PEMBAHASAN
B. Tujuan
3. Early diagnosis and prompt treatment ( diagnosis dini dan pengobatan segera )
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya atau
timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan dalam
mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya
penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat pelayanan kesehatan
ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian kasus baik secara
individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan
terhadap meluasnya kasus.
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat
tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Tingkat
ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan.
Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk
menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala
fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.
5. Rehabilitation ( rehabilitasi )
1. Rawat Jalan
2. Institusi
Bentuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan
di pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah
sakit yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
4. Ekonomi
5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan sangat
berpengaruh sekali dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-
kebijakan yang ada dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.
4. Pendidikan berkelanjutan.
Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik,
justifikasi indakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan. Kesadaran
terhadap nilai riset yang potensial akan memberikan dampak yang
menguntungkan bagi rganisasi, misalnya kinerja keperawatan yang meningkat
dan out come klien yang optimal. (Titler, Kleiber & Steelman,1994)
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas
seperti biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan
sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada
tersedianya sumber daya yang senatiasa “siap pakai” dan tetap terhindar dari
serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang menyepelekan hal ini.
Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.
Untuk kasus Indonesia, belum ada grand strategy yang terarah dalam
peningkatan kualitas kesehatan individu dan masyarakat, yang dengan tegas
tercermin dari minimnya pos anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD.
Belum lagi jika kita ingin bertutur tentang program pengembangan kesehatan
maritim yang semestinya menjadi keunggulan komparatif negeri kita yang
wilayah perairannya dominan. Pelayanan kesehatan di tiap sentra pelayanan
selalu jauh dari memuaskan.
Kebijakan desentralisasi, pada beberapa sisi, telah ikut menggerus pola lama
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan. Relatif “berkuasanya” kembali
daerah-daerah dalam menentukan kebijakan pembangunannya, membuat
konsepsi Visi Indonesia Sehat seakan tidak menemukan relung untuk dapat
diwujudkan. Impian untuk mewujudkan tangga-tangga pencapaian “sehat”, mulai
dari Indonesia sehat 2010, Propinsi Sehat 2008, Kabupaten Sehat 2006 dan
Kecamatan Sehat 2004, menjadi miskin makna.
Kali terakhir, ini juga dapat dipandang sebagai sebuah “terobosan” baru,
pemerintah menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang dikenal
sebagai “Sistem Kesehatan Nasional”. Dokumen ini antara lain disusun
berdasarkan pada asumnsi bahwa pembangunan kesehatan merupakan
pembangunan manusia seutuhnya untuk mencapai derajat kesehatan yang
tertinggi, sehingga dalam penyelenggaraannya tidak bisa menafikkan peran dan
kontribusi sektor lainnya. Singkatnya, pembangunan kesehatan menjadi bagian
integral dari pembangunan bangsa.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1. Upaya kesehatan
2. Pembiayaan kesehatan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Manajemen kesehatan
Jika kita runut, maka subsistem yang cukup fundamental adalah pembiayaan
kesehatan. Ketiadaan atau tidak optimalnya pembiayaan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan dan program lainnya, merupakan salah satu penyebab utama
tidak tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang kita inginkan. Betapa
tidak, hamper semua aktivitas dalam pembangunan tak dapat dipungkiri,
membutuhkan dana dan biaya.
C. Pembiayaan Kesehatan
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa
alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya
kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai
sector prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang
laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini.
Pada sisi lain, untuk skala Negara sedang berkembang, Indonesia yang masih
berkutat memerangi penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya
pengelolaan lingkungan, seharusnya menempatkan prioritas pembangunan
kesehatan pada aspek promotif dan preventif, bukan semata di bidang kuratif dan
rehabilitatif saja. Sebagai catatan, rasio anggaran antara promotif dan preventif
dengan kuratif-rehabilitatif selama ini berkisar pada 1:3, suatu perbandingan yang
tidak cukup investatif untuk bangsa sedang berkembang seperti Indonesia.
D. Beberapa Pemikiran
Hal ini didukung pula oleh sifat apatis sebagian besar rakyat kita, dalam
mengkritisi kebijakan kesehatan. Pun itu diperparah dengan belum transparannya
penggunaan anggaran, dan dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos yang
bukan menjadi kebutuhan mendesak masyarakat, sebagai contoh; beberapa
puskesmas di Indonesia memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun
di puskesmas tersebut, tenaga medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa
tenaga dokter, sarjana kesehatan masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi
proses pemenuhan dan penyediaan kebutuhan masyarakat akan kesehatan tidak
berbasis pada analisa kebutuhan tetapi lebih sebagai resultan dari tarik-menarik
kepentingan politik nasional maupun lokal.
E. Reformasi Kesehatan
Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa yang baru. Hanya saja
agendanya perlu dipertegas kembali sebagai landasan pembangunan selanjutnya.
Jika disederhanakan, agenda reformasi kesehatan akan lebih mengedepankan
partisipasi masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek
kesehatannya dengan sesedikit mungkin intervensi pemerintah. Pemberdayaan
masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum
miskin menjadi syarat penerimaan universalitasnya.