Anda di halaman 1dari 27

Nama Dosen: Abdullah S.Kep,. Ns,. M.

Kes
Mata Kuliah: Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan

TEORI CULTURE CARE LEININGER DALAM


KEPERAWATAN SUNRISE MODEL

OLEH :
KELOMPOK 8

AINI YATURROFIDAH 21212006


RESKI PRATIWI 21212009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR


S1 KEPERAWATAN
T.A 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan
Rahmat dan Ridho-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Teori Culture Care Leininger Dalam Keperawatan Sunrise Model” ini dengan
baik dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah mendorong kami untuk menyelesaikan makalah ini
baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Selanjutnya, perlu kami sampaikan bahwa dalam penyusunan makalah
ini mungkin terdapat kesalahan atau kekurangan yang datangnya dari kami
sendiri sebagai manusia, untuk itu kritik dan juga saran senantiasa akan kami
terima demi tercapainya makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi kami
sendiri selaku penulis.

Makassar, 11 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar belakang ...................................................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
C. Tujuan Penulisan................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Model Konsep teori Keperawatan Leininger .....................................
B. Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan Culture Care .....
C. Sunrise Model ....................................................................................
D. Kelebihan ...........................................................................................
E. Kekurangan.........................................................................................
F. Kasus..................................................................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Madeleine Leininger (lahir pada tanggal 13 Juli 1925 di Sutton,
Nebraska, Amerika Serikat dan meninggal di Omaha, Nebraska 10 Agustus
2012). Leininger adalah perintis teori keperawatan, pertama kali diterbitkan
pada tahun 1961. Kontribusinya untuk teori keperawatan melibatkan diskusi
tentang apa itu peduli. Terutama, ia mengembangkan konsep keperawatan
transkultural, membawa peran faktor budaya dalam praktek keperawatan ke
dalam diskusi tentang bagaimana terbaik hadir untuk mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan. Dr Madeleine Leininger menempuh
pendikan dan memegang gelar akademis berikut dengan judul Tahun 1945
mengambil program diploma di sekolah perawat St. Anthony, Denver CO dan
menyelesaikanya pada tahun 1948, Tahun 1950 menyelesaikan pendidikan di
St. Scholastica College dan mendapat gelar sarjana dalam ilmu biologi, ilmu
filsafat dan humaniora dan BSN dari Benedictine College, Atchison, KS.M.,
Tahun 1953 memperoleh MSc Keperawatan dari Catholic University
America, Washington, DC., tahun 1954-1960, menjadi professor keperawatan
dan direktur program pasca sarjana di Universitas Cincinnati., Tahun 1965,
menjadi perawat pertama mendapat gelar Ph.D Doctor of Philosophy
(Antropologi budaya dan sosial), Tahun 1966, di tunjuk sebagai professor
keperawatan dan antropologi di University of Colorado, di mana untuk
pertama kalinya perawatan transkultural di perkenalakan di dunia
keperawatan, Tahun 1969-1974, sebagai dekan,professor keperawatan dan
dosen antropologi di University Of Washington school of Nursing, tahun
1974-1980, menjabat sebagai dekan dan professor Utah University dan
membuka program pertama untuk master dan doktoral transkultural
keperawatan.
Tahun 1981, professor dan direktur pusat penelitian kesehatan di
Wayne State University. Saat berkarya di sini Madeleine Leininger mendapat
beberapa penghargaan, antara lain : Penghargaan bergengsi dari Presiden
dalam keunggulan dalam mengajar, - The Board of Governor’s Distinguished
Faculty Award, Gershenson’s Research Fellowship Award. - Certified
Transcultural Nurse CTN - Perawat Transcultural Bersertifikat. - FRCNA -
Fellow of the Royal College of Nursing in Australia FRCNA.
Madeline Leininger adalah seorang antropolog perawat perintis.
Menjabat dekan dari University of Washington, Sekolah Keperawatan pada
tahun 1969, dia tetap dalam posisi itu sampai 1974. Janji nya mengikuti
perjalanan ke New Guinea pada tahun 1960 yang membuka matanya untuk
kebutuhan perawat untuk memahami pasien dan latar belakang budaya mereka
dalam rangka untuk menyediakan perawatan. Dia dianggap oleh beberapa
orang sebagai "Margaret Mead keperawatan" dan diakui di seluruh dunia
sebagai pendiri keperawatan transkultural, sebuah program yang dia
menciptakan di Sekolah pada tahun 1974. Menjadi professor dari sekitar 70
perguruan tinggi, dia telah menulis atau menyunting 27 buku dan menerbitkan
lebih dari 220 artikel, sekarang bisa kita lihat sebagai arsip di Wayne State
University digunakan juga sebagai bahan penelitian. Memberikan lebih dari
850 kuliah umum di seluruh dunia dan telah mengembangkan software sendiri
untuk perawat. Bidang keahliannya adalah keperawatan transkultural,
perawatan manusia komparatif, teori perawatan budaya, budaya di bidang
keperawatan dan kesehatan, antropologi dan masa depan dunia keperawatan.
Tahun 1969, Leininger menjadi Dekan dan Guru Besar Perawat dan
mengajar Antropologi di Universitas Washington (Seatle). Tahun 1974,
menjadi Dekan dan Guru Besar Perawat di Fakultas Keperawatan dan asisten
Guru Besar Antropologi di Universitas Utah (Salt Lake). Tahun 1981, direkrut
Universitas Wayne State (Detroit) dan menjadi Guru Besar Perawat dan
asisten Guru Besar Antropologi dan menjadi Direktur Keperawatan
Transcultural sampai dengan pension tahun 1995.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan maka pokok
permasalahan dari makalah ini adalah ingin mengetahui apa itu teori
Cultur Care Sunrise Model dari Leininger.
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini di buat dengan tujuan memahami teori Cultur Care Sunrise
Model dari Leininger.
BAB II
PEMBAHASAN

A. MODEL KONSEP TEORI KEPERAWATAN LEININGER


a. Pengertian
Madeline Leininger adalah pelopor keperawatan transkultural dan
seorang pemimpin dalam keperawatan transkultural serta teori asuhan
keperawatan yang berfokus pada manusia. Ia adalah perawat professional
pertama yang meraih pendidikan doktor dalam ilmu antropologi sosial dan
budaya. Dia lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya
setelah tamat dari program diploma di “St. Anthony’s School of Nursing”
di Denver.

b. Asumsi dasar
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku caring. Caring adalah
esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Tindakan caring dikatakan sebagai tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.
Perilaku caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia
itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala
sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia
yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana
ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat
dengan tempat lainnya.

c. Konsep Utama Teori Keperawatan Transkultural


Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan oleh Dr. M.
Leininger dikembangkan dalam konteks keperawatan. Leininger
mendefinsikan keperawatan transkultural sebagai bagian utama dari
keperawatan yang berfokus pada studi perbandingan dan analisa
perbedaan budaya serta bagian budaya di dunia dengan tetap menghargai
nilai-nilai asuhan, pengalaman sehat sakit dan juga kepercayaan yang
dimiliki oleh masyarakat.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budayakepada
manusia.
Tujuan keperawatan Transkultural ialah penggunaan keperawatan
transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan
yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang
spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-
nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti
bahasa. Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang
diyakini dan dilakukan hampir oleh semua kultur seperti budaya
berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat
membuat tubuh sehat.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh
klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan
munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat humanis,
perawat perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang
berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut
diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui tiga strategi
intervensi yaitu mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi
budaya. Konsep utama dan definisi teori Leininger:
1) “Care” mengacu kepeada suatu fenomena abstrak dan konkrit yang
berhubungan dengan pemberian bantuan, dukungan, atau
memungkinkan pemberian pengalaman maupun perilaku kepada orang
lain sesuai dengan kebutuhannya dan bertujuan untuk memperbaiki
kondisi maupun cara hidup manusia.
2) ”Caring”, mengacu kepada suatu tindakan dan aktivitas yang ditujukan
secara langsung dalam pemberian bantuan, dukungan, atau
memungkinkan individu lain dan kelompok didalam memenuhi
kebutuhannya untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau
dalam menghadapi kematian.
3) “Culture” Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan
transmisis nilai, keyakinan, norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu
kelompok tertentu yang memberikan arahan kepada cara berfikir
mereka, pengambilan keputusan, dan tindakkan dalam pola hidup.
4) “Culture Care” (Perawatan kultural) mengacu kepada pembelajaran
subjektif dan objektif dan transmisi nilai, keyakinan, pola hidup yang
membantu, mendukung, memfasilitasi atau memungkinkan ndividu
lain maupun kelompok untuk mempertahankan kesjahteraan mereka,
kesehatan, serta untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau
untuk memampukan manusia dalam menghadapi penyakit, rintangan
dan juga kematian.
5) “Cultural Care Diversity” (keragaman perawatan kultural) mengacu
kepada variabel-variabel, perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hidup,
ataupun simbol perawatan di dalam maupun diantara suatu
perkumpulan yang dihubungkan terhadap pemberian bantuan,
dukungan atau memampukan manusia dalam melakukan suatu
perawatan.
6) “Cultural care universality” (Kesatuan perawatan kultural) mengacu
kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun
pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai - nilai, gaya hidup
atau symbol - simbol yang dimanifestasikan diantara banyak
kebudayaan serta mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas
atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk menolong
orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada suatu cara
yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
7) Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan
profesi keilmuan serta disiplin yang difokuskan pada aktivitas dan
fenomena perawatan manusia yang bertujuan untuk membantu,
memberikan dukungan, menfasilitasi, atau memampukan individu
maupun kelompok untuk memperoleh kesehatan mereka dalam suatu
cara yang menguntungkan yang berdasarkan pada kebudayaan atau
untuk menolong orang-orang agar mampu menghadapi rintangan dan
kematian.
8) “World View” (Pandangan dunia) mengacu kepada cara pandang
manusia dalam memelihara dunia atau alam semesta untuk
menampilkan suatu gambaran atau nilai yang ditegakkan tentang hidup
mereka atau lingkungan di sekitarnya.
9) “Culture and Social Struktere Demensions” (Dimensi struktur sosial
dan budaya) mengacu pada suatu pola dinamis dan gambaran
hubungan struktural serta faktor-faktor organisasi dari suatu bentuk
kebudayaan yang meliputi keagamaan, kebudayaan, politik, ekonomi,
pendidikan, teknologi, nilai budaya dan faktor-faktor etnohistory serta
bagaimana faktor-faktor ini dihubungkan dan berfungsi untuk
mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda.
10) Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau
pengalaman-pengalaman yang memberikan arti bagi perilaku manusia,
interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik, ekologi, sosial
politik, dan atau susunan kebudayaan.
11) “Enviromental Contect, Languange & Etnohistory” mengacu kepada
keseluruhan fakta-fakta pada waktu yang lampau, kejadian-kejadian,
dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan serta suatu institusi
yang difokuskan kepada manusia/masyarakat yang menggambarkan,
menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup manusia dalam suatu
bentuk kebudayaan tertentu dalam jangka waktu yang panjang maupun
pendek.
12) “Generic Care System” Sistem perawatan pada masyarakat tradisional
mengacu kepada pembelajaran kultural dan transmisi dalam
masyarakat tradisional (awam) dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan tradisonal yang diwariskan untuk memberikan bantuan,
dukungan atau memfasilitasi tindakan untuk individu lain, kelompok
maupun suatu institusi dengan kebutuhan yang lebih jelas untuk
memperbaiki cara hidup manusia atau kondisi kesehatan ataupun untuk
menghadapi rintangan dan situasi kematian.
13) “Profesional Sistem” perawatan profesional mengacu kepada
pemikiran formal, pembelajaran, transmisi perawatan profesional,
kesehatan, penyakit, kesejahteraan dan dihubungkan dalam
pengetahuan dan keterampilan praktek yang berlaku dalam institusi
profesional biasanya personil multi disiplin untuk melayani konsumen.
14) Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan
secara kultural memiliki nilai dan praktek serta merefleksikan
kemampuan individu maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan
budaya mereka sehari-hari, keuntungan dan pola hidup
15) “Culture Care Preservation/maintenance” Mempertahankan perawatan
kultural mengacu kepada semua bantuan, dukungan, fasilitas atau
pengambilan keputusan dan tindakan profesional yang memungkinkan
yang dapat menolong orang lain dalam suatu kebudayaan tertentu dan
mempertahankan nilai perawatan sehingga mereka dapat
memperthanakan kesejahteraannya, pulih dari penyakit atau
menghadapi rintangan mapun kematian.
16) “Culture Care Acomodation/negotiation” tehnik negosiasi atau
akomodasi perawatan kultural mengacu pada semua bantuan,
dukungan, fasilitas, atau pembuatan keputusan dan tindakan kreatifitas
profesional yang memungkinkan yang menolong masyarakat sesuai
dengan adaptasi kebudayaan mereka atau untuk bernegosiasi dengan
fihak lain untuk mencapai hasil kesehatan yang menguntungkan dan
memuaskan melalui petugas perawatan yang professional
17) Culture Care Repattering/restructuring Restrukturisasi perawatan
transkultural mengacu pada seluruh bantuan, dukungan, fasilitas atau
keputusan dan tindakan profesional yang dapat menolong klien untuk
mengubah atau memodifikasi cara hidup mereka agar lebih baik dan
memperoleh pola perawatan yang lebih menguntungkan dengan
menghargai keyakinan dan nilai yang dimiliki klien sesuai dengan
budayanya.
18) Culturally Congruent Care for Health, Well-being or Dying Perawatan
kultural yang konggruen mengacu kepada kemampuan kognitif untuk
membantu, mendukung, menfasilitasi atau membuat suatu keputusan
dan tindakan yang dapat memperbaiki kondisi individu, atau kelompok
dengan nilai budaya, keyakinan dan cara hidup yang berbeda, yang
bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan.

B. HUBUNGAN MODEL DENGAN PARADIGMA KEPERAWATAN


CULTURE CARE
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan
dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan
pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap
saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat
yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat
dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan
yaitu : fisik, sosial dan simbolik.. Lingkungan fisik adalah lingkungan
alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir
tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat
yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan
atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

C. SUNRISE MODEL
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (sunrise model) seperti yang terlihat pada gambar. Geisser
(1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi

Matahari terbit sebagai lambang/symbol perawatan. Suatu kekuatan


untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan
keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka
pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau
menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan
sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi
tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada
model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa
tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi
keperawatan tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak
dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat
diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini
dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan
sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu
sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu
alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan
perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Proses Keperawatan
 Sunrise Model
 Pengkajian dan Diagnosis
 Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi :
 Level satu : World view and Social system level
 Level dua : Individual, Families, Groups communities and Institution
in diverse health system
 Level tiga :Folk system, professional system and nursing
 Perencanaan dan Implementasi
 Level empat : Nursing care Decition and Action
 Culture Care Preservation/maintanance
 Culture Care Accomodation/negotiations
 Culture Care Repatterning/restructuring
 Evaluasi
Dalam penerapan proses keperawatan, pengetahuan budaya harus
dimiliki sebelum mengideintifikasi kondisi klien. Pada level satu dikaji
pengetahuan dan informasi tentang struktur social dan pandangan dunia
terhadap budaya klien. Selanjutnya dibutuhkan informasi tentang bahasa dan
lingkungan, teknologi, agama, filosophi dan kebangsaan, sosial struktur, nilai
budaya dan kepercayaan, politik, legal sistem, ekonomi dan pendidikan.
Pengetahuan ini dibutuhkan dalam rangka mengaplikasikan keperawatan pada
klien dalam konteks individu, keluarga, kelompok, comunitas dan
institusional (level dua).
Penilaian terhadap nilai kepercayaan, tingkah laku klien, terhadap
sistem kesehatan diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien dalam
rangka merumuskan diagnosa keperawatan (level tiga). Selajutnya setelah
ditetapkan suatu diangnosa keperawatan maka disusunlah perencanaan dan
implementasi keperawatan (level empat) yang dalam model ini sebagai
nursing care decition and action. Sunrise Model secara spesifik tidak
menjabarkan evaluasi sebagai suatu bagian khusus. Walaupun demikian teori
transcultural nursing makna penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan
perawatan yang memberikan keuntungan bagi klien.

D. KELEBIHAN
1. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan
pengetahuan kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar
belakang budaya yang berbeda dengan cara perawat dapat menegosiasikan
dengan TN X terkait adanya penolakan terhadap regimen pengobatan
2. Penggunaan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan
berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit
sehingga pasien bebas memilih alternatif dari tindakan pengobatan yang
ditawarkan.
3. Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk membuat
keputusan yang kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan
pengembangan praktek keperawatan.

E. KEKURANGAN
1. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri
dan hanya digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam
konseptual model lainnya.
2. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam
mengatasi masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model
teori lainnya, masih terbatas dalam menyelesaikan kasus seperti yang
dialami oleh Tx yaitu menolak untuk berobat seperti hemodialisa,
pemberian insulin, dan amputasi.
3. Teori ini juga belum sepenuhnya bisa merubah persepsi klien karena
menekankan pada salah satu pilihan intevensi dalam melaksanakan
tindakan.
F. KASUS
Pada suatu ruangan ada seorang pasien yang dirawat dengan diagnosa
CKD, DM, Hipertensi, pasien bernama Tn X umur 45 tahun berasal dari
daerah Y, pasien seorang muslim yang sudah berangkat haji sebanyak 2 kali.
Tn X mengatakan baru menegetahui penyakitnya sekitar 3 bulan ini,
sebelumnya pasien tidak pernah melakukan medical chek up. Menurut pasien
bila mengeluh tidak nyaman atau badan kurang sehat, Tn X hanya minum air
ZamZam yang di bawahnya dari tanah suci (mekkah), kemudian merasa lebih
baik. Sebelum sakit Tn X beraktifitas dengan mengelola Madrasah di
daerahnya, Tn X berperan penting dalam kemajuan madrasah kelolaanya. Tn
X yang mengaku lulusan pondok pesantren tinggal di pondok pesantren
selama 15 tahun dan hidup jauh dari orang tua, Tn X mengatakan jarang
menggunakan gadge untuk menambah pengetahuan dan wawasannya, pasien
juga mengatakan aktif dalam beberapa organisasi sosial, “Saya hanya bekerja
berdasarkan pola turun temurun”, tutur Tn X. Menurutnya saat ini dia tidak
sakit, tapi sedang mendapat ujian dari tuhan, selama sakit Tn X hanya
mengkonsumsi buah dan sayur, kurang suka minum air putih dan tidak senang
berolahraga, kopi dan teh adalah minuman wajib setiap hari harus ada, Tn X
minum kopi 7-10 gelas/hari. Orang tua dari Tn X sudah meninggal dua tahun
yang lalu dengan penyakit yang sama.
Saat ini Tn X mendapat therapi injeksi insulin sesuai sleeding scale, dan
program hemodialisa dua kali seminggu. Tn X menolak di berikan therapi
injeksi insulin karena menurut beliyau insulin mengandung babi yang tidak
diperbolehkan agamanya. Saat kondisisi sesak atau ureum creatinin Tn X
melebihi batas normal dan harus cuci darah Tn X menolak juga karena
menurutnya beberapa orang temannya yang cuci darah meninggal dalam
waktu yang relatif cepat, dan bila sekali cuci darah akan menimbulkan
ketergantungan terhadap alat pencuci darah. Tn X sudah di bujuk oleh
keluarga tapi tidak mau, perawatpun sudah mejelaskan mengenai hemodialisa
serta dampak negatif terhadap penolakan cuci darah terhadap kondisi pasien.
Tn X tetap menolak terhadap tindakan hemodialisa.
Dari sisi lain Tn X juga kurang memenuhi kebutuhan personal hygiene,
kuku panjang dan tampak hitam, rambut kotor dan tidak mau mandi selama
dilakukan perawatan. Saat perawat akan memotong kuku dan membantu
personal hygiene pasien menolak karena menurutnya akan memperlambat
proses penyembuhan. Karena kondisi sakitnya Tn X juga memiliki luka di
bagian jari-jari kaki, luka mengalami nekrose, bernanah dan mengeluarkan
bau tak sedap, luka sudak tampak tulang, dan menurut dokter, luka yang ada
di jari kaki Tn X harus di amputasi, pasien menolak dan yakin biahwa bila
meninggal tidak mau ada bagian tubuhnya yang hilang. Sebelum pengobatan
selesai pasien memutuskan untuk pulang, setelah disampaikan pada dokter,
diperbolehkan pulang atas permintaan sendiri.
Berhubung permintaan saat itu hari selasa pasien tidak jadi pulang, karena
menurut kepercayaan keluarga hari selasa pantang untuk pulang, karena
diyakini apabila pulang dihari selasa akan membawa sial di jalan. Tn X
mengaku memiliki 7 orang anak dan mengaku tidak mengikuti program
pemerintah yaitu KB memutuskan tetap meminta pulang besok paginya, di
ijinkan atau tidaknya oleh dokter dan tetap menolak semua pengobatan, tapi
mau minum obat yang diberikan. Saat perawatan berlangsung Tn X selalu di
tunggu semua anak dan keluarganya. Cucu Tn X yang masih kecilpun ikut
diajak menunggui dan tidur di RS. Perawat yang menjaga sudah menjelaskan
ada batasan pengunjung demi kenyamanan bersama dan adanya larangan anak
kecil di lingkungan RS karena berdampak terhadap kesehatan anak. Tetapi Tn
X tetap meminta agar tetap di ijinkan karena dari jauh kasihan kalau harus
pulang.
 ASKEP
1) Pengkajian
a) Faktor Teknologi (technological factors)
Selama ini Tn X merasa sehat. Jika sakit hanya minum air
ZamZam. Pasien jarang minum obat, pasien tidak pernah mencari
informasi melalui internet karena tidak menggunakan gatdge, hanya
menerima saran dari orang lain, tidak pernah medical chek up dan Tn
X jarang berolahraga
b) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical
factors)
Pasien beragama islam, menurut Tn X bahwa suntik insulin tidak
diperbolehkan oleh agama karena mengandung minyak babi. Untuk
transfusi tidak dianjurkan oleh agama, karena darah itu darah orang
lain yang tidak tau asal usulnya. Pasien menolak amputasi karena
menurut keyakinannya, manusia meninggal harus keadaan utuh atau
lengkap. Tn X merasa sedang tidak sakit, hanya mendapat ujian dari
tuhan.
c) Faktor Sosial dan Kekeluargaan (social and kinship factor)
Pasien selalu mengambil keputusan secara mandiri, pasien juga
sering berkomunikasi dengan orang lain dan keluarga. Pasien berperan
penting sebagai pengelola madrasah ternama didaerahnya. Tn X dan
keluarga sering mengikuti kegiatan rutin pengajian dan berperan
sebagai pembicara utama dalam ceramah, selain sebagai pengelola
madrasah Tn X juga aktif dalam organisasi keagamaan.
d) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Sebelum sakit pasien jarang berolah raga, tidak suka minum air
putih, hanya minum teh dan kopi, menurutnya dilingkungan tempat
tinggal Tn X, saat di opname tidak boleh memotong kuku dan
memebersihkan diri karena sangat dipercayai akan menyebabkan lama
dalam proses penyembuhan dan ada kepercayaan bahwa pulang hari
selasa akan menyebabkan sial saat perjalanan. Tn X juga tidak mau
melakukan HD karena Menurutnya orang yang cuci darah akan segera
meninggal, selain itu Tn X gemar meminum teh dan kopi, dan tidak
suka dengan air putih.
e) Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal
factors)
Tn X memiliki 7 orang anak dan tidak mengikuti program KB
yang di anjurkan dari pemerintah karena tidak sesuai dengan
keyakinannya. Keluarga Tn X juga kurang mematuhi aturan di RS
terhadap batasan jumlah penunggu dan larangan membawa anak kecil
dilingkungan RS.
f) Faktor Ekonomi (Economical Factor)
Pasien bekerja sebagai pengelola madrasah ternama sudah naik haji
sebanyak 2 kali
g) Faktor pendidikan (educational factors)
Pasien seorang lulusan pondok pesantren, sejak usia 6 tahun pasien
sudah tinggal jauh dari keluarga dan hidp di pondok pesantrebn sejak
15 tahun, Tn X kurang koperatif terhadap pendidikan kesehatan yang
diberikan oleh petugas kesehatan, klin selalu memandang kesehatan
dari keyakinan agamanya.

2) Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b) Ketidak patuhan klien terhadap Regimen pengobatan penyakit
c) Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita

3) Perencanaan dan Implementasi Keperawatan


Perencanaan dan implementasi dalam keperawatan transkultural
merupakan suatu proses keperawatan yang tidak apat dipisahkan.
Perencanaan suatu proses pemilihan strategi yang tepat sedangkan
implementasi yaitu melaksanakan tindakan sesuai latar belakang budaya
klien. Ada tiga strategi sebagai pedoman Leininger yaitu:
a) Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care
reservation/maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan.
 Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses pengobatan dan perawatan luka DM, Hemodialisa,
pemberian insulin dan personal hygiene.
 Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan
pasien
 Diskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation
atau negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung
kesehatan.
 Kebiasaan Tn X minum kopi yang berlebihan dan tidak menyukai
minum air putih
· Kaji kebiasaan mengkonsumsi minuman yang disukai pasien
· Ajarkan pada pasien tentang pola hidup sehat
· Anjurkan tentang pembatasan intake cairan
· Berikan PENKES tentang efek mengkonsumsi kopi dan teh
yang berlebihan
· Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
 Kebiasaan tidak melakukan medikal Check Up dan hanya minum
air ZamZam
· Kaji pengetahuan Klien tentang medical Check Up
· Jelaskan pentingnya medical check up
 Kebiasaan Membawa anak kecil dilingkungan RS dan ditunggu
oleh banyak orang
· Kaji tentang pengetahuan klien tentang peraturan RS
· Jelaskan ulang tentang peraturan di lingkungan RS
· Berikan rasional tentang pelarangan membawa anak kecil di
RS
c) Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural
care repartening / recontruction).
 Persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa
· Kaji pengetahuan tentang kondsi penyakitnya dan hemodialisa
· Jelaskan pada pasien tentang hemodialisa
· Jelaskn pada pasien dan keluarga tentang keuntungan dan
kekurangan hemodialisa
· Libatkan keluarga dalam edukasi terhadap Tn X.
· Jelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti pembatasan
intake cairan, minum obat teratur, menjaga pola makan dengan
diit uremi.
 Persepsi Tn X terhadap personal Hygiene
· Kaji pengetahuan klien tentang personal hygiene
· Berikan PENKES tentang penting personal hiegiene
· Lakukan pemneuhan kebutuhan personal Hygiene
 Persepsi Tn X terhadap pemeberian insulin
· Kaji pengetahuan Tn X tentang insulin
· Jelaskan alternatif lain tentang pengobatan DM seperti
pembatasan diet, pemeberian obat oral, olahraga teratur
· Ajarkan pada keluarga cara perawatan penderita diabetes

Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah


ditemukan:
a) Cultural Care Preserventation/Maintenance
 Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan
kesehatan bahkan dapat menjadi pendukung dalam meningkatkan
kesehatan klien antara lain: sholat lima waktu, berobat,
memeriksa kadar gula secara rutin.
 Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa
ada masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun
klien dengan dokter atau klien dengan tenaga kesehatan lain.
 Bersikap tenang dan hati-hati saat berinteraksi dengan
pasien/klien.
 Mendiskusikan budaya yang dimiliki klien agar dipertahankan
bahkan lebih ditingkatkan.

b) Cultural Care Accomodation/ Negotiation


Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien
dan keluarga klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang
tidak memperburuk proses pengobatan dan perawatan. Keluarga klien
(istri dan anak) menjadi perantara perawat untuk dapat memberikan
informasi mengetanai prosdur pengobatan medis dan perawatan tanpa
ada hambatan dari klien yang memiliki persepsi terhadap informasi
pengobatan dan perawatan.
Mengakomodir budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
dan merubah budaya tersebut bila budaya yang dimiliki bertentangan
dengan kesehatan seperti tidak menyukai air putih, mengkonsumsi
kopi dan teh yang berlebihan, kebiasaan tidak melakukan medical chek
up, hanya minum air ZamZam tidak memotong kuku, tidak pernah
mandi selama dirawat, kebiasaan pasien dalam membiarkan dan
membawa anak kecil dilingkungan RS. Dalam penyelesaian masalah
tersebut petugas kshatan (perawat) dalam memeberikan HE gunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh klien. Libatkan keluarga dalam
perencanaan perawatan, Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan
negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis,
pandangan klien dan standar etik, dan bersikap tenang dan tidak
terburu-buru saat interaksi dengan klien, mencoba memahami
kebudayaan klien.
c) Cultural Care Repartening /Reconstruction
Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien dan
keluarganya bertentangan dengan kesehatan seperti: persepsi Tn X
terhadap pengobatan hemodialisa, personal hygiene, dan pemberian
insulin, amputasi jari kaki sehingga terjadi penolakan klien untuk
dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan, pada prinsip
penanganan kasus ini perawat Memberikan informasi kepada klien dan
keluarga mengenai hemodialisa, pemberian insulin, pentingnya
personal hygiene, perlunya amputasi jari kaki yang nekrotik serta
keuntugan, dampak dan kekurangan apabila tidak di lakukan dari
beberapa tindakan tersebut, dan menjelaskan alternatif pengobatan lain
yang menunjang kesehatan seperti pembatasan intake cairan, minum
obat teratur, menjaga pola makan dan perawat memberikan respon
yang tepat terhadap kebutuhan klien dengan menginformasikan cara
pengobatan yang benar serta memberikan informasi dalam pemenuhan
kebutuhan gizi untuk mempercepat proses penyembuhan dan
pemulihan. Melibatkan keluarga untuk turut serta membantu dan
memotivasi klien melakukan prosedur secara bertahap. Perawatan
klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya-budaya
mereka

4) Evaluasi
a) Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatannya: Keluarga klien (istri dan anak) lebih koperatif dapat
memahami dan menerima penjelasan masukan yang diberikan perawat.
b) Setelah dilakukanya beberapa tindakan Tn X tetap meyakini budaya
yang selama ini diyakininya, kecuali tentang kebutuhan personal
hygiene dan pemeotongan kuku untuk kebersihan kuku dan mencegah
terjadinya penyebaran infeksi.
c) Klien memahami pentingnya menjaga pola makan dan meminum,
serta minum obat dengan teratur klien juga berusaha untuk merubah
kebiasaan yang sering dilakukan termasuk menghindari minum kopi
dan teh dalam jumlah yang berlebihan

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Teori ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
mempertimbangkan aspek budaya, nilai–nilai, norma dan agama.
2. Teori ini dapat digunakan untuk melengkapi teori konseptual yang lain
dalam praktik asuhan keperawatan.
3. Penerapan teori Leinienger diperlukan pengetahuan dan pemahaman
tentang ilmu antropologi agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
baik.
4. Pelaksanaan teori Leinienger memerlukan penggabungan dari teori
keperawatan yang lain yang terkait, seperti teori adaptasi, self care dan
lain-lain.
5. Penerapan Asuhan Keperawatan Berdasarkan teori Leininger.

B. SARAN
Kami menyadari akan kata pepatah bahwa taka da gading yang tak retak,
makalah yang kami buatpun belumlah sempurna, jadi apabila terdapat
kesalahan yang kami buat itu adalah hal yang wajar mengingat kata pepatah
diawal, karena itu kami meminta pada pembaca agar menggali lebuh banyak
referensi mengenai culture care sunrise model dari Leininger ini, karena bagi
perawat sanagtlah di perlukan wawasan mengnai kultur sebelum memberikan
asuhan kepada klien. Sekian dari kami, sekali lagi semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Barbacsy, I. (2011). Physical activity and postpartum functional status in


primiparous women. A thesis submitted to the School of Nursing In conformity
with the requirements for the degree of Master of Science, Queens University
Kingston, Ontario, Canada (September, 2011).
http ://qspace.library.queensu.ca//Barbacsy- Ibo_201109_MSc.p
Bani, S. (2011). The effect of continous and interrupted episiotomy repair
on pain severity and rate of perineal reapi: acontrolled randomized clinical trial,
Journal of Caring Sciences, 2012, 1 (3), 165 – 171. http:// journals.tbzmed.ac.ir /
JCS
Canavan. (2012). Third and four degree perineal lacerations. Hand Book
of Perineal Lacerations, 935- 19-1022.
http://www.google.com/search?q=Hand+Book+of+Perineal+Lacerations

Anda mungkin juga menyukai