Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN BENCANA KEBIJAKAN NASIONAL, SISTEM KOMANDO DAN

PENGORGANISASIAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN


PADA BENCANA

Dosen Pembimbing : Dominggos Gonsalves., SKp.,Ns.,MSc

KELOMPOK 1 TINGKAT 2 REGULER B :


1. Ade Fania B. Bessie (PO5303201211283)

2. Candra Yusuf Matnay (PO5303201211286)

3. Indra Sapudra Tunmuni (PO5303201211300)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDRAL TENAGA


KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG JURUSAN
KEPERAWATAN KUPANG PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN TAHUN
AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas kasih karunia dan penyertaan-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah
Manajemen Bencana ini dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Mahasiswa Jurusan
Keperawatan Kupang, Mata Kuliah Manajemen Bencana, tentang Kebijakan Nasional,
Sistem Komando Dan Pengorganisasian Dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan Pada
Bencana dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembacanya.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari pihak lain untuk memperbaiki kekurangan pada
makalah ini.
Kami juga berharap adanya pengembangan makalah ini di masa yang akan datang.

Kupang, 10 Maret 2023

Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3

1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................................3
1.2 TUJUAN....................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................................4
2.1 DASAR HUKUM DAN LEGAL ETIK PENANGANAN BENCANA..................................4
2.2 SISTEM KOMANDO PENANGANAN DARURAT BENCANA.........................................7
2.3 PENGORGANISASIAN KRISIS KESEHATAN...................................................................8
BAB III...............................................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................................12
3.1 KESIMPULAN.......................................................................................................................12
3.2 SARAN.....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Berkaitan dengan Perubahan nomenklatur dan kebijakan dalam penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana maka kapasitas pelaksana dalam kegiatan penanggulangan bencana
2
perlu ditingkatkan namun tetap mengacu pada peraturan tentang Sistem Penanggulangan
Bencana secara Nasional yang termuat dalam Undang-undang tentang penanggulangan
bencana, dan peraturan turunannya, oleh karenanya Kementerian Kesehatan menerbitkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis
Kesehatan dimana peraturan ini merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 64 tahun 2013, sebagai dukungan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat bencana.
Krisis kesehatan akibat bencana sangat penting ditangani sebab peristiwa ini dapat
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, korban luka/sakit, pengungsian dan/atau adanya
potensi bahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat yang membutuhkan respon cepat
di luar kebiasaan normal dan kapasitas kesehatan tidak memadai.
Peraturan ini bertujuan untuk memberikan panduan kepada pelaku Penanggulangan
Krisis Kesehatan di tingkat daerah maupun pusat, agar terbentuknya suatu system
penanggulangan krisis kesehatan yang terkoordinir dengan baik, terencana, terpadu dan
menyeluruh untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan
dampak permasalahan kesehatan karena terjadinya bencana. Secara umum kegiatan
penanggulangan krisis kesehatan karena bencana mengikuti pendekatan tahapan Siklus
Penanganan Bencana (Disaster Management Cycle), yang dimulai dari sebelum terjadinya
bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi (pengurangan dampak) dan kesiapsiagaan.
Pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat
setelah terjadinya bencana berupa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui dasar hukum dan legal etik penanganan bencana
2. Untuk mengetahui sistem komando penanganan darurat bencana
3. Untuk mengetahui pengorganisasian krisis kesehatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DASAR HUKUM DAN LEGAL ETIK PENANGANAN BENCANA


- DASAR HUKUM PENANGANAN BENCANA
1. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
2. Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelengaraan Penanggulangan
Bencana
4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan minimal
3
5. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penanggulan Bencana Banjir dan
Longsor
6. Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2015 tentang pedoman koordinasi klaster
pengungsian dan perlindungan
7. Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan
dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial di Daerah Provinsi dan
kabupaten/Kota
8. Peraturan Menteri Kesehaan Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
9. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri
Nomor
1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan nomor Pol. : Kep/40/IX/2004 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 448 /Menkes/SK/VII/1993 tentang
Pembentukan tim Kesehatan Penanggulangan Bencana di setiap Rumah Sakit
11. Keputusan Menteri Kesehaan Nomor 28/Menkes/SK/I/1995 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana
12. Keputusan Menteri Kesehaan Nomor 205/Menkes/SK/III/1999 tentang Prosedur
Permintaan Bantuan dan Pengiriman Bantuan
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 066/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman
Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana
14. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

- ASPEK LEGAL ETIK PENANGANAN BENCANA a. Definisi Aspek Legal Etik


dalam Penanganan Bencana
Aspek etik dan legal dalam bencana adalah istilah yang digunakan untuk
merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain. Selain itu merupakan prinsip yang menyangkut benar atau
salah baik dan buruknya dalam berhubungan dengan orang lain. Kode etik mencerminkan
prinsip etis, etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan
kebiasaan baik buruk yang diterima umum mengenai sikap. perbuatan, kewajiban dan
sebagainya.

b. Landasan Hukum Penganggulangan Bencana


- Dalam undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, dikenal
pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.
- Penanggulangan bencana berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Prinsip Etika yang diterapkan sebelum Bencana
Pengenalan langkah-langkah pencegahan untuk seluruh populasi :

4
- Pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kesadaran tentang ketahanan terhadap
bencana
- Informasi sebelumnya. Hak partisipasi dalam semua fase tampa batasan
- Kebebasan berekspresi. Akses keadilan
- Pencegahan bencana di tempat kerja
- Pencegahan bencana di tempat rekreasi dan wisata
- Pencegahan bencana di tempat-tempat umum, khususnya sekolah dan rumah sakit
- Tindakan pencegahan khusus untuk kelompok yang paling rentan
- Organisasi dan partisipasi dalam latihan darurat
- Evakuasi penduduk secara preventif
d. Prinsip Etika yang diterapkan saat Bencana
- Bantuan kemanusiaan untuk semua
- Informasi dan partisipasi selama bencana
- Evakuasi penduduk secara wajib
- Menghormati martabat pribadi
- Menghormati hak-hak pribadi
- Bantuan darurat untuk orang-orang yang paling rentan
- Pentingnya penolong menghormati hak asasi manusia, martabat, kemanusiaan,
solidaritas, harapan, dan ketidakberpihakan
- Langkah-langkah untuk menjaga dan merehabilitasi lingkungan
- Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga dan memulihkan ikatan sosial
(tempat pertemuan, tempat ibadah, dan tempat untuk rekreasi) e. Prinsip Etika yang
diterapkan setelah Bencana
1. Penguatan ketahanan terhadap dampak bencana (kembali normal)
2. Langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia
dilindungi dan dipromosikan selama semua pekerja rekonstruksi dan rehabilitasi, dan
untuk menyelidiki pelanggaran hak-hak tersebut
3. Perlindungan hak-hak ekonomi, social, dan budaya
4. Perlindungan hak sipil dan politik
KODE ETIK KEPERAWATAN BENCANA
a. Perawat bencana memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat
kemanusiaan dan keunikan klien.
b. Perawat bencana mempertahankan kompetensi dan tanggung jawab dalam praktek
keperawatan emergensi
c. Perawat bencana melindungi klien manakala mendapatkan pelayanan kesehatan yang
tidak cakap, tidak legal, sehingga keselamatannya terancam

ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN BENCANA


a. Membuat kontrak kerja (memahami hak dan kewajiban)
b. Praktek yang kompeten hanya dilakukan oleh seorang perawat yang kompeten
c. Tambahan penyuluhan kesehatan dan konseling dalam pemberian asuhan keperawatan

5
d. Melaksanakan tugas delegasi, sesuai dengan kemapuan perawat yang akan diberikan
delegasi.
PERAN PERAWAT DALAM KEPERAWATAN BENCANA
1. Pra Bencana
Undang-undang No. 38 tahun 2014, Pasal 31:
a. Memberikan konseling penyuluhan
b. Melakukan pemberdayaan masyarakat
c. Menjali kemitraan dalam perawatan kesehatan
d. Meningkatkan pengetahuannya
2. Saat Bencana
a. UU No. 38, Tahun 2014, Pasal 35:
1) Dalam keadaan darurat perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat
sesuai kompetensinya
2) Pertolongan pertama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah
kecacatan lebih lanjut
b. Pasal 33, Ayat 4:
Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu perawat berwenang :
1) Melakukan pengobatan pada penyakit umum
2) Merujuk pasien
3) Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas
c. UU No. 36 tahun 2009 Pasal 59 :
1) Tenaga kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama pada penerima pelayanan
kesehatan dalam keadaan gawat/ darurat bencana untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan
2) Tenaga kesehatan dilarang menolak pelayanan kesehatan dan meminta uang muka
terlebih dahulu
d. Pasal 63 kesehatan : Dalam keadaan tertentu tenaga kesehatan memberikan pelayanan
di luar kewenangannya.
3. Pasca Bencana
1) PP No. 21 Tahun 2008 Pasal 56 :
a. Perawat harus mempunyai skiil keperawatan yang baik, memiliki sikap dan jiwa
kepedulian, dan memahami konsep siaga bencana
b. Perawatan korban bencana, obat-obatan, peralatan kesehatan, rehabilitasi mental. 2)
No. 36 Tahun 2009 :
a. Pasal 1 Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ ketrampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan
b. Pasal 9 Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikikasi minimum D3 kecuali tenaga
medis
Bencana merupakan gangguan serius terhadap fungsi komunitas atau masyarakat
karena peristiwa tersebut berinteraksi dengan kondisi paparan, kerentanan dan kapasitas
lainnya yang menyebbakan kerugian dan dampak manusia, material ekonomi dan lingkungan.

6
Keperawatan bencana merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam pendidikan
keperawatan dan pelatihan dalam berbagai pelayanan. Kode etik perawat merupakan standar
praktik profesional keperawatan yang mengandung nilai, moral dan tujuan asuhan
keperawatan.

2.2 SISTEM KOMANDO PENANGANAN DARURAT BENCANA


Perka No 3 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana
Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana adalah satu kesatuan upaya terstruktur
dalam satu komando yang digunakan untuk mengintegrasikan kegiatan penanganan darurat
secara efektif dan efisien dalam mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan
menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat bencana.
Sistem komando tanggap darurat bencana adalah suatu sistem penanganan darurat
bencana yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan mengintegrasikan pemanfaatan
sumber daya manusia, peralatan, dan anggaran (Perka BNPB, 2008). Tahapan pembentukan
sistem komando tanggap darurat bencana terdiri atas :
1. Informasi Kejadian Awal
2. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
3. Penetapan Status/Tingkat Bencana Pembentukan Komando Tanggap Darurat
Bencana
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
1. Komando Tanggap Darurat Bencana memiliki tugas pokok untuk :
a. Merencanakan operasi penanganan tanggap darurat bencana
b. Mengajukan permintaan kebutuhan bantuan
c. Melaksanakan dan mengkoordinasikan pengerahan sumber daya untuk
penanganan tanggap darurat bencana secara cepat, tepat, efisien, dan efektif
d. Melaksanakan pengumpulan informasi dengan menggunakan rumusan pertanyaan,
sebagai dasar perencanaan komando tanggap darurat bencana tingkat
kabupaten/kota/provinsi/nasional
e. Menyebarluaskan informasi mengenai kejadian bencana dan pananganannya
kepada media massa dan masyarakat luas.
2. Fungsi Komando Tanggap Darurat Bencana ialah mengoordinasikan,
mengintegrasikan, dan menyinkronisasikan seluruh unsur dalam organisasi
komando tanggap darurat untuk penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan
serta pemulihan sarana dan prasarana dengan segera pada saat kejadian bencana.

2.3 PENGORGANISASIAN KRISIS KESEHATAN


Menurut Kementrian Kesehatan tahun 2011, tugas penyelenggaraan penanggulangan
bencana ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat
dan
7
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah

1. Tingkat pusat
a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
BNPB merupakan lembaga pemerintah non departemen setingkat menteri yang
memiliki fungsi merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
Adapun tugas dari BNPB adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara
2) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan
3) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat
4) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat
bencana
5) Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/ bantuan nasional dan
internasional
6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran
pendapatan dan belanja negara
7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan 8)
Menyusun pedoman pembentukan bpbd b. Kementerian Kesehatan
Tugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah merumuskan kebijakan,
memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah
kesehatan lain, baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya. Dalam
pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait, baik pemerintah maupun non
pemerintah, LSM, lembaga internasional, organisasi profesi maupun organisasi
kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu
Kementerian Kesehatan secara aktif membantu mengoordinasikan bantuan kesehatan
yang diperlukan oleh daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain.

c. Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan


Dalam Peraturan Presiden No 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dinyatakan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
BNPB dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
salah satu unsur pengarah BNPB adalah pejabat eselon 1 Kementerian Kesehatan.
Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan
d. Pusat Penanggulangan Krisis Regional
Kementerian Kesehatan membentuk 9 (sembilan) Pusat Bantuan Regional
Penanganan Krisis Kesehatan yang berperan untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi

8
bantuan kesehatan dan masing-masing dilengkapi dengan SDM kesehatan terlatih dan
sarana, bahan, obat serta perlengkapan kesehatan lainnya, yaitu di :
1) Regional Sumatera Utara berkedudukan di Medan dengan wilayah pelayanan
Provinsi NAD, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau dan
Sub Regional Sumatera Barat
2) Regional Sumatera Selatan berkedudukan di Palembang dengan wilayah pelayanan
Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jambi, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi
Bengkulu
3) Regional DKI Jakarta kedudukan di Jakarta dengan wilayah pelayanan Provinsi
Lampung, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi
Kalimantan Barat
4) Regional Jawa Tengah di Semarang dengan wilayah pelayanan Provinsi DI
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
5) Regional Jawa Timur di Surabaya sebagai Posko wilayah tengah dengan wilayah
pelayanan Jawa Timur
6) Regional Kalimantan Selatan di Banjarmasin dengan wilayah pelayanan Provinsi
Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan;
7) Regional Bali di Denpasar dengan wilayah pelayanan Provinsi Bali, Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
8) Regional Sulawesi Utara di Manado dengan wilayah pelayanan Provinsi Gorontalo,
Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Maluku Utara
9) Regional Sulawesi Selatan di Makasar, sebagai Posko Wilayah Timur dengan
wilayah pelayanan Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Maluku serta Sub Regional
Papua. Sub Regional Papua berpusat di Jayapura dengan wilayah pelayanan Provinsi
Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat.
Pusat Regional Penanganan Krisis Kesehatan berfungsi :
1) Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media center) kesiapsiagaan dan
penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya
2) Fasilitasi buffer stock logistik kesehatan (bahan, alat dan obat-obatan)
3) Menyiapkan dan menggerakkan tim reaksi cepat dan bantuan sdm bencana dan krisis
kesehatan lainnya
4) Sebagai pusat networking antara 3 komponen kesehatan dalam regional tersebut yaitu
dinas kesehatan, fasilitas kesehatan dan perguruan tinggi.

Sementara ini kementerian kesehatan telah memiliki 9 pusat bantuan regional dan
2 sub regional. Namun demikian tidak menutup kemungkinan di masa datang akan
dikembangkan lagi pusat-pusat bantuan regional lainnya yang bertujuan mempercepat
akses penanggulangan krisis kesehatan berdasarkan kedekatan wilayah dan kemudahan
akses bantuan.

e. Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan

9
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai Teknis Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL) serta Laboratorium Kesehatan Daerah
(Labkesda) merupakan unit-unit pelaksana teknis Kemenkes di daerah. KKP berperan
dalam memfasilitasi penanganan keluar masuknya bantuan sumber daya kesehatan
melalui pelabuhan laut/udara dan daerah perbatasan serta karantina kesehatan. BTKL
berperan dalam perkuatan sistem kewaspadaan dini dan rujukan laboratorium. f.
Hubungan antara Pemerintah dengan Komunitas Internasional
Pendekatan klaster (cluster approach) adalah suatu model koordinasi dengan
mengelompokkan para pelaku kemanusiaan berdasarkan gugus kerja untuk memberikan
respon darurat yang lebih dapat diperkirakan dengan penetapan ‘pimpinan’ kelompok/
klaster. Pimpinan klaster bersama-sama dengan sektor-sektor pemerintah membangun
koordinasi baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Pendekatan klaster bertujuan
agar bantuan respon darurat dapat dilaksanakan secara lebih terkoordinasi antar pelaku
baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Pendekatan klaster dilaksanakan pada
kejadian bencana berskala besar atau membutuhkan bantuan internasional dalam respon
multisektor dengan partisipasi luas dari para pelaku kemanusiaan internasional. Rapat
koordinasi klaster rutin bersama lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah
yang dapat dilakukan di tingkat nasional, atau di tingkat provinsi, dan di lapangan untuk
membahas progres bantuan yang dilakukan oleh pihak internasional dan dikoordinasikan
oleh BNPB serta lembaga/instansi yang berwenang.
g. Klaster Kesehatan
Pada saat bencana dan sistem klaster digunakan, pertemuan koordinasi untuk
klaster dipimpin oleh Kementrian Kesehatan dengan dukungan WHO. Klaster kesehatan
dapat dibagi menjadi beberapa sub-klaster sesuai dengan kebutuhan di lapangan,
subklaster tersebut akan dipimpin oleh unit terkait dalam Kementrian Kesehatan atau
dinas kesehatan di lokasi bencana.

2. Tingkat Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah
yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan
penanggulangan bencana di daerah. Pada tingkat provinsi BPBD dipimpin oleh
seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib dan pada tingkat
kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau
setingkat eselon IIa. Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-officio) oleh Sekretaris
Daerah yang bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah.

10
BPBD mempunyai fungsi :
1) Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien
2) Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu dan menyeluruh

BPBD mempunyai tugas :


1) Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah
dan BNPB terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara
2) Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
3) Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana
4) Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana
5) Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya
6) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana
7) Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
8) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
9) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bencana merupakan gangguan serius terhadap fungsi komunitas atau masyarakat
karena peristiwa tersebut berinteraksi dengan kondisi paparan, kerentanan dan kapasitas
lainnya yang menyebbakan kerugian dan dampak manusia, material ekonomi dan lingkungan.
Keperawatan bencana merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam pendidikan
keperawatan dan pelatihan dalam berbagai pelayanan. Kode etik perawat merupakan standar

11
praktik profesional keperawatan yang mengandung nilai, moral dan tujuan asuhan
keperawatan.
Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana adalah satu kesatuan upaya terstruktur
dalam satu komando yang digunakan untuk mengintegrasikan kegiatan penanganan darurat
secara efektif dan efisien dalam mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan
menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat bencana. Tugas penyelenggaraan
penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah.

3.2 SARAN
Untuk instansi pendidikan diharapkan dapat menerapkan pelatihan kesiapsiagaan
dalam bencana sejak dini yang terangkum dalam pembelajaran keperawatan bencana. Hal ini
penting dilakukan agar dapat menghasilkan sumber daya perawat yang memiliki
kemampuanyang tinggi dalam kesiapsiagaan bencana dan untuk pengembangan

DAFTAR PUSTAKA

Janes Jainurakhma, M. (2022). Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan (Teori dan


Penerapan). Jawa Barat : Media Sains Indonesia.
Harijoko, A., Puspitasari, D., & Prabaningrum, I. (2021). Manajemen Penanggulangan
Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia. Gadjah Mada University
Press.
Mutmainnah Latief, S. A. (2023). Manajemen Bencana Dan Kejadian Luar Biasa. Media
Sains Indonesia.

12
Ratih Kumala Dewi, dkk (2021). Manajemen Gawat Darurat dan Bencana. Yayasan Kita
Menulis.
Yennizar, H. D. (2015, Mei). Desain Sistem Komando dan Komunikasi Dalam Menghadapi
Bencana Dirumah Sakit. Jurnal Ilmu Kebencanaan, 2.

13

Anda mungkin juga menyukai