Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH Gorontalo,23 agustus 2016

TELENURSING SEBAGAI TREND DAN ISSU PELAYANAN


KEPERAWATAN INDONESIA DITAHUN 2020

Analisis Perkembangan Teknologi Informasi

Disusun Oleh :

SITTI NURJANNAH SYARIFUDDIN


NIM : 75143011085

PROGRAM STUDI DIVKEPERAWAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KAJIAN LITERATUR

Telenursing didefinisikan sebagai praktek keperawatan jarak jauh menggunakan


teknologi telekomunikasi (National Council of State Boards of Nursing, 2011).
Teknologi informasi dibidang keperawatan adalah teknologi informasi yang
mengintegrasikan ilmu keperawatan, komputer, ilmu pengetahuan, dan ilmu informasi untuk
mengelola dan mengkomunikasikan data, informasi, dan pengetahuan dalam praktek
keperawatan. Informatika keperawatan memfasilitasi integrasi data, informasi, dan
pengetahuan untuk dukungan klien, perawat, dan penyedia lainnya dalam pengambilan
keputusan mereka dalam semua peran dan pengaturan. (Terhuyung & Bagley-Thompson
2002 dalam Salim, 2010).
Telenursing dapat diartikan sebagai pemakaian teknologi informasi dibidang pelayanan
keperawatan untuk memberikan informasi dan pelayanan keperawatan jarak jauh.
Model pelayanan ini memberikan keuntungan antara lain : 1) mengurangi waktu tunggu dan
mengurangi kunjungan yang tidak perlu, 2) mempersingkat hari rawat dan mengurangi biaya
perawatan, 3) membantu memenuhi kebutuhan kesehatan, 4) memudahkan akses petugas
kesehatan yang berada di daerah yang terisolasi, 5) berguna dalam kasus-kasus kronis atau
kasus geriatik yang perlu perawatan di rumah dengan jarah yang jauh dari pelayanan
kesehatan, dan 6) mendorong tenaga kesehatan atau daerah yang kurang terlayani untuk
mengakses penyedia layanan melalui mekanisme seperti : konferensi video dan internet
(American Nurse Assosiation, 1999).
Sebagai suatu sistem tentunya tidak luput dari kekurangan, antara lain : tidak adanya
interaksi langsung perawat dengan klien yang akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan.
Kekawatiran ini muncul karena anggapan bahwa kontak langsung dengan pasien sangat
penting terutama untuk dukungan emosional dan sentuhan terapeutik. Sedangkan kekurangan
lain dari telenursing ini adalah kemungkinan kegagalan teknologi seperti gangguan koneksi
internet atau terputusnya hubungan komunikasi akibat gangguan cuaca dan lain sebagainya
sehingga menggangu aktifitas pelayanan yang sedang berjalan, selain itu juga meningkatkan
risiko terhadap keamanan dan kerahasiaann dokumen klien.
Gambar 1.1 Alur telenursing
(Sumber : http://www.telehealth.ca/imgs/works.gif, diperoleh tanggal 9 Oktober 2011)

Gambar 1.2 Tiga level keamanan untuk proteksi data pasien untuk menjaga privasi pasien.
Gambar 1.3. Tehnologi teleheath pada daerah pedesaan
(Sumber : http://ijahsp.nova.edu/articles/1vol2/telehealth.jpg, diperoleh tanggal 9 Oktober
2011)

Gambar 1.4. Jenis dan pembagian Telehealth (Sumber: Greenberg M. Elisabeth, 2011)
Prinsif dalam pemberian asuhan keperawatan salah satunya adalah efektifitas dan
efisiensi sehingga tujuan pelayanan dapat tercapai. Saat ini telah banyak penelitian yang
mendukung bahwa inovasi telenursing sangat berdampak positif bagi pelayanan keperawatan,
berikut dapat dilihat pada beberapa artikel penelitian maupun artikel ilmiah lainnya di jurnal-
jurnal kesehatan sebagai berikut :

1. Impact of tele-advice on community nurses’ knowledge of venous leg ulcer care


(Ameen, Coll, & Peters, 2005). Pada penelitian ini dikemukakan efektifitas telenursing
dibidang manajemen perawatan ulkus kaki, desain yang digunakan adalah quasi
eksperimental dengan pendekatan pre dan post intervensi pada 2 kelompok yaitu
kelompok intervensi sebanyak 19 orang dan kelompok kontrol sebanyak 19 orang,
pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbaikan yang signifikan dalam hal
kemampuan perawat komunitas dalam manajemen perawatan ulkus kaki antara
sebelum dan sesudah intervensi melalui telenursing. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tele-saran dapat menjadi manfaat besar bagi perawat komunitas dalam
meningkatkan pengetahuan mereka dalam praktek perawatan ulkus kaki. Ini akan
memiliki implikasi signifikan untuk penggunaan sumber daya manusia yang lebih
efisien dan efektivitas biaya dalam perawatan luka.

2. Tele-education in emergency care (Binks & Benger, 2007). Dalam artikel ini
dijelaskan bahwa Telenursing juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam hal ini adalah perawat,
terutama petugas kesehatan yang bertugas didaerah-daerah terpencil yang kadang sulit
diakses melalui jalan darat karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan
sehingga mereka kurang terpapar informasi-informasi maupun pengetahuan terkini
menghenai pelayanan keperawatan. Disini dijelaskan bagaimana telenursing
dimanfaatkan sebagai sarana penambahan wawasan dan pengetahuan mengenai
keperawatan gawat darurat terhadap petugas kesehatan yang bertugas di daerah
terpencil. Dalam Tele-education dapat diterapkan empat domain pembelajaran, yaitu :
1) pengetahuan, 2) keterampilan, 3) hubungan (relationship), dan 4) sikap (attituds).

3. Efficacy of tele-nursing consultations in rehabilitation after radical prostatectomy: a


randomised controlled trial study (Jensen, Kristensen, Christensen, & Borre, 2011).
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa terdapat peningkatan angka dalam insiden kanker
prostat menyebabkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap peran perawatan kesehatan
masyarakat. Untuk mengatasi kondisi tersebut, prostatektomi radikal jalur cepat telah
diperkenalkan, sehingga waktu rawat menjadi pendek dan sedikit waktu yang tersedia
untuk edukasi terhadap pasien post op prostektomy, maka pasien dituntut agar mampu
melakukan perawatan secara mandiri melalui bantuan Telenursing. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah konsultasi telepon perawat yang
dipimpin (TC) dapat mengoptimalkan sumber daya, rehabilitasi secara aman dan
kepuasan pasien dalam periode pasca-operasi. Penelitian ini merupakan uji coba
terkontrol secara acak prospektif dari 95 pasien baik intervensi atau standar tindak
lanjut. Intervensi yang diberikan adalah TC tambahan 3 hari pasca bedah. Pendidikan
perawatan dan pasien selama rawat inap yang diberikan adalah sama untuk semua
pasien. Data dikumpulkan dari catatan medis dan kuesioner 2 minggu pasca-bedah.
Memang tidak ditemukan perbedaan dalam keberhasilan keseluruhan tentang kepuasan
pasien, rasa aman dan ketidaknyamanan pasca-operasi. Beberapa pasien memiliki
kebutuhan yang belum terpenuhi saat dirawat di rumah sakit sehingga peberian TC
menjadi alternatif pilihan yang baik. Secara umum, pasien cukup terdidik dalam
pengelolaan rehabilitasi awal dan mereka menyatakan kepuasan yang tinggi dan rasa
aman pada periode pasca operasi setelah pulang meskipun tanpa TC. Oleh karena itu,
TC tidak akan menjadi prosedur standar, tetapi hasilnya telah meningkatkan kesadaran
dalam praktek klinis sehari-hari dan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

4. Using the Tele-ICU Care Delivery Model to Build Organizational Performance, Part 1
(Rufo, 2011). Dalam artikel ini dijelaskan bahwa paradigma dalam model pemberian
perawatan saat ini telah bergeser ke arah perbaikan kualitas hidup pasien dan
keamanan perawatan pasien. Tele-health terintegrasi adalah salah satu contoh. Dengan
menggunakan perangkat mobile dan keahlian dari dokter yang berpengalaman dapat
dihubungkan ke lokasi terpencil, sehingga pemberi asuhan keperawatan didaerah
terpencil sekarang dapat menerima bantuan untuk manajemen pasien secara langsung
melalui metode ini. Tele-ICU adalah salah satu contoh dari penerapan model teknologi
yang mempercepat pemecahan masalah klinis dan pengambilan keputusan, sehingga
mempercepat pemberian perawatan kritis dan akhirnya meningkatkan hasil yang
diharapkan.

5. A second set of eyes: an introduction to tele-ICU (Goran, 2010). Dalam artikel ini
dijelaskan bahwa Tele-ICU, eICU, virtual ICU, atau pusat ICU terpencil telah
diterapkan dalam perawatan pasien ICU oleh dokter di 28 negara, lebih dari 40 sistem
perawatan kesehatan, dan lebih dari 200 rumah sakit. Meskipun di beberapa tim
perawatan tetap belum terbiasa untuk aplikasikan metode baru ini, sedangkan yang lain
tetap skeptis meskipun rasio biaya perawatan yang bisa ditekan dan manfaat yang
didapat. Namun, dengan perluasan berbagai program dan publikasi hasil klinis dan
fiskal, tele-ICU menjadi lebih diperhatikan dan mengubah wawasan tentang perawatan
klinis.Konsep tele-ICU memberikan manfaat bagi tim perawatan untuk memperoleh
kemudahan dalam pengawasan pasien jarak jauh, tidak untuk mengendalikan atau
mengganggu, tetapi untuk mendukung dan meningkatkan kualitas perawatan. Saat
pasien kritis keluarga, tim ICU dan tele-ICU dapat berbagi pengalaman, berkolaborasi
untuk menemukan solusi, dan pemahaman melalui tele-ICU, serta belajar bagaimana
bersama tim dapat meningkatkan perawatan pasien.

6. Nu!RehaVR: virtual reality in neuro tele-rehabilitation of patients with traumatic brain


injury and stroke (Gervasi, Magni, & Zampolini, 2010). Dalam arikel ini dijelaskan
Ketersediaan lingkungan virtual di Web untuk mengembangkan aplikasi baru realitas
virtual dalam beberapa bidang, termasuk beberapa aplikasi therapeutical. Disini
disajikan aplikasi virtual reality diterapkan pada tele-rehabilitasi pasien dengan cedera
otak traumatis dan stroke. Sistem ini berdasarkan teknologi X3D dan Ajax3D,
meningkatkan kemungkinan untuk membuat latihan tele-rehabilitasi ditujukan pada
pemulihan dari penyakit neurologis. Sistem, yang disebut Nu! RehaVR ini, telah
dirancang untuk mengintegrasikan aktivitas yang dilakukan pada sistem tele-
rehabilitasi, Nu Reha (Nu! Reha adalah merek dagang dari produk virtual web
ini.(Lihat http://www.nureha.eu). Sistem ini dirancang untuk memungkinkan
pemantauan dan penilaian kegiatan pasien oleh staf medis di rumah sakit menggunakan
fasilitas komunikasi sistem tele-rehabilitasi.

7. Socio-technical and organizational challenges to wider e-Health implementation.


Chronic Respiratory Disease (Vitacca, Mazzù, & Scalvini, 2009). Kemajuan terbaru
dalam teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan kontak dengan pasien di
rumah melalui e-Health layanan. Artikel ini memberikan wawasan tentang seni e-
Health dan telemedicine untuk penggunaan klinis yang lebih luas di masa depan.
Peluang telemedicine dirangkum sebagai tele home care, teleconsulting antara dokter
umum dan spesialis dan kegiatan kesehatan online. Saat ini prioritas Uni Eropa adalah
Inisiatif pada Telemediciene (TM) untuk manajemen penyakit kronis seperti
pemantauan kesehatan di rumah dan Visi masa depan untuk Eropa 2020 didasarkan
pada pengembangan Pelayanan Terpadu Telemedicine, meskipun masih ada pro dan
kontra. Kualitas, akses dan efisiensi adalah isu-isu kunci utama untuk keberhasilan e-
Health dan implementasi telemedicine. Teknologi sebenarnya adalah sumber daya
manusia yang tersedia ke dalam organisasi. Untuk e-Health dan telemedicine agar
lebih berkembang, maka akan diperlukan riset yang lebih luas lagi, seperti efektivitas
biaya, manfaatnya terhadap perbaikan kualitas hidup pasien dan dampak pada kualitas
kesehatan masyarakat.

8. Home-Based Telemedicine: A Survey of Ethical Issues (Bauer, 2001). Dalam artikel


ini dikemukakan berupa hasil survey terhadap pemanfatan Telemediciene didapatkan
data bahwa secara ekonomis maupun efektifitasnya boleh dikatakan bagus, karena dari
segi biaya yang harus dikeluarkan relatif rendah, kemudin dari segi efektifitasnya
pasien tidak perlu datang ke tempat pelayanan kesehatan yang dituju, tetapi cukup
hanya dengan berinteraksi melalui Telemediciene maupun Telenursing pasien sudah
dapat terlayani. Namun masalah yang muncul dalam penilaian ini adalah bahwa
mereka tidak mengidentifikasi adanya nilai-nilai moral maupun implikasi etis dari
penerapan metode ini. Oleh sebab itu sebagai pengguna metode ini hendaknya petugas
kesehatan atau perawat yang mengelolanya harus memilki pemahaman yang luas
tentang keilmuan keperawatan itu sendiri maupun metode Telenursing yang
digunakan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari berbagai sumber hasil penelitian maupun kajian literatur diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode pelayanan keperawatan yang menggukana model Telenursing
efektif digunakan dalam aktifitas pelayanan kesehatan, sebagaimana berikut ini :

1. Bisa digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi
petugas kesehatan khususnya tenaga keperawatan yang berada dimasyarakat maupun
dipelosok yang secara geografis sulit diakses, dengan mengembangkan model Tele-edu
atau Tele- cosulting yang dapat memfasilitasi pembelajaran maupun konsultasi asuhan
keperawatan dari perawat primer kepada perawat spesialis, atau model Tele-ICU
dimana pelayanan intensive care dapat diberikan pada pasien yang berada ditempat
yang terisolasi namun memiliki fasilitas ICU yang memadai serta mempunyai care
giver.
2. Bisa digunakan sebagai sarana memantau perkembangan serta memandirikan pasien
atau keluarga untuk merawat diri sendiri melalui metode Telenursing. Pasien yang
sudah bisa pulang dan harus menjalani perawatan secara mandiri dirumah dapat di
folow up melalui metode ini.
3. Bisa digunakan sebagai sarana memandu dan memantau rehabilitasi pasien pasca
dirawat di rumah sakit. Dengan metode Telenursing ini petugas dapat memantau dan
memandu langkah-langkah rehabilitasi yang harus dijalani pasien-pasien dengan
masalah tertentu pada fase out pation.
Dalam memulai suatu sistem tentu saja terdapat kendala, baik dari segi SDMnya,
fasilitas infrasutruktur maupun biaya yang harus dikeluarkan untuk mendukung
berjalannya suatu sistem, oleh sebab itu sistem perlu dirancang secara matang dengan
pendekatan pengembangan sistem, diantaranya : 1) analisa sistem, 2) rancangan sistem,
3) implementasi sistem, 4) pemeliharaan sistem dan 4) peningkatan sistem (Sabarguna,
2011).
Contoh Model Keperawatan

ketrampilan berpikir kritis dan mengimplementasikan intervensi


keperawatan
perawat membuat dua jenis keputusan yang besar dalam proses keperawatan proses diagnostik
menentukan kekuatan dan masalah klien saat pembuatan konklusi pengkagian dan sepanjang
fase diagnostik (bandman & bandman, 1994; Mc farland dan Mcfarlane, 1989 ). perawat
kemudian menggunakan pendekatan modis sistematis yang didasarkan pada riset untuk
merencanakan dan memilih universitas yang sesuai (bulechek & McCloskey, 1995Gordon,
1987 1994).
peserta didik harus dengan cermat memilih intervensi yang dirancang untuk mencapai
hasil yang diharapkan dan mengetahui perbedaan antara intervensi perawat dan intervensi
dokter. beberapa faktor menyebabkan pembuatan keputusan menjadi sulit ketika memilih
diantara intervensi perawat (mandiri) (gordon 1994; snyder, 1985). salah atu faktor adalha tidak
adanya data objectif mengenai kemungkinan konsekuensi dari intervensi yang dilakukan. faktor
lain adalah intervensi perawat sering tidak saling terpisah dari terapi medis. sebagai contoh,
perawat mungkin harus memperbanyak tekhnik relaksasi masase, dan tehnik imajinasi
terbimbing dengan analgesik yang diresepkan untuk penatalaksanaan nyeri
snyedr (1985) mengusulkan suatu model pemprosesan informasi untuk pembuatan
keputusan (tabel 10-1). sasaran model ini adalah untuk mencirikan urutan dari proses berpikir
yang digunakan oleh pemecah masalah. selain itu snyder memadukan model keputusan perilaku
untuk pembuatan keputusan; model ini difokuskan pada keputusan yang yang akan di ambil
ketimbang bagaimana keputusan itu dibuat. oleh karenanya model pemprosesan informasi
mengidentifikasikan bagaimana keputusan dibuat, dan model keputusan perilaku menjabarkan
tipe keputusan yang dibuat dengan model pemrosesan- informasi, perawat menggunakan
komponen pembuatan kepurusan berikut ketika menentukan intervensi keperawatan (snyedr,
1985):
1. rangkain dari semua tindakan keperawatan yang mungkinsebagai contoh tindaka
contoh nyeri yang kerap analgesia, relaksasi dan pengubahan posisi.
2. penyusunan kemungkinan konsekuensi yang berkaitan dengan setiap tindakan
keperawatan yang mungkin sepeti nyeri reda, nyeri tak reda dan reaksi analgesia
yang merugikan
3. penentuan prohabilitas untuk setiap konsekuensi yang akan terjadi sebagai contoh,
nyeri klien menurun dengan analgesia sebelumnya dan perubahan posisi, oleh
karenanya tidak terjadi reaksi yang merugikan
4. penilaian yang didasarkan pada nilai terhadap konsekuensi tersebut pada klien akan
paling mungkin menurun dengan analgesia dan perbuhan posisi
model ini adalah efektif dalam mengajarkan peserta didik tentang pembuatan keputusan
klinik. namun demikian , peserta didik pemua dan praktisi masih membutuhkan supervisi dari
instuktor atau perawat yang berpengalaman untuk memandu dalam proses pembuatan
keputusan
akan ada kasus dimana perawat mendelegasikan perawatan kepada pemberi perawatan
lainya seperti asisten perawat yang tidak berlisensi. perawatan mengetahui untuk salah satu
klien memungkinkan membutuhkan pendelegasian perawatan klien yang lain pada staf yang
Daftar Pustaka
http://pkko.fik.ui.ac.id/files/Telenursing%20Trend%20&%20Issu%20Keperawatan
%20Indonesia%2020.pdf
potter dan perry. 2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai