PENDAHULUAN
1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menerapkan praktek keperawatan profesional
dalam memberikan pelayanan kesehatan serta mendesain langkah-langkah
pengambilan keputusan dalam menghadapi masalah keperawatan di lingkungan
kerja perawat.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi nilai-nilai profesional keperawatan,
nilai etik, prinsip-prinsip moral yang diintegrasikan kedalam soft skill
caring.
b. Agar mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan etik didalam
keperawatan
c. Agar mahasiswa mampu merancang langkah-langkah pengambilan keputusan
dalam menyelesaikna permasalahan keperawatan.
d. Agar mahasiswa mampu mengintegrasikan nilai etik dan hukum keperawatan
kedalam organisasi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. Komunikasi Terapeutik
Tappen (1995) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran,
perasaan, pendapat dan pemberian pikiran, perasaan, pendapat dan pemberian
nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama (Suarli &
Bahtiar: 2002)
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan
yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Komunikasi interpersonal adalah
interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil,
terutama dalam keperawatan.
3
Ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan
tepat waktu. Kata- kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
a. Jelas dan ringkas
b. Perbendaharaan Kata
c. Arti denotatif dan konotatif
d. Selaan dan kesempatan berbicara
e. Waktu dan relevansi
f. Humor
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata- kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang
disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.
Komunikasi non-verbal teramati pada:
a. Metakomunikasi
b. Penampilan Personal
c. Intonasi (Nada Suara)
d. Ekspresi wajah
e. Sikap tubuh dan langkah
f. Sentuhan
4
C. Manajemen Dalam Proses Keperawatan
Manajemen adalah suatu proses melakukan kegiatan/usaha untuk
mencapai tujuan organisasi melalui kerjasama dengan orang lain (Hersey dan
blanchard). Manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara suatu
lingkungan dimana orang-orang yang bekerja sama di dalam suatu kelompok dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan seefisien mungkin (H.Weihrich dan
H.Koontz).
Manajemen pada proses keperawatan mencakup manajemen pada berbagai
tahap dalam keperawatan :
1. Pengkajian
Merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang mengharuskan
perawat setepat mungkin mendata pengalaman masa lalu pasien, pengetahuan
yang dimiliki, perasaan dan harapan kesehatan dimasa akan datang.
2. Diagnosis
Merupakan tahap pengambilan keputusan profesional dengan menganalisa data
yang telah dikumpulkan.
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan dibuat setelah perawat mampu memformulasikan
diagnosis keperawatan.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan langkah berikutnya dalam proses
keperawatan. Implementasi keperawatan berarti mengarahkan, menolong,
mengobservasi dan mendidik semua personil keperawatan yang terlibat dalam
asuhan pasien tersebut.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan pertimbangan sistematis dan standar dari tujuan yang
dipilih sebelumnya dibandingkan dengan penerapan prktik yang aktua dan
tingkat asuhan yang diberikan (Siswanto: 2005)
5
kemampuan untuk menetapkan prioritas pemecahan masalah. Umumnya untuk
pemecahan masalah selalu menggunakan metoda coba-coba dan salah, eksperimen,
dan atau tidak berbuat apa-apa (do nothing). Pembuatan keputusan dapat
dipandang sebagai proses yang menjembatani hal yang lalu dan hal yang akan
datang pada saat manajer hendak mengadakan suatu perubahan.
Pengambilan Keputusan
Mengenalkan Perubahan
6
E. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang
dihadapi.
2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
3. Mengolah fakta dan data.
4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.
6. Memutuskan tindakan yang akan diambil.
7. Evaluasi.
F. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan
alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan
pada sistematika tertentu :
1. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan
diambil.
2. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
3. Falsafah yang dianut organisasi.
4. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi
administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
3. Masalah harus diketahui dengan jelas.
4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan
sistematis.
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif
yang telah dianalisa secara matang.
7
Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan
menimbulkan berbagai masalah :
1. Tidak tepatnya keputusan.
2. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan
organisasi baik dari segi manusia, uang maupun material.
3. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara
kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.
4. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ilustrasi Kasus
Disebuah ruang rawat inap isolasi,seorang pasien tetanus dirawat. Pasien
tersebut masuk RS jam 19.00 dengan philips score 18. Pasien tertusuk paku pada
kaki sebelah kanan 4 hari yang lalu. Pada pasien terpasang infus, NGT, kateter dan
O2. Pasien gelisah demam dan kaku kuduk, kaku rahang dan kejang bila ada
rangsangan.pada kondisi ini seharusny pasien di ICU, tetapi keluarga tidak
mempunyai biaya untuk perawatan pasien di ICU. Keadaan pasien sangat jelek,
keluarga sangat gelisah dan sebentar-sebentar memanggil perawat pada waktu
malam hari. Pukul 23.00 Wib keluarga pasien melapor ke perawat bahwa NGT
klien terlepas, perawat marah dan menganggap keluarga tidak bisa menjaga
pasien,karena sulitny memasang NGT pada pasien kejang aktif,perawatpun
menelepon dokter jaga,kemudian pemasangan ulang NGT pun mulai dilakukan
namun setiap kali ujung NGT dimasukkan ke hidung pasien selalu kejang,hal ini
sudah dilakukan sampai 5 kali sehingga ujung NGT pun nampak noda darah, NGT
pun tidak berhasil terpasang. Akhirny dokter memutuskan untuk mengistirahatkan
klien sebentar dengan harapan pasien tenang setelah diberi obat anti kejang. Tidak
berapa lama datang keluarga pasien yang langsung menangis histeris melihat
kondisi pasien dan keluargapun tidak mengizinkan perawat memasang NGT
kembali yang menurut keluarga menyakiti pasien. Dokter memberi penjelasan pada
keluarga tentang kondisi pasien dan kegunaan pemasangan NGT. Keluarga
bermusyawarah dan memutuskan menolak tindakan pemasangan NGT tersebut,
sebagai bukti penolakan keluarga menandatangani formulir penolakan tindakan
medis. Pukul 08.05 wib pasien apnoe dan dinyatakan meninggal dihadapan dokter,
perawat dan keluarga.
B. Pembahasan Kasus
Menurut skenario yang telah ditampilkan tergambar masih kurangnya peran
perawat sebagai care giver dan advokat pasien, dimana perawat kurang
memperhatikan kondisi pasien, keamanan, kenyamanan serta komunikasi terapeutik
9
yang kurang antara perawat dengan pasien atau keluarga. Keluarga membutuhkan
informasi yang berkaitan dengan kondisi pasien mencakup perawatan, tindakan
medis, biaya perawatan dan prognosa penyakit.
Dalam menjalankan fungsinya terutama fungsi independen seorang perawat
seharusnya mampu menyelesaikan masalah secara mandiri dan memenuhi semua
kebutuhan pasien. Sedangkan untuk fungsi interdependen dan dependen, perawat
sudah dapat bekerja sama dengan anggota tim lainnya dan dengan profesi lain.
Keluarga dapat menolak tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien
dengan dasar informasi yang lengkap dan akurat mengenai penyakit yang telah
diberikan penjelasan oleh perawat dan dokter. Penolakan tersebut
didokumentasikan dengan cara menandatangani informed consent penolakan yang
telah disediakan rumah sakit dan dapat dijadikan bukti hukum jika ada tuntutan dari
keluarga dikemudian hari.
10
BAB IV
PENUTUP
11
DAFTAR PUSTAKA
Marriner, A.T. (1995). Nursing Management and Leadership ( 5th ed), Mosby St
Louis, Baltimore.
Swansburg, A.C. (1996). Management and Leadership for Nurse Managers. Jones and
Bartlett Publishers International, London England
12