Anda di halaman 1dari 19

PENGONTROLAN PERTUMBUHAN

MIKROORGANISME DAN MENURUNKAN


JUMLAH MIKROORGANISME KONTAMINAN
DAN MENCEGAH TRANSMISI

TUGAS IDK 2 (A)

VERREN ROSE PAKAYA

21061014

PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN FAKULTAS
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayahnya, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan
selesai tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas, dengan judul
makalah yaitu, “Pengontrolan Pertumbuhan Mikroorganisme dan Menurunkan Jumlah
Mikroorganisme Kontaminan dan Mencegah Transmisi”.

Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Maupun pihak
narasumber-narasumber dari internet. Untuk itu. tak lupa saya penyusun mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Saya penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
mengingat keterbatasannnya pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Oleh karena itu,
kritik yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Saya berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Manado, 21 Maret 2022

Penyusun

Verren Rose Pakaya


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………....ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................

1.3 Tujuan....................................................................................................................................

BAB II Pembahasan

2.1 Cara mengontrol infeksi.........................................................................................................

2.2 Menurunkan mikroorganisme................................................................................................

2.3 Kontaminasi...........................................................................................................................

2.4 Infeksi nasokomial...............................................................................................................

2.5 Pencegahan penularan infeksi.............................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................15

3.2 Saran…………………………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi merupakan suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman pathogen
atau mikroorganisme lain kedalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Contoh reaksi
tersebut adalah perubahan sekunder berupa peradangan (imflamation) yang ditandai antara lain
oleh vasodilatasi pembuluh darah local, peningkatan permeabilitas kapiler, dan pembengkakan
sel.

Sedangkan mikroorganisme adalah agen penyebab infeksi termasuk didalamnya bakteri,


virus, jamur, dan parasite. Untuk tujuan pencegahan infeksi bakteri dapat dibagi dalam tiga
kategori yaitu vegetative (staphylococcus), mikrobakteri (tuberculosis), dan endospore (ganggren
dan tetanus). Dari  semua agen infeksi yang umum, endospore paling sulit dimusnahkan karena
protektif yang kuat lapisan pelindungnya.
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mamastikan bahwa petugas kesehatan
dapat menangani secara aman benda-benda yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.
Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda tersebut
setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya. Yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi yang dikaibatkn oleh mikroorganisme penyebab
luka infeksi berat dan mencegah penyebaran penyakit-penyakit yang mengancam jiwa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara pengontrolan infeksi?
2. Bagaimana cara menurunkan mikroorganisme?
3. Bagaimana terjadinya kontaminasi?
4. Bagaimana terjadinya infeksi nasokomial?
5. Bagaimana cara pencegahan penularan infeksi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pengontrolan infeksi.
2. Untuk mengetahui cara menurunkan mikroorganisme.
3. Untuk mengetahui terjadinya kontaminasi.
4. Untuk mengetahui terjadinya infeksi nasokomial.
5. Untuk mengetahui cara pencegahan penularan infeksi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Cara Mengontrol Infeksi

Infeksi merupakan suatu proses invasi oleh mikroba atau parasit ke dalam jaringan
sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan setempat dan sistematik dalam tubuh inang.
Karena mikroba dan parasit tersebut merupakan konfigurasi asing bagi tuuh (inang), maka
infeksi dapat membangkitkan respons imun yang pada dasarnya tidak jauh berbeda apabila tubuh
menghadapi konfigurasi asing lainnya. Dengan demikian imunitas dan infeksi merupakan dua
peristiwayang tidak terpisahkan. Imunologi sendiri dilahirkan dan dikembangkan melalui
pengkajian bagamana tubuh menjadi kebal terhadap infeksi mikroba dan toksin.  Pengendalian
infeksi dapat melalui berbagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi kejadian infeksi yang
diakibatkan oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Upaya tersebut ditujukan
bagi pasien, klien dan tenaga kesehatan, dengan kata lain upaya ini bertujuan untuk menciptakan
lingkungan yang aman bagi semua dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, tanpa
memperhatikan ukuran fasilitas maupun lokasi pelayanan. 

Bila pengendalian infeksi tidak terlaksana dengan baik kemungkinan makin besar
kejadian infeksi dan risiko penyebaran melalui fasilitas kesehatan juga meningkat. Maka semua
alat yang terkontaminasi seperti jarum, alat suntik dan perlengkapan lain dari pasien harus
senantiasa ditangani sebagai benda terinfeksi. Pengendalian infeksi dapat mengandalkan daerah
barier antara penjamu dan mikroorganisme yang tujuannya memutus rantai penyebaran pada
beberapa tempat, misalnya melalui proses fisik, mekanik atau kimia dalam mencegah
penyebaran infeksi dari penderita satu ke penderita yang lain.

Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi antara lain :

a. Petugas : Bekerja hanya di waktu sehat, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur
(tiap 6 bulan), tidak bekerja bila menderita penyakit infeksi/menular, bekerja sesuai
prinsip aseptic dan antiseptic, bekerja sesuai prosedur yang benar, mencuci tangan
dengan teknik yang benar, memperhatikan hygiene perorangan yang baik, menjaga
kebersihan lingkungan, melakukan asuhan keperawatan yang benar, isolasi dalam
keadaan tertentu, bekerja sesuai peraturan tata tertib yang berlaku.
b. Alat-alat : Selalu disimpan dalam keadaan kering, bersih steril dan disimpan dalam
tempat khusus, tidak memakai alat yang rusak, tidak memakai alat yang diragukan
sterilitasnya, linen harus bersih, kering dan licin, satu set alat untuk satu tindakan, tidak
memakai alat yang kadaluwarsa, alat yang ada diruang perawatan seharusnya terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, tidak terkontaminasi oleh penyakit tertentu.
c. Pasien : Melakukan isolasi pada penyakit yang menderita penyakit menular, merawat
personal hygiene pasien, memberikan perhatian khusus pada pasien dengan penyakit
yang diyakini bisa menularkan penyakit.
d. Lingkungan : Penerangan / sinar matahari harus cukup, sirkulasi udara harus cukup,
menjaga kebersihan, menghindarkan serangga, mencegah air menggenang, tempat
sampah selalu dalam keadaan tertutup, permukaan lantai rata dan tidak berlubang,
dinding ruang perawatan licin, mudah dibersihkan dan tidak bersudut, ruangan
dibersihkan secara rutin.

Upaya pengendalian infeksi bersifat multidisiplin, ada beberapa hal yang perlu


diperhatikan dalam pengendalian infeksi :
a. Disipline : Perilaku petugas kesehatan harus didasari disiplin yang tinggi untuk
mematuhi prosedur aseptic, teknik invansif, upaya profilaksi, dan sebagainya.
b. Defence mechanism : Melindungi pasien dengan mekanisme pertahanan diri supaya
tidak terpapar oleh sumber infeksi.
c. Drug : Pemakaian obat-obatan antiseptic, antibiotic dan lain-lain yang dapat
mempengaruhi kejadian infeksi.
d. Design : Rancang bangun ruang perawatan akan berpengaruh terhadap risiko penularan
infeksi, khususnya melalui udara (airbone), atau kontak fisik yang dimungkinkan bila
luas ruangan tidak cukup memadai.
e. Device : peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian
pelindung, masker, kaca mata pelindung, sarung tangan dan sebagainya.

2.2 Menurunkan Mikroorganisme

Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran renik (kecil). Karena sifatnya yang
kecil, organisme ini sulit untuk dilihat dengan mata telanjang. Namun, walaupun sulit dilihat,
organisme ini terdapat dimana-mana. Mikroorganisme banyak yang membahayakan. Selain
merugikan, mikroorganisme juga ada yang menguntungkan, misalnya bakteri yang dapat diolah
menjadi antibiotik. Mikroorganisme tidak dapat dibasmi/dimusnahkan, tetapi dapat dikendalikan.
Dengan upaya tersebut, peluang mikroorganisme, terutama bakteri, untuk menginfeksi manusia
pun akan berkurang. Mikroorganisme dapat menyebabkan berbagai bahaya dan kerusakan.
Mikroorganisme juga dapat mencemari makanan; dengan menimbulkan berbagai perubahan
kimiawi di dalamnya, bakteri membuat makanan tidak dapat dimakan atau bahkan beracun. Oleh
sebab itu, adanya prosedur untuk mengendalikan pertumbuhan dan kontaminasi oleh mikroba
merupakan suatu keharusan.
Alasan utama untuk pengontrolan mikroorganisme dapat dirangkum sebagai berikut :
1) Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi
2) Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi
3) Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme.
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas perawat. Perawat
harus memahami masalah kesehatan klien saat ini dan sebelumnya untuk menentukan apakah
obat tertentu aman dikonsumsi klien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter
untuk mengubati klien yang memiliki maslah kesehatan. Walaupun obat dapat menguntungkan
klien dalam masalah kesehatannya, namun obat memiliki efek samping yang harus diketahui
perawat. Dokter, perawat dan ahli farmasi menggunakan standar kualitas dan  permurnian obat
yang digunakan oleh pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Pure Food and   Drug Act (Undang-
undang makanan dan obat murni). Standar ini digunakan untuk memastikan klien menerima obat
yang alami dalam dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Kemurnian
Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain yang
diperbolehkan dalam produksi obat.
2. Potensi
Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi obat.
3. Bioavailability
Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut, diabsorpsi, dan diangkut
tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
4. Kemanjuran
Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan efektivitas obat.
5. Keamanan
Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat tersebut.
Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah kesehatan yang serius
bagi  pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat memiliki kewajiban untuk memahami
masalah individu yang menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien yang
diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat, perawat harus menyadari
nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan obat seperti alasan klien menggunakan obat
tersebut agar perawat dapat mengidentifikasi dan memahami masalah klien.
Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap golongan. Setiap
golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian dan pemantauan yang tepat.
Misalnya, Implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu memantau
masukan dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji adanya edema
pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum.
Beberapa istilah khusus sering digunakan untuk menggambarkan sarana serta proses
pengontrolan mikroorganisme. Penggunaan istilah ini penting dalam pemberian etiket pada
obatobatan serta bahan kimia yang digunakan terhadap mikroorganisme. Baik pabrikan maupun
konsumen harus memahami makna yang tepat dari istilah-istilah tersebut. Istilah yang digunakan
tersebut sebaiknya didefinisikan dalam bahasa sehari-hari yang dapat dijumpai di dalam kamus
umum, yaitu :
1) Sterilisasi adalah proses penghancuran semua bentuk kehidupan mikroorganisme.
Suatu benda yang steril, dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari mikroorganisme
hidup.
2) Desinfektan adalah suatu bahan, biasanya zat kimia, yang mematikan sel vegetatif
tetapi belum tentu mematikan bentuk-bentuk spora mikroorganisme penyebab penyakit.
3) Antiseptik adalah substansi yang melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan atau
kerja mikroorganism dengan cara menghancurkan atau menghambat pertumbuhan serta
aktivitasnya.
4) Bahan sanitasi adalah suatu bahan yang mengurangi populasi mikroba sampai pada
batas yang dianggap aman menurut standar kesehatan masyarakat. Biasanya, bahan ini
merupakan bahan kimia yang mematikan 99,9% bakteri yang sedang tumbuh.
5) Germisida (mikrobisida) adalah suatu bahan yang mematikan sel-sel vegetatif tetapi
tidak selalu mematikan bentuk spora resistan kuman. Di dalam praktiknya, germisida hampir
sama dengan desinfektan. Akan tetapi, germisida biasanya digunakan untuk semua jenis kuman
(mikroorganisme) untuk penerapan yang mana saja.
6) Bakterisida adalah suatu bahan yang mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri.
7) Bakteriostasis adalah suatu keadaan yang menghambat pertumbuhan bakteri.
Bahanbaha yang mempunyai kesamaan dalam hal kemampuan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme secara kolektif dinamakan mikrobistatik.
8) Bahan antimikrobial adalah bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolism
mikroba. Beberapa bahan antimikrobal digunakan secara khusus untuk mengatasi infeksi. Bahan
ini disebut sebagai bahan terapeutik.
Banyak faktor dan keadaan yang mempengaruhi upaya menghambat atau membasmi
mikroorganisme melalui penggunaan bahan atau proses antimikrobial. Faktor-faktor tersebut
harus menjadi pertimbangan agar penerapan metode-metode pengontrolan menjadi efektif.
1. Konsentrasi atau intensitas zat antimikrobial. Bakteri akan cepat mati bila konsentrasi
dan intensitas antimikrobialnya besar/tinggi. Sebagai contoh, sinar X atau cahaya ultraviolet
akan lebih cepat membunuh sel-sel apabila intensitas radiasinya bertambah besar. Sel-sel juga
akan lebih cepat mati apabila konsentrasi zat kimia (zat antimikrobial) lebih tinggi.
2. Jumlah mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme juga mempengaruhi kerja zat
antimikrobial. Makin banyak jumlah mikroorganisme, makin banyak pula waktu yang
dibutuhkan zat antimikrobial untuk membunuh mikroorganisme tersebut.
3. Suhu. Kenaikan suhu yang sedang dapat meningkatkan keefektifan kerja desinfektan
atau bahan antimikrobial lain. Hal itu dapat dijelaskan dengan fakta bahwa laju reaksi kimia
dipercepat dengan meningkatkan suhu.
4. Spesies mikroorganisme. Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang
berbeda-beda terhadap saran fisik dan bahan kimia. Kita tahu bahwa pada spesies pembentuk
spora, sel vegetatif yang sedang tumbuh lebih mudah dibunuh dibandingkan dengan sporanya.
Diantara semua organisme hidup, spora bakteri adalah yang paling resisten dalam hal
kemampuan untuk bertahan hidup pada kondisi fisik dan kimiawi yang kurang menguntungkan.
5. Adanya bahan organik. Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat
antimikrobial secara signifikan dengan cara menginaktifkan bahan-bahan tersebut atau
melindungi mikroorganisme dari bahan tersebut.
 Jenis Penyebaran Penyakit Infeksi yang Patut Diwaspadai
TBC adalah contoh penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, flu
merupakan infeksi virus, athlete’s foot merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur,
sementara malaria disebabkan oleh parasit melalui gigitan nyamuk. Berbagai penyakit
infeksi menular ini bisa menyebar secara langsung maupun tidak langsung. Tiga cara
penyebaran penyakit menular secara langsung adalah:
A. Antar individu, yaitu ketika seseorang yang terinfeksi menyentuh, mencium, bersin,
atau batuk di sekitar orang yang tidak terinfeksi. Berbagai jenis mikroorganisme ini
juga bisa berpindah melalui darah, seperti lewat transfusi darah atau jarum suntik
yang dipakai bersama. Penularan antar individu yang terjadi lewat cairan tubuh,
seperti misalnya ketika penderita melakukan hubungan seksual, dan
menyebabkan penyakit menular seksual.

B. Ibu kepada janin yang dikandungnya, yaitu melalui plasenta atau didapatkan dari
vagina ibu ketika bayi dilahirkan.
C. Binatang kepada manusia, yaitu melalui cakaran atau gigitan hewan yang ditemui
atau hewan peliharaan yang telah terinfeksi. Anda juga bisa terinfeksi toksoplasmosis
ketika membersihkan kotoran kucing peliharaan.

Penyebaran penyakit infeksi secara tidak langsung bisa terjadi karena kuman dapat tetap
hidup pada benda-benda, seperti keran, gagang pintu, atau permukaan meja yang telah
tersentuh oleh penderita penyakit infeksi menular. Cara penyebaran lainnya adalah:

A. Makanan dan air yang terkontaminasi kuman, misalnya bakteri coli yang hidup pada
daging yang tidak dimasak atau tidak diolah dengan baik, atau Hepatitis A akibat
sanitasi yang buruk saat mengolah makanan maupun minuman.

B. Gigitan serangga, misalnya nyamuk, kutu maupun kutu rambut yang menggigit
penderita lalu menggigit Anda. Skabies misalnya, tungau ini bisa menyebabkan kudis
yang perlu diwaspadai karena dapat mewabah dengan mudah pada komunitas yang
tinggal bersama seperti di asrama atau pesantren.
Penyakit infeksi akan lebih mudah terjadi jika Anda memiliki sistem kekebalan tubuh
yang rendah, misalnya akibat obat-obatan tertentu yang menekan sistem kekebalan tubuh,
menderita kanker, HIV/AIDS, atau gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

2.3 Kontaminasi
suatu kondisi terjadinya percampuran/ pencemaran terhadap sesuatu oleh unsur lain yang
memberikan efek tertentu, biasanya berdampak buruk. Komponen yang menyebabkan terjadinya
kontaminasi sangat beragam, baik itu benda mati ataupun mahluk hidup. Kontaminan yang
berasal dari benda mati misalnya senyawa kimia dan kotoran. Sedangkan kontaminan yang
berasal dari mahluk hidup misalnya mikroba.
Infeksi nosokomial adalah istilah yang merujuk pada suatu infeksi yang berkembang di
lingkungan rumah sakit. Artinya, seseorang dikatakan terkena infeksi nosokomial apabila
penularannya didapat ketika berada di rumah sakit. Termasuk juga infeksi yang terjadi di rumah
sakit dengan gejala yang baru muncul saat pasien pulang ke rumah, dan infeksi yang terjadi pada
pekerja di rumah sakit.
Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan berpengaruh buruk pada kondisi
kesehatan di negara-negara miskin dan berkembang. Selain itu, infeksi nosokomial termasuk
salah satu penyebab terbesar kematian pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Infeksi nosokomial bisa menyebabkan pasien terkena bermacam-macam penyakit dengan
gejala yang berbeda-beda. Beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi
nosokomial adalah:
a. Infeksi aliran darah primer (IADP).
b. Pneumonia
c. Infeksi saluran kemih (ISK).
d. Infeksi luka operasi (ILO).

 Penyebab dan Faktor Risiko Infeksi Nosokomial


Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terkena infeksi nosokomial adalah:
1. Patogen (bakteri, jamur, virus, parasit)
Jumlah dan virulensi (kekuatan) bakteri yang tinggi, serta resistensi bakteri terhadap
antibiotik dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Umumnya,
infeksi nosokomial disebabkan oleh bakteri yang ada di rumah sakit. Bakteri tersebut
bisa didapat dari orang lain yang ada di rumah sakit, bakteri yang menjadi flora
normal (bakteri yang secara normal ada di dalam tubuh dan pada keadaan normal
tidak menyebabkan gangguan) orang itu sendiri, atau bakteri yang mengontaminasi
lingkungan dan alat-alat di rumah sakit. Selain bakteri, jamur dan virus atau parasit
juga dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial.Yang dimaksud dengan bakteri yang
resisten adalah ketika antibiotik menjadi kurang efektif untuk membunuh bakteri
tersebut. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan
anjuran dokter. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan mengakibatkan bakteri
yang ada di dalam tubuh manusia berubah karakter dan menjadi tahan terhadap
antibiotik. Rumah sakit merupakan tempat beragam jenis pasien, sehingga bakteri
yang resisten tersebut dapat menyebar di lingkungan rumah sakit dan akan lebih sulit
untuk ditangani bila menjangkiti seseorang.
2. KondisiPasien
Selain bakteri, kondisi dari pasien tersebut juga memengaruhi dapat atau tidaknya
terkena infeksi nosokomial. Beberapa kondisi pasien yang membuat lebih mudah
terserang infeksi nosokomial:

a. Usia. Pasien lansia (usia di atas 70 tahun) dan bayi lebih mudah terserang infeksi
nosokomial.
b. Daya tahan tubuh dan penyakit yang dimiliki. Pasien dengan penyakit kronis
seperti diabetes, gagal ginjal, dan kanker meningkatkan risiko seseorang terkena
infeksi nosokomial. Keadaan akut seperti koma, gagal ginjal akut, cedera berat
(seperti habis kecelakaan atau luka bakar), dan syok juga berkontribusi dalam
meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Kondisi yang mengakibatkan daya tahan
tubuh turun seperti pada penyakit HIV/AIDS, malnutrisi, dan menggunakan obat-
obatan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.
(misalnya: immnunosuppresant, kemoterapi) akan meningkatkan risiko terkena
infeksi nosokomial.
- Prosedur yang dilakukan terhadap pasien. Prosedur seperti tindakan operasi,
pemasangan alat bantu napas (ventilator), endoskopi, atau kateter meningkatkan
risiko seseorang untuk terkena infeksi nosokomial melalui kontaminasi langsung
dengan alat yang masuk ke dalam tubuh.
3. FaktorLingkungan
Lingkungan rumah sakit yang padat, kegiatan memindahkan pasien dari satu unit ke
unit yang lain, dan penempatan pasien dengan kondisi yang mudah terserang infeksi
nosokomial (misalnya pada ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi, ruang
perawatan luka bakar) di satu tempat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi nosokomial. Lamanya waktu perawatan di rumah sakit juga semakin
meningkatkan risiko terkena penyakit nosokomial.
Gejala Infeksi Nosokomial
Gejala yang dialami sama dengan tanda-tanda infeksi lainnya seperti
demam, takikardia, sesak, dan lemas. Pada pneumonia dapat terjadi batuk dengan
dahak yang kental dan pada infeksi saluran kemih terdapat nyeri daerah punggung
bawah atau perut bawah. Yang terpenting, seluruh gejala ini timbul setelah perawatan
di rumah sakit dan tidak sesuai dengan keluhan awal saat masuk rumah sakit.
Diagnosis Infeksi Nosokomial
Dokter dapat mencurigai seorang pasien terkena infeksi nosokomial berdasarkan
tanda-tanda atau gejala yang dialaminya. Diagnosis infeksi nosokomial dipastikan
dengan menemukan bakteri penyebab dari tempat yang dicurigai mengalami infeksi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel urine, dahak, darah, atau cairan
lainnya (misalnya cairan luka operasi) untuk dibiakkan atau dikultur dalam sebuah
medium untuk melihat adanya pertumbuhan bakteri. Pemeriksaan kultur ini juga
dapat dilakukan untuk jamur, bila dicurigai penyebab infeksi nosokomial adalah
jamur.
Selain pemeriksaan kultur, untuk mendiagnosis infeksi nosokomial juga didukung
dari pemeriksaan lain seperti:

a. Analisis urine dan USG saluran kemih untuk mendeteksi terjadinya infeksi
saluran kemih.
b. Foto Rontgen dada untuk mendeteksi pneumonia.

Pengobatan Infeksi Nosokomial


Sambil menunggu hasil kultur bakteri, pengobatan awal untuk infeksi nosokomial
adalah pemberian antibiotik secara empiris, yaitu pemberian antibiotik yang tidak
spesifik sebelum ada hasil dari kultur. Biasanya diberikan antibiotik dengan
kemampuan luas yang dapat menyerang hampir seluruh jenis bakteri. Setelah ada
hasil pemeriksaan, pemberian antibiotik akan disesuaikan dengan jenis bakteri secara
lebih spesifik. Antijamur maupun antivirus juga dapat diberikan bila dicurigai
penyebabnya dari jamur atau virus.
Seluruh alat yang menempel pada tubuh dan mengakibatkan infeksi seperti kateter,
selang napas, selang infus, atau lainnya bila memungkinkan segera dicabut. Terapi
suportif seperti pemberian cairan, oksigen, atau obat untuk mengatasi demam dapat
diberikan.
Prosedur operasi debridement dapat dilakukan untuk infeksi pada luka operasi,
dengan cara memmotong atau mengangkat jaringan yang tidak sehat.
Komplikasi Infeksi Nosokomial
Komplikasi yang dapat terjadi dari infeksi nosokomial adalah:
a. Endokarditis
b. Gagal ginjal
c. Sepsis
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab seluruh
orang yang ada di rumah sakit termasuk petugas kesehatan, pasien dan orang yang
berkunjung. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran
infeksi ini adalah:
a. Cuci tangan. Tangan merupakan media yang paling baik bagi kuman untuk
berpindah. Oleh karena itu penting bagi seluruh orang yang berada di rumah sakit
untuk mencuci tangan dengan cara dan waktu yang tepat. Terdapat lima saat yang
penting untuk melakukan cuci tangan:
1. Sebelum memegang pasien.
2. Sebelum melakukan prosedur kepada pasien.
3. Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses).
4. Setelah menyentuh pasien.
5. Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien.
b. Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit. Kebersihan lingkungan rumah
sakit dilakukan dengan cara membersihkan lingkungan rumah sakit dengan
menggunakan cairan pembersih atau disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per
hari untuk lantai dan 2 minggu sekali untuk dinding.
c. Penggunaan alat dan prosedur. Menggunakan alat atau selang yang menempel
pada tubuh seperti alat bantu napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan
medis lainnya sesuai dengan indikasi (tepat guna).
d. Penempatan pasien di ruang isolasi. Pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah atau pasien yang berpotensi untuk menularkan penyakit diharuskan untuk
ditempatkan di ruang isolasi.
e. Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). Bagi staf rumah sakit penting
untuk mengikuti SOP setiap melakukan tindakan seperti menggunakan pelindung
standar seperti sarung tangan, masker, atau perlengkapan lain yang dianjurkan.

Pada umumnya kata kontaminasi selalu dihubungkan dengan sesuatu yang bermakna
buruk/ negatif. Penggunaan kata “kontaminasi” sering digunakan untuk banyak hal,
termasuk diantaranya:

a. Kontaminasi Makanan
Pengertian kontaminasi makanan adalah terjadinya percampuran antara bahan
makanan dengan zat, senyawa, atau mahluk hidup lainnya yang bersifat merusak
makanan tersebut. Makanan yang sudah terkontaminasi zat yang merusak akan
berbahaya bila masuk ke dalam tubuh manusia.
b. Kontaminasi Lingkungan
Pengertian kontaminasi lingkungan adalah masuknya komponen lain (zat, mahluk
hidup) ke dalam lingkungan yang mengakibatkan kualitas lingkungan tersebut
menjadi rusak. Kontaminasi dapat terjadi karena ulah manusia dan juga karena
aktivitas alam. Contoh kontaminasi akibat kegiatan manusia; limbah pabrik
dibuang ke sungai sehingga air sungai menjadi beracun bagi mahluk hidup.
Contoh kontaminasi karena aktivitas alam; gunung meletus, gas alam yang
beracun).
c. Kontaminasi Silang
Pengertian kontaminasi silang adalah terjadinya perpindahan bakteri dari bahan
pangan mentah ke produk pangan yang sudah jadi, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kontaminasi silang umumnya terjadi karena proses penyimpanan
bahan makanan dan proses pembuatan makanan yang tidak bersih. Contoh
kontaminasi silang terjadi ketika pisau yang kotor dan terkontaminasi zat
berbahaya digunakan untuk mengupas mangga yang akan dimakan. Contoh lain,
plasik penyimpanan yang terkontaminasi kotoran digunakan untuk menyimpan
daging.
 Penyebab Kontaminasi
Secara umum ada tiga penyebab kontaminasi, yaitu kontaminasi biologis, kontaminasi
kimia, dan kontaminasi fisik.
 Kontaminasi Biologi; beberapa penyebab kontaminasi biologi atau mikrobiologis
adalah parasit (protozoa dan cacing), virus, bakteri patogen, yang dapat
menyebabkan keracunan dan infeksi pada manusia.
 Kontaminasi Kimia; bahan kimia yang dapat menimbulkan intoksikasi pada
manusia. Beberapa bahan kimia penyebab keracunan diantaranya antibiotika,
residu pestisida, cemaran kimia industri.
 Kontaminasi Fisik; pencemaran yang sifatnya fisik, misalnya batu, debu, rambut,
logam, potongan kayu, kuku, atau bahkan peralatan memasak yang digunakan.
Kontaminasi fisik tidak selalu mengakibatkan penyakit, namun tetap berbahaya
dan menganggu kesehatan manusia.

2.4 Infeksi Nasokomial

Infeksi nasokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam system
pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di sumber pelayanan kesehatan, baik
melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lain.
Beberapa sumber penyebab terjadinya infeksi nasokomial adalah:
A. Pasien
Pasien merupakan unsur pertama ynag dapat menyebarkan infeksi kepada pasien lainnya,
petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan lainnya.
B. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat
menularkan berbagai kuman ketemppat lain.
C. Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan
rumah sakit atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit.
D. Sumber lain
Sumber lain yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi
lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada di rumah sakit
yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepadanpasien dan sebaliknya.

2.5 Pencegahan Penularan Infeksi

Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan:

a. Setiap orang harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi
bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
b. Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi
c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lainyang akan dan telah
bersentuhan dengan kulit, selaput mukosa, atau darh harus dianggap terkontaminasi
sehingga etelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara
benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatn atau bneda lainnya telah diproses dengan
benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga sekecil
mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan
konsisten.
 Pedoman pencegahan infeksi
Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan
ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan penghalang diantara mikroorganisme dan
individu (pasien atau petugas kesehatan). Penghalang ini dapat berupa upaya fisik,
mekanik ataupun kimia meliputi:
A. Pencucian tangan
B. Penggunaan sarung tangan bsik pada saat melakukan tindakan maupun saaat
memegang benda yang terkontaminasi
C. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit
D. Pemprosesan alat bekas pakai
E. Pembuangan sampah
 Tindakan pencegahan infeksi
1. Asiptik
Tindakan yan dilakukan dalam pelayanan kesehatan untuk mecegah masunya
mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan besar akna mengakibatkan
infeksi.
2. Antiseptic
Upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertubuhan
mikroorganisme pada kulit dan jaringan lainnya.
3. Pencucian
Tindakan menghilangkan semua darah, cairann tubuh atau setiap benda asing seperti
debu dan kotoran.
4. Desinfeksi
Tindakan pada benda mati dengan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
penyebab penyakit.
5. Sterilisasi
Tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme termasuk bakteri endospore.

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan kesehatan:

1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme


2. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa.
Di lingkungan sekitar, banyak mikroorganisme (virus/bakteri/jamur/parasit) yang
bersifat patogen (menyebabkan penyakit) terhadap manusia. Inilah sebabnya Anda
perlu turut berperan aktif dalam mencegah penyebaran kuman dan berkembangnya
penyakit infeksi menular di lingkungan Anda. Anda bisa ikut mencegahnya dengan
menerapkan langkah-langkah ini:

a. Rajin membersihkan atau mencuci tangan, terutama sebelum menyiapkan, menyentuh,


atau mengonsumsi makanan. Juga setelah kembali dari toilet, buang air kecil/besar, atau
bahkan sekadar mengganti popok. Cucilah tangan dengan sabun selama setidaknya 20
detik sambil menggosok tangan dengan cermat. Anda juga bisa menggunakan cairan
sanitasi untuk tangan atau tisu basah sekali pakai.

b. Tutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk, dengan arahkan pada siku bagian
dalam, bukan telapak tangan (segera cuci tangan bila terpaksa menggunakan tangan).
c. Jangan biasakan menyentuh mulut, hidung, atau mata setelah menggunakan tangan untuk
menutup mulut saat bersin.
d. Tetap berada di rumah ketika Anda atau anak Anda sedang sakit parah, seperti ketika
mengalami demam, muntah, atau diare.
e. Jangan berbagi pakai alat-alat pribadi, seperti sikat gigi, pisau cukur, sisir, dan juga alat
makan, seperti garpu, sendok atau gelas minum.
f. Pastikan tempat menyiapkan makanan selalu dalam keadaan bersih dan pastikan makanan
dimasak hingga benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
g. Jangan biarkan makanan yang telah dimasak atau makanan sisa berada dalam suhu
ruangan lebih dari 3 jam.
h. Pastikan Anda dan anak Anda telah mendapat imunisasi untuk mengurangi risiko tertular
penyakit infeksi.
i. Pelajari suatu daerah sebelum Anda mengunjunginya. Konsultasikan dengan dokter
tentang jenis vaksinasi maupun pengobatan profilaksis (pencegahan) yang diperlukan di
daerah tersebut, misalnya vaksinasi untuk meningitis saat akan naik haji atau minum obat
profilaksis malaria sebelum ke pedalaman Papua.
j. Jangan berganti-ganti pasangan seksual. Gunakan kondom jika pasangan Anda memiliki
sejarah penyakit menular seksual atau juga jika Anda tidak mengetahui riwayat
seksualnya.
k. Hindari menahan buang air kecil terlalu lama, dan jaga kebersihan organ kelamin dengan
baik untuk menghindari infeksi saluran kemih.
l. Gunakan alat pelindung diri dan lakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur keamanan
yang berlaku, terutama bila Anda bekerja di area yang dikelilingi bahan infeksius, seperti
rumah sakit atau laboratorium.
m. Menjaga pola hidup yang sehat dan pola makan dengan nutrisi seimbang, perbanyak
minum air putih untuk mencukupi kebutuhan cairan, penuhi kebutuhan serat dan vitamin
dengan makan buah dan sayuran, mencukupi istirahat dan berolahraga secara rutin dan
teratur. Hal-hal ini penting dilakukan untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah
terserang penyakit infeksi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi merupakan suatu proses invasi oleh mikroba atau parasit ke dalam jaringan
sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan setempat dan sistematik dalam tubuh inang.

Bila pengendalian infeksi tidak terlaksana dengan baik kemungkinan makin besar
kejadian infeksi dan risiko penyebaran melalui fasilitas kesehatan juga meningkat. Maka semua
alat yang terkontaminasi seperti jarum, alat suntik dan perlengkapan lain dari pasien harus
senantiasa ditangani sebagai benda terinfeksi. Pengendalian infeksi dapat mengandalkan daerah
barier antara penjamu dan mikroorganisme yang tujuannya memutus rantai penyebaran pada
beberapa tempat, misalnya melalui proses fisik, mekanik atau kimia dalam mencegah
penyebaran infeksi dari penderita satu ke penderita yang lain.

3.2 Saran

Dengan melakukan tips yang dipaparkan di atas, kita setidaknya mengurangi risiko
terjangkit penyakit infeksi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, dan bahkan dapat
membahayakan nyawa kita dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah (2014) kebutuhan dasar manusia. Jl. Man 6 No. 74 Kramat Jati Jakarta timur
Trans Info Media, Jakarta.

Saputra Lyndon (2013) catatan ringkas kebutuhan dasar manusia. Gedung karisma, Jl.


Moh. Toha. No.2 pondok cabe Pamulang tanggerang selatan 15418. Binarupa aksara publisher.

Subowo (2013) imunologi klinik. Jakarta 10001. CV Sagung Seto.

            https://www.alodokter.com/infeksi-nosokomial  

https://www.scribd.com/document/392217324/Cara-Menurunkan-Jumlah-   

Mikroorganisme-Kontaminan-Dan-Mencegah-Transmisi

Wishnuwardhani DS. Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Persatuan


Pelayanan untuk Kesehatan di Indonesia

Jakarta.

Setyawati L. Penyakit Akibat Kerja, Kumpulan Bahan Kuliah Penyakit Akibat Kerja dan
Kesehatan Kerja, Karyasiswa (S-2) Ilmu Kesehatan Kerja UGM, Yogyakarta; 2003.

Kusnanto H. Pengendalian Infeksi Nosokomial, MMRS PS UGM. Yogyakarta: Mitra


Gama Widya; 1997.

Daftar Pustaka James, Joyce. dkk, (2008). Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Yanra,
Jonni. 2017. Pengontrolan pertumbuhan mikro organisme.

https://pdfcoffee.com/infeksi-oportunistik-pengontrolan-pertumbuhanmikro-
organisme-pdf-free.html. (Diakses pada tanggal 21 Maret 2022).

Ami, Rahmi. 2019. Kontaminan mikroorganisme.

file:///C:/Users/Costumer/Downloads/Tugas%20K3RS%20Minggu%20Ke-6.pdf.
(Diakses pada tanggal 21 Maret 2022).

Anda mungkin juga menyukai