OLEH :
KELOMPOK 13 / KELAS 5B :
Dosen pembiming:
Siti Nurhasinah, S.Kep.Ns., M.Tr.Kep
Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah SWT. yang hanya dengan rahmat serta
petunjuk-nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Otitis
Media Akut” Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3.
Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kapada yang terhormat dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas dan
kesempatan kepada kami untuk membuat dan menyusun makalah ini. Serta semua
pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta nasihat hingga
tersusunnya makalah ini hingga akhir.
Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, penulis sadar masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang
berkaitan dengan penyusunan makalah ini akan penulis terima dengan senang hati
untuk menyempurnakan penyusunan makalah dan Askep tersebut.
Semoga makalah Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “Otitis Media Akut”
ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
4.2 Saran..................................................................................................... 28
ii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa. Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak
umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting)
tanpa perlu diberikan antibiotic tertentu, kecuali terdapat adanya indikasi
lain. (Byland, dkk, 2007).
Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai kejadian OMA yang terjadi pada anak.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada klien dengan otitis media akut
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2. Telinga Tengah
2.1 Membran timpani membentang Terdiri dari jaringan fibrosa
elastic berbentuk bundar dan cekung. Untuk mengubah bunyi
menjadi getaran
2.2 Tulang pendengaran (osikel: malleus, incus, stapes) : untuk
menghantarkan getaran yang diterima dari membran tympani
ke jendela oval.
2.3 Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di
luar tubuh dengan di dalam telinga tengah
3
3. Telinga Dalam
3.1 Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena
mengandung reseptor untuk mengubah suara yang masuk
menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
3.2 Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan
yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ
otolit yaitu sacculus dan utriculus
2.2 Definisi
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga
luar (Otitis Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga
bagian dalam (Otitis Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada
bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas. (William, M. Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang
disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah
(Smeltzer, S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
(Djaafar, Z.A, 2007).
2.3 Prevalensi
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan
sering mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA
pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada
anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya
OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena anatomi saluran
eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal.
(Djaafar, Z.A, 2007).
4
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0
sampai 5 tahun) dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5
sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan, sekitar 25% dari semua anak
mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun gambaran ini
meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5
tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007).
Faktor resiko berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk
diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah
ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis,
sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya
insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan
sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu
efusi pada telinga tengah yang akan bekembang menjadi pus yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi
akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun bakteri
penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa.
2.4 Etiologi
1. Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus
aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut.
Contoh: Virus Influenza.
5
*Proses penjalaran virus dan bakteri lebih lanjut dibahas pada
patofisiologi.
2.6 Klasifikasi
Otitis Media
Supuratif Akut/Otitis
Media Akut
Otitis Media
Supuratif
Otitis Media
Supuratif Kronik
Otitis Media
Adhesiva
Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut
1. Berdasarkan Gejala
1.1 Otitis Media Supuratif :
6
1.1.1 Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi
secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3
minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.
(Munilson, Jacky. Et al.)
1.1.2 Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran
timpani dan keluarnya sekret yang apabila tidak
ditangani dengan tepat akan membuat progresivitas
penyakit semakin bertambah.
1.2 Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di
telinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang
berlangsung lama
1.3 Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1.3.1 Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
1.3.2 Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap
tanpa rasa nyeri dengan gejala – gejala pada telinga
yang berlangsung lama. Terjad sebagai gejala sisa dari
otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.
7
2.3 Stadium Supurasi
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai
hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani sehingga membran timpani tampak
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
8
2.7 Manifestasi Klinis
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien
dengan Otitis Media Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.
9
2.8 Patofisiologi
10
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda:
menggembungnya membran timpani(bulging), terbatas atau
tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan
cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang
keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah,
dengan tanda: kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri
telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
2.9.1 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop
terutama untuk melihat gendang telinga. Pada otoskopi
didapatkan hasil adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.9.2 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas
membran timpani pasien terhadap tekanan yang diberikan.
Membrane timpani normal akan bergerak apabila
diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat
disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah,
perforasi atau timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan
sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA
dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
2.9.3 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik
dilakukan timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa
secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai tulang
11
pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting
terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat
mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai
patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan
volume liang telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas dan
spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya
dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa
detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga
bagian tengah.
2.9.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari
telinga tengah, bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi
dengan berbagai antibiotika, atau pada imunodefisiensi.
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani,
dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan
tujuan pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di
telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang
spesifik.
2.9.5 Uji Rinne
12
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan
hantaran udara telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus
mastoid (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar.
Penala kemudian dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm.
Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-)
2.9.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah
kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi
seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras
pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
2.9.7 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai
penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan
cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
13
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya
disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
2.10 Penatalaksanaan Medis
1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius.
Diberikan obat tetes hidung.
1.1.1 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak
<12 tahun
1.1.2 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak
>12 tahun atau dewasa.
1.1.3 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung,
dan analgetik. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga diperlukan agar nyeri dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu,
namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3 bulan
untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
14
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah
dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik membran
timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli
sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda
timpani. Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif,
dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya
sebagai penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase
cairan dari telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan
pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran
timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang
terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus
(miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Indikasi untuk
miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia
berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis,
neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.
2.11 Komplikasi
1. Intra-Temporal
1.1 Abses subperiosteal
1.2 Labirintitis
1.3 Paresis fasial
1.4 Petrositis
2. Intra-Kranial
2.1 Abses ekstradura
2.2 Abses perisinus
2.3 Tromboflebitis sinus lateral
2.4 Abses otak
2.5 Meningitis otikus
15
BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1 PENGKAJIAN
1)Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan
2)Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
3)Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum klien
a. Kepala
16
yang keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah
ada tanda-tanda radang.
e) Pemeriksaan diagnostik
Tes berbisik
17
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk
menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, nyeri,
Gangguan berkomunikasi, pendengaran terganggu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
18
Gangguan komunikasi tindakan keperawata Dapatkan apa
verbal berhubungan dengan selama 1x24 jam metode komunikasi
gangguan pendengaran diharapkan masalah yang dinginkan dan
keperawatan gangguan catat pada rencana
komunikasi dapat diatasi perawatan metode
dengan kriteria hasil: yang digunakan oleh
staf dan klien,
Dukungan sosisal dari eperti : tulisan,
keluarga dan berbicara, ataupun
lingkungan sekitar bahasa isyarat.
Kaji kemampuan
Menerima pesan melalui untuk menerima
metoda pilihan (misal : pesan secara verbal.-
komunikasitulisan, Jika ia dapat
bahasa lambang, mendegar pada satu
berbicara dengan jelas telinga, berbicara
pada telinga yangbaik. dengan perlahan dan
dengan jelas
langsung ke telinga
yang baik (hal ini
lebih baik dari pada
berbicara dengan
keras).
Tempatkan klien
dengan telinga yang
baik berhada
pandengan pintu.
Dekati klien dari sisi
telinga yang baik.-
3.5 IMPLEMENTASI
19
3.6 EVALUASI
Evaluasi merupakan hasil perkembangan pasien dengan berpedoman
kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
20
ASKEP SEMU
ASUHAN KEPERAWATAN
OTITIS MEDIA AKUT
1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. M
Umur : 6 Tahun
TTL : 10 September 2013
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan :-
Pendidikan : TK
Status Perkawinan: Belum Nikah
Alamat : Ds. Turi Rt.13 Rw. 03 Taman Sidoarjo
Tanggal MRS : 11 Desember 2020
Tanggal KRS :
1.2 Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. R
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ds. Turi Rt. 13 Rw. 03 Taman Sidoarjo
No.tlp : 083856710137
Hubungan dengan pasien : Ayah
21
Ayah Px mengatakan bahwa keluarga tidak memiliki penyakit
yang dapat menular.
1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : keadaan umum lemah
2. Tanda – tanda vital :
· Tekanan darah : 120/80 mmHg
· Nadi : 90 x/menit
· Pernapasan : 20 x/menit
· Suhu : 39 0 C
3. Nyeri:
P : Perjalanan penyakit
Q : Seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri pada telinga
S : Skala 5
T : Sewaktu waktu
22
melakukan pergerakan sesuai perintah, tidak ada
nyeri tekan atau lepas pada ekstermitas.
1. Analisa data
23
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
24
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2 11-12- Hipertermi Setelah dilakukan Observasi
2020 btindakan Identifikasi
08.15 keperawatan selama
penyebab
2x24 jam pasien
diharapkan hipertermi hipertermia
menurun yang Monitor suhu
ditandai dengan tubuh
criteria Terapeutik
hasil:
Sediakan
Suhu tubuh lingkungan yang
dalam rentang dingin
normal (36- 37’5
Longgarkan
0 C)
pakaian
RR dalam
Edukasi
rentang normal
(16-20x/menit) Anjurkan tirah baring
Vital sign dalam Kolaborasi
rentang normal. Pemberian cairan dan
(nadi 60- elektrolit IV
100x/menit, suhu
36,5-37,5 C,
tekanan darah
120-80 mmHg,
RR 16-20x/menit)
25
IMT normal (BB/TB sesuai
Edukasi
kuadrat) Anjurkan makan
Berat badan bertambah dengan duduk
Kolaborasi
Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
nutrisi yang
masuk
4. Implementasi
Waktu IMPLEMENTASI EVALUASI
08.00 1. Melaporkan nyeri terkontrol S:
2. Kemampuan mengenali
onset nyeri
10.00 3. Kemampuan mengenali
penyebab nyeri
4. kemampuan menggunakan
13.00 tehnik non-farmakologis
08.00 1. Suhu tubuh dalam rentang
normal (36- 37’5 0 C)
2. RR dalam rentang normal
(16-20x/menit)
26
11.00 3. Vital sign dalam rentang
normal. (nadi 60-100x/menit,
suhu 36,5-37,5 C, tekanan
darah 120-80 mmHg,
14.00 RR 16-20x/menit
27
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid
yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan
Pseudomoas aeruginosa. Terdapat 5 stadium dalam OMA yaitu stadium
oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan
stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau anak karena
anatomi saluran eustachi yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya
lebih horizontal.
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit memberi saran
kepada beberapa pihak agar kualitas pelayanan kesehatan Indonesia
semakin meningkat, diantaranya sebagai berikut:
4 Keluarga klien
28
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarga dengan masalah Otitis
Media Akut serta mampu menjaga kebersihan lingkungan sehingga
anggota keluarga lain terhindar dari penyakit Otitis Media Akut.
5 Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan
Asuhan Keperawatan pasien dengan Otitis Media Akut
DAFTAR PUSTAKA
29
30