Anda di halaman 1dari 4

CONTOH KASUS

Sebagai contoh kasus dilema etis yang sering terjadi adalah ketika perawat harus memutuskan untuk
melakukan tindakan atau tidak, pada kondisi pasien yang membutuhkan pertolongan medis. Seorang
pasien datang ke tempat praktik mandiri perawat dengan luka karena terkena sayatan pisau. Keadaan
luka cukup dalam, terjadi banyak perdarahan dan membutuhkan penanganan segera. Perawatan luka
dan balutan saja tidak cukup, sehingga perlu untuk dilakukan penjahitan. Perawat menyarankan
kepada pasien untuk dirujuk ke dokter atau puskesmas. Namun pasien menolak dan bersikukuh
untuk mendapatkan perawatan hanya dari perawat tersebut. Perawat tahu bahwa tindakan harus
segera dilakukan, namun tindakan tersebut bukan wewenangnya dan jika perawat tidak segera
melakukan tindakan maka prognosa buruk akan terjadi kepada pasien. Pada kasus tersebut terdapat
nilai nilai yang menjadi pertimbangan di antaranya nilai kemanusiaan dan nilai profesionalitas.
Dalam hal ini sejauh mana perawat boleh melakukan tindakan atas kasus yang terjadi, melanggar
prinsip prinsip etika profesi atau tidak. Jika tidak dilakukan tindakan apa yang akan terjadi. Jika
dilakukan tindakan maka akan ada pelanggaran terhadap etika profesi pula. Menjadi semakin rumit
dan pelik ketika dampak emosional terjadi, seperti perasaan bingung, bersalah, frustasi bahkan
ketakutan.

PEMBAHASAN

Tujuan utama profesi perawat adalah bertugas sebagai problem solver, yaitu memecahkan masalah
kesehatan pasiennya dengan menggunakan metode pemecahan masalah. Metode pemecahan
masalah digunakan sebagai kerangka bagi perawat untuk membuat keputusan etik. Dengan cara
sebagai berikut ; pertama, menghubungkan kasus dengan teori yang paling tepat. Sehingga perawat
mendapatkan gambaran terkait pilihan keputusan yang harus diambilnya. Mengumpulkan data dan
mengidentifikasi masalah yang terjadi. Kedua, perawat harus menghubungkan dengan prinsip prinsip
etika profesi yang berlaku. Ketiga, perawat perlu mengidentifikasi siapa saja yang ikut serta dalam
pengambilan keputusan. Keempat, perawat mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari
alternatif keputusan yang ada. Dan kelima perlu memperhatikan keinginan pasien dalam hal ini
berkaitan dengan prinsip etik yaitu otonomi yang berarti hak untuk membuat keputusan
sendiri(Blais,2007).Pada contoh kasus di atas, mendapat perawatan dan tindakan merupakan hak
pasien yang harus dipenuhi. Begitu pula keputusan untuk memilih dan memutuskan pengobatannya
sendiri. Disisi lain perawat juga merasa bahwa tindakan tersebut bukan kewenangannya. Di sini
fungsi perawat sebagai konselor dan edukator harus dijalankan. Perawat harus mampu memberikan
penjelasan kepada pasien tentang kondisi dan pertimbangan pertimbangan yang perlu dipikirkan
demi kebaikan pasiennya. Perawat harus melindungi hak pasien yang telah diatur dalam kode etik

keperawatan. Meliputi hak untuk mendapatkan perawatan, hak untuk memilih dan memutuskan
perawatan atau pengobatan untuk dirinya sendiri. Namun perawat juga tidak dapat mengabaikan
kode etik yang dan undang undang yang membatasi kewenangan tindakan yang boleh dilakukan
perawat. Jika ditinjau dari prinsip etik yang menjadi perimbangan dalam pengambilan keputusan
yaitu pertama otonomi. Otonomi berarti menghargai kemampuan individu yang mempunyai harga
diri dan martabat, yang mampu memutuskan sendiri hal hal berkaitan dengan dirinya. Otonomi
berarti kemampuan mengatur atau menentukan sendiri. Otonomi berakar pada rasa hormat
terhadap individu. Di dalam prinsip otonomi, perawat harus menghargai dan menghormati hak
pasien untuk memilh dan memutuskan sendiri pengobatannya. Kecenderungan pasien lebih memilih
tenaga kesehatan perawat dibandingkan dengan profesi lain untuk meningkatkan status kesehatanya
diakibatkan beberapa faktor.(Brown, 2007) dalam jurnalnya yang berjudul
Consumer pespectives on nurse practicioners and independence practice

Di Washington menjelaskan bahwa 90% dari respondennya merasa puas dan menyukai praktik
keperawatan dibanding dengan praktik kesehatan lain. Hal ini dikarenakan dalam menyelesaikan
masalah kesehatannya perawat tidak hanya sekedar memberi

pengobatan, tetapi juga ada unsur “merawat”, bersikap caring dan ramah kepada

pasiennya. Sehingga pasien lebih nyaman dirawat oleh perawat, selain itu biaya perawatan dan
akses yang lebih terjangkau menjadikan profesi keperawatan dipilih untuk mengatasi masalah
kesehatannya. Keputusan untuk memilih pengobatan dan siapa yang mengobati adalah hak penuh
seorang pasien. Dalam jurnal

A path analyticmodel of ethical conflict in practice and autonomy in a sample of nurse practicioners(

Connie M Ulrich, 2005)

menyebutkan bahwa pasien memilih perawat dikarenakan adanya kepercayaan bahwa perawatan
dapat melakukan tindakan keperawatan secara mandiri. Konflik yang sering terjadi berkaitan dengan
otonomi pasien yang menenempatkan perawat pada posisi beresiko. Namun keyakinan terhadap
tugas dan prinsip bahwa perawat dapat perawat mampu melaksanankan tugas secara mandiri dan
menerima konsekuensi yang berlaku(Anne Dreyer, 2011) Prinsip kedua adalah nonmaleficien yang
berarti tidak merugikan pasien. Nonmaleficience adalah tidak melukai atau tidak membahayakan
orang lain. Dalam hal ini perawat dituntut untuk melakukan tindakan yang tidak membahayakan atau
berisiko menciderai pasiennya. Dalam kasus telah diuraikan bahwa pasien menolak mendapatkan
pengobatan selain dari perawat tersebut, sedangkan putusan tindakan harus segera dilakukan.
Karena jika tidak diakukan tindakan maka perawat malah justru membahayakan pasien. Ditilik dari
prinsip ini nampaknya tindakan perawat yang tepat adalah melakukan tindakan dengan menjahit
luka pasien untuk mencegah terjadinya perdarahan yang lebih hebat yang merugikan pasien. Dalam
keperawatan, risiko atau bahaya baik yang disengaja maupun tidak selalu tidak dapat diterima.
Olehkarena itu perawat harus selalu hati hati dalam melakukan pengambilan keputusan
etik.Beneficience berarti melakukan yang baik. perawat memilikki kewajiban untuk melakukan
dengan baik, yaitu melakukan proses keperawatan dengan baik dan semaksimal mungkin. Prinsip ini
menuntut perawat untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pasiennya atas dasar kebaikan,
namun dalam kenyataan sehari hari prinsip ini sering membuat risiko bagi profesi perawat itu sendiri.
Seperti halnya pada contoh kasus di atas, perawat melakukan kebaikan dengan melakukan tindakan

keperawatan namun ada risiko yang ditanggung oleh perawat tersebut dikarenakan perawat
melakukan tindakan di luar kewenangannya(Blais, 2007; Masruroh H, 2014) Prinsip selanjutnya
adalah justice, atau keadilan. Artinya perawat dituntut untuk memberikan perawatan sesuai dengan
kebutuhan pasien. Perawatan yang diberikan harus sesuai dengan standar praktik keperawatan
secara profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika ditinjau dari prisip ini tindakan
perawat dalam kasus diatas perawat sebenarnya melakukan pelanggaran atas justice karena
melakukan tindakan diluar dari kewenangannya, tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selanjutnya adalah veracity atau kejujuran. Kebenaran menjadi suatu hal yang harus disampaikan
perawat kepada pasiennya. Terkait dengan informasi yang disampaikan kepada pasien harus akuran,
komprehensif dan obyektif sehingga pasien mengerti dan paham mengenai keadaan dirinya. Karena
kebenaran merupakan dasar dalam membentuk hubungan saling percaya(Masruroh H, 2014).
Dengan mengidentifikasi keterlibatan prinsip prinsip di atas diharapkan perawat dapat menimbang
dan memilah prinsip apa saja yang bertentangan atau mendukung proses pengambilan keputusan.
Adanya prinsip tersebut membuat perawat dan pasien memiliki pandangan dan pilihan terhadap
keputusan yang akan diambil. Mana yang baik untuk dilakukan, apakah berisiko, bagaimana
konsekuensinya, dll. Dengan kata lain, etik, prinsip etik adalah landasan bagi perawat untuk
memutuskan suatu tindakan. Setelah mengidentifikasi dan menganalisis prinsip prinsip etik yang
terlibat, langka dalam pengambilan keputusan etik selanjutnya adalah mengikutsertakan pasien,
keluarga ataupun profesi lain yang terkait dalam pengambilan keputusan etik. Masalah etik adalah
masalah yang membuat perawat berada pada persimpangan yang menuntut dia untuk mengambil
suatu keputusan. Keputusan etik bersifat situasional, namun tidak dapat serta merta diputuskan
sendiri oleh perawat. Keterlibatan pasien dan keluarga merupakan salah satu bentuk penghormatan
terhadap hak pasien. Penghormatan tersebut terkait dengan hak pasien untuk mengetahui dan
memutuskan sendiri atau autonomi. Keterlibatan profesi lain misalakan dokter, ahli gizi atau profesi
lain meberikan perawat pandangan terhadap baik dan buruk suatu tindakan. Dengan melibatkan
pihak lain, diharapkan keputusan etis yang diambil adalah keputusan terbaik yang menguntungkan
pasien. Langkah selanjutnya dalam pengambilan keputusan etik adalah menganalisa konsekuensi dari
pilihan tindakan yang ada. Baik buruknya, ditinjau dari beberapa prinsip tadi. Bagaimana konsekuensi
dari suatu tindakan jika dilakukan, dan bagaimana jika tidak dilakukan. Kemudian langkah terakhir
adalah mengambil keputusan dengan mempertimbangkan keinginan pasien. Kembali lagi pada
prinsip etik pertama yaitu autonomi. Keinginan pasien adalah suatu hal yang harus dipahami dan
dihormati. Bagaimanapun juga keputusan tersebut adalah berhubungan dengan kehidupan pasien.
Perawat adalah problem solver bagi pasiennya, dengan fokus utama adalah untuk menyelesaikan
masalah klien. Setelah melakukan analisa etik tentang keputusan apa yang terbaik bagi pasien,
perawat menyimpulkan alasan etik. Yaitu apa yang harus dan seharusnya dilakukan berdasarkan
prinsip etik yang telah dibahas diatas. Dalam proses pengambilan keputusan etis dikenal beberapa
teori yang dapat menjadi pembenaran terhadap suatu putusan etik, yaitu teori teleologi dan
deontologi. Teleologi berasal dari kata telos yang artinya tujuan. dalam hal ini keputusan etik
didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai. Bagaimana dampak jika dilakukan tindakan, apakah
berdampak baik. Sesuatu tindakan dinilai baik apabila tindakan

tersebut bertujuan baik pula. Teori kedua adalah teori deontologi, yaitu suatu konsep yang
menitikberatkan pada moral dan kewajiban. Deontologi berbicara mengenai apa yang seharusnya
diakukan. Menurut Kant dalam(Masruroh H, 2014) suatu tindakan dianggap baik apabila dilakukan
berdasarkan kewajiban, terlepas dari tujuan dari tindakan tersebut. Tentu saja jika tindakan yang
dilakukan perawat ditinjau dari teori ini maka kedua duanya memiliki alasan untuk membenarkan
ataupun menyalahkan tindakan tersebut. Pertama jika dipandang dari etika teleologis, tindakan
perawat dianggap benar didasarkan pada tujuan dilakukannya tindakan adalah merupakan kebaikan.
Dimana tujuan dilakukan tindakan adalah didasarkan pada nilai moral demi kebaikan dan
kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa pasien, menghormati hak otonomi pasien, menerapkan
prinsip beneficience dan nonmalificience. Sedangkan jika ditinjau dari etika deontologis tindakan
perawat dianggap salah karena kewajiban perawat adalah mematuhi kode etik dan peraturan
perundangan yang berlaku tentang praktik keperawatan. Terlepas dari tujuan tindakan tersebut,
perawat dianggap tidak melaksanakan kewajiban suatu profesi yang harus tunduk kepada kode etik
dan peraturan yang berlaku. Begitu pula jika dilihat dari prinsip etik justice bahwa setiap tindakan
harus dilakukan berdasarkan standart dan peraturan hukum yang berlaku. Dalam setia keputusannya
perawat tidak akan pernah terlepa dari risiko yang mengancam dirinya. Setiap pilihan tindakan ada
risiko yang ditanggung baik bagi pasien maupun bagi perawat itu sendiri. Untuk itu setiap putusan
tindakan yang diambil harus berdasarkan persetujuan antara pihak pemberi layanan dan pihak yang
diberi layanan. Bahwa penerima layanan yaitu pasien dan keluarga paham terhadap kondisi,
konsekuensi dan akibat dari suat keputusan. Oleh karena itu keterlibatan pasien dan keluarga
menjadi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil adalah
merupakan keputusan bersama, tugas perawat adalah memberikan penjelasan dan informasi sejelas
mungkin dna harus bersifat obyektif. Kesepakatan atas suatu tindakan yang didahului oleh adanya
pemberian informasi oleh pasien atau keluarga disebut informkonsen. Informkonsen menjadi suatu
senjata bagi pasien atau perawat itu sendiri. Informkonsent bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam hal autonomi (Settle, 2014; Toren, 2010) Setelah keputusan tindakan diambil dan dilakukan,
maka tahap yang perlu dilakukan adalah evaluasi. Evaluasi merupakan bagian penting dari proses
pengambilan keputusan etik. Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang
ditentukan sebagai outcome dari keputusan yang telah dibuat. Perubahan status klien, kemungkinan
treatment medik, dan fakta sosial dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan jika terjadi kasus
atau situasi yang sama. Terkait dengan bagaimana suatu keputusan etis dibuat, apakah keputusan
yang diambil efektif dan tidak merugikan pasiennya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dilema etik sering terjadi dalam praktik keperawatan, dan akan menjadi pelik ketika dalam upaya
pengambilan keputusan terdapat prinsip prinsip etik yang bertentangan. Sebagai tenaga profesional
terkadang perawat berada pada posisi yang sulit untuk memutuskan dikarenakan alternatif pilihan
keputusan yang sama sama memiliki nilai positif dan negatif. Terkadang, pada saat berhadapan
dengan kondisi dilema etis dan dituntut untuk mengambil keputusan membawa dampak emosional
bagi perawat itu sendiri. Seperti perasaan frustasi, marah, bingung. Oleh karena itu keputusan etis
tidak dapat diputuskan secara pribadi oleh perawat, namun membutuhkan komunikasi dan
pertimbangan dari orang lain.

Anda mungkin juga menyukai