekrosis. Inflamasi bertujuan
menghancurkan agen asing dan mempersiapkan proses penyembuhan atau perbaikan.
Efek dari respon inflamasi berupa rubor (merah) karena vasodilatsi vascular, panas (kalor)
karena peningkatan vaskularisasi, bengkak (tumor) karena akumulasi cairan (edema), dan nyeri
(fungsio laesa) karena peningkatan tekanan dan berkurangnya oksigenisasi.
Inflamasi terdiri dari beberapa rangkaian mekanisme. Bila jaringan diinvasi oleh bakteri atau
mengalami kerusakan, maka mast cell dari jaringan tersebut akan melepas histamine dan
kemotaksin. Histamine dan kemotaksin memacu vasodilatasi arteri dan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Akibatnya, sel darah dan cairan akan terakumulasi di jaringan. Akumulasi
ini bertujuan untuk mefasilitasi fagositosis zat asing dan memacu pembekuan darah. Kondisi ini
menyebabkan area inflamsi dilokalisasi.
Interferon
interferon adalah protein yang menghambat replikasi virus agar tidak menyebar ke sel-sel
sehat yang belum terinfeksi. Saat virus masuk ke suatu sel, sel yang terinfeksi melepas
interferon. Interferon menyebar ke reseptor sel yang sehat. Sel sehat akan memproduksi enzim
pemecah mRNAvirus. Bila virus menyebar ke sel yang sehat yang telah ditempeli interferon,
maka virus tersebut akan diblokade enzim sehingga virus gagal bereproduksi.
Naturall Cell Killer
Sel pembunuh alami termasuk dalam kelompok sel limfosit. Sel ini membunuh sel virus dan
sel maligna (ganas) dengan cara me’lisis (melumatkan) membran sel target. Sel-sel ini aktif pada
infeksi atau malignansi yang baru. Akan tetapi, sel ini berbeda dengan sel limfosit yang lain
karena tidak memiliki kemampuan memori.
Sistem Komplemen
System komplemen adalah kelompok protein yang diaktifkan oleh organisme asing dan
distimulasi oleh antibody (Ab). Protein komplemen terdiri dari 11 macam (C1-C11) dengan
karakter yang berbeda-beda. Secara umum, system komplemen berperan menunjang aktivitas Ab
(komplemen=penunjang).

2. Mekanisme Pertahanan Spesifik


Respon imun spesifik hanya bekerja menyerang agen patogen tertentu. Respon imun ini
terdiri dari 2 tipe yaitu tipe imunitas humoral dan imunitas mediasi sel. Imunitas humoral adalah
imunitas yang dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh limfosit B. imunitas humoral efektif
untuk bakteri, toksin, dan beberepa virus. Sedangkan imunitas mediasi sel diaktivasi oleh
limfosit T. Imunitas ini efektif untuk sel yang bermasalah seperti sel yang terinfeksi atau sel
kanker.
Imunitas Humoral mediasi Ab
Sel limfosit B terdiri dari sel plasma dan sel memori. sel plasma banyak mengandung retikulum
endoplasma kasar. Reticulum endoplasma ini berperan menghasilkan antibody. Sel memori
berperan mengenali Ag asing yang berperan memapar tubuh sebelumnya.
Imunitas mediasi sel
Imunitas ini berespon pada sel-sel yang bermasalah. Imunitas ini bertujuan untuk melindungi
tubuh terhadap agen aptogen yang bersembunyi di dalam sel dan tidak dapat dicapai oleh
antibody maupun komplemen. Contoh imunitas mediasi sel ini adalah sel sitotoksik T, sel helper
T, sel suppressor T (sitokin). Imunitas ini bekerja dengan cara mengeliminasi sel-sel yang
bermasalah.

D. Antibodi (Immunoglobulin)
Antibodi (bahasa Inggris:antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein dengan struktur
tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma,
sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Pembagian
Immunglobulin
Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang memainkan
peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada
bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu) sebagai sIgA (en:secretoryIgA)
dalam perlindungan permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri
dan virus ke membran mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen
mukus memungkinkan pengikatan mikroba.
Antibodi D (bahasa Inggris: Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer dengan
fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel B bersama
dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan
dalam mengendalikan produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis antibodi yang
hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama pada
hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam sistem kekebalan yang merespon cacing parasit
(helminth) seperti Schistosoma mansoni, Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica, serta
terhadap parasit protozoa tertentu sepertiPlasmodium falciparum, dan artropoda.
Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi monomeris yang
terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang saling mengikat dengan ikatan disulfida,
dan mempunyai dua fragmen antigen-binding. Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan
terdistribusi cukup merata di dalam darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada
manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah antibodi
dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM merupakan antibodi dengan
ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area epitop pengikat, dan teredar segera setelah
tubuh terpapar antigen sebagai respon imunitas awal (en:primary immune response) pada
rentang waktu paruh sekitar 5 hari. Bentuk monomeris dari IgM dapat ditemukan pada
permukaan limfosit- B dan reseptor sel-B.
IgM adalah antibodi pertama yang tercetus pada 20 minggu pertama masa janin kehidupan
seorang manusia dan berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM
adalah bagian yang menggerakkan lintasan komplemen klasik.

B. Klasifikasi
Jenis urtikaria : (Mark,1996)

 Idiopatik adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut dan
dua pertiga dari urtikaria kronik.
 Fisik. Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali. Terdapat
beberapa jenis ;
 Dermatografisme : reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang timbul dalam 1
sampai 3 menit dan berlangsung 5 sampai 10 menit.
 Urtikaria kolinergik. Olahraga atau berkeringat merupakan agen pencetusnya,
menyebabkan timbulnya 10% reaksi, mengenai orang muda, dan dapat
berlangsung selama 6 sampai 8 tahun. Lesi timbul sebagai wheal berukuran 1
sampai 2 mm pada dasar eritematosa yang menyaru serta ditemukan pada batang
badan dan lengan tanpa mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan aksila.
 Urtikaria dingin. Reaksi terhadap pajanan dingin atau penghangatan kembali
setelah terpajan dingin
 Urtikaria sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh pajanan
sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti oleh
urtikaria. Awitan mendadak dan timbul pada setiap kelompok usia.
 Urtikaria tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh tekanan
terus-menerus.
 Urtikaria akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh kontak dengan
air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air
panas.
C. Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1. Gangguan kulit primer
Urtikaria fisikal, yang terdiri dari:
1. Dermatografisme
2. Urtikaria solaris
3. Urtikaria dingin
4. Penyakit sistemik

2. Urtikaria kolinergik
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)
1. Obat-obatan sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik yang mampu
menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast
untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin, kodein, morfin, OAINS
2. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis
kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
3. Inhalan bisa dari serbuk sari, spora, debu rumah.
4. Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan atas,
hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing)
5. Sistemik : SLE, retikulosis, dan karsinoma
6. Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan
(dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi
degranulasi sel mast.
7. Genetik, terjadi difesiensi alfa-2 glikoprotein yang mengakibatkan pelepasan mediator alergi.
D. Patofisiologi
Patofisiologi urtikaria :
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunolpgis
tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator vasoaktif
lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini,
70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya
mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai jaringan subkutan dan
mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan, bibir, sekitar mata, dan
walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah atau laring). (Davey, 2005)
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling
berhubungan dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari sel
mast dan basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast
menghasilkan histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan
kemampuan degranulasi sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM,
yang memicu migrasi limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria
(Anonimous, 2007).
Peristiwa ini memicu peningkatan permeabilitas vascular dan menyebabkan terjadinya
edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada lapisan
dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih dalam
dan mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria yang terjadi
karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke aliran darah,
sehingga menyebabkan urtikaria sistemik.
Urtikaria akut juga bisa terjadi pada stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan
allergen. Misalnya, pada eksposure pada media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi
berlangsung, akan terjadi perubahan osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast
berdegranulasi (Anonimous, 2007).
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk
melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas (Djuanda, 2008).
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi
obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga
terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan
kosmetik, dan sefalosporin.

E. Manifestasi Klinis
Bentuk klinis Urtikaria fisik : (Tony, 2005)
1. Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa timbul
tersendiri atau bersama dengan bentuk-bentuk urtikaria yang lain.
2. Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam sesudah
terjadinya penekanan.
3. Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat disertai
oleh adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah pada badan
bagian atas.

F. Komplikasi
1. Purpura dan excoriasi
2. Infeksi sekunder
3. Bibir kering
G. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostis Urtikaria :

1. a. Urtikaria akut. Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan.

b. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan
pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan petunjuk
untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.

2. Uji rutin

a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah
(LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody antinuclear

b. Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex

c. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid,
komplemen serum, IgM, IgE serum

d. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit untuk men
kemungkinan vaskulitis urtikaria.

H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan (Arvin, 1996)
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax) 0,5 ml/kg,
merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi
difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini
dapat diulangi pada interval 4-6 jam.
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan penyembuhan
yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat
pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1
dan H2 kadang-kadang membantu mengendalikan urtikaria kronis. Antihistamin h2 saja dapat
menyebabkan eksaserbasi urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama
bermanfaat sebagai agen profilaksis untuk urtikaria dingin.
Siproheptadin dapat menyebabkan rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada
beberapa penderita. Tabir surya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria
sinar matahari. Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis
yang diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat tersebut
menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak berespons dengan baik
pada manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat menetap selama bertahun-tahun.

I. ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f. Pemeriksaan fisik
KU : lemah
TTV : suhu naik atau turun.
- Kepala :
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
- Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
- Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
- Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
- Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan
kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama.

B. Diagnosa
1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C. Intervensi
1. Dx : Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan
integritas
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : a. Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.
b. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor,
infusiolesa)
Intervensi Rasional
a. Lakukan tekni aseptic dan antiseptic
a. Dengan teknik septik dan aseptik dapat
dalam melakukan tindakan pada mengirangi dan mencegah kontaminasi
pasien. kuman.
b. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam b. Suhu yang meningkat adalah imdikasi
c. Observasi adanya tanda-tanda infeksi terjadinya proses infeksi
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
c. Deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
pemberian diet d. Untuk menghindari alergen dari makanan
e. Libatkan peran serta keluarga dalam
e. Memandirikan keluarga
memberikan bantuan pada klien. f. Menghindari alergen yang dapat
f. Jaga lingkungan klien agar tetap meningkatkan urtikaria.
bersih

2. Dx : Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pada kulit
Kriteria Hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari
alergen.

Intervensi Rasional
a. Ajari klien menghindari atau menurunkan
a. Menghindari alergen akan
paparan terhadap alergen yang telah menurunkan respon alergi.
diketahui. b. Menghindari dari bahan makanan
b. Pantau kegiatan klien yang dapat yang mengandung alergen.
menyebabkan terpapar langsung dengan
c. Binatang sebaiknya hindari
alergen. Seperti : stimulan fisik. dan kimia memelihara binatang atau batasi
c. Baca label makanan kaleng agar terhindar keberadaan binatang di sekitar area
dari bahan makan yang mengandung rumah.
alergen. d. AC membantu menurunkan paparan
d. Hindari binatang peliharaan. terhadap beberapa alergen yang ada di
e. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah lingkungan.
atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
f.

3.. Dx : Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus


Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat
garukan.
b. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
c. klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi Rasional
1. a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan1. a. Dengan mengetahui proses fisiologis
penyebabnya (misal keringnya kulit) dan dan psikologis dan prinsip gatal serta
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus penangannya akan meningkatkan rasa
gatal-garuk-gatal-garuk. kooperatif.
2. b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan
untuk menghilangkan formaldehid dan2. b. Pruritus sering disebabkan oleh
bahan kimia lain serta hindari dampak iritan atau allergen dari bahan
menggunakan pelembut pakaian buatan kimia atau komponen pelembut pakaian.
pabrik.
c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian
3. c. Bahan yang tertinggal (deterjen) pada
untuk memastikan sudah tidak ada sabun pencucian pakaian dapat menyebabkan
yang tertinggal. iritasi.
4. d. Mengurangi penyebab gatal karena
d. Jaga kebersihan kulit pasien terpapar alergen.
5. e. Mengurangi rasa gatal.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat pengurang rasa gatal

4. Dx : Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus


Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus
Kriteria Hasil :
a. Mencapai tidur yang nyenyak.
b. Melaporkan gatal mereda
c. .Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
d. .Menghindari konsumsi kafein
e. .Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
f. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Intervensi Rasional
1. a. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. 1 a. Udara yang kering membuat kulit
terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
2. b. Menjaga agar kulit selalu lembab. 2 b. Tindakan ini mencegah kehilangan
air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan
tetapi bisa dikendalikan.
3
3. c. Menghindari minuman yang mengandung
c. Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam
kafein menjelang tidur. setelah dikonsumsi.
4. d. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
4 d. Memberikan efek menguntungkan
bila dilaksanakan di sore hari.
5. e. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur
5 e. Memudahkan peralihan dari keadaan
agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban terjaga ke keadaan tertidur.
yang baik.

5. Dx : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan : Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
i. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
ii. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
iii. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
iv. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
v. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
vi. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
vii. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan

Intervensi Rasional
1. a. Kaji adanya gangguan citra diri
a. Gangguan citra diri akan menyertai setiap
(menghindari kontak mata,ucapan penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
merendahkan diri sendiri). klien, kesan orang terhadap dirinya
berpengaruh terhadap konsep diri.
2. b. Identifikasi stadium psikososial terhadap
b. Terdapat hubungan antara stadium
perkembangan. perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi
3. c. Berikan kesempatan pengungkapan kulitnya.
perasaan. 3. c. Klien membutuhkan pengalaman
didengarkan dan dipahami.
4. d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan4.
klien, bantu klien yang cemas
d. Memberikan kesempatan pada petugas
mengembangkan kemampuan untuk untuk menetralkan kecemasan yang tidak
menilai diri dan mengenali masalahnya. perlu terjadi dan memulihkan realitas
situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5. e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki5.
citra diri , spt merias, merapikan. e. Membantu meningkatkan penerimaan diri
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain. dan sosialisasi.
f. Membantu meningkatkan penerimaan diri
dan sosialisasi.

6. Dx : Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat


informasi
Tujuan : Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
d. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
e. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Intervensi Rasional
1. a. Kaji apakah klien memahami dan mengertia. Memberikan data dasar untuk
tentang penyakitnya. mengembangkan rencana penyuluhan
b. Jaga agar klien mendapatkan informasi
2 b. Klien harus memiliki perasaan bahwa
yang benar, memperbaiki kesalahan sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan
konsepsi/informasi. klien merasakan manfaat.
c. Peragakan penerapan terapi seperti, mandi
c. Memungkinkan klien memperoleh cara
dan pembersihan serta balutan basah. yang tepat untuk melakukan terapi.
d. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene
4. d. Dengan terjaganya hygiene, dermatitis
pribadi juga lingkungan. alergi sukar untuk kambuh kembali.
e. tekankan perlunya melanjutkan terapie. penghentian dini dapat mempengaruhi
/penggunaan obat-obatan topikal. pertahanan alami tubuh melawan infeksi.
f. identifikasi sumber-sumber pendukung
f. keterbatasan aktivitas dapat mengganggu
yang memungkinkan untuk kemampuan pasien untuk memenuhi
mempertahankan perawatan di rumah yang kebutuhan sehari-hari.
dibutuhkan.
D. Implementasi
Implementasi adalah serangkai kegiatan yang di lakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari status masalah kesehatan yang di hadapi ke status kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan ( gordon, 1994, dalam potter dan
perry, 1997)

E. Evaluasi
1. Tidak terjadinya infeksi
2. Tidak terjadinya kerusakan kulit klien
3. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal karena berkurangnya pruritus dan ditandai
dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
4. Tercapainya pola tidur/istirahat yang memuaskan
5. Menerima keadaan diri
6. Memahami tentang perawatan kulit dan terapi pengobatan

I. ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA


A. Pengkajian
1. Identitas Pasien.
Nama : Ny, S
Umur : 50 th
Jenis kelamin: Perempuan
Alamat : jln.K
Agama : kristen
2. Keluhan Utama.
Pasien mengeluh seluruh badannya gatal
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku gatal-gatal sudah sejak 2 hari yang lalu. Dan sudah dibawa
berobat ke klinik namun tidak ada perubahan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memilii penyakit seperti ini ataupun penyakitb
keturunan
e. Riwayat alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat makanan ataupun minuman
f. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : compos mentis
TTV : suhu : 38° c
- Kepala :
Kulit kepala kering, rambutnya berminyak dan juga rontok
- Mulut :
Mukosa kering, bibir pucat
- Abdomen :
Tidak ada nyeri saat ditekan
- Ekstremitas :
Kulit terdapat banyak ruam ruam merah dan terdapat beberapa bentolan

Pola kebiasaan pasien


a. Cairan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan minum air putih sebanyak 8 gelas / hari.
Saat Sakit : Pasien mengatakan minum air putih 3-4 gelas / hari.
b. Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan sebanyak 3x/ hari.
Saat Sakit : Pasien mengatakan makan 4-5 sendok makan / hari.

c. Eliminasi
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan BAB 2x / hari dengan konsistensi lembek.
Saat Sakit : Pasien mengatakan BAB 1x / hari dengan konsistensi cair.

e. Eliminasi Urine
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK 3-4 X / hari
Saat sakit : Pasien mengatakan BAK sebanyak 2x/ hari.

f. Aktivitas
Sebelum sakit : Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas secara mandiri ( mandi, makan,
minum).
Saat Sakit : Pasien dibantu oleh perawat dan juga keluarga

g. Tidur
Sebelum sakit : Kualitas, pasien mengatakan bisa tidur 8 jam dengan pulas.
Saat Sakit : Kualitas, pasien mengatakan tidur 5-6 jam dan tidak nyenyak

Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Ds : - pasien mengatakan Hipertermi


bahwa dia demam dan
menggil

Do: - suhu: : 38° c

Ds : - pasien mengatakan Kerusakan integritas kulit


bahwa badannya gatal-gatal
Do : - terdapat ruam-ruam
merah akibat garukan tangan
pasien

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Noc Nic
Hipertermi Thermoregulation Fever treatment
Definisi : peningkatan suhu Kriteria hasil : - Monitor suhu sesering
tubuh diatas kisaran normal - Suhu tubuh dalam mungkin
Batasan : rentang normal - Monitor warna dan
- Kulit kemerahan - Nadi dan RR dalam suhu tubuh
- Peningkatan suhu rentang normal - Monitor tekanan darah
tubuh diatas kisaran - Tidak ada perubahan ,nadi, dan RR
normal warna kulit dan tidak - Berikan pengobatan
- Kulit terasa hangat ada pusing untuk mengatasi
penyebab demam
- Selimuti pasien
Kerusakan integritas kulit Tissue integrity : skin and Pressure Management
Definisi :perubahan / Mucous - Anjurkan pasien untuk
gangguan epidermis/ atau Membranes menggunakan pakaian
dermis Hemodyalis akses yang longgar
Batasan karakteristik: Kriteria hasil : - Jaga kebersihan kulit
- Gangguan permukaan - Integritas kulit yang agar tetap bersih dan
kulit baik bias kering
dipertahankan - Monitor kulit akan
- Perfusi jaringan baik adanya kemerahan
- Mampu melindungi - Monitor status nutrisi
kulit dan pasien
mempertahankan - Monitor aktivitas dan
kelembapan kulit dan mobilisasi
perawatan alami

No Waktu Data Intervensi TTD


1 21 mei Ds : Pasien S: pasien menggil karna
2018 mengatakan demam kedinginan
08:00 O : suhu: 38° c
Do : suhu : 38° c TD: 120/80 mmHg
A : suhu tubuh pasien
meningkat
P : rencana tindakan
dilanjutkan
2 21 mei Ds: pasien mengatakn S: pasien mengatakan
2018 tubuhnya gatal tubuhnya gatal
12:00 Do: terdapat bentol O: pasien menggaruk terdapat
bentol di kulit tubuh ruam merah akibat gesekan
pasien kuku pasien
T: 37C
A: gangguan rasa nyaman
belum teratasi
P: rencana tindakan di
lanjutkan
3 21 mei Ds: pasien S: pasien mengatakn
2018 mengatakan badannya tubuhnya semakin gatal
16:00 semakin gatal terutama pada kepala dan
terutama pada kepala tangan
dan tangan O: pasien sibuk menggaruk
Do: pasien terlihat tubuhnya dengan sendok
gelisah dan A: masalah belum teratasi
menggaruk tubuhnya P : rencana tindakan
dengan sendok dilanjutkan
4 21 mei Ds: pasien S: pasien mengatak gatal
2018 mengatakan gatal sudah berkurang
20:00 sudah mulai O : pasien sedikit lebih
berkurang tenang
Do: pasien mengelus- A: masalah teratasi sebagian
elus tangan dann P: rencana tindakan
terlihat lebih tenang dilanjutkan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait
dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)

Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: Obat-obatan, Jenis makanan , Inhalan yang
berasal dari serbuk sari, spora, debu rumah, Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran
kemih, infeksi saluran pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE,
retikulosis, dan karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast, serta Genetik.

B. Saran
Mempelajari tentang penyakit urtikaria member kita manfaat yang besar. Terutama kita
sebagai calon perawat professional (mahasiswa/mahasiswi keperawatan). Karena penyakit ini
terkadang sangat sulit untuk di diagnosa. Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita
untuk mempelajari materi ini.

Anda mungkin juga menyukai