Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

‘OTITIS MEDIA AKUT’

DOSEN PEMBIMBING : NS.DIAN ANGGRAINI, M.KEP, SP. KEPMB

OLEH :KELOMPOK 5

Afifah Khairatunnisa Hutri Anggaraini

Anggun Ruth Diana Putri Khairatun Nadya

Erin Sukma Melati Wahyu Adela

Febrisa Yolanda Agustina

Fitri Kurniati

Program Studi S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ( STIKes)
Yarsi Sumbar Bukittinggi
Tahunajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwr.wb
Pujis yukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,taufik
serta hidayahnya,kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Keperawatan medical bedah
” yang diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medical bedah Pada kesempatan
kali ini.

Kami sebagai pernyusun sangat menyadari bahwa resume makalah ini masih jauh dari
kata sempurna.Oleh karna itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca untuk
kesempurnaan resume makalah ini dengan baik.Sehingga makalah ini dapat member informasi
dan berguna bagi para pembaca dan khususnya kami sebagai penyusun.Sekian, TerimaKasih

Wassalamualaikum wr.wb

Bukittinggi,9 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah…………………………………………………………………………………..1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Otitis Media Akut......................................................................3


B. Etiologi Otitis Media Akut.......................................................................3
C. Patofisiologi Otitis Media Akut...............................................................4
D. Faktor Risiko Otitis Media Akut.............................................................4
E. Klasifikasi Otitis Media Akut..................................................................5
F. Manifestasi Klinis Otitis Media Akut.....................................................7
G. Komplikasi Otitis Media Akut................................................................7
H. Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Akut...........................................9
I. Penatalaksanaan Medis Otitis Media Akut..........................................11
J. Asuhan keperawatan Otitis Media Akut...............................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................24
B. Saran.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba
eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).OMA biasanya terjadi karena
peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita
OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin
tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena
OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun) dibandingkan
pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan, sekitar 25% dari semua
anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun gambaran ini meningkat menjadi
62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun,
insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko berulangnya episode OMA telah digambarkan dan
termasuk diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan
bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA.
Dengan pertimbangan tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan
sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga tengah yang
akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme disertai tanda-tanda
inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun bakteri penyebab otitis
media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa.Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan
perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotic tertentu, kecuali terdapat adanya
indikasi lain. (Byland, dkk, 2007).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Defenisi Otitis Media Akut ?
2. Untuk mengetahui Etiologi Otitis Media Akut?
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Otitis Media Akut?
4. Untuk mengetahui Faktor Risiko Otitis Media Akut?

1
5. Untuk mengetahui Klasifikasi Otitis Media Akut?
6. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Otitis Media Akut?
7. Untuk mengetahui Komplikasi Otitis Media Akut?
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Akut?
9. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis Otitis Media Akut?
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Otitis Media Akut?

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana Defenisi Otitis Media Akut
2. Bagaimana Etiologi Otitis Media Akut
3. Bagaimana Patofisiologi Otitis Media Akut
4. Bagaimana Faktor Risiko Otitis Media Akut
5. Bagaimana Klasifikasi Otitis Media Akut
6. Bagaimana Manifestasi Klinis Otitis Media Akut
7. Bagaimana Komplikasi Otitis Media Akut
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Akut
9. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Otitis Media Akut
10. Bagaimana asuhan keperawatan Otitis Media Akut

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et al.,ed. 2007)
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang
biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz., 2004).
Otitis Media Akut merupakan peradangan tengah yang terjadi secara cepat dan singkat
(dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik
(Munilson dkk). Menurut Muscari (2005: 219) otitis media akut (OMA) merupakan
inflamasi telinga bagian tengah dan salah satu penyakit dengan prevalensi paling tinggi pada
masa anak-anak, dengan puncak insidensi terjadi pada usia antara 6 bulan sampai 2 tahun.
Hampir 70% anak akan mengalami otitis media akut (OMA) paling sedikit satu periode
otitis media.

B. Etiologi
1. Virus
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh respiratory syncytial virus (RSV) pada
awal tahun kehidupan. Prevalensi virus saluran pernafasan pada cairan pada telinga
tengah dari 456 anak berumur tujuh bulan sampai tujuh tahun dengan otitis media akut
adalah 41%. RSV adalah yang paling sering ditemukan, diikuti dengan parainfluenza,
influenza, enterovirus dan adenovirus. Penemuan ini dikonfirmasi dengan penelitian lain
dan ditambahkan beberapa virus ke dalam daftar seperti rhinovirus, coronavirus,
metapheumovirus (Corbeel, 2007)
2. Bakteria
Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada kultur pada
telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah haemophilus influenzae dan
streptococcus pneumonia , Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus

3
hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Kultur pada nasofaring
dapat memberikan informasi berguna dalam keterlibatan bakteri pada otitis media akut.

C. Patofisiologi
Patofisiologi Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi
saluran pernafasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan tuba
eusthacia. Ruang anatomi yang sempit membuat edema yang disebabkan oleh proses
inflamasi menghalangi bagian eustachia dan mengakibatkan penurunan ventilasi. Hal ini
menyebabkan kaskade kejadian seperti peningkatan tekanan negatif di telinga tengah dan
penumpukan sekresi mukosa yang meningkatkan kolonisasi organisme bakteri dan virus di
telinga tengah. Pertumbuhan mikroba di telinga tengah ini kemudian membentuk nanah
yang di tunjukan sebagai tanda-tanda klinis Otitis Media Akut (OMA) (Danishyar &
Ashurst, 2017)

D. Faktor Risiko OMA


Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak (pediatric) tergantung pada
banyak faktor seperti faktor inang dan faktor lingkungan. Faktor risiko ini adalah usia,
kolonisasi bakteri, menyusui, dan merokok pasif (Bardy dkk., 2014).
1. Usia
Puncak insiden dari otitis media akut adalah pada dua tahun pertama kehidupan,
khususnya pada 6-12 bulan. Peningkatan kerentanan terhadap otitis media akut dapat
dikaitkan dengan keadaan anatomi, dimana tuba Eusthacius lebih pendek dan lebih
horizontal dibandingkan dengan dewasa dan juga karena faktor imunitas. Otitis media
akut adalah penyakit musiman, dominan terjadi pada musim salju tapi juga pada musim
gugur dan semi (Shaikh dan Hoberman, 2010).

2. Kolonisasi bakteri
Kolonisasi pada nasofaring oleh otopathogen memprediksi onset awal dan
frekuensi dari otitis media pada semua anak-anak. Penelitian pada kelompok pribumi
menunjukan bahwa kolonisasi otopathogen ini lebih sering pada usia muda dan dengan
jumlah bakteri yang terkandung lebih tinggi (Bardy dkk., 2014).

4
3. Kondisi lingkungan
Risiko terkena otitis media meningkat dengan adanya kontak dengan anak lain,
rumah dengan jumlah anggota keluarga yang melebihi seharusnya, kumuh, dan interaksi
dengan individual dengan otitis media akut. Beberapa studi meneliti antara kondisi
lingkungan yang tidak baik dengan risiko otitis media pada komunitas pribumi.
Lingkungan yang padat sudah dipastikan sebagai masalah utama pada komunitas
pribumi (Bardy dkk., 2014).

4. ASI
Literatur internasional menyatakan bahwa kekurangan ASI ekslusif pada enam
bulan pertama kehidupan meningkatkan risiko otitis media akut pada bayi di bawah satu
tahun, tetapi pada penilitan 280 anak - anak pribumi menunjukan bahwa kurangnya ASI
ekslusif tidak meningkatkan risiko otitis media pada enam bulan awal kehidupan (Bardy
dkk., 2014).

5. Merokok
Merokok pasif merupakan resiko yang penting terjadinya otitis media pada anak-
anak (Bardy dkk., 2014).

E. Klasifikasi
1. Berdasarkan gejala
a. Otitis Media Supuratif :
1) Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat
dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan
gejala lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
2) Otitis Media SupuratifKronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani
dan keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan
membuat progresivitas penyakit semakin bertambah.

5
b. Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
c. Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1) Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
2) Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa
nyeri dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad
sebagai gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.

2. Berdasarkan Perubahan Mukosa


a. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau
berwarna suram.
b. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau
seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.
c. Stadium Supurasi
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga
membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
d. Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah
ke liang telinga.
e. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali
menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.
(Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).

6
F. Manifestasi Klinis
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan Otitis Media
Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.

G. Komplikasi
Menurut Rudolph (2006: 1051-1052) komplikasi otitis media akut terdiri antara lain:
1. Kehilangan pendengaran
Selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat kehilangan pendengaran
kondusif yang biasanya sembuh sempurna pada penderita yang diobati dengan
memadai. Namun, proses radang dapat merangsang fibrosis, hialinisasi, dan endapan
kalsium pada membran timpani (MT) dan pada struktur telinga tengah. Plak
timpanosklerosis ini tampak sebagai bercak bahan putih ireguler. Timpanosklerosis
dapat menghalangi mobilitas membran timpani (MT) dan kadang-kadang dapat
memfiksasi rantai osikula.

2. Perforasi Membran Timpani (MT)


Membran Timpani (MT) dapat mengalami perforasi akibat nekrosis jaringan
selama infeksi. Perforasi ini biasanya kecil, terjadi pada bagian sentral pars tensa, dan
menyembuh secara spontan bila infeksi sembuh. Perforasi yang lebih besar mungkin
tidak dapat menutup. Otitis media tuberkulosis biasanya menyebabkan banyak
perforasi kecil. Rantai osikula juga terkena oleh nekrosis. Paling lazim prosesus
longus inkus nekrosis, mengakibatkan osikula tidak konsisten. Perforasi membran
timpani (MT) menetap dan nekrosis osikula, Keduanya menyebabkan kehilangan
pendengaran kondusif yang memerlukan koreksi bedah dengan timpanoplasti.

7
3. Kolesteatoma
Pada proses penyembuhan perforasi, epitel skuamosa, dapat tumbuh kedalam
telinga tengah, membentuk struktur seperti kantong yang mengumpulkan debris epitel
yang lepas. Kista ini di sebut "kolesteatoma".

4. Paralisis saraf kranial


Paralisis n. fasialis dapat terjadi pada otitis media supuratif akut. Sekitar sepertiga
penderita mempunyai tulang yang tidak sempurna yang menutupi n. fasialis dalam
teinga tengah. Paralisis dapat parsial atau total. Penyembuhan biasanya total jika
digunakan terapi antibiotik dan dilakukan miringotomi. Pemasangan PET
memberikan jalan secara langsung bagi antibiotik untuk diteteskan pada daerah yang
meradang.

5. Labirinitis
Selama otitis media akut, respon radang yang di sebut "labirinitis serosa" dapat
terjadi. Biasanya ada vertigo ringan tetapi bukan kehilangan pendengaran. Namun
jika bakteri menginvasi labirin melalui fenestra ovalis ratundum, terjadi labirinitis
supuratif akutyang menyebabkan vertigo berat, nistagmus dan kehilangan
pendengaran sensorineural berat. Mungkin perlu dilakukan drainase bedah terhadap
labirin untuk menghindari infeksi intrakranium.

6. Mastoiditis
Keterlibatan mastoid dengan radang dan eksudat purulen selalu ada selama otitis
media akut, seperti ditunjukkan oleh keopakan sistem sel udara (mastoiditis)
rontgenografi. mastoiditis supuratif akut menggambarkan osteomielitis mastoid
koalesen akut, sekat-sekat sel udara mengalami nekrosis dan sistem sel udara menjadi
konfluen. Hal ini disertai dengan nyeri berat dibelakang telinga, pembengkakan dan
radang pada mastoid, dan perpindahan aurikula ke depan dan lateral kepala. Pada
pemeriksaan otoskop, dinding posterosuperior saluran telinga tampak melengkung.
Kadang-kadang, ujung mastoid karena infeksi dan nanah meluap ke dalam bidang
leher yang terletak di sebelah anterior m. sternokleidomastoideus (abses bezold).

8
7. Meningitis
Komplikasi intrakranium otitis media akut yang paling lazim adalah meningitis.
Komplikasi ini paling sering terjadi bila diagnosis dan terapi terlambat.

8. Hidrosefalus Otitis
Komplikasi intrakranium lain adalah serebritis, abses epidural, abses otak, dan
trombosis sinus lateralis. Hidrosefalus otitis terjadi bila ada trombosis sinus petrosus.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning
dan suram, serta cairan di liang telinga

2. Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak apabila
diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan oleh akumulasi
cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis. Pemeriksaan ini
meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat
ditegakkan dengan otoskop biasa

3. Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai
tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di
telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan
mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang
telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi

9
cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien.Pemeriksaan dilakukan hanya
dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan
secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.

4. Timpanosintesis
Timpanosintesisdiikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat
pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada imunodefisiensi.
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal
untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya
cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.

5. Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran tulang)
hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan telinga
sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif (-)

6. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi,
pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar
lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila
tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber
tidak ada lateralisasi

7. Uji Swabach

10
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat
mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

I. Penatalaksanaan Medis
1. Berdasarkan stadium
a. Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat tetes
hidung.
1) HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
2) HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
3) Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan
penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
1) Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
2) Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
3) Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
c. Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.

11
d. Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
e. Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3
bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.

2. Tindakan
a. Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah perforasi
kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli
sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Timpanosintesis
merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi
menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
b. Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah.
Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong
telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat,
gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang
dirawat di unit perawatan intensif.

J. ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA


1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita
gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang

12
dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan
lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada
anggota keluarga.
2) Riwayat kesehatan sekarang
kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa, Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang
dirasakan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas
yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien
1) Kepala
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan  di daerah telinga,dengan
menggunakan senter ataupun alat-alat lain nya apakah ada cairan yang
keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah ada tanda-
tanda radang.
2) Kaji adanya nyeri pada telinga
3) Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
4) Dada / thorak
5) Jantung
6) Perut / abdomen
7) Genitourinaria
8) Ekstremitas
9) Sistem integument
10) Sistem neurologi
11) Data pola kebiasaan sehari-hari
d. Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah
ada perbedaan konsumsi diit nya.

13
e. Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien
f. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk
berkomunikasi dengan orang lain karena ada gangguan pada telinga nya sehingga
ia kurang mendengar/kurang nyambung tentang apa yang di bicarakan orang lain.
g. Pemeriksaan diagnostic
1) Tes Audiometri : AC menurun
2) X ray : terhadap kondisi patologi
3) Tes berbisik
4) Tes garpu tala

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
b. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
c. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan obstruksi, infeksi di
telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
d. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan pendengaran, penurunan tajam
penglihatan.
e. Ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan
f. Gangguan citra diri berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran ditandai
dengan penolakan terhadap berbagai perubahan aktual.
g. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya,
menyatakan masalahnya, dan tidak akurat dalam mengikuti instruksi/pencegahan
komplikasi.

3. Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional


hasil
1. Nyeri berhubungan Tujuan :  Ajarkan klien  Metode

14
dengan proses untuk pengalihan
peradangan mengalihkan suasana dengan
Setelah di lakukan
suasana dengan
tindakan keperawatan melakukan
3x24 jam ,Nyeri yang melakukan
dirasakan klien metode relaksasi relaksasi bisa
berkurang saat nyeri yang mengurangi
teramat sangat
Kriteria hasil : nyeri yang
muncul, relaksasi
seperti menarik diderita klien
 Klien
mengungkapkan napas panjang  Kompres dingin
bahwa nyeri  Kompres dingin
berkurang bertujuan
di sekitar area
 Klien mampu telinga mengurangi
melakukan metode
 Atur posisi klien nyeri karena
pengalihan suasana
 Untuk kolaborasi, rasa nyeri
beri
teralihkan oleh
aspirin/analgesik
sesuai instruksi, rasa dingin di
beri sedatif sesuai sekitar area
indikasi
telinga
 Posisi yang
sesuai akan
membuat klien
merasa nyaman
 Analgesik
merupakan
pereda nyeri
yang efektif
pada pasien
untuk 
mengurangi
sensasi nyeri
dari dalam
2. Gangguan komunikasi Tujuan :  Dorong pasien  Melatih pasien
berhubungan dengan Setelah dilakukan untuk supaya bisa

15
efek kehilangan tindakan keperawatan berkomunikasi berkomunikasi
pendengaran selama 3x24 jam secara perlahan secara perlahn
diharapkan pasien : dan untuk  Supaya pasien

 Anxiety self
mengulangi mengetahui
permintaan perawat sedang
control
 Berdiri didepan berkomunikasi
 Coping
pasien ketika dengan pasien

 Sensory function : berbicara  Memungkinkan


 Gunakan kartu komunikasi dua
haring & vision
baca ,kertas arah anatara
 Fear self control
,pensil.bahasa perawat dengan
Kriteria Hasil tubuh kliendapat
 Komunikasi ,gamba,daftar kosa berjalan dnegan
penerimaan kata bahasa asing, baik dan klien
intrepretasi dan computer, dan lain dapat menerima
ekspresi pesan liasn, lain untuk pesan perawat
tulisan , dan non memfasilitasi secara tepat.
verbal meningkat komunikasi dua  Dengan adanya
 Komunikasi arah yang optimal alat bantu
ekspresif  Beri anjuran bicara pasien
( kesulitan berbicara kepada pasien dan bisa kembali
): ekspresi pesan keluarga tentang berkomunikasi
verbal atau non penggunaan alat dengan baik
verbal yang bantu bicara  Pasien bisa
bermakna ( misalnya , berbicara atau
 Komunikasi reseptif protesi mendengar
(kesulitan trakoesofagus dan dengan bahasa
mendengar): laring buatan isyarat
penerimaan  Anjurkan ekspresi
komunikasi dan diri dengan cara
intrepretasi pesan lain dalam

16
verbal dan / atau non menyampaikan
verbal informasi ( bahasa
 Gerakan isyarat )
terkoordinasi : .
mampu
mengkoordinasi rol
respon gerakan
dalam menggunakan
isyaratPengolahan
informasiv: klien
mampu untuk
memperoleh ,
mengatur dan
menggunakan
informasi
 Mampu mengontrol
ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
bicara
 Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
 Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial

3. Perubahan persepsi Tujuan :  Ajarkan klien  Keefektifan alat


sensori pendengaran
Setelah dilakukan menggunakan dan pendengaran
berhubungan dengan

17
obstruksi, infeksi di tindakan keperawatan merawat alat tergantung pada
telinga tengah atau selama 3x24 jam
pendengaran tipe gangguan /
kerusakan di syaraf diharapkan Persepsi /
pendengaran sensori baik secara tepat ketulian,

Kriteria hasil :  Instruksikan klien pemakaian serta


untuk perawatannya
Klien akan mengalami
peningkatan persepsi / menggunakan yang tepat.
sensoris pendengaran teknik-teknik yang  Apabila
sampai pada tingkat
fungsional aman sehingga penyebab pokok
dapat mencegah ketulian tidak
terjadinya ketulian progresif, maka
lebih jauh pendengaran
 Observasi tanda- yang tersisa
tanda awal sensitif terhadap
kehilangan trauma dan
pendengaran yang infeksi sehingga
lanjut harus dilindungi
 Instruksikan klien  Diagnosa dini
untuk terhadap
menghabiskan keadaan telinga
seluruh dosis atau terhadap
antibiotik ( baik itu masalah-
antibiotik sistemik masalah
maupun lokal ) pendengaran
rusak secara
permanen
 Penghentian
terapi
antibiotika
sebelum
waktunya dapat
menyebabkan

18
organisme sisa
berkembang
biak sehingga
infeksi akan
berlanjut
4. Resiko cidera Tujuan :  Cegah infeksi  Agar kerusakan
berhubungan dengan Setelah dilakukan telinga berlebih penedengaran
penurunan tindakan keperawatan  Meminimalkan tidak meluas
selama 3x24 jam
pendengaran, diharapkan tidak terjadi tingkat kebisingan  Berhubungan
penurunan tajam cidera di unit perawatan dengan
penglihatan. Kriteria Hasil  : intensif kehilangan

Pasien tidak mengalami  Lakukan upaya pendengaran


cidera fisik keamanan seperti  Untuk
ambulasi mencegah
terbimbing pasien jatuh
 Kolaborasi dengan akibat gangguan
pemberian obat keseimbangan
antiemetika  Mengurangi
nyeri kepala
sehingga
terhindar dari
jatuh
5. Ansietas yang Tujuan : klien mampu Pertahankan  untuk
berhubungan dengan mengatasi anietas lingkungan tenang, mengurangi
akan dilakukan setelah dilakukan tanpa stress tingkat ansietas
tindakan pembedahan tindakan perawatan Kaji tingkat  Rasional :
selama 1 x 24 jam ansietas sebagai dasar
Kriteria hasil : Dorong dan dalam
 Memahami sediakan waktu memberikan
penyebab ansietas untuk konsultasi
 Menunjukkan mengungkapkan  Rasional :

19
tingkah laku yang perasaan mengungkapkan
positif dalam Jelaskan tentang ansiatas yang
mengatasi ansietas rencana asuhan dirasakan
 Melaporkan keperawatan,  Rasional : untuk
penurunan tingkat termasuk jika ada mengurangi
ansietas rencana operasi tingkat ansietas
dan libatkan pasien  Rasional :
dalam rencana meningkatkan
perawatan kepercayaan
Tunjukkan pasien sehingga
kepercayaan diri dapat membantu
dan sikap caring, mengurangi
tidak menghakimi tingkat ansietas
Gunakan gambar  Rasional : untuk
saat menjelaskan memperjelas
prosedur atau pemahaman
pengobatan pasien
Dorong pasien  terdekat
untuk Rasional : guna
berkomunikasi memberikan
dengan orang dukungan
Hindari  Rasional :
menggunakan karena dapat
sistm menyababkan
interkomunikasi frustasi
elektronik  Rasional : untuk
perawatpasien bila membantu
pasien menderita aktivitas harian
pendengaran  Rasional : untuk
parsial meningkatkan
Evaluasi pengetahuan

20
kemampuan pasien dan perasaan
untuk aman pasien
menggunakan
indera lain
(terutama
penglihatan dan
sentuhan)
Kuatkan
penjelasan dokter
mengenai
gangguan
pendengaran
6. Gangguan citra diri Setelah diberikan  Beritahu pasien  Mengurangi
berhubungan dengan asuhan keperawatan bahwa kecemasan
penurunan fungsi 3x24 jam diharapkan penyakitnya klien
pendengaran ditandai pasien tidak malu bisa  Buruknya
dengan penolakan terhadap disembuhkan status
terhadap berbagai penampilannya dengan  Beritahu klien kesehatan
perubahan aktual. Kriteria hasil: untuk akan
pasien menunjukkan meningkatkan mengakibatka
rasa percaya dirinya, status n
tidak malu terhadap kesehatan bertambahnya
penampilan.  Anjurkan klien pengeluaran
untuk sekret dan
melaksanakan berbau tidak
anjuran yang enak
telah diberikan  Penggunaan
(penggunaan antibiotika
antibiotik) secara teratur
secara teratur dapat
mencegah

21
perkembanga
n bakteri
7. Kurangnya Setelah diberikan  Tentukan persepsi  Membuat
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien tantang pengetahuan
penyakit, prognosis dan selama 3 x 24 jam proses penyakit. dasar dan
pengobatan diharapkan kebutuhan  Kaji ulang proses memberikan
berhubungan dengan akan informasi penyakit, kesadaran
kurangnya informasi, terpenuhi penyebab/efek kebutuhan
keterbatasan kognitif  Kriteria hasil : hubungan faktor belajar individu.
ditandai dengan sering melakukan prosedur yang menimbulkan  Membantu
bertanya, menyatakan yang diperlukan dan gejala dan individu untk
masalahnya, dan tidak menjelaskan alasan mengidentifikasi mengetahui
akurat dalam mengikuti dari suatu tindakan. cara menurunkan faktor
instruksi/pencegahan  memulai perubahan faktor pendukung pencetus/pembe
komplikasi. gaya hidup yang  Kaji ulang obat, rat individu
diperlukan dan ikut tujuan, frekwensi, sehingga dapat
serta dalam regimen dosis, dan menghindari.
perawatan kemungkinan efek  Steroid dapat
samping digunakan untuk
mengotrol
inflamsi dan
mempengaruhi
remisi
penyakit :
namun obat
dapat
menurunkan
ketahanan
terhadap infeksi
dan
menyebabkan

22
retensi cairan.

4. Implementasi
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan
merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam
tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud
agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan  perawat memonitor 
“kealpaan“  yang  terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba
eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoidyang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Terdapat 5 stadium
dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan
stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau anakkarena anatomi saluran eustachi
yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal.

B. Saran
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan Asuhan Keperawatan pasien
dengan Otitis Media Akut

24
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Taufik. 2009. Otitis Media Akut. http ://library.usu.ac.id (diambil 28 september 2012)
Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC. George L, Adams. 1997.
Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC
Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory
Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

25

Anda mungkin juga menyukai