Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (HAIs)

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Patient Safety

Disusun Oleh :

DENI GUMILAR

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat serta hidayah-NYA kami dapat menyelesaikan makalah mengenai tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi silang tepat pada waktu.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih pihak-pihak yang sudah membantu baik
bantuan fisik maupun batin.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan
baik dalam cara penulisannya, pemilihan katanya atau dalam penyusunannya. Maka dari itu,
penulis sangat memohon pada para pembaca agar memberikan kritik-kritik yang positif dan
bisa memperbaiki kekurangan dalam makalah ini.

Bandung, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Infeksi ....................................................................................................... 3
2.2 Infeksi Nosokomial ................................................................................... 3
2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang ........................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ................................................................................................... 12
3.2 Saran ......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang atau
hewan. Pada infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi tampak sakit secara lahiriah.
Pada infeksi yang “non-manifes”, tidak ada gejala atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi jangan
dirancukan dengan penyakit.
Istilah “infeksi” juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak pada semua jenis
organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang biasa hadir di dalam
saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi.
Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan
mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat
disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan
menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang
baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut
infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita
maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita sebut dengan
self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection/infeksi silang)
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke
pasien lainnya.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi
masih menjadi penyebab utamanya. Presentase infeksi nososkomial di rumah sakit di
seluruh dunia mencapai 9 % (variasi 3-21 %) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah
sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang
dilakukan oleh WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit
dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan
adanya infeksi nosokomial, khususnya di Asia Tenggara sebanyak l0%. Di Indonesia
yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata
9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka

1
operasi( ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada
rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan.
Menurunnya standar pelayanan perawatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu infeksi yang paling sering terjadi adalah plebitis
pada pasien yang mendapat terapi infus. Kejadian ini merupakan salah satu indikator
adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan ataupemasangan infus yang tidak sesuai
protap terutama masalah teknik septik-aseptik.
Dalam hal ini, perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan berperan besar
untuk memperkecil risiko infeksi tersebut. Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai
pencegahan dan pengendalian infeksi silang dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan infeksi?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial?
1.2.3 Bagaimana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian infeksi.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.
1.3.3 Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi.
1.4.2 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi nosokomial.
1.4.3 Mahasiswa dapat mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
silang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakitb akan timbul jika
patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry.
Fundamental Keperawatan Edisi 4.hal : 933 – 942:2005)
Infeksi merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,
terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,
replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi(Kamus Saku Kedokteran Dorland,edisi
25.hal :555:1998)
Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan mengalahkan mekaisme pertahanan
tubuh. Jika mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut patogen. Suatu patogen harus
berkembang biak dalam tubuh untuk dapat menimbulkan infeksi. Mikroorganisme dapat
tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi sistemik) atau terbatas pada area tertentu.

2.2 Infeksi Nosokomial


Tampak sulit dipercaya bahwa infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit lebih
sering terjadi daripada kecelakaan lalu lintas dan infeksi ini memakan biaya bermiliar-
miliar rupiah untuk perawatan rawat inap lebih lama. Infeksi yang didapat di rumah sakit
disebut infeksi nosokomial (dari bahasa Latin nosokomium berarti rumah sakit). Teknik
aseptik adalah metode terbaik untuk mencegah infeksi nosokomial. Teknikk aseptik ini
digunakan pada setiap prosedur dan peralatan invasif seperti kateter urin. Prosedur ini
harus dilaksanakan pada tempatnya untuk meminimalkan risiko infeksi, diperkirakan 30%
infeksi nosokomial dapat dicegah.
Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari suatu reservoar infeksi ke penjamu
yang rentan. Jalan masuk infeksi dapat berupa kontak, aerosol, darah, makanan/air dan
serangga. Reservoar infeksi adalah tempat mikroorganisme dapat bertahan hidup dan
berkembang biak dan dapat berupa pasien itu sendiri (infeksi terhadap diri sendiri) atau
dari pasien lainnya, pengunjung, atau staf rumah sakit (infeksi silang).

3
Infeksi dapat berasal dari diri sendiri jika jaringan terinfeksi akibat infeksi dari lokasi
yang berbeda pada tubuh pasien, misalnya saluran pernafasan, saluran pencernaan dan
kulit.
Infeksi silang terjadi dari orang yang menderita infeksi atau karier yang tidak bergejala
atau dari suatu reservoar infeksi.

Indikator Infeksi Nosokomial


Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan
dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk
menilai suatu perubahan (Depkes, 2001). WHO dalam Depkes (2001) menyatakan bahwa,
indikator adalah variabel untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan terutama
bila perubahan tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian infeksi rumah sakit
menurut Depkes tahun 2001 meliputi angka pasien dekubitus, angka kejadian dengan
jarum infus/flebitis, dan angka kejadian infeksi luka operasi. Ketiga indikator ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Angka pasien dengan dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate)
Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya yang terjadi
di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring. Luka dekubitus
akan terjadi bila pasien tidak dibolak-balik atau dimiringkan dalam waktu 2 x 24 jam.
Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya pasien yang menderita dekubitus
dan bukan banyaknya kejadian dekubitus.
2. Angka Infeksi karena Jarum Infus/flebitis (Intravenous Canule Infection Rate)
Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas
tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah
sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak didahului oleh pemberian
infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan
kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus) pada daerah bekas
tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau kurang dari waktu tersebut bila infus
terpasang.
3. Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)
Adanya infeksi rumah sakit pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang
dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color),

4
pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam
kecuali infeksi rumah sakit yang terjadi bukan pada tempat luka.
Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial
Penularan kuman penyebab infeksi rumah sakit dapat terjadi melalui :
1. Infeksi sendiri (self infection), yaitu infeksi rumah sakit berasal dari pasien sendiri (flora
endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain, seperti kuman Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus, kuman tersebut dapat berpindah melalui benda yang
dipakai, seperti linen atau gesekan sendiri.
2. Infeksi silang (cross infection), yaitu infeksi rumah sakit terjadi akibat penularan dari
pasien/orang lain di rumah sakit.
3. Infeksi lingkungan (environmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan kuman
yang didapat di lingkungan rumah sakit.

Batasan-batasan Infeksi Nosokomial


Infeksi Nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection” apabila memenuhi
batasan/kriteria sebagai berikut :
1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai
dirawat
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari nfeksi sebelumya
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti bahwa
infeksi didapat penderita waktu perawatan sebelumnya dan belum pernah dilaporkan
sebagai infeksi nosokommial.

Transmisi Infeksi Nosokomial


Bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat menyebar dalam berbagai cara :
1. Yang telah permanen atau hanya singgah sementara pada pasien (endogenous
infection)
Bakteri ada dikeadaan normal yang menyebabkan transmisi baik dari habitat luar
dan dalam (system urinaria), merusak jaringan (melukai) atau penggunaan
antiobiotik yang tidak tepat. Sebagai contoh, bakteri gram negative yang
menyerang saluran pencernaan sering kali disebabkan daerah pembedahan atau

5
bekas operasi yang terinfeksi setelah melakukan operasi di bagian perut atau
menyerang sisitem urinaria di salauran kencing.
2. Ke pasien yang lain atau para pegawai (exogenous cross-infection)
Bakteri menular diantara pasien :
a. kontak langsung diantara pasien (tangan, kelenjar saliva (air ludah).
b. dari udara (debu atau sirkulasi udara yang terkontaminasi oleh bakteri
yang sudah menyerang pasien).
c. melalui kontaminasi oleh pegawai/perawat (tangan, baju, hidung dan
tenggorokan/kerongkongan) yang dapat jadi itu terjadi untuk sementara
atau karir permanen.
d. melalui objek yang terkontaminasi dari pasien (termasuk peralatan),
tangan pegawai, pengunjung atau sumber dari lingkungan itu sendiri (air,
gas, makanan).
3. Ke lingkungan (endemic or epidemic exogenous environmental infections)
Beberapa tiper dari mikroorganisme yang selalu ada di lingkungan rumah sakit :
 Di air, area yang lembab/basah, dan adakalanya di produk yang steril atau
tidak terinfeksi (Pseudomonas, Acineotobacter, Myobacterium)
 Di peralatan yang digunakan untuk perawatan
 Pada makanan
Pada debu (bakteri yang diameternya lebih kecil dari 10µm tinggal
pada udara pada beberapa jam dan dapat terhirup pada keadaan yang
bersamaan dengan debu).

Riwayat Alamiah
 Masa Inkubasi dan Klinis Masa Inkubasi pada Infeksi Nosokomial adalah 3 x 24 jam
sejak mulai pasien dirawat
 Masa Laten dan Periode Infeksi Masa Laten dan Periode Infeksi Noskomial ini
tergantung dari imunitas pasien sendiri. Jika ia mempunyai imunitas yang kuat terhadap
factor eksogen (kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkunga) yang tidak baik.
Maka bisa jadi ia tidak terserang Infeksi Nosokomial. Dan jika imunitasnya tidak cukup
kuat, maka dapat jadi pasien tersebut dirawat berhari, berminggu-minggu dan lebih
parahnya berbulan-bulan

6
2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang
Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang mungkin
menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif, jalur tindakan dan
menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko infeksi seperti kebersihan
yang kurang, status gizi kurang, dan imunosupresi. Mungkin faktor pencegahan terpenting
adalah memastikan dilaksanakannya prosedur pengontrolan infeksi, yang dilaksanakan di
setiap rumah sakit. Perawatan terpisah merupakan usaha mencegah penyebaran infeksi
dengan isolasi protektif atau mencegah infeksi dari pasien yang terinfeksi (isolasi sumber).
2.3.1 Mencuci tangan
Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam prosedur
pengontrolan infeksi, dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi
mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan secara signifikan
menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan. Kulit yang rusak
pada tangan mengandung pathogen yang lebih banyak, yang banyak menyebabkan
infeksi nosokomial.

Faktor penting untuk mempertahankan hygiene yang baik dan mempertahankan


integritas kulit adalah :

 Lama mencuci tangan


 Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan
 Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi
 Pembilasan menyeluruh
 Memastikan tangan telah dikeringkan

Hampir semua bakteri bakteri transien dapat diilangkan dengan sabun dan air,
tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya
Hibiscrub , Povidone-iodine, membuat prosedur ini lebih efektif karena
menghilangkan bakteri residen. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci adalah
area tempat berkumpulnya mikroorganisme, seperti di sela-sela jari.

Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua


bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril, tanpa satupun
mikroorganisme hidup di atasnya, dan inilah sebabnya diperlukan sarung tangan
steril sekali pakai (disposible) untuk beberapa prosedur. Candida albicans, salah

7
satu penyebab oral thrush (jamur pada mulut) pada pasien kanker stadium lanjut,
dapat menyebar dari pasien ke tangan perawat. Penyebaran ini dapat dicegah
dengan mengenakan sarung tangan steril saat kontak dengan mukosa oral.

Pakaian pelindung dikenakan untuk mencegah transfer mikroorganisme dari


kamar ke kamar melalui pakaian dan untuk mencegah transfer mikroorganisme
dari pasien ke perawat dan sebaliknya. Hal-hal seperti ini dapat membuat
perbedaan besar terutama jika kontak erat dengan pasien yang infeksius, seperti
tindakan menggendong bayi baru lahir (neonatus). Apron plastic impermeable
sekali pakai lebih baik daripada baju katun karena mikroorganisme dapat melewati
bahan katun, terutama jika basah.

Menurunkan risiko penyebaran infeksi melalui udara juga dapat dilakukan dengan
memastikan bahwa prosedur seperti merapikan dan membersihkan tempat tidur
tidak langsung dikerjakan sebelum membalut luka, karena prosedur membersihkan
tempat tidur dapat menyebarkan mikroorganisme di udara. Selain itu, membalut
luka yang terinfeksi sebaliknya dilakukan paling akhir.

2.3.2 Perawatan keteter vena sentral


Kateter vena sentral (central venous catheter, CVC) dapat diimplantasika
melaluipembedahan pada pasien yang membutuhkan terapi intavena jangka
panjang atau dapat diinsersi oada perifer untuk jangka pendek. Di Inggris, hamper
6000 pasien per tahun mendapatkan infeksi pasa sirkulasi darah karena kateter
(catheter-related bloodstream infection, CR-BSI) , disebabkan pemasangan dan
perawatan kateter vena sentral. Infeksi ini merupakan salah satu komplikasi paling
berbahaya pada pasien. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah
Staphylococcus epidermidis. Infeksi dapat disebarkan dari tangan tenaga medis
saat perawatan atau dari mikroorganisme kulit yang mengontaminasi kateter saat
pemasangan . Maka sangat penting melakukan tindakan penfhalang steril secara
maksimal saat memasang kateter vena sentral.

Rekomendasi dari pedoman pencegahan infeksi oleh tenaga medis menunjukkan


bahwa minimalisasi risiko infeksi dapat dilakukan dengan :

 Memilih kateter yang tepat untuk pasien, misalnya kateter berlubang


tunggal yang diberi zat antimokroba

8
 Tempat insersi terbaik, misalnya daerah subklavia (bahu) lebih disarankan
daripada daerah jungular (leher) atau femoral (paha)
 Menggunakan teknik aseptic saat pemasangan kateter vena sentral, seperti
baju, sarung tangan, dan duk steril
 Persiapan daerah insersi yang tepat, misalnya membersihkan kuit dengan
larutan alcohol klorheksidin glukonat dan dibiarkan mongering sebelum
insersi.
 Perawatan kateter dan daerah yang efektif, misalnya disinfeksi permukaan
eksternal kateter dan bagian sambungan, ditutup dengan menggunakan
kasa steril atau balutan transparan
 Menjalankan strategi penggaantian kateter vena sentral dengan
memperhatikan metode dan frekuensi penggantian
 Tidak menggunakan antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi

2.3.3 Perawatan kateter uretra jangka pendek pada perawatan akut


Kateterisasi urin telah diketahui sebagai risiko utama infeksi noskomial. Pada
pasien dengan kateter urin, 20 sampai 30% pasien akan mengalami bakteriuria
(bakteri di urin). Sekitar 2% dari pasien yang mengalami bakteriuria akan
mengalami bacteremia dan sekitar 22% akan meninggal. Telah pula ditunjukkan
bahwa risiko infeksi meningkat dengan semakin lamanya penggunaan kateter. Oleh
karena itu, jelas bahwa praktik keperawatan yang baik sangat diperlukan untuk
prosedur ini.

Risiko infeksi dapat diminimalisasi dengan :

 Hanya menggunakan kateter urin ketika tidak ada prosedur alternatif lain
 Memilih kateter terkecil yang memungkinkan alran urin dengan baik
 Menggunakan peralatan steril tertutup dan teknik aseptic saat pemasangan
 Menggunakan system steril tertutup dan mencegah aliran baik urin dari
kantung urin dengan meletakkan kantung urin di bawah kandung kemih dan
penjepitan (clamping) selang kantung jika pasien bergerak.

2.3.4 Mencuci dan disinfeksi


Mencuci adalah proses menghilangkan kotoran yang kelihatan, sementara
disinfeksi adalah tindakan untuk membunuh atau mengurangi pertumbuhan

9
mikroorganisme tergantung dari resistensi alami mikroorganisme. Disinfeksi
umumnya berbahaya untuk kulit dan harus menggunakan pakaian pelindung saat
memakainya. Antiseptic adalah agen antimikroba yang menurunkan pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup. Contoh antiseptic yang umum adalah iodin
dan hidrogen peroksida.

Peralatan medis harus dibersihkan dan /atau didisinfeksi sebelum digunakan dari
pasien ke pasien lain. Secara umum setiap alat harus dibersihkan, tetapi peralatan
medis yang kontak dengan darah atau cairan tubuh atau digunakan pada pasien
yang menderita infeksi, seperti infeksi Staphylococcus aureus resisten metisilin
(MRSA), diare, maka peralatan medis ini harus didisinfeksi.

Setiap alat harus selalu dicuci dan dibersihkan sebelum disinfeksi karena alat yang
kotor akan melindungi mikroorganisme. Disinfeksi zat pembunuh bakteri, kadang
disebut juga bakterisida, sedangkan zat yang hanya menghambat pertumbuhan
bakteri disebut bakteriostatik. Disinfektan bakterisida dapat bersifat bakterostatik
jika diencerkan. Sehingga penting untuk menggunakan disinfektan dengan
konsentrasi yang tepat. Begitu pula, disinfektan harus digunakan dalam durasi
waktu yang tepat dan dipastikan bahwa larutan disinfektan masih baru agar
prosedur disinfeksi efektif.

Disinfektan yang paling efektif adalah senyawa aldehida, peroksida, dan halogen
tetapi tidak selalu tepat digunakan setiap saat karena efek sampingnya. Semua zat
tersebut adalah agen pengoksidasi kuat.

2.3.5 Sterilisasi
Sterilisasi adalah prosedur untuk membunuh semua organisme termasuk
endospore dan virus. Autoklaf (dapat dilakukan dengan alat masak bertekanan
tinggi, presto) dapat digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap
bertekanan tinggi. Prosedur ini sering digunakan untuk sterilisasi instrument bedah
umum dan masker anestesi. Temperatur tinggi dicapai ketika uap berada dalam
tekanan tinggi, seperti 121 0C pada 108 kPa (15 psi) yang akan membunuh
mikroorganisme dalam jangkan pendek dibandingkan menggunakan panas pada
tekanan atmosfer biasa. Di pabrik, produk steril seperti syringe disposable
disterilisasi sebelum dikemas dengan menggunakan radiasi sinar gamma untuk
menghancurkan mikroorganisme.
10
11
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang mungkin
menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif, jalur tindakan dan
menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko infeksi seperti kebersihan
yang kurang, status gizi kurang, dan imunosupresi. Mungkin faktor pencegahan terpenting
adalah memastikan dilaksanakannya prosedur pengontrolan infeksi, yang dilaksanakan di
setiap rumah sakit. Perawatan terpisah merupakan usaha mencegah penyebaran infeksi
dengan isolasi protektif atau mencegah infeksi dari pasien yang terinfeksi (isolasi sumber)
3.2 Saran
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada berbagai
pihak, yaitu:
1. Kepada staf pengajar, agar lebih banyak memberikan materi tentang Tindakan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.
2. Kepada mahasiswa, diharapkan tulisan ini dapat dijadikan motivasi untuk lebih
mendalami materi tentang Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Volume 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.
James, Joyce, Collin Baker, Helen Swain. 2002. Prinsip-prinsip Sains Untuk Keperawatan.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai