PENCEGAHAN INFEKSI
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing
Ni Gusti Made Ayu Agung Budhi, SST., M.Keb, Bd
KELOMPOK 7
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN DAN
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunianya telah memberikan kami kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pencegahan Infeksi” tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka mengerjakan tugas mata kuliah
Mikrobiologi dan Parasitologi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca
Kelompok 7
1
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ............................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
PEMBAHASAN.................................................................................. 4
2.1 Prinsip Dasar Pencegahan Infeksi .............................................. 4
2.2 Pencegahan Infeksi Dalam Pengambilan Sampel ....................... 6
2.3 Pencegahan Infeksi Dalam Pemeriksaan Laboratorium .............. 9
2.4 Pembuangan Limbah Medis ..................................................... 11
BAB III .............................................................................................. 23
PENUTUP ......................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 23
3.2 Saran ....................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 24
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. Tindakan yang dilakukan dalam pencegahan infeksi
1. Cuci tangan
Cuci tangan dalam pencegahan infeksi dapat dilakukan saat
mengalami hal berikut :
● Sebelum dan sesudah mengambil tindakan
● Setelah kontak dengan cairan tubuh
● Setelah memegang alat yang terkontaminasi seperti jarum
● Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien di ruang isolasi
● Setelah menggunakan kamar mandi & sebelum makan
minum
2. Menggunakan APD
Penggunaan APD dapat dilakukan dengan cara menggunakan
alat pelindung seperti sarung tangan, gaun pelindung, masker,
kacamata, sepatu tertutup, dan sebagainya
3. Menggunakan asepsis atau teknik aseptik
Istilah ini merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam area tubuh manapun yang sering
menyebabkan infeksi. Tujuan asepsis sendiri adalah untuk membasmi
jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup (kulit
5
dan jaringan) dan obyek mati (alat-alat bedah dan barang-barang yang
lain).
4. Memproses alat bekas pakai atau Sterilisasi
Tindakan ini dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, parasit, dan virus yang ada
pada alat tersebut.
5. Menangani peralatan tajam dengan aman
6. Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan
sampah secara benar bertujuan untuk :
● Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan
● Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas
kesehatan
● Mencegah penularan infeksi terhadap para petugas kesehatan
● Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
● Membuang bahan bahan berbahaya (bahan toksik dan
radioaktif) dengan aman.
Tujuan tindakan pencegahan infeksi
● Mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien dan petugas.
● Menangani peralatan / instrumen medis yang dipakai pada saat tindakan
dengan prosedur yang benar
● Mengelola sampah dan limbah yang dihasilkan saat proses persalinan
dengan tepat.
Semua bahan-bahan berupa spesimen yang diperoleh dari pasien, baik dengan
menampung, melakukan fungsi maupun dengan teknik khusus cara pengumpulannya
yang digunakan untuk bahan pemeriksaan laboratorium. Bahan Biologis dapat juga
disebut dengan istilah material medik/klinik Bahan klinik sebaiknya diperlakukan
sebagai bahan infeksius sehingga saat pengambilan, penanganan, penyimpanan
hingga pemeriksaan harus menggunakan alat pelindung diri (APD). Teknik
pengumpulan yang tepat dan baik, akan menentukan kualitas bahan klinik sebagai
spesimen di laboratorium.
6
A. Jenis Bahan Biologis
Spesimen manusia:
1. Darah
2. Urin
3. Muntahan
4. Tinja
5. Dahak
Spesimen non-manusia:
1. Makanan
2. Minuman
3. Obat
B. Peralatan
Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat:
1. Bersih
2. Kering
3. Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
4. Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada
spesimen
5. Mudah dicuci dari bekas spesimen sebelumnya.
6. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan biakan harus
menggunakan peralatan yang steril. Pengambilan spesimen yang
bersifat invasif harus menggunakan peralatan yang steril dan sekali
pakai buang.
C. Wadah
Wadah sampel harus memenuhi syarat:
1. Terbuat dari gelas atau plastik.
2. Tidak bocor atau tidak merembes
3. Harus dapat ditutup rapat dengan tutup berulir
4. Besar wadah disesuaikan dengan volume spesimen
5. Bersih
6. Kering
7. Tidak mempengaruhi sifat zat-zat dalam spesimen
7
8. Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
9. Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak atau
terurai karena pengaruh sinar matahari, maka perlu digunakan botol
berwarna coklat (inaktinis)
10. Untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah harus
steril. Untuk wadah spesimen urin, dahak, tinja sebaiknya
menggunakan wadah yang bermulut lebar
D. Penyimpanan
Penyimpanan Spesimen yang sudah diambil harus segera diperiksa, karena
stabilitas spesimen dapat berubah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas spesimen antara lain :
1. Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia.
2. Terjadi metabolisme oleh sel-sel hidup pada spesimen.
3. Terjadi penguapan.
4. Pengaruh suhu.
5. Terkena paparan sinar matahari.
6. Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan
dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan diperiksa.
Persyaratan penyimpanan beberapa spesimen untuk beberapa
pemeriksaan laboratorium harus memperhatikan jenis spesimen,
antikoagulan/pengawet dan wadah serta stabilitasnya. Beberapa cara
penyimpanan spesimen:
● Disimpan pada suhu kamar.
● Disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8°C.
● Dibekukan suhu -20°C, -70°C atau -120°C (jangan sampai
terjadi beku ulang).
● Dapat diberikan bahan pengawet.
● Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum
atau lisat.
8
2.3 Pencegahan Infeksi Dalam Pemeriksaan Laboratorium
2. Gaun Pelindung
Melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
pasien.
3. Pelindung Mata
Pelindung mata ini berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari bahaya
paparan bahan kimia. Seperti amonium nitrat, gas, dan partikel yang
melayang di udara atau air, percikan benda kecil, panas, atau uap.
9
4. Respirator Partikulat
Digunakan sebagai perlindungan pernafasan bagi tenaga kesehatan yang
memakainya, misalnya untuk mencegah paparan partikel-partikel biologis
udara, termasuk bakteri dan virus (mikroorganisme) dan lainnya.
10
2.4 Pembuangan Limbah Medis
11
reaktif terhadap air, dan shock sensitive), dilanjutkan dengan
sifat-sifat spesifik seperti genotoxic (carcinogenic, mutagenic,
teratogenic dan lain-lain), misalnya obat-obatan cytotoxic.
Limbah kimiawi yang tidak berbahaya adalah seperti gula,
asam- asam amino, garam-garam organik lainnya.
● Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious)
Limbah yang mengandung mikroorganisme patogen yang
dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan
manusia akan dapat menimbulkan penyakit. Kategori yang
termasuk limbah ini antara lain jaringan dan stok dari agen-
agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah atau
dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular, atau
dari pasien yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan
pasien yang menjalani hemodialisis (tabung, filter, serbet,
gaun, sarung tangan dan sebagainya) atau materi yang
berkontak dengan binatang yang sedang diinokulasi dengan
penyakit menular atau sedang menderita penyakit menular.
● Benda-benda tajam yang biasa digunakan dalam kegiatan
rumah sakit
Seperti jarum suntik, syringe, gunting, pisau, kaca pecah,
gunting kuku dan sebagainya yang dapat menyebabkan orang
tertusuk (luka) dan terjadi infeksi. Benda-benda ini mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi
atau bahan sitotoksis.
● Limbah farmasi (obat-obatan)
Limbah ini seperti produk-produk kefarmasian, obat-obatan
dan bahan kimia yang dikembalikan dari ruangan pasien
isolasi, atau telah tertumpah, daluwarsa atau terkontaminasi
atau harus dibuang karena sudah tidak digunakan lagi.
● Limbah sitotoksis
Limbah sitotoksis adalah bahan yang terkontaminasi atau
mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksis selama
12
peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
Penanganan limbah ini memerlukan adsorben yang tepat dan
bahan pembersihnya harus selalu tersedia dalam ruangan
peracikan. Bahan-bahan tersebut antara lain sawdust, granula
absorpsi, atau perlengkapan pembersih lainnya. Semua
pembersih tersebut harus diperlakukan sebagai limbah
sitotoksis yang pemusnahannya harus menggunakan
incinerator karena sifat racunnya yang tinggi. Limbah dengan
kandungan obat sitotoksis rendah, seperti urin, tinja, dan
muntahan dapat dibuang kedalam saluran air kotor. Limbah
sitotoksis harus dimasukkan ke dalam kantong plastik yang
berwarna ungu yang akan dibuang setiap hari atau boleh juga
dibuang setelah kantong plastik penuh.
● Kontainer di bawah tekanan
Limbah ini seperti yang digunakan untuk peragaan atau
pengajaran, tabung yang mengandung gas dan aerosol yang
dapat meledak bila di insinerasi atau bila mengalami
kerusakan karena kecelakaan (tertusuk dan sebagainya).
(Depkes RI. 2002)
13
● Identifikasi jenis limbah B3 dilakukan dengan cara:
1. Identifikasi dilakukan oleh unit kerja kesehatan
lingkungan dengan melibatkan unit penghasil limbah
di rumah sakit.
2. Limbah B3 yang diidentifikasi meliputi jenis limbah,
karakteristik, sumber, volume yang dihasilkan, cara
pewadahan, cara pengangkutan dan cara penyimpanan
serta cara pengolahan.
3. Hasil pelaksanaan identifikasi dilakukan
pendokumentasian.
● Tahapan penanganan pewadahan dan pengangkutan limbah
B3 diruangan sumber, dilakukan dengan cara:
1. Tahapan penanganan limbah B3 harus dilengkapi
dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) dan
dilakukan pemutakhiran secara berkala dan
berkesinambungan.
2. SPO penanganan limbah B3 disosialisasikan kepada
kepala dan staf unit kerja yang terkait dengan limbah
B3 di rumah sakit.
3. Khusus untuk limbah B3 tumpahan dilantai atau
dipermukaan lain di ruangan seperti tumpahan darah
dan cairan tubuh, tumpahan cairan bahan kimia
berbahaya, tumpahan cairan mercury dari alat
kesehatan dan tumpahan sitotoksik harus dibersihkan
menggunakan perangkat alat pembersih (spill kit) atau
dengan alat dan metode pembersihan lain yang
memenuhi syarat. Hasil pembersihan limbah B3
tersebut ditempatkan pada wadah khusus dan
penanganan selanjutnya diperlakukan sebagai limbah
B3, serta dilakukan pencatatan dan pelaporan kepada
unit kerja terkait di rumah sakit.
4. Perangkat alat pembersih (spill kit) atau alat metode
pembersih lain untuk limbah B3 harus selalu
14
disiapkan di ruangan sumber dan dilengkapi cara
penggunaan dan data keamanan bahan (MSDS).
5. Pewadahan limbah B3 diruangan sumber sebelum
dibawa ke TPS Limbah B3 harus ditempatkan pada
tempat/wadah khusus yang kuat dan anti karat dan
kedap air, terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan,
dilengkapi penutup, dilengkapi dengan simbol B3, dan
diletakkan pada tempat yang jauh dari jangkauan
orang umum.
6. Limbah B3 di ruangan sumber yang diserahkan atau
diambil petugas limbah B3 rumah sakit untuk dibawa
ke TPS limbah B3, harus dilengkapi dengan berita
acara penyerahan, yang minimal berisi hari dan
tanggal penyerahan, asal limbah (lokasi sumber), jenis
limbah B3, bentuk limbah B3, volume limbah B3 dan
cara pewadahan/pengemasan limbah B3.
7. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS
limbah B3 harus menggunakan kereta angkut khusus
berbahan kedap air, mudah dibersihkan, dilengkapi
penutup, tahan karat dan bocor. Pengangkutan limbah
tersebut menggunakan jalur (jalan) khusus yang jauh
dari kepadatan orang di ruangan rumah sakit.
8. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS
dilakukan oleh petugas yang sudah mendapatkan
pelatihan penanganan limbah B3 dan petugas harus
menggunakan pakaian dan alat pelindung diri yang
memadai
15
2. Pengurangan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan dengan cara antara
lain:
a. Menghindari penggunaan material yang mengandung Bahan
Berbahaya dan Beracun apabila terdapat pilihan yang lain.
b. Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap bahan atau
material yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
dan/atau pencemaran terhadap lingkungan.
c. Melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan
kimia dan bahan farmasi untuk menghindari terjadinya
penumpukan dan kedaluwarsa, contohnya menerapkan
prinsip first in first out (FIFO) atau first expired first out
(FEFO).
d. Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap
peralatan sesuai jadwal.
e. Bangunan TPS di rumah sakit harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
16
4. Penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah
sesuai karakteristik Limbah B3. Warna kemasan dan/atau wadah
limbah B3 tersebut adalah:
a) Merah, untuk limbah radioaktif;
b) Kuning, untuk limbah infeksius dan limbah patologis;
c) Ungu, untuk limbah sitotoksik; dan
d) Cokelat, untuk limbah bahan kimia kedaluwarsa,
tumpahan, atau
sisa kemasan, dan limbah farmasi.
5. Pemberian simbol dan label limbah B3 pada setiap kemasan dan
wadah. Simbol pada kemasan dan wadah Limbah B3 tersebut adalah:
a) Radioaktif, untuk Limbah radioaktif;
b) Infeksius, untuk Limbah infeksius; dan
c) Sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.
d) Toksik/flammable/campuran/sesuai dengan bahayanya
untuk
limbah bahan kimia.
17
● Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap bahan atau
material yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
dan/atau pencemaran terhadap lingkungan.
● Melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan
kimia dan bahan farmasi untuk menghindari terjadinya
penumpukan dan kedaluwarsa, contohnya menerapkan
prinsip first in first out (FIFO) atau first expired first out
(FEFO).
● Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap
peralatan sesuai jadwal.
2. Pemilahan
Pemilahan merupakan tahapan penting dalam pengelolaan limbah.
Beberapa alasan penting untuk dilakukan pemilahan antara lain:
● Pemilahan akan mengurangi jumlah Limbah yang harus
dikelola sebagai Limbah B3 atau sebagai Limbah medis
karena Limbah non-infeksius telah dipisahkan.
● Pemilahan akan mengurangi limbah karena akan
menghasilkan alur Limbah padat (solid waste stream) yang
mudah, aman, efektif biaya untuk daur ulang, pengomposan,
atau pengelolaan selanjutnya.
● Pemilahan akan mengurangi jumlah Limbah medis yang
terbuang bersama Limbah non medis ke media lingkungan.
Sebagai contoh adalah memisahkan merkuri sehingga tidak
terbuang bersama Limbah non medis lainnya.
● Pemilahan akan memudahkan untuk dilakukannya penilaian
terhadap jumlah dan komposisi berbagai alur Limbah (waste
stream) sehingga memungkinkan fasilitas pelayanan
kesehatan memiliki basis data, mengidentifikasi dan memilih
upaya pengelolaan Limbah sesuai biaya, dan melakukan
penilaian terhadap efektifitas strategi pengurangan Limbah.
● Pemilahan pada sumber (penghasil) limbah merupakan
tanggung jawab penghasil limbah. Pemilahan harus dilakukan
sedekat mungkin dengan sumber limbah dan harus
18
tetap dilakukan selama penyimpanan, pengumpulan, dan
pengangkutan.
19
4. Pengangkutan
Pengangkutan Limbah medis wajib:
● Menggunakan alat angkut Limbah medis yang telah
mendapatkan Izin Pengelolaan Limbah medis untuk kegiatan
pengangkutan limbah medis dan/atau persetujuan
● Menggunakan simbol Limbah medis
● Dilengkapi manifes Limbah medis.
● Pengangkutan on site
Pengangkutan limbah medis dari setiap ruangan penghasil
limbah medis ke tempat penampungan sementara
menggunakan troli 19 khusus yang tertutup. Penyimpanan
limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim
hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama
24 jam (Permenkes RI, 19). Kereta, gerobak atau troli
pengangkut hendaknya tidak digunakan untuk tujuan lain dan
memenuhi persyaratan sebagai berikut (Depkes RI, 2002):
a. Mudah dibersihkan dan dikeringkan. bagian dalam
harus rata dan dapat
b. Sampah mudah diisikan dan dikosongkan.
c. Troli/alat angkut dicuci setelah digunakan.
● Tidak ada tepi tajam yang dapat merusak kantong atau
kontainer
Selama pemuatan maupun pembongkar muatan. Peralatan-
peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan
secara regular dan hanya digunakan untuk mengangkut
sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat
proteksi dan pakaian kerja khusus. Kontainer 20 harus mudah
ditangani dan harus dibersihkan/dicuci dengan detergen
(Depkes RI, 2002).
1) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke
kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam
kontainer yang kuat dan tertutup.
20
2) Kantong limbah medis padat harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang.
3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) yang terdiri :
a. Topi/helm
b. Masker
c. Pelindung mata
d. Pakaian panjang (coverall)
e. Apron untuk industri
f. Pelindung kaki/sepatu boot
g. Sarung tangan khusus (disposable gloves atau
heavy duty gloves) (Depkes RI, 2002)
5. Pengolahan
Pengolahan Limbah medis adalah proses untuk mengurangi dan
menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. Dalam
pelaksanaannya, pengolahan Limbah medis dari fasilitas pelayanan
kesehatan dapat dilakukan pengolahan secara termal atau non
thermal.
A. Pengolahan secara termal antara lain menggunakan alat
berupa:
● Autoclave
Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah
tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk
limbah infeksius. Biasanya autoklaf dipakai di rumah
sakit untuk sterilisasi alat-alat yang dapat didaur ulang
dan hanya digunakan untuk limbah yang sangat
infeksius seperti kultur mikroba dan benda tajam
(Pruss dkk, 2005).
● Gelombang Mikro
● Irradiasi Frekuensi
● Insinerator.
Insinerator merupakan metode pilihan untuk
memusnahkan limbah medis dan sampai saat ini masih
banyak dipakai. Insinerasi adalah proses
21
6. Penguburan
Penguburan Limbah B3 merupakan cara penanganan khusus yang
hanya dapat dilakukan terhadap limbah medis berupa Limbah
patologis; dan benda tajam. Hal ini dapat dilakukan apabila pada lokasi
dihasilkannya Limbah dimaksud tidak tersedia alat pengolahan
Limbah B3 berupa insinerator. Pada prinsipnya Limbah benda tajam
dan/atau Limbah patologis wajib dilakukan pengelolaan sebagaimana
Pengelolaan Limbah B3.
A. Penguburan Limbah B3 patologis dilakukan antara lain
dengan cara:
Menguburkan Limbah B3 di fasilitas penguburan
Limbah B3 yang memenuhi persyaratan lokasi dan
persyaratan teknis penguburan Limbah B3
Mengisi kuburan Limbah B3 dengan Limbah B3
paling tinggi setengah dari jumlah volume total, dan
ditutup dengan kapur dengan ketebalan paling
rendah 50 cm (lima puluh sentimeter) sebelum
ditutup dengan tanah
Memberikan sekat tanah dengan ketebalan paling
rendah 10 cm (sepuluh sentimeter)
pada setiap lapisan Limbah B3 yang dikubur
Melakukan pencatatan Limbah B3 yang dikubur;
dan
Melakukan perawatan, pengamanan, dan
pengawasan kuburan Limbah B3.
B. Penguburan Limbah B3 benda tajam dilakukan antara lain
dengan cara:
Menguburkan Limbah B3 di fasilitas penguburan
Limbah B3 yang memenuhi persyaratan lokasi dan
persyaratan teknis penguburan Limbah B3;
Melakukan pencatatan Limbah B3 yang dikubur;
dan
Melakukan perawatan, pengamanan, dan
pengawasan kuburan Limbah B3.
22
H. Tujuan Pengelolaan Limbah Medis
Menurut Linda Tiejen, dkk (2004) dalam bukunya “Panduan
Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber
Daya Terbatas” adalah sebagai berikut:
● Mencegah terjadinya penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya.
● Melindungi terjadinya penyebaran infeksi terhadap para petugas
kesehatan.
● Membuang bahan-bahan berbahaya (bahaya toksik dan radioaktif)
● Melindungi petugas terhadap kecelakaan kerja.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25